1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Tales of Gaea: Children of The East

Discussion in 'Fiction' started by MaxMarcel, Mar 7, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Chapter XIX: Fiery Ambush

    Tuan dan pengikutnya telah dipertemukan. Tapi sepertinya takdir memiliki keinginan yang berbeda. Kursi-kursi di ruang rapat sudah terisi oleh seluruh tokoh Kerajaan Cavaliar yang tersisa. Sang tuan, sang penasihat, sang ksatria, sang serdadu.

    Ishtar dapat melihat sepercik kekhawatiran di wajah mereka semua. Ia sama sekali tidak berniat untuk mengganggu mereka, tapi instingnya mengatakan mereka semua berada dalam bahaya.

    “Mereka hanya berjumlah beberapa ratus. Memang agak terlalu besar, tapi bisa saja mereka hanya kelompok pengawas.” Benevito memberikan pendapatnya.

    Ishtar memandang ke arah matahari yang sudah letih dan hendak tenggelam. Ia menggeleng pelan tanpa mengubah arah pandangannya, “Mereka tidak mungkin hanya dalam tugas pengawasan. Aku melihat sendiri, setidaknya ada seorang Warlord yang memimpin mereka.”

    “Jumlah mereka terlalu kecil bila mereka berharap untuk menduduki kembali benteng ini. Mungkin perkataan Benevito ada benarnya, Ishtar.” Pangeran Castile terdengar mendukung perkataan Benevito.

    “Memang benar jumlah mereka kecil, tapi kita harus berwaspada. Para kirzka berbeda dengan kita.” Benevito menambahkan sedikit peringatan.

    “Seorang Warlord hanya diutus untuk kepentingan militer yang penting. Dan biasanya keputusan tersebut datang langsung dari Kaisar Zar’goza. Aku ragu bila sang Kaisar memberikan perintah yang kecil. Mereka sedang merencanakan sesuatu.” tambah Ishtar.

    “Tunggu!” tiba-tiba Benevito memotong kesunyian dan membuat perhatian semua orang tertuju padanya, “Bila Jendral Roland datang dalam keadaan terluka, besar kemungkinan pasukan aliansi sudah dikalahkan oleh penjaga Zar’goza. Bukankah berarti sekarang tidak ada lagi yang menghalangi pasukan utama Zar’goza?”

    “Apa yang kau maksud?” tanya sang Pangeran dengan perlahan. Matanya sudah menunjukkan perasaan cemas. Ia tahu apa yang ia dengar selanjutnya adalah hal yang pahit.

    “Kemungkinan besar yang ada di halaman depan kita saat ini hanyalah sepercik penjaga Zar’goza. Hanya segelintir tentara yang berbaris terlalu depan. Mereka hanyalah pecahan dari tentara yang jumlahnya jauh lebih besar.”

    Kecemasan dalam Pangeran Castile sekarang dapat terlihat dengan jelas.

    “Tapi kalian dapat menghadapinya bukan? Bukankah pasukan sudah bersiaga di dinding benteng sejak pagi menyinsing. Aku tidak akan kehilangan benteng ini seperti aku kehilangan ibukota, bukan?”

    Benevito hanya dapat menggaruk-garuk kepalanya, “Bagaimana aku harus mengatakannya. . . Yang Mulia, memang benar kita sudah siaga dan memiliki sejumlah tentara di sini. Tapi keadaan berbeda. Kita hanya berdiri sendiri sekarang, tidak ada bantuan yang akan datang. . .”

    “Sebenarnya ada sedikit harapan.” ucap Ishtar perlahan, atmosfer berat yang memenuhi ruang rapat seakan menghilang. Pangeran Castile langsung memandang Ishtar dengan mata yang penuh harapan baru.

    “Yang Mulia harus menyerah.” kata Ishtar singkat.

    Pancaran mata sang Pangeran langsung berubah dalam sekejap. Beberapa patah kata yang telah diucapkan Ishtar langsung membakar api emosi di dalam mata Pangeran Castile.

    “Apa maksudmu dengan menyerah!? Aku sudah kehilangan banyak hal, dan kau menyuruhku untuk menyerahkan juga apa yang masih tersisa.”

    “Aku mohon, tenangkanlah dirimu, pangeran. Aku mengerti kehilanganmu, tapi kita sudah kehabisan pilihan disini.” pinta Ishtar dengan nada memohon.

    “Walaupun aku dikhianati oleh Aesyr dan ayahku sendiri, aku tetap akan bertahan. Aku tidak akan dikenang sebagai orang yang melarikan diri. Aku akan tetap memegang kehormatan Cavaliar.” tiba-tiba Pangeran Castile melompat bangun dari tempat duduknya, “Aku menyatakan diriku sebagai Raja Cavaliar yang sesungguhnya. . . Walaupun kisah kerajaanku harus berakhir di sini, aku akan membuatnnya sebagai sebuah kisah yang layak diingat.”

    Seluruh orang di ruangan tersebut langsung terdiam begitu mendengar perkataan Pangeran Castile yang saat ini telah mengangkat dirinya sendiri sebagai raja. Cara berdirinya yang tegak seperti batu karang memancarkan aura kekuasaan yang baru saja muncul. Perubahan cepat yang terjadi pada Pangeran Castile telah mengejutkan mereka semua.

    “Aku menghargai pendapatmu, Jendral Ishtar. Tapi aku tidak ingin mendengar saran seperti itu lagi.” Raja Castile merendahkan suaranya dan terdengar sedikit lebih tenang sekarang.

    “. . . Aku minta maaf baginda.” jawab Ishtar datar, walaupun ia merasa terpukul di hati. Pangeran Castile sudah menggali kuburnya sendiri. Tidak ada gunanya bila kau melawan dan wafat di sini. . .

    “Maaf, Yang Mulia. Tapi mungkin anda harus memikirkan perkataan Ishtar. Ada kebenaran di dalamnya, kita mungkin dapat selamat dan-“

    Benevito yang baru saja berbicara segera berhenti begitu sebuah suara menarik perhatian mereka semua. Suara keras itu mengalun terus menerus dalam irama monoton yang menusuk telinga.

    Genderang perang Zar’goza! pekik Ishtar dalam hatinya.

    “Sudah terlambat untuk hal itu.” jawab Raja Castile dengan nada yang masam.

    Walaupun suara dentum genderang terus mengalun, kesunyian tersendiri menyelimuti ruangan itu.

    “Apakah Kalian akan mendukungku hingga akhir. . ?”

    Benevito lah yang pertama kali memecah keheningan, dengan senyum ringan ia menjawab, “Bila aku tidak berniat mendukungmu hingga akhir, aku sudah lari berhianat ke Kerajaan lain sekarang.”

    “Ya, Benevito benar. Kalau aku tidak menyayangi Cavaliar, mungkin aku sendiri tidak akan berada di sini saat ini.” kata Ishtar sambil menaruh tangannya di bahu Benevito dan menatap sang raja muda dengan sungguh-sungguh.

    Sebuah suara helaan napas terdengar, Geoffrey yang tadinya duduk diam sekarang bangkit dengan enggan.

    “Kurasa aku tidak punya pilihan lain. Aku akan berada di gerbang utama bila kalian mencariku.” katanya sambil berjalan keluar dari ruangan rapat.

    Benevito tersenyum dan memandang Ishtar, “Kurasa kita juga punya tugas sekarang ini.”

    Ishtar hanya membalas senyum, setelah itu ia langsung membungkuk hormat ke arah Raja Castile dan berlari keluar ruangan.
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    “Ishtar! Kau yakin dapat menahan mereka?” teriak Benevito di belakang ketika mereka berdua berlari menelusuri lorong-lorong benteng.

    “Tenanglah Benevito, kita masih memegang lokasi yang strategis.” balas Ishtar tanpa menoleh.

    “Tapi kirzka yang memimpin adalah kirzka yang hampir membunuhmu bukan?”

    “Ya. . . Karena itu berdoalah mereka tidak akan menembus masuk.”

    Ishtar memandang sekilas ke langit di tengah larinya. Bulan tampak tertutupi oleh awan tipis. Awan? Di sini? Tidak biasanya ada awan. . .

    Sambil menggelengkan kepalanya, Ishtar mengusir hal yang mengganggu pikirannya. Ia memfokuskan dirinya pada dinding pertahanan yang saat ini sudah di depan matanya. Pada titik ini ia dapat mendengar suara dentum genderang yang benar-benar memekakan telinga.

    Ketika sampai di atas dinding keadaan tidak seperti yang diharapkan Ishtar. Para tentara hanya berdiri di dinding, mengawasi. Tidak ada apapun yang terjadi. Dari balik dinding Ishtar mengintip ke luar.

    Ia dapat melihat penjaga Zar’goza berbaris dalam formasi tempur tepat di luar jangkauan anak panah. Genderang tanda menyerang terus dibunyikan dengan keras, tapi tidak ada satupun tentara yang bergeming. Warlord pemimpin mereka juga tampak berdiam diri di depan formasi.

    Ishtar dapat mendengar suara langkah kaki yang terburu-buru dari Benevito di belakangnya. Suara napas yang tersengal-sengal dari pria itu menyusul, “Apa yang terjadi!? Apa yang terjadi!?”

    “Tidak ada. . .” jawab Ishtar ragu-ragu.

    Dengan napas yang masih memburu Benevito ikut mengintip ke luar, “Apakah mereka sengaja membuat kita panik dengan suara genderang sekeras itu? Ngomong-ngomong sepertinya suara genderangnya makin kuat.”

    Ishtar tidak terlalu menggubris komentar Benevito yang terakhir. Sampai dia sadar bahwa ada suara lain selain suara genderang. Suara tersebut seperti suara gemuruh petir kecil yang mengalun bersama tabuhan genderang. Tapi suara itu datang dari langit.

    Butuh beberapa detik bagi Ishtar untuk mengenali suara tersebut. Dan ketika suara itu hilang secara tiba-tiba dalam serentak, menyisakan hanya suara tabuhan genderang, ia tahu ia terlambat.

    Dengan takut Ishtar menghadap ke langit, ia dapat melihat bayangan-bayangan hitam raksasa menukik ke arahnya.

    Tanpa berkata-kata Ishtar menarik Benevito pada bahunya dan berlari ke arah menara terdekat, “Awas, berlindung!” teriaknya.

    Para tentara di atas dinding tampak kebingungan dengan perintah Ishtar, mereka gagal untuk menyadari sumber bahaya tepat pada waktunya.

    Tepat selangkah sebelum Ishtar melompat ke dalam menara benteng, ia dapat mendengar teriakan panik. Dari sudut matanya ia menyaksikan ketika naga-naga berwarna hitam mengembangkan sayapnya dan menjulurkan leher mereka, mengeluarkan sapuan gelombang api ke seluruh permukaan dinding.

    Benevito yang tidak mempunyai gerak reflek terjatuh dengan keras di lantai batu, sementara Ishtar dapat menggulingkan tubuhnya dan mendarat dengan kedua kakinya. Dengan gesit Ishtar berlari ke arah lubang pertahanan dan mengintip ke luar. Tabuhan genderang mereka sudah berhenti, sekarang para pasukan Zar’goza sedang sibuk menyerang.

    Ishtar kembali menoleh ke arah pintu menara tempat ia masuk. Tentara-tentaranya sendiri berlarian dengan panik selagi api melahap mereka. Dan kengerian tidak berakhir sampai disitu.

    Suara kebasan sayap yang berat dapat terdengar, lidah-lidah api di sepanjang dinding menjulur jauh ketika angin kuat itu bertiup. Sesosok naga dengan ukuran raksasa tampak diam tepat di atas dinding. Kedua pasang sayapnya yang lebar mengepak-ngepak dengan keras, menerbangkan berbagai objek dari dinding.

    Naga raksasa tersebut sama sekali tidak bergeming walaupun anak panah mulai beterbangan ke arahnya. Sisik biru kelabunya yang besar dan kasar dengan mudah memantulkan anak panah yang datang.

    Pasukan naga. Kekaisaran menggunakan seluruh potensi militernya. Aku benar-benar berhadapan dengan pasukan inti Zar’goza.

    Tiba-tiba tali tambang dengan bandul besi di ujungnya terulur ke bawah, mencuri perhatian Ishtar dari pikirannya. Ishtar menengok ke arah punggung naga raksasa tersebut dan baru menyadari bahwa naga itu merupakan pembawa pasukan. Belasan penjaga Zar’goza berdiri di atas punggung naga tersebut, merekalah yang melemparkan tali tambang ke bawah.

    Ishtar menengok ke belakang, pandangannya menyapu seluruh isi menara dengan cepat. Ia dapat melihat tentara-tentaranya yang bertahan dalam kepanikan. Menempatkan diri mereka di lubang-lubang pertahanan dan menembakkan anak panah.

    “Benevito!” panggil Ishtar ketika pria tersebut sedang bangun dari jatuhnya sambil mengaduh, “Kembalilah ke benteng pusat. Siapkan pertahanan di sana. Kita sudah kalah disini.”

    “Dengan senang hati, aku akan pergi dari neraka ini. Tapi bagaimana dengan dirimu?”

    “Aku harus menahan laju mereka. Tenanglah aku dapat menjaga diriku sendiri.”

    “Baiklah kalau kau berkata seperti itu. Jaga dirimu baik-baik” kata Benevito sambil berlari ke arah tangga. Pria itu selalu tahu jalan teraman.

    Ishtar melirik sekilas ke arah naga raksasa yang terbang rendah di atas dinding. Ia bisa melihat para pasukan Zar’goza yang ada di atas punggung naga itu sekarang sedang meluncur turun menggunakan tali-tali tambang.

    Dengan cepat Ishtar menyambar sebuah busur beserta kantung anak panah yang tergeletak di lantai, pemiliknya sudah terjatuh mati karena sebuah panah crossbow di dada.

    Sang Jendral berdiri tegak di depan pintu menara. Naga-naga dengan napas api sudah terbang pergi, menjauh dari jangkauan anak panah. Menyisakan hanya seekor naga raksasa bersisik keras di langit.

    Mata merahnya menatap tajam kirzka-kirzka yang meluncur turun pada tali.Pandangannya terpusat pada bagian di bawah lengah para kirzka. Tangannya dengan cekatan menarik anak panah dan melepaskannya.

    Anak panahnya dengan cepat melesat dan menancap tepat di bagian bawah lengan, mengejutkan si pasukan dan membuatnya kehilangan pegangan. Suara bedebum rendah terdengar ketika ia menghantam lantai batu dengan amat keras.
     
  4. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Pandangannya yang setajam mata elang membantu Ishtar dalam menjatuhkan pasukan-pasukan Zar’goza sebelum mereka sempat menapakkan kaki mereka di lantai dinding benteng. Tapi bahkan dengan kecepatan dan ketajaman matanya, Ishtar dengan mudah dibuat kewalahan oleh jumlah mereka.

    Setelah anak panahnya yang ketiga, Ishtar sama sekali tidak berhasil membunuh targetnya. Ia memang berhasil mengenai mereka, tapi jarak jatuh yang semakin rendah terbukti tidak fatal bagi mereka.

    Sementara penjaga yang lain masih meluncur turun menggunakan tali. Kirzka-kirzka yang tidak terbunuh karena terjatuh mulai berlari ke arah Ishtar dengan senjata di tangan.

    Ishtar hanya bisa mendesah kesal dan mengarahkan panahnya ke lawan yang mulai berdatangan. Dengan cepat ia langsung mengepit dua anak panah sekaligus di antara jemarinya. Walaupun perlindungan baju baja yang terbaik adalah di bagian depan, tapi tetap ada beberapa titik yang lemah.

    Ishtar melepaskan anak panahnya dan membuat dua buah lubah pada leher kirzka tersebut. Kedua anak panahnya memecahkan cincin-cincin besi yang melindungi bagian lehernya sebelum bersarang di tenggorokannya. Kirzka itu masih berlari beberapa langkah sebelum tubuhnya yang besar tumbang.

    Detak jantung Ishtar berpacu cepat ketika melihat sudah banyak kirzka yang mendarat dan sekarang berlari ke arahnya. Ia mencoba mencabut anak panah dari kantungnya, tapi tangannya tidak meraih satupun anak panah. Kantung anak panahnya sudah kosong. Sementara itu kirzka terdekat sudah siap dengan kapak terangkat.

    Dengan gerak reflek yang tinggi Ishtar menghindar ke samping ketika kapak tersebut mengayun ke arahnya. Ia memakai busurnya yang sudah tidak berguna lagi untuk menyandung kaki lawannya selagi ia menghindar. Sebelum kirzka lain sempat bereaksi, Ishtar sudah mencabut pedangnya. Dalam keheningan ia menerjang pasukan kirzka yang lainnya.

    Waktu seakan bergerak lebih lambat bagi dirinya. Ishtar berlari melewati kirzka pertama, selagi kirzka itu tersandung oleh busur Ishtar. Sebelum kirzka itu menghantam tanah, Ishtar sudah melompat dan membenamkan pedangnya di tenggorokan musuh yang lain. Sambil membuat luka koyakan Ishtar mencabut pedangnya.

    Tiba-tiba sebaris cakar besar mencengkeram kepala kirzka yang baru saja dibunuh Ishtar. Tangan besar itu menyingkirkan si kirzka yang sudah terbunuh dengan menghempaskannya ke samping.

    Seorang pasukan klan Ironscale berdiri di depan Ishtar. Tubuhnya lebih bidang dan besar di banding kirzka biasanya, dipersenjatai dengan lengkap dan menggunakan baju baja berat. Ishtar tahu lawannya merupakan pasukan berat yang biasa ditugaskan untuk ujung tombak serangan. Sama seperti sang Warlord yang mengalahkanku. Ia mungkin saja besar dan memiliki daya tahan tinggi, tapi tetap saja tidak mengubah fakta bahwa ia hanya kelas tentara biasa yang dapat kutumbangkan. Timbang Ishtar selagi ia mengamati lawannya.

    Diiringi sebuah geraman, voulge yang menjadi senjata kirzka itu mengayun. Ishtar berhasil menghindarinya dengan menunduk dan berguling ke arah berlawanan dari ayunan senjata itu. Voulge tersebut menghantam dinding pertahanan dan terus menyeret hingga pecahan batu dan debu berterbangan.

    Walaupun area pertempuran tertutupi oleh debu, Ishtar dapat mendengar suara logam yang dicabut secara paksa dari batu. Dalam sekejap tubuhnya bergerak, insting liarnya telah berkata. Ishtar menembus gumpalan debu di depannya. Ia hanya dapat melihat siluet hitam besar, tapi hal itu sudah cukup bagi dirinya. Dengan sekuat tenaga Ishtar mengayunkan kedua pedangnya ke bawah. Derak rantai yang diikuti dengan suara koyakan daging telah memberitakan Ishtar bahwa serangannya mendarat dengan tepat.

    Kirzka besar itu terhentak kaget. Voulgenya jatuh berkelontangan di lantai. Untung saja tentara sekelas dia tidak menggunakan baju besi yang lebih baik lagi. Walaupun tubuhnya ditutupi pelat baja yang tebal, masih ada bagian yang hanya terlindungi cincin besi dengan kualitas-! Oh sial. Pikiran singkat Ishtar langsung terpotong begitu ia mendengar desing logam. Ia tahu lawannya sudah menghunuskan pedangnya.

    Ishtar menunduk tepat pada waktunya. Sebuah pedang yang agak melengkung mengayun dan menebas tempat dimana leher Ishtar tadi berada. Satu-satunya hal yang berhasil dipotongnya adalah beberapa helai rambut perak.

    Sebelum kirzka itu membuat gerakan lainnya, Ishtar menusukkan pedangnya pada tangan lawannya. Begitu pedang Ishtar membenamkan dirinya dengan dalam, si kirzka menghentakkan tangannya dengan kuat. Begitu kuat hingga pedang Ishtar patah pada bagian tengah.

    Kirzka itu meraung marah dan merusaha memukul Ishtar dengan tangannya yang lain. Untuk kedua kalinya, serangannya hanya mengenai beberapa helai rambut perak yang terbang di udara. Namun hal yang sama tidak terulang pada langkah selanjutnya.

    Setelah pukulannya meleset kirzka tersebut langsung mengayunkan tangannya lagi. Ishtar dapat merasakan hentakan yang menyakitkan pada kepalanya, ketika lawan besarnya berhasil meraih rambut panjangnya. Hentakan itu mengejutkan dirinya hingga Ishtar tanpa sengaja melepaskan pegangan pada pedang di tangan kanannya.

    Kepalanya terasa sakit, setiap pikiran yang muncul terasa memperburuk pusingnya. Ishtar berusaha memberontak, dengan liar ia menggunakan tangan kanannya yang bebas untuk berusaha mencakar wajah lawannya. Ishtar tentu akan berakhir melukai dirinya sendiri bila ia mencakar sisik keras kirzka dengan tangan kosong.

    Untung saja di detik terakhir naluri petarungnya muncul. Gerakan tangan kanannya kini terarah tepat pada mata lawannya. Dengan mantap Ishtar merengut sebuah bola halus dari rongga mata si kirzka.

    Disertai lolongan kesakitan, Ishtar dapat merasakan pegangan musuh pada dirinya menjadi longgar. Pada detik itu pula Ishtar mengayunkan tangan kirinya pada lawan besarnya. Menggunakan patahan pedangnya Ishtar memotong tenggorokan kirzka tersebut dan menghentikan lolongannya.

    Sedikit terhuyung setelah melakukan serangan akhirnya, Ishtar terjatuh dalam keadaan berlutut dengan satu kaki. Sementara itu lawannya jatuh dengan suara bedebum keras di lantai batu.

    Walaupun duelnya hanya berlangsung kurang dari satu menit. Ishtar sudah merasakan tubuhnya agak gemetar, seakan mengatakan ia sudah lelah dengan pertempuran ini. Ingin rasanya ia mengambil napas dalam-dalam dan menyenderkan kepalanya di dinding batu hanya untuk sedetik saja. Tapi pergerakan-pergerakan di sudut matanya menampar Ishtar kembali ke kenyataan. Ia masih harus berjuang sekarang.

    Ishtar membiarkan jemari tangannya menyapu lantai hingga ia menyentuh gagang pedang musuhnya. Perlahan ia bangkit sambil menggenggam gagang pedang itu dengan kedua tangannya. Pedang tersebut memiliki bentuk yang agak melengkung, digunakan untuk gerakan memotong bukan menusuk, bilah pedangnya lebih tebal dari pedang yang biasa dipakai manusia dan rasanya seperti membawa dua bilah pedang sekaligus. Tidak buruk, aku masih bisa menggunakannya.

    Dengan perlahan tapi sigap, Ishtar berdiri dan memandang tajam lawan yang masih menanti dirinya. Mereka semua berdiri dengan waspada, ragu-ragu dan menjaga jarak dari Ishtar.

    Keragu-raguan mereka tidak bertahan lama. Tiba-tiba sebuah suara dentum keras datang dari arah gerbang. Dengan cepat Ishtar mencuri pandang ke arah datangnya suara tersebut. Dari balik celah-celah dinding pertahanan ia dapat melihat penjaga Zar’goza yang berkerumun ke arah gerbang. Pada detik itu ia tahu mereka dapat masuk dan membanjiri benteng setiap saat.

    Masalah Ishtar juga tidak berakhir sampai disana. Ia menangkap perubahan dalam sorot mata musuhnya setelah keributan itu. Keragu-raguan di mata mereka telah digantikan keganasan.

    Akan menyenangkan bila Eldwind ada di sini. Sayang sekali aku menugaskannya menjaga benteng utama. Pikir Ishtar sambil mengeratkan pegangannya. Kurasa malam ini aku akan menari sendirian lagi. Tanpa menunggu lawannya membuat gerakan Ishtar sudah melompat maju dan menerjang mereka semua.

    Dengan memanfaatkan berat pedangnya, Ishtar membuat gerakan memutar. Ayunan pedangnya yang berat dengan mudah memotong baju besi ringan lawan-lawannya. Kekuatan yang seharusnya ia gunakan untuk bertahan telah diubahnya menjadi serangan. Gaya bertarungnya menjadi berubah. Alih-alih menghindari serangan, Ishtar menggunakan momentum ayunan pedangnya untuk mendorong mundur serangan lawannya.

    Tanpa terasa seluruh musuhnya sudah bergelimpangan di lantai. Ishtar mencoba untuk mengejar napasnya. Ia tahu bahwa ia menghabiskan terlalu banyak tenaga dengan senjata tersebut. Tapi mengingat musuhnya adalah sang Warlord raksasa dari klan Ironscale, tampaknya senjata model ini merupakan pilihan paling baik.

    Suara dentuman masih mengalun. Ishtar merasa suara gerbang yang goyah itu sedang memanggil dirinya. Sebuah panggilan untuk menyelesaikan duel yang tertunda.

    Ishtar memandang ke langit untuk sesaat. Ia dapat melihat bayangan naga-naga yang terbang tinggi di langit, mengitari benteng Cataract. Pandangannya pun jatuh pada bulan yang bersinar redup, tampak sama sekali tidak terganggu oleh pertempuran di bawahnya. Untuk sesaat Ishtar merasa tubuhnya yang tegang menjadi lebih rileks.

    Ia memandang lemah ke arah datangnya suara dentuman tersebut. Ishtar mulai berlari dengan cepat ke arah gerbang. Ia hanya berpikir untuk membiarkan takdir menuntun jalannya.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.