Pada akhirnya, aku mencintaimu...

Aku tak berbakat menulis.
Apalagi merangkai kata-kata manis.
Kadang suka dengan puitis, kadang keseringan realistis.

Tetapi ini kisah yang miris dan entah berapa lesbian sudah melakukannya hanya untuk mencari seseorang. Ini kisah nyata dan tak layak untuk ditiru oleh lesbian manapun. Bagi yang sudah terlanjur, ada baiknya bertobat dari sekarang supaya bisa hidup tenang dan tidak lagi makan hati akibat dusta yang terlanjur terucap.

Ih, ada apa sih? Segitu dendamnya.

Betul, aku dendam, pada perempuan yang telah membuat hidupku bermasalah dan bahagia sekaligus. Perempuan yang telah memutarbalikkan semua orientasiku tentang hidup, kehidupan, penghidupan dan menghidupkan. Berbalik arah semua. Dari suka, duka, luka, suka, duka, luka dan suka lagi. Memang ribet kalo sudah urusan hati, mah…ampun pisan.

Mulanya aku penganut paham heteroseksual dan kerap meludahi perempuan-perempuan yang mengaku jatuh hati padaku. maaf jika aku telah berlaku kurang sopan, ini dikarenakan tak ada ilmu mengenai percintaan sesama jenis yang menyentuh hingga saat dia tiba.

Seperti tagline jelangkung, datang tak diundang, dia menyapaku lewat YM dan meyakinkan penglihatanku bahwa dia laki-laki sejati. Seandainya sejak awal dia mengaku kalau dia perempuan, mungkin tak bakal kugubris ucapan “hi” yang diketik oleh jarinya.

Bagai lagu jadul, mulanya biasa saja. yap, benar-benar biasa. Karena begitu banyak laki-laki yang mudah jatuh hati pada perempuan ini. meski gemuk, namun aku tetap punya pesona. Meski sudah berbuntut, lelaki dan wanita antre ingin berkenalan. Narsis? Mungkin, hehehehe.
Aku tak mengidahkan rayuannya. Hingga dia mengucapkan kata-kata yang membuatku jatuh hati, “aku telah mengukir namamu di langit dengan pena bulu yang masih basah. Mudah-mudahan langit menyampaikan”. Tuhan, Kamu tau aku selalu kerdil pada ujung pena. Kerdil sekerdil-kerdilnya karena pena bisa mengubah dunia. Bila Kau perbolehkan, mungkin aku sudah memberhalakan pena dan menempatkannya sejajar denganMu. Tapi tak mungkin, aku tau itu. Kau lebih agung dari apapun.

Kata-kata itu membuatku ingin mengenal sosok manusia di ujung YM. Dia asal jogja, kota para raja yang makin membuatku tergila-gila. Dalam hitungan minggu, aku telah jatuh dalam pelukannya,walau tak bertatap tapi aku yakin dia orang yang tepat. Aku memupuk rasa rinduku, rasa kangenku, rasa ingin bertemu dengan dia. Oh, seperti apa posturnya? Seperti apa tatapan indahnya bila menghujamku langsung? Terus kupupuk, sampai tak tertahankan, aku ingin menemuinya.

Sehari sebelum berjumpa, aku membuka YM di warnet terdekat, dan dia telah diujung sana.

“ada sesuatu yang ingin aku sampaikan?”

“apa itu?” tanyaku

“aku tak sanggup. Aku tak tau bakal seperti apa reaksimu”

“Tak usah menebak. Langsung saja. bila kau ingin aku teriak, maka aku akan teriak. Bila kau ingin aku tersenyum, aku akan tersenyum,” jelasku tak mau banyak basa basi.

Bukannya apa-apa, jam dinding sudah menunjukkan angka 5 sore, aku tak mau perjalananku ke Jogja tertunda karena travel yang kupesan tak mendapatiku di rumah. Ya, malam itu aku langsung memesan travel agar bisa bertemu dan mentasbihkan hubunganku dengan kekasihku lewat sebuah ciuman ala perancis. Biasalah, wanita. Selalu inginkan hitam di atas putih.

Dia hanya diam. Aku pun marah. “cepetan!” sengitku tak sabar.

Dia menuliskan kata satu-satu.

“Kamu…”
“pernah..”
“lihat..”
“film..”
“detik…”
“terakhir?”
“aku..”
“itu…”
“seperti…”
“regi…”

OMG, aku deg-degan! Sialan! “Jadi kamu junkies?!!” aku mulai marah-marah.

“Bukan, bukan itu. Aku Regi yang mencintai Vela…”

…………..

Tuhan, tiba-tiba badanku tak bisa digerakkan. Bibirku membisu. Cuma setetes demi setetes air hangat yang rasanya asin mengalir dari pelupuk mata ke pipiku yang chubby. Aku gak terima kalau dia lesbian, aku tidak terima. Hancur sudah bayanganku tentang keperkasaannya, berganti dengan mahluk priawan alias pria tetapi wanita, mengaku paling macho namun berpayudara. Tidak, tidak, tidak!!!

“malam ini aku ke jogja” ketikan terakhirku untuknya.

Langsung YM kumatikan, aku bergerak menuju rumahku yang hanya berjarak 45 langkah. Masuk ke kamar dan menangis. Hanya celotehan si kecil yang buat aku tersadar bahwa “kesalahan” ini tidak boleh diteruskan. Tetapi travel sudah terlanjur kupesan. Jadi bagaimana ini? Tetap berangkat, segera melabrak si biadab tukang tipu tak berperasaan! Tega-teganya menghancurkan cinta yang kurawat dan kusaksikan setiap inci pertumbuhannya, lalu ditumpaskan oleh hama belalang kata-katanya yang datang beramai-ramai. Damn you! Lihat saja, aku lemparkan asbak ke wajahmu!

Travel datang, aku tlah siap berperang. Cepat tidur di travel agar tenaga terkumpul. Mengalahkan satu wanita yang hanya seujung kelingkingku pun harus butuh tenaga ekstra.

Oh, Jogja. Kenapa aku merasa tenang?

Tiba di tempat dia tinggal. Dia menungguku dengan skuter matic warna merah bunga-bunganya. Tiba-tiba hatiku tersenyum. Bunga-bunga, ya, bunga-bunga. Meski perawakannya nyaris seperti pria, dia tetaplah wanita bagiku. Pecinta bunga-bunga, jon! Bahkan tak satupun koleksi di rumahku ada bunga-bunganya. Apa yang selanjutnya terjadi sodara-sodara?

Aku tak ingin bertengkar di jalan. Aku hanya ingin selesaikan dalam ruangan. Dia mengajakku istirahat di kamar kosnya yang sudah dibersihkan. Wangi lavende r bikin relaks, oh bukan main, aku masih ngantuk. Tak terasa aku telah terlelap dan dia menungguku tanpa bergerak dan berkedip. Begitu katanya. Karena melihatku seperti melihat malaikat yang jatuh dari langit yang bisa tiba-tiba menghilang tak kembali. “aku tak ingin terpejam saat kau tak ada lagi,” begitu katanya selesai aku berkutat dengan mimpi.

Aku memandangnya dari atas sampai bawah. Dari wajahnya sampai kakinya.

Aku memeluknya…

Pecah tangisku! Cara dia membalas pelukanku betul-betul membuatku nyaman. Ini yang kusebut pencarian selesai. Ini yang kuharapkan. Pelukan ini, pelukan darinya yang tidak bisa kudapatkan dari tangan-tangan kekar berotot milik mantan-mantanku yang lain. Dia memelukku dengan cara yang berbeda. Tak kugubris kedua payudaranya yang menyentuh payudaraku.

Aku mencintai kamu, hatiku tiba-tiba meletup, menangis. Menangis sampai dada sesak dan hidung mampat. Aku tak mau lagi kehilanganmu. Satu yang amat kusesali, mengapa kau tidak jujur mengenai dirimu. Karena aku yakin, bila cinta bicara, apapun adanya dirimu jelas tak jadi soal.

Ia hanya mengangguk, meminta maaf dan berjanji tak kan mengulanginya lagi.

Tak terasa sudah setahun lebih aku menjalin cinta bersamanya. Semakin hari kutemui pohon anugerah sayang kami tumbuh subur dan berbuah lebat. Aku berharap bisa memanen hasil itu dengan baik dan benar.

Namun, beberapa kali, kesalahannya menjadi tameng untukku membela diri. Berapa kali pula hubunganku hampir selesai kalau saja dia tak pernah berdusta padaku. Jadi? Haruskah hal ini aku sesali atau aku syukuri?

 

Hai, IDWS Mania! Mohon bantuannya supaya IDWS berkembang dengan ikuti sosial media kami di:
Discord Forum IDWS - Facebook IDWS - Instagram IDWS - Twitter IDWS