Into the New World (다시 만난 세계)

Ku kuat, kokoh, tegar...

Tapi menjadi lurus saja tak cukup.

Akhirnya ku lelah, menyerah, kalah.

---

Dengan petunjuk dari Allah SWT, subhanallah, terbuka sebuah tabir kehidupanku,

astaghfirullah.

Sungguh tiada amarah, hanya kesedihan yang datang.

Aku sedang berusaha mencari cara untuk memusnahkan penghalang itu,

meski mungkin tidak akan mudah.

Semangat, ~Na...

Bismillah.

 

Their voices are melting in my heart, then drowning me.

 

Inspiration

Optimislah, Kawan…

Kemarin ada yang cerita ke saya kalau dia selalu ragu dengan kemampuan bahasa Inggrisnya; dia ragu kalau punya mimpi studi ke luar negeri apa nanti mampu bersaing dengan mahasiswa internasional lainnya di kampus luar sana; sedangkan, belajar di kampus di Indonesia sekarang saja masih kesulitan menjadi yang terbaik; masih banyak dapat nilai rendah. Kemudian, muncul keinginan apa tidak sebaiknya kuliah di dalam negeri saja. Lebih masuk akal kalau menimbang kemampuan saya yang sekarang, begitu katanya.

Sebenarnya, cerita seperti ini banyak sekali saya dengar dari teman-teman pelajar di Indonesia yang sedang mengejar keinginannya untuk studi ke luar negeri dengan beasiswa. Jadi, pertama, saya ingin bilang, kalau cerita diatas termasuk yang sedang kalian risaukan sekarang, pahamilah bahwa kalian bukanlah orang pertama dan satu-satunya yang merisaukan hal tersebut. Mau kuliah di kampus luar atau pun di dalam negeri, sama-sama sulit.

Kedua, "There is no magic in learning". Semua orang harus melalui proses kerja keras dan tekun dalam belajar. Selalu ada ribuan kegagalan, dan hanya secuil keberhasilan. Kondisimu yang sekarang belum tentu kondisimu di masa depan, karena hidup kita terus berubah dan berkembang.

Saya pernah cerita pada salah satu staff yang memberikan beasiswa S2 saya lalu. Saya bilang,” Bu, saya ini tidak pernah punya komputer atau laptop sendiri. Kalau mau mengetik, saya selalu ke rental komputer. Tapi, S2 saya nanti ada unsur teknologinya. Bagaimana ini? Apa saya tidak akan ketinggalan dari mahasiswa yang lain nanti? Saya hanya kenal komputer sebatas mengetik saja”. Saya tidak ingat apa jawaban beliau waktu itu persisnya, tapi saya ingat beliau bilang, ”Kamu pasti bisa!”.

Ternyata beliau benar. S2 saya syukur lancar sampai bisa lanjut S3 sekarang dengan nilai yang bagus; bahkan, jauh dari nilai waktu S1 dahulu. Padahal, kalau mau lihat ke belakang, saya juga punya perasaan takut tidak mampu bersaing di kampus luar negeri. Saya rasa, perasaan ini wajar dan dimiliki setiap orang. Bahkan, perasaan seperti ini dibutuhkan sebagai pengingat bahwa kita harus selalu mempersiapkan diri dengan baik.

Kalau bingung atau ribet bagaimana memulainya, take one step at a time; take one thing at a time. Satu persatu ditingkatkan kemampuan diri. Tidak ada jalan pintas. Kalau ada seseorang yang bagus di satu hal, itu karena dia kerja keras dan tekun agar bisa menguasai hal tersebut sebelumnya; bukan didapat dengan hanya belajar 1 atau 2 jam saja.

Ada ungkapan dari orang Prancis berbunyi, ”Musicians are only paid at the end of the dance”. Usaha dulu, baru bisa menikmati hasil.

Optimislah! Take one step at a time. Kalau orang lain bisa, kenapa kita tidak bisa? Ragu atau takut tidak berhasil itu biasa, tapi jangan jadikan itu kebiasaan untuk tidak berusaha, kawan.

– Budi Waluyo –

 

This song rhythm is spinning around my head.

 

I just need a holiday.

 

Millions of wishes, hundreds of smiles, and thousands of greetings. Wish you all the best.

 

Jauh di mata, dekat di doa.

 

It's just like when the rain stops.
You never knew that my heart was hurt knowing you got an accident.
Thankfully, you had recovered and came back stronger.

 

I'm the 1st to say that i'm not perfect,
and you're the 1st to say you want the best thing.
But now I know a perfect way to let you go.
Give my last hello, hope it's worth it.

Semangat selalu para pejuang sehat,
aku hanya bisa ikut mendoakan kalian semua.
Sedih rasanya mendengar dan melihat,
teman2 kehilangan orang2 tersayang.

 

Tiga belas tahun lalu saat malam 10 Dzulhijjah, aku bermimpi, hanya suara yang kudengar, menggelegar lantang menyeru, agar aku berhijab dan rajin mengaji. Selesai sampai di situ mimpinya, sama sekali tidak menakutkan.

Pagi hari setelah sholat Ied, sudah menjadi kebiasaan bagi remaja masjid di perumahanku, yang disebut RISMA, untuk berkumpul di masjid membantu para bapak yang akan bertugas memotong hewan qurban dan para ibu yang akan bertugas mencacah daging sesuai takaran, sedangkan RISMA tugasnya nanti membagikan untuk yang berhak menerima daging qurban sesuai catatan.

Tepat 10 Dzulhijjah setahun kemudian, seperti tahun sebelumnya, RISMA berkumpul di serambi masjid, duduk-duduk ngobrol-ngobrol sambil menunggu potongan daging siap untuk diantarkan kepada yang berhak. MasyaaAllah, temanku tiba2 bertanya kepadaku, "Kamu sekarang berjilbab?". Sebelumnya, aku memang belum tertutup, entah kenapa pagi itu aku ingin memakai jilbab, tanpa ada maksud apa-apa, hanya sebagai penghormatan di hari raya. Dan setelah berpikir beberapa saat, aku menjawab, "insyaa Allah". Saat itu, hati dan pikiranku berkecamuk, bahwa apa yang kuucapkan adalah janji, tidak bisa kutarik kembali. Sepulang dari masjid, kutanyakan pada Ibu, "Bu, bagaimana kalau aku berjilbab?". Ibuku yang saat itu adalah Guru BK sekolah MAN hanya menjawab datar, "Ya, kalau mau jilbaban aja". Tapi beliau terlihat tersenyum di sudut bibirnya. Lalu dalam hati kumengucap basmallah, insyaaAllah istiqomah, aamiin.

Allah SWT yang Maha Besar, puji syukur ke hadirat-Nya, sesungguhnya Allah SWT yang menutupi segala aibku, sedangkan manusia tidak mengetahui apa yang tertutup tabir kecuali hanya prasangka mereka yang dzolim.

 

Nitip dulu boleh ya...

 

Denger kok langsung suka,
suara penyanyinya kemripik.

 

Hmmmm....

Selamat Hari Santri.

Semangat juga buatku.
Belajar tentang kesabaran,
belajar untuk bersyukur.
Allah SWT mendengar doa-doaku,
tapi memintaku menunggu.
Ku yakin tidak ada yang sia-sia,
di alam semesta ini.

 

Ayah dengarlah,
betapa sesungguhnya ku mencintaimu...

 

Dad, i really miss u...
and for all people who walked away from me, i hope we can meet up again someday.

 

Tahun 2022 ini diakhiri dengan kesedihan, mungkin bukan hanya untukku, tapi bisa jadi kesedihan bagi sebagian manusia di muka bumi ini.
Air mata banyak tertumpah pada empat bulan terakhir di tahun ini. Seluruh bulan dengan akhiran -ber, bulan-bulan dengan curah hujan tinggi dan mendung hitam sering menghampiri. Matahari jarang menampakkan wajahnya, lebih sering malu-malu mengintip sekilas berdampingan kabut tebal, atau sempurna menghilangkan jejak di balik awan.
September Ceria, lagu ini mungkin tak lagi dapat kunyanyikan dengan bahagia, karena bulan September menjadi kelabu bagiku.
Semuanya masih jelas di ingatan, sebuah kenyataan yang masih terasa seperti mimpi, tapi wajib harus kurelakan.

Spoiler: sad

Sosokmu sudah meninggalkan kami, keluargamu, lebih dari 100 hari lalu.
Aku sudah mulai harus percaya hal yang terjadi, walau tiap kali sendiri masih menetes air mata.
Menyesal... Menyesal karena semasa sehatmu, aku tak menjagamu, memperhatikanmu.
Seharusnya waktu yang lalu aku bisa lebih menunjukkan rasa sayang padamu, wahai Ayah.
Tenanglah dalam tidurmu, semoga kita masih bisa bertemu lagi di surga yang kekal abadi, aamiin.

Tapi dibalik penyesalanku, ada rasa syukurku pada Allah SWT, masyaaAllah.
Alhamdulillah, aku masih diberikan waktu singkat untuk berbakti di saat sakitmu, Ayah.
Masih diberikan kesempatan melihat senyummu, mencukur kumis dan jenggotmu, menata rambutmu, menyikat gigimu, menyeka badanmu, mengganti bajumu, melantunkan ayat Qur'an sambil sesenggukan di sampingmu, dan hal-hal lain yang sekarang hanya bisa menjadi kenanganku.
Andai kutahu apa inginmu di akhir hidup, andai engkau bisa mengatakan apa yang dimau.

Note:
Akan diedit dan ditambahkan nantinya.

 

How are you there?

124

910

831