1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Gun Carnival

Discussion in 'Fiction' started by MaxMarcel, Apr 21, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Nanti kalo ada ide bakal dibuat chapter 1.5 :haha:
    Yang dimaksud jarak antara chapter 1 ama 2 kan yang dua2nya action?

    Beruangnya nanti muncul lagi koq, main charnya ada 3. Tapi pusatnya si Elaine :D
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Jars27 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 16, 2010
    Messages:
    437
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +21 / -0
    Berarti yang diceritakan adalah kejadian selama 2 hari setelah misi dengan Ursa...:iii:

    kalo boleh ngasih usul, gimana kalo chapter 1.5 si ursa menceritakan asal usulnya, karena anehkan beruang bisa ngomong, membaca koran, menggunakan senjata api, dll. Kalau saya jadi Elaine stelah misi pasti akan saya tanyakan sama si ursa...:unyil:

    tapi, terserah anda sih...:hihi:

    btw, ilustrasi Rune matanya biru ya?? bukannya di chapter 2 katanya merah?? (cuma imajinasi saya, mungkin??)
     
    Last edited: Apr 24, 2011
  4. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Mungkin nanti bakal diceritakan dalam chapter 3 atau chapter 1.5 mengenai Ursa.

    Namanya juga cuma ilustrasi comot karya orang.
    Kalo mau pas ya mesti di bikin.
    :XD:
     
  5. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Ketika Elaine tersadar dari tidurnya lagi. Sinar matahari telah menampakkan kerusakan yang telah terjadi. Lubang-lubang yang cukup besar tampak menghiasi kamarnya di beberapa tempat. Sepertinya pelakunya adalah senapan dengan kaliber besar, kemungkinan para penjaga kota.

    Elaine bangkit dari tidurnya dan duduk di pinggiran kasurnya. Sebuah suara mengepak keras tiba-tiba mengikuti dirinya. Rune juga melompat bangun dan duduk di samping Elaine, setengah sayapnya terbuka lebar seakan masih berusaha melindungi Elaine.

    “Terima kasih Rune, tapi kau tidak perlu repot-repot melindungiku terus.” Elaine merasa tidak enak dengan perlakuan Rune pada dirinya. Ia baru saja mengenal wanita itu, dan ia langsung menjadi pusat perhatiannya.

    “Tidak.” jawab Rune dengan tegas, “Aku akan terus menjagamu sampai aku membayar kesalahanku padamu.”

    Elaine hanya tersenyum lemah, “Kalau begitu lebih baik kita pergi sekarang.” katanya sambil bangkit berdiri dan berjalan ke arah lemari. Ia mengambil sebuah mantel lainnya, tapi dengan segera ia terdiam. Untuk sejenak Elaine berpikir bagaimana caranya untuk memakai mantel tersebut jika kau hanya punya satu lengan. Tiba-tiba Elaine merasa ada yang meyentuh pundaknya dari belakang.

    “Biar kubantu. Masukan tanganmu.” kata Rune dengan riang sambil memegangi mantel Elaine.

    Elaine menurut dan membiarkan Rune memakaikan mantel itu untuknya. Rune tampak membantu Elaine dengan sangat hati-hati, ia berusaha agar cakarnya tidak menggores tubuh Elaine.

    “Sudah selesai.” kata Rune sambil menepuk-nepuk bahu Elaine.

    “Terima kasih, Rune. Kalau begitu kita pergi sekarang.”

    “Ehm, ngomong-ngomong. . . Elaine, kau punya selimut bekas atau mungkin kain?” Rune terdengar ingin meminta bantuan.

    “Aku punya yang seperti itu. Tapi untuk apa?” tanya Elaine heran.

    Rune hanya menjawab dengan menunjuk ke arah dirinya sendiri. Ia mengembangkan dan menutup sayapnya seakan mengatakan, ‘Aku tidak bisa keluar seperti ini bukan?’.

    Dengan cepat Elaine langsung mengacak-acak bagian bawah lemarinya. Tak lama kemudian ia tampak berusaha menarik sebuah selimut lusuh berwarna coklat.

    “Maaf, aku tahu ini sedikit. . . usang. Tapi kurasa hanya ini yang cukup besar untukmu.”

    Rune mengambil kain itu sambil tersenyum, “Tidak masalah. Ini sudah cukup bagus untukku.”

    Diikuti dengan suara kepakan rendah Rune menutup keempat sayapnya yang menyerupai sayap kelelawar metalik. Ia kemudian menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut tua yang diberikan Elaine.

    Elaine memandang Rune dengan sedikit rasa kagum. Kain lusuh tersebut seakan sama sekali tidak dapat menyembunyikan keanggunan Rune. Hanya saja Rune terlihat agak aneh dengan tonjolan mencurigakan di punggungnya.

    “Ayo kita pergi sekarang.” kata Rune lembut sambil mengulurkan cakar kanannya.

    Elaine agak ngeri melihat niat baik Rune. Tapi pada akhirnya ia tetap menggandeng cakar Rune.

    Rune tersenyum, “Terima kasih mau percaya padaku.”

    ***​

    Keadaan diluar tampak lebih kacau dari perkiraan Elaine. Jalan-jalan tampak sepi, tidak seperti biasanya. Hanya ada sedikit orang yang berjalan dengan tergesa-gesa.

    “Cepat buka pintunya!”

    Tiba-tiba terdengar keributan, Elaine menengok dan melihat beberapa penjaga kota mencoba mendobrak masuk ke dalam sebuah bangunan.

    “Tidak ada gunanya melawan! Kau sudah terkepung!” teriak salah satu penjaga.

    “Bekerja samalah dengan kami. Kau mungkin diampuni.” seru penjaga lainnya.

    Salah satu dari penjaga sepertinya menyadari kehadiran Rune dan Elaine. Ia kelihatannya tidak terlalu senang.

    “Ini bukan tontonan publik. Kembalilah ke tempat tinggalmu, warga sipil.” tegur penjaga itu.

    Rune menarik lengan Elaine, “Ayo, Elaine. Kita memang tidak seharusnya di sini.” katanya sambil berjalan menjauh.

    “Rune, apa yang barusan terjadi?” bisik Elaine selagi mereka berjalan menjauh.

    “Sepertinya rumah tadi merupakan salah satu tempat persembunyian dari ‘organisasi’ dan mereka sedang tidak bersahabat dengan pihak penguasa kota.” balas Rune.

    Elaine ingin menanyakan apakah Rune tahu lebih dalam soal pertikaian ini, tapi tiba-tiba terdengar suara beep dari kantungnya. Ia melepaskan pegangan tangannya pada cakar Rune dan meraih pegernya. Pesan yang didapatnya sungguh membuat Elaine terkejut.


    Seribu NO untuk setiap kepala penjaga kota.


    Elaine langsung cepat-cepat memasukkan pegernya. Seakan-akan benda kecil yang ia pegang itu sudah menjadi hal yang illegal di kota ini. Dengan cepat kekhawatirannya menjadi makin kuat.

    Seorang penjual koran dengan pakaian yang kumuh tampak berusaha mencari pembeli di tengah masyarakat yang ignoran ini.

    “Sang Field Marshall menyatakan kota Nevolve dalam siaga merah! Baku tembak berdarah antara penjaga kota dengan ‘pemberontak’! Capital News hari ini!”

    “Sepertinya keadaannya lebih parah dari perkiraanku. . . Oh ya Elaine, aku lupa memberi tahumu. Ada satu tempat yang harus kukunjungi terlebih dahulu.”

    Elaine mengangkat setengah alisnya, “Aku sama sekali tidak keberatan. Tapi, tempat apa yang ingin kau kunjungi?”

    ***
    “Martyrs?” kata Elaine dengan tidak yakin ketika membaca papan nama pada bangunan di depannya.

    Bangunan itu merupakan sebuah bar di ujung kota, dan bukan bar terbagus yang dilihatnya. Atapnya terdiri dari lempengan seng yang sudah karatan, sementara bangunan itu sendiri terbuat dari kayu yang sudah ditambal logam dimana-mana.

    “Aku perlu menemui seseorang di sini.” jawab Rune singkat sambil mendorong pintu bar tersebut.

    “Seperti apa orang yang ingin kautemui?” tanya Elaine penasaran sambil mengikuti Rune.

    “Errmm. . . Dia memakai baju berwarna coklat.” Rune tampak agak bingung dalam menjelaskan orang tersebut.

    Ruangan bar tersebut tampak amat sederhana. Hanya ada sebuah meja panjang bartender yang terbuat dari logam. Di sisi ruangan terdapat beberapa meja dan kursi dari kayu. Bar tersebut tampak kosong, hanya ada seorang penjaga bar dan sebuah sosok di kursi paling ujung.

    Pandangan Elaine langsung terpaku pada sosok di ujung ruangan tersebut. Ia terlonjak kaget melihat orang berbaju coklat itu. Mungkin tidak tepat ia katakan baju, karena itu merupakan bulu alih-alih kain.

    Sementara itu Rune tampak berjalan mendekati Ursa. Beruang besar yang sedang membaca koran itu langsung menengadah dari korannya. Ia memandang Elaine dan Rune secara bergantian dengan ekspresi datar.

    “Kalian saling kenal?” tanya beruang itu.

    “Eh?” tiba-tiba Rune juga memandang Ursa dan Elaine secara bergantian, “Kau juga mengenal dia?” tanya Rune sambil mengarahkan telunjuk cakarnya pada Elaine.

    “Aku, pernah bekerja dengan dia sekali. Gadis yang manis.” untuk sesaat Ursa melirik korannya sebelum ia menengadah lagi kemudian memandang Elaine, “Apa yang terjadi dengan tanganmu?”

    Elaine hendak menjawab pertanyaan itu, tapi Rune dengan cepat mencegahnya.

    “Itu karena. . . Erm. . . Itu salahku. Hanya sebuah kecelakaan kecil.” Rune berusaha menjelaskan walaupun dengan ragu-ragu.

    Ursa tampak memandang Elaine untuk beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “Kau sungguh tidak beruntung. Dari semua orang yang masih tersisa di bumi ini kau harus bertemu dengan Rune. . . Dia memperlakukanmu dengan kasar?”

    “Eh, tidak. Sama sekali tidak. Dia memperlakukanku dengan baik.” jawab Elaine dengan kaget.

    “Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?” Rune bertanya pada Ursa. Elaine dapat mendengar Rune sedang menyembunyikan nada marah di balik pertanyaannya.

    Ursa mengangkat bahu, “Entahlah. Rune yang kukenal merupakan wanita yang liar, kasar, dan mengayunkan cakarnya kemana-mana. Jadi tidak heran kalau seseorang kehilangan tangannya karena berada dekat denganmu.”

    Rune terdengar menggeram kesal, “Kalau begitu apa yang kau lakukan disini? Membaca koran dan minum kopi. Bukankah kau seharusnya ada di lubang dan bersiap untuk musim dingin?”

    Ursa tampak tidak senang dengan kata-kata Rune. Mereka berdua saling memandang dengan tatapan penuh permusuhan. Hal terakhir yang dibutuhkan Elaine adalah terjebak diantara perkelahian kedua orang ini. Ia langsung berpikir untuk menenangkan keadaan.

    “Rune, darimana kau bisa mengenal Ursa?” tanya Elaine cepat-cepat.

    “Eh?” perhatian Rune langsung teralihkan. Dalam sekejap ekspresi wajahnya berubah menjadi tersenyum ramah ketika memandang Elaine, “Beruang itu? Kau bisa bilang kami merupakan teman lama.”

    “Kalian sudah lama kenal?” Elaine cukup terejut dengan fakta tersebut.

    “Tidak selama itu. Ngomong-ngomong kau membawa benda itu?” Ursa memotong pembicaraan mereka.

    Rune tampak hendak mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, tapi segera berhenti karena menyadari tatapan tajam Ursa. Untuk sejenak mereka saling bertatapan hingga akhirnya Rune menghela napas.

    Wanita itu menatap Elaine sambil tersenyum, “Elaine, kau pasti lapar. Belilah makanan apa saja, aku yang akan membayar.”


    Elaine memandang makanan kalengan yang ada di depannya. Walaupun demikian sebenarnya ia sedang berkonsentrasi mendengarkan percakapan Rune dan Ursa. Apapun yang bereka bicarakan, mereka tidak ingin ia mendengarnya. Tentu hal ini membuat Elaine penasaran.

    “Mau sampai kapan kau menatapya?” tiba-tiba sebuah suara membuyarkan konsentrasi Elaine.

    Ia mendongak dan mendapati si penjaga bar sedang menatapnya dengan curiga.

    “Makanan itu masih steril. Atau kau perlu aku menyuapimu?” si penjaga bar terdengar sinis.

    “Maaf.” kata Elaine pelan. Tampaknya memang tidak ada gunanya mencoba mencuri dengar. Mungkin bila aku bertanya pada Rune nanti dia akan menceritakannya.

    Sambil menghela napas diam-diam, Elaine mengangkat makanan kaleng tersebut dengan tangan kirinta dan menyeruput isinya.

    “Terima kasih atas kerja kerasmu. Aku akan memberikan hasilnya besok.”

    Elaine dapat mendengar suara berat Ursa dari belakang. Sepertinya pembicaraan mereka sudah selesai.

    “Jaga dirimu, Elaine. Ini adalah saat-saat yang kacau.” Ursa berjalan keluar sambil menepuk bahu Elaine.

    “Kau juga.” balas Elaine.

    Beruang tersebut hanya mengangguk dan keluar melalui pintu bar.

    “Kau sudah selesai?” terdengar suara Rune bertanya.

    Elaine menegak habis sup kaleng tersebut kemudian menyeka mulutnya, “Sudah.”

    Rune tampak menjulurkan tubuhnya melewati meja bar. Ia meraih sebuah botol gin dengan cakarnya dan mengambilnya. Uang-uang koin bergemerincing keras ketika Rune menaruhnya di meja bar.

    “Ambil saja kembaliannya.” kata Rune sambil menaruh tangan kirinya di bahu Elaine dan membawa gadis itu keluar.
     
    Last edited: May 27, 2011
  6. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    “Hei, Elaine.” Rune memanggilnya pelan ketika mereka berjalan menjauhi bar tersebut.

    “Ada apa?”

    “Aku hanya sedang bertanya-tanya. Kenapa kau memilih menjadi seorang bounty hunter?”

    “Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?” Elaine bertanya balik.

    “Tidak apa. Tapi kau masih sangat muda, dan pekerjaan itu penuh resiko. Aku tahu kau tinggal sendiri dan butuh uang. Tapi masih ada pekerjaan lain yang tidak begitu beresiko.” terdengar nada simpati dalam perkataan Rune.

    Elaine terdiam dan sama sekali tidak membalas Rune.

    “. . . Tidak apa kalau kau tidak mau menjawabnya. Aku yakin kau punya alasan tersendiri.”

    Mereka berdua terus melanjutkan perjalanan dalam keheningan. Elaine dan Rune dapat merasakan atmosfir yang tidak nyaman diantara mereka.

    Ketika mereka sudah mendekati toko tubuh artificial, Rune merasa agak senang karena beranggapan ia dapat menghibur Elaine. Tapi perkiraannya kelihatan salah. Sebuah papan dengan tulisan ‘tutup’ tergantung di pintu depan toko tersebut.

    “Kelihatannya mereka tutup karena ketegangan kota hari ini.” kata Elaine datar.

    “. . . Elaine, tolong jangan bilang ini satu-satunya toko di kota ini.”

    “Ini satu-satunya toko di kota ini.” jawab Elaine jujur.

    Rune langsung berjalan ke depan pintu toko tersebut dan mulai mengetuk-ngetuknya dengan keras, “Halo! Maaf mengganggu, aku perlu membeli sesuatu! Ini penting!”

    Terdengar sedikit suara berisik dari dalam toko yang disusul teriakan sang pemilik toko, “Pergilah! Kau tidak lihat tanda tutup di depan?”

    “Tolonglah tuan, aku hanya akan makan waktu sebentar! Aku akan membayar tunai!” Rune berteriak balik.

    “Pegilah, kami tutup!” terdengar suara membentak dari dalam toko.

    Rune terdiam di depan pintu, kepalanya tertunduk. Ia kelihatan sangat kecewa. Untuk sesaat Elaine mengira Rune akan menangis. Tapi terbukti dugaannya salah.

    Detik selanjutnya Rune sudah mengangkat cakar kanannya sambil mengeluarkan berbagai caci maki dari mulutnya. Wanita itu tampak siap untuk menghancurkan pintu toko tersebut. Tepat pada waktunya, Elaine langsung menahan Rune.

    “Rune, hentikanlah! Kita bisa kembali ke sini besok atau ketika keadaan sudah membaik.” kata Elaine sambil menarik lengan kanan Rune.

    “. . . Tapi, kau-“

    “Aku akan baik-baik saja walaupun hanya memiliki satu tangan. Di lain sisi, para penjaga kota akan memburumu kalau kau membuat keributan.”

    “Elaine. . .”

    “Sudahlah, Rune. Ayo, kita kembali saja. Kita bisa kesini kapan saja.” bujuk Elaine.

    “Baiklah kalau begitu.” Rune tampak meninggalkan tempat tersebut bersama Elaine. Pelan-pelan Rune mengeluh, “Aku takut kita tidak dapat lagi berjalan bebas besok.”

    “Kau mengatakan sesuatu, Rune?” tanya Elaine yang mendengar gumaman Rune secara samar-samar.

    “Tidak. Tidak ada. Aku hanya merasa bersalah sudah merepotkanmu berkali-kali.”

    “Tidak usah dipikirkan.” jawab Elaine ringan.

    ***​

    Elaine menutup jendela apartemennya karena udara malam yang dingin mulai berhembus masuk.

    “Uwah! Menyebalkan sekali tadi!”

    Elaine menengok dan dapat menemukan Rune yang sudah setengah mabuk. Wanita itu duduk bersila di ranjang dengan sebotol gin di tangannya. Ia tampak sedikit terhuyung ke depan dan belakang selagi duduk. Sementara itu Elaine bisa melihat Rune sudah hampir meminum seluruh isi botol tersebut.

    “Elaine, kenapa kau tutup jendelanya? Disini udaranya panas sekali.” tiba-tiba Rune mengeluh.

    “Eh? Tapi udara di luar dingin sekali.”

    Rune tampak berpikir dalam keadaan mabuk, “Ngggh. . . Baiklah kalau kau bilang begitu.”

    Tanpa peringatan Rune langsung membuka jaket beserta pakaiannya yang lain. Elaine langsung menghentikan wanita itu tepat ketika Rune sedang berusaha untuk melepas baju dalamnya.

    “Rune! A-apa yang mau kau lakukan!?” tanya Elaine dengan panik.

    “Membuka baju.” jawab Rune dengan polos.

    “Ya, aku tahu! Tapi untuk apa?”

    “Udaranya, panas.” jawab Rune perlahan.

    Sambil menghela napas Elaine berjalan ke arah jendela kemudian membukanya. Ia bermaksud untuk mengambil selimut tambahan dari lemarinya. Tapi langkahnya tiba-tiba terhenti.

    Elaine dapat merasakan tubuhnya terangkat. Rune mengalungkan cakar kanannya di sekitar pinggang Elaine dan menggendong gadis itu. Wajahnya memerah karena pengaruh alkohol dan langkahnya agak terhuyung. Detik selanjutnya Rune sudah melompat ke kasur (dengan Elaine yang masih di gendongnya).

    “Rune?” Elaine berniat menanyakan apa maksud dari sikap Rune yang barusan. Tapi ia hanya bisa mengurungkan niatnya begitu mendengar suara dengkur kecil.

    Saat ini Elaine sedang di kasurnya dalam keadaan terlentang sementara Rune sudah tertidur dalam keadaan tengkurap di sampingnya. Masalah bagi Elaine adalah bahwa cakar Rune masih memeluk pinggangnya. Setiap kali Elaine berusaha mendorong cakar tersebut, Rune malah memeluknya lebih kuat lagi.

    Elaine menghela napas. Sepertinya tidak ada yang bisa kulakukan. Lebih baik aku tidur juga. Pikirannya tersebut segera berubah ketika ia merasakan angin dingin yang berhembus dari luar. Ia memandang jendela yang terbuka dan cakar Rune yang menahannya secara bergantian. Sampai akhirnya ia mendapatkan ide.

    Ia meraih sayap hitam Rune yang tertutup kemudian menariknya hingga sayap itu menyelimuti dirinya. Tapi ketika melakukan hal tersebut mata Elaine menangkap sesuatu yang aneh. Karena penasaran Elaine bangun sedikit dan mengintip punggung Rune.

    Sekarang ia dapat melihat tonjolan yang ada di punggung Rune dengan jelas. Hal itu bukan sekedar sayapnya saja. Sebuah tulang belakang artificial dari logam tampak menonjol keluar dari kulit di sepanjang punggung Rune.

    Tulang belakang artificial bukanlah hal yang umum, bahkan di kota Nevolve. Harganya yang mahal dan stoknya yang sangat langka menjadi salah satu alasannya. Biasa pemasangan benda tersebut pada tubuh dapat digunakan untuk meningkatkan gerak reflek. Tapi terkadang pemasangan dilakukan karena 50% dari tubuh sudah merupakan bagian artificial dan harus ditopang dengan rangka artificial pula.

    “Hnngggh.”

    Tiba-tiba Rune memeluk Elaine dengan keras dan membuat ia harus kembali dalam posisi rebahan.

    “Selamat tidur, Elaine.” kata Rune melantur.

    “Selamat tidur juga.” kata Elaine sambil kembali meraih sayap Rune dan memejamkan matanya.
     
  7. Jars27 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 16, 2010
    Messages:
    437
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +21 / -0
    hmmm tulang belakang artificial? ceritanya semakin membuat saya penasaran.

    Kira - kira tangan artificial Elaine yang baru seperti apa ya?

    Saya tunggu di chapter/part selanjutnya

    btw, nice story :top:

    btw lagi, di kaskus juga ada tridnya ya....
     
    Last edited: May 1, 2011
  8. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Hahahaha thx. Ditunggu aja kelanjutannya.

    Gw memang dari kaskus aslinya. :P
     
  9. hamz84 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 30, 2010
    Messages:
    21
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    Lanjutannya mana kk?Nanggung banget ni berhentinya wktu bobo..hehe...
     
  10. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Hahaha. Maaf ya kalo mesti nunggu dulu. Ngurusin 2 fic pada saat bersamaan soalnya saya.
     
  11. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Chapter IV: The Field Marshall’s Order

    “Buka pintunya! Pemeriksaan! Buka pintunya!”

    Suara gedoran yang terdengar tidak sabar tersebut memaksa Elaine untuk membuka matanya. Sebagian pandangannya masih kabur dan sebagian pandangannya lagi tampak berwarna merah samar-samar.

    Dengan agak terhuyung Elaine bangkit dari kasurnya. Rune kelihatannya masih tertidur pulas. Wajahnya tampak bahagia, atau mungkin mabuk. Elaine tidak bisa membedakannya.

    “Buka pintunya!” suara gedoran pada pintu kamar Elaine terus berlanjut.

    “Tunggu sebentar.” jawabnya.

    Dalam keadaan masih setengah sadar Elaine menyeret kakinya hingga ia sampai ke seberang ruangan. Suara klik kecil berbunyi ketika ia memutar kunci pintunya.

    Tiba-tiba peringatan pintu itu membanting terbuka dengan cepat. Tiga orang sosok dengan pakaian tentara yang kumuh berdiri di depan dirinya. Tanpa peringatan salah satu tentara itu mencengkeram tangannya dan detik selanjutnya ia sudah mencium lantai.

    “Apa-apaan ini! Lepaskan aku!” kata Elaine sambil meronta-ronta. Ia bisa merasakan berat tubuh tentara tersebut menekannya.

    “Atas perintah Field Marshall semua orang yang berhubungan dengan ‘organisasi’ harus diamankan!” jawab tentara itu dengan tegas.

    “Ini tidak masuk akal! Lepaskan aku segera!” teriaknya marah.

    “Kau akan-“ kata-kata tentara itu terpotong.

    Elaine dapat merasakan hembusan angin yang cepat dan suara metalik yang memecah keadan kacau ini. Dalam sekejap Elaine merasakan berat yang menindih punggungnya menghilang diikuti suara gedebuk kecil berulang kali.

    Elaine berusaha untuk bangkit tapi ia langsung tertegun begitu menyadari cairan-cairan berwarna merah yang ada di sekelilingnya. Begitu bangkit ia langsung tahu bahwa tiga orang tentara tadi sudah berserakan di sekelilingnya.

    “Rune. . . ?” katanya begitu melihat sosok Rune yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu dengan sayap terkembang. Cakar kanannya tampak basah dengan darah.

    “Apa yang sebenarnya-“ belum sempat Elaine menyelesaikan kalimatnya Rune sudah berlari ke arah dirinya.

    “Berlindung!” teriak Rune tiba-tiba.

    Belum sempat Elaine berbuat apa-apa, Rune sudah menangkap dirinya dan mengembangkan sayapnya. Apa yang terjadi selanjutnya berlangsung sangat cepat. Ia dapat mendengar suara dentuman senapan. Sayap Rune menutupi pandangannya, tapi ia dapat melihat serpihan-serpihan proyektil beterbangan di sekitar mereka.

    “Elaine, kita harus keluar dari sini. Aku akan menjelaskan semuanya nanti.” kata Rune tiba-tiba. Ia sama sekali tidak menoleh ke Elaine, tapi Elaine dapat melihat tatapan matanya yang tajam.

    ***​

    “Peluru meleset enam derajat dari jalur awal. Kecepatan angin 2 km/jam. Kemungkinan besar gangguan medan magnet.”

    Tampak seorang pria berdiri di atas gedung. Ia mengenakan sorban yang membungkus seluruh kepalanya. Hanya ada google dengan banyak mata robotik berwarna merah di menyembul dari sorbannya.

    Scheisse! Tiga magazine dan semuanya meleset!”

    Tepat disebelah pria pertama, seorang penembak jitu sedang mengisi ulang peluru sniper riflenya sambil memaki.

    “Tenanglah. Tembakanmu terganggu oleh medan magnet. Sekarang gunakan High Explosive Ammo, aktifkan Air Burst mode.” kata pria pertama dengan sabar.

    Javohl!” seru pria kedua sambil mengganti pelurunya. Terdengar suara gemerincing ketika ia mengeluarkan peluru .50 cal berwarna merah dari kantungnya.

    “Kecepatan angin 4 km/jam. Berikan tembakan langsung secara konstan.” perintah pria pertama dengan pelan.

    Ja. Ja.” kata si penembak jitu dengan agak jengkel. Pandangannya terkunci pada seorang wanita yang sedang berlari di jalan sambil menggendong seorang gadis. Crosshairnya menyilang tepat pada leher wanita itu.

    “Kau tidak bisa lari sekarang.” katanya sambil terkekeh. Dengan cekatan ia menarik pelatuk senapannya. Suara dentuman keras terdengar berulang kali secara konstan.

    Melalui crosshairnya ia dapat melihat peluru-peluru .50 cal-nya meluncur dengan cepat. Peluru-peluru itu tampak membelok ketika mendekati targetnya, tapi sebelum menghantam seluruh peluru itu meledak di udara dan mengirimkan ratusan pecahan logam ke segala arah.

    Wanita itu tampak membentangkan sayap mekaniknya untuk berlindung. Walaupun pandangannya pada wanita itu cukup tertutup oleh ledakan-ledakan dari peluru Air Burst, ia menyadari wanita itu tiba-tiba membuat sebuah gerakan.
    “Apa yang. . ? SCHEISS-!”

    Suara logam dan kaca yang pecah diikuti sebuah desing pelan mengakhiri teriakan si penembak jitu.

    Rekannya, si pelacak berbalik dan menemukan penembaknya sudah tergeletak tak bernyawa. Sebuah pecahan kaca tampak menancak di matanya.

    “Bagaimana-!?” ia berbalik lagi dan memandang ke arah targetnya. Sensornya langsung menangkap sebuah benda sedang bergerak cepat ke arahnya.

    ***​

    Elaine dapat mendengar napas Rune yang agak terengah-engah. Ia sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rune memeluknya dengan erat dan menyelimuti dirinya dengan sepasang sayapnya sejak penyerangan di apartemen. Satu hal yang ia tahu hanyalah mereka telah menjadi target tembakan.

    “Kurasa kita sudah aman sekarang.” suara Rune terdengar lemah.

    Perlahan-lahan Rune membuka sayapnya. Elaine bisa melihat ia berada di sebuah gang sepi di tengah malam sekarang.

    “Rune! Kau terluka!”

    Elaine terpekik kaget begitu menyadari keadaan Rune. Sayap wanita itu tampak tercabik dan bolong di berbagai bagian. Hal yang sama juga terlihat pada bagian tubuh Rune yang lainnya. Cairan berwarna kehitaman tampak mengalir dari luka-luka tersebut.

    “Tidak apa, ini hanya luka kecil. Tidak ada yang fatal.” kata Rune sambil tersenyum lemah.

    “Kita harus membawamu ke dokter!” Elaine tampak panik melihat luka Rune.

    “Kurasa lebih cocok kalau aku pergi ke mekanik.” Rune berusaha tertawa tapi ia malah terbatuk, “Tenanglah, aku baik-baik saja. Kau tidak terluka kan?”

    “Dasar bodoh. Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu sendiri.” balas Elaine dengan ketus.

    Rune yang hendak berbicara langsung berhenti begitu melihat mata Elaine yang berkaca-kaca. Untuk sesaat ia tertegun melihat wajah gadis kecil itu. Perlahan-lahan sebuah senyum merekah di wajahnya.

    “Ah, maaf. Aku tidak tahu kau begitu peduli pada diriku. . .”

    Tubuh Rune tampak merosot setelah mengatakan hal itu.

    “Rune!” seru Elaine dengan panik melihat hal itu, “Aku akan segera membawamu ke dokter!”

    Elaine berusaha untuk menarik tangan Rune tapi wanita itu langsung mengibaskan tangannya.

    “Aku hanya butuh istirahat sebentar. Lagi pula kau bahkan tidak akan kuat untuk membantuku berdiri, terlebih hanya dengan tanganmu yang masih daging.” kata Rune pelan sambil membelai pipi Elaine.

    “Ugh. . . Aku sudah melumpuhkan tentara yang melacak jejak kita. Untuk sementara kita bisa menunggu di sini sambil menunggu regenerasi tubuhku. Kau tahu, aku punya tubuh artificial yang jauh lebih maju dari rata-rata bounty hunter.” kata Rune lemah sambil tersenyum pada Elaine.

    Ia merasa lebih tenang setelah mendengar hal tersebut. Sambil menghembuskan napas lega ia mengambil posisi duduk di samping Rune.

    Elaine mengulurkan tangan kirinya, perlahan-lahan ia meremas cakar Rune, “Rune. . . Apa yang sebenarnya terjadi di kota ini. Aku takut. . .”

    Dengan lembut Rune membentangkan sayapnya yang sudah tercabik dan menyelimuti Elaine seakan gadis kecil itu merupakan benda berharga yang rapuh.

    “Kau hanya terjebak dalam perebutan kekuasaan dari dua orang yang serakah. Field Marshall Erwin sudah lama menaruh perasaan curiga pada ‘organisasi’ dan sebaliknya, ‘organisasi’ sudah lama mengincar kota ini. Sepertinya puncak konflik mereka adalah sekarang. . . Tapi kau tidak perlu takut, aku ada disini.”

    “Kenapa ini semua bisa terjadi? Semuanya baik-baik saja sebelum ini. Semuanya selalu baik-baik saja. . .” kata Elaine dengan sedih.

    Rune membisu sejenak setelah mendengar suara sedih tersebut.

    “Elaine. . . Apakah kau percaya padaku?” kata Rune pada akhirnya.
    Gadis itu menatap Rune dengan perasaan bingung.

    “. . . Setelah semua ini. . . Ya aku percaya padamu.”

    “Bagaimana kalau aku bilang bahwa akulah yang memicu perang ini.” kata Rune dengan tercekat.

    “A-apa yang kaubicarakan?” Elaine memandang Rune dengan tidak percaya.

    “Kebencian dan perasaan curiga antara pihak Field Marshall dan ‘organisasi’ memang sudah berlangsung lama. . . Tapi kejadian akhir-akhir ini telah membuat mereka berdua lebih berani untuk bertindak.”

    Elaine langsung menyadari sesuatu, “Bunker di bawah kota! Semua ini berhubungan dengan itu bukan? Data yang tersimpan di bunker itu, mereka memperebutkannya!”

    “Ya, itulah yang terjadi. Aku percaya data di bunker itu berisi hal yang amat penting. Mungkin senjata dengan teknologi paling terkini sebelum perang nuklir dimulai, mungkin sesuatu yang lebih buruk lagi. Entahlah. . .” jawab Rune dengan lemah.

    “Jadi para tentara sekarang sedang berusaha untuk merebut data itu dari ‘organisasi’. Sementara ‘organisasi’ sedang mencoba mengerjakan teknologi itu.” kata Elaine membuat kesimpulan.

    Rune menggeleng dengan lemah, “Yang terjadi sebenarnya adalah, Field Marshall menyerang ‘organisasi’ karena mengira data tersebut dipegang oleh mereka. Sementara ‘organisasi’ berusaha menyelinap ke pihak militer karena mengira mereka memegang data tersebut.”

    “Kalau begitu artinya kedua pihak sama-sama tidak memegang data tersebut!” seru Elaine terkejut, “Rune. . . kau tidak. . .”

    “Aku tidak pernah memberikan data itu pada ‘organisasi’. . . Tidak juga pada sang Field Marshall. Benda itu terlalu berbahaya di tangan diktator dan kriminal. Aku tidak akan pernah menyerahkannya pada orang-orang seperti itu. . .” jawab Rune sambil menatap Elaine dalam-dalam.

    “Ka-kau memegang data itu sekarang?” tanya Elaine tidak percaya.

    Rune tertawa lemah dan kembali memandang gadis kecil di sampingnya, “Tidak, aku memberikan hard disk tersebut pada Ursa. Sekarang ini beruang itu yang memegangnya.”

    ***​

    ==============
    Kamus Jerman - Inggris.
    Javohl/Ja = Yes
    Scheisse = crap/shit
     
    Last edited: May 27, 2011
  12. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    nice story..:matabelo

    seperti biasa cara menulis kk Max selalu keren:matabelo:

    walaupun perkembangan hubungan antara Rune-Elaine kayaknya cepet sekali..:matabelo

    oh ya...

    saya menunggu peran Mr. Bear yang sejak muncul di adegan awal belum mendapatkan peran besar lagi:hoho:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.