1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

10 Penelitian Terlarang di Psikologi

Discussion in 'Science and Technology' started by junabee, Jan 31, 2017.

  1. junabee Members

    Offline

    Joined:
    Oct 3, 2012
    Messages:
    7
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    Seperti yang kita tahu, esensi sebuah ilmu adalah penelitian.
    Dengan penelitian, umat manusia bisa mengembangkan ilmu yang dimiliki,
    yang akhirnya bisa memajukan kesejahteraan umat manusia.

    Penelitian dilakukan oleh ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu,
    Salah satunya adalah psikologi.
    Sayangnya, 10 penelitian berikut ini sudah tidak boleh lagi dilakukan di psikologi.
    Apa saja?

    1. Penelitian Albert Kecil

    Pada 1920, John B. Watson melakukan penelitian mengenai classical conditioning.
    Classical conditioning
    adalah cara “memodifikasi” refleks seseorang (bisa manusia atau hewan) dengan menggunakan perlakukan tertentu.
    Dengan metode ini, kita bahkan bisa membuat orang ketakutan pada sepotong roti.



    Watson menguji classical conditioning pada balita 9 bulan, yang dalam penelitian ia sebut “Albert”.
    Albert awalnya adalah anak yang suka binatang, terutama tikus putih.
    Dalam penelitian, Watson memberi tikus putih pada Albert, sambil memberikan suara-suara keras yang mengagetkan. Albert yang tadinya suka tikus putih, gara-gara ada suara keras, jadi takut pada hewan itu.

    Penelitian semacam ini sekarang dianggap nggak etis karena Watson mengabaikan dampak buruk pada objek penelitiannya, yang dalam hal ini adalah kemungkinan fobia dan trauma psikologis.


    2. Penelitian Konformitas Asch


    Konformitas itu apa sih?
    Konformitas adalah ketika kamu melakukan sesuatu karena ikut-ikutan.
    Misalnya, kamu ikut lari ketika ngeliat orang-orang lari di jalanan.

    Solomon Asch melakukan penelitian mengenai konformitas.
    Pada penelitian ini, Asch membuat sekelompok orang bertugas mencocokkan panjang garis.

    Tersedia tiga garis dan satu garis contoh.
    Tiga garis ini panjangnya beda-beda, tapi salah satunya berukuran sama dengan garis contoh.
    Nah, tiap orang diminta memilih: yang mana sih yang panjangnya hampir sama dengan garis contoh?

    Mudah? Tunggu dulu.
    Dalam sekolompok orang tersebut ada satu aktor, yang menyebutkan jawaban benar dua kali lalu mengubah jawaban menjadi jawaban salah.
    Tujuannya adalah menciptakan keraguan pada partisipan.
    Asch ingin melihat siapa yang akan ragu dan ikut-ikutan memberi jawaban salah.

    Hasilnya, 37 dari 50 partisipan memilih jawaban yang keliru, gara-gara konformitas.
    Penelitian ini sekarang nggak boleh dilakukan karena ada "orang dalem" dalam prosesnya,
    dan subyek nggak diberi tahu soal keberadaan orang tersebut.
    Jaman sekarang, transparansi peneliti adalah syarat wajib dalam penelitian,
    karena diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan partisipan.



    3. Penelitian Bystander Effect



    Pernah nggak kamu melihat seseorang kecelakaan di jalan rame,
    tapi bukannya nolongin, orang-orang cuma melihat dan bahkan merekam?

    Keenggakpedulian ini disebut “bystander effect” atau efek orang sekitar (ini terjemahan saya).

    Ini aneh!
    Manusia sejatinya adalah makhluk sosial, tapi kenapa pada kejadian tertentu...
    Mereka malah kehilangan rasa sosial mereka?

    Keanehan ini kemudian coba dijawab oleh John Darley and Bibb Latané dengan sebuah penelitian.
    Kedua peneliti ini kemudian melakukan eksperimen.
    Partisipan diminta mengisi survey sendirian di satu ruangan.
    Selama proses pengisian, asap (yang nggak bahaya) kemudian dihembuskan ke ruangan.

    Penelitian menunjukkan bahwa partisipan yang sendirian lebih cepat melaporkan adanya asap dibandingkan partisipan yang mengisi bareng-bareng.
    Ini menunjukkan bahwa kita akan merespon lebih cepat terhadap suatu bahaya bila kita sendirian.
    Kalau rame-rame, kita cenderung saling menyerahkan tanggung jawab pada orang lain.

    Penelitian semacam ini dilarang karena menimbulkan bahaya psikologis ke partisipan. Asap yang dihembuskan, walaupun nggak bahaya, tetap aja menimbulkan kepanikan.
    Kepanikan ini bisa menimbulkan trauma psikologis, yang bahaya buat partisipan.



    4. Penelitian Kepatuhan Milgram


    Tentara Jerman nggak semuanya sepaham dengan Nazi.
    Tapi kenapa banyak sekali tentara Jerman yang mau terlibat dalam kekejaman seperti Holocaust?

    Stanley Milgram menduga penyebabnya adalah kepatuhan terhadap figur yang berkuasa.
    Untuk membuktikannya, ia melakukan eksperimen mengenai kepatuhan.

    Partisipan diberitahu bahwa mereka melakukan penelitian tentang memori.
    Tiap penelitian terbagi jadi dua orang: satu jadi “guru” dan satunya jadi “murid”.

    Guru dan murid kemudian berada dalam ruangan terpisah, dan guru kemudian diberikan instruksi.
    Bila murid salah menafsirkan instruksi, guru menekan tombol listrik.
    Tombol listrik ini menyengat murid, semakin lama semakin menyakitkan.
    Walaupun tahu sengatan ini menyakitkan, si guru tetap menekan tombol listrik.

    Eh, saya udah beritahu belum kalau “murid” adalah peneliti?
    Jadi sebenarnya sengatan itu cuma bohongan, tapi si partisipan asli (guru) nggak tahu.

    Milgram menyimpulkan bahwa mayoritas partisipan mengikuti perintah karena kepatuhan terhadap peneliti.

    Penelitian ini sekarang dilarang karena menimbulkan bahaya psikologis pada partisipan,
    karena rasa bersalah akibat harus menyakiti orang lain.



    5. Eksperimen Kera Harlow



    Pada 1950, Harry Harlow menguji ketergantungan balita terhadap figur lain.

    Dalam penelitian ini Harlow menggunakan kera rhesus.
    Anak kera dipisahkan dari induknya, lalu digantikan dengan dua induk palsu.
    Satu terbuat dari kain, satu terbuat dari kawat.
    Induk dari kain nggak memberi manfaat selain rasa nyaman,
    sementara induk dari kawat dilengkapi dengan botol susu.

    Ternyata, bayi kera lebih banyak menghabiskan waktu dengan induk kain dibandingkan induk kawat.
    Bahkan saat bayi kera ditakut-takuti sama Harlow, bayi kera memilih memeluk kera kain, bukan kera kawat.

    Penelitian Harlow ini dihentikan pada 1985 karena bertentangan dengan peraturan APA soal perlakuan yang nggak pantas terhadap hewan.



    6. Ketidakberdayaan yang Dipelajari



    Satu lagi penelitian yang menyakiti hewan.

    Pada 1965, Martin Seligman menguji ketidakberdayaan pada hewan.
    Caranya adalah meletakkan seekor anjing dalam kotak yang dipisahkan oleh sekat.
    Anjing itu lalu disetrum, dan setruman akan berhenti kalau anjing itu loncat ke bagian kotak seberangnya. Semakin lama penelitian berjalan, anjing lalu menyadari cara menghindari disetrum.

    Berikutnya, Seligman mengumpulkan sekelompok anjing lalu menyetrum mereka dalam rentang waktu acak. Lalu, anjing-anjing ini ditempatkan dalam kotak bersekat.
    Setruman acak akan berhenti bila anjing melompati sekat tersebut.

    Walaupun setruman dapat dihentikan dengan loncat, tapi anjing-anjing ini nggak mencoba.
    Mereka hanya meringis ketakutan, yang menunjukkan adanya kepasrahan dan rasa nggak berdaya.

    Kasian ya?



    7. Eksperimen Muzafer Sherif



    Pada musim panas 1954, Muzafer Sherif melakukan eksperimen yang ia sebut “Robbers Cave Experiment“.
    Eksperimen ini dilakukan untuk menguji dinamikan suatu kelompok saat menghadapi konflik.
    Sekelompok ABG dibawa ke perkemahan musim panas, namun mereka nggak tau...
    Bahwa mereka sedang jadi “kelinci percobaan” penelitian.

    Anak-anak ini lalu dipisahkan menjadi dua kelompok dan nggak bertemu sama sekali.
    Dua kelompok ini cuma bertemu untuk kompetisi-kompetisi kecil.
    Untuk meningkatkan tensi permusuhan, peneliti memberikan sistem poin.

    Sherif lalu menciptakan masalah, seperti kurangnya air dan bahan makanan.
    Hal ini membuat kedua kelompok menjadi berdamai dan kerja sama.
    Setelahnya, kelompok besar ini jadi kuat dan nggak terpisahkan.

    Walaupun kayaknya nggak berbahaya, penelitian seperti ini sekarang dilarang.
    Soalnya, anak-anak tersebut nggak tahu sedang dijadikan obyek penelitian.



    8. Penelitian Gagap Wendell Johnson

    Kenapa seseorang jadi gagap?

    Pada 1939, Wendell Johnson dan kawan-kawan berusaha menemukan sebabnya dengan mencoba mengubah 22 anak-anak yatim jadi gagap.

    Setengah dari mereka diberikan perlakuan dan pengajaran positif, sementara sisanya dibentak-bentak.
    Penelitian ini kemudian nggak berhasil. Malah, subyek yang dibentak-bentak jadi memiliki self-esteem yang rendah.

    Penelitian semacam ini sekarang udah nggak boleh karena menimbulkan trauma psikologis.

    Penelitian ini juga dianggap nggak sah oleh pihak penguji saat itu.



    9. Penelitian Mata Cokelat dan Mata Biru

    Jane Elliott adalah guru SD biasa, namun yang ia lakukan menjadi perhatian psikolog pada masanya.

    Pada 1968, ketika isu rasial dan diskriminasi masih sedemikian pekat,
    Jane membagi siswanya menjadi yang bermata cokelat dan yang bermata biru.
    Jane ingin mengetahui apa sih dampak dan penyebab diskriminasi.

    Setelah membagi, Elliott menceritakan penelitian hoax yang bilang:
    salah satu kelompok lebih superior dibanding yang lain.
    Selama seharian, kelompok superior mendapat perlakuan spesial.

    Kelompok superior kemudian menjadi songong, sementara yang inferior merasa minder.

    Percobaan Elliott ini menerima banyak kecaman, karena menimbulkan perpecahan yang nggak perlu. Percobaan ini juga nggak boleh dilakukan lagi karena efek pasca percobaan (perasaan superioritas dan inferioritas) mungkin akan permanen.



    10. Eksperimen Penjara Stanford


    Pada 1971, Philip Zimbardo melakukan percobaan mengenai perilaku kelompok dan dampak peran di penjara.

    Zimbardo dan timnya membentuk kelompok yang terdiri dari 24 mahasiswa.
    Mereka kemudian setuju menjadi proyek percobaan penjara, dengan bayaran $15 sehari.
    Setengah di antara mereka menjadi tawanan, setengahnya jadi sipir.

    Eksperimen ini dibuat semirip aslinya, bahkan sampe ditangkep dan diborgol kayak penjahat beneran.

    Tawanan diberikan pengenalan ke kehidupan di penjara, termasuk diinterograsi dan dikasi pakaian tawanan. Zimbardo menjelaskan bahwa, “dalam beberapa hari, para sipir jadi sadis... dan tawanan jadi depresi dan menunjukkan gejala stres berat.”

    Penelitian ini berakhir lebih cepat karena psikolog lain yang datang mengomentari bahwa “yang dilakukan Zimbardo agak berlebihan.”

    BTW walaupun pernah melakukan eksperimen yang serem gini, Zimbardo tetap menjalani peran sebagai psikolog. Malah, dia pernah mendapat award dari APA.

    Eksperimen ini juga pernah jadi film lo. Judulnya The Experiment, yang main Adrien Brody.


    Penelitian selayaknya memberikan kemajuan bagi ilmu dan kemajuan manusia, namun harus tetap memerhatikan moral dan etika baik pada sesama manusia maupun dengan hewan. Selain itu, peneliti harus memerhatikan hak-hak bagi partisipan, dan transparan dalam melakukan penelitian.

    Bagaimana Otak Mengendalikan Persepsi Waktu?

    Introvert Wajib Baca Ini! - Semua yang Perlu Diketahui dari Introvert
    10 Penelitian Terlarang di Psikologi
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. astadarryl M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 21, 2012
    Messages:
    1,425
    Trophy Points:
    101
    Ratings:
    +160 / -2
    Artikelnya kelihatannya translate dari:
    http://mentalfloss.com/article/52787/10-famous-psychological-experiments-could-never-happen-today

    Ingat bahwa eksperimen-eksperimen ini dianggap terlarang saat ini karena kita melihat mereka dari kacamata konteks saat ini. Akan tetapi, pada zaman eksperimen ini dilakukan, mungkin tidak salah dilakukan. Jangan sekali-sekali menganggap suatu hasil dari eksperimen tidak valid hanya karena metodologinya "not nice", alias, kurang etis. Jika kekurangannya karena metodologinya salah ("not RIGHT", bukan "not NICE") atau kesimpulannya tidak menurut runtutan logis, maka hasil eksperimennya bisa dianggap salah. Toh, apabila manusia masa depan menganggap hasil eksperimen masa kini tidak etis, maka biarlah mereka-mereka yang komplain. Tetapi, manusia masa depan tidak akan dapat komplain jika eksperimen yang dibuat itu berdasasarkan metodologi sains yang benar.
     
  4. ribas22 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 7, 2015
    Messages:
    50
    Trophy Points:
    6
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +5 / -15
    komformitas... gw banget tuh...hanya ikut2 yg lain...karena ada keraguan di dalam diri
     
  5. Devadatt Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 27, 2020
    Messages:
    15
    Trophy Points:
    16
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +0 / -0
    Ngeri juga bacanya...Hanya untuk sebuah ilmu...
     
  6. helojono Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 3, 2021
    Messages:
    50
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +0 / -0
    wah gila, keren sih ini, bisa jadi bahan film atau bisa juga dikulik lebih dalem lagi
     
  7. mod_argu3 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Sep 1, 2022
    Messages:
    23
    Trophy Points:
    1
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2 / -0

    kalau udah tujuannya untuk ilmu pengetahuan.. penelitian phsikologi ini memang akan bikin merinding
     

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.