1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic There is a Song between You and Me

Discussion in 'Fiction' started by Fairyfly, Jul 7, 2015.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    cowok ama cewek kok :hihi:

    humm, ya begitulah, anggep aja nonton anime yang di dub ke bahasa indonesia :lol:

    bentar lagi tamat tapi masi bingung ini bikin endingnya :swt: thanks uda mampir kk choco pait :hmm:
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    anyway, ini lebih panjang 1 chapter dari rencana semula keknya :iii:

    Ah, senyuman itu…

    Senyuman itu mengingatkanku pada semua hal yang telah kami lalui bersama.

    Saat ia muncul di hidupku sebagai sesosok murid baru, saat ia menyapaku tanpa sadar di ruang loker, saat kami makan bersama, mendengarkan kotak musik bersama, pergi ke pantai dan tertawa bersama…

    Semuanya…

    Mmn.

    Melihatnya membuat semua kenangan indah ini kembali muncul.

    Perasaan bahagia seketika merasuk kedalam batinku. Meski tahu bahwa Risa yang berdiri dihadapanku bukanlah Risa yang sebenarnya – aku masih menggenggam tangannya yang tertidur diatas ranjang – senyumku tetap tak memudar.

    Risa yang kini berdiri dan tersenyum padaku tak lain hanyalah sebuah khayalan, atau mungkin perwujudan dari sosoknya yang tertidur lelap. Ia yang kulihat kini tak lebih dari sekedar hantu yang muncul sebagai murid baru dan terlupakan oleh semua orang.

    Tetapi hal itu tak lagi menjadi masalah untukku.

    Segera aku beranjak berdiri menghampirinya. Risa tampak ingin mengatakan sesuatu, namun ia berhenti saat kupeluk tubuh mungilnya erat-erat.

    “Risa…aku…aku menunggumu.”

    Risa sedikit terkejut dengan apa yang kulakukan, namun perlahan, kurasakan tangannya bergerak menyusuri punggungku dan ikut menarik tubuhku erat-erat. Ia tak lantas mengatakan apapun. Alih-alih, ia mengangguk perlahan dan makin membenamkan kepalanya di dadaku.

    “Aku merindukanmu, Risa. Aku merindukanmu. Aku…aku menunggu selama ini hanya untuk menunggumu bangun. Aku-”

    “Aku tahu, Yuki. Aku tahu.”

    Risa memotong kata-kataku sambil terus mengusap punggungku perlahan. Suaranya yang lembut kembali terdengar,

    “Aku selalu percaya bahwa kau akan kembali.”

    Ia lantas melepaskan tubuhnya, menatapku dengan mata bahagia. Kutahan tangisku sebisa mungkin, namun air mataku tetap mengalir.

    “Aku selalu percaya bahwa kau akan menemuiku. Selalu, selalu percaya akan hal itu.”

    Aku tak bisa menjawab apapun dan terus mengangguk. Perlahan, jemari Risa bergerak menyentuh pipiku.

    Lalu, ia kembali berbisik.

    “Terima kasih telah kembali, Yuki.”

    Aku mengangguk, dan kembali mendekap tubuhnya erat-erat.

    ***​

    “Yuki, kau lihat lautan diluar sana?”

    “Hm? Dimana?”

    Menepikan kepalanya di pundakku, kini kami berdiri bedampingan sambil menatap pemandangan diluar jendela. Jemari kami saling beradu, menggenggam satu sama lain dengan begitu erat. Pupil mata Risa yang biru cerah tampak jelas menghiasi wajahnya yang damai.

    “Aku selalu bisa melihatnya, kau tahu?” Suara Risa kembali terdengar. “Berada di rumah sakit ini bertahun-tahun, rasanya aku bisa merasakan keberadaan lautan itu. Bahkan di malam gelap sekalipun.”

    Aku tertawa mendengarnya. “Kau amat menyukai laut, ya?”

    Risa tak menjawab. Kedua matanya terus memandangi laut yang sama sekali tak tampak olehku. Membelai rambutnya perlahan, Risa lantas menatapku sesaat, tersenyum, dan kembali menatap jauh keluar jendela.

    “Saat kau mengajakku melihat laut di sore itu, aku amat senang karena pada akhirnya, aku bisa merasakan ombak di kedua kakiku. Meski demikian, kau tidak ingat apapun tentang itu, dan itu membuatku sedih.”

    Mendengar kata-kata Risa, aku merasa bersalah untuk suatu alasan. Senyumku lantas memudar. Masih menatap sosoknya, kubenamkan kepalanya lebih dalam di pundakku.

    Risa tampak menikmatinya. Ia memejamkan kepalanya, menggeliat, terus membenamkan kepalanya dipundakku.

    Setelah sama-sama menatap laut untuk beberapa lama, Risa menarik kepalanya. Tubuhnya berbalik, menghadap ke arah tubuhnya yang lain yang tengah tertidur lelap diatas kasur. Tangannya bergerak memegangi sosok tersebut.

    Selang beberapa lama, senyumnya tampak memudar. Ia memejamkan matanya dan fokus akan suatu hal.

    Kemudian, rona sedih kini muncul menghiasi wajahnya.

    “Ada apa, Risa?”

    Risa tak lantas menjawab. Menarik napas panjang, ia kemudian membuka matanya kembali, dan tersenyum padaku.

    “Yuki, semenjak kau berhenti mengunjungiku, ada satu hal yang amat ingin kukatakan padamu.”

    “Apa itu?”

    “…aku membencimu, Yuki.”

    Eh?

    “Amat membencimu.”

    ………

    Mengapa ia mengatakan hal seperti itu?

    Aku dibuat terdiam oleh kata-kata tersebut. Risa sepertinya mengerti bahwa reaksiku akan seperti ini. Karenanya, ia terus berbicara.

    “Mmn. Bahkan hingga kini, kebencianku padamu tak menghilang.”

    “Hingga kini?” Tanyaku perlahan. “Apa itu berarti, kau membenciku sejak dulu?”

    Risa mengangguk dengan wajah sayu.

    Kemudian, senyum kecilnya kembali tampak.

    “Semenjak kau berhenti berkunjung, perasaanku berubah sama sekali.”

    Tubuh Risa kembali berbalik, tertuju ke arah sosoknya yang tertidur lelap.

    “Semua perasaan suka dan bahagia yang ada saat bersamamu berubah menjadi sebuah keinginan untuk melenyapkanmu. Setiap hari, setiap terbangun dari tidurku, aku selalu ingin melenyapkanmu dari pikiranku. Aku membencimu. Sangat membencimu. Aku bahkan tak mengerti mengapa perasaan ini muncul. Meski demikian, aku tak bisa melakukan apapun dengannya. Kubiarkan perasaan benci ini hinggap di hatiku selama bertahun-tahun. Tetapi, Yuki? Kau tahu satu hal? Saat kembali bertemu denganmu, aku pun mengerti mengapa perasaan benci itu muncul. Mmn. Perasaan ini…perasaan benci ini muncul-“

    Risa tersenyum lepas, dan terus tersenyum tatkala melangkah perlahan padaku.

    Dan berbisik ditelingaku.

    “-karena aku menyukaimu, Yuki.”

    Ia lantas memelukku erat-erat, dan terus berbicara.

    “Mmn. Kebencian ini muncul karena aku selalu berharap kau akan datang kembali. Selalu, selalu berharap begitu. Aku takkan membencimu andai saja perasaan ini memudar dan aku berhenti menunggumu.”

    Aku kehilangan kata-kata untuk menjawab ucapannya, sementara Risa masih terus memelukku erat-erat.

    “Aku menyukaimu, Yuki.”

    “………”

    “Sangat menyukaimu…”

    Tanpa sadar, tanganku ikut bergerak merangkul tubuh mungilnya. Aku kembali dibuat terkejut saat mulutku bergerak dengan sendirinya.

    “Mmn. Aku juga menyukaimu.”

    Setelahnya, tak ada sebuah suarapun yang terdengar diantara kami.

    Hanya perasaan yang berbicara.

    ………

    Cukup lama kami saling merengkuh, sebelum suara Risa kembali terdengar.

    “Yuki, aku amat senang bisa bersamamu. Semua kenangan ini, aku takkan melupakan semua kenangan yang kita lewati bersama.”

    ………

    “Bahkan jika aku mati sekalipun, aku takkan melupakannya.”

    Eh?

    “Ri…Risa, apa maksudmu?” Kataku perlahan. “Berbicara tentang kematian, mengerikan, tahu?”

    Risa melepaskan pelukan dan kembali tersenyum padaku.

    Matanya menatapku dalam-dalam.

    “Maafkan aku, Yuki.” Katanya kemudian. “Tapi kurasa, tak lama lagi, kita harus kembali berpisah.”

    Eh?

    Berpisah?

    Sesaat setelah mendengar kata-kata Risa, kudapati interval bunyi pada elektrokardiograf kini melemah.

    Ah…

    Detak jantung Risa melemah.

    Perasaanku serasa hancur tatkala melihat kenyataan itu. Sesegera mungkin kutekan bel untuk memanggil perawat.

    Namun kemudian, sentuhan tangan Risa bisa kurasakan di tanganku.

    Wajahnya tersenyum begitu lepas.

    “Risa…”

    “Tak apa, Yuki. Tak apa…”

    Kurasakan desiran darah yang kini mengalir ke otak. Mataku tak bisa lagi menerima kenyataan yang ada, dan otakku serasa membeku.

    Bahkan jika yang kulihat ini hanyalah sebuah mimpi, aku tak ingin mengalaminya.

    Aku tak ingin semuanya berakhir seperti ini.

    Aku masih ingin bersamanya!

    Aku tak ingin lagi kehilangannya!!

    ………

    Tetapi Risa…

    Wajahnya tak menunjukkan ketakutan sama sekali.

    Masih menggenggam tanganku, ia tersenyum kian lepas.

    “Yuki, jika bukan karenamu, aku seharusnya sudah mati. Bukan tubuhku, namun jiwaku. Berkat kau, aku masih bisa bertahan untuk hidup.”

    ………

    “Karenanya, jika waktunya sudah tiba, tak apa-apa, Yuki.”

    Aku tak bisa mengatakan apapun lagi.

    Perasaanku terasa pilu. Aku masih ingin bersamanya. Setahun ini menunggunya, dan tiba-tiba saja semuanya harus berakhir…

    Akankah aku bisa menerima semua ini?

    ………

    Tak lama kemudian, Dokter dan para perawat tiba di kamar ini. Mereka menyuruhku keluar agar bisa menangani Risa tanpa gangguan.

    Aku menurut. Melangkah lemas, hal yang terakhir kulihat adalah sosok dokter dan perawat yang sibuk menangani Risa yang terbaring lemah. Sesaat setelah pintu kamarnya menutup, kusandarkan punggungku diatas tembok. Aku lantas terduduk, menatap langit-langit dengan perasaan hancur yang tak bisa kujelaskan.

    Meski demikian, Risa yang ada diluar tubuhnya kini ada disampingku. Ia ikut duduk perlahan, dan menepikan kepalanya di pundakku.

    “…hei, Yuki.”

    “Ya?”

    “Bawalah aku pergi ke laut.”

    “………”

    “Aku ingin melihat laut dari dekat.”
     
    • Like Like x 2
    Last edited: Sep 10, 2015
  4. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    Sisa-sisa air hujan masih menggenang diatas tanah.

    Melangkah diatas tanah becek, kugenggam jemari Risa yang ikut menggenggam jemariku erat-erat. Sesekali kulihat wajahnya yang tersenyum lepas, sebelum menatap jauh kelangit luas.

    Kota Higashi sama seperti Sanada, hampir tak ada perbedaan diantara keduanya. Pagi yang sunyi di Sanada juga merupakan hal yang biasa terjadi di Higashi. Disepanjang jalan menuju laut, tak ada apapun yang menghalangi kami selain genangan air, lampu jalan, suara serangga, dan angin yang berhembus. Tak ada kendaraan apapun. Tak ada seorangpun. Hingga kaki kami menginjak pasir pantai, semuanya tetap tak berubah.

    Desiran ombak terdengar menggema, dan sesekali menyapu kaki kami yang kini duduk diatas pasir pantai. Risa duduk disebelahku, kembali menepikan kepalanya di pundakku.

    “Aku menyukainya.” Bisiknya perlahan. “Sangat menyukainya.”

    Tersenyum kecil, kubelai rambutnya perlahan. tak ada satupun kata yang keluar dari mulutku untuk membalas perkataannya. Risa tampak tak peduli dan terus membenamkan kepalanya di pundakku.

    “Kau tak menyukainya, Yuki?”

    “Aku? Tentu saja aku menyukainya!”

    “Bohong.” Jawabnya tertawa. “Kau tak pernah menyukainya.”

    “Eh? Serius aku menyukainya kok!”

    “Hmn? Beri aku bukti, kalau begitu.”

    “Eh? Bukti?”

    Risa mengangguk. “Mmn. Seperti, meminum air laut ini, contohnya.”

    “Eeeh?”

    Sementara Risa tersenyum menggoda, aku tak memiliki pillihan lain selain mengeruk air laut yang datang bersama ombak dan memasukannya ke mulutku.

    Aku tak menelannya, tentu. Rasa asinnya membuatku batuk-batuk hingga tersedak.

    “Hahaha.”

    Ah…

    Melihatnya tertawa seperti itu benar-benar membuatku bahagia.

    Membuatnya bahagia merupakan kebahagiaan buatku juga.

    Mmn. Kurasa, inilah yang membuatku mengunjunginya setiap waktu. Kebahagiaan inilah yang terus memotivasiku untuk selalu menemuinya.

    Tawanya, senyumnya, keceriaannya, dan harapannya untuk terus hidup.

    Aku amat senang bisa terus melihat semuanya.

    “Ahahaha…”

    Ya…

    Kebahagiaannya adalah harapan tersebsarku.

    ………

    Risa tertawa cukup lama, sebelum kemudian menatapku dan tersenyum lepas.

    “Hei, Yuki.”

    “…ya?”

    “Kurasa ini waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal.”

    Aku mengangguk, tersenyum sebisaku. Risa, bagaimanapun, terus tersenyum lepas.

    “Jika aku bisa terlahir kembali ke dunia ini, aku akan mencarimu, dan menghabiskan waktu bersamamu lagi.”

    “Ya.” Jawabku tersenyum. “Pasti akan sangat menyenangkan.”

    Risa mengangguk dan terus tersenyum.

    “Sempatkan waktu berkunjung ke makamku saat semuanya berakhir.”

    “Mmn. Tentu.”

    “Oh, dan juga, Yuki,” Katanya kembali. “Ingatkah kau dengan lagu yang kunyanyikan di kelas sore itu?”

    “Ya.” Jawabku. “Tentu.”

    “Apakah itu kali pertama kau mendengarnya?”

    Ah, pertanyaan itu…

    Andaikata aku masih lupa dengan semuanya, pasti jawabanku akan sama seperti dulu. Tetapi kini ingatanku telah kembali.

    Karenanya, untuk kali ini, aku menjawab lain dari biasanya.

    “Aku pernah mendengarnya.” Jawabku. “Sebelum itu, jauh sebelum itu, aku pernah mendengarnya dari seseorang yang amat berharga bagiku.”

    Risa tersenyum lepas mendengar jawabanku.

    “Syukurlah.” Katanya perlahan. “Aku senang kau bisa mengingatnya.”

    Aku mengangguk, tersenyum.

    “Bolehkah aku menyanyikannya lagi?”

    “…tentu.”

    Peraaan bahagia muncul di benakku saat melihatnya menarik napas panjang dan mulai menyanyi.

    ***​

    There is a song between you and me.

    A song that represent my feelings.

    Do you know that when I’m with you, I feel alright?

    If you’re here, I know I’ll be fine.

    I’m sure of it.

    Even if I fade away someday, this memories will always exist in my heart.

    If someday I disappear, I want you to know.

    That I’m glad to spend the time with you.

    Thank you.

    ***​


    Risa menyanyikannya dengan penuh perasaan.

    Diiringi desiran ombak, lirik-lirik lagu yang ia nyanyikan terasa begitu indah.

    Untuk beberapa tahun lagi, aku mungkin takkan mengingatnya lagi. Tentang lagu ini, atau kehidupanku yang kulalui bersama Risa.

    Tetapi saat ini, detik ini…

    Aku amat bahagia.

    Aku sangat bahagia bisa mendengar lagu ini.

    Lagu yang menyatukan kami berdua.

    ………

    Risa tersenyum lepas setelah selesai dengan lagunya, dan ia kembali mengucapkan salam perpisahan.

    Namun kali ini aku mendekap tubuhnya erat-erat.

    “Yuki…”

    “Risa, aku…”

    “………”

    “Aku…amat ingin bersamamu…”

    Tangan Risa menepi di punggungku. Diusapnya tubuhku perlahan, dan kupeluk tubuhnya makin erat.

    “Tetaplah disini bersamaku, Risa. Aku ingin selalu bersamamu. Hingga akhir, aku…aku…”

    “Aku juga, Yuki.”

    Eh?

    “Aku…juga amat ingin…bersa…mamu…”

    Suara Risa terdengar begitu terbata-bata, dan ia pun larut dalam isak tangis kecil.

    “Yuki…”

    “Ya?”

    “Untuk kehidupan yang kau beri padaku, terima kasih.”

    Risa tertawa kecil setelahnya, dan melepaskan tubuhnya dari pelukanku.

    Digenggamnya tanganku erat-erat.

    “Aku tak punya penyesalan apapun. Tak ada sama sekali. Karenanya, aku…aku benar-benar bahagia bisa bertemu denganmu. Aku benar-benar berterima kasih.”

    Aku mengangguk, tersenyum.

    Risa membalas senyumku dengan senyuman dari lubuk hatinya yang terdalam.

    ………

    Desiran ombak terdengar menggema di seantero lautan. Angin yang datang terasa begitu menyejukkan.

    Kemudian, Risa melepaskan genggaman tangannya dariku.

    Dan tersenyum kian lepas.

    Bibirnya bergerak perlahan.

    “Selamat tinggal, Yuki…”

    Aku kembali mengangguk, melambaikan tangan, dan tersenyum begitu lepas.

    Sosok Risa perlahan menghilang ditelan udara, menyatu menjadi buih-buih embun, dan menghilan tak berbekas. Lenyap sama sekali dari mataku.

    Kemudian, semuanya berubah.

    Putih.

    Bersih.
     
    • Like Like x 2
  5. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    Hujan kembali turun deras di pagi itu.

    Sesaat setelah terbangun di tepi pantai, aku segera berlari menuju rumah sakit Higashi. Aku harus melihat apa yang terjadi pada Risa setelah kami berpisah di pantai itu. Seluruh tubuhku basah oleh guyuran air hujan, namun aku tak peduli lagi.

    Tiba di kamar 507, aku masih tak dibolehkan masuk. Dokter dan para perawat masih berjaga didalamnya. Menunggu di koridor, aku berjalan mondar-mandir, gelisah. Aku tahu apa yang akan terjadi, tapi tak mengerti mengapa kegelisahan ini muncul.

    Nyonya Sakagami tiba satu jam kemudian, dan memelukku erat sambil menangis. Kuberitahu padanya bahwa Risa sudah meninggal, namun nyonya Sakagami malah membantah ucapanku.

    “Kau bicara apa Yuki? Aku tak mendapat kabar jika Risa sudah meninggal!”

    “………”

    “Aku pasti memberitahumu jika hal itu terjadi!”

    Apakah itu benar?

    Ah, tentu. Jika Risa sudah meninggal, para dokter pasti akan segera mengabari kami, dan kamar ini takkan terkunci lagi. Kenyataan bahwa kamar ini masih tak bisa dimasuki memberi bukti bahwa Risa memang belum meninggal.

    Hal itu kembali memberiku secercah harapan untuk bertemu kembali dengannya, dan kurasa itulah yang membuatku gelisah sejak tadi.

    Jauh di lubuk hatiku, kurasa Risa masih hidup.

    Setidaknya, aku berharap demikian.

    ***​

    Tiga jam berlalu hingga akhirnya sang dokter keluar dari kamar Risa.

    Yang mengejutkanku, Risa selamat. Ia masih hidup. Entah apa yang terjadi, namun denyut jantungnya kembali normal. Berita itu membuatku bernapas lega. Nyonya Sakagami pun tak henti-henti menangis dibuatnya.

    Semuanya benar-benar terasa bagaikan mimpi.

    Dan sebuah perasaan bahagia kembali merasuk di hatiku.

    Tentu, aku merasa keheranan dengan apa yang terjadi. Risa sempat mengucapkan selamat tinggal padaku, dan aku amat yakin bahwa ia akan meninggal tepat di hari itu. namun untuk suatu alasan, aku berusaha untuk tidak memikirkan hal itu.

    Risa masih hidup, itulah yang terpenting.

    Meski demikian, Risa masih terbaring koma. Kami tak diijinkan masuk ke kamarnya hingga hari berikutnya, saat kondisinya sudah benar-benar normal. Dan saat menunggunya di malam hari, aku kembali dibuat terkejut akan satu hal.

    Tertidur sambil menggenggam tangan Risa, kurasakan jemarinya bergerak perlahan.

    “Risa?”

    Tampak Risa membuka matanya sedikit demi sedikit, menatapku lemas. Jemarinya masih bergerak begitu lemah, berusaha menggenggam tanganku. Ia berusaha tersenyum, namun kembali memejamkan matanya tak lama kemudian.

    Perlahan, mulutnya bergerak.

    “…syukurlah.”

    Aku tak begitu tahu apa yang ia katakan dari balik masker oksigen yang dikenakannya, namun kurasa itulah yang ia katakan.

    Kemudian, ia kembali tertidur lelap.

    Meninggalkan perasaan bahagia di lubuk hatiku yang paling dalam.

    ***​

    “Nyonya Sakagami, bolehkah kubawa Risa berkeliling?”

    “Mmn. Tentu.” Jawab nyonya Sakagami sambil mengupas apel di meja kamar ini. “Jangan kau bawa jauh-jauh.”

    “Tenang saja.” Jawabku tersenyum.

    Seminggu berlalu semenjak Risa membuka mata.

    Meskipun sudah tampak pulih, Risa harus menjalani pengecekan kesehatan secara rutin. Dokter bilang bahwa kondisinya mungkin akan kembali memburuk, namun untuk kali ini, kami tak usah khawatir. Setidaknya begitu yang dikatakannya.

    “Nyaman sekali.”

    “Hmn? Apanya?”

    Menoleh dari kursi rodanya, Risa menatapku tersenyum. “Pagi ini, sinar matahari ini, semuanya menyenangkan.”

    Aku tersenyum sambil menepuk kepalanya, dan terus membawanya berkeliling.

    “Hei, Yuki,”

    “Ya?”

    “Aku mengalami mimpi panjang. Tentangmu, tentang kita, banyak sekali.”

    “………”

    Semua yang kulalui dengannya, ia anggap sebagai sebuah mimpi panjang. Sekolah, Furukawa, Kenji, pantai, tak henti-hentinya ia bercerita padaku tentang semua hal yang telah kami alami. Aku memutuskan untuk tak memberitahu apa yang sebenarnya sudah kulalui. Untuk saat ini, aku ingin menikmati ini semua tanpa terganggu oleh apapun.

    “…dan setelah mengucapkan selamat tinggal padamu, aku memutuskan untuk pergi dari dunia ini. Namun entah mengapa, aku kembali tiba di tubuhku.”

    “Apakah ada kekuatan yang membawamu kembali? Bukankah kau sudah tahu bahwa kau seharusnya sudah mati saat itu?”

    “Mmn,” Risa menggeleng. “Bukan mati, kurasa. Lebih tepatnya, kurasa itu merupakan salam perpisahan padaku atas mimpi panjangku. Aku harus mengakhiri mimpi indah yang kulalui dan kembali pada kenyataan. Tetapi, Yuki, untuk suatu alasan, aku tak takut menghadapi kenyataan yang ada. Aku yakin kau akan kembali, dan saat menyadari bahwa kau ada disampingku saat aku terbangun, aku benar-benar bahagia.”

    Aku tersenyum lega mendengar kata-kata Risa. Risa balas tersenyum dan kembali menatap jauh ke langit luas.

    Kubawa ia ke pekarangan yang ada di tepian rumah sakit. Mirip seperti taman, namun lebih kecil. RIsa memintaku untuk membawanya lebih dekat menuju bunga-bunga kecil yang ada dekat sebuah kolam ikan.

    “Anu, Risa,” Kataku perlahan. Risa yang tampak berusaha menggapai kupu-kupu lantas menoleh padaku.

    “Hmn?”

    “Maafkan aku sudah membuatmu menunggu lama.”

    Risa terdiam untuk sesaat, sebelum kemudian tersenyum.

    “Yah, kalau kau sadar, syukurlah. Tapi aku tetap marah padamu, ya?” Katanya kemudian. “Sebagai hukumannya, kau harus berjanji padaku akan satu hal.”

    “Eeh? Apa itu?”

    Risa tertawa lepas.

    “Jangan pernah meninggalkanku lagi.”

    “………”

    “…ya?”

    Aku mengangguk, tersenyum lepas, dan memeluk tubuhnya dari balik punggungnya. Risa tampak menikmati pelukan yang kuberikan.

    “Risa,”

    “Hmn?”

    “Semenjak kau keluar kamar, tas itu selalu ada di pangkuanmu.” Kataku seraya menunjuk kearah tas cokelat miliknya yang tersimpan rapi di pangkuannya.

    “Ah, ini?” Jawabnya terkejut. “Ahaha, aku hampir lupa.”

    Risa lantas membuka resleting tas tersebut, merogoh isinya, dan mengeluarkan benda yang ada didalamnya.

    Itu…sebuah kotak musik.

    Aku amat tahu kotak musik itu.

    Aku pernah melihatnya, dan bahkan menyentuhnya.

    “Aku tak pernah bisa memberikannya padamu, Yuki.” Katanya sambil menatap kotak musik itu dalam-dalam. “Ini adalah hadiah ulang tahunmu.”

    Ah…

    Ia pernah memberikannya. Di mimpi panjangnya, ia pernah memberikannya.

    Dengan tangan gemetar, kuambil kotak musik itu. Tidak seperti yang kuterima di mimpinya, kotak musik ini kini tampak sudah usang. Dan saat kubuka kotak musik itu perlahan, tak ada sebongkah nada pun yang keluar darinya.

    Mataku lantas menoleh pada Risa yang tersenyum.

    “Bertahun-tahun menunggu, kotak musik itu kini pasti sudah rusak.”

    Aku tertegun untuk sesaat, sebelum tersenyum tak lama setelahnya.

    “Jangan khawatir.” Kataku. “Kita akan memperbaikinya bersama.”

    Yah, akhirnya project LN ini selesai. Endingnya mungkin rada dipaksain, but I'm glad I finished it at last.

    Thanks for all your support :gadisterharu:
     
    • Like Like x 2
  6. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    yup akhirnya sampai pada ending juga :cambuk:

    hmmm....gimana yah, buat gw ceritanya enak2 aja sih. mungkin endingnya sendiri rada pendek, tapi overall konklusinya lebih baik dari meteorid sih menurut gw :hihi:

    ya dari cerita ini sih gw nyimpulin hal2 yg berkesan tak perlu dibumbui plot twist bertingkat ma ide2 super aneh. sesuatu yang simpel dan mengalir tidak serta merta jadi hal membosankan. cerita ini membuktikan kalo kesederhanaan itu indah.

    good work so far. moga2 buat ke depan situ bisa terus have fun writing lagi. i'm looking forward to your next works.
     
    • Like Like x 2
  7. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    thanks mod, well your support really drove me to finish it. really, thank you :matabelo:

    on the other hand, I'm sorry I have not read your orific again :hiks:
     
    • Like Like x 1
  8. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    ya sama2 :cambuk:

    itu kumpulan tulisan random, bukan orific. cuman tempelan doang itu mah orificnya :lalala:

    gw nulisnya sekedar buat fun aja kok, gk ada kewajiban kalo gw komeng dll situ mesti baca :haha:
     
    • Thanks Thanks x 1
  9. Blance Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 7, 2014
    Messages:
    72
    Trophy Points:
    22
    Ratings:
    +18 / -0
    horeeee... akhirnya kelar juga bacanya walo hrs baca sambil nyambi" kerjaan.. hehehe..:gadiskya:

    seperti biasa, aku ska cerita" yg kk tulis.. cma klo dipikir", aku pribadi lbh ska klo endingnya dibiarin sedih aja.. tpi dgn ending yang risa nya sadar kembali jg bagus sih.. btw, aku penasaran ama kbr nya kenji, furukawa dan tmn"nya yg lain.. :gadisflat:

    oke deh kk aku tunggu cerita yang lainnya lagi yaaa.. tetap semangat!! :gadistop:
     
    • Like Like x 2
  10. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    yeah, tamat :cheers: omedetou satu llagi orificnya slesai :cheers:

    :sedih: udah mikir si risa mati, eh ternyata idup. ya, happy ending not bad tho.
    setuju dgn mod, lbh baik endingnya dibandingan dengan meteorid kemaren.

    story cek meskipun rada klise.
    dialog cek.
    animasi cek. (dalam imajinasi, yg bikin studio kyoani, jadi gerakannya luwes). :XD:

    :top:

    lanjut yg wishes lagi ini :lalala:
     
    • Thanks Thanks x 1
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.