1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic She's a Vampire

Discussion in 'Fiction' started by mwahaha, Oct 3, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. mwahaha M V U

    Offline

    Raidou Kuzunoha XVII

    Joined:
    Aug 17, 2010
    Messages:
    1,149
    Trophy Points:
    227
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +19,742 / -0
    Chapter 7

    Kuroda Nanami


    Sudah 3 hari Nanami tidak masuk sekolah. Hal ini membuatku khawatir. Teman-teman sekelasku memaksaku menjenguk Nanami. Tentu saja, aku ingin menjenguknya, tetapi tanpa Cylenne. Semenjak kami ‘pacaran’, hampir 24 jam perhari dia selalu berada di sampingku. Bahkan, dia ingin mengikutiku ke toilet kalau aku tidak memohon-mohon padanya untuk tidak melakukannya. Kurasa, kelakuannya itu terlalu berlebihan.

    “Hey, Cylenne. Aku ingin menjenguk Nanami sepulang sekolah. Kau bisa kan untuk tidak mengikutiku?” Tanyaku setengah berbisik kepadanya ketika pelajaran sedang berlangsung. Tentu saja, seperti sebelumnya, dia duduk disebelahku engan menggandeng lenganku seolah itu hal yang wajar. Yang menjadi perbedaan hanyalah, sekarang dia berada di sebelah kiriku dan menggandeng lengan kiriku, karena aku perlu lengan kananku untuk menulis.

    “Ehhhh?!” Katanya setengah teriak tanda protes. Jawabannya itu sudah kuduga sebelumnya.

    “Ayolah. Kau tahu kan, Nanami itu suka padaku. Kalau dia melihatku pergi menjenguknya bersama seorang wanita, apalagi secara bermesraan di depannya, bisa-bisa dia tidak akan masuk sekolah selamanya!” Aku memberikan alasan padanya.

    Akhirnya, setelah berpikir cukup lama, dia memperbolehkanku menjenguk Nanami sendirian.

    “Tapi ingat, jangan coba melakukan hal macam-macam. Aku mengawasimu dari jauh.” Katanya memperingatiku.

    Bel tanda pulang akhirnya berbunyi. Para murid berhamburan keluar kelas setelah Kikuchi Sensei, guru bahasa inggris kami meninggalkan kelas. Hanya tinggal beberapa murid lagi di dalam kelas, termasuk aku.

    “Ingat Tendou, jangan pernah mengungkit tentang pacarmu ini di depan Nanami nanti. Mengerti?!” Kata Riku dengan nada ancaman.

    “Y... ya... Tenang saja.” Jawabku setengah gemetar. Bagaimanapun, walaupun badannya cukup kecil, dengan tinggi 162 cm, Hashibari Riku adalah anggota klub judo. Membuatnya marah bisa menyebabkan aku masuk rumah sakit. Kalau diingat-ingat, waktu itu aku cukup berani juga melawannya. Untung dia sama sekali tidak membalasku -_-“(Chapter 4 Bag. 1).

    “Bagus.” Katanya sembari menepuk bahuku lalu pergi keluar kelas. Uggh, bahkan tepukannya di bahuku terasa sakit!

    “Nah, aku akan pergi ke rumah Nanami.” Kataku kepada Cylenne sambil mengelus-elus pundakku yang masih terasa agak sakit.

    “Pergilah duluan. Aku akan mengawasimu dari jauh.” Katanya kepadaku.

    “Jangan sampai ketahuan Nanami kalau kau mengawasiku.” Aku memperingatinya.

    “Kau juga, jangan sampai melakukan hal yang macam-macam dengan Nanami.” Dia balas memperingatiku.
    ~~~~~~​

    Aku menekan bel rumah Nanami beberapa kali, tetapi tidak ada yang membukanya. Apa dirumahnya sedang tidak ada orang?

    Akhirnya setelah mencoba menekan bel selama beberapa menit, pintu itu terbuka.

    “Berisik! Siapa yang....” Nanami yang awalnya membuka pintu dengan raut wajah kesal kini berubah menjadi pucat. Dia langsung berusaha menutup pintu rumahnya lagi, tetapi aku berhasil menahannya.

    “Tunggu dulu, Nanami. Aku hanya ingin menjengukmu.” Kataku dengan setengah tubuhku masuk ke dalam rumahnya.

    “Tidak perlu! Aku tidak perlu dijenguk, terutama olehmu!” Teriaknya. Di sudut matanya terlihat bulir air mata yang sepertinya ditahan olehnya untuk terjatuh.

    “Maafkan aku Nanami. Semua yang kau lihat itu salah paham. Memang benar kalau sekarang aku sedang ‘pacaran’ dengannya, tapi...”

    “Nah, kau mengakuinya sendiri kan? Kau sudah punya pacar sekarang. Karena itu jangan ganggu aku. Jangan pedulikan aku!” Teriaknya menghentikan ucapanku yang belum selesai dengan masih berusaha menutup pintu rumahnya.

    “Tapi, walaupun begitu, kau tetap sahabatku Nanami! Kau sahabatku... aku tidak ingin kehilangan sahabat terbaikku.”
    Usahanya untuk menutup pintu tiba-tiba terhenti. Dia menunduk kebawah, dengan suara yang hampir tidak terdengar, dia berkata.

    “Bahkan, setelah semua itu terjadi, kau masih menganggapku sebagai sahabatmu ya... Apa tidak ada tempat buatku untuk mendapatkan posisi lebih dari sekedar sahabat bagimu?” Katanya yang terdengar lebih seperti dia bicara kepada dirinya sendiri.

    “.... Maaf....” Kataku yang tidak bisa mengatakan apapun kecuali minta maaf.

    Dia lalu terduduk menutupi wajahnya dan menangis. Sedangkan aku, hanya bisa melihatnya tanpa sanggup menghentikan tangisannya ataupun menghiburnya.
    ~~~~~​

    “Ini.” Kataku sembari memberikan Nanami sehelai tissu yang kuambil dari tempat tissu diatas meja ruang tamunya. Dia mengambil tissu dan mengelap matanya itu tanpa berkata apa-apa.

    Setelah Nanami menangis cukup lama di depan pintu, akhirnya ia memperbolehkanku masuk ke rumahnya. Kami duduk di sofa panjang di ruang tamu miliknya. Kedua orang tuanya sepertinya sudah pergi, karena tidak ada siapapun yang datang menghampiri kami ketika Nanami sedang menangis tadi.

    “Kemana kedua orangtuamu?” Tanyaku mencoba mencairkan suasana setelah terdiam cukup lama.

    “... Ayah masih bekerja dan ibu sedang mengikuti seminar.” Katanya setelah diam beberapa saat tanpa menoleh kearahku.

    “Seminar?” Tanyaku penasaran.

    “.... Seminar 'Bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik'.” Katanya.

    “Oooh...” Ternyata ibunya cukup aneh juga -_-“.

    “Kaupasti berpikir ibuku aneh kan?” Tanyanya yang tepat sasaran. Apa dia bisa membaca pikiran!?

    “Tentu saja tidak...” Kataku beralasan.

    “Tidak, orang tuaku memang aneh. Mereka bertindak seolah tidak ada apapun yang terjadi. Mereka sama sekali tidak bertanya masalah apa yang terjadi padaku sehingga aku tidak masuk sekolah selama 3 hari. Mereka tetap melakukan aktivitas seperti biasa, seolah-olah tidak peduli padaku.” Katanya yang terlihat akan kembali menangis.

    “... Mungkin orang tuamu ingin agar kau mandiri.” Kataku mencoba menghiburnya.

    “Jadi kau bilang aku tidak mandiri?!” Dia terlihat marah, sepertinya aku salah bicara barusan.

    “Maksudku, orangtuamu mungkin ingin agar kau dapat memecahkan masalahmu sendiri. Umur kita sudah 17 tahun. Mungkin mereka mengira ku sudah cukup dewasa untuk dapat menghadapi masalahmu sendiri. Kalaupun kau tidak sanggup, kau bisa mencoba menceritakan masalahmu kepada mereka duluan daripada mereka menunggu mereka untuk bertanya padamu.”
    Dia terdiam selama beberapa saat menatapku. Hehehe, kupikir barusan aku telah mengatakan hal yang sangat keren.

    “Huh, kau berlagak sok keren. Padahal sumber semua masalah yang terjadi padaku ini adalah dirimu!” Katanya memalingkan muka.

    JLEB! Jantungku serasa ditusuk pasak kayu. Yang dia katakan benar-benar sebuah tusukan telak!

    “.... Tapi... Terima kasih...” Katanya menunduk ke bawah, tersenyum dengan wajah yang sedikit memerah. Aku juga ikut tersenyum.

    “Walaupun begitu, bukan berarti aku sudah memaafkanmu!” Katanya tiba-tiba membentakku, mengembungkan pipinya dan melipat kedua tangannya tanda dia sedang kesal. Tetapi, aku merasa dia sudah kembali seperti Nanami yang kukenal.

    “Ahaha.... Maaf.” Kataku dengn tertawa kecil.

    “Apanya yang lucu?!” Katanya masih kesal.

    “Baiklah, sebagai permintaan maaf. Kuberikan ini untukmu.” Aku memberikan dia boneka rubah kecil berwarna coklat muda yang diberikan Cylenne kepadaku untuk diberikan kepada Nanami beberapa hari yang lalu.

    “... Ini...” Dia tidak melanjutkan kata-katanya dan menerima boneka.

    “.... Terima kasih...” Katanya dengan muka memerah.

    “No problem!” Kataku sok inggris.

    Kami berdua kembali terdiam. Tidak tahu hal apa yang pantas untuk dibicarakan sekarang. Keadaan kembali menjadi kaku. Akhirnya, aku memulai pembicaraan duluan.

    “Nanami, bagaimana kalau kita jalan-jalan?” Usulku.

    “Jalan-jalan? Kemana?” Tanyanya.

    “Kemanapun kau suka. Ayo!” Kataku mengajaknya. Akhirnya, dia bersedia setelah lama berpikir.

    Aku menunggu di luar rumahnya selama ia bertukar pakaian. Beberapa menit setelah menunggu aku mendapat sebuah panggilan di hp-ku.

    “Cylenne?” Kataku membaca nama yang terpampang di layar hp.

    “Halo?” Kataku setelah mengangkat telepon.

    “Apa maksudmu mengajaknya jalan-jalan?! Ingat, kalau kau melakukan hal yang macam-macam dengannya, aku akan langsung keluar dan menghampiri kalian!” Dia berbicara dengan berteriak sehingga aku harus menjauhkan daun telingaku dari telepon. Hebat, darimana dia mengawasiku sehingga bisa tahu pembicaraanku dengan Nanami barusan. Apa dia memasang penyadap padaku?

    “Tenanglah. Hanya jalan-jalan saja. Tidak akan terjadi apa-apa.” Kataku berusaha menenangkannya.

    “Aku tidak percaya! Pokoknya ingat, jangan sampai melakukan hal yang seharusnya hanya kau lakukan bersamaku padanya. Mengerti?!” Teriaknya mengancamku. ‘Hal yang dilakukan bersamanya’ apa contohnya -_-"?

    “Ya, ya. Aku mengerti. Bye!” Kataku terburu-buru mematikan teleponku karena Nanami telah keluar dari rumahnya.

    Nanami mengenakan one piece dress berwarna kuning dengan legging panjang yang juga berwarna kuning. Rambutnya dihiasi dua pita yang diletakkan di bagian kiri rambutnya yang berwarna coklat susu. Aku hanya bisa terpesona melihatnya. Kurasakan wajahku sedikit memerah. Bagaimanapun, baru kali ini aku melihatnya memakai dress yang membuatnya menjadi lebih femninim dari biasanya.

    “Kenapa?” Tanyanya.

    “Eh? Tii... Tidak apa-apa. Yuk!” Kataku sembari meletakkan hp yang kugenggam ke dalam saku celanaku.

    “Jadi, kau mau kemana?” Tanyaku setelah kami berjalan untuk beberapa lama.

    “.... Kau bilang terserahku kan? Kau akan tahu setelah kita sampai.” Katanya menolak menjawab pertanyaanku.
    Selama berjalan, kami hanya diam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Uhh.. Aku tidak suka suasana seperti ini...

    “... Hei...” Katanya setelah kami berdua membisu cukup lama.

    “Eh? Apa?” tanyaku.

    “Kau sudah punya pacarkan? Apa tidak apa-apa jika kita berjalan berdua seperti ini?” Tanyanya dengan menunduk kebawah.
    Sepertinya Nanami benar-benar menganggap Cylenne dan aku pacaran.

    “Yah... Sepertinya tidak apa-apa.” Kataku mencoba menenangkannya.

    Dia menatapku selama beberapa saat, lalu kembali menunduk ke bawah.

    “Yang meneleponmu tadi itu pacarmu kan? Apa dia tahu kalau kita sedang berjalan bersama sekarang?” Tanyanya lagi.

    Wah, insting Nanami memang benar-benar hebat.

    “Yah, begitulah... Tapi tenang saja. Bukan berarti kita akan melakukan hal yang aneh-aneh kan?” Kataku. Tapi entah mengapa, sepertinya dia malah terlihat sedih. Sepertinya itu bukan respon yang diinginkannya.

    “... Maaf...” Kataku.

    Dia lalu tertawa kecil yang membuatku jadi bingung.

    “Hari ini, sudah berapa kali kau meminta maaf? Berhentilah selalu meminta maaf untuk segala sesuatu yang kau lakukan!” Katanya tertawa.

    “Eh?... Ah... Maaf.” Responnya membuatku tambah bingung dan secara spontan aku kembali meminta maaf padanya.

    “Ahahaha... Kau melakukannya lagi.” Tertawanya semakin heboh bahkan hingga mengeluarkan air mata dan memegang perutnya yang kesakitan yang membuatku menjadi malu karena ditertawakan olehnya.

    “Tapi, sepertinya kau sudah mulai pintar membaca perasaan orang ya, tidak seperti dulu, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga mengetahui perasaanku.” Katanya sembari mengelap air matanya yang jatuh karena tertawa. Wajahku hanya bisa memerah ketika mendengar perkataannya. ‘Bertahun-tahun’, Sudah selama itukah dia menyukaiku? Entah mengapa, perasaan bersalah kembali menggerogotiku.

    “Kita sampai!” Serunya tiba-tiba. Kami berhenti di depan sebuah bangunan sekolah yang sudah tidak asing lagi. Itu adalah bangunan SMP kami dulu.

    Kami lalu berjalan ke arah belakang bangunan sekolah itu. Di sana, terdapat beberapa kandang hewan yang merupakan peliharaan di sekolah ini.

    “Kau ingat? Masa-masa kita waktu SMP dulu?” Tanyanya. Kami berhenti berjalan dan berdiri di depan kandang kelinci.
    Aku ingat. Saat itu, aku dan Nanami untuk pertama kalinya sekelas saat kelas 2 SMP. Banyak hal yang terjadi ketika itu. Mulai dari aku yang tidak pernah melakukan piket, lalu karena Nanami merupakan anggota seksi kebersihan saat itu, dia memarahiku dan terjadilah adu mulut. Awalnya, bisa dibilang hubunganku dan Nanami sangat tidak akur, sering kali terjadi adu mulut dan bahkan perkelahian karena hal sepele. Karena Nanami adalah anak perempuan yang agak tomboy, secara tidak sadar aku memperlakukannya seperti laki-laki.

    Ketika naik kelas 3, kami kembali berada dalam kelas yang sama. Ketika itu, aku dan Nanami sama-sama diberikan tugas untuk menjadi anggota kepengurusan hewan sekolah. Sebenarnya aku tidak mau, tidak ada murid yang ingin menjadi anggota kepengurusan hewan ternak sekolah karena tugasnya yang melelahkan; setiap pagi harus memberi makan hewan dan sore hari sebelum pulang kembali memberi makan hewan dan membersihkan kandang mereka seminggu sekali.
    Saat itu, karena melihat tidak ada murid di kelasku yang ingin mencalonkan diri, akhirnya Nanami mengangkat tangannya untuk menjadi anggota kepengurusa hewan sekolah. Tetapi, berhubung harus ada 2 anggota kepengurusan hewan sekolah yang menjadi perwakilan setiap kelas, akhirnya salah seorang murid kelasku mengusulkan agar aku yang menjadi pasangan Nanami. Awalnya aku menolak, tetapi setelah diadakan voting dan semua anggota kelas setuju, akhirnya aku dan Nanami resmi ditetapkan sebagai anggota kepengurusan hewan sekolah.

    Hewan yang dipelihara disekolahku ada bermacam-macam, perwakilan dari setiap kelas mendapatkan tugas untuk merawat satu macam hewan. Kelas kami mendapatkan bagian untuk merawat kelinci.

    Hubunganku dan Nanami yang saat itu sedang buruk membuatku ogah-ogahan melakukan tugasku. Aku sering bolos dari pekerjaanku dan membiarkan Nanami melakukan semua tugasnya sendirian.

    Hari itu sepulang sekolah, seperti biasa aku dengan malas melangkah ke kandang kelinci di kebun sekolah.

    ‘Aku akan minta izin dengan Nanami untuk tidak melakukan tugasku lagi hari ini’ Pikirku dalam hati selama perjalanan dari kelas ke kandang kelinci itu. Tentu saja, Nanami yang saat itu juga membenciku malah menyuruhku biar dia sendiri saja yang melakukan tugas itu tanpa bantuanku, jadi aku tidak merasa bersalah sama sekali dengan melalaikan pekerjaanku.
    Tetapi pemandangan yang kulihat di belakang sekolah sangat mengejutkanku. Di sana, kulihat Nanami sedang menangis sembari memeluk seekor kelinci. Aku mencoba mendekatinya. Setelah kuperhatikan dengan seksama, kelinci yang dipeluk Nanami itu sudah mati. Dengan menangis terisak-isak, dia bercerita.

    “Kelinci ini... hiks... Baru berumur beberapa minggu... Hiks... Dia... Hiks... Baru saja bisa berjalan... Hiks... Tadi pagi... Hiks... Aku lupa mengunci pintu kandang kelinci ini... Akibatnya... Hiks... Anak kelinci ini... Hiks... Meninggal... Hiks....”
    Aku melihat mayat kelinci itu, Di tubuhnya banyak bekas gigitan dan cakaran, mungkin dari kucing milik petugas pembersih sekolah.

    “... Bagaimana dengan kelinci lainnya? Apa mereka selamat?” Tanyaku.

    “Hiks... Ya.... Yang lainnya sama sekali tidak keluar dari kandang...” Katanya masih dengan terisak.

    “... Kalau begitu, itu bukan salahmu.” Kataku setelah terdiam beberapa saat memikirkan kata-kata yang tepat untuk menghiburnya.

    “Eh....?” Tanyanya tidak mengerti.

    “Memang kau lupa mengunci kandang itu, tapi kematian kelinci itu bukan gara-gara kau lupa menguncinya. Lihat kelinci-kelinci yang lain, mereka masih hidup walaupun pintu kandangnya tidak terkunci. Karena itu, kupikir kelinci kecil ini mungkin memang sudah ditakdirkan mati hari ini.” Kataku sembari memegang mayat kelinci yang di peluk oleh Nanami.

    “Ditakdirkan... Untuk mati?”

    “Ya. Kita tidak tahu. Walaupun kau tidak lupa mengunci pintunya, mungkin dia juga tetap akan mati karena sakit atau penyebab lainnya. Kelinci yang lainnya sama sekali tidak keluar kandang ketika pintunya tidak terkunci. Tapi dia keluar kandang dan mati. Mungkin saja dia memang memilih untuk mati karena kucing itu. Karena itulah, hal itu tidak sepenuhnya salahmu.” Kataku.

    “... ‘Tidak sepenuhnya salahku’... Berarti tetap saja, aku telah salah karena lupa mengunci pintunya...” Katanya yang masih sedih walaupun telah berhenti menangis.

    Uggh... Sepertinya aku salah bicara.

    “Yah begitulah. Tidak sepenuhnya salah, tapi bukan berarti tidak sepenuhnya benar. Eh, maksudku... Hmm... Tunggu dulu...” Aku mendapatkan kesulitan untuk menyusun kata-kata. Tetapi, melihatku yang kebingungan justru malah membuatnya tertawa.

    “Terima kasih.” Katanya kemudian sambil tersenyum.

    “Eh? Ooh... Sama-sama.” Kataku terbata-bata karena saat itu baru pertama kalinya aku mendengarkan di mengucapkan terima kasih dan tersenyum padaku.

    “Aku tahu kau mencoba untuk menghiburku. Tapi tetap saja, kelinci ini mati karena kesalahanku. Karena itu, aku berjanji tidak akan pernah lupa lagi mengunci kandang kelinci ini dan lebih memperhatikan para kelinci ini dengan baik.” Katanya.

    “... Baiklah. Kalau begitu, mulai hari ini aku akan membantumu merawat para kelinci ini tanpa pernah bolos lagi.” Kataku dengan semangat kepadanya.

    “Eh... Benarkah?” Tanyanya memastikan.

    “Yup! Kau yang telaten itu sampai lupa mengunci kandang, itu pasti karena kau kecapekan mengerjakan semua hal ini sendirian. Secara tidak langsung, kematian kelinci ini adalah kesalahanku juga. Karena itu, untuk menebusnya, aku akan membantumu semampuku.” Seruku kepadanya.

    “... Terima kasih.” Nanami mengucapkan terima kasih dengan menundukkan wajahnya yang sedikit bersemu merah.

    Kami berdua lalu menguburkan anak kelinci itu di samping kandangnya sendiri. Saat itu, di hari yang sudah menjelang senja itu, untuk pertama kalinya aku melihat sisi feminim Nanami. Sisi yang tidak pernah diperllihatkannya kepada orang lain. Wajah Nanami yang menangis dan tersenyum di bawah cahaya langit senja itu tidak dapat kulupakan hingga sekarang. Bahkan hanya dengan mengingat hal itu saja membuat wajahku memerah.

    “Kenapa?” Tanya Nanami yang menyadari wajahku yang memerah.

    “Eh... Tidak...” Kataku mencoba mencari alasan.

    “Lihat, kuburan kelinci ini masih ada hingga sekarang.” Katanya menunjuk kuburan kelinci yang kami buat sekitar 2 tahun yang lalu.

    “Di atasnya ada bunga.” Kataku menunjuk bunga yang dipersembahkan untuk kelinci kecil itu.

    “Walaupun dia sudah mati, tapi sepertinya dia masih dikenang oleh beberapa murid sekolah ini hingga sekarang.” Kata Nanami ikut meletakkan bunga yang dipegangnya yang entah sejak kapan diambilnya itu. Dia lalu berdoa selama beberapa saat untuk kelinci itu yang ikut kuturuti.

    “Disinilah, tempat dimana untuk pertama kalinya rasa sukaku padamu muncul.” Katanya setelah kami selesai berdoa.

    “....” Aku hanya terdiam. Dia lalu berdiri dan menatap langit yang sudah mulai senja.

    “Saat itu, bukankah hari juga sedang senja seperti ini?” Katanya masih dengan menatap langit.

    “... Ya...” Kataku yang juga ikut menatap langit.

    “Kalau diingat-ingat, kata-katamu yang mencoba menghiburku itu benar-benar sangat lucu. Kau mencoba menghiburku, tapi malah mengatakan hal yang untuk orang lain semakin membuat terpuruk.” Katanya tertawa kecil.

    “Berisik.” Kataku dengan wajah yang memerah karena malu.

    Dia lalu berbalik dan menatapku.

    “Tapi begitulah sifatmu. Kau memang tidak punya bakat untuk menghibur orang ataupun menyadari perasaan orang lain. Walaupun begitu, kau tetap berusaha menghibur mereka yang sedang sedih. Terima kasih.” Katanya tersenym dengan hangat.

    “... Sama-sama.” Kataku lalu berdiri.

    Sementara aku membersihkan celanaku dari pasir, ciuman ringan yang hangat mendarat di pipiku yang sukses membuat wajahku semerah tomat rebus.

    “Terima kasih banyak, Tendou.” Katanya lagi sambil tersenyum setelah mencium pipiku.

    Tetapi adegan romantis ini tidak bertahan lama, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang entah berasal darimana.

    “Tendou! Kau tidak bisa menepati janjimu?! Apa yang barusan kau lakukan dengannya?!!” Pemilik suara itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Cylenne. Dia berjalan kearah kami dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat kesal.

    “Minggir! Tendou adalah milikku!” Katanya ketika sampai di depan kami dan mendorong Nanami.

    “He... Hei! Cylenne!” Aku memperingatinya.

    “Ahahaha.... Tidak apa-apa Tendou. Sudah sepantasnya untuk pacarmu marah melihat hal yang barusan kita lakukan. Namamu Cylenne? Aku Nanami. Salam kenal.” Kata Nanami lalu menjulurkan tangannya untuk salaman.

    Tetapi Cylenne hanya melipat tangannya di dada dan membuang muka.

    “Cylenne.” Kataku kembali memperingatinya.

    Akhirnya dengan ogah-ogahan dia menyambut tangan Nanami.

    “Maaf kalau sebelumnya aku tidak dengan benar menyampaikan ucapan selamatku untuk kalian berdua. Selamat ya! Aku harap kalian dapat bahagia selamanya. Kalau begitu, aku pulang dulu.” Katanya lalu berjalan membelakangi kami.

    “Tunggu. Biar kuantar!” Teriakku kepada Nanami.

    Dia lalu menoleh kepada kami dan menggeleng.

    “Tidak usah. Sebaiknya kau mengantarkan pacarmu saja. Aku bisa pulang sendiri. Oh ya, satu pesanku, baik-baiklah dengan pacar pertamamu. Bye!” Katanya lalu melambaikan tangannya dan kembali melangkah pergi.

    Aku ikut melambaikan tanganku padanya. Tapi aku tahu, hal yang dikatakannya tidak sepenuhnya benar. Aku tahu, sekarang dia sedang menangis, karena itulah dia tidak ingin aku mengantarnya, agar tidak melihatnya menangis lagi.

    “Nah, sudah selesai kan? Ayo pulang.” Kata Cylenne yang sekarang kembali memeluk lenganku seperti biasa.
    ~~~~~​

    Update Chapter 7! :cihuy:
    Tangan ane terasa gatal untuk mengupload chapter ini sekarang juga. Silahkan dinikmati.:gatling:
    Yosh! Akhirnya bisa juga buat chapter yang ‘agak’ serius:terharu:
    Ah! Kalau gak ngerti deskripsi saya tentang pakaian yang dikenakan oleh Nanami, silahkan lihat gambar di post 1!:ogtop:
    Nah, untuk para fans saya dimanapun kalian berada, :centil:Akhirnya saya benar-benar dan benar akan berhibernasi. Sampai jumpa di lain waktu yang entah kapan hanya om gatot yang tahu :ogbig:
    IDWS member: Emang sejak kapan loe punya fans???! :bogem::mentah: :cambuk2: :pistol:

    Tidak...... :mental:
    Bye! :bye: Muach! :kisss: Muach! :kisss:
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. mwahaha M V U

    Offline

    Raidou Kuzunoha XVII

    Joined:
    Aug 17, 2010
    Messages:
    1,149
    Trophy Points:
    227
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +19,742 / -0
    Chapter 8


    Murid pindahan misterius


    “Ahn... Ya, terus... terus... Ya... Di sana... Jangan berhenti!! Aaaah....”

    “Berisik!” Teriakku dari luar kamar kepada Cylenne yang kini sedang dipijat oleh temannya yang sesama vampire, Selena di kamarku.

    “Memangnya kenapa?! Terserahku mau bicara apa. Lagipula, pijitan Selena benar-benar enak.” Katanya membalas teriakanku dari dalam kamar.

    Setelah kami kembali dari SMP lamaku, Cylenne bilang kalau semua badannya terasa pegal karena seharian mengawasiku dan Nanami. Jadi dia menelepon Selena untuk datang ke apartemenku dan meminta Selena untuk memijatnya.
    Yang jadi masalah, kenapa harus dikamarku? Dan kenapa selama dia di pijat selalu mengeluarkan desahan yang dapat membuat orang lain yang mendengarnya jadi salah paham?! Ya tuhan, semoga para tetanggaku sama sekali tidak mendengar suara-suara aneh yang ditimbulkan oleh Cylenne, bisa-bisa aku mendapatkan cap yang buruk oleh tetangga sekitar apartemenku.

    Jam dindingku menunjukkan pukul 08.00 ketika Cylenne keluar dari kamarku bersama Selena. Dia tersenyum lebar seolah semua bebannya telah sirna.

    “Nah, Tendou. Sekarang carikan kami berdua mangsa.” Perintahnya kepadaku yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV.

    “Mangsa? Maksudmu orang yang akan kau hisap darahnya?” Tanyaku memastikan.

    “Tentu saja! Sudah 3 hari semenjak terakhir kali aku meminum darah. Maka dari itu, cepat carikan mangsa sekarang! Ingat, bawa merek ke tempat biasa.” Katanya lalu bersiap untuk meloncat dari Jendela kamarku.

    “Bawa ke atap sekolah kan?” Tanyaku.

    “Kalau sudah tahu, tidak usah bertanya lagi. Cepat pergi!.” Katanya memerintahkanku dengan galak. Lalu dia merubah dirinya menjadi kelelawar dan terbang menghilang ditelan kegelapan malam.

    Disaat aku bersiap untuk keluar rumah, aku menyadari bahwa Selena masih berdiri di ruang tamu apartemenku.

    “Masih belum pergi?” tanyaku. Dia hanya menunjuk ke arah pintu ke luar apartemen.

    “Ini? Kau pergi lewat pintu? Tidak berubah menjadi kelelawar?” Tanyaku.

    Dia lalu menatapku cukup lama sebelum akhirnya berkata,

    “Half-Blood Vampire tidak bisa berubah menjadi kelelawar.” Katanya. Untuk pertama kalinya aku mendengar suaranya. Kupikir selama ini dia tidak bisa bicara.

    “Oooh...” Kataku yang teringat penjelasan Cylenne tentang Half-Blood Vampire (Chapter 4 Bag.2).

    “Tunggu, kalau begitu kenapa Cylenne dapat berubah menjadi kelelawar?” Tanyaku, mengingat sudah 2 kali aku melihat Cylenne berubah menjadi kelelawar.

    “.... Karena dia spesial.”Kata Selena pendek. Lagi-lagi jawaban yang sama dengan Cylenne ketika aku tanya dulu.

    “Hmmm…. Tunggu dulu, bagaimana kau bias masuk ke kamarku waktu kalian berdua datang kesini untuk pertama kalinya dulu?” Aku teringat kejadian saat mereka datang ke kamarku untuk pertama kalinya dulu. Seingatku, pintu rumah dan kamarku sudah dikunci, lalu bagaimana Selena dapat masuk?

    “… Cylenne yang membukakan pintu.”

    Jawaban pendeknya langsung membuatku sweatdrop -_-“. Jadi maksudnya, Cylenne berubah menjadi kelelawar, masuk kerumahku dari jendela, dan membukakan pintu untuknya dari dalam? Entah mengapa, sepertinya aku bisa membayangkan semuanya.

    “Oh, begitu ya.” Kataku lalu membuka pintu keluar dan menunggu Selena ikut keluar rumah lalu menguncinya. Kami berpisah jalan ketika sampai di luar apartemen. Selena berbelok kearah kiri untuk menyusul Cylenne yang kukira kini sudah sampai di atap sekolah. Sedangkan aku berbelok ke arah kanan, di mana merupakan kompleks perbelanjaan yang sangat ramai terutama di malam hari.

    Targetku adalah orang-orang bertampang bodoh yang sedang menggoda wanita. Orang-orang seperti itulah yang sangat muda di tipu dengan umpan kata-kata ‘Ada cewek cantik yang sedang menunggumu.’ Baru beberapa menit mencari, aku langsung menemukan 2 orang pria yang kini sedang menggoda 2 orang wanita yang terlihat risih karena diganggu.
    Tampang kedua orang pria itu seperti preman pasaran. Yang satu badannya tinggi, kekar dan besar mungkin sekitar 190 cm lebih, menggunakan topi baseball dan jaket biru bertuliskan Giant (Klub baseball di jepang) di belakangnya. Yang satu lagi badannya sangat kurus seolah hanya tinggal kulit dan tulang saja.Tingginya kurang lebih sama sepertiku, kepalanya botak dan mengenakan kaus tanpa lengan yang kebesaran berwarna hitam. Jangan-jangan kaus yang dipakainya itu milik temannya yang berbadan besar?

    Aku mendekati mereka dengan hati-hati. Mencoba untuk tidak memancing emosi mereka.

    “Eh… anoo… Tuan-tuan..” Panggilku tergagap.

    Mereka menoleh ke arahku yang memberikan kesempatan untuk kedua cewek yang mereka goda untuk kabur. Akibatnya mereka jadi marah padaku.

    “Hei!” Kata yang berbadan tinggi dan besar mengangkat kerah bajuku ke atas. Ugh, dia benar-benar kuat.

    “Tunggu, tuan-tuan. Saya tidak bermaksud menganggu kesenangan tuan-tuan sekalian. Hanya saja, daripada menggoda cewek yang belum tentu mau dengan anda, sebaiknya ikut denganku saja. Aku punya kenalan cewek yang 100 x lipat lebih cantik dari mereka berdua yang anda goda barusan. Dan kedua cewek ini bersedia untuk menemui tuan.” Kataku berusaha melancarkan taktikku. Dia mengendurkan cengkraman tangannya di kerah bajuku, sepertinya taktikku ini lumayan berhasil.

    “Hmmm…. Kau tidak berbohong?” Tanyanya memastikan.

    “Tentu saja tidak! Mana mungkin saya berani berbohong kepada tuan-tuan sekalian.” Kataku. Akhirnya dia benar-benar melepaskan cengkraman tangannya dari kerah bajuku. Fyuuh… Lega rasanya!

    “Nah, dimana cewek-cewek yang kau katakan itu?” Tanyanya dengan senyum mesum.

    “Baiklah. Silahkan ikuti saya.” Kataku lalu membmbing mereka berdua ke tempat di mana kedua vampire wanita itu sedang menunggu mangsanya.

    ~~~~~​


    Nanami telah kembali masuk sekolah seperti biasa. Walaupun dia lumayan terkejut ketika melihatku yang masuk ke kelas bersama Cylenne dan duduk berdua, dia sepertinya mencoba untuk memahaminya dan tetap menyapaku seperti biasa.

    ini, kelas kami kedatangan murid pindahan. Murid pindahan itu cewek bernama Mizushima Reiko. Tingginya kurang lebih sama dengan Nanami, dengan rambut panjang berwarna coklat tua dan agak bergelombang diujungnya. Dia tidak banyak bicara selama perkenalan. Menurutku dia memiliki aura yang berbeda dari orang biasa yang tidak dapat kujelaskan, didukung dengan Cylenne yang tiba-tiba menjadi waspada ketika bertemu mata dengannya.

    “Apa kau kenal dengannya, Cylenne?” Tanyaku setengah berbisik.

    “… Tidak kenal… Walaupun aku tidak dapat menjelaskannya, tetapi aku merasa kalau dia bukan orang biasa.” Kata Cylenne waspada.

    “Maksudmu?” Aku bertanya tidak mengerti.

    “Entahlah. Tapi aku merasa sangat tidak nyaman ketika ditatapnya.” Kata Cylenne yang masih bertatap mata dengan tajam terhadap Mizushima Reiko.

    “Nah, kalau begitu. Kau bisa duduk di bangku yang ada di sana.” Kata Kikuchi Sensei mempersilahkan Mizushima Reiko untuk duduk. Lokasinya berada di baris ke 3 dari pintu dan kolom ke-4, yaitu hanya berbeda dua bangku dari aku dan Cylenne yang duduk di baris ke 2 dari pintu dan kolom ke 2.

    “Sensei.” Kata Mizushima Reiko sambil mengangkat tangan ketika baru duduk.

    “Ya?” Tanya Kikuchi Sensei.

    “Apa diperbolehkan untuk duduk berdua dalam satu meja?” Tanyanya sembari menunjuk aku dan Cylenne. Akupun langsung memerah menahan malu, sedangkan Cylenne hanya menatapnya kesal.

    “Hmmm… Sebenarnya sensei juga kurang setuju. Tapi, karena itu adalah permintaan Akagi-Sensei, apa boleh buat. Katanya, kalau dilarang maka Yamada akan menjadi gila.” Aaaa! Tidak! Sebenarnya apa yang ada di pikiran Akagi-Senseo tentangku?!

    “Ah, tidak Sensei. Tidak apa-apa. Aku sama sekali tidak menjadi gila walaupun kami dipisahkan. Selain itu, aku masih waras 100%!” Aku berdiri dan mencoba menjelaskan kesalahpahaman yang akan terus berlanjut kalau tidak segera diluruskan.

    “… Benarkah? Kalau begitu, kamu. Cylenne Forte, kan? Bisa kembali ke kelasmu?” Kata Kikuchi Sensei.
    Aku menoleh kepada Cylenne dan menyadari bahwa kini ia menatapku dengan tatapan membunuh. Sepertinya ia terlihat sangat marah. Ia mengambil tasnya lalu berjalan ke luar kelas tanpa berkata apa-apa. Gawat…. Sepertinya lagi-lagi aku salah bicara. Hal buruk apa yang akan menimpaku nanti?!

    Sementara itu, selagi Yamada Tendou panik memikirkan nasib buruknya nanti, Mizushima Reiko menatap Yamada Tendou dari tempat duduknya dengan tatapan misterius yang penuh arti.

    ~~~~~​

    Tidak seperti yang kuduga, ternyata Cylenne sama sekali tidak datang ke kelasku bahkan hingga bel pulang berbunyi. Perasaanku sedikit lega bercampur khawatir. Tidak biasanya ia begini.

    Aku mencoba pergi ke kelas 1-1. Tepat di samping pintu kelas 1-1 bagian belakang, aku berhenti karena mendengar sebuah pembicaraan.

    “Jadi, kau masih berani kembali ke kelas setelah tidak datang selama 4 hari?” Tanya suara wanita yang terdengar sinis.

    “Kau tahu, kami semua malah senang kalau kau tidak ada di kelas ini. Sebaiknya kau pergi dan tidak usah kembali kesini!” Seru sebuah suara lagi.

    Perasaanku sungguh tidak enak. Jangan-jangan....

    Aku mencoba mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Ternyata benar dugaanku, itu adalah percakapan antara Cylenne dan beberapa teman sekelasnya yang tidak menyukainya. Sekitar 6 orang murid menyudutkan Cylenne di depan papan tulis, sedangkan Cylenne hanya menunduk diam. Kenapa dia tidak melawan? Tidak mungkin Cylenne yang sifatnya seperti itu hanya diam saja mendengar perkataan teman-teman sekelasnya.

    “... Maaf..” Kata Cylenne dengan wajah yang tetap tertunduk dan semakin menambah keterkejutanku. Ada apa sebenarnya? Baru kali ini ku mendengar Cylenne yang itu meminta maaf.

    Siswi-siswi yang menyudutkannya masih memasang tampang kesal. Salah satu siswi yang berambut sebahu berwarna coklat tua maju dan mencengkram kedua pipi Cylenne.

    “Apa maksud minta maaf yang terkesan tidak ikhlas itu?! Kau ini bisanya hanya menggoda lelaki. Apa yang sebenarnya mereka lihat darimu? Kau hanya seorang blasteran aneh yang pendiam, yang hanya punya seorang teman yang juga aneh! Aah, aku tahu. Sepertinya gosip yang mengatakan kau adalah vampire itu benar. Semua murid lelaki yang memuja-mujimu itu pasti sudah kau hisap darahnya dan kau cuci otaknya kan?! Benar-benar wanita jalang!”

    Cukup! Telingaku memanas mendengar perkataannya tentang Cylenne. Memang benar bahwa Cylenne itu seorang vampire, tapi ia sama sekali tidak pernah menggoda para lelaki! Yah, walaupun mungkin ia sering menggoda beberapa lelaki untuk dihisap darahnya, tetapi setahuku, lelaki yang didekatinya hanyalah aku seorang!

    Belum sempat aku berusaha masuk untuk menghentikan perlakuan mereka kepada Cylenne, pintu kelas 1-1 bagian depan terbuka. Seorang lelaki yang tidak pernah kulihat dan seorang perempuan yang sudah tidak asing lagi berdiri di depan pintu itu.

    “Selena...” Gumam Cylenne. Namun ia terlihat bingung ketika melihat laki-laki yang ada di sebelah Selena. Sepertinya ia juga tidak mengenalnya.

    “Hey, hey kucing-kucing manis. Tidak baik untuk menyiksa seekor kucing kecil yang tidak bisa apa-apa, bukan?” Kata laki-laki itu.

    Tinggi tubuhnya sekitar 180 cm. Rambutnya berwarna perak pendek bergelombang serta bola mata yang berwarna abu-abu menandakan ia adalah orang asing. Matanya menatap para siswi-siswi tersebut dengan tatapan dan senyum yang menggoda, yang terang saja dapat membuat mereka yang ditatapnya terpesona.

    Seorang siswi yang tadi mencengkram Cylenne pun ikut terpesona sehingga melepas tangannya dari wajah Cylenne.

    “Ah, kalian pasti tidak pernah melihatku sebelumnya kan kucing-kucing manis? Perkenalkan, namaku River Zelden. Aku baru pindah ke sekolah ini hari ini, tepatnya di kelas 3-3, di kelas yang sama dengan kelas Nona Takagi.” Katanya memperkenalkan dirinya dengan sedikit membungkukkan dirinya dan meletakkan telapak tangan kanannya di dada kirinya lalu sedikit mennoleh ke arah Selena ketika menyebut namanya.

    “A... Ada apa gerangan tuan Zelden datang ke kelas bobrok para rakyat jelata seperti kami ini?” Kata seorang siswi yang sepertinya sudah sangat tergila-gila karena laki-laki itu.

    “Ahaha... Panggil saja aku River. Aku sama sekali tidak menganggap bahwa kelas kalian ini adalah keras yang bobrok, kucing-kucing manis. Dan mana mungkin aku menganggap kucing-kucing yang semanis kalian adalah rakyat jelata?” Katanya kembali menebar pesona. Uggh, entah kenapa kata-kata kucing manis darinya itu membuat bulu kudukku meremang jijik mendengarnya. Tapi para cewek-cewek itu malah terlihat semakin terbang karena kata-kata darinya, yah kecuali Cylenne dan Selena yang terlihat sangat waspada.

    “Nah, bisakah kalian meninggalkan kucing kecil itu, wahai kucing-kucing manis?” Tanyanya seraya menunjuk ke arah Cylenne.

    “Baiklah, pangeran. Tidak masalah!” Para siswi yang terlihat sudah terhipnotis oleh lelaki itu berjalan meninggalkan kelas tanpa sekalipun menarik pandangan mereka.

    Aku lalu berjalan mendekati Cylenne ketika siswi-siswi penganggu itu pergi. Tetapi Cylenne masih tetap menatap tajam siswa pindahan yang bernama River Zelden itu dengan waspada.

    Anehnya, dia malah tertawa kecil melihat Cylenne yang menatapnya waspada.

    “Kenapa?!” Tanya Cylenne kesal.

    “Ahaha... Tidak usah terlalu serius begitu. Barusan aku menolongmu loh.” Katanya masih tetap tertawa.

    “Aku tidak minta bantuanmu. Selain itu, siapa kau sebenarnya?!”

    “Aku? Aku hanya seorang murid pindahan.” Katanya dengan tersenyum misterius.

    ~~~~~​

    “Jadi, kau dipilih oleh wali kelasmu untuk menjadi pemandu wisata untuk cowok aneh sok tebar pesona itu?” Kata Cylenne yang mengulang penjelasan Selena tentang bagaimana ia bisa berjalan bersama murid pindahan bernama River Zelden itu.

    Setelah River memperkenalkan dirinya, Cylenne langsung menarikku dan Selena pergi meninggalkannya begitu saja. Saat ini, kami sedang berada di kelasku.

    “Hei, hei Cylenne. Selena dipilih untuk memperkenalkan tempat-tempat di sekolah padanya, bukan sebagai pemandu wisata.” Kataku meralat perkataan Cylenne.

    “Sama saja! Selain itu, kenapa kau menerimanya?”

    “.... Sensei bilang, karena aku berdarah campuran jadi lebih mudah bergaul dengannya.” Kata Selena datar.

    “Alasan yang tidak masuk akal. Selain itu, apa kau menyadari aura aneh yang menyelimutinya?”

    Selena menjawab pertanyaan Cylenne dengan mengangguk kecil.

    “Hei, Cylenne. Apa kau merasakan perasaan sama yang kau rasakan ketika bertemu dengan Mizushima Reiko?” Tanyaku kepada Cylenne.

    “Ya.” Katanya pendek.

    “Sebenarnya, perasaan seperti apa yang kau rasakan?”

    “Susah untuk menjelaskannya. Tapi, aku merasa kalau mereka berdua itu sangat berbahaya dan sepertinya memiliki maksud tersembunyi.”

    “Maksud tersembunyi?” Tanyaku tidak mengerti.

    “Aaahhh... Jangan bertanya-tanya padaku lagi! Aku juga tidak tahu, tapi yang pasti sebisa mungkin kita harus menghindari kontak dengan mereka. Terutama kau Selena, aku merasa bahwa cowok menyebalkan itu lebih berbahaya ketimbang cewek sok tahu itu. Sebaiknya, kau meningkatkan kewaspadaanmu ketika bersamanya.” Pesan Cylenne yang disambut dengan anggukan kecil dari Selena.

    “Kalau begitu, ayo pulang! Tendou, cepat bawa tasmu.” Katanya memerintahkanku.

    “Kau sendiri, mana tasmu?” Tanyaku sembari mengambil tasku.

    “.... Sepertinya masih di kelas. Kalian berdua, temani aku kembali ke kelas!” Katanya memerintah. Benar-benar cewek yang merepotkan.

    Dalam perjalanan ke kelas 1-1, aku kembali teringat kejadian barusan di sana.

    “Jadi, Cylenne. Kenapa tadi kau tidak melawan?” Tanyaku.

    “Maksudmu?” Tanyanya tidak mengerti.

    “Tadi, waktu para murid cewek di kelasmu mengepungmu. Kau biarkan mereka menghujatmu dan menyiksamu tanpa perlawanan. Sama seperti kejadian di kantin yang lalu. Kenapa kau melakukan hal seperti itu? Apa kau tidak kesal?”

    “... Tentu saja aku kesal. Saking kesalnya membuatku sangat ingin menginjak-injak wajah mereka dan menjadikan rambut mereka menjadi keset. Tapi...” Dia terdiam dan menatap ke bawah dengan sorot mata sedih.

    “Aku tidak bisa terlalu menarik perhatian atau mereka akan mengetahui keberadaanku.”

    “Mereka?” Tanyaku tidak mengerti.

    “... Keluargaku. Aku kabur dari rumah, dan sepertinya mereka terus mencariku. Kalau aku menarik perhatian, mereka akan mengetahui keberadaanku dan memaksaku kembali ke rumah.

    Kenyataan bahwa ia kabur dari rumah membuatku sangat terkejut.

    “Karena itu, aku terus berpura-pura menjadi anak baik dan pendiam. Tapi entah kenapa, sepertinya hal itu tidak berhasil. Para murid lelaki tertarik denganku dan membuat para murid wanita iri. Dan untuk membuat para murid menjauhiku, mereka membuat rumor bahwa aku adalah vampire karena aku berasal dari Transylvania.”

    “Tapi, hal itu memang benar kan?” Kataku.

    “Ya. Seharusnya saat aku masuk sekolah, aku mengubah daerah asalku dari Transylvania menjadi Inggris atau Amerika.” Katanya dengan tertawa kecil.

    “... Mungkin karena hal itulah, mereka tertarik untuk datang ke sini.” Suara Cylenne berubah waspada ketika kami sampai di depan pintu kelas 1-1 yang terbuka lebar.

    Di dalam kelas itu, terlihat dua sosok manusia; laki-laki dan perempuan yang sudah tidak asing bagi kami.

    Cahaya matahari senja dari jendela kelas yang biasanya sangat menenangkan bagiku; hari itu terasa sangat tidak menyenangkan, yang menambah suasana tegang di kelas ini.

    Cylenne melangkah masuk ke kelas dengan tenang, walaupun dari raut wajahnya terlihat jelas kalau ia begitu waspada

    “Selamat datang. Ini tasmu, kucing kecil.” Kata yang laki-laki menyerahkan tas Cylenne, seolah sedari tadi sudah menunggu kami kembali kemari.

    ~~~~~​


    Berhubung sepertinya saya akan berhibernasi untuk jangka waktu yang sangat lama:iii:, oleh sebab itu, sebelum lupa, saya upload 2 bagian dulu dari chapter 8.
    Oh ya, khusus kata yang dicetak miring, artinya menggunakan sudut pandang orang ketiga,:peace:
    Tunggu bagian ketiganya kapan-kapan ya. Bye~~~!:bye:
     
    Last edited: Jun 13, 2012
  4. dora_luffy M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    May 23, 2010
    Messages:
    490
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +103 / -0
    Kalau kubilamg, ceritanya lumayan unik dan beda dengn cerita romance kebanyakan. Tapi pendeskripsian tempat dan karkternya masih agak kurang. Misalnya di chapter 1, karakter bernama Nanami yang merupakan salah satu tokoh central sebaiknya dijelaskan lebih terperinci, sifat, watak atau fisiknya biar pembaca gak terlalu bingung.
    Tapi ya, seiring berjalannya cerita, sifat dan watak para karakternya mulai jelas.
    Overall, ceritanya menarik buat diikuti:peace:
     
    • Thanks Thanks x 1
  5. Robbaniii Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 31, 2011
    Messages:
    19
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +3 / -0
    Nih sampai berapa lama gak update?
    Btw, ceritanya seru. Kayaknya udah mau nyampe Klimaks ya?
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  6. mwahaha M V U

    Offline

    Raidou Kuzunoha XVII

    Joined:
    Aug 17, 2010
    Messages:
    1,149
    Trophy Points:
    227
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +19,742 / -0
    Chapter 9
    Masa Lalu Cylenne

    “Siapa kalian sebenarnya? Jawab!” Seru Cylenne tanpa mengindahkan murid pindahan itu, River Zelden.

    “Tenanglah, kucing kecil. Kau membuatku sedikit takut.” Kata River tersenyum sembari meletakkan kembali tas Cylenne di atas meja.

    “Grrr.... Kau...” Geram Cylenne yang terlihat sangat kesal.

    “Ini hanyalah pertemuan kita. Tidak usah terlalu bersemangat seperti itu, kucing kecil.”

    “Sekali lagi kau panggil aku kucing kucil, kubunuh KAU!!!”

    “Woah... Woah... Seram~~~.... Kau juga berpikir begitu, kan? Rei-chan.” Kata River kepada wanita di sebelahnya, Mizushima Reiko.

    “Baiklah. Cukup sekian dulu pertemuan pertama kita. Sampai berjumpa lagi.” Mareka lalu menatap kami dan menghilang! Mereka sudah jelas bukan orang biasa.

    Aku menatap Cylenne. Dia berjalan mengambil tasnya dan terlihat sangat kesal.

    “Sepertinya aku harus membuang tas yang sudah terkontaminasi ini dan membeli tas baru.” Katanya sembari menggerutu kesal.

    “Ayo pulang.”

    ~~~~~~​

    Kali ini, Cylenne sama sekali tidak mampir ke rumahku melainkan mengajakku berkunjung ke rumah Selena. Cylenne tinggal bersama Selena yang baru kuketahui ternyata ia tinggal bersama Selena di sebuah kuil. Ayah Selena seorang biksu, sedangkan ibunya Selena adalah vampire yang berasal dari Transylvania dan merupakan adik dari ayah Cylenne. Sepertinya keluarga besar Cylenne memutuskan hubungan dengan ibu Selena karena menikah dengan manusia biasa.

    “Jadi, kalian berdua miko ya... Pantas saja kalian mengenakan kimono miko ketika beraksi.” Kataku mengomentari.

    “Itu bukan kimono miko, tapi ‘kimono miko yang sudah di modif’. Mengerti?” Kata Cylenne meralatku.

    “Tapi, kenapa ibu Selena di buang dan ayahmu tidak?” Tanyaku.

    “Bukan dibuang, tapi ‘memutuskan hubungan keluarga’. Untuk kasus ayahku, dia di beri pilihan; anak dan istrinya dibunuh atau dia yang dibunuh, karena memiliki hubungan dengan manusia biasa merupakan hal yang sangat memalukan untuk vampire lelaki, apalagi jika vampire itu merupakan calon pemimpin klan vampire kami, Forte.” Jelas Cylenne dengan wajah sedih.

    “Ayahmu, calon pemimpin para vampire?!” Kataku terkejut.

    “Ya. Dan sekarang, ia sudah menjadi pemimpin para vampire.”

    Aku benar-benar tidak percaya. Di hadapanku sekarang, adalah putri dari pemimpin para vampire.

    “Kalau begitu, berarti ia harus membunuhmu dan ibumu kan? Kenapa kau.... Masih....” Aku menghentikan kata-kataku karena melihat Cylenne sepertinya mengerti maksudku. Bukan maksudku untuk menyinggungnya, tapi hal itu sungguh membuatku penasaran.

    “.... Itu karena ayah Cylenne tidak memohon agar anaknya tidak dibunuh.” Selena menggantikan Cylenne menjawab pertanyaanku.

    “Dia memohon agar anaknya tidak dibunuh. Akhirnya mereka mengabulkan permintaan ayah Cylenne, tapi sebagai gantinya ayah Cylenne harus membunuh istrinya dengan tangannya sendiri.”

    Cylenne tiba-tiba berdiri.

    “Maaf. Aku ada urusan sebentar.” Katanya lalu berjalan keluar dari ruang keluarga ini. Walaupun begitu, aku tahu itu adalah alasan agar ia tidak terlihat sedang menangis.

    Setelah Cylenne menghilang dari ruangan, Selena melanjutkan ceritanya.

    “Setelah kejadian itu, Cylenne diperbolehlan untuk tinggal di Forte Manor, tempat tinggal keluarga besar klan vampire Forte. Tapi, ia dijauhi dan dibenci oleh vampire lainnya. Bukan hanya oleh keluarga vampire Forte saja, tapi oleh seluruh klan vampire di Transylvania. Menurut mereka, half-vampire itu merupakan makhluk yang sama rendahnya dengan binatang, seperti mereka menganggap para manusia yang hanya merupakan mangsa buruan mereka belaka.”

    Sekarang aku mengerti mengapa Cylenne kabur dari sana.

    “Jadi, Cylenne kabur karena tidak tahan dengan sikap para vampire lain terhadapnya?” Kataku memastikan.

    “Ya, tapi bukan itu alasan utamanya.” Kata Selena yang membuatku penasaran.

    “Jadi, apa alasan utama Cylenne kabur dari Forte Manor?”

    “Itu...”

    Braak!

    Kami dikejutkan dengan bunyi pintu geser yang dibanting secara kasar. Di depan sana berdiri seorang biksu dengan tubuh yang cukup besar, mengingatkanku dengan para pegulat profesional. Dia melihatku, lalu tertawa. Sepertinya dia adalah ayah Selena.

    “Apa? Sekarang Selena sudah punya pacar ya. Hahahaha... Siapa namamu nak?” Tanyanya lalu berjalan ke arahku dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

    Aku berdiri untuk menyambut tangannya. Gulp, aku menelan ludah. Dia ternyata lebih besar dari yang kubayangkan tadi. Tingginya mungkin melebihi 2 meter, dan dari telapak tangannya yang besar dan kuat, sangat jelas terlihat bahwa di balik jubah biksunya itu, dia memiliki otot-otot yang besar. Tapi, pergelangannya yang diperban membuatku sedikit heran.

    “Ehhh... Na... Namaku Yamada Ten... Tendou. Aku temannya Selena.” Kataku memperkenalkan diri.

    “Hmm, teman? Kau bukan pacar Selena?” Tanyanya. Terlihat kekecewaan di wajahnya.

    “Ehh... Itu...”

    “Dia bukan pacar Selena. Tapi pacarku.” Cylenne muncul di belakang kami sembari berkacak pinggang. Sepertinya dia telah kembali seperti biasa.

    “Ohhh.... Pacarnya Cylenne ya. Hahaha....” Dia kembali ceria setelah mengetahui bahwa aku pacarnya Cylenne.

    “Kalian sedang mengobrol? Kenapa tidak diberikan minum?” Tanya ayah Selena.

    “Tidak masalah. Toh, dia juga akan menginap di sini.” Jawab Cylenne.

    “Ehhh?!! Menginap?” Tanyaku terkejut. Aku sama sekali tidak tahu rencana ini.

    “Ya, dan tidak usah sok terkejut segala. Memangnya aku mengajakmu kemari hanya untuk berkunjung saja?” Gerutunya kesal karena responku.

    “....” Ayah Selena menunduk dan terdiam. Apa dia marah? Apa dia tidak senang ada cowok yang menginap di rumahnya?

    “Anoo... Kalau tidak boleh, saya akan segera...” Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, ayah Selena langsung menangis.

    “Uwooo....! Aku benar-benar merasa bahagia. Baru kali ini Selena memiliki teman. Selain itu, baru kali ini pula temannya akan menginap di rumah.” Aku hanya bisa bengong melihat reaksi ayah Selena.

    “Eh?”

    “Hahahaha.... Tidak usah sungkan, nak. Silahkan, menginaplah di sini selama yang kamu mau. Kami memiliki banyak kamar kosong di kuil ini. Kalau kau mau, kau bisa tinggal di sini.”

    “Eh? Tunggu dulu...”

    “Nah, silahkan lanjutkan mengobrolnya. Aku ingin pergi melanjutkan pekerjaanku lagi. Bersenang-senanglah.” Dia lalu pergi tanpa mengindahkan perkataanku.

    “Nah, aku akan menunjukkan kamarmu. Setelah itu, kita makan malam!”


    ~~~~~~​

    Kamarku berada tepat di sebelah kamar Selena dan Cylenne. Di dinding antara kamar mereka dan aku, terdapat pintu geser yang dapat memudahkan masuk ke kamar yang satu dengan kamar lainnya. Uhh.... Bagaimana kalau aku diserang Cylenne ketika sedang tidur?

    “Jangan diam saja dan cepat letakkan tasmu disana lalu kita makan malam.”

    “Eh, sudah jadi?” Tanyaku berlari kecil mengejar Selena yang sudah berjalan agak jauh dariku.
    “Tentu saja. Memangnya untuk apa aku pergi cukup lama tadi?”

    “Eh... Menangis?” Kataku menebak dan mendapat hadiah injakan kaki dari Cylenne. Aku hanya bisa meringis kesakitan.

    Akhirnya kami sampai di ruang makan. Selena sudah duduk menunggu kami di sana.

    “Mana ayahmu?” Tanyaku yang ikut duduk . Di atas kotatsu itu sudah tersedia makanan lengkap full course; mulai dari pembuka, hidangan utama, dan penutup. Benar-benar ciri-ciri Cylenne kalau membuat hidangan.

    “Dia masih bekerja.” Jawab Selena pendek.

    “Dan ibumu?” Tiba-tiba suasana ruangan itu berubah. Sial, apa aku salah bicara? Jangan-jangan ibunya sudah...

    “Ibu Selena ada di kamarnya. Beliau sedang sakit dan tidak bisa bergerak dari tempat tidurnya.” Jawab Cylenne yang ikut duduk di sampingku.

    “Lagipula, seorang pure-vampire tidak memerlukan makan. Darah saja sudah cukup untuk bertahan hidup.” Sambung Cylenne sembari mengambil makanannya.

    “Jadi, siapa yang mencarikan darah untuk ibu Selena?”

    Tiba-tiba, suasana ruangan kembali menegang.

    “.... Ayahku.”

    “Eh?”

    “Ayahku memberikan darahnya untuk ibu.” Lanjut Selena.

    “Eh?! Tapi bukannya orang biasa yang dihisap darahnya oleh pure-vampire akan menjadi...”

    “Vampire? Yah, dalam kondisi normal seharusnya memang seperti itu. Tapi, seperti yang kukatakan tadi. Ibu Cylenne sakit, dia jatuh sakit karena darah yang diminumnya bukanlah darah segar. Kau lihat perban di pergelangan tangan ayah Selena, kan?” Jelas Cylenne.

    Sekarang aku paham. Ayah Selena memotong pergelangan tangannya dan memberikan darahnya dari sana. Itulah mengapa pergelangan tangannya diperban.

    “Nah, sekarang kau mengerti kan? Cepat makan, sebelum jadi dingin!” Perintah Cylenne.

    Cylenne makan dengan sangat lahap, Selena makan dengan sangat tenang, sedangkan aku makan dengan sangat tidak bersemangat. Begitu banyak hal yang membuatku terkejut hari ini. Mulai dari kedatangan murid pindahan misterius dan mengetahui masa lalu Cylenne serta Selena. Aku sama sekali tidak punya nafsu makan dan hanya termenung memikirkannya.

    Pletak!

    Kepalaku dipukul dengan sangat keras. Aku menoleh ke arah sang pelaku di sampingku sembari mnegusap-usap kepalaku yang kesakitan.

    “Cepat makan!” Katanya tanpa rasa bersalah.

    Akhirnya, aku memaksa diriku untuk makan dengan uring-uringan daripada harus dipukuli lagi.

    Malam hari di atap sekolah.


    “Bagaimana?” Sebuah suara berat berbicara melalui sambungan telepon genggam. Si pemilik telepon merupakan seorang pemuda berambut perak dengan anting berbentuk cross dan mengenakan kostum berwarna putih dan abu-abu dengan ornamen cross di dadanya. Di sebelahnya berdiri seorang perempuan berambut coklat tua panjang bergelombang dengan pita di rambutnya serta anting dan kalung berbentuk cross. Ia mengenakan dress dengan berlis hijau tua dan tali di pinggannya.

    “Tidak salah lagi. Target kita benar benar itu.” Jawab sang pemuda tersebut sembari tersenyum sinis.

    “Baiklah. Kuberikan kalian izin untuk bertindak, wahai Vampire Hunter!”
     
  7. nagato0611 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 28, 2012
    Messages:
    46
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +2 / -0
    Thank you very much.
     
    • Thanks Thanks x 1
  8. Adhyaksa Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Sep 13, 2009
    Messages:
    46
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +11 / -0
    Lumayan nih, style-nya bikin enak dibaca. Ya, walaupun gw merasa sedikit mirip Light Novel :peace:
     
    • Thanks Thanks x 1
  9. rqi_singkongs Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 5, 2012
    Messages:
    89
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +3 / -0
    keren gan, sampe characternya di ilustrasikan dengan gambar.. ane lanjutin baca ya gan..

    nice novel gan :D
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  10. filosofis Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 19, 2012
    Messages:
    195
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +7 / -0
    eeehhhmm menarik jg nich
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  11. norabiru Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jan 30, 2012
    Messages:
    17
    Trophy Points:
    12
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +4 / -0
    nice novel. XD XD XD ,... btw itu chara dr game tinierme yah senior... moee *O*,. XD,..
    ceritanyaaa jg~ keyeen~,.
     
  12. bano17 Members

    Offline

    Joined:
    Sep 10, 2011
    Messages:
    8
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    keep posting gan
     
  13. moviemaniac23 Members

    Offline

    Joined:
    Dec 9, 2010
    Messages:
    8
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    Nice story gan :D
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.