1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Zombie di Masjid Raya

Discussion in 'Fiction' started by mabdulkarim, Sep 18, 2015.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. mabdulkarim Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 4, 2012
    Messages:
    171
    Trophy Points:
    41
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +49 / -0
    Zombie di masjid raya(Cerita I)
    “Para pendengar di mana pun anda berada. Sudah 4 bulan lebih negeri ini ditimpa wabah zombie yang juga menimpa negeri-negeri lain. Parahnya lagi, wabah zombie sudah menyebar di daerah-daerah pelosok Indonesia seperti kepulauan Natuna, Manado, Jayapura, dan Ende.”

    “Tapi tak perlu putus asa menghadapi musibah seperti ini saudara-saudara sebangsaku! Menurut para peneliti Eropa, tubuh para zombie akan mengalami pembusukan seperti mayat pada umumnya dan mereka akan kehilangan kontrol untuk berjalan dalam waktu empat bulan pasca terinfeksi. Sekali lagi, EMPAT BULAN!!”

    “Bagi orang-orang yang masih terjebak di daerah terinfeksi wabah zombie seperti kawasan Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Banjarmasin, Makassar, dan Palembang harap bersabar dan terus berusaha untuk hidup karena menurut berita yang baru saja saya dapatkan, pemerintah akan mengirimkan regu-regu Kopassus pilihan untuk menyelamatkan kalian.”

    “Semoga Tuhan terus memberkati bangsa i-“

    “Sudah waktunya azan...” gumamku sehabis mematikan radio.

    Aku beranjak dari kursi kayu lalu berjalan di lorong masjid raya ini. Sesampai di depan pintu menara, aku ambil kunci dari saku celanaku dan membukanya. Aku menaiki ratusan anak tangga ini dan sesampainya di puncak, aku melihat jalanan di sekitar masjid dipenuhi dengan zombie-zombie yang jumlahnya mungkin saja sudah ribuan. Terlihat beberapa kal mereka mencoba mendobrak-dobrak gerbang depan masjid, tapi tetap saja gerbang tersebut tak mau terbuka karena ada mobil seketariat masjid yang menyegelnya. Selain mendobrak, ada dari mereka yang mencoba menaiki pagar tapi beruntung, pagar masjid cukup tinggi –sekitar 4 meter– sehingga mereka sudah jatuh duluan sebelum sampai puncak.

    “Oke, waktunya azan,” kataku lalu mengumandangkan azan yang suaranya menggema sampai beberapa puluh mete- tidak, ratusan meter dari masjid.Tak ada suara kebisingan yang biasa terjadi di kota-kota besar seperti mobil ataupun lalu-lalang orang. Aku rindu dengan suara-suara itu, terlebih suara dari masjid ini seperti lantunan bacaan imam, seruan “AMIN” oleh para jamaah, dan candaan anak-anak di masjid. Sayang, terakhir kali aku mendengarnya, semuanya menjadi petaka.

    ***

    Sekitar empat bulan lalu, aku bersama ratusan jamaah sholat jumat di masjid ini. Saat imam selesai membaca Al-Fatiah di rakaat kedua, aku dan yang lainnya menjawab “AMIN”. Tiba-tiba terdengar jeritan pria dewasa yang sepertinya berasal dari belakang. Awalnya aku mengira itu suara orang gila yang lewat depan masjid , tapi begitu banyaknya orang yang menjerit membuatku curiga apa yang sebenarnya terjadi.

    Aku terus berusaha menjaga konsentrasiku tapi begitu orang di sebelah kananku meninggalkan shaf diikuti yang lain, aku ikut-ikutan membatalkan sholat dan menoleh ke belakang. Bukan main terkejut aku ketika melihat shaf-shaf di belakangku kosong ditingalkan jamaah yang berlarian kesana-kemari mencari jalan keluar. Orang-orang yang ada di depanku juga ikut-ikutan termasuk imam. Kondisi seperti ini mengingatkan aku pada khutbah khatib beberapa saat lalu:huru-hara hari kiamat.

    Aku berusaha mencari apa penyebab kepanikan ini. Apakah ada bom atau serangan teroris? Ketika melihat dari jendela, bukan main terkejut aku ketika melihat ada puluhan mayat berjalan di halaman masjid yang kulitnya rusak, jalannya tak menentu, mukanya jelek sekali dan giginya tampak berlumuran darah. Zombie! Aku tak pernah menyangka kalau mereka ada di kehidupan nyata, terlebih di negeri pertiwiku.

    Aku melihat puluhan zombie bergerak ke arah orang-orang yang sedang berlarian di halaman. Kadang jalan mereka lambat tapi ketika ada mangsa di depan, mereka langsung berlari ke target dan menggigit daging sampai target terinfeksi.

    Kejadian seperti ini mengingatkanku dengan apa yang ada di film-film barat dan apa yang aku segera lakukan saat itu adalah mencoba menenangkan orang-orang di dalam masjid dan membantu mereka lari ke gerbang belakang. Celakanya, ketika pergi ke gerbang belakang, di sana sudah menunggu ratusan zombie atas kedatangan kami! Dengan segera, aku membuat keputusan. “Semua, lari ke lantai 2 dan 3 masjid!” teriak aku dengan lantangnya seraya menunjuk tangga yang jaraknya tak jauh dari tempat kuberdiri ketika itu.

    “ZOMBIE!!” jerit seseorang di belakang lalu ia menjerit menjadi-jadi seakan-akan dia digigit zombie. Kepanikan kembali melanda jamaah masjid. Aku melihat kesana-kemari dan ternyata, kami sudah dikepung dari segala arah! Zombie-zombie tersebut sangat cepat menyebarkan infeksi.

    Kejadian buruk tersebut membuatku pusing. Aku tak tahu harus apa dan ketika melihat ada tongkat pel di dekatku, dengan lantangnya aku berteriak, “Tak ada pilihan. Pilih berjihad mempertahankan diri atau mati dimakan zombie!!” Aku lalu mengambil tongkat pel dan bersiap melawan para zombie tersebut. Semua orang mengikuti gayaku dengan ngambali barang-barang di sekitarnya yang bisa dipakai untuk membunuh tak peduli itu apa.

    “Serang!!” teriak aku lalu menghempaskan tongkat pel ke kepala zombie yang menyerangku. Zombie tersebut langsung terkapar di lantai dan segera, aku injak punggungnya dan memukul-mukul kepala musuh sekuat-kuatnya, sampai kepalanya copot.

    Pertempuran berlangsung dengan sengit. Tak ada ampun bagi lawan. Para pejuang, mulai dari anak remaja sampai kakek-kakek bersemangat mempertahankan diri. Cukup banyak korban berjatuhan dan beralih menjadi lawan. Jeritan bercampur tembakan pistol milik polisi –yang ikut-ikutan terjebak– mengiringi jalannya pertempuran selain gemaan takbir.

    Perlahan-lahan zombie jumlah yang masuk makin berkurang. Daya juang kami makin meningkat tapi tidak dengan stamina. Hal ini menyebabkan bagian belakang jatuh dan posisi kami mulai terdesak.

    Tak ada pilihan lain selain mundur ke tangga di dekat kami. Di tangga tersebut, kami yang kelihatannya masih tangguh itu pasang badan mempertahankan jalan dari para zombie.

    Kami terus bertempur sampai entah kapan tahu. Banyak sekali jumlah mayat zombie yang menumpuk di depan hadapanku, tapi jumlah zombie yang menyerang tak pernah berkurang, malahan kurasa makin bertambah. Perlahan-lahan konsentrasi kawan-kawan sepejuanganku mulai menurun. Beberapa langkah mundur kami ambil sambil tetap mempertahankan posisi. Tak jarang dari kami tersandung anak tangga dan jatuh menimpa para zombie yang berakibat kematian.

    “Tahan terus!!” seru aku yang terus melangkah mundur sampai lantai dua dan di sana, aku terkejut melihat orang-orang sedang bertempur melawan zombie juga! Mereka sepertinya masuk lewat tangga lain dan beruntung.

    “Aku sudah tidak kuat!” cetus seorang anak kisaran sekolah menengah bawah lalu mundur ke belakang dan beberapa orang mengikutinya meninggalkan aku dan para pejuang yang usianya tak muda lagi. Hal ini menyebabkan pertahanan kami mengendor dan dengan terpaksa, kami ikut-ikutan mundur ke lantai tiga yang terbilang masih aman saat itu.

    Di lantai tiga, aku bersama lima puluh orang yang masih hidup terpaksa bertarung habis-habisan melawan para zombie yang muncul dari tangga-tangga. Pertempuran berdarah tersebut berlangsung di ruangan utama lantai 3 masjid.

    Di awal-awal kami masih bisa mengatasi serangan musuh tapi titik baliknya dimulai saat orang di sebelahku yang bertempur dengan clurit menghempaskan tendangan keras ke kepala zombie. Naas, kakinya dipegang kuat-kuat zombie dan langsung saja zombie tersebut menggigit betisnya. Sang korban menjerit menjadi-jadi dan berkali-kali menghempaskan clurit ke kepala lawan tapi sayang, nyawanya tak tertolong.

    Kejadian tersebut memulai titik jatuhnya korban-korban dari pihak manusia. Akibatnya, beberapa dari kami mulai melarikan diri ke pintu masuk menara masjid. Aku dan para pejuang lain yang sudah tak kuat lagi mengikuti langkah mereka dan di menara, kami bertempur mati-matian di tengah sempitnya tempat.

    Di sore menjelang magrib, aku bersama lima belas orang yang tersisa berhasil menghabisi seluruh zombie di menara. Merasa aman, aku bersama yang lain turun dan melihat bagaimana keadaan lantai 3: banjir akan mayat zombie! Bercak-bercak darah terlihat membekas di sekeliling tembok. Kami yang masih hidup itu membersihkan area lantai 3 dari zombie yang masih hidup, begitu juga ketika turun ke lantai 2. Dari atas lantai dua, aku sempat melihat ke bawah: masih banyak zombie tapi bedanya sekarang sudah sendiri-sendiri.

    Aku bersama yang lain berdiskusi apakah lebih baik meninggalkan tempat ini dengan mobil seketariat masjid atau bertahan di masjid. Jawabannya adalah bertahan karena masjid raya ini adalah tempat paling ideal untuk bertahan, mengumpulkan persediaan untuk hidup, dan menyusun rencana untuk menyerang.

    Dalam realisasinya, kami berusaha merebut gerbang belakang masjid dan menyegelnya dengan barang-barang seadaanya seperti lemari penyimpanan sendal. Setelah itu, kami pergi ke gerbang depan masjid dan di sana, ratusan zombie sudah menunggu kehadiran kami.

    Nyali kami menjadi ciut saat itu. Aku yang sempat melihat mobil seketariat yang terparkir tak jauh dari tempatku langsung berlari ke mobil tersebut selagi yang lain bertempur habis-habisan. Mobil berhasil kurebut dan langsung saja, aku menabrak semua zombie yang menghalangi jalanku.

    Gerbang depan masjid berhasil kusegel dengan mobil seketariat yang bensinnya tinggal seperempat liter. Aku turun dari mobil dan kulihat semua tempat seperjuanganku sudah beralih jadi zombie semua, menyisakan aku sendiri di tengah-tengah kepungan zombie.

    Dengan tongkat yang berlumuran darahku, aku berusaha sekuat mungkin menghabisi para zombie yang masih berkeliaran di lingkungan masjid.

    Di malam harinya, masjid secara total sudah bersih dari zombie. Mayat-mayat yang berserakan di masjid mencapai enam ratus orang. Semua mayat tersebut kukuburkan di taman masjid dan waktu pemakaman memakan waktu enam belas hari.

    Hari-hari aku kuhabiskan dengan mendekatkan diri kepada sang Illahi seperti mengaji, berdzikir, dan puasa. Kebutuhan sandang dan panganku tercukupi dengan membeli makanan dari koperasi masjid yang menggunakan sistem kantin kejujuran. Untuk kebutuhan air bersih aku mengambilnya dari kran air masjid dan sepertinya, bak penampungan air masjid ini cukup banyak airnya sehingga tanpa listrik dan pompa air masih saja tersedia airnya.

    ***

    “Sebentar lagi masa-masa zombie akan hilang,” gumamku seraya memandangi para zombie dari atas lantai tiga sehabis sholat Dzuhur.

    Terkadang aku berpikir kapan ada orang datang ke masjid ini, entah untuk berlindung ataupun mengungsikanku. Mungkin, mungkin saja ada yang pergi ke tempat ini tapi keburu dimakan zombie-zombie!

    Pernah beberapa kali aku menghubungi keluargaku tapi tak pernah ada jawabannya, baik menghubungi ke telepon rumah atau ponsel. Entah mereka sudah meninggal karena serangan zombie atau sudah menungsi entah ke mana. Semoga aku bisa bertemu dengan mereka lagi.

    Dua hari berlalu dengan cepat. Aku melakukan semua rutinitasku seperti mengaji satu juz sehabis sholat subuh tapi hari ini ada yang berbeda. Suara ledakan dan tembakan yang terjadi beberapa kali mengganggu konsentrasiku dan ketika aku melihat dari lantai 3, aku melihat dari jauh ada dua puluh orang berseragam loreng menembaki para zombie yang menyerang mereka. Lokasi mereka tak jauh dari jalan raya yang mengarah ke masjid. Tampak lima belas orang yang berbaju lusuh dan satu mobil Anoa berjalan mengikuti mereka. Sepertinya lima belas orang tersebut orang yang senasib denganku.

    Terlihat banyak mayat bertebaran di depan gerbang masuk masjid. Pasti mereka zombie-zombie yang sudah membusuk total tubuhnya. Sepertinya apa yang dibilang penyair radio benar!!

    Dalam waktu hitungan menit, Kopassus berhasil membersihkan jalanan dari para zombie. Terlihat mereka sudah berada di depan gerbang masuk masjid dan salah dari mereka melihat aku. Ia memberikan aba-aba kepadaku untuk membukakan gerbang.

    Dengan segera, aku keluar dari masjid dan mengendarai mobil seketariat yang lajunya sudah memprihatinkan. Aku parkirkan mobil ini di pinggiran masjid dan pergi menemui pasukan penyelamatku.

    “Nama anda siapa?” tanya salah seorang yang sepertinya pimpinan regu Kopassus tersebut, tampak dari lencananya.

    “R-Rifki F-Fansuri, Pak!” jawabku canggung.

    “Perkenalkan, nama saya Letnan Eko,”ujar Eko bersalaman kepadaku. “Bolehkah kami masuk?”

    “Silahkan saja. Masjid ini milik semua orang kok,” kata aku lalu mempersilahkan sebagian besar dari mereka masuk ke dalam masjid, sisanya terlihat berjaga di gerbang masuk.

    Di dalam masjid, Letnan Eko mengatakan kepada kami, para orang selamat dari zombie bahwa pemerintah akan mengirim helikopter ke masjid ini untuk mengungsikan kami dan juga masjid ini akan menjadi basis konsidilasi pasukan Eko dalam menyelamatkan orang-orang yang masih terjebak di kota ini.

    “ZOMBIE!!” teriak seseorang dari luar. Aku dan yang lain segera berlari ke luar dan melihat para prajurit Kopassus terlihat kewalahan menembaki ratusan zombie yang berjalan menuju gerang masjid.

    “D-Dari mana mereka datang?!” tanya Letnan Eko kepada prajuritnya yang dari tadi menjaga gerbang.

    “Dari pertigaan di sana, Letnan!!” jawab prajuritnya sambil menembaki para zombie yang jaraknya dari tempat ini hanya sekitar 60 meter. “Sepertinya mereka mengikuti kita dari tadi.”

    “SEMUA, NAIK KE ATAS!” perintah letnan. “Kita akan menahan mereka habis-habisan sampai helikopter datang ke sini.Kopral Joko, hubungi pusat untuk memanggil helikopter ke masjid raya!”

    “Baik,” jawab Joko lalu mencoba menghubungi pusat dengan ponselnya.

    Aku bersama yang lain digiring Kopassus ke tangga lantai dua. Di sana, masing-masing dari kami diberikan senapan dan diberikan sedikit pengarahkan oleh prajurit bagaimana cara menembak.

    Para zombie mulai memasuki gerbang. Letnan Eko memberikan aba-aba kepada semuanya untuk segera menembaki musuh. Aku yang tak pernah memegang senapan sebelumnya langsung menembaki para zombie tapi sayang, semuanya meleset bahkan terkadang hampir mengenai teman sendiri.

    Mobil Anoa berjalan ke arah para zombie lalu menabraki dan menembaki mereka tanpa ampun.

    Kami terus diberi perintah oleh Letnan untuk menembaki kalau semisalnya ada zombie yang lolos dari serangan anoa. Beberapa granat terlihat dilemparkan prajurit dari Anoa dan meledakan puluhan zombie. Serangan tersebut memang cukup efektif, tapi jumlah zombie tetap saja masih banyak.

    Terjadi sebuah pemandangan yang tak diinginkan: Anoa dinaiki para zombie yang dari tadi mencoba naik dan prajurit di dalamnya tak mampu berbuat banyak.

    “Anoa sudah jatuh!!” teriak prajurit Kopassus yang mulai mundur ke tangga dan beberapa saat kemudian, para zombie mulai memasuki gerbang masjid.

    “Tembak terus!!” perintah Letnan dari tangga. Raut panik tergambar dari mukanya dan bisa kutebak, seumur hidup ia tak pernah melihat zombie sebanyak itu.

    Kami mundur ke lantai 2 dan melihat banyaknya zombie yang menaiki tangga membuat Letnan Eko terpaksa meledakan tangga. “Mana lagi tangga ke lantai dua?” tanya dia kepadaku. Aku langsung berlari ke tempat-tempat yang ada tangganya, diikuti olehnya dan setiap tangga yang ia temui, ia langsung memasang bom dan meledakannya.

    “Untuk sementara kita aman,” ujar Letnan Eko kepada aku dan semuanya.

    “Letnan! Ada zombie!!” teriak salah seorang prajurit melihat ada zombie keluar dari pintu menara lantai dua.

    “Ah, aku melupakan kalau ada tangga di menara!” ujarku menepuk dahi.

    “Tidak perlu menyalahkan dirimu,” bisik Letnan menepuk pundakku. “Yang penting sekarang kita rebut tangga tersebut dan ledakan menara.”

    Letnan langsung memerintahkan aku dan yang lain untuk menembaki tiap zombie yang keluar dari pintu. Zombie-zombie yang keluar dari menara langsung tewas dalam hitungan detik. Beberapa kali granat dilemparkan prajurit Kopassus sampai granat yang ada di tas mereka habis.

    Para zombie terus keluar. Beberapa dari kami mulai kehabisan peluru senapan. Para prajurit Kopassus yang biasanya memberikan kami isi peluru sudah tak bisa memberikannya lagi. Dengan terpaksa, Letnan memerintahkan kami menghemat peluru dan mundur ke lantai 3. Rencana untuk meledakan menara batal, bisik Letnan padaku.

    Di lantai 3, aku melihat ada sebuah helikopter yang sedang menurunkan ketinggiannya dan orang yang ada di helikopter tersebut mengeluarkan tangga tali kepada kami.

    “Semua, ayo naik!” perintah Letnan kepada kami.

    Beberapa prajurit membantu kami naik ke tangga. Dari tangga, aku melihat zombie-zombie sudah naik dan pasukan Eko tampak mati-matian menembaki mereka. Tampak semua prajurit Kopassus membuang senapan mereka dan mengeluarkan pisau sambil berjalan mundur ke tangga.

    Aku dan yang lain sudah sampai di helikopter yang dikendarai oleh prajurit Kopassus. Dari bawah aku melihat beberapa prajurit berusaha menaiki tangga dan orang yang paling terakhir, Letnan Eko berusaha secepat mungkin naik ke sini karena para zombie berkali-kali melompat mengincar anak tangga dan kaki sang Letnan.

    Helikopter naik ke atas setelah Letnan Eko sampai di atas. Tak ada zombie yang berhasil naik tangga dan helikopter ini meninggalkan masjid raya. Menurut Letnan, helikopter ini pergi ke markas Kodam TNI yang cukup jauh dari tempat ini tapi aman dari zombie. Semoga saja kehidupanku bisa lebih baik setelah ini dan juga Allah SWT menemukanku dengan keluargaku kalau mereka masih hidup.
     
    • Like Like x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    mungkin ini salah satu cerita situ yg paling bisa gw mengerti. gw mayan suka penyajian cerita yg adegan2 nya diceritakan kayak ringkasan. meski gitu suspense ma bagian seru nya masih dapet di gw. kadang gw ngerasa kalo ini karakter utamanya rada overpowered gitu, sisa2 zombie yang di masjid bisa dia kalahkan sendiri dan entah kenapa hanya ditutupi mobil aja dia bisa aman dari zombie selama 16 hari ato malah lebih. ya, itu kalo gw gk salah baca detilnya sih.

    overall gw suka happy endingnya. sebenernya dengan ending yg kek gitu gw ngerasa kalo ini lebih kayak rangkaian cerita pendek ketimbang oneshot. soal'e konklusinya blom sampai bener pada poin 'semua zombie telah tiada' bener. tapi kalo kek gini sih juga gpp.

    well, keep up the good work.

    ===

    wah gw gk ngeliat ini ada ditulis cerita 1. berarti bakal ada kelanjutannya yah, oke deh. moga2 sukses.
     
  4. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    uuh, how do i put it?

    okelah karena segi positifnya udah dibilangin ama mod, aku tambahin ama segi negatifnya aja :ngacir:

    overall seems fine. yang bikin aku gak enak bacanya malah yang menurut mod banyak ringkasan aja sih. pacenya terlalu cepet dan terlalu cepet berubah juga. kesannya kek baca apa ya? kek dipaksa baca komik yang isi tulisannya cuma "bak, buk, duag, jederr," tapi disajikan dalam bentuk kata. jadinya yah, hambar :sepi:

    plotnya sendiri berasa kek gimana ya? lagi solat, terus muncul jombi yang gak tau darimana, tawuran di mesjid, sempet menang, kalah, menang lagi, kabur ke menara, trus tiba2 dateng kopasuss. so i can say, "wow" in a negative way.

    okelah semangat bruh :nikmat:
     
  5. mabdulkarim Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 4, 2012
    Messages:
    171
    Trophy Points:
    41
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +49 / -0
    oh...
    serangan kopassus biar happy ending...
    plotnya emang kecepatan sih karena merasa mesti cepat tempo tarungnya
     
Tags:
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.