1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Official Writer's Road to Legend Anthology___Duniaku<=>Imajinasiku

Discussion in 'Fiction' started by Giande, May 1, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. spinx04 Veteran

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 22, 2009
    Messages:
    1,675
    Trophy Points:
    217
    Ratings:
    +2,539 / -0
    lanjut koment...

    this is sooooooooooooooo damn good story, how should I say it, this is masterpiece! :terharu:
    ceritanya melankolis memang, tapi mengingat aq cukup terbiasa dengan cerita2 kocak nan mematikan dari bro lalat, ngebaca cerita ini benar2 bikin surprise tersendiri buat aq.
    i think it's true afterall, there's no limit for inspiration, all we need is a little trigger and willingness to spend time to expand our little idea :nikmat:

    love the story, the way you present it, and to successfully make me got emotional especially in the last part...just thanks for the story :xiexie:

    padahal besok pagi review sama bos besar, malam ini malah baca2 cerita :lol:
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    wah, thanks banget om spinx buat komennya :hmm:

    benernya aku berasa effort buat bikin ini cerita malah gak sebagus effort bikin cerita yang lainnya sih. I just simply...do :iii:

    ini kayaknya efek dari abis baca langsung nulis aja sih, jadinya masih kerasa :hmm:

    well, thanks once again :hmm:

    -------------------

    after I checked it again, well, I dunno but I'm still not very pleased :iii:
     
    Last edited: Jan 7, 2015
  4. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Road 9.5 : Chocolate

    [​IMG]

    Tema

    Tentang coklat. Apa yang berhubungan dengan coklat, bisa berhubungan dengan valentine ato white day maupun cuman sekedar coklat aja. Boleh romance ataupun genre yg lain.

    Anyway, ini tidak ada voting / penilaian. Alasan ini pakai angka 9.5 itu yah karena sekali2 gw pengen bikin sesuatu kecil2 an yg beda aja, dan ini bukan termasuk official anthology (cuman sekedar event dari gw) dan sebenernya ini ngambil dari touhou juga sih penomoran nya.

    Asal submit sesuai dengan timeline, dan klo ada yg telat dikit ya boleh2 aja bkl ada perpanjangan :D

    Timeline

    Submit Karya : 14 Februari 2015 - 1 April 2015

    p.s : buat antho kali ini gk ada voting maupun pemenang, jadi yah, santai aja asal submit sesuka hati.

    List Cerita yg Masuk

    1. Kejutan Hari Coklat - high_time
    2. STM Panzer : Dominasi Puding - mabdulkarims
    3. Reason - Fairyfly

    semuanya ada di pej yg sama, tinggal scroll ke bawah aja.
     
    Last edited: Apr 15, 2015
  5. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    anyway, gw cuman mau ngasih tambahan aja.

    word limit gk usah dipake buat ini, mau sepanjang apapun gk masalah.

    tapi kalo mau dibikin seringkas mungkin boleh juga. ya gw termasuk lebih demen yang ringkas sih.
     
  6. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    Waktunya comeback stelah vakum :onfire:
     
  7. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    deadline jadi diperpanjang sampai 1 april.

    sebenernya ini yg 1 april itu awalnya becandaan dari temen gw yg beneran benci ma romance secara general, kerjaannya becandaan sarkas tentang segala hal yg berhubungan ma romance. karena gw juga rada ngakak ma idenya dia ya gw pake aja buat event ini :D
     
  8. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    first blood :D /

    ===

    Kejutan Hari Coklat

    mungkin agak sedikit b*kep dan absurb

    Bagiku, keberadaan orang lain membuat hidup ini jadi sungguh merepotkan. Terutama bila mereka menggangguku setiap hari tanpa alasan yang jelas. Aku tak menerima pembicaraan kecil tanpa arah; waktuku sangat terbatas—setidaknya untuk berbicara dengan mereka. Ingin rasanya aku dapat mengurung diri sepanjang waktu di kamar. Tak perlu menyalakan telepon maupun internet, yang kemudian menjadi jalan mereka mengusik kedamaianku.

    Awalnya, hariku serasa berjalan mulus, namun alur waktu jadi begitu melambat setelah sekian lama. Hari terus berganti tanpa adanya hal yang berubah. Aku tak melakukan banyak hal, hanya terus menghemat sisa uang. Aku menabung cukup banyak; sekarang aku ingin bertapa dalam tempat tinggalku ini. Aku tak ingin berada dalam arus realita yang serba cepat, tapi waktu yang serasa terhenti seperti ini juga bukan sesuai yang kumau.

    Waktu sungguh terhenti tanggal 14 februari. Jam di komputer sberhenti tepat pukul 12:34; di handphone juga demikian. Ada apa dengan 12:34? Entahlah. Aku baru sadar sih, ketika aku bangun setelah memperpanjang tidur berapa kali—waktu berhenti bergulir, dan bukan jam handphone saja yang bermasalah. Internet juga mati total hari itu. Handphone ku sendiri tidak ada sinyal untuk menghubungi provider supaya masalah ini dibenarkan.

    Jujur, ini bukanlah awal terbaik untuk mengawali hari. Aku mencoba melakukan hal yang tidak biasa, lantaran waktu seakan tak terbatas—seperti menyapu lantai dan membersihkan apartemen ini, namun sebentar saja aku jadi cukup jemu. Saat itu pandanganku menyapu seluruh bagian kediamanku, menemukan suatu benda baru yang mengusik rasa penasaran.

    Pada pintu masuk apartemenku, tergeletak sebuah kotak coklat dengan pita merah muda. Tertulis namaku dengan tinta emas di atasnya. Aku memungutnya dari keset tempat ia tergeletak; mengguncangnya sedikit. Terdengar suara kresek pelan, sepertinya berisi kumpulan butir coklat yang mahal. Dari desain kotaknya juga terkesan demikian.

    Aku tak habis pikir, aku yang hampir tak pernah berhubungan dengan orang luar tiba-tiba saja dikirimi bingkisan mewah macam ini? Tidak ada keterangan mengenai pengirim dan maksud coklat tersebut dikirim. Aku mulai curiga, tapi aku coba membuka kotak itu perlahan, tanpa melepaskan ikatan pita. Sepertinya memang benar itu coklat, samar-samar terlihat. Bentuknya juga cukup normal. Tapi ada suatu hal yang tidak beres dari bingkisan ini.

    Kalau kubuang begitu saja, rasanya juga tidak sopan, lantaran ada namaku di situ. Meski namaku mungkin sedikit pasaran sih. Tapi yah, rasanya tidak enak juga berpura-pura bahwa bingkisan ini ditujukan pada orang bernama sama denganku di apartemen yang sama namun ternyata salah kamar—kebetulan macam apa itu?
    Okelah, aku coba simpan saja di kulkas. Aku suka coklat dingin.

    Dari tadi jam menunjukkan waktu yang sama, langit juga sepertinya dari tadi masih siang saja.

    Aku menuju komputer, yang berada dalam kamar tidur; mencoba lagi mengakses internet--masih gagal. Kubuka gorden kamarku, mengamati pemandangan sekitar. Terdapat halaman belakang apartemen: mobil diparkir seperti biasa, ditemani deretan pohon rimbun. Terlihat cukup bersih—terlalu bersih malahan.

    Ada kolam renang: tak ada yang berenang di sana. Biasanya cukup ramai jam segini. terutama ini hari libur. Lantaran kediamanku kedap suara, aku tak akan terusik kecuali jendela terbuka lebar. Aku hanya membukanya untuk memasukkan udara pagi, tapi lantaran aku jarang bangun pagi, seringkali jendela tertutup begitu saja sepanjang hari.

    Kubuka jendela, menghirup udara yang terlampau bersih untuk linkungan sekitar pusat kota. Rasanya lebih seperti udara pedesaan—namun tanpa polusi sedikitpun yang terasa. Waktu yang terhenti, dan tak ada seorangpun dalam pandangan mata. Apa yang sebenarnya terjadi?

    Kubuka gorden ruang utama: dimana terdapat televisi dan sofa, dalam laci tv ada konsol kegemaranku juga pemutar dvd. Sebelah televisi tertumpuk banyak seri yang belum kutonton—sebagian besar sih video P*rn*. Jalan raya pun sungguh sepi tanpa adanya satu pun mobil yang lewat.

    Kucoba nyalakan televisi; tak ada siaran sama sekali. Kubuka pintu menuju balkon, rasanya jauh lebih menakutkan melihat ke bawah; sama sekali tak ada orang begini.
    Sepertinya aku tertinggal sendirian di dunia ini. Apakah ini yang sungguh kuinginkan?Sendirian di duniaku sendiri, tanpa adanya sedikitpun gangguan dari orang lain, dengan waktu yang terhenti sepanjang hari.

    Namun yah, aku masih memerlukan tidur; aku masih merasakan lapar. Bila demikian, maka pada waktu yang terhenti ini, metabolisme diriku akan terus berlanjut, dan aku akan bertambah tua di sini untuk selamanya? Aku tidak ingin hal itu. Kembalikan internet, kembalikan segala hal yang nikmat dari dunia ini. Namun aku belum menyerah. Kucoba berjalan keluar dari apartemenku, menyusuri lobi: kosong. Kuketuk beberapa kamar apartemen, kutunggu sejenak: tak ada jawaban.

    Mini market lantai dasar juga pintunya tertutup rapat, segala ruangan terkunci dan aku tak bisa menyalurkan hasrat terpendam untuk menyelinap ke tempat orang lain, terutama bila aku mampir ke apartemen seorang bintang film P*rn*, ataupun mengambil barang-barang dari toko secara gratis tanpa ketahuan—bila memang sama sekali tidak ada orang. Tentang sang bintang film P*rn*, kamarnya nomor 404, sekitar tepat dua lantai dibawahku.

    Ia sungguh cantik seperti karakter anime, kulitnya mulus, rambutnya berkilau indah, tubuhnya juga membuat diriku berdebar-debar, terutama ukuran dadanya yang lezat. Namun aku tahu, karena aku sering menonton videonya.

    Tititnya terlalu panjang dan besar, sungguh terasa menakutkan apabila benda itu masuk ke pantatku. Tapi bila menonton saja sih rasanya nikmat dan menggiurkan saja.

    Sebenarnya kamar pertama yang kuketuk itu kamarnya, dan coba kuintip lewat lubang bawah, siapa tahu ia sedang ganti baju, tapi siapa juga yang mau ganti baju tepat depan pintu? Ya aku tidak tahu bila dia termasuk sih. Terakhir kali aku mencoba membuka lubang bawah untuk menitip, hal pertama yang ada di pandangan mataku ya tititnya, sungguh mengejutkan. Aku lalu mendengar suara tawa dari balik pintu, tawa yang sangat sensual.

    Ya, itu kali pertama dan terakhir, sebelum hari ini, aku mengunjungi kamar itu lagi.

    Lupakan hal itu, lupakan.

    Aku lapar, tapi kantin lantai dasar juga tutup. Biasa sih aku coba pesan makanan secara paket saja di sana, lantaran terlalu malas untuk keluar kamar dan naik lift menuju lantai dasar. Harganya cukup terjangkau sih, makanan yang disajikan juga sungguh lezat sehingga aku jadi pelanggan tetap di sana.

    Ada sih beberapa tempat makan lain, seperti di pusat perbelanjaan, sekitar tiga menit berjalan dari sini sampai pintu masuk. Di deretan dekat komplek apartemen juga ada lumayan banyak tempat makan—semacam restoran keluarga begitu lah. Masakan seafood, steak house, pondok sate ular, soto gurita, bebek panggang, cuisine padang pasir—pokoknya banyak macam ada.

    Ada juga penjual makanan keliling, biasa memarkir gerobak mereka di taman depan kompleks, layaknya food court berjalan. Hampir setiap hari ada gerobak penjual kebab dengan porsi ekstra besar tapi harganya sangat murah. Isinya hanya sekitar sayur-sayuran tapi rasanya lebih enak dari menu daging secara umum, dan aku sangat suka makan daging. Tapi yah, karena penjual kebab itu begitu ramai pengunjung, aku jarang-jarang saja pesan di sana.

    Bila mau hujan, petugas taman langsung memasang beberapa tenda besar di sekitar banyak tempat duduk yang disediakan, tapi hari ini cerah, sungguh cerah. Meski siang tapi udaranya sungguh sejuk, mengalahkan derasnya terik mentari. Aku menatap langit cerah tak berawan, depan pintu masuk kompleks—untung tidak terkunci juga. Duduk pada deretan tangga menuju pintu masuk, aku menerawang sekitar—sepi tanpa satupun jiwa lewat. Suara desau angin ditambah keheningan sekitar membuatku serasa di kamar mandi.

    Mungkin aku sekali-kali bisa menyelinap masuk toilet wanita saja, tidak ada orang begini. Pada akhirnya niat tersebut kuurungkan saja sih. Aku ingin tetap terfokus sambil berpikir mencari jalan keluar. Bagaimana agar aku dapat kembali menuju hidupku yang normal—meski keseharianku sebenarnya bisa dibilang abnormal.

    Setelah berjalan-jalan ke sekitar, dan sempat mengunjungi pusat perbelanjaan, aku menyimpulkan: sama sekali tak ada orang di sini. Yang membawaku kembali menuju ruang apartemenku kembali.

    Pasti ada sesuatu dengan kotak coklat itu.

    Xxx​

    Sebenarnya ada banyak hal iseng yang ingin kulakukan. Seperti kencing di lobi dan buang air besar di counter resepsionis, onani di toilet wanita, merusak pintu beberapa kamar apartemen secara acak, lalu mengacak-acak kamar tersebut, mungkin bakal menemukan barang aneh juga, contohnya vibrator kepala naga. Yah kalau ketemu pakaian dalam yang terlihat seksi juga aku akan 'memanfaatkannya' nanti untuk kesenangan.

    Masuk mini market itu dalam waktu dekat dan mengambil semua hal yang ingin kunikmati sesuka hati tanpa membayar sepeserpun. Makan gratis di kantin, tinggal asal ambil saja dari belakang counter trus lahap menu lezat tersebut sepuasnya. Mungkin sewaktu masuk ke kamar apartemen aku akan mengambil kunci mobil mereka lalu pergi bertamasya keliling kota.

    Meski aku tak begitu bisa menyetir, lantaran jalanan tak ada mobil begini rasanya ini bukanlah hal yang terlampau sulit dilakukan.

    Lalu menabrakkan mobil tersebut pada setiap benda yang menarik, seperti tiang listrik. Tapi ya, mungkin aku tidak kuat menahan guncangan yang ada bila aku menabrakkan mobil ini dengan kecepatan tinggi. Logika saat bermaiN GTA tidak bekerja total di sini. Mungkin sekalian coba berlari telanjang di sekitar areal apartemen, merasakan kebebasan yang sebebas-bebasnya.

    Mungkin setelah itu aku akan pergi ke toko bangunan dsb. Untuk mengambil beberapa alat berat, yang bisa kugunakan untuk pergi ke pusat perbelanjaan guna menjarah berbagai barang berharga yang ada. Tidak ada orang begini, marilah aku melakukan hal sekehendak hati.

    Aku juga bisa mulai pergi ke pom bensin dan menggunakan korek api untuk membakar sebuah tempat---tunggu, kok semakin ke sini jadi semakin kriminil ya.

    Sekarang aku malah jadi ingin meledakkan sesuatu, lalu saat hal tersebut meledak dahsyat, aku berlagak saja seperti sedang difoto: dengan senyum lebar dan mengacungkan tanda 'peace' di kedua tangan. Mungkin aku juga mau menjarah beberapa senjata api dan menjadikan beberapa bangunan terdekat sebagai sasaran, tapi ya, aku palingan menembak diriku sendiri juga.

    Ya, semoga saja bila kejadian, aku tak sampai menembak tititku.

    Hei, bagaimana pembicaraan bisa sampai melantur begini? Tadinya aku ingin membahas soal cokelat bukan?

    Ya coklat itu.

    Perlahan kubuka gulungan pita merah muda pada kotak coklat, mengangkat penutup yang ada. Melihat hal yang cukup biasa, tidak ada yang aneh. Banyak butir coklat dipisahkan masing-masing dalam tempat berbentuk kotak kecil. Tidak ada pesan apa-apa sama sekali. Mengingat aku merasa cukup lapar habis berjalan-jalan kesana kemari dan coklat itu kelihatan enak, maka kulahap saja---

    Kurasa tubuhku terbakar hebat, lalu aku meledak. Yang kulihat hanyalah hitam: aku sepertinya tak sadarkan diri untuk berapa lama. Berikut kusadari, aku telah menjadi seekor loli dengan rambut pirang yang memanjang sampai lantai, bila aku berdiri rambutku sampai pada lutut. Pakaianku seperti yang ada pada boneka gotik, gaun bernuansa barat begitu, dan kaus kaki panjang berwarna hitam yang ditarik sampai pangkal paha. Kulihat di cermin, mataku jadi berkilau biru dan kulitku jadi putih bersih. Tapi ada sesuatu yang aneh, saat melihat diriku di cermin, ada yang berdiri juga.

    Kuangkat rok ku dan terdapat sesuatu yang terantuk keras pada pakaian dalamku.

    Ternyata tititku masih ada juga, besarnya dan panjangnya juga sama lagi, terlihat begitu aneh dan memusingkan saat benda itu berada dalam tubuh kecil seorang loli.

    Aku menjadi sedemikian pusing dan lemas sehingga aku kembali tidur, moga-moga rasa pusing ini langsung sembuh saat aku bangun kembali. Tempat tidurku menjadi begitu lega, dan sepanjang aku berusaha tidur aku merasakan sensasi aneh.

    Saat aku terbangun kembali, dari suatu tidur panjang tanpa mimpi, kusadari tanggal sudah berganti. Sekarang 15 februari pukul delapan pagi. Aku kembali lagi menjadi normal, waktu berjalan seperti biasa, tanpa adanya kejanggalan.

    Tapi yah, ada sesuatu yang aneh. Di meja komputerku, terdapat foto seorang loli gotik berambut pirang panjang yang---tunggu, bagaimana ia juga mempunyai titit sebesar itu? Lalu kusadari, itu sebenarnya aku sendiri hari kemarin. Dalam bagian belakang foto tersebut tertulis: 'permainan belum berakhir, kakak manis'.

    Sebelum itu aku merasa, wah syukurlah, setidaknya tanganku tidak akan terus pegal setiap hari bila aku tetap dalam bentuk itu.

    Sekarang, aku hanya dapat membatin:

    Wah, sialan.

    Sepertinya hidupku yang damai bakal kembali terusik, dan aku tak tahu, kapan, dimana dan bagaimana.

    Ya sudahlah, aku pasrah saja.

    ~ Fin ~​
     
    • Like Like x 1
  9. mabdulkarim Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 4, 2012
    Messages:
    171
    Trophy Points:
    41
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +49 / -0
    STM Panzer, sebuah sekolah yang dikenal sebagai rumah laskar pejuang tawuran. Hampir ratusan bahkan ribuan pertempuran diladeni Panzer semenjak didirikan di tahun 1980, termasuk tawuran melawan Warnet kampung sebelah yang berimbas dengan turunnya billing perjamnya dari Rp 4.000 ke Rp 1.500 di awal era rezim Eka Jaya. “Demi kepentingan para pemain Clash of Clan, billing Warnet harus diturunkan,” katanya diawal operasi WKS”Warnet Kampung Sebelah”.

    Di barat STM Panzer ada SMA Bima Sakti, sebuah sekolah pesaing terberat STM Panzer dalam segala ini. Kedua sekolah tersebut hanya dipisahkan oleh lapangan bola dan tugu perbatasan provinsi Jakarta-Banten. Jika ada yang berpikir SMA Bima Sakti sama konyolnya dengan Panzer, itu salah besar! SMA Bima Sakti punya populasi orang pintar 50% dari keseluruhan siswa-siswi, beda dengan STM Panzer yang orang pintarnya bisa dihitung dengan jari kaki dan tangan.

    Jauh di utara Panzer terdapat SMK Kelautan Taraq, sebuah sekolah yang menjadi langganan tawuran Panzer tiap bulannya. Sekolah ini berada di dekat laut dan pernah terjadi tawuran di laut antara pasukan Eka Jaya, sang ketua OSIS STM Panzer, dengan pasukan SMK Keluatan dan lucunya, mereka tawuran dengan menggunakan perahu karet dan saling melemparkan tembakan dengan mercon sebelum bertabrakan antara perahu.

    Sekitar dua bulan lalu, Januari 2015, terjadi perseteruan baru antara Panzer dengan SMA Bima Sakti, adu monopoli perdagangan puding. Hal ini dimulai saat Wardhana, siswa kelas 10 SMA Bima Sakti mencoba berjualan puding di sekolahnya untuk mengumpulkan uang sebanyak Rp 100.000.000 demi ambisinya. Penjualan puding cokelat yang harga tiap cupnya Rp 2.500 ternyata sukses besar dan banyak orang di sekolahnya Wardhana mencoba ikut-ikutan berjualan risol, martabak, bahkan puding. Banyaknya saingan Wardhana tak membuat Wardhana gusar, justru dengan adanya penjual puding lain ia mulai berinovasi dan berekpansi ke sekolah lain.

    Satu-persatu sekolah yang berada di dekat SMA Bima Sakti mulai menjadi sasaran Wardhana, termasuk STM Panzer dan saat memasuki bulan Febuari, keuntungan kotor yang bisa didapatkan Wardhana seharinya sebesar Rp 1.000.000 dan menurut telik sandi Eka, Abdul Kosim, pendapatan Wardhana akan terus bertambah tiap minggunya seiring gencarnya ekspansi puding.

    Mengetahui besarnya penghasilan Wardhana, Eka Jaya tertarik untuk menerapkan konsep dagang anak SMA Bima Sakti yang langsung turun ke lapangan, tanpa perantara. Ketertarikan tersebut disampaikan Eka dalam sidang parlemen STM Panzer di hari Sabtu, 7 Febuari 2015.

    Parlemen STM Panzer adalah sebuah lembaga legislatifnya STM Panzer. Dalam parlemen ini ada tiga partai, Partai Pelopor Panzer Perjuangan, Partai Revolusioner Panzer, dan Partai Rakyat Panzer. Dari ketiga partai ini, hanya Partai Revolusioner Panzer yang menjadi oposisi dan anehnya, Eka Jaya yang bertindak sebagai “Presiden” Panzer berasal dari independen dan Wapresnya, Manguri Wuruk, berasal dari PPRP dan kelas 12. Di dalam kabinet Eka yang bernama “Kabinet Jaya Panzer” terdapat lima menteri: menteri pertahanan yang dikepalai Eko Jaya, menteri keuangan Hustum Prawira, menteri dalam Panzer Yunus Pali, menteri luar Panzer Mahesa, dan menteri kesehatan Wasito. Selain menteri, ada panglima perang Ronald, asisten presiden Guntur Wulung, dan laksamana Kosim yang dilantik guna berperang melawan SMK Kelautan Taraq. Aslinya Kosim bukanlah tipe tukang tawuran malahan cenderung menghindarinya, tapi dia dipaksa untuk jadi laksamana oleh Presiden Panzer. Saat pertempuran perdananya Kosim, ia berhasil memenangkan pertempuran pantai Kapuk –yang seharusnya terjadi di Atlantis Ancol tapi dilarang pihak Ancolnya– berkat pengalamannya bermain Kancolle dalam rangka mengumpulkan Waifu dan Napoleon Total War. Kalau di suatu negara ketua MPR berasal dari kalangan DPR dan DPD, maka di STM Panzer, ketua MPR-nya Kepsek Rendi yang bertugas sebagai pengawas kinerja eksekutif dan legislatif serta pensetuju agenda juga anggaran pembelanjaan. Yang menjadi DPD di ranah Panzer adalah dewan guru.

    Sebenarnya ada lagi jabatan Marsekal yang diduduki oleh Shaka, tapi yang menjadi masalahnya adalah STM Panzer tak punya pesawat tempur!! Paling-paling punyanya layang-layang perang sampai-sampai Kosim pernah berkata, “Jabatan percuma, Presiden Eka!!”

    “Saudara-suadaraku, saat ini sekolah kita sedang kekurangan anggaran dan hutang OSIS sebesar Rp 120.000.000 akan jatuh tempo pada tanggal Selasa 9 Juni 2015,” tutur Eka di atas podiumnya.

    “Oleh karena itu, kita harus mengumpulkan uang sebanyak itu dengan kerja! Kerja, kerja, kerja dan kerja yang saya maksud adalah puding! Yah, puding buatan sendiri dan kita harus siap menghadapi rival puding kita di daerah ini, WARDHANA DARI SMA BIMA SAKTI!”

    “BERIKAN AKU SEPULUH TUKANG PUDING, INSYA AKU AKAN GUNCANGKAN BUMI PERTIWI!! BERI AKU PERSETUJUAN KALIAN, MAKA AKU AKAN BUATKAN CANDI UANG DI STM PANZER!!”

    Seluruh orang yang ada di ruangan ini seperti jajaran menteri Eka, anggota partai-partai, dan ketua MPR kagum total atas pidato Eka yang bergelora bagaikan api LPG Azula. Tanpa basa-basi, mereka langsung mensetujui idenya Eka dan di hari minggunya, Eka mengintruksikan kepada Kosim untuk membuatkan 100 puding untuk dijual di hari Senin.

    “Laksamana Kosim, saya intruksikan kau untuk membuat puding cokelat sebanyak 100 cup untuk hari Senin,” perintah Eka.

    “Kak Presiden Eka, apa tak ada orang lain yang bisa membuat puding cokelat selain saya?” Kosim berdalih.

    Eka menepuk pundak Kosim lalu berkata, “Saya percaya kaubisa. Pernah kan kau membuat puding cokelat sebanyak 40 cup untuk acara ulang tahun Panzer? Itu puding yang enak menurut saya.”

    Kepercayaan diri Kosim meninggi seketika dan pada malamnya, Kosim berkerja keras memasak puding di dapur kontrakannya.

    “Dengan semangat ini, aku akan membuat puding cokelat yang akan disenangi semua orang!!” gumam Kosim seraya mengaduk-aduk puding mentahnya yang menunggu fase mendidih.

    “Mungkin sebaiknya aku menambahkan rasa cinta di puding ini,” pikir Kosim sembari tersenyum.
    ***
    “Presiden, ini puding yang anda minta,” ujar Kosim lalu memperlihatkan dua kardus yang ia bawa.

    Presiden Eka langsung memperhatikan kardus puding tersebut dan seraya mengelus-elus jenggot lebatnya, ia mengintruksikan asistennya, Guntur untuk mengangkat dua kardus tersebut ke kantornya.

    “Ayo ke kantor, Sim!!” seru Eka lalu melangkah ke kantornya yang ada di belakang toilet STM Panzer.

    Di kantor kepresidenan Panzer, Eka memeriksa kondisi puding buatan Kosim.

    “Ehm, sepertinya puding ini bagus untuk dijual,” Eka berpendapat sembari memperhatikan puding yang diambilnya. “Kosim, apa kau membuat fla untuk puding ini?”

    Kosim menggeleng dua kali. “Tidak Kak Presiden Eka. Saya tak tahu cara membuatnya dan semisalnya dibuat, mungkin harganya akan bertambah 1.000 dari harga normal, 2.000.”

    Eka menghela nafas dan berkata, “Kosim, puding rival kita punya fla dan harganya adalah 2.500. Kalau kita adu dengan puding dia, kita bisa kalah!”

    “Presiden, anda tak perlu pesimis!! Kita berusaha jual dulu puding. Nanti saya usahakan untuk membuat fla yang setara enaknya dengan Wardhana,” jelas Kosim dan rasa optimis presiden Panzer tumbuh lagi.

    Di sore hari, Presiden Panzer memberikan komando kepada sepuluh anak Panzer untuk berjualan puding cokelat di kampung sebelah. Eka berjanji kepada mereka bahkan masing-masing dari mereka akan diberi upah sebesar Rp 5.000 dari hasil penjualan puding.

    Sesaat para pejuang devisa Panzer tersebut pergi, berkumandanglah lagu Teroesir yang dinyanyikan oleh band Nidji di tape recorder menteri Mahesa.
    “APA, HANYA LAKU 20 SAJA!!” berang Eka mengetahui hasil penjualan kemarin.

    “Y-Ya, Kak Presiden. Dan saat kami berjualan, kami diusir sama anak-anak Warnet kampung sebelah,” jelas salah seorang penjual puding.

    “Sialan,” serapah Eka. “ASISTEN, KASIH TAHU PANGILAMA: KERAHKAN PARA PEJUANG PANZER KE KAMPUNG SEBELAH SORE INI!!”

    “Baik, Presiden!!” seru Guntur dan langsung saja ia berlari mencari pangilma perang STM Panzer.
    “Kalian, para penjual puding! Tetap berusaha ya. Kita tak boleh kalah dari dominasi puding Wardhana,” Eka memberi semangat kepada sepuluh orang penjual puding.

    “Baik, Presiden Panzer!”

    Pada istirahat jam makan siang di kantor kepresidenan Panzer…

    “Pak Presiden, pasukan Panzer berhasil melibas anak-anak kampung sebelah layaknya dulu,” lapor Guntur pada keesokan harinya. “Dan harga Billing berhasil kita turunkan dari Rp 1.500 ke Rp 500! Banzai Panzer!!”

    “Bagus sekali,” ujar Eka menepuk tangannya. “Bagaimana dengan kalian, para penjual puding?”

    “Puding yang laku kemarin sore baru 40 saja, masih ada sisa 40. Dominasi puding Wardhana masih terasa kuat, Presiden!” jelas salah seorang penjual puding. “Bagaimana ini, Kak?”

    “Teruslah berjuang,” Presiden memberi semangat. “Sore ini ada jenis puding baru, puding rasa teh hijau. Kosim, berapa jumlah puding baru yang kau buat kemarin malam?”

    “Sekitar 40, Presiden Eka, “ kata Kosim. “Modal yang anda berikan tak mencukupi permintaan anda, 50 puding.”

    “Ya sudah, tak apa-apa. Teruslah membuat puding yang belum pernah dibuat rival kita,” Eka menyemangati Kosim. “Kosim, apakah ilmu pembuatan fla sudah kaukuasai?”

    Kosim menggeleng. “Kak Presiden, kemarin malam saya mencoba membuat fla sesuai dengan panduan di blog, tapi masih terlalu manis fla buatan saya, bisa membuat orang diabetes kalau makannya kebanyakan. Oleh karena itu, berikan waktu lebih panjang kepadaku, Presiden!!”

    Presiden Eka terdiam. Ia mengamati sekelilingnya sebentar lalu berkata, “Oke, Laksamana. Aku beri satu minggu dan kuharap kau bisa membuat fla terenak yang dibuat rakyat Indonesia. Kau boleh pergi sekarang, Laksamana!”

    Kosim langsung bangun dari kursinya dan keluar dari ruangan Eka.
    “Kalian, para penjual Puding! Apakah kalian punya ide bagaimana kita bisa menyaingi monopoli puding Wardhana?”

    “Pak Presiden, sebenarnya kita bisa menyaingi Wardhana kalau rasa puding cokelat kita lebih enak darinya.”

    “Lebih enak? Apa maksudmu?!” bingung Eka.

    “Loh, apakah Kak Presiden tak tahu kalau puding cokelat Wardhana itu rasanya lembut, gurih, dan manis melebihi puding kita?”

    Eka menggeleng dan berkata dengan ketus, “Aku tak pernah tertarik memakan puding rival kita!!”

    “Presiden, kita harus bisa meningkatkan qualitas rasa puding kita. Dalam pertempuran produk, produk yang berkualitas dan harga terjangkaulah yang akan menang! Kita harus membuat produk yang berkelasm mengalahkan puding cokelat dan buahnya Wardhana. Kalau kita bisa, kejayaan anak SMA Bima Sakti itu bisa kita rebut!”

    Presiden Eka terdiam. Ia menggenggam kedua telapak tangannya di meja kepresidenannya. Ia mendongak kebelakang dan melihat foto pancasila, presiden RI, wakil presiden RI, fotonya,dan foto wakilnya yang ada di bawah kedua kepala negara tersebut sejenak.

    “Akan aku kasih tahu ke laksamana untuk membuat puding cokelat yang lebih enak. Kalian boleh pergi jajan sekarang.”

    ***
    Satu minggu sudah operasi penjualan puding Panzer berjalan. Puding yang berhasil dijual setiap harinya hanya separuh dari total keseluruhan. Puding teh hijau buatan Kosim merupakan komoditas bagi para penjual puding Panzer. Banyak orang yang mencari-cari puding teh Panzer dan inilah yang menyebabkan produksi puding cokelat Panzer perlahan-lahan mulai menurun. Hal ini menjadi perhatian dari Presiden Eka.

    “Kosim, apakah ini bagus kalau produksi puding cokelat hanya 25 cup saja dari seperdelapan produksi kita?” tanya presiden Eka kepada Kosim di kantornya.

    “Sepertinya tidak mengingat hampir seluruh orang suka cokelat. Tapi mau bagaimana lagi kalau masyarakat hanya suka puding teh kita!” Kosim mengutarakan asalan dibalik rendahnya produksi puding cokelat.

    Guntur yang baru saja masuk ke ruangan Presiden Eka melihat perbincangan Kosim-Eka. Ia merasa tertarik untuk bergabung dengan mereka berdua. “Pak Presiden, apakah kau tahu kalau anak SMK Kelautan Taraq membuat puding juga?!” tanya Guntur sambil berjalan menuju kursi asisten kepresidenan.

    “Tidak,” jawab Eka disertai gelengan. “Memangnya puding apa saja yang mereka buat, Guntur?”

    “Cokelat, strawberry, dan vanilla. Aku dengar dari rumor anak-anak tongkronganku kalau puding cokelat buatan mereka sangat enak, sampai-sampai ada berita kalau usaha puding Wardhana mulai terganggu gara-gara orang mulai beralih ke puding anak SMK Kelautan!” tutur Guntur.

    “Ehm, sudah berapa lama mereka jualan dan berapa harga satu puding mereka?” tanya Eka dengan seriusnya.

    “Kalau tidak salah satu puding harganya 2.000 dan sudah termasuk fla, kurang Rp 500 dari kita yang sudah memakai fla. Menurut intelku, mereka baru berjualan dua hari lalu.”

    “APA!!” Marah Eka disertai gebrakan meja. “Berani-beraninya mereka mengimitasi kita. Guntur! Bilang kepada Panglima: Besok kita bikin rame SMK Kelautan, dari laut dan darat. Kalau kita menang, kita paksa mereka untuk memproduksi puding cokelat setiap harinya untuk kita!”

    “Baik, Presiden Eka!” Guntur segera bangkit dan pergi meninggalkan ruangan.

    “Laksamana Kosim, apakah anda siap mengerahkan Waifu-waifu untuk pertempuran laut besok?”

    “Tentu saja saya siap. Seluruh [IWaifu[/I]-ku siap membumi hanguskan negeri Taraq, wahai Presidenku!” jawab Kosim tegas.

    Hening sebentar…

    “Hahahaa,” Presiden Eka dan Kosim tertawa.

    “Ah, Presiden! Seleramu memang aneh! Mana mungkin karakter dua dimensi bisa bertempur melawan anak-anak SMK Kelautan!” seloroh Kosim. “Lagi pula menurut saya, akan lebih baik kita batalkan penyerbuan esok hari dan mencoba berbicara baik-baik dengan mereka, Presiden Eka!”
    “Berbicara baik-baik? Apa maksudmu?” bingung Presiden keduapuluh Panzer tersebut.

    “Kita menjalin kerjasama dalam membuat puding dan saling membagi hasil. Cara ini adalah cara diplomasi yang biasa dimainkan para negarawan,” jelas Kosim bak penasehat raja. “Kalau kita bisa memainkan diplomasi, target Rp 100 juta bisa kita capai dengan cepat!”

    Eka terdiam sebentar. Sejenak ia meminum jus jeruk dan berkata,“Sepertinya itu ide bagus. Kosim, katakan kepada Panglima: BATALKAN IDE PENYERBUAN! LAKSANAKAN TAKTIK DIPLOMASI PANZER-TARAQ!”

    Taktik diplomasi yang direkomendasikan Kosim ternyata berjalan dengan mulus. Pihak Taraq merasa sudah kelelahan tawuran terus dengan Panzer dan perjanjian kerjasama puding berhasil ditandatangani oleh Presiden Eka dengan ketua OSIS Taraq pada Senin, 16 Febuari 2015. Dalam perjanjian tersebut, dinyatakan bahwa STM Panzer dan SMK Taraq harus saling membantu dalam berbagai bidang, mulai dari perdagangan sampai tawuran. Pada awalnya, perjanjian tersebut mendapat tentangan keras dari rakyat Panzer, tapi Presiden Eka dengan kharisma menyetarai Sukarno dan Gajah Mada berhasil meyakinkan mereka untuk mendukung perjanjian Panzer-Taraq.

    Setelah perjanjian diratifikasi, hubungan antara Panzer-Taraq mulai masuk ke masa-masa harmonis. Pernah terjadi kejadian pembegalan kardus puding saat para produsen puding Taraq mengirim barang kala malam hari dan Eka berang bukan main. Dengan kemarahan tingkat tinggi, Eka memberikan titah kepada Guntur,“KERAHKAN SELURUH PASUKAN KITA UNTUK MENANGKAP PARA PEMBEGAL PUDING KITA. KATAKAN KEPADA SEKUTU KITA: KITA BIKIN RAMAI NEGERI INI!!”

    Operasi-operasi besar-besaran anti begal dilancarkan Panzer. Banyak sekali para pembegal ditangkap pasukan Panzer dan langsung dibuang ke laut dengan masukan satu-persatu pembegal di dalam karung goni.

    “Inilah kalau macam-macam berurusan dengan Panzer!” gumam Eka kala menonton satu-persatu pembegal dibuang ke laut.

    Para pembegal berhasil diatasi dan di lain sisi, puding Panzer mulai bisa menyaingi dominasi Wardhana dengan menguasai beberapa wilayah dari tanah Panzer sampai Teluk Naga, berbeda dengan Wardhana yang daerah penjualnya sudah sampai Kapuk. Omset yang didapatkan Panzer seharinya sudah mencapai satu juta, setengahnya dari omset Wardhana saat ini. Tapi yang menjadi pertanyaannya, apakah Presiden Eka mampu mengumpulkan Rp 120 juta di bulan Juni disaat kas Panzer awal Maret baru mencapai Rp 20 juta? Apakah usaha puding mereka jalan terus? Apakah kekuatan massa Panzer-Taraq dapat menandingi inovasi dan taktik cerdik si Wardhana? Apakah orang-orang tak akan bosan dengan puding cokelat Panzer-Taraq? Biarlah waktu yang akan menjawab!
     
  10. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    Reason
    genre : Slice of Life

    Mengintip sedikit kedepan, gadis itu tampak masih asyik dengan sebuah novel di tangannya. Dihadapannya secangkir sirup cokelat tersaji, masih hangat. Saat aku merobek kertas dari buku catatan yang sedari tadi kutulis, ia menoleh, seolah ingin bertanya kenapa. Aku tak menggubris dan terus merobek kertas yang ada, dan menggulungnya menjadi bongkahan bola tak beraturan sebelum kulempar keatas meja.

    “Gagal lagi?”

    Aku menggerutu, mengangguk.

    Entah sudah berapa lembar kertas yang kulempar - mungkin sekitar lima puluh atau enam puluh. Isinya kurang lebih berupa pembuka dari cerita yang kubuat untuk lomba menulis cerita tahunan yang diadakan kota ini – yang semuanya kuanggap gagal.

    Benar-benar payah, lima jam duduk di ruangan penuh buku dan aku sama sekali belum menyelesaikan satu paragraf pun.

    Membenamkan kepala diatas meja, aku menghela napas panjang. Deadline untuk lomba menulis ini hanya tinggal dua hari – waktu yang boleh dibilang sempit. Tentu, pada umumnya sebuah cerita pendek pendek akan selesai dalam waktu kurang dari sehari begitu ide sudah didapat.

    Sayangnya, ide itu sekarang entah ada dimana. Sejak seminggu lalu aku sudah mencoba menulis banyak hal, mulai dari cerita bertema fiksi ilmiah tentang perjalanan waktu hingga pengalaman kencan buta yang kocak. Semuanya gagal. kacau. Entah karena ide yang mogok ditengah jalan atau rasa malasku yang makin menjadi-

    -atau karena aku terlalu berharap bahwa para kritikus tidak mencecarku seperti tahun lalu.

    Mmn. Tahun lalu aku ikut berpartisipasi dalam acara lomba menulis cerita pendek yang secara rutin diadakan di kota ini. Pemenang dari lomba tersebut, selain akan mendapatkan hadiah, nama mereka akan dikenal oleh banyak orang. Terlebih, karir para juara akan terjamin karena biasanya akan ada banyak orang yang meminta mereka untuk menjadi penulis naskah pada produser pentas.

    Semua itu merupakan hadiah yang menggiurkan, meski untukku sendiri, aku hanya ingin mencurahkan perasaanku saja melalui kisah yang kubuat.

    Meski demikian, semuanya berakhir bencana. Pada hari dimana hasil karya seluruh peserta ditampilkan di atrium kota, cerita buatanku banyak menuai kritikan pedas dari banyak komentator. Juga, satu-dua pengunjung yang sempat membaca naskah buatanku memilih untuk membaca karya kontestan lain setelah lewat dua, tiga halaman.

    Dan tentu saja namaku tidak muncul sebagai kandidat pemenang. Mungkin ceritaku merupakan salah satu yang terburuk dalam lomba ini, begitu yang kupikirkan.

    Aku tak mengerti bagian mana yang salah dari naskah buatanku. Pada dasarnya naskah ini hanyalah sebuah penceritaan ulang dari kisah klasik tentang putri duyung yang menghilang menjadi buih setelah gagal menikahi pangeran impiannya. Saat aku bertanya pada teman-teman dan guruku di kelas, mereka berkata bahwa naskah itu merupakan naskah yang bagus.

    Apa mungkin mereka berbohong?

    ………

    Pada akhirnya, kontes tahun lalu berakhir bencana. Aku bahkan memutuskan pulang sebelum acara pameran tersebut selesai. Saat aku melangkah keluar, tak ada satupun orang yang memedulikanku, seolah aku keluar dengan hinaan yang amat kejam.

    Momen itu…

    Perasaan itu…

    Perasaan yang kualami pada hari sangatlah tidak mengenakkan. Bahkan aku bersumpah dalam hati bahwa suatu hari nanti aku akan membalas semua sakit hati itu. Aku bersumpah bahwa kelak, aku akan membuat suatu naskah yang luar biasa, yang akan membuat semua orang kagum. Dengan begitu, aku bisa membalas hinaan mereka.

    Karenanya, aku mulai sering membuat cerita pendek, dan serius mendalaminya. Tak jarang aku berkonsultasi dengan beberapa penulis ternama dan membaca karya-karya mereka sekedar untuk mengetahui teknik menulis yang baik, yang kelak bisa mewujudkan impianku. Keinginan untuk membalas hinaan di hari itu memberiku motivasi lebih dari apapun.

    Tetapi sekarang?

    Saat deadline untuk lomba itu tinggal 2 hari lagi, ideku malah buyar, berantakan. Dan semakin aku mengurung di perpustakaan kota ini, semakin aku kehilangan ide cerita. Ini benar-benar menyebalkan. Duduk diantara ribuan buku yang bisa memberi jutaan ide, aku masih tetap tak bisa menulis.

    Sialan…

    “Hei, Arthur,”

    Perlahan, suara gadis itu kembali terdengar, membuatku sedikit mengangkat kepala. Ia meletakkan secangkir cokelat hangat dihadapanku – yang biasa ia buat untuknya sambil menungguku menyelesaikan naskah. Lucu, bahkan aku tidak sadar bahwa ia pergi sejenak untuk membuatnya.

    “Istirahatlah dulu. Kau lelah.”

    Ia melempar senyum tipis. Duduk kembali diatas kursi, sejenak ia merapikan scarf biru yang dikenakannya.

    Cheryl, nama gadis itu. Salah satu teman sekelasku yang selalu terobsesi dengan cerita buatanku, dan satu-satunya orang yang bisa kuandalkan untuk bercerita ini itu soal keinginanku membalas dendam. Untuk suatu alasan, Cheryl selalu menunggu cerita buatanku.

    Ia juga satu-satunya orang yang terkesan dengan cerita pendek tahun lalu,

    Tapi, apalah yang ia tahu dari naskahku tahun lalu?

    Jujur, dalam dunia tulis menulis, aku tak berharap banyak masukan darinya. Cheryl tak mengerti banyak soal tata cara penulisan. Pernah suatu hari aku melirik naskah novel buatannya yang boleh kubilang gagal total, baik secara penulisan maupun secara plot cerita. Dan jika aku dibolehkan berkomentar, maka aku akan berkomentar sepedas-pedasnya untuk tulisan yang ia buat. Ia senang membaca, namun bahan bacaannya juga hanya berupa cerita-cerita picisan yang banyak menuai komentar pedas diantara para penulis berpengalaman, namun populer dikalangan remaja umumnya.

    Jadi, mengapa ia menganggap naskahku menarik juga bisa kujelaskan. Ia hanya berkomentar soal inti cerita yang kubuat, tanpa dilengkapi dengan unsur-unsur penulisan yang bisa membuat banyak orang kagum.

    Karenanya, selain sekedar teman bercerita, aku benar-benar tak berharap banyak darinya. Meski ia selalu kagum dengan cerita buatanku, aku menganggap bahwa pujian yang ia beri tak lebih hanya sekedar kesan dari seorang penggemar fanatik, dan bukan kesan yang sesungguhnya kuinginkan.

    Juga, aku menganggapnya fanatik bukan tanpa alasan.

    Ia selalu bertanya kapan tulisanku selanjutnya akan muncul, selalu bertanya tulisan macam apa yang sudah kubuat, dan bahkan menanyakan nomor teleponku hanya untuk tahu tentang tulisan apa yang sedang kukerjakan.

    Meski demikian, aku tak pernah menganggap semua hal itu sebagai beban. Memiliki satu penggemar rasanya takkan menjadi masalah, dan aku menikmatinya.

    “Minumlah.” Katanya kemudian. Aku mengangguk, mulai menyeruput cokelat hangat buatannya sambil kembali memikirkan ide cerita yang masih buntu. Kulihat Cheryl mengambil salah satu gulungan kertas yang berserakan diatas meja, dan membacanya.

    “…bagaimana menurutmu?”

    “Entahlah.” Jawabnya. “Kurasa bagus, namun ada yang berbeda dari gayamu bercerita.”

    Aku tak terlalu serius menganggap ucapannya. Sekali lagi, aku tak berharap banyak pada Cheryl jika itu berkaitan dengan dunia penulisan.

    “Jika diteruskan mungkin bisa menjadi kisah yang menarik.” Ujarnya sambil menjulurkan kertas tersebut. “Kenapa tidak kau teruskan? Kurasa ini bagus.”

    “Kau pikir begitu?”

    Cheryl mengangguk, tersenyum.

    Tanganku mengulur, mengambil kertas yang ia sodorkan dan membacanya sambil tersenyum pahit. Bagaimana mungkin kisah tentang Alien raksasa yang menyerang evolusi cacing tanah di permukaan bumi bisa menjadi cerita yang bagus untuk kubuat? Aku mungkin bisa membuatnya menjadi kisah komedi berbalut fiksi ilmiah. Masalahnya, apakah orang-orang akan menganggapnya begitu? Cheryl mungkin akan terbahak-bahak membacanya, namun apa artinya bila hanya dirinya seorang? Satu Cheryl takkan cukup untuk membuat dendamku terbalas.

    Karenanya, kembali kugulung kertas itu menjadi bola kusut dengan sebelah tanganku, dan kulempar kembali keatas meja.

    “Jika begini terus, aku tak mungkin bisa menang di lomba kali ini.” Gumamku perlahan, menggerutu, sebal pada kondisi yang kualami.

    Tetapi kemudian, melirik pada senyum Cheryl yang lembut, ada sedikit semangat yang kembali muncul. Setidaknya, aku akan merasa bersalah padanya jika harus menyerah disini.

    “Istirahatlah dulu sejenak.”

    Aku menurut sambil kembali menyeruput cokelat buatannya. Di cuaca bersalju seperti ini, cokelat hangat memang merupakan minuman yang amat melegakan.

    Cheryl kembali tenggelam dalan novel yang sedari tadi ia genggam.

    The White Lamp. Begitulah tulisan yang tertera pada sampul depan novel tersebut. Cheryl amat menyukainya. Ia sempat bilang bahwa isi ceritanya mungkin bisa memberiku inspirasi.

    Tetapi aku menolak.

    Aku tahu bahwa novel itu merupakan karya yang gagal di pasaran. Sama sekali tak kuinginkan untuk bahan referensi.

    ………

    Setelah cukup lama bergulat dengan pikiranku sendiri, aku kembali berkonsentrasi untuk menulis.

    ***​

    “Jam berapa sekarang?”

    “Hm? Ah, sekarang? Jam tujuh. Aku tak tahu kalau kita sudah terlalu lama disini, lho.” Jawab Cheryl, terkejut mendengar suaraku.

    Dua jam berlalu semenjak aku menghabiskan cokelat hangat buatan Cheryl, dan aku masih kesulitan menemukan apa yang sebenarnya ingin kutulis. Beberapa buah buku kini menumpuk dihadapanku. Novel, cerita pendek, puisi, dan bahkan ensiklopedia terlihat berserakan diatas meja. Aku membaca beberapa buku itu untuk menemukan ide yang pas dalam ceritaku. Namun, semakin aku mendapatkan referensi, semakin sulit pula cerita ini kutulis.

    Dan satu jam lagi perpustakaan kota ini pun akan tutup. Haruskah aku berhenti untuk hari ini? Tapi itu berarti aku hanya punya waktu satu hari untuk menulis cerita ini.

    Ugh…

    Rasanya kepalaku mau kubenturkan saja keatas meja.

    “Anu,” Katanya kemudian. “Mungkin sebaiknya kita pulang untuk hari ini.”

    “Eh?”

    “Kau tampak lelah, Arthur. Aku juga sudah lelah. Besok aku akan menemanimu lagi kalau kau mau.”

    Awalnya aku ingin menyetujuinya. Berada dalam perpustakaan selama hampir sehari penuh membuatku stress bukan main. Cheryl juga sudah mengantuk sedari tadi.

    Tetapi saat aku kembali teringat dengan obsesiku untuk menjuarai lomba kali ini, semangatku kembali terbakar. Aku menolak untuk pulang. Aku ingin berjuang hingga akhir. Bila perlu, aku akan menginap disini hingga tulisan buatanku selesai. Cheryl tak perlu menungguiku, jadi aku memintanya untuk pulang terlebih dahulu jika ia mau

    Cheryl, bagaimanapun, menggeleng. “Aku masih bisa menunggu, bahkan hingga pagi sekalipun. Hanya saja, Arthur-“

    Suaranya terhenti sesaat, seolah ia ragu dengan kata-katanya. Ia menatap mataku dengan tatapan khawatir sebelum kembali berkata,

    “-aku benar-benar berpikir bahwa kau sebaiknya beristirahat.”

    “Kau tak perlu khawatir denganku.” Balasku kemudian. “Lagipula, sebelum naskah ini selesai, kurasa aku tak bisa beristirahat.”

    “…begitu, ya?”

    Aku tak membalasnya dan kembali mencoret kertas bersih yang ada. Tak sampai lima detik kemudian saat Cheryl kembali bertanya, “Arthur, kenapa kau berusaha sangat keras untuk ini semua?”

    Kali ini aku menoleh. Saat kudapati wajahnya yang murung, aku meletakkan pulpen yang kugenggam diatas meja.

    “Apakah memenangkan lomba tahun ini begitu penting buatmu sehingga-”

    “Tentu saja!” Balasku tegas, sedikit menyentak. “Tentu, tanpa terkecuali.”

    Cheryl sedikit terkejut melihatku, meski hal itu tak menyurutkan niatku untuk terus bicara.

    “Aku harus memenangkan lomba tahun ini dan membalas penghinaan tahun lalu! Sebelum hal itu terwujud, aku tak bisa berleha-leha!”

    “Tapi kau tak perlu memaksakan diri seperti itu Arthur. Kau perlu beristirahat.”

    “Aku tak bisa!” Jawabku lagi. “Aku tak bisa beristirahat sebelum semua ini selesai. Cheryl, kau seharusnya tahu betapa pentingnya perlombaan ini bagiku, yang bahkan lebih penting dari beristirahat. Kau tak bisa merasakannya karena kau pasti belum pernah dianggap remeh oleh orang-orang, bukan? Iya-”

    Cheryl makin terkejut. Ia murung dan menundukkan kepalanya untuk sesaat, hingga membuatku berhenti membentak. Sadar bahwa aku sudah berlaku kasar padanya, aku jadi malu sendiri.

    Apa aku benar-benar sudah putus asa, hingga hal kecil seperti itu membuatku jengah?

    Cheryl tersenyum kecil, lebih tepatnya memaksakan senyum. Masih menundukkan kepalanya, perlahan ia kembali berkata, “Arthur, aku memang tak tahu apa yang kau rasakan. Tapi, dianggap remeh oleh orang lain, kurasa akupun mengalaminya.”

    Ah…

    “Dianggap remeh, jangan kau kira hanya kau saja yang mengalaminya.”

    Ah, ya, tentu saja.

    Selama ini, aku selalu menganggapnya remeh. Aku tak pernah tahu bagaimana ia menyadarinya, namun kata-kata yang ia keluarkan pasti tertuju padaku.

    Kedua mata Cheryl kini menatap mataku yang kalut. Tak sampai dua detik kemudian, ia kembali menundukkan kepalanya. Tangannya mengambil bongkahan kertas kusut yang kubuang. Ia membukanya tanpa ragu, dan tersenyum.

    “Semenjak kau terobsesi dengan lomba itu, semuanya berubah. Tulisanmu, sikapmu, semuanya.”

    Cheryl kembali mengangkat kepalanya.

    Wajahnya yang sedih bisa terlihat jelas dimataku.

    “Perasaanku padamu juga berubah. Kau berhenti bersikap baik padaku. Aku mulai membencimu. Aku mulai membeci sikapmu padaku yang selalu menganggapku bodoh dan tak tahu menahu soal masalahmu. Padahal, yang kutahu, kau adalah orang baik. Seperti tahun lalu, saat aku membaca ceritamu.”

    Kedua tangan Cheryl tampak gemetar.

    Matanya kembali menatap kertas kusut berisi tulisanku, dan sejenak kemudian, ia tersenyum.

    “Tulisan ini, aku tak melihat perasaanmu lagi disini. Tidak seperti tahun lalu saat kau menulis dengan segenap perasaanmu, dengan emosi yang bisa membuatku tersenyum. Aku sama sekali tak merasakan apapun disini. Hanya sebongkah tulisan dengan rumus-rumus penulisan yang sama sekali tak kuketahui.”

    Ia kembali membuat bola dari kertas kusut tersebut, dan membuangnya.

    “Aku tak mau kau menjadi seperti ini.”

    Kutatap kedua matanya dalam-dalam. Cheryl seolah sudah memendam perasaan ini sejak lama, karena nada dan tempo bicaranya menunjukkan bahwa ia sudah paham dengan apa yang ia bicarakan.

    “Aku masih akan menunggumu, dan menunggu tulisanmu yang dulu.”

    “Chery, apa kau benar-benar memikirkanku sampai sejauh itu?”

    Cheryl tersenyum, mengangguk. “Satu-satunya tulisanmu yang bisa membuatku tersenyum hanyalah tulisanmu tahun lalu, kau tahu? Aku tak peduli apa kata orang-orang soal itu. bagiku, cerita itu bagus. Cerita yang bisa membuatku tersenyum.”

    Ah…

    Ia memikirkanku sampai sejauh itu, dan aku hanya menganggapnya beban…

    ………

    “Tunggulah disini, aku haus.” Katanya kemudian, beranjak berdiri dan meninggalkan kursinya. “Aku harus menyeduh cokelat favoritku. Kau tunggulah disini, biar kubuatkan satu untukmu.”

    Tak lama kemudian, ia beranjak pergi, meninggalkanku dengan pikiran-pikiran yang kacau tentang segalanya.

    ………

    Lomba ini…

    Apakah aku benar-benar harus menang untuk bisa merasa puas?

    Kata-kta Cheryl membuatku ragu dengan keputusan yang kuambil – keputusan untuk membalas dendam dan berada di puncak kejayaan dan hidup dengan sanjungan orang-orang. Jika Cheryl sampai menunjukkan wajah seperti itu, apakah sanjungan yang kudapat bisa berarti buatku?

    Aku memang ingin menang. Ingin berada di puncak.

    Tapi tanpa sadar, aku membohongi diriku sendiri.

    Aku lupa tujuanku menulis, bahwa aku hanya ingin orang-orang tahu apa yang kurasakan.

    Jadi, apakah memenangkan lomba itu masih berarti buatku?

    ………

    Cheryl kembali dengan dua cangkir cokelat hangat di tangannya. Ia kembali duduk, meletakkan salah satu cangkir cokelat tersebut dihadapanku. Aromanya yang menyengat masuk menusuk hidung, membuat perasaan nyaman.

    Saat kemudian Cheryl menyeruput cokelat itu, seketika ideku kembali menyala.

    Cerita ini…

    Cerita ini akan sangat singkat.

    Aku mulai menggerakan pulpenku keatas kertas putih bersih. Sempat muncul rasa takut bahwa cerita ini akan gagal lagi, akan menuai cercaan dan hinaan lagi, semua ketakutan ini muncul sesaat setelah aku selesai menulis kalimat pertama.

    Tetapi, masa bodoh.

    Aku akan kembali menulis cerita yang menurutku menarik.

    Cerita yang kutulis adalah tentang seorang pemuda yang sangat ingin memenangkan kontes menulis, dan seorang gadis yang selalu menemaninya setiap waktu, yang selalu memberinya cokelat hangat. Melalui serangkaian peristiwa, sang pemuda ambisius itu akhirnya sadar bahwa ia telah salah jalan, dan bahwa selama ini, keinginannya menulis telah dikendalikan oleh rasa takut akan hinaan dan cercaan orang-orang.

    Berat bantuan sang gadis, ia kembali menjalani apa yang menurutnya benar.

    Pemuda itupun bisa kembali menulis sesuai dengan hatinya, dan bisa kembali mencurahkan segala perasaannya pada tulisan itu.

    ***​

    “Cheryl, cerita ini selesai!”

    Aku bersorak saat jam menunjukkan pukul tujuh lima puluh. Hanya butuh waktu lima puluh menit sampai cerita itu selesai. Mungkin berantakan, namun aku merasa amat puas dengan hasilnya.

    Tetapi Cheryl, ia mungkin tak mendengar sorakanku.

    Entah sejak kapan ia tertidur. Pipi kanannya menyentuh meja. Saat melihat wajahnya, aku bisa melihat sebongkah senyum bahagia yang tampak di wajahnya. Bekas air mata tampak jelas terlihat di pipinya, entah karena mengantuk atau apa.

    Meski sebentar lagi perpustakaan ini tutup, aku tak ingin membangunkannya. Sepuluh menit. Ia punya waktu sepuluh menit sebelum kubangunkan.

    Kutarik mantel tebal milikku yang menggantung diatas kursi untuk menyelimuti tubuhnya. Rambutnya yang hitam tampak menutupi sebagian wajahnya. Tubuhnya tampak kembang kempis, layaknya orang tertidur pada umumnya. Namun entah kenapa, kali ini aku amat senang melihatnya tertidur.

    Ah, dan juga, kurasa ada sesuatu yang hilang dalam cerita ini.

    Saat aku membacanya kembali, aku sadar apa hal yang hilang tersebut. Menatap Wajah Cheryl yang masih tertidur pulas, aku tersenyum.

    Kuakhiri cerita ini dengan sebuah catatan, bahwa gadis pembuat cokelat itu, perlahan mulai membuat nama di hati sang pemuda.

    Bahwa tanpanya, cerita ini mungkin takkan pernah selesai.

    Sesaat setelah mengakhiri catatan tersebut, Cheryl tampak menggeliat. Matanya membuka perlahan, berat.

    “Ah, maaf, aku tertidur. Jam berapa ini?”

    “Hm? Hampir jam delapan malam.”

    “Uh,” jawabnya celingunkan, bingung. “Kau sudah selesai dengan ceritamu?”

    Aku tertawa kecil, tersenyum, mengangguk.

    “Bolehkah aku melihatnya?”

    Aku menggeleng. “Tunggulah sampai besok.”
     
    Last edited: Mar 22, 2015
  11. Ii_chan M V U

    Offline

    Minagiru ai

    Joined:
    Jun 27, 2013
    Messages:
    4,958
    Trophy Points:
    187
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +1,180 / -55
    oke :onfire:

    hmm, cerita matang, reasonnya tersampaikan.
     
  12. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    anyway, kalo gk ada yg post lagi gw sudahin dolo ya anthology coklat nya :D /

    thx buat partisipasi kalian semua :)

    buat update index dsb. mungkin agak tarsok.... :ngacir:
     
    • Like Like x 1
  13. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    test ngepost dolo

    wah ternyata kalo udah lewat berapa waktu bisa dopost juga.

    anyway, supaya gk oot buat kedepan situ2 pada mau bikin event yg kek gimana :bloon:
     
  14. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    hemm, event yang tanpa pemenang bagus juga sih mod :bloon:

    namain aja cerpen fiesta, semua bisa post n pameran cerpen rame2 :hmm:

    biar gak pusing temanya bebasin aja, terus buat promosi sekalian diinfo lewat majalah juga :bloon:

    kudu gerak2 juga sih buat rameinnya :iii:
     
  15. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    well kayaknya kalo gitu antho di unstick dolo aja kali ya. mungkin yg jadi ts juga jangan gw lagi :bloon:
     
  16. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    hmm boleh sih, unstick aja :iii:

    aye mau sih jadi ts, tapi tar deh, mikirin mateng konsepnya dolo aja :doa:

    n sekarang2 lagi ga mood nulis juga lagi :swt:
     
    • Like Like x 1
  17. Ii_chan M V U

    Offline

    Minagiru ai

    Joined:
    Jun 27, 2013
    Messages:
    4,958
    Trophy Points:
    187
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +1,180 / -55
    tapi temanya tetep sama?

    gimana klo bikin fanfic anime musim ini yg tayang :lol: #justsaran

    atau klo pake pameran, pake gambar juga mgkin :iii:
     
  18. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    biar rame gimana kalo kita bikin event, tema dibatasi ama fic2 yang gay:) /

    entah fanfic kek, songfic kek, ato orific kek, yg diliat unsur gay nya aja :3
     
    • Like Like x 1
  19. Ii_chan M V U

    Offline

    Minagiru ai

    Joined:
    Jun 27, 2013
    Messages:
    4,958
    Trophy Points:
    187
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +1,180 / -55
    wah ide yg bagus. :lol:

    tapi saya bikin yg normal aja blum beres, apalagi yg ngegay :garing:
     
  20. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    ya artian gay yg gw maksud secara garis besar aja kok, gk eksplisit mesti ada adegan humu gitu :3
     
  21. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    se7 :yahoo: blm pernah bikin yg ginian, jd mao coba :hehe:
    usul, yuri jg bole ya :hihi:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.