1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Historical Event Teori baru perang bubat analisa kitab kidung sunda dan kitab pararaton

Discussion in 'Indonesian History' started by ezank, Apr 6, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. ezank Members

    Offline

    Joined:
    Mar 25, 2012
    Messages:
    1
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +1 / -0
    TEORI PERANG BUBAT

    ANALISA KITAB KIDUNG SUNDA DAN KITAB PARARATON

    Created by Ejang Hadian Ridwan

    Bagian I Analisa Kitab Kidung Sunda

    Kalau memang asumsinya perang dilapangan luas Bubat atau yang sering disebut “Perang Bubat” antara kerajaan Majapahit dengan kerajaan Sunda Galuh ini benar-benar terjadi, semua pihak harus menerimanya secara elegan bahwa ini adalah bagian dari peristiwa sejarah yang harus dihormati keberadaanya. Tidak seharusnya dijadikan sentimen kesukuan, dan terlalu picik bila ini dipandang sebagai dendam kesukuan, tidak ada kaitannya, karena mungkin ini adalah proses sejarah yang bisa jadi menentukan keberadadaan bangsa Indonesia masa kimi.

    Banyak hal yang didapat dan merupakan informasi penting sebenarnya dari kitab kidung Sunda, kalau kita analisa lebih teliti. Kitab Kidung Sunda ini merupakan salah satu sumber referensi penguat adanya perang Bubat selain kitab Pararaton dan Wangsakerta, walau kitab resmi kerajaan Majapahit yaitu kitab Negarakertagama, yang sama sekali tidak menyinggung peristiwa besar itu. Penulis tidak menganalisa sumber kitab Wangsakerta, karena kitab ini baru muncul belum lama dan masih dalam proses penelitian keasliannya oleh para ahli sejarah. Hanya kitab Kidung Sunda dan kitab Pararaton yang ingin penulis ajukan untuk analisa kisah perang Bubat ini.

    Pupuh I dari kitab kidung Sunda disebutkan nama raja kerajaan Majapahit (Wilwatikta, bahasa sansekerta) yaitu Hayam Wuruk, nama Hayam Wuruk ini sendiri diangkat juga oleh kitab Pararaton, inilah kaitannya mengapa boleh dikatakan bahwa kitab Kidung Sunda dan Pararaton adalah 2 kitab saling menguatkan dan mendukung untuk kisah atau peristiwa perang Bubat.

    Teramat aneh kalau masyarakat menerima sebutan raja Majapahit Sri Rajasanegara dengan sebutan Hayam Wuruk, apakah itu nama asli atau bukan karena kata hayam adalah kosakata dalam bahasa Sunda yang mempunyai arti ayam, sedang wuruk sama juga merupakan kosakata dalam bahasa Sunda yang mempunyai arti jago, lebih kearah jagoan untuk kelahi.

    Inilah hebatnya yang mempromosikan kitab Pararaton, sehingga nama sebutan Hayam Wuruk seolah-olah bahwa benar sebagai nama asli untuk sebutan atau panggilan, dan tidak tanggung-tanggung nama seorang raja besar kerajaan Majapahit yaitu Sri Rajasanegara, bahkan pemerintah pun mengakui sebutan itu. Penulis belum mendapatkan referensi bahwa nama itu nama asli atau panggilan untuk Sri Rajasanegara dari sumber bukti sejarah yang lain, semisal prasasti-prasati yang sudah ditemukan.

    Informasi lainnya yang bisa dianalisa seperti hal-hal yang berbau mistis yang secara kemanusiaan itu mustahil dan tidak masuk logika, tentang Gajah Mada yang moksa (red - menghilang dari pnglihatan kasat mata) seperti petikan terjemahan kitab Kidung Sunda sebagai berikut ini:

    "Maka beliau (red-Gajah Mada) mengenakan segala upakara (perlengkapan) upacara dan melakukan yoga samadi. Setelah itu beliau menghilang (moksa) tak terlihat menuju ketiadaan (niskala)

    Kitab Kidung Sunda dilihat dari seluruh isinya berupa narasi untuk sebuah kisah, lebih kearah fiksi fantasi artinya ada hayalan imaginer dari si pembuat atas peristiwa yang diceritakan, seperti petikan diatas. Tentu saja kebenaran sejarah untuk narasi seperti ini sangat diragukan, bisa jadi tidak ada nilai sejarahnya, bisa jadi pula bahwa perang Bubat ini hanyalah atau rekayasa mengikuti cerita sebelumnya.

    Terjemahan kitab Kidung Sunda ini diterbitan oleh C.C Breg (sejarawan Belanda) tahun 1927-1928 bersama dengan kitab Kidung Sundayana. Kitab ini diterbitkan setelah kitab pertama yang memuat kejadian serupa mengenai perang Bubat yang diterbitkan terlebih dahulu yaitu kitab Pararaton, yang merupakan hasil penelitian dan terjemahan DR JLA Brandes (peneliti sejarah Belanda yang paham bahasa Jawi kuno) tahun 1902 dan digubah oleh para Sarjana yang belum ketahuan identitasnya tahun 1920. (silakan baca artikel Dusta Sejarah Kitab Pararaton supaya lebih jelas). mohon maaf penulis tidak punya teks asli semua kitab itu.

    Baiklah dalam hal ini tidak akan diperdalam lebih lanjut mengenai keaslian, kebenaran atau kepalsuan dari kitab Kidung Sunda dan Pararaton, tetapi lebih fokus menganalisa isi yang disampaikan oleh kitab Kidung Sunda dan Pararaton mengenai kejadian atau peristiwa perang Bubat, mari perhatikan petikan dari terjemahan kitab Kidung Sunda sebagai berikut:

    Kitab Kidung Sunda (terjemahan) Pupuh I :

    Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka (red, rombongan kerajaan Sunda) bertolak disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil. Kapal jung. Ada kemungkinan rombongan orang Sunda menaiki kapal semacam ini. Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.” (bait 1. 43a.)”.

    Informasi penting yang diperoleh dari sebagian petikan terjemahan kitab Kidung Sunda diatas, salah satunya yaitu mengenai jumlah armada rombongan dari kerajaan Sunda Galuh. Rombongan itu memakai armada kapal yang terdiri dari 200 buah kapal ukuran kecil dengan jumlah total keseluruhan armada itu sekitar 2.000 buah kapal, terdiri dari sebagian besar jumlah kapal dalam ukuran besar dan ditambah 200 kapal dalam ukuran kecil.

    Hitungan matematis sederhananya seperti berikut ini : misalkan 1 buah perahu rata-rata memuat atau membawa awak 10 orang, artinya jumlah rombongan dari kerajaan Sunda Galuh (gabungan kerajaan Sunda dan Galuh) sekitar 20.000 orang awak, ini tentunya suatu jumlah yang terlalu overdosis atau berlebihan untuk sebuah acara perkawinan. Bayangkan atau misalkan lagi, kalau muatannya dalam 1 buah perahu minimal mengangkut rata-rata awak 20 orang, berarti jumlah rombongan bisa mencapai lebih dari 40.000 orang awak, dan itu juga bukanlah jumlah sedikit dan lebih besar dari hitung-hitungan pertama, jumlah itu diperkirakan cukup untuk sebuah rencana penyerangan terhadapa suatu negara atau kerajaan lain pada saat itu.

    Perjalanan berlayar dari tanah Sunda ke tanah Jawa ujung timur dengan hanya memakai kapal-kapal manual atau memakai tenaga manusia, pasti bukanlah jenis kapal-kapal atau perahu-perahu kecil yang digunakan. Lebih tepat sebutan kapal, dan kapal-kapal ini mestinya harus bisa memuat jumlah personil atau awak lebih dari 30 orang dalam 1 buah perahu. Dilakukan perhitungan lagi dengan asumsi rata-rata 1 buah kapal memuat awak 30 orang, maka jumlah total orang akan mencapai jumlah kisaran lebih dari 60.000 orang. Jumlah yang cukup fantastis dan ideal untuk sebuah rencana penyerangan besar, sekaligus membumihanguskan kerajaan seperti Majapahit, yang notabene mereka sedang sibuk melakukan invasi ke luar wilayah kerajaannya.

    Teknologi maritim atau tehnologi pembuatan kapal, lalu kemudian disesuaikan dengan keberadaan kerjaan Sunda Galuh yang masa perdamainya ratusan tahun lamanya, tentunya pembuatan kapal dan tehnologi akan sangat dimungkinkan. Kapal-kapal itu bisa jadi hasil usaha dengan cara membeli dari negara lain, seperti yang diungkapkan bahwa kapal-kapal besar yang digunakan mirip dengan kapal-kapal yang dipakai oleh tentara Mongol pada waktu menyerang kerajaan Kediri masa pemerintahan Jayakatwang. Kerajaan Kediri sendiri asalnya kerajaan Singhosari tapi direbut kekuasannya oleh Jayakatwang dari mertuanya Sri Kertanegara, pada waktu itu.

    Kerajaan Sunda Galuh sebelumnya sudah mempunyai hubungan kedekatan sejarah dengan kerajaan dari Sumatera yaitu Sriwijaya, yang terkenal mempunyai teknologi maritim yang unggul, selain itu ditambah lagi dengan pendanaan yang cukup untuk membeli atau membuat kapal-kapal sejumlah itu, karena kerajaan Sunda Galuh adalah kerajaan yang kaya dan makmur.

    Tradisi Jawa atau dimana pun dalam pernikahan, pihak laki-laki tentunya yang harus datang ke tempat pihak si calon istri, bukan malah sebaliknya. Seandainya raja Sunda Galuh dan pasukannya pada kisah kitab Kidung Sunda itu dikatakan merasa terhina sebagai alasan untuk berperang pada saat itu, dengan diceritakan bahwa mereka harus dan diminta takluk secara militer oleh Gajah Mada sesampainya dilapangan Bubat, maka secara logika atau akal sebenarnya itu tidak mungkin, kalau hanya alasanya terhina seperti itu. Raja Sunda Galuh Sri Maharaja Linggabuana (Prabu Wangi, sebutan lainnya) semenjak awal harusnya sudah merasa terhinakan diri dan kerajaannya dengan kedatangan untuk mengantar sang putri Citraresmi sebagai calon istri raja Majapahit Sri Rajasanegara alias Hayam Wuruk.

    Kisah ini paradoks dan tidak selaras tentunya, tidak bisa diterima. Walau pun mungkin pada daerah-daerah tertentu atau kondisi khusus ada yang seperti itu yaitu si pihak calon istri yang datang ke pihak laki-laki, tapi hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kebenaran umum.

    Terjemahan kitab Kidung Sunda juga membahas tentang Mahapatih Gajah Mada yang disalahkan oleh para seniornya (para penguasa Wilayah Daha dan Kahuripan, kerjaan bawahan Majapahit) dikeraton kerajaan Majapahit, yang merupakan paman dari Sri Rajasa alias Hayam Wuruk, yaitu ketika berakhirnya perang Bubat tentang penyebab terjadinya tragedi itu. Pertanyaanya, mengapa pula dalam terjemahan kitab kidung Sunda dinyatakan bahwa diantara pimpinan Sunda Galuh termasuk rajanya yang terbunuh, merekalah (para senior) yang melakukannya? mungkin bisa jadi karena terpaksa mengatas namakan bela negara.

    Satu hal lagi, ketika peristiwa itu berlangsung, suatu hal yang tidak singkron satu sama lain yaitu Sri Rajasanegara alias Hayam Wuruk ternyata ikut serta dalam peperangan itu, alasan yang sama mungkin atas nama bela negara. Hal yang menjadikan kisah ini tidak realistik adalah karena kelihatan jelas ada sisi fantasi si pengarang. Dalam hal kenyataan perang sesungguhnya, siapapun bisa saling membunuh, tidak hanya para pembesar kerajaan dengan pembesar kerajaan lawannya, tetapi prajurit biasa pun bisa membunuh seorang raja dan sebaliknya atau bisa jadi mereka, para pembesar itu, tidak terbunuh langsung, tapi karena terkena senjata yang bisa dipakai dengan jarak jauh, panah atau tombak biasanya pada masa itu.

    Bagian II Analisa Kitab Pararaton
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Apr 6, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. adnanunique Veteran

    Offline

    Superstar

    Joined:
    Apr 29, 2010
    Messages:
    12,032
    Trophy Points:
    262
    Ratings:
    +25,328 / -0
    emm.... itu blog pribadi kan yah? :???:


    kalau boleh tau, itu pembuatan tulisan itu berdasarkan analisis sendir (berarti kk ezank adalah seorang sejarawan)

    atau mengutip dari mana gitu?
     
  4. bung_dorji Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 1, 2010
    Messages:
    157
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +23 / -0
    ehm ehm..agak2 ngeri2 juga bahas ginian nih salah2 ngoceh bisa di :bata: ama momod.

    Sedikit yang pernah ane baca yah gan :

    Gajah mada moksa itu bukan berarti ilang sekejap *blep* gitu tapi hilang ya pergi ilang g pamit2 dan g bisa ditemuin
    Sedangkan teori perang bubat memang agak sedikit risih dibicarakan, karena sebagian menyalahkan gajah mada yang beranggapan bahwa Sunda galuh menyerahkan anaknya sebagai tanda menyerah pada majapahit (ini saya pernah baca nanti saya kasih linknya soalnya lupa) karena sumpah palapa tidak akan terwujud kalau masih ada negara/kerajaan besar/kecil ditanah jawa yg belum tunduk pada majapahit, sedangkan raja sunda galuh merasa terhina :gaswat: karena yang namanya mertua raja jelas harus lebih tinggi derajatnya dari si raja sendiri yg notabenenya berarti hayam wuruk (majapahit) tunduk ke kerajaan sunda galuh.

    Berdasarkan perhitungan agan juga (dari kitab2) kalau memang 200 kapal g mungkinkan orangnya juga 200, kalau memang untuk kawinan buat apa juga bawa sebagian besar armada perangnya ?! :army
     
  5. Rmlioki M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Feb 4, 2013
    Messages:
    548
    Trophy Points:
    52
    Ratings:
    +451 / -0
    kalau dibilang Kerajaan Sunda ada hubungan dekat dengan Sriwijaya jd, saya rasa tidak mungkin karena Sriwijaya dan Majapahit ada di masa yg berbeda (Sriwijaya lebih dahulu terbentuk, sedangkan Majapahit lebih muda beberapa dekade sesudah Sriwijaya). Lagian ga' mungkin banget ada 2 (dua) raksasa yg mempunyai Teritorial yg hampir sama.
     
  6. daoen_kering Members

    Offline

    Joined:
    Dec 14, 2012
    Messages:
    7
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +0 / -0
    teks ini lulus kritik tekstual belum. apakah reliable sebagai sumber sejarah?
     
  7. crewpoek M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Feb 1, 2010
    Messages:
    1,174
    Trophy Points:
    147
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +984 / -0
    memang ketika akan digunakan sebagai sumber sejarah harus banyak dibuktikan bro...
    ini hanya teori lain saja
     
  8. channoopy_ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jul 22, 2013
    Messages:
    804
    Trophy Points:
    107
    Ratings:
    +2,554 / -0
    tapi bisa jadi wawasan buat kita lah..
    meskipun belum bisa dibuktiin teorinya..
     
  9. elhakamusaputra Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2012
    Messages:
    72
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +20 / -0
    dalam sejarah jawa, semua yg tidak logis, menjadi mungkin. kalu mau tau, Diah Pitaloka ada di Jalatunda, gunung penanggungan, silahkan diajak ngobrol kalo mau crita versi asli
     
  10. LazyDog_ M V U

    Offline

    ~ Haram ~

    Joined:
    Feb 28, 2014
    Messages:
    1,598
    Trophy Points:
    242
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +5,407 / -2
    ane curiga ini cuma akal"an'nya kompeni, biasalah adu domba :keringat:

    kitab aslinya ga jelas yg ada cuma terjemahannya, penulis kitabnya siapa juga belum jelas, yang ada cuma penerjemahnya, prasasti ttg kemenagan majapahit terhadap kerajaan sunda juga engga ada...

    Kitab Negarakretagama tidak pernah mengulas peristiwa perang bubat, padahal kitab ini ditulis pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk yang salah satunya menjadi. Kitab Negarakretagama ini ditulis saat kerajaan Majapahit masih berada di era keemasannya, mustahil jika mpu Prapanca tidak mengetahui terjadinya peristiwa perang bubat dan tidak menuliskan peristiwa tersebut di dalam kitabnya
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.