1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Official Short Story Fiesta ~ Mari Menulis Cerpen dan Membuat Antologi Bersama

Discussion in 'Fiction' started by Fairyfly, May 17, 2015.

  1. blu3phant0m M V U

    Offline

    zazazazzzzzzzzzz............

    Joined:
    Aug 2, 2009
    Messages:
    2,013
    Trophy Points:
    162
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,503 / -3

    Okelah kalo begitu.
    Saya mau memperpanjang yang harus dipanjangkan. :maling:
     
    • Like Like x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. HartantoShine M V U

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Aug 18, 2012
    Messages:
    7,794
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,997 / -0
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: May 22, 2015
  4. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    first blood aja deh :keringat:

    Judul : Badut Kampus
    Genre : Komedi, Stress

    diambul dari gambar no 6


    “Jon, bangun Jon!”

    Udin menggoyang-goyang tubuhku layaknya seorang begal hendak merampok. Aku membuka mata, malas. Pandanganku yang masih kabur membuat bayangan Udin terlihat seperti seorang penjinak buaya, atau buayanya.

    “Jonoo!”

    “Berisik, Udin!” Aku balas teriak, seketika membuka mata lebar-lebar dan bangun layaknya orang kerasukan. Setelah bermain Winning Eleven sampai jam tiga pagi, bagiku ini masih terlalu dini untuk bangun tidur.

    “Oi, Jono,”

    “Joni, nyet!” Balasku mengoreksi sambil garuk-garuk pantat. “Ada apa sih, din, pagi-pagi begini?”

    Udin menatapku polos, lugu. “Jon, bangun Jon. Ada hal penting nih.”

    “Apaan?”

    “Gini, Jon,” Udin menghela napas panjang. “Tadi aku mimpi dikejar-kejar T-Rex.”

    ………

    “Din…”

    “Oi,”

    “Sehat?”

    Udin menatapku miris, melongo. Aku balas menatap dengan pandangan mata yang sama, menunggu Udin berbicara sesuatu mengenai kewarasannya yang patut dipertanyakan sebelum aku menelpon rumah sakit jiwa atau polisi pamong praja. Saat kemudian terdengar suara wanita dari kamar sebelah, dia segera menoleh keluar jendela.

    “Eh, dek Maya. Kuliah tho dek?”

    “Iya, Mas Udin. Mas ndak kuliah?”

    “Aku lagi ada proyek. Dosenku bilang ndak masalah kalo aku bolos kuliah demi masa depan.” Jawab Udin, ngawur. Mbak Maya hanya tertawa, dan tertawa makin jadi ketika aku berteriak dari dalam kamar, “Proyek maling tengtop!”

    ………

    Agh, Udin goblok! Membangunkanku pagi-pagi buta untuk hal yang tidak jelas.

    ***​

    Dek Maya, mahasiswi baru yang masih kuliah semester dua di kampus tempat aku dan Udin membuat kerusuhan, merupakan tetangga sebelahku semenjak delapan bulan lalu. Rambutnya yang hitam panjang, plus mata dan wajahnya yang bulat membuat siapapun yang melihatnya pasti terpesona, tak terkecuali Udin.

    Meski secara pribadi, aku sama sekali tak berharap Udin bisa berpacaran dengan dik Maya – aku tak mau gadis itu mengalami trauma dan gangguan psikologis akibat memiliki kekasih berotak bejat.

    “Jon, aku wis memutusken kalo aku mau nembak dek Maya nanti sore.”

    Ah, baru saja kepikiran…

    Udin dengan santainya berceloteh selepas keluar dari kamar mandi – dan tolong jangan tanya apa yang ia lakukan dengan sabun di kamar mandi. Semenjak persediaan air PAM di kosan Udin macet, ia selalu menumpang tidur dan mandi di kosanku. Meski tak masalah bagiku, namun aku amat jengkel dengan kenyataan bahwa persediaan sabunku kini habis tiga kali lebih cepat. Terlebih, aku dibuat kesal dengan erangan yang biasa terdengar saat ia mandi.

    “Dik Maya, uh, pelan-pelan dik.”

    Benar-benar manusia laknat.

    “Kamu temani aku, yo?”

    “Aku ada kuliah, din.”

    “Kamu kuliah?” Tanyanya lagi. Aku mengangguk, ogah-ogahan.

    “Jon, jangan bohong kamu. Bohong itu dosa. Nanti kalau kamu banyak dosa, kamu masuk neraka.”

    Asem.

    “Si Toar bilang kalau kamu titip absen katanya. Jam kesatu.”

    “Buset? Kamu tahu darimana?”

    “Lah aku juga titip absen ke dia. Jam ketiga.”

    Ah, kampret.

    “Aku yo wis ngerti Jon, kalo jam kesatu kamu ora masuk, sama saja kamu bolos seharian.”

    ………

    Memang seharusnya hari ini aku kuliah, namun karena tugas yang (sengaja) belum terselesaikan, aku berniat untuk titip absen saja kepada teman sekelasku, Toar. Toar setuju dengan syarat aku mau memberikan koleksi file b*kep terbaru milikku padanya sebanyak 8 giga. Aku sih setuju saja, meskipun sebenarnya flashdisk milik Toar terkenal sebagai sarang virus.

    Karenanya, semalaman aku bisa puas bermain Winning Eleven bersama Udin yang sama-sama hobi titip absen. Aku sempat mengingatkan Udin bahwa ia harus kuliah dikarenakan statusnya yang sudah mahasiswa semester dua belas. Udin hanya berkata bahwa hari itu dosen killer yang biasa mengajar teknik beton tidak dapat masuk karena kecelakaan. Kakinya tertimpa palu martil, begitu katanya. Udin menyayangkan palunya yang mahal.

    Pertandingan terakhir yang kuingat adalah antara Juvintis vs AS Rama, yang berakhir dengan kekalahan AS Rama, 4-0. Hal itu membuat Udin galau bukan main karena tim kesayangannya dibantai habis. Selama permainan, ia menyalahkan stik PS miliknya yang rusak. Aku tawarkan untuk diganti dengan stik milikku, tetapi setelahnya ia malah kebobolan 4 gol. Sesaat sebelum pertandingan usai, Udin menyalahkan wasit yang berat sebelah. “Wasit goblok! Wasit goblok!” begitu yang ia teriakan selama injury time. Yah, mirip supporter sepakbola Indonesia. Untunglah mahasiswa sebelah tidak nyambi sebagai menwa, begitu yang kupikirkan.

    “Aku akan membuat pernyataan cintaku ini menjadi pernyataan cinta yang fenomenal, Jon.”

    “Fenomenal gundulmu!” Jawabku. “Memangnya bagaimana caranya? Kalau ditolak, kamu mau terjun bebas dari Gunung Semeru, begitu?”

    “Ya ndak lah, Jon. Kamu, ugh, ini loh, ini mesti otakmu ini.” Jari telunjuk Udin mengacung ke arahku, sambil sesekali geleng-geleng kepala. “Gini nih jadinya kalo kamu makan gorengan tiap hari.”

    Anjrit.

    “Dengarkan dulu, Jon. Jadi rencananya aku mau nembak dia pake kostum panda.”

    “Hoo…”

    “Dik Maya kan suka sekali sama panda, jadi aku mau pakai kostum panda buat satu hari ini. Begitu dia selfie bareng denganku, aku bakal nembak dia didepan umum, gitu Jon. Gimana menurutmu?”

    Gila!

    “Gila!” Ujarku menirukan apa yang pikiranku bilang. Memang, sih, sinyal listrik antara otak dan mulutku ini satu arah, membuat apa yang mulutku keluarkan selalu sama dengan apa yang kupikirkan. Jujur, dalam beberapa momen, hal itu memberiku musibah, contohnya saat aku menyebut dosen teknik ukur tanah sebagai kura-kura ninja.

    “Aku serius loh, Jon. Ini aku wis pinjam kostum panda dari temanku. Nih, lihat,” Udin merogoh isi tasnya yang tebal, yang pada awalnya kukira merupakan seperangkat boneka full body elektrik.

    “Satu set lengkap.”

    Uding mengacungkan sebuah set kostum panda berukuran besar. Badut, begitu yang kupikirkan. Badut panda. Siapapun yang masuk kedalamnya pasti akan merasa kepanasan.

    “Tunggu, din, tunggu.” Kataku kemudian. “Ini tulisan apa, din? Happy Birthday?”

    “Oh ini?” Kata Udin, menunjuk ke arah punggung kostum tersebut yang bertuliskan Happy Birthday. “Iya, jadi temenku itu kerjanya jadi badut sulap di acara ulang tahun anak balita.”

    “Ah, Udin semprul!” Kataku, jengkel sekaligus geli. “Kamu mau nembak cewek atau mau ngucapin selamat ulang tahun?”

    “Habisnya ndak ada lagi, Jon. Cuma ini yang bisa aku dapat. Yo aku mikir ndak apa-apa lah, daripada tulisannya selamat lebaran.”

    ………

    Masuk akal.

    “Ikut ya, Jon. Kita kan teman dari SMA. Aku minta tolong ke siapa lagi, Jon, kalo ndak ke kamu?”

    Idih…

    “Din, bukannya aku nggak mau bantu. Tapi apa rencana ini sudah kamu pikirkan matang-matang? Bagaimana kalau nanti kamu dikejar sekuriti?”

    “Lah, atas dasar apa aku dikejar sekuriti gara-gara pakai kostum panda, Jon?”

    Terorisme.

    Baru saja aku mau bilang pada Udin bahwa ia mungkin dicap sebagai anggota kelompok militan, sebelum kemudian Udin menyela, “Asalkan sekuriti yang jaga itu pak Slamet, aman Jon. Aku wis akrab.Tak kasih Djarum Coklat dua bungkus, beres.”

    Nah, ini nih.

    Udin merupakan salah satu contoh bibit koruptor yang kelak akan merugikan negara puluhan milyar. Ia memiliki bakat alami yang sempurna untuk menjadi salah satunya.

    Secara logika, aku tidak mungkin ikut menemani si gila ini berkeliaran di kampus. Bilamana bukan pak Slamet yang jaga, ia bisa saja berakhir di pengadilan sambil menangis. Jika itu terjadi, kelak akan banyak LSM yang mengutuk sistem peradilan di Indonesia. Pemidanaan kasus Udin kelak akan berakhir dengan gerakan bertajuk “Selamatkan Udin” atau “Koin Untuk Udin”, yang biasanya memenuhi jalur pantura. Entah koinnya digunakan untuk apa.

    Tapi, kurasa semua ini akan jadi menarik.

    Setelah menimbang-nimbang, aku memutuskan untuk ikut. Sebagai rencana cadangan, aku akan pura-pura tidak mengenal si bejat ini bilamana sekuriti memutuskan untuk membawanya ke kantor polisi terdekat.

    ***​

    Tepat beberapa jam kemudian, kami berada di kampus. Dugaanku benar adanya, sekuriti jaga di hari itu bukanlah pak Slamet.

    “Pak Slamet? Cuti, dek.”

    “Cuti?”

    “Iya. Cuti hamil.” Begitu kata salah satu sekuriti jaga – mulai sekarang kita sebut saja sekuriti cadangan.

    Setelah aku bertanya bagaimana caranya pak Slamet bisa hamil, sekuriti cadangan mengklarifikasi bahwa yang hamil itu istrinya, bukan pak Slamet. Maklumlah, manusia bisa khilaf.

    Tetapi yang paling penting sekarang adalah bagaimana caranya Udin bisa memakai kostum panda dan berkeliaran di area kampus tanpa dikira sebagai teroris. Aku sempat bernegosiasi dengan sekuriti cadangan, bilang dengan jujur bahwa Udin berniat menyatakan cinta pada temannya dan membuat kisah cintanya menjadi fenomenal. Sayangnya, meskipun aku dan Udin sudah menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa, satpam khilaf ini tidak memberi kami ijin. Selain ragu dengan keaslian Kartu Tanda Mahasiswa milik Udin, beliau juga mengaku takut kecolongan, karena ternyata, permintaan serupa pernah terjadi dua tahun lalu dan berakhir dengan tawuran massal antar jurusan. Bagaimana caranya? Entahlah. Satpam khilaf ini hanya bilang bahwa nasi sudah menjadi bubur.

    “Tuh, din, sekarang bagaimana caranya kamu membuat kisah yang fenomenal?” Tanyaku padanya di kantin bu Wiwit yang terkenal dengan masakannya yang lezat, juga pemiliknya yang galak. Udin sempat keberatan berkeliaran di kantin ini karena ia masih memiliki hutang tiga puluh ribu pada bu Wiwit. Meski demikian, aku berhasil memaksanya setelah mengancam akan membocorkan rahasianya pada Maya, bahwa ia selalu berfantasi tentang Maya setiap kali menggunakan kamar mandi.

    Udin, di lain pihak, tampak stress berat. Rencananya untuk membuat hari paling bersejarah baginya gagal total setelah Pak Slamet hamil - maksudku, istri pak Slamet.

    Ia tampak memutar otak, keringat mengucur dari keningnya.

    “Din, lu sehat?”

    Udin tidak menjawab, masih kacau balau, kini memegangi kepalanya dengan kedua tangan. Saat aku kembali memanggilnya, ia menampik tanganku. “Jon, sori, aku butuh konsentrasi iki.”

    Ajaib.

    Makhluk gagal yang satu ini bisa berkonsentrasi juga.

    “Din, kalau kebanyakan mikir nanti tambah lapar, lo.” Kataku lagi, seraya menyarankan Udin untuk menembak Maya dengan cara biasa saja.

    Tetapi bukan Udin namanya bila ia langsung menyerah dalam percobaan pertama. Alih-alih tipikal orang yang mudah menyerah, Udin boleh dibilang manusia nekad.

    Aku ingat bagaimana ketika kami masih SMA dulu, aku dan teman-temanku menjahilinya saat acara persami. Kami menyembunyikan celana Udin saat ia buang air, membuatnya kelabakan selama setengah jam tanpa celana. Dan bukannya menyerah, Udin malah bilang bahwa ia akan mencari celananya bahkan sampai malam sekalipun. Setelah satu jam bugil di sepanjang aliran sungai, kami akhirnya tak tega juga. Kusimpan celana Udin di semak-semak dekat tempatnya mencari. Saat menemukannya, Udin tampak begitu girang. Begitu girangnya sampai-sampai ia melempar-lempar celana tersebut ke udara sebagai bentuk kepuasan. Pada lemparan yang ketiga, celana itu menyangkut di dahan pohon. Kami harus menggunakan galah bambu untuk meraih celananya kembali.

    “Kamu nggak ngerti Jon.” Jawab Udin, galau. “Kalau aku nembak kayak biasa, kemungkinan buat aku ditolak lebih besar. Korelasi antara nembak cewek dengan cara umum dibandingkan dengan cara yang kelak akan diingat seumur hidup itu berbeda jauh, Jon.”

    Sableng.

    Udin benar-benar sudah tidak waras. Ia yang selalu gagal paham soal pelajaran teknik beton sekarang malah menjadi ahli dalam analisis asmara. Bukan tidak mungkin bila kelak ia akan membuat skripsi dengan judul “Analisis penggunaan kostum badut pada berhasilnya sebuah pernyataan cinta.”

    Sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba dari arah belakang, sebuah tepukan menepi di pundakku. Aku menoleh, berbalik dengan wajah kalem, berharap bahwa yang menepuk pundakku merupakan seorang gadis mahasiswa baru yang tak tahu arah dan berusaha bertanya.

    Saat aku menyadari bahwa yang menepuk pundakku adalah Pak Surya, jantungku serasa mau copot.

    “Joni!”

    “Eh, si…siang Pak Suryo, eh, maksud saya, Roy Suryo, eh, bukan!!”

    “Kamu titip absen lagi ya!”

    Waduh!

    Si Roy Suryo ini tanpa basa basi langsung menarikku ke inti permasalahan, membuatku gelagapan. Tatapan mata Elang beliau membuatku yang sedari tadi berasa seperti Hercules, kini merasa seperti ayam sableng. Mataku berkelit kesana kesini, mencoba mencari bantuan. Aku tak bisa berharap bantuan Udin. Bukan karena ia sedang sibuk galau, melainkan karena memang pada dasarnya, Udin tidak bisa diandalkan. Buktinya, saat aku terjepit seperti ini, mulutnya masih komat-kamit menyebut nama seseorang.

    “Dek Maya, dek Maya, aku cinta sama kamu…”

    Beruntung sesaat kemudian, salah satu temanku lewat. Indra, mahasiswa tukang demo yang sama-sama hobi titip absen untuk alasan berbeda.

    “Pak, coba tanya Indra, tuh! Aku tadi bolos ato nggak.”

    Pak Surya menoleh ke arah Indra yang berpenampilan urakan. Tampaknya ia baru selesai demo di DPRD.

    “Indra!” Sahut pak Surya. Indra menoleh.

    “Kamu tahu nggak, tadi Joni bolos atau nggak.”

    “Nggak tahu, pak. Saya titip absen, tadi.”

    Ah, goblok!

    Pernyataan jenius dari Indra lantas membuat target Pak Surya berubah. Alih-alih menegurku, kini Pak Surya sibuk mengurus Indra. Indra yang seorang aktivis tentu tidak tinggal diam dan terlibat pembicaraan seru dengan pak Surya. Meski keduanya kini berdebat seru soal lebih penting kuliah atau demo, bagiku obrolan keduanya lebih mirip dengan sebuah debat antara “Mana yang lebih dulu keluar, telur atau ayam?”

    Setelah sekitar tiga menit menonton keduanya, aku baru sadar bahwa Udin tiba-tiba menghilang, meninggalkan piring kotor dan soto babat yang belum dibayar. Aku segera kabur sebelum bu Wiwit berteriak dari balik dapur. Tepat saat aku tiba diluar area kantin, terdengar suara ribut-ribut. “Iki siopo sing mangan ora mbayar?! Tak sumpahi motor’e mledak!

    Maksudnya, yang makan tanpa membayar tadi itu, disumpahi motornya meledak. Sayangnya aku tidak punya motor.

    Setelah beberapa saat kabur, kembali seseorang menepuk pundakku. Kali ini sentuhannya begitu lembut, sehingga aku yakin bahwa kali ini yang menyentuhku adalah seorang gadis cantik.

    Saat aku berbalik, aku kembali terkejut. Yang menepuk pundakku kali ini adalah sesosok…panda!

    “Anjrit, Udin!” Teriakku. “Lu ngapain, nyet?”

    Udin tak bisa bicara – ia mungkin bicara dari balik kostum panda miliknya, namun aku tak bisa berbicara bahsa panda.

    “Mmfhh…Mfaffh…”

    “Din, lu ngomong apaan?”

    “Mffhh! Mffuuufh!!!”

    “Haah?”

    Sedang asyik-asyiknya belajar bahasa panda, dua orang satpam kampus – salah satunya sang satpam khilaf – tampak berlari dari ujung gedung. “Woi, itu! kejar!” Teriaknya. Seketika Udin berlari, diikuti kedua satpam yang bernapas ngos-ngosan. Aku melihatnya dengan pandangan miris. Beberapa mahasiswa yang ikut melihat juga seolah tak percaya dengan apa yang ada dihadapan mereka.

    Salah satu yang melihat adegan itu tak lain adalah dek Maya, yang sama-sama tercengang dengan pemandangan tersebut. Segera saja aku menghampirinya.

    “Dek Maya,”

    “Eh, Mas Joni. Ini ada acara apa tho, mas? Kok ada panda segala?”

    Ugh, bagaimana aku mengatakannya ya?

    Aku sempat memutar otak, bingung antara memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi atau tidak. Tak lama kemudian, seorang pria berparas tampan datang tiba-tiba, merangkul pundak dek Maya.

    “Sayang, kenapa? Kok kayak yang bingung begitu?”

    ………

    Sayang?

    “Itu loh say,” Jawab dek Maya, kalem. “Tadi ada panda dikejar-kejar satpam.”

    “Masa sih?” Sang pria yang bertubuh atletis tersebut bertanya balik, keheranan. Dek Maya tidak menjawab. Alih-alih, ia mengenalkanku pada sang pria.

    “Kenalin, Mas Joni. Ini pacarku, Andi.” Kata Maya, senang. Aku menjulurkan tangan, tersenyum sebisaku. Sang pria dengan ramah menyambut uluran tanganku.

    “Andi. Teknik Mesin 2011.” Ujarnya kalem. Aku hanya bisa mengangguk-angguk tanpa menyebut statusku yang mahasiswa angkatan 2009.

    Dek Maya lantas pamit, pergi bersama pacarnya yang level ketampanannya jauh melebihi Udin.

    Kini aku bingung, bagaimana memberitahu Udin tentang situasi ini.

    ………

    Ah, tapi tampaknya aku tak perlu repot-repot memberitahunya sekarang.

    Karena di kejauhan, tampak seekor panda yang meronta-ronta sedang digiring dua orang satpam.

    ditunggu yang lain :nikmat:
     
    • Like Like x 5
    Last edited: May 24, 2015
  5. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    lol tebakan gw pas juga kalo situ bakal pake itu gambar panda lol :lol:

    komeng menyusul (klo gk tarsok) :maling:
     
    • Like Like x 1
  6. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    okelah gw komen dolo sedikit banyak. terlepas dari kesan awal cerita yang ringan dan casual, ternyata komeng buat yang macam ini gak semudah yg gw kira.

    kata mereka, ya perubahan dapat menjadikan sesuatu yang lebih baik. tapi menurut gw perubahan yg baik bukankah sesuatu yang dapat dipaksakan begitu saja. terkadang, tidak mau berubah dan tetap berpegang pada hal-hal yang disukai dapat memberikan hasil terbaik.

    dan hal ini berujung pada cerpen karya situ, yang menurut gw bener2 mencerminkan perkataan di atas. untuk mereka yang dengan dangkal melihat segala sesuatu hanya dalam kulit terluarnya mungkin bertanya tanya: ah ini jono lagi jono lagi, lawakan ngasal macam itu lagi, ya cerita jayus pasaran kek gitu lagi. tapi bila mereka bisa melepaskan diri dari asumsi dangkal mereka, dikarenakan kulit cerita tidak sesuai dengan preferensi yg mereka inginkan, maka akan didapat suatu hidden gem di cerita ini.

    pertama-tama, lawakan yang ada di cerita ini buat gw termasuk lawakan cerdas, tanpa harus sok intelek ato mengandalkan bumbu2 pretensius agar terkesan intelektual. it just hits the spot pas gw inget lagi pas gw masih2 rusuh dolo di kuliahan (dan sampai detik ini masih blom lulus juga hiks, keknya yang semester duabelas itu jadi jleb banget huehuehue). bukan sekedar lawakan asal kayak nambahin titit ato v*gina di sembarang tempat trus dilempar jadi gorilla kemudian hamil jadi kupu-kupu. yah, singkat kata, humor di sini well-thought lah buat gw.

    kedua ya, buat cerita nya, dari karakter beserta tingkah laku mereka, gw bener2 bisa relate kayak gw ngalamin sendiri ato kek cerita pengalaman temen gw yg kebetulan bikin ngakak. memang ada beberapa bagian yg rada absurd, tapi ya, justru itulah yg bikin ceritanya jadi lebih menarik. trus gw salut jg ama pembawaan ceritanya yg gampang dimengerti dan ngalir lancar aja.

    ketiga yah, pas ngeliat lagi korelasi antara gambar ama ceritanya, gw jadi ketawa lagi. ini kok pas banget. also, dat ending, bener2 keinget irl. semua cewek yg kamu incar hampir pasti udah punya pacar, lol.

    great job man. ya dari dolo gw kayaknya lumayan sering bilang kalo cerita2 yang situ buat gw sendiri gk bisa bikin hal sebagus itu. dan kalo sekarang, ya kalo dari gw sendiri, you have become a formidable author who can hold your own even with all the good authors out there.

    supaya situ bisa survive, pesen gw cuman gini sih. just be yourself, lakukan apa yang situ cintai. don't forget to have lots of fun--like always.

    udah gitu aja, maaf kalo kepanjangan.
     
    • Thanks Thanks x 1
  7. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    well, thanks as always mod, for always reading and giving comments :matabelo:

    di cerita ini sendiri sih ane berusaha lepas dari semuanya. pas bikin cerita ditengah2 juga rada kepikiran "ah ini cerita lawakan basi." tapi berhubung enjoynya (dan moodnya) lagi pas bikin gituan, yaudah bodo amat, go on aja :iii:

    Yup. like you said, I try to be myself and to do what I like to do the most :hmm:

    thanks mod :peace:
     
  8. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    ga diizinin :((

    Hm... pastinya sih aku punya pendapat yang berbeda dengan high. Dan emang dari dulu juga nggak pernah suka banget sama cerita macam Lupus, dan sejenisnya. Mungkin karena biarpun buat sebagian besar orang yang kayak begitu mudah dimengerti, tapi buatku malah sama sekali nggak relateable.

    Sebenernya bagus sih... di bagian detail-detail, sarkas kecil, yang nyindir-tanpa-solusi keadaan/situasi sekarang. Cuma plot intinya yang 'cuma gitu' aja bikin berasa terlalu dangkal. Yang sebenarnya nggak masalah, kalau openingnya bisa lebih menjanjikan lagi. Tapi adegan bangun tidur itu nggak begitu penting, dan itu boring.

    Alurnya kalau kuliat paling cuma:
    -Udin naksir Maya, dan berencana menembaknya dengan cara yang tidak biasa, yaitu memakai kostum pan--badut sulap
    -Udin dikira orang mencurigakan, dan dikejar sekuriti
    -Ternyata Maya sudah punya pacar, Udin masih dikejar sekuriti

    Selesai. Cuma tiga itu more or less inti plotnya. Dan nggak menarik IMHO. Justru yang menarik adegan remeh-temeh yang nggak ada sangkut pautnya dengan inti cerita. Kayak Jono-Udin yang titip absen, ngutang bayar di kantin, kepergok dosen, dll. And you did a good job writing the dialogue. Campuran dengan bahasa daerahnya itu kerasa banget naturalnya (yang aku biasanya nggak bisa bikin).
     
    • Thanks Thanks x 1
  9. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    jadi'e rada ngasal + ancur. rada2 bau r-18 plus a lot of brutal nonsense. you have been warned.

    ya cocok baca klo pas lagi bener2 senggang aja, soal'e mungkin banyak bagian2 gk penting cuman buat lucu2an aja (kalo bisa ketawa dengan hal ginian sih)

    ===

    Apa Sih Arti Sebuah Gambar?

    genre: entahlah

    diambil berdasarkan semua gambar yg ada.

    Malam itu aku bertemu seorang kawan dekat. Sebut saja namanya tuan Black. Ia seorang wirausahawan yang terkenal eksentrik. Cara pikirnya sungguh di luar kotak, dan tidak sering juga menghasilkan ide gila yang meski sungguh tidak praktis dan masuk akal, ujung-ujung ternyata efektif juga. Kami janji untuk bertemu di sebuah restoran keluarga, pada sebuah pojokan terpencil dimana pembicaraan rahasia kami tak akan dikuping.

    Sebenarnya inti pembicaraan itu tak terlalu penting sih, aku hanya ingin mempelajari cara berpikir tuan Black, yang akhirnya membuat si gila itu menjadi sukses. Aku akan menyediakan beberapa gambar yang sudah ku interpretasikan sendiri artinya, dan aku akan menanyakan pendapatnya lalu berdiskusi mengenai perbedaan tersebut dengannya. Semua itu demi kesuksesan, terutama lantaran usaha bisnisku sedang menurun jauh, sedangkan bisnisnya merangkak naik.

    Tuan Black juga terkenal murah hati dalam membantu usaha yang sedang menurun dengan menawarkan pinjaman tanpa bunga. Namun aku lebih ingin meminjam ilmu rahasianya. Ingin sekali aku menjadi seorang kaya raya, jauh melebihi limpahan hartanya saat ini. Dengan penuh antisipasi, aku bergegas menuju restoran, berpakaian rapi, lengkap dengan jas dan dasi. Berpakaian seperti ini membuatku percaya diri.

    Ia ternyata sudah berada di dalam. Mengenakan pakaian santai berupa kaos, celana pendek juga sandal jepit. Rata-rata pengunjung berpakaian santai sepertinya—diriku terlihat terpencil dan aneh--terlebih ketika mata para tamu restoran tertuju kearahku--kurasa aku memilih restoran yang salah. Tuan Black melambai ke arahku sambil memencet bel meja, membuat rasa malu bercampur gusarku seakan berlipat ganda.

    Sekuat tenaga menahan rasa bergejolak, kucoba berjalan biasa saja agar tak menarik perhatian. Celakanya, saat aku duduk pun, mata sebagian pelanggan tetap tertuju kearahku. Tuan Black, yang meski sukses dan kaya masih berusia 20-an, dengan penampilan layaknya anak muda, menatap ke arahku sambil menyengir.

    "Hei, kau, mengapa hari ini berdandan seperti laki-laki? Yang habis pulang kantor pula. Apakah kau ingin menarik para gadis nakal untuk diperangkap dalam cinta lesbian?"

    "AKU INI LAKI-LAKI TAHU!"

    "Bukankah kau ini sebenarnya wanita berpenis? Kau kemanakan payudaramu--menjualnya di internet?"

    "Perkataanmu sungguh tidak sopan, tuan Black. Tolonglah, untuk saat ini saja."

    "Ya, ya. Aku hanya bercanda. Kau tahu aku secara dekat 'kan, apabila aku benar menyatakan hal ini pada seorang wanita, aku sudah pasti akan ditampar sebelum aku menyatakan kalimat kedua."

    "Kau ini bodoh sekali."

    "Terima kasih."

    Hal inilah yang membuatku sungguh enggan untuk bertemu dan bercakap dengan tuan Black, tapi meski demikian, aku bertemu dengannya lebih sering dari yang kuinginkan. Entah mengapa, pada kesempatan dimana aku butuh bantuan, ia selalu ada dan menawarkan pertolongan paling tepat.

    Sungguh menyebalkan.

    "Hei, Black. Tentang percakapan tadi..."

    "Sudah, kau lakukan di tempatku saja, kau terlalu menarik perhatian di tempat ini. Bila ingin percakapan rahasia yang tak ketahuan, kau harusnya berpakaian seperti wanita saja."

    "Apakah aku begitu terlihat seperti wanita di depanmu?"

    "Ya, mungkin saja. Tapi tenang saja kok, aku tidak semesum itu."

    "Aku tahu kau saat ini memikirkan hal yang tidak-tidak."

    "Ya, kau tahu aku. Karena itu, di sini kita pesan makan saja, lalu pergi ke tempatku. Aku parkir mobilku di dekat sini. Supirku cukup sabar menunggu, tapi aku tak ingin buat dia jengah.

    Di apartemenku ada club house dan tempat biliar. Ia sudah bekerja keras sebulan ini membawaku kesana-kemari, aku ingin beri liburan khusus untuknya malam ini. Kau dapat bermalam juga di sini, besok supirku bisa mengantar balik ke tempatmu."

    "Dasar homo."

    "Aku tak ada udang di balik batu, tenang saja. Lagian melihatmu saat ini, tidak ada yang akan anggap diriku gay, bukan begitu? Apakah kau tak pernah mengaca depan cermin?"

    Aku datang ke sini, mengarungi macetnya kota ini naik bus, menunggu berapa lama hingga sampai di tempat—itupun ditambah jalan kaki. Alhasil, meski berangkat dua jam lebih awal, aku telat setengah jam dari waktu yang dijanjikan. Tuan Black tetap sabar menunggu, mungkinkah diam-diam ia ada sesuatu di balik semua itu?

    "Ya, aku selalu berkaca guna memastikan pakaianku tertata rapi."

    "Apakah kau sering onani depan cermin?"

    "...aku sungguh ingin memukulmu, Black."

    "Maaf, tapi bila aku jadi kau, aku akan sering melakukan hal itu, terlebih jika ada gadis cantik yang menonton."

    "Kau tahu, percakapan ini dapat membuat kita dipenjara lantaran menebar aura mesum bagi anak kecil dekat sini."

    "White, kau ini terlalu serius memikirkan orang lain. Semenjak kapankah, terakhir kali kau melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri?"

    "Semenjak sekarang, aku ingin bercakap tentang hal itu agar bisnisku dapat lebih sukses."

    "Ehem...."

    Tuan Black berdeham sejenak, menoleh pada seorang pelayan wanita yang membawa nampan besar ke arah kami sambil menahan tawa geli. Ia menatap sang pelayan dengan pandangan yang berbahaya. Sepertinya hal yang tak diinginkan akan terjadi.

    "Nona."

    "Ada yang bisa saya bantu?" sang pelayan tersipu sejenak.

    "Bentuk dan ukuran payudara Anda sungguh menawan."

    "Ah, terima kasih." wajah sang pelayan jadi merah merona.

    Percakapan ini mulai mengarah cukup aneh. Tapi bila dilihat pelayan ini mukanya manis juga, dan ia memiliki fisik yang bagus layaknya model, tanpa adanya tanda-tanda suka memuntahkan makanan sisa. Aku setidaknya setuju dengan tuan Black tentang hal ini.

    "Hei, dengan payudara seperti itu, bayi nona pasti akan sehat. Jika nona hasilkan susu sebanyak satu galon, aku ingin membeli setengah---aduh!"

    Secara refleks aku menjitak kepalanya. Dasar kau, sudah mengidap homo ternyata kau buaya darat juga.

    Si pelayan wanita hanya berbisik kepada kami berdua

    "Sebenarnya aku ini laki-laki sih, penisku sepanjang duapuluh senti. Aku punya istri dan anak, dan payudara ini cuma silikon belaka. Maaf mengecewakan ya...tapi terima kasih atas pujiannya...."

    "Wow, luar biasa." sahut tuan Black kagum, sembari bertepuk tangan perlahan, lalu ia menambahkan, "...tapi kadang-kadang bisa menghasilkan susu juga 'kan?"

    "Bagaimana ya....pertanyaan ini sungguh memalukan untuk dijawab....mungkin ya....kadang-kadang."

    "Luar biasa. Luar biasa. Luar biasa----aww!"

    Tangan ini kembali melayang secara refleks.

    Seperti tak mengindahkan kalimat terakhir tuan Black, si pelayan dengan cepat berjalan meninggalkan meja kami. Dengan semampu mungkin mencoba menyembunyikan sesuatu benda besar yang menyembul di sela roknya.

    ..dan jika tidak salah, kulihat seorang gadis berpakaian anggun yang tempat duduknya tak jauh dariku, pada keningnya tumbuh penis kira-kira sepanjang limabelas senti, dan pada pria yang duduk di depannya tumbuh v*gina yang cukup lebar. Mereka lalu membenturkan kening satu-sama lain--sayup-sayup terdengar suara rintihan anjing laut.

    Entah mengapa, aku tak tahu harus bereaksi seperti apa. Sudahlah, anggap imajinasi saja.

    "Kau ini mesum sekali, Black. Aku jadi tambah was-was lagi untuk nanti."

    "Sudah kubilang aku ini bukan homo. Kau juga sebenarnya tertarik akan hal itu 'kan?"

    "Tidak sama dengan kegilaanmu."

    "Ah ya sudahlah, mari kita makan. Aku sudah sangat lapar."

    Karena terlalu sebal akan perkataan tuan Black, aku sungguh lupa untuk memesan makanan dan minuman untukku sendiri. Setelah nampan itu terbuka, aku jadi sungguh, benar menyesal.

    Yang terlihat di atasnya adalah bayi manusia yang telah dipanggang secara bbq. Bersama sup dan mi goreng, terbuat dari plasenta bayi, bersama sup dan jeroan-- juga terbuat dari bayi.

    Celakanya lagi, aku melahap segala santapan itu seakan aku benar-benar sedang kelaparan. Tuan Black serasa acuh tak acuh dan makan saja layaknya menu normal. Namun, saat aku melihat dirinya melahap kepala sebuah jabang bayi panggang, yang menyebabkan kepala tersebut pecah berantakan, dan aku kemudian melakukan hal serupa, aku jadi sadar....

    Bahwa aku mungkin ketularan penyakit gila nya tuan Black. Lebih gilanya lagi, mengapa restoran yang kupesan secara acak ternyata menyediakan bayi dengan cah bermacam-macam? Sungguh terlalu.

    ..dan tahu begitu malah kumakan juga.

    Ya, jujur rasanya lezat sih.

    Xxx​

    Berjalan ke luar restoran diliputi rasa bersalah juga kenikmatan tiada tara, aku melihat seorang yang sungguh mabuk, ia sampai membuat mahakarya grafitti dengan muntahan yang memenuhi sekitar lapangan parkir. Saat aku melihatnya, ia masih muntah juga, dan secara tidak beres terlihat cukup senang melakukan hal tersebut.

    "Hei, itu dia supirku." ujar tuan Black

    Apakah kita benar akan baik-baik saja?

    Rasa khawatirku tidak bertahan lama. Meski supir itu sungguh mabuk, ia sungguh stabil ketika menyetir. Aku agak merasa aneh dengan wajahnya. Mukanya rata total tanpa rambut ataupun kumis—mata dan hidung pun tidak ada.Wajah hanya mulut--kulitnya putih albino.

    Setidaknya ya, meski si supir agak aneh, ia bukan orang jahat, hanya gila saja. Mobil melaju sekitar 60 km / jam pada jalan malam hari, diterangi deretan lampu kota dan pancaran cahaya yang terpantul dari danau di samping kiri-kanan jalan. Pada kejauhan terlihat formasi bangunan pencakar langit dihiasi lampu beraneka warna.

    "Di sana banyak tempat prostitusi, hiburan malam dan kasino. Tenang saja, mafia di sana baik-baik kok. Tidak pelit bila diajak berbisnis. Aku sendiri ada kerja sama dengan mereka untuk bisnis baru."

    ...berbisnis dengan mafia? Mungkin tuan Black memang sudah gila.

    "Bisnis macam apa?"

    "Jual-beli alat kelamin. Dari bahan sintetik bebas penyakit, sekarang jamannya teknologi."

    "Hah...."

    "Aku juga menual payudara ukuran G, makanya beli sana, aku akan memberimu diskon----"

    "Harus kubilang berapa kali, kalau aku ini..."

    "Hanya bercanda."

    "Dasar sinting."

    Selain cukup gila dalam berbisnis, ternyata ia merambah dunia hitam juga. Pas sekali dengan namanya, Black. Kurasa akan kutemukan kegilaan yang lebih lagi, mungkin dapat buat diriku sampai pingsan.

    Untuk beberapa saat, perjalanan cukup sepi, sampai sekonyong-konyong terdengar suatu benda yang pecah berantakan di jalan. Ada apa ini, apakah mobil itu melindas botol? Si supir memundurkan mobil sejenak lalu turun. Aku dan tuan Black yang penasaran juga memutuskan turun juga.

    "Oh, sepertinya kita lupakan saja segala yang terjadi." bisik tuan Black padaku

    Ternyata yang terlindas tadi adalah seorang polisi yang tengah tidur di tepi jalan. Kepalanya pecah berkeping-keping dan tubuhnya remuk total. Namun si supir malah membuka celana lalu menancapkan alat kelamin pada bagian kepala yang pecah di mayat polisi itu. Sintingnya lagi, ternyata cukup banyak tubuh yang tidur berderetan di tepi jalan. Ya tentu saja, si sopir melindas semuanya, tapi yang ia tancapkan alat kelamin hanya mayat si polisi seorang.

    Ya sudahlah, lupakan saja hal tersebut, aku sungguh ingin lupakan hal itu.

    Xxx​

    Setelah melindas beberapa nyawa tak bersalah (atau setidaknya belum dicek oleh pengadilan) akhirnya kami telah sampai pada apartemen kediaman tuan Black. Si sopir memarkir mobil dekat pintu masuk, lalu bergegas pergi entah ke mana.

    "Ia hanya ingin bersenang-senang. Sudah biarkan saja."

    "Aku jadi was-was membayangkan caranya bersenang-senang."

    "Kau ini terlalu banyak mengurusi orang lain, padahal mereka 'kan juga akhirnya tidak peduli akan dirimu."

    "Berisik."

    "Hahahahaha..."

    Tempat ini berupa gedung bertingkat yang memanjang hingga langit. Dengan kelap kelip lampu dan juga desain yang terlihat mewah dan futuristik. Bagian interior membuat aku serasa masuk dalam adegan film fiksi-ilmiah, serba putih bersih dan ada banyak peralatan dengan tingkatan teknologi yang tak kubayangkan sebelumnya.

    Seperti robot resepsionis yang tengah onani tanpa mengindahkan dua orang pengunjung yang baru saja lewat. Setelah dilihat sejenak, robot itu terlihat layaknya karakter gadis anime yang tengah haus cinta.

    "Robot itu senang bila ada yang menontonnya, namun jangan kau masukkan penismu ke dalam lubangnya, bisa jadi hal tersebut langsung putus. Tapi jangan khawatir, kau dapat membeli gantinya di tokoku---"

    "Di mana kamarmu?"

    "Pertanyaan yang agresif sekali."

    "Aku tidak suka menunggu terlalu lama untuk hal ini."

    "Bagaimana jika aku bilang, bahwa aku ternyata seorang loli yang ternyata juga monster tentakel, dan aku suka melakukan hal itu dengan lembut?"

    "Apa kau lupa minum obat, ataukah aku harus memukulmu lagi---"

    "Ahahaha...tidak terima kasih. Oke, mari kubawa ke kamarku."

    "Lantai paling atas?"

    "Bukan, di bawah tanah."

    "Ughh...."

    Kamar bawah tanah? Rasanya hal ini menjadi semakin mengerikan saja...

    "Bila kau tahu wujud asliku nanti, tolong jangan terlalu bernafsu ya?"

    "HARUSNYA AKU YANG BILANG ITU PADAMU, BODOH! KAU INI DARI TADI BICARA SEPUTAR HAL-HAL MESUM MELULU!"

    Aku meraung saat kami sedang naik lift menuju lantai bawah. Saat itu lift sedang berada pada lantai B50. Kamarnya berada di B69. Terdapat sekitar 100 lantai untuk bawah tanah dan 200 lantai di atas tanah.

    "...tapi sebenarnya kau menikmati pembicaraan mesum tadi bukan?"

    Aku meninju perutnya dengan keras.

    "......ouggghhhh......aku ini sungguh seekor loli, tolong jangan perlakukan aku seperti itu."

    Semakin lama aku merasa semakin gila. Aku mulai berpikir bahwa mungkin sebaiknya aku berusaha dengan kemampuanku sendiri saja, tak apalah bangkrut, akan kugunakan pengalaman itu sebagai cambuk bagiku sukses di masa depan. Aku tak mau lagi berurusan dengannya. Aku sudah terlalu banyak mengandalkan tuan Black untuk segala sesuatu, dan mungkin gara-gara inilah bisnisku jadi hancur.

    Saat kami telah sampai di lantai B69, aku berkata pada tuan Black.

    "Hei, setelah kupikir lagi, mungkin lebih baik aku pulang saja. Taksi masih ada malam-malam begini. Aku dapat mengatasi masalah bisnisku seorang diri."

    "Di daerah sini tidak ada lagi. Baru-baru ini ada larangan taksi lantaran banyak terdapat penculikan loli dengan taksi. Ah...sial--"

    Aku mencium bau hangus, dan seketika aku melihat tuan Black menyusut. Pakaian ia kenakan menjadi begitu longgar—yang ada depanku kini hanya seekor loli dengan rambut hitam panjang yang menyentuh lantai.

    "Ah...aku ketahuan."

    "Aku jadi tambah ingin pulang."

    "Hei! Kau ingin meninggalkan loli ini sendirian di rumah? Kau tak khawatir akan terjadi hal-hal buruk padaku nanti?"

    "Yang ada penculik loli itu takut denganmu tahu."

    "Uuu....."

    "Ya sudahlah. Aku sudah capek juga. Aku ingin mandi air hangat lalu tidur nyenyak."

    "Bagaimana tentang pembicaraan itu?"

    "Besok pagi saja."

    "Tapi besok pagi aku sudah harus ke kantor."

    "Ah, ternyata kau rajin juga ya."

    "Bukan, aku hanya ingin onani pagi-pagi di sana."

    ".......meski tubuhmu saat ini loli aku tetap jadi ingin memukulmu."

    "Hahahaha...."

    Tak terasa percakapan di lift itu memakan waktu cukup lama, dan pintu lift tetap tertutup selama pembicaraan itu berlangsung. Ternyata memang pintu tak terbuka otomatis dan deretan lorong kamar sungguh sepi pada jam tersebut. Aku mengecek telepon genggamku, sekarang sekitar dini hari.

    Aku sungguh ingin tidur, tapi kesempatan mendiskusikan gambar tersebut mungkin tak akan datang lagi. Berjalan bersama loli Black, yang mengenakan pakaian super kedodoran, tak lama aku sampai pada kamarnya. Aku mengangkat tubuh kecilnya agar tangannya sampai pada tempat gesek kartu. Terdengar bunyi 'beep' pelan, kemudian kunci pintu terbuka. Berbeda dengan kesan futuristik lantai atas, suasana lantai bawah mungkin seperti apartemen pada umumnya. Lebih seperti gaya berapa puluh tahun lalu, ya, agak retro.

    Kamar loli Black ternyata jauh lebih normal dari yang kukira. Aku serasa melihat cerminan kamarku sendiri.

    "Aku tak mau buat kau menunggu lama. Aku akan ganti baju sejenak, yang lebih nyaman. Mari kita bercakap setelahnya."

    Ternyata loli Black lebih membuat nyaman, gaya bicaranya juga lebih sopan. Terlebih ia sungguh lucu dan menggemaskan. Aku benar-benar lebih menyukai loli Black ketimbang Black yang biasa. Tapi yah, kesan pertamaku langsung buyar ketika aku membicarakan hal penting itu padanya.

    Aku memberikan delapan buah gambar yang kudapat dari internet. Mencetaknya lewat printer pribadi. Kusodorkan gambar tersebut pada loli Black, yang sekarang mengenakan kaus beruang dan celana pendek karet untuk anak-anak.

    "Ceritanya sih begini, aku tengah mencari beberapa gambar yang dapat diinterpretasikan dalam banyak perspektif. Aku sebenarnya cukup penasaran mengapa bisnismu bisa begitu sukses---"

    "Ya, peduli amat sih masalah itu. Aku 'kan loli. Kalau kau menggunakan wujud aslimu sebagai seorang kakak cantik dengan payudara ukuran G, mungkin bisnismu akan jadi jauh lebih sukses dan aku jadi mau menikah denganmu karena aku seorang lesb---aduh..."

    Secara refleks aku menjitaknya lagi, ia terlihat agak kesakitan, tapi diam-diam aku melihatnya tersenyum bahagia—sungguh aneh, dan mengerikan.

    "Jangan kebanyakan ganti topik. Kita sudah lewat 2000 kata dan cerita masih belum selesai saja."

    "....ya baiklah....tolong jangan memukulku terus dong...."

    "Maafkan aku. Tapi ya, aku sekali-kali ingin pembicaraan yang agak serius."

    "Aku akan memberikan pendapat yang jujur, White. Tapi mungkin sebagian besar sama sekali tidak serius. Bila demikian, kau masih tetap ingin memaksakan agar pendapatku serius begitu?"

    Pemandangan loli Black yang mengambek ternyata asyik juga ditonton.

    "Oke, otakku tengah jenuh mendengar becandaan saat aku tak siap. Sekarang, becandalah sesuka hati."

    "Aku tidak becanda! Pendapatku nanti adalah curahan sepenuhnya dalam hati paling dalam!"

    Gambar pertama:

    Seorang gadis menarik lengan baju si pria muda. Wajahnya terlihat kesepian. Bagiku terlihat seperti cerita kakak-adik yang mulai terpisahkan lantaran si kakak mulai menempuh studi di luar kota ataupun sudah lulus dan sekarang mulai bekerja. Mereka telah begitu dekat semenjak kecil, dan pernah memutuskan untuk menikah saat mereka beranjak dewasa. Dengan orangtua yang jarang pulang lantaran sibuk kerja, praktis mereka berdua menyokong satu sama lain.

    Inilah kisah tentang si gadis yang akhirnya menyadari perasaan ia sendiri akan kakaknya yang mungkin akan pergi, dan tak akan pernah kembali.

    "Rasanya seperti plot anime saja." celoteh loli Black

    "Ya itu menurutku saja sih, menurutmu bagaimana?"

    "Aku sebenarnya lebih ingin kalau si adik itu nantinya jadi lesbian. Tampangnya sendiri sangat mendukung para tante senang pecinta gadis muda. Beberapa dari mereka masih begitu menawan di usia itu sekalipun. Atau si kakak ternyata pergi ke luar negeri untuk suntik-suntikan dan pas balik mereka jadi seperti sepasang gadis yang dimabuk asmara. Ya, kalau ada yang dipotong atau tidak sebenarnya tidak masalah sih."

    ".....kau ini, imajinasimu liar sekali..."

    "Atau untuk lebih normalnya, si kakak punya hobi aneh yang tidak bisa ia katakan pada si adik karena mungkin dapat mencemarkan pikirannya. Seperti, ya si kakak suka memakai baju wanita dan onani depan cermin, atau melakukan cosplay seksi karakter favoritnya dan melakukan banyak hal. Sampai menjadi cukup terkenal di internet dan karena uangnya tidak cukup, maka ia bekerja di maid cafe—tidak ada yang tahu ia ternyata laki-laki.

    Akhirnya si adik kebetulan jadi bekerja juga pada tempat yang sama, tanpa menyadari bahwa gadis lucu yang suka cosplay itu ternyata kakaknya sendiri, yang dengan begitu takutnya mencoba menyembunyikan identitas asli. Ya, akhirnya hobi anehnya ketahuan juga, dan si adik jadi ikut-ikutan cosplay bersama."

    ".....aneh juga, tapi hal tersebut terdengar lebih masuk akal."

    Gambar Kedua:

    Deretan pria kekar dan tampan tengah balapan sepeda.....

    Aku dan loli Black seakan menjawab bersamaan.

    "Plot anime homo."

    ...kemudian lanjut pada gambar ketiga.

    "Tunggu dulu, White."

    "Ada apa lagi, bukannya kita sudah lanjut?"

    "Apakah itu akan menjadi lebih menarik jika yang balapan itu deretan gadis cantik dengan payudara yang besar?"

    "Kau ini, sepertinya begitu tertarik akan ukuran payudara. Ya, sebenarnya hal tentang gadis lucu melakukan hal-hal lucu tidak akan selalu bekerja."

    "Bagaimana jika mereka balapan dengan naik monster tentakel yang ternyata juga loli?"

    "Mungkin bakal menarik, namun pasti tidak lulus sensor."

    "...kecuali pendapatan dari pre-order jadi selangit."

    "Ah...iya juga ya."

    Gambar ketiga:

    Sekumpulan loli tengah bersenang-senang di pantai bersama seorang om-om.

    "Kita berdua tahu jelas akan kemana plot anime seperti ini." sahut loli Black

    "Ya, kalau kau yang ada di posisi si om, itulah yang akan kau lakukan. Aku tidak membaca komik P*rn* sebanyak kau, jadi aku tak bisa membayangkan apa-apa."

    Gambar keempat:

    Pemandangan romantis di musim gugur. Seekor gadis cantik berambut pirang tengah duduk sendirian di bangku taman.

    "Apakah ini ia akan menunggu gadis lain dan mereka berciuman di taman tersebut, lalu pindah ke apartemen sang gadis untuk melanjutkan api bunga lili?"

    ".....terserah kau lah."

    Gambar kelima:

    Tentang seorang cosplayer cantik yang sedang berpose untuk majalah kapal perang.

    "Aku ingin versi dimana kedua gadis bercinta di tengah medan perang."

    "Ya...dalam imajinasimu sendiri saja ya."

    Gambar keenam:

    Lukisan surreal yang diabadikan dalam bentuk foto. Mengenang kepunahan panda di negeri timur.

    "White, aku pernah berpikir, apakah panda menggunakan vibrator yang terbuat dari bambu saat mereka berhubungan s*ks?"

    "Mana kutahu."

    Gambar ketujuh:

    Pemandangan sungai dekat sekolah dan jembatan. Sepertinya cocok untuk pemandangan dua teman masa kecil yang dekat, dan mereka biasa menghabiskan waktu bersama. Tak lama kemudian mereka akan lulus sekolah menengah dan pergi ke luar negeri, masing-masing negara berbeda. Pertemuan di tempat ini setelah kelulusan membuat mereka saling berpisah dengan air mata yang bercucur tiada henti.

    "....perpisahan kedua pria kekar berhati melankolis, yang menjalin romantisme platonik ya....'

    "Kau ngomong apa sih Black."

    Gambar kedelapan:

    Roti yang berbentuk seperti penis. Aku tidak mengerti hal apapun dari gambar itu, tapi pasti loli Black akan mengatakan hal-hal mesum lagi.

    "....akan ada agama baru." bisik loli Black pelan, "...bila mereka makan roti itu, mereka akan menjadi manusia domba, dan---"

    "Hei! Hei! Hei! Hentikan itu, memang tidak mesum, tapi 'kan..."

    "Ya aku tahu, aku ingin bersikap sedikit tengil saja."

    "Kita bisa dicekal gara-gara perkataanmu tadi tahu."

    "...tenang saja kok, setidaknya aku tidak membuat domba tersebut membawa bom---"

    "Kau sebenarnya sudah bosan hidup ya?"

    "Karena kau tidak ingin memberiku kehangatan dengan wujud aslimu, White."

    "Ah...kau ini menyebalkan sekali."

    Akhir kata, aku tidak mendapatkan apa-apa dari diskusi dengannya. Malah, aku jadi sungguh merasa letih. Tidak terjadi apa-apa malam itu. Keesokan harinya Black kembali ke wujud yang biasa kulihat, wujud tuan Black. Kemarin ia tidur di sofa dengan wujud loli, dan sekarang ia kembali lagi.

    "Omong-omong, Black...tolong jawab serius, sebenarnya apa sih rahasiamu dapat begitu sukses dalam bisnismu?"

    "Hal itu tidak penting, White. Pagi ini aku hanya ingin menghabiskan koleksi video favoritku di kantor. Ya, sampai jumpa kembali. Selamat bersenang-senang ditempatku, tapi jangan lupa kembalikan kartu kamarku ke resepsionis bila kau ingin pulang. Sopirku mungkin ada agak siangan, atau kau bisa jalan sedikit lalu naik bus ataupun taksi."

    Ia terdengar sibuk sekali.

    "....meski kau ini sungguh sulit diajak bercanda, ketahuilah, bila kau butuh bantuan, panggil saja aku."

    "Hei Black, seperti yang kubilang tadi, aku ingin rahasia---"

    "Aku sudah mengatakan hal tersebut secara tersirat padamu berkali-kali, White. Akan kukatakan satu hal: kau terlalu banyak mengurusi orang lain, sesekali cobalah kau lakukan hal untuk dirimu sendiri saja."

    Dengan santai ia bergegas ke kantornya, meninggalkanku di tempatnya seorang diri.

    Ah....rasanya malas sekali. Lebih baik aku tidur seharian saja.

    .....

    ...........

    ....................

    Setelah tidur cukup lama di tempatnya, aku serasa mendapat sebuah ide brilian.

    "Terima kasih, Black."

    Memang, gambar-gambar tersebut tidak memiliki arti apapun, namun setidaknya aku mendapatkan sesuatu yang sungguh kubutuhkan.

    Pada sore hari itu, aku kembali ke tempatku naik bus, bersiap untuk melakukan revolusi pada bisnisku.

    Kau lihat saja, Black, aku juga bisa menjadi lebih sukses dari padamu.

    ~ Fin ~​
     
    • Like Like x 4
  10. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    apanya sis gak diijinin :bloon:

    welp, benernya cuma mau bilang thanks doang sih soalnya aku ga ada komen balik hehehe

    komen buat high ntar, siap2 mu kerja dulu :lalala:
     
  11. Ii_chan M V U

    Offline

    Minagiru ai

    Joined:
    Jun 27, 2013
    Messages:
    4,958
    Trophy Points:
    187
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +1,180 / -55
    kocak. :lol:
    dialog oke :top:

    ini apa :kaget:
    :lol:
    paling gak ada kerangka ceritanya lha. sadis jga ada makan bayi2 segala.
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  12. kyuuqueenara Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 22, 2015
    Messages:
    17
    Trophy Points:
    12
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +7 / -0
    pengen ikutan, tapi ga yakin :malu:
     
  13. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    di lonje sana bleh :garing:

    tuh kalo bisa modusin cewek paling cakep se SF-Fic si ryrienryrien :garing:

    bu guluu :sayangku:

    another post like this will not be tolerated :piso:

    ikutan aja :bloon:

    =======================

    as usual, dark comedynya high emang bikin ngakak :lol:

    well to be honest, I like this type of dark comm rather than what you usually make :hihi: lebih suka kek gini soalnya meskipun banyak dark comedynya, paling gak plotnya keliatan jelas, thanks to karakter yang masih inosen, yang seakan jadi counterpart n penyeimbang buat semua hal absurd yang terjadi :XD:

    GJ man, new level of dark comm :top:
     
    • Like Like x 1
  14. Ii_chan M V U

    Offline

    Minagiru ai

    Joined:
    Jun 27, 2013
    Messages:
    4,958
    Trophy Points:
    187
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +1,180 / -55
    Judul: Pandaroid
    Dari gambar panda.


    “Jun, dipanggil bu Rina tuh,” salah satu teman kelasku meneriakkan pengumuman itu di depan kelas.

    ‘Ini pasti tentang tentang tes minggu lalu,’ pikirku sambil beranjak dari kursi dan berjalan dengan hati yang berdegup kencang.

    Laboratorium Kimia.

    Aku berdiri di depan ruangan itu, menunggu hatiku siap dan mencoba mengulang dialog apa yang akan kuucapkan nanti di depan bu Rina.

    “Jun, silahkan masuk.”

    Suara bu Rena terdengar dari dalam ruangan. Bagaimana dia tahu aku ada di luar?

    “Assalamualaikum,” kataku dengan sopan dan pelan.

    Lab kimia terdiri dari meja yang panjang tanpa kursi, ruangannya lumayan luas dan di kiri kanan dindingnya terdapat banyak zat kimia yang tidak aku ketahui. Dari ruangan tersebut, terdapat satu ruangan yang lebih kecil lagi. Disitulah ruangan bu Rena.

    Aku sudah sering pergi ke lab ini, namun tidak pernah sama sekali melihat dan masuk ke ruangan bu Rena.

    Saat aku masuk, bu Rena sedang memanaskan gelas kimia yang berisi cairan hitam yang aku juga tidak tahu apa.

    “Sini, sini, duduk disini,” katanya sambil menarik kursi yang sering dia duduki.

    “Ada apa bu?” kataku dengan gugup.

    “Tentang tes minggu lalu, ternyata hasil tesmu jelek. Kamu belajar gak?” kata bu Rena sambil mematikan pemanas elektrik dan mengangkat gelas kimia dari alat tersebut.

    “Maaf bu, saya lupa belajar karena malamnya ada pertandingan bola bu,” kataku dengan jujur.

    “Oh gitu. Masalah kalau begitu,” desah bu Rina

    “Maaf bu,” kataku sambil menundukkan kepala lagi.

    “Ibu bisa sih naikin nilai kamu, tapi ibu ingin Jun melakukan sesuatu untuk ibu.”

    “Apa bu?”

    “Kamu gak alergi binatang kan? Ibu ingin titip binatang ini pada Jun untuk satu minggu aja,” katanya sambil menunjuk pintu ruangannya.

    Dari ruangan bu Rina, muncullah satu ekor panda kecil yang seukuran kucing. Bulunya kebanyakan putih, kecuali di area tangan dan kakinya yang berwarna hitam.

    “Ee, ibu biasanya memeliharanya disini, cuman kamu tahu kan, minggu depan sekolah libur satu minggu, jadi ibu gak bisa ngasih makan dan minum dia.”

    “Kenapa gak bawa pulang aja bu?” kataku. Dan dari awal, kenapa gak dipelihara di rumah aja sana.

    “Ahaha, rumah ibu berantakan sih. Lagian, aneh kan melihara binatang panda lagi dirumah.”

    ‘Kelihatan alasan banget,’ pikirku.

    “Yaudah bu, di rumah saya juga ibu dan ayah lagi liburan,” kataku tidak bisa menolak karena nilai.

    “Oke, kalau begitu. Mugi, kesini,” panggil bu Rina ke anak panda itu. Anak panda itu dengan cerdasnya berjalan mendekati bu Rina.

    “Namanya Mugi. Dan kalau udah jam segini, kasih makan ya?” jelas bu Rina.

    “Dia makan apa bu?” aku pernah melihat tivi discovery yang menunjukkan panda makan bambu.

    “Ah, dia makan ini,” kata bu Rina sambil menunjukkan cairan hitam yang ada di dalam gelas kimia tadi.

    Mugi telah berada di kaki bu Rina, dan dia mengangkatnya di atas meja.

    “Jadi gini, perhatikan ya? Kamu lihat badan bagian atasnya dan ada katup kan? Nah, kamu buka dan masukkan cairan ini kesitu,” kata bu Rina menjelaskan.

    Cara bu Rina melakukan itu mirip sekali dengan orang yang mengisi bensin pada kendaraannya. Aku jadi mulai berpikir Mugi bukan binatang.

    “Ah iya, lupa. Mugi ini android binatang, bukan binatang asli,” jawab bu Rina saat aku menanyakan pertanyaan yang ada dalam pikiranku. “Jadi, tiap pagi, siang dan sore kasih dia bensin aja. Kalau nggak, kejadian buruk akan terjadi.”

    Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Yang aku pikirkan cuman dua. Robot panda dan aku harus menjaganya.

    “Oh iya, Mugi suka ke taman bermain, tapi jangan biarkan dia dekat-dekat seluncuran atau tempat tinggi ya?”

    “Kenapa bu?”

    “Kalau dia jatuh dari ketinggian, dia bisa meledak. Karena dia robot. Anggap aja Mugi ini smartphone. Jangan dibanting, jangan kena kontak dengan air, dan hal lain lagi. Oke?”

    Itulah akhir kalimat dari percakapan aku dan bu Rina.

    ==​

    Pulang Sekolah.

    Aku sering melihat robot di tivi, tapi baru kali ini aku melihat secara langsung robot yang benar-benar robot. Karena takut ketahuan teman sekelasku, aku memasukkan Mugi ke tas ransel ku. Meskipun dia robot, tapi Mugi tidak berat.

    Di perjalanan pulang, tidak jarang dari tasku terdengar ‘Mugii, mugii~”

    Mungkin dia tidak bisa bernafas di dalam tas, pikirku. Dan aku pun membuka resleting tasku dan wajah Mugi muncul dari celah itu.

    “Mugii~” ucapnya dengan senang.

    Kelihatannya dia senang karena sudah bisa bernafas lagi.

    Eh tunggu. Bukannya dia robot ya? Kenapa dia perlu bernafas?

    ==​

    Perjalanan mengasuh Mugi ternyata berat.

    Insiden pertama yang terjadi setelah satu hari aku membawa Mugi ke rumah terjadi di pagi hari.

    Aku terbangun saat mendengar suara gedebuk keras di ruang tamu. Setelah berlari dengan kencang, aku menemukan Mugi sedang bertarung dengan kucing hitam tetangga sebelah yang suka mencuri sisa makan malamku.

    “Mugigii~” teriak Mugi sambil meninju lawannya.

    Pukk, kena. Si kucing hitam tetangga terlempar 1 meter akibat pukulan Mugi.

    Pukulan yang hebat. Tidak salah lagi, Mugi adalah robot.

    Kucing hitam tetangga yang terlempar satu meter mencoba bangkit namun segera diinjak Mugi dan segera pingsan. Mugi kemudian berjalan menjauhi si kucing dan pergi ke dapur. Saat dia melewatiku, aku baru menyadari wajah Mugi telah berubah menjadi hitam entah karena apa, dan matanya terlihat haus darah.

    Aku segera melihat keadaan kucing hitam itu. Sepertinya dia belum mampus meskipun keadaannya tidak bisa dibilang baik juga. Masalah juga jika kucing tetangga mati dan ditemukan di rumahku. Saat aku mencoba untuk mengangkat tubuh si kucing hitam itu, aku terpaku di tempat melihat Mugi berjalan dari kantin dengan membawa pisau dapur di tangannya.

    “Mugggiiiii~,” teriak Mugi kepadaku.

    Meskipun dia hanya bisa berkata ‘Mugii~’ aku mengerti apa maksud dari teriakannya itu.

    ‘Turunkan dia, jangan tolong dia,’ mungkin seperti itu.

    Di keadaan seperti ini, aku tidak bisa berpikir apa-apa lagi, dan menurunkan tubuh pingsan si kucing.

    “Mugi~” mugi tersenyum sambil berjalan mendekati tubuh si kucing.

    Dan dalam satu kebas, kepala kucing hitampun hilang.

    Robot apocalypse telah dimulai dan korban pertamanya adalah kucing hitam tetangga yang malang.

    ==​

    Apa yang telah terjadi, terjadilah.

    Aku segera mengambil kantong hitam besar setelah Mugi selesai membereskan lawannya dan meletakkan pisau dapur ke tempatnya.

    Mayat kucing hitam ini tidak boleh ditemukan di rumahku dan dengan keputusan itu aku memungut mayat sang kucing hitam yang berceceran dimana-mana dan memasukkannya ke dalam kantong plastik.

    Dan ternyata insiden seperti ini tidak berhenti disini saja.

    Setelah seharian aku membersihkan kerja keras Mugi, sorenya aku mengajak Mugi jalan-jalan sambil membuang mayat kucing yang ada di kantong hitam.

    Mugi berjalan di sampingku dengan tenang, sambil sesekali berteriak ‘mugii~’.

    Keadaan damai itu tidak berlangsung lama, tepatnya saat aku secara tidak sengaja bertemu tetanggaku yang sedang berjalan juga sambil membawa chihuahua kecilnya.

    “Ah, Jun. Kebetulan, si hitam ada di rumah Jun gak? Dari pagi tadi tidak kelihatan soalnya,” tanya tetanggaku.

    “Oh, si hitam ya? Eee, kayaknya gak keliatan deh bu,” jawabku dengan bohong.

    “Yaudeh deh. Ibu khawatir dengan dia.”

    ‘Jangan khawatir bu, dia udah damai sekarang di alam sana,’ jawabku dalam pikiran.

    “Yaudah, saya duluan buk. Mugi?” kataku mencari Mugi.

    Mugi menghilang disampingku. Bersama dengan chihuahua kecil bu tetangga. Ibu tetangga juga panik dan memanggil nama binatang peliharannya.

    Aku segera berlari mencari Mugi meninggalkan bu tetangga. Dan akhirnya ketemu di gang kecil bersama mayat chihuahua kecil bu tetangga.

    Korban kedua pembunuhan Mugi muncul

    ==​

    “Ah iya, Mugi ada pobia ama binatang lain, jadi jangan dekatin dia dengan binatang apapun ya?”

    Jawab bu Rina saat aku segera menelponnya dan menjelaskan situasi yang ada.

    Pobia.

    Dia katakan ini adalah pobia. Pembunuhan dua binatang tidak bersalah ini.


    Setelah aku memungut mayat chihuahua yang untungnya tidak terlalu berantakan seperti temannya, aku segera mengangkat mugi di dadaku dan berlari.

    Misi membuang mayat kucing dan chihuahua tetangga ke sungai berjalan dengan sukses.

    Aku melihat sekilas wajah Mugi yang terlihat bangga melihat lawannya dihanyutkan air sungai.

    Pulangnya, aku dengan hati-hati membawa Mugi supaya tidak bertemu binatang lain. Sayangnya, saat kami melewati taman bermain, terlihat teman kelasku yang melambai kepadaku.

    “Oii, Junnn~,” teriak teman kelasku yang bernama Ai. Ai adalah cewek yang cantik. Karena itu, aku menyukainya.

    Dia sedang duduk sendiri di bangku di taman.

    “Ai, apa kabar? Tumben disini?” kataku sambil berjalan mendekatinya.

    “Ah iya, ini diminta tante untuk ngejagain anaknya,” katanya sambil menunjuk anak seumuran 3 tahun yang sedang bermain di pasir.

    “Oh,” kataku sambil mencoba duduk di sampingnya.

    “Eh, siapa ini?” katanya tiba-tiba saat melihat Mugi. “Luuucuu~.”

    Tentu yang dimaksud lucu disini bukan aku, melainkan Mugi yang ada di dekapan dadaku.

    “Mugi~,” Mugi pun mencoba bertindak lucu. Meskipun dibalik senyuman dan kelucuan itu, dia adalah pembunuh dua mayat yang aku buang.

    “Oh, ini. Binatang peliharaan tanteku juga yang dititipin ke aku,” jawabku lagi. Dengan bohong. “Eh iya, Ai ada rencana gak besok?” kataku sambil mencoba pendekatan.

    “Nggak ada sih, cuman gak bisa kemana-mana karena ngejagain adik ini lagi. Kenapa?” katanya. Sepertinya dia bosan sendirian menunggu si anak tantenya.

    Kesempatan.

    “Kebetulan aku tahu tempat bagus buat anak-anak loh. Kita bisa kesana, aku kamu anak tantemu dan Mugi. Bagaimana?”

    “Oh, boleh banget. Sambil jalan-jalan ya. Disini bosan,” katanya. Sepertinya tebakanku benar.

    Disaat itulah, aku sadar bahwa Mugi tidak ada lagi di dekapanku. Bagaimana bisa binatang itu bisa lolos tanpa aku sadari?

    Dan aku tidak perlu mencari dia lagi seperti dalam kasus chihuahua tetangga.

    Mugi terlihat di depan taman bermain bersama anak tante Ai. Kejadian ini mirip sekali dengan dua kasus yang terjadi sebelumnya. Mugi sedang bergulat melawan anak tante Ai. Anak tante Ai sudah bersimbah darah dan tersedak sedak ditinju dan ditendang oleh Mugi.

    Ai yang juga melihat pemandangan ini segera berlari menuju ke tempat perkelahian. Namun, segalanya telah terlambat.

    Kepala bayi tante Ai telah putus ditebas oleh Mugi dengan mainan sendok sendokan pasir
    yang ada disitu.

    ==​

    Mugi telah menjelma menjadi seperti robot berserk yang membunuh manusia-manusia di film-film Hollywood. Matanya telah menjadi merah darah, mukanya menjadi hitam legam seperti pagi tadi dan sekarang dia mengejar para manusia yang ada di taman.

    Disaat itulah aku tiba-tiba teringat pesan bu Rina untuk mengisi bensinnya Mugi tiap pagi siang dan malam kalau tidak kejadian buruk akan terjadi.

    Apa aku ngasih di pagi hari tadi? Jawabannya tidak.

    Siang? Tidak.

    Aku lupa Mugi adalah robot dan berpikir dia adalah binatang yang tidak perlu bensin. Akhirnya, sumber masalah telah ditemukan, dan kenapa Mugi menjadi seperti itu juga telah ditemukan. Sepertinya semua ini salahku.

    Tapi, untuk menyelesaikan masalah ini sekarang, aku segera berlari menuju ke arah Mugi dan menangkapnya. Mugi memberontak dengan keras dan mencakar-cakar lengannya. Namun, aku tidak akan melepaskannya.

    Aku segera berlari mrnuju seluncuran yang ada ditaman tersebut. Berlari kesana, dan akhirnya berhasil memanjat hingga kepuncaknya.

    Sambil mengangkat tubuh Mugi, aku berteriak, “Matilah kau, binatang sialan.” Tanpa kusadari, hingga akhirpun, aku menganggap Mugi adalah binatang.

    Dan Mugi pun jatuh dari ketinggian, mengenai permukaan tanah, dan meledak. Dan mati.

    ==​

    Korban terakhir Mugi adalah bayi tante Ai. Mayatnya lebih berantakan dari mayat kucing hitam tetanggaku.

    Saking kagetnya dengan kenyataan tersebut, Ai pingsan di tempat.

    Dan tidak seperti dua korban Mugi yang dulu, sepertinya aku tidak bisa menyembunyikan mayat bayi tersebut dengan membuangnya ke sungai.

    ==​
     
    • Like Like x 2
    Last edited: May 30, 2015
  15. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    man, what the flying fuk lel

    ya terlepas dari ceritanya yang bikin jimak, gw rada jimak juga ama endingnya....

    tapi mi mungkin lebih pas kalo ending'e dibikin gantung gitu aja kali.

    gw jadi inget ma death panda, cuman sekedar denger sih tapi ini cerita mencerminkan banget kata death panda itu.

    oh well, mayan menghibur juga sih tapi mungkin bisa lebih impact lagi klo kematian mereka dibikin absurb kek lucu2an gitu. kek misalnya itu bayi serpihan mayatnya disusun jadi triforce gitu lol ato mayat kucing ma anjing'e dibikin nyodok padahal sama2 cowok.
     
  16. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    gw mau protes :oii:

    pertama, kenapa nama robotnya harus mugi :oii:

    edit :

    pertama, premise yang kepikiran sama aku adalah bahwa si ibu gulu bisa naikin nilainya dengan minta Jun buat nginep di hotel berdua :mesum:
    kedua, the hell with dat ending :swt: lagi asyik2nya malah udahan lol :lol:
    ketiga...












    ...ga ada :hihi:

    seperti kata mod, mayan menghibur lol. itu panda bisa jadi kek gitu aneh juga sih :haha:

    gj man :top:

    next :hmm:
     
  17. ryrien MODERATOR

    Offline

    The Dark Lady

    Joined:
    Oct 4, 2011
    Messages:
    6,529
    Trophy Points:
    212
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +3,171 / -58
    coming soon - tarsok

    coming soon - tarsok

    Well dari awal sampe klimaks si prota tau penyebab panda berserk itu dah lumayan sih, tapi resolusinya nggak bgt :swt:
    Keep writing :top:
     
  18. ivanraya M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jul 2, 2013
    Messages:
    765
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +3,899 / -4

    ini beneran kmu yang buat??
    lima jempol dahhhh
     
  19. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    iya itu sebenernya asal ketika aja just for fun sih

    glad you enjoy it lol
     
  20. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Persiapan Liburan Musim Panas.
    Genre: Comendy

    Bukannya liburan, malah banyak yang melayang. Ya, mungkin sudah saatnya ku gembok pintu gerbang rumah tetanggaku biar dia tak datang lagi...

    ***

    Liburan tinggal menunggu waktu. Aku benar-benar butuh sesuatu yang dibutuhkan untuk menghabiskan seluruh hari luburanku. Untungnya sekarang seluruh sekolahku sedang merencanakan liburan ke bali. Aku bisa memulainya dengan berlibur, tentu saja. Tak ada sesuatu yang salah, dengan itu aku bisa menghabiskan waktu panjangku di pantai.


    Tentunya, aku benar-benar butuh yang namanya, persiapan. Dimulai dari dengan membawa barang-barang yang harus ku bawa saat sudah sampai di sana.



    Aku ingin begitu sampai di sana ku berharap menikmati setiap detiknya dengan sempurna. Maka dari itu, ku harus mempersiapkan segala sesuatu dengan dengan begitu teliti.

    Ku mulai dari barang-barang ku bawa. Aku sebenarnya benar-benar kesal kenapa ku hanya punya koper kecil untuk liburan. Padahal banyak yang ingin ku bawa.

    Misalkan aku butuh baju tidur, atau baju renang ya. Keduanya kubutuhkan. Ayo berfikir.


    Kalau baju renang tak bisa buat tidur, tapi baju tidur bisa dipakai buat renang. Baik deh, bawa baju tidur saja.


    Terus apa lagi ya.


    Oh ya, lupa. Aku juga butuh obat sakit kepala untuk menjaga agar disana aku terus merasa enjoy saat di sana. Maklum, siapa tahu sampai disana ada kejadian yang gak mengenakkan. Untuk ini aku harus teliti memilih barang. Pilih yang mana ya. Hmm, paramex atau panadol, ya.

    Ah dua-duanya aja dah.

    Sigh, seharusnya ada seseorang yang membantuku melakukan hal ini. Aku benar-benar tak bisa memilih mana yang bisa ku bawa untuk pergi liburan. Aku tak bisa bila mengerjakan semua ini seorang diri. Ternyata menyiapkan ini semua benar-benar merepotkan juga.

    Tak lama dering hp berbunyi, Pandanganku pun langsung tertuju ke hpku yang tergeletak di atas meja disamping kasurku. Ia tampak kuat bergetar bersama dengan sinar lampu di layar.

    Leo temanku, ada apa dia menelpon di jam begini. Oh ya, ku mungkin bisa membantu dan memberi saran padaku.


    "Halo leo."

    "Eh, Dono. lama amat kamu datangnya, bentar lagi kan mau berangkat."

    "Hah, bukannya masih 3 jam lagi. Kita berangkat jam 10 siang kan."

    "Tiga jam gundulmu, tinggal 30 menit lagi tahu. Lihat jam dulu. Ah sudahlah. Kau cepat datang saja ya"


    tut tut tut

    Lah dimatikan. Dasar makhluk aneh. Perasaan aku sendiri lihat masih jam 7 saja ah. Dengan cepat ku alihkan pandanganku dan mulai menatap lekat jam yang tergantung di atas dinding. Lah, menitnya gak gerak ternyata. Jamnya sudah mati.

    Dasar, kenapa pas sekarang. Ukh, kalau gini mah gimana bisa aku sampai tepat waktu. Mana belum mandi lagi. Mana aku belum menitipkan binatang peliharaanku.

    Ah sudahlah masukkan saja semua barang bawaan. Barangkali aku bisa menitipkannya pada tetanggaku.

    Semua binatang itu tentunya jinak padaku. Ada musang, ular, bahkan burung hantu. Yang masing-masing ku beri nama, Alexa, Susi, terus Gabriel. Aku menemukan mereka di kebun binatang yang sengaja ku ambil diam-diam. Aku hebat 'kan. Wajah kalau mereka ku ambil. Mereka terlalu imut bagiku.

    Dan tentunya aku masih ingat saat Susi yang merupakan ular kesayanganku yang haus kelaparan menungguku pulang dari kampung saat mudik lebaran. Saat ku sangka ia hilang sambil memakan bulat-bulat anak kucing tetangga sebelah. kasihan sekali susi, ia pasti rela mencari makanan sendiri agar tak merepotkanku. saat ini di dengar tetangga, eh mereka malah marah. Salah sendiri kenapa anak kucing itu terlalu enak.

    Hmm. Mungkin kini sekarang ku bisa meminta pada tetanggaku satu itu. Ia memang rada membenciku lantaran gara-gara ular milikku, anak kucing miliknya jadi hilang dijadikan makanan. Tapi, ia tergolong penyayang bitatang. Kuyakin ia pasti mau membantuku. Lagipula ia punya anak kucing yang lainnya biar bisa menjadi makanan daruratnya.

    Bergegas ku keluar dari rumahku.

    Nama tetanggaku pak Marsidi. Ia merupakan tetangga di samping rumahku. Ia biasa kerja sebagai menjual uduk pas waktu pagi. Selain itu ia juga suka memelihara hewan. Tapi entah kenapa ia agak kurang suka padaku.

    Begitu sampai di depan pintinya. Sebuah ketukan pelan mulai aku lakukan mencoba memanggilnya.
    "Tak ada balasan" pikirku dalam hati.

    Kemudian ku mulai mengetuk lebih banyak lagi, namun masih tak ada balasan dari dalam rumahnya. Aku yang kesal tak ada jawaban darinya mulai menggedor pintu dengan keras. "Pak buka pintunya pak. Aku ada urusan ucapku" ucapku keras

    "Ha, kau lagi mau apa kau kemari hah" balasnya keras sembari membuka pintunya lebar-lebar.

    "Ya. Baiklah ini daftar makanan hewanku lalu ini kutitip kunci rumahku. Aku pergi ya"

    "Heh, kau mau pergi kemana. Terus kenapa kau suruh aku jaga hewan peliharaanmu"

    "Nanti kuceritakan. Aku pergi dulu ya" ucapku keras sembari melambaikan tanganku padanya.

    ah, menghabiskan waktu saja. Tak sangka aku hampir terlambat. Aku khawatir bila aku akan ditinggal oleh mereka. Bergegas ku berlari dan langkah mulai ku percepat. Terasa letih, namun ku tak perduli, ku harus sampai di halte secepat mungkin.

    Tak lama hp ku kembali berdering. Nyala biru dilayar menyadarkan ku ada yang sedang menelponku.

    "halo Leo, ada apa lagi"

    "hei kita semua mau berangkat tahu. Cepat datang atau kalau tidak kau akan ditinggal"

    "tunggu aku sebentar saja. Aku pasti sebentar lagi sampai di sana"

    "Tak bisa. Ini sudah terlalu lama. Kau cepat saja ke sini Ya"


    Tut. Tut Tut.

    Sialan. Sudah mau berangkat lagi. Akh terpaksa kubuat mobil yang melintas untuk mengantarkanku. tak berselang lama dari jauh terlihat sebuah truk yang melintas.

    "Stop. Berhenti" ucapku keras sembari berlari ke tengah jalan menghalangi truk. Truk pun terhenti seketika, tentu saja bila ku menghalanginya dengan cara seperti itu mobil pun pasti berhenti

    "Kau mau mati ya!" Ucap sang sopir keras.

    "Maaf bisa antarkan aku ke suatu tepat. Kebetulan kita satu arah." pintaku seketika

    "Baiklah ada tempat di belakang yang mungkin bisa kau tumpangi."

    "Wah makasih ya."

    Langkahku riang gembira ketika aku mendengarnya. Langsung saja ku menuju tempat yng sopir itu maksudkan.

    Seketika aku langsung terperanjat. Hah bareng sama kambing, malah kumpulan kambing. Yang benar saja. Kalau bareng ama sapi sih mending. Tapi ya sudah deh yang penting bisa sampai ke sana.

    Truk pun mulai melaju. bau binatang ini makin tak tertahankan lagi. tapi aku harus sabar sebab kalau tidak aku bisa telat untuk sampai di sana. Sesampai saja ku mlihaat sekolah dari jauh.

    "Pak sudah pak berhenti di sini"

    "Ya. Baiklah ku tinggal ya."

    Dengan semangatnya aku turun dari truk dan masuk ke gerbang sekolah. Namun terkejutnya aku. Sesampai di sana semua terlihat sepi. Tak lama ku sadari koper ku pun tak lagi berada di sampingku. kemana koperku pula ini. apa tertinggal di truk Yang barusan lagi.

    Tak lama handphone ku bedering kembali.

    "Leo. Kau lagi Ya"

    "Maaf ya. Aku udah coba untuk nunggu. Tapi malah gak bisa."

    "Dasar sial!!!."


    tut tut tut

    .
    .
    .
    .


    Nasib, kini aku hanya bisa sendiri sendiri saja di rumah, akh maksudku di depan rumahku sendiri. Setelah ku sadari binatang kesayanganku sudah tak bisa kutemui setelah kunci rumahku ku tittip pada tetanggaku. Aku rasa ia malah ikut liburan. Plus, aku juga tak lihat binatangku pula. Barangkali ia juga ikut membawanya. akh sudahlah kita akhiri saja cerita ini.


    - End -​
     
    • Like Like x 2
    Last edited: Jun 18, 2015
  21. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    Tanggal 18 :toa:

    short story fiesta chapter 1 saya nyatakan selesai :cihuy:

    review :
    - cerita yang masuk : 4 (ceritanya bulu a.k.a. blu3phant0mblu3phant0m saya nyatakan auto-disqualified lol)
    - kontestan yang masuk : 3 kontestan dan 1 bot (iican saya masukan bot karena dia bikin cerita yang mengandung unsur bot)
    - next chapter : 26 June 15 - 1 Aug 15
    - next theme : free for all
    - writing concept : short story

    buat ceritanya nopri komennya menyusul, ngantuk mata dewa ini :puyeng:

    ditunggu 10 hari buat jadi ebooknya yaa :hmm:
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Jun 28, 2015

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.