1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

La pazienza è la virtù dei forti

Discussion in 'Dear Diary' started by ___Renata___, Dec 1, 2017.

  1. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Lagi-lagi, si Neng bilang, "Kalau kayak Renata sih enak... dia bebas makan apa aja tanpa mesti takut badannya melar."

    :hihi:
    Padahal, aku punya sejumlah pantangan dalam hal makanan dan minuman. Bukan karena aku mengidap penyakit ataupun alergi,
    melainkan karena aku memang sengaja memilih tidak mengonsumsi beberapa bahan makanan dan minuman tertentu.

    Pola hidup seperti itu, sudah lama diterapkan di keluargaku. Alhamdulillah, hingga kini, kami masih istiqamah dalam menjalaninya.



    Sangatlah tidak mungkin, jika aku "bebas makan apa aja" dalam hidupku ini, seperti asumsi tak berdasar dari si Neng.


    Pertama, yang udah pasti, aku menghindari sepenuhnya beragam makanan dan minuman yang tidak dihalalkan oleh agama Islam.
    Alhamdulillah, Allah itu Maha Pengasih. Pada dasarnya, "yang tidak halal untuk dikonsumsi" itu, jenisnya cuma sedikit.


    :lulus:
    Kedua, untuk menjalani pola hidup sehat, maka kita pun wajib memilih makanan dan minuman yang memberi efek baik bagi tubuh.
    Mustahil kita bisa mempunyai tubuh sehat nan sexy, jika pola makan kita seperti Tasmanian Devil-nya Looney Tunes.


    Karena itu, atas kesadaran sendiri, aku memilih untuk tidak mengonsumsi pete, jengkol, daging ayam broiler (termasuk ati-ampela,
    dan telur ayamnya), daging olahan yang tentunya mengandung bahan pengawet, segala jenis bahan makanan instan,
    segala macam makanan yang dimasak dengan cara dibakar langsung, segala bentuk saus botolan, saus yang ditambahi pengawet,
    berbagai bumbu masak sintetis, jenis-jenis minuman kemasan berkarbonasi, serta minuman jus yang "tidak natural".


    :bloon:
    "Kenapa kamu sampai nggak mau mengonsumsi jenis-jenis makanan dan minuman seperti itu? Belagu banget deh..."

    :hoho:
    Lah, itu 'kan selera pribadi saya. Tiap manusia yang merdeka, selalu memiliki hak untuk memilih makanan dan minuman apa saja

    yang disukainya. Bagi saya, aneka makanan dan minuman yang saya sebutkan itu, kurang baik untuk saya konsumsi.

    Mungkin bagi orang lain, nggak masalah jika mengonsumsinya. Ya udah, aku nggak akan pernah lancang mengusik pilihan mereka.
    Hilda suka menyantap gulai jariang. Paduka Boss doyan banget nasi goreng pete. Tiada yang salah dengan hal-hal itu.

    Ada pula bahan makanan yang nggak aku hindari 100%, tapi aku batasi secara bijak. Misalnya, "sayuran cruciferous".
    "Sayuran cruciferous" baik bagi kesehatan. Sayangnya, jika sering kita konsumsi, bisa menyebabkan bau badan yang nggak enak.
    Aku juga cenderung menghindari aneka makanan berbahan dasar tepung. Hanya sesekali aja, aku mengonsumsinya.




    Kalau ditelusuri, segalanya bermula setelah Mama dinikahi Papa dan kemudian, ikut pula hijrah, bermukim di Jakarta.


    Waktu itu, kemampuan Mama dalam memahami bahasa Indonesia, masih sangat terbatas. Demi menyadari kenyataan tersebut,
    Papa membelikan berbagai majalah wanita, untuk mempercanggih kemampuan Mama dalam berbahasa Indonesia.


    Di home library kami sekeluarga, masih tersimpan rapi, bertumpuk-tumpuk majalah wanita terbitan pertengahan tahun 1980-an,

    yang menjadi saksi sejarah, pada saat Mama begitu tekun dan bersungguh-sungguh mempelajari bahasa Indonesia.

    Sebagian besar majalah tersebut penuh berisi coretan Mama. Berusaha menerjemahkan kata-kata berbahasa Indonesia ke dalam
    bahasa Tagalog ataupun bahasa Inggris. Alhamdulillah, setelah beberapa bulan berlalu, Mama pun makin terampil

    menggunakan bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari. "Mengungguli" Papa yang hanya bisa berbahasa Tagalog ala kadarnya.

    Mama bisa berbahasa Indonesia seperti Papa, tapi Papa nggak menguasai bahasa Tagalog yang Mama gunakan.




    Meski Mama telah sangat lancar menggunakan bahasa Indonesia, kebiasaan membelikan berbagai majalah wanita

    masih dilakukan oleh Papa. Ketika itu, membeli dan membaca media cetak adalah suatu keharusan, untuk memperluas wawasan.

    Hari berganti, waktu berlalu. Belakangan, bukan cuma Mama yang suka membaca majalah-majalah wanita tersebut.

    :XD:
    Kakak perempuanku yang tertua (yang saat itu masih murid SD dan sedang rajin-rajinnya membaca) mulai ikut-ikutan membaca

    beragam majalah wanita itu. Untungnya sih, kakakku nggak sampai mengalami kondisi "matang sebelum waktunya".

    Meski demikian, harus diakui, dari kebiasaannya membaca, lebih banyak segi positif yang didapatkan kakak tertuaku.
    Banyak artikel dalam majalah wanita, yang mengedukasi para pembacanya untuk terampil dalam hal kecantikan dan kesehatan.


    Sehingga tidaklah mengherankan, sejak masih sangat belia, kakak tertuaku itu udah fasih banget perihal berdandan

    dan juga punya kepedulian tinggi terkait masalah kesehatan. Dia itulah yang "mengintroduksi pola hidup sehat" di keluarga kami.

    :onegai:
    Kami, adik-adiknya, pada akhirnya, tergerak untuk mengikuti jejak sang kakak tertua kami itu. Alasannya pragmatis.
    Secara kasatmata, kami melihat kakak tertua kami sangat layak dijadikan teladan. Sejak belia, dia pinter dandan, rajin olahraga,

    rapi, bersih, nggak jorok, dan lumayan berprestasi di bidang akademik. Jelaslah, kami pun ingin menjadi seperti dia.

    Meski terus terang aja, terkadang, kami jengkel juga dengan kecerewetan dia dalam usahanya membimbing kami.

    Tapi kami melihat dia sebagai seorang kakak yang selalu mampu menjaga keselarasan antara setiap perkataan dan perbuatan.



    Kami menghormatinya, karena apa pun yang dia contohkan, pasti juga dia lakukan. Bukan jargon kosong tanpa isi.

     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 2, 2018
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Kemarin, tanggal 1 November, diperingati sebagai World Vegan Day atau diterjemahkan menjadi Hari Vegan Sedunia.
    Sebagian kalangan (termasuk aku, dulu) sering salah kaprah, menganggap bahwa "vegan" itu sama aja dengan "vegetarian".


    Meski sekilas mirip, tapi ada perbedaannya. Kaum vegetarian memperingati hari kebesarannya tiap tanggal 1 Oktober,
    yang diberi tajuk World Vegetarian Day, Hari Vegetarian Sedunia. Nah, kalau 'gitu, jelas tidak bisa disamakan antara keduanya.


    :XD:
    Aku rasa, aku nggak akan sanggup menjalani pola hidup vegan. Seorang vegan itu, 100% nggak mau mengonsumsi
    segala bentuk makanan yang berasal dari hewan. Bukan cuma daging hewan, tapi termasuk juga susu, keju, telur, atau madu.

    Tapi, bagaimanapun, aku nggak ingin menyinyiri mereka yang merasa nyaman dengan menjalani pola hidup vegan.



    Sedangkan, kalau terkait pola hidup vegetarian, Insya Allah, aku relatif masih mampu menjalaninya di keseharianku.


    Asalkan, bukan tipe yang 100% meniadakan konsumsi daging seperti tipe lacto-ovo vegetarian (yang nggak mau mengonsumsi
    makanan berbahan dasar daging, unggas, ataupun ikan, tapi masih mau mengonsumsi susu, madu, dan juga telur).

    :bloon:
    "Lah, 'gimana ceritanya, ngaku sebagai vegetarian, tapi kok masih makan daging? Nggak salah? Memangnya bisa seperti itu?"


    :haha:
    Ya, bisa aja. Namanya "flexiterian". Pola hidup vegetarian yang dilakukan secara fleksibel. Meskipun, flexitarian ini

    oleh "para kaum vegan sejati", sering kali dicemooh sebagai "vegetarianism with cheating" alias "vegetarianisme yang curang".



    :hihi:
    Sebetulnya, tanpa mengklaim diri sebagai seorang vegetarian, aku telah menjalani pola makan yang mirip dengan

    pola makan kaum flexitarian, yaitu tipe vegetarian yang sesekali membolehkan mengonsumsi daging serta produk turunannya.

    Selama ini, pola makanku cenderung lebih didominasi oleh komponen nabati. Sementara, untuk komponen hewani,

    berasal dari telur ayam kampung, ataupun "daging putih" (ikan air tawar, ikan air laut, dan daging unggas selain ayam broiler).
    Adakalanya, diselingi dengan mengonsumsi ragam masakan yang dibuat dari "daging merah" (tentunya yang halal).

    :blink:
    Aku sangat-sangat peduli bentuk tubuh dan penampilan, tapi aku pun nggak mau berpaling dari kenikmatan duniawi

    seperti gulai kepala ikan, ayam kukus, nasi bebek, siomay tenggiri, tongseng kambing, rendang, nasi kabsah, dan nasi biryani.

    "Sesekali makan enak" bukanlah suatu dosa. Di sisi lain, "tampil syantik" tidaklah mesti diiringi dengan "penderitaan".

    Karena itulah, menjalani olahraga teratur adalah "kunci". Boleh sesekali makan enak, asalkan kita nggak malas menempa fisik.



    :voodoo:
    "Sedari kemarin, kamu itu belagu banget. Ngomong panjang lebar soal pola makan-lah, soal pola hidup sehat-lah...

    Memangnya ada jaminan, kalau dengan ngejalanin pola hidup kayak 'gitu, kamu bakal hidup selamanya, dan nggak akan mati?
    'Ntar juga setelah kamu mati dan dikubur, tubuh yang habis-habisan kamu rawat itu, pasti akan hancur seluruhnya."

    :hoho:
    Aku nggak akan bisa mengingkari takdir-Nya. Bener banget yang situ katakan, setelah aku meninggal nanti, jasadku
    akan hancur sepenuhnya. Entah melalui proses dimakamkan di darat, tercerai-berai di laut, ataupun tercerai-berai di udara.


    Tapi, selama aku masih diberi kehidupan oleh-Nya, selama tubuhku ini masih Dia izinkan berpadu dengan nyawaku,
    maka aku wajib berterima kasih pada-Nya. Anugerah yang Dia berikan padaku, terlalu berharga untuk aku abaikan begitu aja.

    :makasih-g:
    Menerapkan pola makan yang tepat dan pola hidup yang sehat, adalah bagian dari rasa terima kasihku pada-Nya.

     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 2, 2018
  4. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Aneka ragam produk syinetron yang sering ditayangkan di TV, mungkin memang belum layak untuk disebut sebagai
    tontonan berkualitas tinggi. Dan jelas, belum pantas pula disebut sebagai tontonan yang mencerdaskan.

    Namun, bukan berarti syinetron itu nggak bisa menghibur. Khususnya, syinetron bertema kehidupan rumah tangga.




    Dalam sebuah sinetron, diperlihatkan perihal kondisi seorang istri yang "dikecewakan" oleh sang suami.

    Kekecewaan demi kekecewaan terus dialami si istri, sehingga pada akhirnya, terakumulasi menjadi suatu kemarahan.

    :oii::pusing:
    "Aku udah nggak tahan, Mas... Aku ingin kita pisyaah!!!" (Ekspresi murka dari seorang istri yang terluka)


    :lempar:
    "Dulu, aku mau diajak nikah sama kamu, karena kamu janji'in aku banyak hal. Kamu janji akan membahagiakan aku!
    Ingat nggak? Dulu, kamu janji macam-macam, mau membelikan ini dan itu buatku, mau nyenengin aku!!"


    :cambuk3:
    "Sekarang, mana buktinya?!! Nggak ada satu pun janji yang bisa kamu wujudkan!!! Aku udah muak, Mas!
    Kesabaranku udah habis. Aku udah nggak tahan lagi hidup bersamamu... nggak mau lagi makan janji kosong darimu!!"


    :stress:
    Karena yang dibilang si istri memang adalah suatu kenyataan, si suami pun nggak sanggup lagi mengelak.
    Berhubung si suami itu benar-benar nggak mampu mewujudkan semua janjinya, ya udah, mereka akhirnya berpisah.

    Si istri dalam sinetron itu adalah sosok yang cantik semlohai, sehingga si suami pun "rugi serugi-ruginya".



    :hoho:
    Meski terkesan klise, tapi dalam kehidupan nyata, banyak pasangan yang mengalami konflik seperti itu.

    Ketika si perempuan menagih janji-janji manis yang dahulu pernah dikoar-koarkan si pria, sebelum mereka menikah.

    :onion-102:

    Sebetulnya, posisi si suami takkan goyah, jika dulu, dia nggak pernah sok-sokan sesumbar banyak hal.


    :haha:
    Logikanya 'gini, kalau aja dia nggak secara bodoh berjanji macam-macam, tentu si istri nggak akan menagih janjinya.
    Mungkin, si istri justru akan memaklumi kondisi si suami dan ikut bahu-membahu berjuang bersamanya.

    :minta:
    Tapi karena dia udah kadung janji, maka si istri merasa berhak untuk minta realisasi dari janji tersebut.


    :muntah:
    Ketika si istri menyadari bahwa si suami ternyata adalah tipe recehan yang nggak bisa dipegang omongannya, maka
    si istri pun murka dan nggak sudi lagi hidup bersama dengan si pembohong yang nggak bisa dipercaya.




    :hihi:
    Kalau si Handsome itu cerdik. Dia paham bagaimana teknik membuai dan meninabobokan perempuan,

    tanpa perlu secara gombal menggelontorkan "janji-janji surgawi" apa pun kepada sang perempuan (termasuk aku).
    Dia juga nggak mengambil keuntungan apa pun (baik material maupun seksyual) dari sang perempuan.

    Sehingga, jika suatu saat, dia "terpaksa" pergi dari sisi sang perempuan, maka dia nggak bisa dituntut

    dengan tuduhan "telah ingkar janji". Lah, bagaimana bisa dibilang "ingkar janji"? Dia itu 'kan nggak berjanji apa pun.

    Dia nggak morotin uangku, nggak mengambil keuntungan seksyual dariku, dan nggak pula ngibulin aku.
    Mungkin dia jahat, karena membuatku berharap. Tapi kalau mau jujur, harapan itu buyar karena "bodohnya" aku.


    :ngambek:
    Kalau seperti itu, sangat manusiawi 'kan, jika aku nggak kunjung bisa membenci dan melupakannya??

    :onegai:
    Andai dia pernah berjanji menikahiku, tapi kemudian ngabur begitu aja, tentu aku akan meludahinya jika bertemu

    dengannya di suatu tempat. Tapi syukurlah, dia lebih pas untuk "disayang-sayang" ketimbang diludahi.

     
    Last edited: Nov 3, 2018
  5. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    :keringat:
    "Nih, aku kasih tau kamu ya, Non. Dulu, aku kenal seorang perempuan berparas elok, bertubuh molek,
    berbibir merekah, berdada mencuat, berpinggul menggoda, dan berbokong menonjol. Belagunya ampun-ampunan.

    :blink::wuek:
    Tiap kali ada cowok yang coba ngedeketin dia, langsung di-lepeh. Pokoknya, persis banget sama kamu.
    Sok kecakepan, angkuh, jual mahal, sok merasa punya keunggulan, dan selalu ngeremehin pria-pria di sekitarnya.


    :yareyare:
    Eh, tau nggak, apa yang terjadi kemudian? Ujung-ujungnya, dia cuma dinikahin oleh seorang 'om-om'

    yang usianya jauuuuuuh lebih tua dibandingkan dia. Berduit sih, tapi penampilan si om udah nggak karuan banget.

    Ganteng, enggak... kisut, iya. Hati-hati aja, bisa-bisa, kamu pun akan ngalamin nasib sama kayak dia."



    :oii:
    Nih, saya kasih tau ya, Buk. Dulu, ada selebritis selebor-tis yang sok bikin ramalan tentang sepakbola.


    :boong:
    Dia berkoar-koar, klub idolanya, tim "Kadal Hutan", adalah tim terbaik. Sedangkan, klub lawannya, tim "Kuda Poni",
    adalah sekumpulan manusia biadab yang bodoh, suka main kasar, dan nggak punya skill bermain bola.

    :toa:
    Si selebor-tis itu meramalkan, nanti, dalam pertandingan sepakbola, bakal terjadi banyak pelanggaran,

    banjir kartu kuning dan kartu merah. Kemudian, akan banyak pula terjadi diving, handball, dan sliding tackles brutal.

    :mesyum:
    Eh, tau nggak, apa yang terjadi kemudian? Ternyata, hal-hal yang dia ramalkan itu, terjadi sungguhan.


    :unyil:
    Pertandingan berlangsung keras, terjadi banyak pelanggaran brutal. Tapi, coba tebak deh, siapa yang melakukan?
    Tak disangka, justru klub yang dia idolakan, tim "Kadal Hutan". Ngenesnya lagi, tim itu juga didegradasi.



    :hihi:
    Jadi, ramalan yang si selebor-tis bikin itu, pada akhirnya, memang terjadi, tapi menimpa idolanya sendiri.

    Hati-hati aja, semua yang ibu ramalkan tentang diri saya, bisa-bisa malah terjadi pada orang-orang terdekat Anda.
     
  6. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    :apa:
    Suasana hatiku semalam, sempat tidak menentu ketika tiba-tiba aja, Mbak Rachel menghubungiku.
    "Kamu ada waktu buat ngomong-ngomong sebentar denganku, nggak??" Pertanyaan yang langsung bikin aku gemetar.


    :suram:
    Dalam hati, aku membatin, "Nggak salah lagi. Dia akan menginfokan perihal pernikahan sang adik."
    "Sang adik dari Mbak Rachel" itu, tak lain dan tak bukan adalah sang pria yang terus-menerus aku kisahkan di thread ini.


    :patahhati:
    Ya udah, kami berjanji berbincang pada pukul 9 malam. Sambil menunggu, aku siapkan mentalku.

    Seraya menebak-nebak, dia akan menikah dengan siapa? Stella? Si Ibu Boss? Atau yang paling hardcore, dengan Bu Fitri?

    :XD:
    Aku paham banget bahwa dia memang susah diprediksi, tapi... masa iya sampai "se-ekstrem" itu?



    Pukul 9 malam (lebih dikit), Mbak Rachel kembali menghubungiku. Sempat berbasa-basi sebentar.

    Eh, ternyata, sesuatu yang mau dia tanyakan adalah perihal "seperti apa persisnya suasana kerja di kantorku selama ini?"

    Rupanya, ada seorang temannya yang pada Senin lalu, telah menjalani fase interview di kantorku.

    Kalau berdasarkan cerita Mbak Rachel sih, Insya Allah, temannya itu merasa cukup optimistis akan bisa diterima bekerja.
    Hanya saja, si teman itu masih sangat "buta situasi" tentang lingkungan kerja yang akan dia jalani.

    :hot:
    Ya Allah, Ya Rabb. Demi mendengar hal itu, rasanya, aku seperti baru aja ngelahirin seorang bayi.

    :aghh:
    Beban emosional serta keresahan jiwa yang sebelumnya menjalar dan hinggap di sekujur tubuhku, menghilang seketika.
    Untuk sementara, aku boleh bernapas lega dan memperpanjang harapanku. Entah sampai kapan.




    Pernah ada yang bertanya, "Andaikata kamu bisa nikah dengannya, apakah kamu bisa memastikan bahwa pernikahan

    kalian akan bahagia?? Kalau menurutku sih, situasinya masih seperti membeli kucing dalam karung."

    :oii::???:
    Lah, 'gimana sih, Mpok? Jika aku memulai kehidupan dengannya, memang masih "bagai membeli kucing dalam karung".
    Aku jelas nggak akan mampu memastikan "apakah aku pasti berbahagia jika menikah dengannya?"


    :ngambek:
    Jangankan itu, aku bahkan nggak tau, seberapa besar peluang untuk bisa bersama lagi seperti dulu.

    :garing:
    Memangnya, situ yakin bahwa jika situ menikah dengan seseorang, maka situ pasti mendapatkan

    kebahagiaan bersamanya? "Bagaikan membeli kucing dalam karung" memang ada risikonya, tapi paling tidak, kita masih
    bisa berharap kebaikan itu akan terjadi. Lain halnya dengan "bagaikan hidup bareng kucing garong".

    Hal apa yang masih bisa kita harapkan dari diri seorang pria yang jelas-jelas telah teridentifikasi bertipe "kucing garong"?

    Kejujuran? Integritasnya? Kesanggupan menepati janji? Kemampuan bertanggungjawab? Nothing.

    Pada tahun ini, ada sejumlah oknum yang nekat menguji nyali dan mencoba peruntungan mereka

    dalam hal mendekatiku. Nggak ada satu pun yang berhasil karena aku melihat insting "kucing garong" dalam diri mereka.

    :cambuk3:
    Karena aku masih waras, aku nggak akan sudi memadu kasih bersama makhluk bertipe seperti itu.


     
    Last edited: Nov 6, 2018
  7. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    :lalala:
    Sepulang kerja, aku singgah sebentar ke sebuah tempat, untuk membeli bahan-bahan makanan.

    Ikan laut, udang, kerang, dan kepiting. Memasuki musim hujan begini, enaknya memasak makanan hasil laut.
    Seafood yang pedas, legit, gurih, dan panas, dinikmati pada saat cuaca dingin. Mmmm. Yummy.



    :gaswat:
    Nggak sengaja, aku bertemu dengan Mbak Suci dan suaminya, yang notabene adalah merupakan

    sepupu dari si Handsome. Karena situasinya sedang ramai, sehingga tak mungkin bagi kami untuk berbincang.

    Aku cuma bertanya (secara implisit) perihal dirinya. "Akankah dia menikah dalam waktu dekat ini?"


    :hihi:
    Sebagai keluarga besar, mereka tentu segera mengetahui "hal-hal penting" yang terjadi padanya.

    Ternyata, sejauh ini, tiada seorang pun dalam keluarga besar mereka yang akan melangsungkan pernikahan.

    :makasih-g:
    Karena kami nggak bisa berlama-lama, kami pun berpisah. Yang membuatku terharu, belanjaanku

    dibayari sepenuhnya oleh mereka. Ya Allah, semoga Engkau membalas kebaikan mereka berdua itu. Aamiin.



    I breathed a sigh of relief. The situation is never gonna be much different than it always has been.

    :lempar:
    Sebenarnya, nggak perlu ada keruwetan macam ini, kalau aja dia mau meluangkan waktunya untuk sekadar
    berkomunikasi atau bertukar informasi denganku. Buat apa sih, pake sok Mister Ius segala macam?
     
  8. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    "Takdir" adalah urusan Allah sepenuhnya, sehingga nggak akan mungkin bisa diubah oleh manusia.
    Sedangkan "nasib" adalah juga merupakan urusan Allah, tapi kita masih bisa mengutak-atik dan memperjuangkannya.

    Kesalahan kita adalah, sering kali dengan cengengnya, keliru menganggap "nasib" sebagai "takdir".



    :kuning:
    Namun, kamu mengoreksi pernyataanku di atas itu. Ada takdir yang memang nggak bisa diubah,

    seperti ketetapan-Nya pada alam semesta. Ada pula takdir yang masih bisa berubah karena doa dan perilaku baik kita.
    Saat aku tanyakan, "Ah, mana dalil dari pernyataanmu?" Kamu jawab, terdapat dalam QS 13:39.

    Kesalahan kita adalah, sering kali dengan sombongnya menganggap bahwa doa itu nggak penting.
    Lalu, kita juga sering menyangka bahwa kita nggak akan menerima konsekuensi dari perbuatan buruk yang kita lakukan.
    Sering menipu diri, seolah tiada korelasi antara apa yang kita perbuat dengan apa yang kita terima.

    Setiap saat, Dia menunggu kita untuk memohon kepada-Nya, tapi peluang itu malah kita abaikan.

    Dia Maha Memberi, Maha Mengampuni, tapi kita malas meminta, dan kadang mendatangi-Nya dengan setengah hati.



    :XD:
    Ketika aku mulai merasa bahwa kamu akan "menceramahiku", eh, tiba-tiba aja, kamu langsung

    menghujani aku dengan sophisticated jokes, seperti jokes "Konstanta Boltzmann" dan "Hukum-hukum Termodinamika".
    "Metafora tingkat tinggi yang rumit", tapi justru lebih mampu menjadikanku memahami uraianmu.
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Nov 8, 2018
  9. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Semalam, Guns N' Roses mengadakan konsernya di Stadion GBK, Jakarta. Karena Stadion GBK sangat dekat dengan rumahku,
    maka Mama-Papa, kakak-kakakku, dan juga para calon kakak iparku, menyempatkan diri menonton konser tersebut.


    Pada 6 tahun silam, band pimpinan Mbah Axl Rose itu pernah pula menyelenggarakan pertunjukan di Jakarta. Namun, karena

    ketika itu yang tampil bukan "formasi Guns N' Roses yang original", maka Mama-Papa nggak berminat menontonnya.

    Ditambah lagi, jelang Hari-H, lokasi konsernya dipindahkan dari GBK ke Ancol. Ya udah, makin malas deh untuk menghadirinya.




    Kemarin, di antara kami sekeluarga, hanya aku beserta seorang kakak perempuanku yang nggak ikut datang ke Stadion GBK.

    Masing-masing punya alasan berbeda. Kakakku sebetulnya pingin ikut, tapi dia mesti lembur hingga pukul 10 malam.

    :hihi:
    Kalau aku sih, memang sedari awal, nggak tertarik menyaksikan konser band itu. Aku bisa menyimak lagu-lagu mereka, tapi

    hingga sekarang ini, aku nggak punya keterikatan emosional ataupun kenangan sentimental dengan band tersebut.

    Lain halnya dengan yang dirasakan Mama-Papa. Mereka sampai bela-belain menonton konser di GBK, karena lagu-lagu dari

    band itu memang pernah menjadi bagian dari soundtrack kehidupan masa silam mereka berdua, circa 1987-1993.



    Dalam suasana kesendirian di rumah (meski hanya beberapa jam), aku manfaatkan untuk mempertajam skill memasakku.


    Hari Selasa kemarin, aku telah membeli (atau tepatnya, "dibelikan oleh Mbak Suci dan suaminya") bahan makanan
    berupa ikan laut, udang, kerang, dan kepiting. Sebagian telah dimasak oleh Mama, sebagian lainnya masih tersisa untukku.


    :apa:
    "Apa? Kamu makan kerang hijau? Emangnya kamu nggak tau? Kerang hijau 'kan banyak yang tercemar merkuri.
    Percuma aja kamu terus-terusan ngomongin soal pola hidup sehat, eh... ternyata kamu malah mengonsumsi kerang hijau."


    :oii:
    Lah, siapa bilang bahwa kerang yang aku beli itu adalah kerang hijau? Mbok ya, lebih teliti, sebelum ngomelin aku.

    Sejak bertahun-tahun silam, aku juga udah paham bahwa kerang hijau dan kerang darah itu lebih baik tidak kita konsumsi.
    Jika kamu penasaran, ya udah, datanglah ke rumahku, kamu akan tau, species kerang macam apa yang aku beli.

    Semalam, aku memasak dua hidangan laut berbahan dasar kerang dan kepiting. Alhamdulillah, hasilnya pun memuaskan.


    :malu1:
    Andaikan kamu mau sedikit menyingkirkan rasa gengsimu itu dan datang ke rumahku, aku jamin deh, kamu akan

    menikmati masakanku. Saking asyik menikmatinya, mungkin aja tanpa kamu sadari, kamu pun sampai menjilati jari-jarimu.



    Aku termasuk yang berpendirian bahwa "terampil memasak" adalah salah satu syarat menjadi perempuan sejati.

    Jika kita adalah perempuan yang nggak becus masak, maka bisa-bisa, kita akan terlihat cu-pu di mata pasangan kita kelak.

    :boong:
    Banyak pria yang sok-sokan bilang, "Kalau kamu nggak bisa masak, tak apalah. Aku terima kamu apa adanya."

    Pada masa-masa awal pernikahan, si suami masih sanggup memperlihatkan pemakluman seperti itu di hadapan sang istri.

    :hot:
    Eh, setelah beberapa bulan berumah tangga, si suami pun mulai ngedumel. "Ah, bini gue kualitasnya kok cuma kayak 'gini?
    Bener-bener nggak becus masak. Nggak ada satu pun hasil masakan dia yang bisa gue nikmatin dan rindukan."


    :hoho:
    Sayangnya, banyak perempuan sering nggak menyadari hal itu. Terbuai dengan statement "aku terima kamu apa adanya".
     
    Last edited: Nov 9, 2018
  10. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2




    Terkait dengan postingan di atas: Om Tulus pernah menyenandungkan lagu, "janganlah kau mencintaiku apa adanya".


    Ada hal-hal dari sang orang tercintamu yang memang (mau tidak mau) mesti diterima secara apa adanya.

    Namun, ada pula sejumlah hal yang justru tidak pernah boleh diterima secara apa adanya. Kalau masih bisa diperbaiki,
    kenapa nggak coba untuk diperbaiki? Jadi, "mencintai kekuranganmu" tidak boleh dimaknai secara sempit.

    Lebih parah lagi, apabila kita sampai mencintai secara membabi buta. "Pokoknya, orang yang aku sukai itu selalu benar!

    Dia nggak punya kekurangan. Dia nggak pernah keliru. Dia adalah manusia yang serba tau segala-galanya!"

    Andaikan kita sampai memosisikan seorang manusia seperti itu, maka berarti kita telah memberhalakannya.
    Cinta macam itu bukan cinta yang sehat. Entah kita ingin memanfaatkannya, atau kita ingin dijadikan keset kaki baginya.



    Muhammad Rasulullah SAW pun adalah manusia yang tidak Maha Sempurna. Bukan manusia yang serba mengetahui.

    Para sahabat pernah memberikan input perihal masalah duniawi pada beliau. Dan beliau pun menerimanya.

    Beliau juga tegas berpesan supaya menempatkan beliau sebagaimana layaknya. Meneladani, tapi tidak memberhalakan.
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Apr 16, 2020
  11. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    :ehem:
    Kalau soal "berteman", aku berteman dengan banyak orang. Ada teman sekolah, sejak masa TK hingga masa perkuliahan.
    Ada teman sepermainan di lingkungan rumahku. Ada juga teman kantorku. Ada teman sepergaulan. Ada teman "boleh nemu di jalan".

    Lantas, ada ribuan followers akun IG-ku. Di kehidupan du-may, mungkin mereka bisa pula diklasifikasikan sebagai "teman".

    Sebagian dari mereka, aku kenal secara personal. Sedangkan, sebagian lainnya adalah sosok-sosok yang belum jelas rekam jejaknya.
    Boleh jadi, beberapa dari mereka yang mem-follow akunku, hanya demi memantau dan mencermati rangkaian aktivitasku.

    Pada prinsipnya, andai untuk sekadar "berteman biasa, nggak lebih", kita bisa aja berteman dengan siapa pun di dunia ini.


    :awas:
    Lain soal bila kriterianya adalah "teman akrab", "sahabat karib", dan "kawan dekat". Atau yang statusnya lebih serius, "teman hidup".

    Nah, untuk kriteria di atas, kita mesti sangat-sangat-sangat selektif, mesti pilih-pilih secara ketat, nggak boleh asal-asalan.



    :hot:
    Aku udah merasakan sendiri bahwa "temanku" atau "orang terdekatku" memang benar-benar bisa memengaruhi pola pikir

    dan mampu pula mengubah perilaku keseharianku. Aku pernah nyaris terseret ke jalan yang salah, disebabkan lingkar pertemananku.

    :dingin:
    Ketika aku berkarib atau bersobat dengan para party-goers yang doyan clubbing atau rave party, maka jalan pikiranku pun
    mirip dengan mereka. Meski (Alhamdulillah) aku sanggup bertahan untuk nggak tergoda mencoba mengonsumsi pro-tem-mirasantika

    (produk tembakau-minuman keras-dan narkotika), tapi pola pikirku (saat itu) seolah sebangun dan sejalan dengan mereka.

    "Teman-temanku" nggak mau shalat, nggak peduli soal ibadah, hedonis, hidup cuma buat senang-senang, bodo amat urusan akhirat.

    :muntah1:
    Percaya atau tidak, hal-hal negatif semacam itu sempat menular kepadaku. Karena aku sering berkumpul dengan mereka,

    maka lama kelamaan, aku pun menyerap energi negatif dari mereka. Alhamdulillah, kakak-kakakku tercinta langsung cepat tanggap
    memutus mata rantai pergaulanku dengan "teman-temanku" itu. "Kamu boleh aja bandel, tapi kalau 'nakal', nggak boleh."



    :hihi:
    Perihal bagaimana menjadi bandel, tapi tetap terikat pada norma yang berlaku dan nggak sampai terjerumus menjadi nakal,
    nah, si Handsome itulah sang ahlinya. Aku bisa mengatakan, "If it hadn't been for him, I wouldn't have known all those good things."

     
    Last edited: Nov 13, 2018
  12. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Aku sering menerima bonus dari atasanku, dan aku nggak pernah sekali pun menolaknya. Bonus, jelas berbeda dengan gratifikasi.

    Pada hakikatnya, bonus selalu berasal dari pihak kantor, dan atasanku itulah yang dipercaya untuk memberikannya padaku.

    Tiap kali aku mendapatkan bonus, pasti semata-mata karena alasan yang sangat objektif, terkait dengan employment relationship.



    Lain halnya dengan "pemberian hadiah dengan motif nggak jelas", yang baru aja diantarkan oleh seorang kurir pada pagi ini.

    Si pemberi hadiah adalah seorang pria yang notabene sama sekali nggak pernah memiliki ikatan dalam bentuk apa pun denganku.

    Aku memang kenal si pria itu, tapi hanya sekilas aja. Bukan teman dekatku, dan dia nggak pernah berada di inner circle-ku.

    :yareyare:
    Benda-benda itu, Anda hadiahkan secara cuma-cuma untuk saya? Motif Anda apa sih? Hari ul-tah saya, telah lama berlalu.

    Saya juga nggak pernah berjasa apa pun terhadap Anda. Kenal pun hanya sepintas aja, 'gimana saya bisa berjasa pada diri Anda?

    :kuning:
    Karena motif pemberian tersebut nggak bisa aku pastikan, maka sebagai konsekuensinya, hadiah itu nggak bisa aku terima.
    Masa bodoh jika si pria itu mencaci maki aku dengan sebutan "sombong", "belagu", "arogan", "sok nolak rezeki", atau apa pun itu.

    Alhamdulillah, si kurir yang ditugaskan mengantar hadiah itu, bisa memahami keenggananku menerima bingkisan tersebut.




    Mungkin, banyak perempuan yang senang, apabila mendapatkan pemberian dari pria lain yang bukan siapa-siapa baginya.

    Kurang lebih, rata-rata dari mereka biasanya akan merespons seperti ini, "Aduh, 'makasih, ya? Kamu baik banget deh sama aku."

    :angel3:
    Sebenarnya, nggak ada yang salah perihal "memberi" dan "menerima", asalkan tiada motif aneh-aneh di balik pemberian tersebut.

    Asalkan benda atau uang yang diberikan pada kita bukanlah berasal dari aktivitas ilegal, maka kita boleh aja menerimanya.

    :merah:
    Dan syarat penting lainnya bagiku, jangan sampai si pemberi itu berstatus sebagai suami orang lain alias pria yang udah punya bini.
    Pokoknya, pemberian yang bersifat personal dan eksklusif, hanya diberikan khusus untukku, nggak akan sudi aku terima.




    :makasih-g:
    Paduka Boss sering memberiku beragam oleh-oleh, sepulang dari perjalanan dinasnya ke mana pun itu. Oleh-oleh darinya

    selalu aku terima dengan senang hati, tanpa kecurigaan. Karena bukan cuma aku yang dia berikan, rekan-rekan lain pun kebagian.

    :jotos
    Si Handsome juga terkadang masih mau berbaik hati memberikan sejumlah pemberian padaku, ataupun pada keluargaku.
    Apa pun pemberian darinya, akan aku sikapi dengan rasa terima kasih. Meskipun sekarang ini, kami "sedang saling berseberangan".

    :hihi:
    Saat aku masih bersamanya, dia selalu setia menjalankan filosofi lirik lagu Kasih Ibu. "Hanya memberi, tak harap kembali".
    Fakta yang berbicara. He is the kind of man who always gives me valuable things without expecting me to do something in return.

    Dia memberiku begitu banyak "valuable things", tapi sama sekali nggak pernah mau mengungkit-ungkit pemberiannya itu.

    Bahkan saat kami terlibat dalam pertengkaran yang sangat sengit pun, semua yang udah dia berikan, nggak pernah dia bicarakan.

    Aku bisa merasa nyaman menerima pemberiannya, karena di balik pemberiannya, tiada kewajiban yang membebaniku.




    :mesyum:
    Yang bermasalah adalah jika sang pemberi, diam-diam mengharapkan imbal balik tertentu dari apa yang telah dia berikan.
    "Saya telah berikan sejumlah benda yang tidak murah untuk Anda. Jadi, Anda mesti tahu diri untuk tidak menolak keinginan saya."

    Supaya kita nggak sampai terperangkap seperti itu, tentunya kita wajib mencermati maksud di balik "kebaikan" seseorang.

     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 14, 2018
  13. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    :hihi:
    "Mental toughness" atau "ketangguhan mental" dari setiap perempuan, memang nggak akan pernah sama.

    Ada yang mudah sekali untuk kehilangan harapan, justru ketika harapan itu masih sangat mungkin untuk diperjuangkan.

    :XD:
    Tapi, aku nggak bisa menyalahkan para perempuan yang bersikap demikian. Mereka pasti punya alasan kuat
    untuk berhenti berharap. Mungkin, mereka nggak mau berletih-letih menggapai sesuatu yang mereka anggap tak pasti.

    :lulus:
    Kalau aku pribadi, sampai sejauh ini, Insya Allah akan terus berprinsip, I will fight till the last drop of my blood!
    Aku baru bisa mengetahui takdirku secara pasti, apabila aku telah berusaha habis-habisan hingga batas kemampuanku.



     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Jul 17, 2019
  14. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada beberapa bulan yang lalu, aku pernah membaca artikel di sebuah majalah wanita, perihal survei atau penelitian
    yang menyebutkan bahwa rata-rata perempuan di Jakarta "akan lebih merasa nyaman" jika memiliki suami yang berpenghasilan

    minimal antara Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. ("Penghasilan bulanan" lho ya, bukan sekadar "gaji bulanan")

    :tampan:
    "Penghasilan bulanan" dan "gaji bulanan" itu berbeda. "Gaji bulanan" adalah "active income" alias uang yang hanya

    akan kita dapatkan jika kita bekerja. Sedangkan definisi "penghasilan bulanan" adalah segala bentuk penghasilan yang didapatkan
    per bulan, dalam bentuk "active income" ditambah dengan "passive income atau penghasilan tanpa perlu bekerja".

    :hihi:
    Standar kehidupan masing-masing individu, tentu aja nggak akan sama. Tergantung dari gaya hidup yang dijalani.


    Namun, di dalam artikel tersebut dituliskan, untuk bisa hidup secara manusiawi di Jakarta, minimal butuh Rp5 - Rp6 juta per bulan,
    bagi sepasang suami istri yang belum memiliki anak. Manakala seorang suami sanggup memberikan uang belanja

    sebesar Rp5 - Rp6 juta per bulan pada istrinya, maka diasumsikan, mereka berdua akan mampu hidup secara cukup manusiawi.

    Biarpun si istri tidak berpenghasilan, tapi mereka nggak akan kelaparan, bisa membayar uang sewa tempat tinggal,

    dan tidak perlu sampai berutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski pas-pasan banget, tapi masih bisa bertahan hidup.



    :facepalm:
    Sedangkan, bagi pasangan suami istri yang sudah memiliki anak, mau nggak mau, harus ada dual-income. Karena

    biaya mengurus anak itu tidaklah sedikit. Selain kebutuhan sandang-pangan bagi si anak, tentu ada pula kewajiban menyekolahkan.

    :onegai:
    Karena besarnya kebutuhan finansial tersebut, maka rata-rata perempuan cenderung akan merasa nyaman apabila
    memiliki suami yang berpenghasilan bulanan minimal antara Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. Sekali lagi, penghasilan bulanan

    bukan berarti gaji bulanan. Meskipun gaji plus tunjangan dari si suami "hanya" sejumlah Rp7 juta per bulan, tapi jika
    si suami masih punya passive income atau penghasilan tambahan lainnya, maka si istri akan merasa cukup aman secara finansial.




    :???:
    Aku belum bisa memastikan, sejauh mana sih, validitas penelitian dalam artikel yang aku baca di majalah tersebut.

    Tapi, andaikata penelitian itu memang tidak menyimpang dari fakta kehidupan, maka ada hal menarik yang bisa aku simpulkan.

    :XD:
    Berarti, dengan penghasilan bulanannya seperti sekarang, si Handsome itu (kalau aja dia mau) sangatlah mungkin

    untuk membiayai kehidupan dua orang perempuan di Jakarta, seperti para perempuan yang dijadikan sample di dalam survei itu.


     
    Last edited: Nov 19, 2018
  15. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2




    :yareyare:
    "Apakah pernyataanmu tersebut mengisyaratkan bahwa kamu bisa menerima jika si Handsome-mu itu kelak beristri dua?
    Hati-hati lho, 'ntar malah bisa terjadi betulan," kata Bu Fitri, yang menganggap pernyataanku tersebut sembrono.


    :hoho:
    Lah, memangnya, aku menyatakan seperti yang Ibu tuduhkan? Coba dong, pahami kalimatku. Aku hanya bilang,

    bahwa dengan penghasilan bulanannya sekarang ini, dia sanggup membiayai kehidupan dua orang perempuan di Jakarta.

    Apa yang aku nyatakan, nggak melenceng dari fakta. Nggak aku tambah-tambahin, dan nggak juga aku kurangin.

    :hihi:
    Pada dasarnya, aku cuma terinspirasi survei dalam artikel majalah wanita itu yang menyatakan bahwa rata-rata

    perempuan di Jakarta pada masa kini, cenderung akan merasa lebih nyaman dan tenteram (dari segi finansial) manakala
    mempunyai suami yang sanggup memberikan nafkah sebesar Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan secara rutin.

    :onegai:
    Pernyataanku tersebut hanyalah sebatas "berhipotesis", kenapa Ibu malah jadi menafsirkannya terlampau jauh?


    :ehem:
    Apa jangan-jangan, Bu Fitri merasa terintimidasi dengan pernyataanku, karena diam-diam, Ibu juga "berharap" padanya?
    Mungkin selama ini, tanpa pernah aku ketahui, "ada permainan yang bergelora antara 2 insan di belakang layar".


    :lempar:
    "Enak aja aja kamu bikin kesimpulan! Aku juga yakin, si Handsome-mu itu nggak akan mungkin sampai segila itu."

    :XD:
    Wah, hebat. Bu Fitri sekarang ini mulai berani menyebut kamu gila, Nyong. Denger nggak, tuh? Kamu dibilang gila.
    Tapi, kayaknya kamu akan woles aja, because she's the kind of person who always provides precious information to you.

     
  16. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pulang kantor, keluyuran dulu ke suatu tempat. Bareng Hilda, Mila, dan Nyo'i. Mumpung besok libur.
    Eh, tanpa kami perkirakan, kami bertemu dengan "geng proyek" yang kebetulan juga sedang hang out di sana.


    Sebenarnya, situasi berjalan normatif. Aku dan rekan-rekan kerjaku berusaha melepas kepenatan

    setelah seharian bekerja. Nyemilin beragam makanan, ngomongin banyak hal seru, ketawa-ketawa, pokoknya,
    kami memperlihatkan diri kami secara apa adanya. Ternyata, keceriaan kami berempat tersebut,
    "memancing" seorang pria dari "geng proyek" untuk turut bergabung. Ya udah, karena kami memang kenal dia,
    kami nggak mempermasalahkannya. Akhirnya, dia pun ikut larut dalam keriangan bersama kami.

    Ketika kami semua bersiap untuk meninggalkan tempat itu, tiba-tiba aja, si pria itu bilang padaku,

    "Suara kamu tuh enak banget, ya? Cara kamu tertawa juga renyah." Kebetulan, Hilda mendengar perkataan itu.

    Karena aku hanya diam aja, nggak merespons ucapan si pria tersebut, maka Hilda pun bereaksi,

    "Kamu bilang terima kasih, dong." Tapi, aku tetap berdiam diri, sama sekali nggak mau memedulikan saran Hilda.



    Entahlah, instingku mengatakan, kalimat si pria tersebut adalah suatu bentuk "preliminary attack"

    yang nggak boleh aku tanggapi. Jika aku menuruti saran Hilda untuk berterima kasih atas ucapan manis si pria itu,
    maka besok-besok, si pria itu akan berani mengomentari hal-hal lain yang terdapat pada diriku.


    Nggak tertutup kemungkinan, dia akan menyanjung-nyanjung parasku, rambutku, bahkan dadaku, betisku, atau

    kalau semangkin menggila, bisa aja, dia akan secara kurang ajar berkomentar perihal bokongku.



    Banyak yang bilang, "perempuan itu suka dipuji". Iya, memang benar, sih. Tapi, yang sering kali

    nggak diketahui oleh mayoritas kaum pria, perempuan cuma akan menikmati sanjungan dari pria yang disukainya.
     
    Last edited: Nov 20, 2018
  17. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Aku selalu ikut bersyukur tiap kali mengetahui ada hamba Allah yang berusaha kembali ke Jalan-Nya Yang Lurus.

    Pada beberapa bulan lalu, aku pernah menulis perihal atasanku, yang sikap dan perilakunya sangat baik, very gentlemanly,
    tapi di sisi lain, kehidupan religiositasnya terlihat kering kerontang. Acuh tak acuh pada perintah dan larangan-Nya.

    Sesekali, aku melihatnya shalat di masjid perusahaan. Eh, pada lain kesempatan, dia melewatkan shalat Jumat begitu aja.
    Dia sangat konsisten menolak hidangan berbahan dasar pork. Tapi membiarkan kerongkongannya dibasahi wine.


    :keringat:
    Karena dia adalah atasanku, dan usiaku pun terpaut sangat jauh dengan usianya, maka hampir mustahil rasanya bagiku
    untuk berkomentar langsung di hadapannya, terkait dengan masalah itu. Lain halnya, andai dia teman karibku.
    Lah, kalau dia memang bukan teman karibku, kenapa aku mesti lancang, ingin sok mencampuri pola hidup yang dia pilih?

    Soalnya, dia berulang kali bilang padaku, "Jika Anda punya input positif, jangan sungkan untuk Anda sampaikan."


    Aku pernah mengkritiknya saat dia keliru karena menggunakan kata "mengetrapkan" dalam briefing dengan para pekerja.
    Dengan berbesar hati, dia menerima kritikku, nggak merasa tersinggung, nggak pula merasa kurang terpelajar.

    Bagaimanapun, aku tak cukup berani untuk mengambil risiko, dalam mengingatkannya perihal pola hidup yang dia jalani.

    Jangan-jangan, dia malah ngamuk, "Heh, kamu itu tau apa sih, soal hidup saya? Nggak usah sok ikut campur!!"



    :yahoo:
    Namun, dalam beberapa bulan terakhir, aku (dan rekan-rekan kerjaku yang lain) melihat "perubahan nan menakjubkan"
    yang dialaminya. Terlihat jelas, atasan kami itu sedang mentransformasikan dirinya ke kehidupan yang lebih baik.

    Dan istimewanya lagi, dia juga mengajak beberapa teman sepergaulannya untuk "ikut bersama-sama memperbaiki diri".




    :malu1:
    Hal tersebut mengingatkanku, ketika dulu, si Handsome berusaha mengangkatku dari benaman lumpur dosa kehidupan.

    Tak mudah baginya, karena pada dasarnya, aku bukanlah tipe perempuan yang gampang diatur dan diarahkan.

    Tapi, karena dia mampu menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan, maka aku mau mengubah diri menjadi lebih baik.
    Jika terkadang, kalian melihatku tampak religius, nah, itulah hasil tempaan yang pernah dia lakukan padaku dulu.
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 23, 2018
  18. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Alhamdulillah, tadi siang hingga sore, Jakarta kembali diguyur hujan lebat. Sekarang, masih bulan November 'kan, ya?
    Di mana-mana, banyak orang memilih lagu November Rain untuk menggalaukan suasana hati ketika hujan membasahi November.

    :hihi:
    Kalau aku sih, nggak mau ikut-ikutan. Lagu yang aku jadikan "penghias" hujan pada bulan November, adalah lagu lain.

    Tapi, nggak aku sebutkan lagu apakah itu. Nanti, boleh jadi, kalian juga ikut-ikutan denganku dalam hal menyenangi lagu tersebut
    sehingga lagu istimewa itu malah akan menjadi lagu yang "pasaran", klise, dan sisi eksklusivitasnya pun menghilang.




    :centil:
    Setiap kali mendengarkan lagu itu, aku selalu teringat saat aku dan Kakak Perempuan Tertuaku terlibat dalam sebuah percakapan.

    Momen itu terjadi pada beberapa tahun silam, ketika lakon Rama dan Shinta masih aku jalani bersama si Handsome.

    Sejatinya, si Handsome sama sekali tak pernah menampilkan dirinya seperti stereotipe pria religius yang terlihat lembut dan halus.


    Aku sering iseng menyebutnya "Handsome Bastard", untuk membedakan dia dengan pria rupawan "berparas manis".
    Sebagian dari kalian, mungkin akan berpersepsi bahwa "pria rupawan" adalah tipe pria yang sering muncul di drakor atau dorama.

    Namun, seleraku bukan yang seperti itu. Nggak masalah, ya? Semua dari kita pasti punya preferensi masing-masing.



    Meskipun dia nggak pernah mencitrakan dirinya sebagai pria yang lembut dan halus, tapi dia bukanlah tipe bazingan yang amoral.
    Pada waktu-waktu tertentu, dia memberiku bermacam literatur perihal agama Islam, agama yang kami berdua anut.


    :piso:
    Jujur aku akui, awalnya, hal tersebut justru sempat membangkitkan kecurigaanku. Apa urgensinya dia melakukan itu?
    Sebagai pencitraan supaya mendapat simpati dariku? Ataukah, dia ingin menjadikanku sebagai ustadzah yang kelak dia orbitkan?



    Untunglah, aku memiliki seorang Kakak Perempuan yang selalu siap sedia untuk memberi pencerahan pada adiknya.

    Ketika aneka pertanyaan bergejolak dalam diriku, aku meminta agar Kakak Perempuan Tertuaku itu memberikan pendapatnya.

    :ehem:
    Tahukah, apa yang dikatakannya saat itu? Kakakku bilang, "Dia memberimu bermacam literatur perihal agama Islam,
    mungkin karena dia ingin meningkatkan kualitas pemahamanmu dan juga perilakumu sebagai seorang Muslimah. Tujuannya apa?

    Sebetulnya, sederhana dan manusiawi banget, sih. Jika kita asumsikan, dia kelak ingin menjadikanmu sebagai istrinya,

    ingin kamu mengandung, melahirkan, dan mengasuh anak-anaknya, tentu aja dia berharap, anak-anaknya berada dalam asuhan
    seorang perempuan yang berkarakter baik. Pendidikan karakter itu, salah satunya, ya berasal dari pendidikan agama.

    Bisa aja, dia melihat kualitas keislamanmu sekarang ini, masih berada di bawah level ideal.. Dia berkepentingan untuk

    meng-upgrade dirimu, agar kalian berdua kelak bisa 'berada dalam frekuensi yang sama' ketika tiba waktunya berumah tangga."




    :XD:
    Aku nggak memungkiri perkataan Kakak Perempuan Tertuaku. Memang demikianlah kenyataan diriku pada saat itu.

    Sekarang sih, Alhamdulillah, udah relatif mendingan, dibandingkan masa jahiliyah dulu. Meski apa yang diasumsikan Kakakku itu,

    bahwa "dia menginginkan agar kamu melahirkan anak-anaknya", ternyata... tidak (atau belum) menjadi kenyataan.

    :yahoo:
    Biarpun begitu, aku tetap berterima kasih pada makhluk rupawan itu, karena dia telah berjasa mengubahku seperti sekarang ini.
     
    Last edited: Nov 23, 2018
  19. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada Senin siang tadi, aku dan Mila ditugaskan menginspeksi proyek. Bagi Mila, hal itu adalah first assignment.

    Semalam, dia bertanya macam-macam tentang penugasan tersebut, termasuk perihal "apakah pernah ada

    sebelumnya, pegawai berhijab di kantor kami yang ditugaskan ke proyek?" Aku jawab, ya ada, dan banyak banget. Bu Hasnah,
    Andini, Mbak Ita (yang tahun lalu, udah mendapatkan promosi ke tempat lain), Bu Elma, dan lain sebagainya.

    Jadi, pada masa sekarang ini, bukanlah suatu hal yang aneh menyaksikan para perempuan berhijab berkarier di dunia konstruksi.


    Karena selama beberapa bulan ini, Mila udah baik banget padaku, akhirnya, aku katakan padanya bahwa aku
    akan "menyeragamkan diriku dengannya". Karena dia berhijab, maka aku pun akan ikut berhijab juga ketika datang ke proyek itu.
    Meski untuk temporer aja. Bagiku, itung-itung sambil belajar berhijab-lah. Daripada nggak dicoba sama sekali.




    :onegai:
    Ya udah, hari ini, aku siapkan beberapa instant hijab dalam mobilku. Saat aku dan Mila akan berangkat, aku

    tanyakan padanya, hijab yang mana yang terlihat paling pantas untukku? Menurut dia, semuanya pantas, nggak ada yang jelek.
    Karena dia mengenakan hijab warna cream, akhirnya aku putuskan mengenakan hijab berwarna hijau muda.

    Mila pun langsung bereaksi, "Masya Allah... adem banget dilihatnya, Non. Cantiknya juga nggak hilang, lho."


    :malu1:
    Meski demikian, aku baru memakai instant hijab itu, saat kami tiba di lokasi proyek yang hendak kami inspeksi. Maklum aja deh,
    biar bagaimanapun, tidak mudah untuk memulai suatu hal yang sangat berbeda dari kebiasaanku sehari-hari.



    :centil:
    Seperti biasanya, mustahil aku lupa untuk mengabadikan momen istimewa yang terjadi dalam keseharianku.

    Aku dan Mila pun membuat sejumlah foto di sela-sela kesibukan kami, saat ditugaskan menginspeksi proyek pada Senin siang.

    Sebelum sebagian foto tersebut aku unggah ke akun IG-ku, aku kirimkan dulu kepada sang pria rupawan itu.
    Andaikata penampilanku ketika berhijab "terlihat aneh" di matanya, haqqul yaqin, dia pasti akan berkomentar secara objektif.


    Dia itu mah, sejak dulu, selalu apa adanya jika menilai kualitas. Kalau kualitasnya jelek, ya akan dia katakan
    sejujurnya, nggak akan dibungkus macam-macam biar terlihat bagus. Meski bukan berarti dia akan mencelanya secara kasar.

    Bukan berarti pula, dia akan secara kekanak-kanakan mencari-cari kejelekan yang ada pada objek tertentu

    yang nggak disukainya. Dia bukanlah tipe pria bocah bermulut nenek-nenek yang doyan menyinyiri segala macam hal hanya
    untuk menyalurkan hasrat kebenciannya. He's a truly great conversationalist, tapi bukanlah tipe pria nyinyir.



    :hihi:
    Pada saat ini, faktanya, "terbentang jurang pemisah yang sangat lebar dan curam" di antara aku dan dia.

    Tentu, dia nggak akan mau repot-repot basa-basi berkomentar, yang pada intinya sekadar untuk tidak membuatku kecewa.

    Kalau penampilanku saat berhijab, terlihat tidak memuaskan, pasti akan dia ungkapkan secara terus terang.



    Ternyata, komentar seriusnya adalah, "Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin." Udah, 'gitu aja. Sedangkan komentar

    lainnya adalah... takkan aku ungkapkan di sini, karena pernyataannya itu memang benar-benar cuma ditujukan kepada diriku.

    :malu2:
    Dia tidak menyanjungku sebagaimana layaknya seorang pria memuji gadis tercintanya, tapi sekaligus juga,
    dia sama sekali tidak melihat ada sesuatu yang salah ataupun aneh dalam penampilanku, ketika aku mencoba untuk berhijab.

    :lulus:
    Aku bisa memaknai, malam ini, Allah SWT telah berkenan menghadirkan keyakinan di dalam diriku, bahwa
    jika suatu saat nanti aku berhijab secara konsisten, maka Insya Allah, aku nggak perlu merasa risau perihal penampilan diriku.
     
    • Thanks Thanks x 2
    Last edited: Nov 27, 2018
  20. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Insya Allah, prinsipku nggak pernah berubah. Aku nggak akan dengan gegabah "menutup buku" (dalam arti kiiasan).
    Namun, apabila aku udah memutuskan untuk "menutup buku", maka sampai kapan pun, aku nggak akan pernah membukanya kembali.
     
  21. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    :facepalm:
    "Pacar semasa awal kuliah dulu", untuk kesekian kalinya, kembali mencoba melancarkan serangan kepadaku, alias mengajakku ber-CLBK.

    Kemarin, dia lebih berani lagi, straight to the point, "Kita berdua 'kan udah saling kenal. Pernah pacaran pula. Sekarang, mending langsung nikah, yuk?"

    :wuek:
    Seperti biasa, jawabanku tetaplah: "TIDAK MAU". Karena sosok yang aku harapkan untuk ber-CLBK atau menikahiku, jelas bukanlah dia.


    Kenapa dia bisa sampai begitu sangat percaya diri, nggak menyerah, setiap kali menyodorkan proposalnya kepadaku? Sederhana aja, sih.

    Sekarang ini, status sosial dia, kelihatannya udah melonjak beberapa tingkat dibandingkan masa-masa awal kami kuliah dulu. Kala dia nekat memacariku.

    :XD:
    Konon, seorang pria yang telah menjelma menjadi "makhluk beruang" alias merasa punya banyak duit, cara berjalannya aja beda, 'kan?




    :keringat:
    Aku dan si oknum tersebut sempat "berpacaran" selama 3 semester. Sangat singkat. Karena, dia bukanlah tipe pria yang berkarakter baik.


    Jujur aja aku katakan, si oknum itu "attractive on the outside, but ugly on the inside". Jika kita bergaul dengan orang yang memancarkan energi buruk,
    maka cepat atau lambat, kita pasti akan menyerap segala macam sifat buruk yang ada dalam dirinya. Akhirnya, kita pun akan ketularan dia.

    Rabu kemarin, dia sok-sokan mengajak aku menikah. Padahal, saat kami masih pacaran, dia sama sekali nggak pernah menghargai institusi keluarga.


    Dia mengajariku bersikap kurang ajar dan membangkang kepada orangtuaku. "Dulu, kamu selalu dikondisikan untuk menuruti semua perintah mereka.

    Sekarang, kamu itu udah gede. Mereka itulah yang harus nurut sama kamu. Jangan sampai kamu seenaknya diatur-atur lagi oleh mereka."

    :tega:
    Bodohnya, "atas nama cinta", aku sempat mengikuti perkataannya tersebut. Ya maklum deh, saat itu, aku baru berusia 18 tahun. Masih begitu polos.



    :hot:
    Religiositas dia pun nol besar. Kami pernah berjalan-jalan, makan bersama, ataupun berada di suatu tempat, pada waktu shalat Jumat tiba.
    Si oknum itu sama sekali nggak menunjukkan kepedulian. Dia nggak tergerak mencari masjid terdekat untuk segera menunaikan kewajiban beribadah.


    Bagaimana mungkin aku bisa mengandalkan pria dengan kualitas serendah itu, untuk berperan sebagai kepala keluarga di rumah tanggaku?
    Ditambah lagi, terungkap pula sejumlah perilaku buruk dan karakter aslinya, yang menyadarkanku seketika, this is not the kind of relationship I want!




    :yahoo:
    Alhamdulillah, Allah tidak mengizinkan aku untuk berlama-lama dengan si oknum itu. Kami berantem, aku memakinya, dan dia tersinggung.

    Namun, momen "putus" itu, akhirnya justru sangat-sangat-sangat aku syukuri, dan aku nggak akan pernah mau lagi kembali bersama dengannya.



    :onegai:
    Seperti yang kita ketahui, "akhir dari sebuah cerita adalah awal dari cerita yang baru". 2,5 bulan setelah putus, aku dan si Handsome, dipertemukan.

    Dia memiliki kualitas dan kepribadian yang sunguh-sungguh berbeda 180 derajat dengan si oknum tersebut. Keluargaku juga bilang begitu.

    Meski kini, dia sedang terlepas dari genggamanku, tapi hingga detik ini, aku sama sekali belum bisa memastikan perihal "apa yang kelak akan terjadi?"
    "Lah, apa artinya jika hubungan kalian saat ini malah nggak jelas? Emang dia bakal nikahin kamu?" Kalau soal itu, Wallahu A'lam Bishawab.


    :hihi:
    Bagaimanapun, dia tetap berarti banget buatku. Paling enggak, dia berjasa besar, karena dia itulah yang berperan "memperbaiki arah kehidupanku".

     
    Last edited: May 9, 2020

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.