1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

La pazienza è la virtù dei forti

Discussion in 'Dear Diary' started by ___Renata___, Dec 1, 2017.

  1. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Bu Fitri sering banget menyatakan, berteman dan berhubungan dengan si Bloody Handsome
    selalu menyenangkan. Lah, kok "berhubungan"? Maksudnya apa, Buk? Memangnya situ sama dia sering...
    hiiih.. huek... nggak sanggup aku bayanginnya. Ibarat tante-tante ngemil berondong (jagung).

    :nangis:

    "Jabang bayik... kamu itu ngeselin banget, ya... maksudnya aku 'berhubungan' itu berinteraksi
    secara sehat dan normatif. Kenapa malah dipelintir ke hal yang enggak-enggak?" Huahaha... sadis banget.
    Bu Fit sama dia demennya main plintir-plintiran. Idih. Pantesan, situ sering ngeluh pegel-pegel.




    :hoho:
    Yah... secara jujur dan objektif, aku mengakui bahwa apa yang dibilang Bu Fit memang benar.

    Bila si Bloody Handsome udah masuk ke dalam hidup kita serta membuat kita "melibatkan diri dengannya",
    maka kita pun akan mengalami buanyak sekuali, eh, banyak sekali pengalaman mengesankan.


    Insya Allah, berteman dengan dia selalu menguntungkan. Lah, 'gimana nggak menguntungkan,
    dia bukan tipe teman yang akan meminjam duit pada siapa pun, bukan pula tipe teman yang tukang tilep,

    bukan tukang tikung yang tega makan tulang teman. Tipe "teman sejati", ya seperti dia itulah.

    Spesies laki-laki berkelas yang anti banget dengan prinsip l'exploitation de l'homme par l'homme.

    Meskipun dia nggak akan selalu sanggup memosisikan dirinya sebagai "sang malaikat penolong",
    dia juga bukan iblis yang akan merugikan ataupun mengeksploitasi kita. Paham 'kan, apa yang kumaksud?

    Dalam banyak kesempatan, dia cenderung selalu berusaha menjadi penyandang dana. Bu Fitri
    udah puluhan kali memberikan testimoninya padaku, setiap dia habis kecipratan rezeki dari si makhluk itu.


    :voodoo:
    Bukan cuma Anda, Buk. Situ nggak usah sok merasa spesial, deh. Aku pun udah berulang kali

    menikmati cipratan rezeki darinya. Kalau soal mendapat cipratan darinya, marilah kita beradu testimoni.

    :terharu:
    Yang mengharukan, nggak pernah sekali pun dia "meminta balasan atas segala kebaikannya".


    Secara karakter, dia itu sangat-sangat-sangat nggak biasa, dan dia juga punya ritme kehidupan
    yang dinamis banget. Ragam aktivitas dalam hidupnya nggak 'gitu-'gitu aja. Sama seperti aku dan kalian,

    dia juga menjalani rutinitas 9 to 5. Tapi, dia punya segudang kegiatan variatif di luar jam kerja.

    Pokoknya, Insya Allah, tidak akan pernah ada istilah "boring life" di dalam kamus kehidupannya.



    Atas dasar itulah, pada saat si Ajeng mengajakku untuk menghadiri acara gathering akhir tahun
    (yang konsepnya diotaki oleh si Bloody Handsome), tanpa pikir panjang, aku pun langsung mengiyakannya.

    :onegai:
    Kalau makhluk itu yang ngadain gathering, haqqul yaqin, pasti deh, akan ada hal-hal yang seru.

    Belajar dari pengalaman, setiap kali dia bikin acara, takkan sekadar diisi dengan makan-makan, selfa-selfie,
    atau permainan gajes. Pernah suatu ketika, Mbak Yuyun (teman kantornya) ribut dengannya.


    Ceritanya 'gini, divisi kantor mereka berniat mengadakan gathering. Tempat telah ditentukan.

    Rundown juga udah disusun. Eh, tiba-tiba aja, si Bloody Handsome mengatakan bahwa konsep acaranya
    klise dan membosankan. Mbak NyunNyun Yuyun pun langsung esmosi, merasa idenya dicela.


    Setelah mereka sempat beradu mulut dan saling memagut.. heiiiyyaahh... si Bloody Handsome
    kemudian membuktikan, dia bisa membuat acara yang lebih menyegarkan, lain daripada yang udah-udah.

    Mbak Yuyun yang tadinya ngamuk nggak karuan, akhirnya mengakui, konsep acara gathering

    yang dibuat oleh si Makhluk Belagu itu memang jauh lebih berkelas. "Terasa lebih membekas di sanubari".



    Kata si Ajeng, berdasarkan kesepakatan, konsep acara yang diadakan oleh komunitas kami itu,

    bukanlah "merayakan malam pergantian tahun". In other words, kami hanya bikin gathering akhir tahun.
    Acaranya sejak Senin pagi hingga Rabu sore, bertempat di guest house mertuanya Mbak Suci.

    Lokasinya tidak dekat dari rumahku, tetapi juga nggak terlalu jauh. Yah, daripada ke luar kota,

    mendingan juga bersenang-senang secara gratis di acara gathering akhir tahun dengan mereka semua.

    Yang ikut serta dalam gathering tersebut 15 orang. Tak kurang, tak lebih. Nggak jadi masalah,

    sebab di guest house itu tersedia 20 kamar, dilengkapi pula dengan kamar mandi di kamar masing-masing.
    Tempatnya nyaman banget, bersih, dan bahkan, ada sebidang lapangan multifungsi yang luas.




    Perihal beragam keceriaan dan juga sejumlah aktivitas menyenangkan yang kami alami di sana,
    aku ceritakan nanti aja, ya. Lebih baik aku ceritakan hal-hal tidak terduga yang terjadi sejak Selasa malam.



    Dari hari Senin siang hingga Selasa sore, suasananya penuh dengan keceriaan dan gelak tawa.


    :keringat:
    Eh, pada Selasa, ba'da Maghrib, sebagian dari kami mulai merasakan "ada yang nggak beres",
    kok, hujan derasnya belum juga berhenti, ya? Kalau di guest house tersebut sih, Insya Allah, nggak ada

    yang perlu dikhawatirkan. Ketika banjir Jakarta 2013 dan 2015, tempat itu nggak kebanjiran.

    Selepas shalat Isya berjamaah, barulah banyak di antara kami yang "dikabari orang rumah".


    Si Ratih dikabari bahwa rumah kakaknya di Bekasi kebanjiran. "Kanjeng Romo" Haryanto pun

    demikian, rumah adik-adiknya di Jati Asih mulai tergenang. Yang udah-udah, banjir di Jati Asih selalu parah.
    Yang tinggal di Bintaro-Tangerang seperti Irul, Elise (aka "Uchida"), dan Dewi, kelabakan pula.


    Fritz juga tinggal di Bintaro, tetapi sejauh ini, nggak kebanjiran. Bagaimana kami yang tinggal di
    Jak-Sel? Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, kami Anak Selatan yang 9 orang, masih terhindar dari dampak banjir.
    Kos-kosan pertalite premium kepunyaan si Bloody Handsome pun tetap aman, tidak tergenang.

    Setelah mencermati situasi, Irul, Dewi, Mas Heri, dan Elise, akhirnya memutuskan untuk pulang

    ke rumah masing-masing. Diantarkan oleh Fritz. Sedangkan Yusi dan Edam, walaupun nggak kebanjiran,
    juga memilih untuk pulang. Bagaimanapun, semua mempunyai pertimbangannya sendiri-sendiri.

    :malu1:
    Yang tersisa hanyalah aku, Stevie tersay... heiissh... Ajeng, Iva, Bung Susapto, Ratih, Lintang,

    dan "Kanjeng Romo" Haryanto. Setelah mengadakan rapat darurat dan kilat, "Kanjeng Romo" Haryanto
    akan pergi menjemput kerabatnya di Jati Asih, di-backup oleh si Iva dan si Bloody Handsome.

    Aku, Ratih, dan Lintang juga berangkat ke Bekasi, mengevakuasi kakak ipar Ratih dan bayinya.


    :hihi:
    Sedangkan Ajeng terpaksa menikmati kebersamaan dengan Susapto.. huahaha.. enggak deng,

    mereka ditugaskan untuk berjaga-jaga dan juga sekaligus mempersiapkan segala logistik yang dibutuhkan.


    :apa:
    Pada akhirnya, kami pun tau bahwa banjir di Jati Asih-Bekasi itu serem banget. Banyak rumah

    yang terendam hingga mencapai atap. Sangatlah masuk akal bila "Kanjeng Romo" Haryanto dan si Ratih
    memilih untuk mengungsikan kerabat mereka, terutama bayi dan balita, ke tempat yang aman.

    Ketimbang dedek-dedek balita dan bayi itu terpaksa tidur di pengungsian, ya lebih baik diinapkan
    di guest house aja, 'kan? Kami juga salut dengan kepedulian mertuanya Mbak Suci, yang memperbolehkan
    properti miliknya digunakan untuk penampungan sementara bagi keluarga teman-teman kami.




    Seharusnya, pada Rabu sore kemarin, kami semua mesti meninggalkan guest house tersebut.


    Berhubung "terjadi hal-hal di luar skenario", mau tidak mau, segalanya berubah. Sebetulnya, aku berniat

    pulang sesuai jadwal, tapi Ajeng, Lintang, dan Ratih menahanku, dengan alasan yang rasional.

    Kalau si Iva sih, bisa pulang ke rumah karena dia udah harus masuk bekerja pada tanggal dua.
    Sedangkan, kami baru masuk pada Senin pekan depan. Si Ratih memintaku supaya nggak pulang, karena

    cuma aku dan Lintang yang bisa menjadi juru masak. Ajeng dan Ratih "tidak biasa memasak".

    Di guest house itu ada orang-orang yang bisa ditugaskan memasak. Tapi, bagaimanapun, kita

    semua 'kan, lagi 'numpang di situ. Sebagai tamu, sebisa mungkin, janganlah sampai merepotkan mereka.

    Pada dasarnya, aku sama sekali tidak keberatan membantu mereka. Cuma yang jadi masalah,
    apakah diperbolehkan oleh si Makhluk Belagu itu? Ratih pun menanyakannya kepada yang bersangkutan.

    Seperti biasa, jawabannya selalu bikin jengkel, "Gimana ya, kalau aku sih, terserah Yanti aja."

    :oii::boong:
    Saking geregetannya, aku bilang, "Jangan cuma terserah si Yanti melulu, tanya juga si Yanto."


    :facepalm:
    Gebleknya, aku nggak sadar bahwa di situ 'kan, ada "Kanjeng Romo" Haryanto yang notabene

    kadang-kadang disapa teman-temannya dengan panggilan Yanto. Ya udah, ibarat ngasih umpan matang
    padanya, Haryanto pun berucap, "Saya tak akan mungkin menolak perempuan seperti Anda."





    :yahoo:
    Betapa pun keselnya ditertawakan, aku juga merasa bersyukur karena momen di guest house
    tersebut menjadi momen untuk menunjukkan skill memasakku. Terutama, di depan si Bloody Handsome.
    Jika masakanku tidak enak, mustahil Ratih cs memintaku supaya nggak pulang dulu ke rumah.
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Jan 2, 2020
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Seumur-umur, aku belum pernah tuh ya, merasakan yang namanya menjadi "sukarelawan bencana".

    Baru pada saat banjir kemarin, bisa dibilang, untuk pertama kalinya aku berperan sebagai "juru masak sukarelawan",

    meskipun mungkin hanya dalam skala kecil. Tetapi, lumayanlah, buat menambah pengalaman hidupku.

    Di post-ku sebelumnya udah kuceritakan, sebetulnya, ada para pegawai guest house yang bisa "disuruh"

    memasak bagi kami semua. Tapi "job description" mereka 'kan, pada dasarnya cuma terkait dengan para tamu dari
    mertuanya Mbak Suci. Tak dimaksudkan untuk meladeni kami semua yang bukan termasuk tamu beliau.

    :yahoo:
    Dengan maksud agar nggak merepotkan pihak guest house, kami pun berinisiatif untuk memasak sendiri.

    Pada hari Senin siang sampai dengan hari Selasa sore, aku beserta Lintang, Elise, dan Dewi, udah mulai

    bertugas di dapur umum guest house tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan makan semua peserta gathering.

    Karena waktu itu belum terjadi banjir, ya tentu keberadaan kami bukanlah sebagai sukarelawan bencana.




    Kami berempat saling berbagi tugas memasak, sehingga nggak ada seorang pun yang terlihat "dominan".

    :hihi:
    Pastinya nggak memasak terus-terusan lah. Kami juga ikut larut dalam keceriaan saat bermain voli, bermain basket,

    main kasti, hingga naik sepeda, kejar-kejaran di lapangan multifungsi yang terletak samping guest house.

    Pas udah capek, istirohat sambil nonton rangkaian rekaman tayangan Aneka Ria Srimulat tahun 1990-an,

    yang dulu disiarkan Indosiar. Adegan lempar-lemparan tas antara majikan dan pembantu bikin ketawa nggak karuan.
    Terus terang, kami merasa cukup terhibur, meskipun ada sejumlah gaya lawakan yang nggak kami sukai.

    Malam harinya, melakukan jam session (bikin band dadakan), memainkan sejumlah lagu di ruang tengah.

    Acaranya "super-duper gila banget" (in a good way). Nantilah, akan kuceritakan secara khusus tentang hal tersebut.



    Seharusnya, keceriaan itu masih akan berlanjut hingga hari Rabu. Tapi, apa daya, situasi memaksa kami

    untuk menghentikan acara tersebut lebih awal. Setelah Elise dan Dewi pulang ke rumah masing-masing, cuma tinggal
    aku dan Lintang yang punya kesanggupan untuk mengambil peran sebagai juru masak bagi kami semua.


    Nah, momen tersebut pun akhirnya aku manfaatkan untuk lebih "menunjukkan kualitas diriku" di hadapan

    si Makhluk Belagu itu. Bukan pertama kalinya bagiku buka-bukaan di depannya ("buka-bukaan" terkait skill memasak!).

    Meski demikian, makin sering aku pamerkan keistimewaanku, makin tertanam di dalam ingatannya, 'kan?


    :yareyare:
    "Penting banget 'gitu, sampai kamu merasa perlu menyombongkan kemampuanmu?" Lah, pencitraanku

    'kan, memang sesuai dengan fakta dan kenyataan. Bukan pencitraan palsu yang sering digunakan para tukang ngibul.

    :haha:
    'Gimana si Makhluk Belagu itu yakin aku bisa memasak jika dia tak pernah melihat langsung prosesnya?




    Sejak hari Rabu lalu, aku dan Lintang pun bahu-membahu, bekerja sama di dapur guest house tersebut.

    Mengolah beragam hidangan, termasuk untuk dedek-dedek balita, para kerabat Ratih dan "Kanjeng Romo" Haryanto.

    Walau banjirnya udah surut, mereka "terpaksa" masih harus menginap sampai beberapa hari ke depan.


    Ya iyalah, rumah-rumah mereka di Bekasi, yang udah begitu parahnya terendam banjir hingga seatap,

    'kan mesti dibersihkan dulu sebersih-bersihnya. Tak mungkin bisa langsung ditempati oleh para dedek balita dan bayi
    keponakan si Ratih. Opsi paling bijak dan manusiawi, ya menginap sementara waktu di guest house itu.



    Ah, aku belum menceritakan hal yang terjadi pada Kamis dini hari, saat aku terbangun lebih awal, sekitar

    pukul tiga. Sambil menantikan berkumandangnya adzan Shubuh, aku iseng-iseng "bersepeda santuy", muter-muter
    lapangan luas di samping guest house. Mengingatkan aku pada momen di halaman belakang rumahnya.

    Di halaman belakang rumah si Bloody Handsome juga terdapat sebidang sawah dan empang lapangan.


    Meskipun nggak seluas lapangan di samping guest house, masih bisa lah kalau kita gunakan untuk beragam aktivitas.
    Aku pernah melakukan "slalom sepeda" di tempat itu. Pernah juga main basket one-on-one dengannya.


    Ketika aku mengenang momen tersebut, lah... tau-tau orangnya muncul. Sedikit berteriak memanggilku.


    :oii:
    "Hei, ke sini, kamu!" Ya udah, kalau dipanggil, tentu aku mendatanginya. Meski sikapnya nggak ramah.


    :malu1:
    Baru juga dia mangap, sebelum sempat mengatakan sesuatu padaku, aku buru-buru bilang, "Iya. Aku mau, deh."


    :aghh:
    :hoho:
    Eh, dia kesel banget mendengarnya. "Siapa yang ngajak nikah??!" Lah, aku 'kan cuma bersikap proaktif.


    Ternyata, dia bermaksud memberikan sejumlah uang belanja untuk membiayai kebutuhan kami semua,

    khususnya untuk kebutuhan para kerabat Ratih dan "Kanjeng Romo" Haryanto selama menginap di guest house itu.

    :mandi:
    Ya, nasib. Kira'in mau langsung dilamar, nggak taunya malah cuma dikasih duit belanja. Anehnya dikau.





    Pada Kamis sorenya, eh... Neng Yusi datang lagi ke guest house. Mungkin, dia masih pingin menikmati
    sisa gathering akhir tahun yang terpaksa berhenti sebelum waktunya. Meski nggak bisa bantu-bantu masak, lumayan
    buat menyemangati. Setelah tugas memasak rampung, kami yang cewek-cewek, kembali bermain voli.


    Jumat pagi, atas permintaan Lintang, aku memasak "chicken adobo", hidangan dari negeri leluhur Mama.

    Sejenis semur ayam, tapi mesti ada cita rasa asamnya. Ternyata, Lintang doyan banget. Demikian pula Ajeng, Yusi,
    dan bahkan, kakak ipar Ratih. Wah, kalau 'gitu, terpaksa deh, bikin dalam jumlah banyak. Sewajan gede.

    :mesyum:
    'Gimana dengan si Makhluk Belagu itu? Ah, dia itu mah, meski doyan, nggak akan mau bilang di depanku.


     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Jan 3, 2020
  4. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Masih merupakan lanjutan dari dua posts-ku sebelumnya. Kali ini, perihal yang terjadi pada Jumat malam.

    Setelah aku dan Lintang mengurus keperluan makan untuk kakak ipar Ratih beserta kerabat "Kanjeng Romo" Haryanto,

    kami (yang cewek-cewek) berniat menonton film The Irishman, diputar di aula mini guest house tersebut.

    Selama menginap di sana, kami juga meluangkan waktu untuk menyaksikan sejumlah film. Mulai dari film

    lawas Indonesia, Buah Hati Mama yang membuat hati sebagian dari kami terasa tersayat-sayat, lalu film-film Hollywood
    seperti Can You Ever Forgive Me?, Marriage Story, Greta, hingga film produksi Italia, Caterina Va In Citta.


    :onsen:
    Nyaman sekali menyaksikan film di aula mini tersebut. Layarnya gede, kami bisa duduk selonjoran ataupun
    sesekali rebahan, sejuk, tapi tidak sampai kedinginan. Bahkan, jika ada adegan yang tak kami pahami, bisa diulang pula.

    Pukul delapan malam, film pun siap diputar. Eh, tiba-tiba aja, Ratih mendapat pesan dari Mbak Suci bahwa

    kalau memungkinkan, Ratih, aku, dan Haryanto diharapkan untuk segera datang ke rumahnya. Tapi, jika sedang repot
    dan kami tidak bisa datang, tak apalah. Sabtu besok, suami Mbak Suci yang akan datang ke guest house.

    Duh duh duh, ada apa, ya? Kayaknya darurat banget? Setelah berdiskusi sejenak, diputuskan agar segera
    datang memenuhi panggilan si Mbak. Nggak enak lah, si Mbak udah mau memfasilitasi acara gathering akhir tahun kami.
    Apalagi, sepertinya ada sesuatu hal yang luar biasa penting. Ya udah, aku dan Ratih langsung bersiap-siap.



    :lempar:
    Lah, ternyata "Kanjeng Romo" Haryanto, Bung Susapto, dan juga si Handsome Bloody Handsome sedang
    tidak berada di tempat. Ah, macam mana pula mereka itu, masa udah malam-malam begini masih nekat narik angkot?!


    :hot:
    Sudah kubilang, mesti masuk pangkalan sebelum jam delapan malam, masih nekat juga cari penumpang!


    :apa:
    :hoho:
    "Huuaah... itu beneran? Mereka bertiga beneran 'narik angkot?" Kalau beneran, kenapa? Masalah buat lo?


    :XD:
    Ya... bohongan, sih. Cuma imajinasi liarku aja. Aku bayangin jika mereka bertiga adalah sopir-sopir angkot,
    dan aku adalah boss mereka, boss cewek yang pemarah. Kira-kira, ekspresi ngamuknya aku akan seperti di atas itulah.
    Serem ah, kalau terjadi betulan. Masa', perempuan juragan angkot terlibat skandal cinta dengan sopirnya?



    Kata pak satpam guest house, mereka perginya nggak lama kok, hanya mengambil pesanan daging sapi

    dan buah-buahan segar untuk keperluan kami semua. Berhubung malam makin larut, akhirnya aku memutuskan untuk
    berdua aja dengan Ratih, pergi ke rumah Mbak Suci. Aku yang pegang kemudi, Ratih duduk di sampingku.

    Karena ngebut, kami bisa sampai di sana pukul sembilan kurang sedikit. Pingin sekaligus melihat si kembar,

    dedek-dedek bayi nan lucu, dua keponakanku. Eh, boleh nggak, ya.. mengklaim mereka sebagai "para keponakanku"?

    :hihi:
    Ya udahlah, dilihat dari perspektif yang normatif aja. Kelak, mereka berdua akan menyapa diriku "Tante".


    Secara etis, panggilan "Tante" cukup rasional. Meski mungkin, aku tak akan masuk ke dalam struktur keluarga mereka.
    Untunglah, Mbak Suci mengizinkan aku dan Ratih melihat mereka. Masya Allah... lucu dan menggemaskan.

    Sambil pula berdoa, semoga nanti, Dia mengizinkan aku, "sang perempuan yang sedang dalam penantian",
    mengandung hingga melahirkan bayi yang sehat, buah cintaku dengan suamiku tersayang. Aamiin Allahumma Aamiin.


    :yahoo:
    Hidup memang penuh dengan ketidakpastian. Maka dari itu, doaku adalah untuk mendapat kepastian-Nya.
    Kepastian dari-Nya, yang bisa dengan lapang dada kuterima, kusyukuri, dan juga sama sekali takkan pernah kusesali.




    Ternyata, pemanggilan kami berdua adalah karena Mbak Suci dan suaminya ingin memberi santunan pada
    keluarga kakak Ratih dan juga santunan kepada keluarga adik-adik dari "Kanjeng Romo" Haryanto. Santunan tersebut

    dimaksudkan untuk membeli tempat tidur (khususnya untuk dedek bayi dan para balita) serta kulkas kecil.

    Sebagaimana diketahui, rumah kakak si Ratih dan rumah adik-adik Haryanto di Bekasi, sempat terendam

    parah dalam musibah banjir kemarin. Setelah banjirnya surut, kelihatannya, nggak ada satu pun alat elektronik yang
    masih bisa dipergunakan. Padahal, untuk ibu menyusui, keberadaan kulkas menjadi hal yang sangat vital.

    Demikian pula dengan tempat tidur. Kasur-kasurnya mungkin masih bisa dicuci, tapi rasa-rasanya, takkan

    bisa sebersih sebelumnya. Kasihan banget jika mereka terpaksa tidur di kasur yang telah "terkontaminasi air kotor".

    :terharu::nangis:
    Aku dan Ratih terharu banget melihat solidaritas tulus yang ditunjukkan Mbak Suci dan suaminya. Biasanya,
    banyak dari kita cenderung "cuma" memaknai santunan banjir dalam bentuk makanan, pakaian, atau obat-obatan aja.
    Sering kali lupa memikirkan kondisi pascabanjir. Padahal, kondisi pascabanjir juga tak kalah krusialnya, 'kan?




    Di luar dugaan, Mbak Suci juga bermaksud memberikan sejumlah uang padaku. Lah, si Mbak ini aneh juga,
    aku 'kan, bukan termasuk korban kebanjiran yang perlu dibantu? Rupa-rupanya, uang tersebut dimaksudkan sebagai

    uang kebutuhan belanja harian, selama kerabat Ratih dan Haryanto masih harus menginap di guest house.

    Mbak Suci tau bahwa aku dan Lintang yang selama ini bertugas sebagai sukarelawan juru masak di dapur.


    :makasih-g:
    Secara jujur aku nyatakan, aku terpaksa tidak bisa menerima uang tersebut. Bukan karena sok gengsi ya,

    melainkan karena kami telah mendapatkan "uang belanja logistik" dalam jumlah besar, pemberian Paduka Yang Mulia
    Stevie Handsome Bloody Handsome. Puih, kayak lagu Sabbath Bloody Sabbath Sunday Bloody Sunday aja.

    Setelah aku dan Lintang mengkalkulasi, andaipun kerabat Ratih dan Haryanto mesti menginap hingga Sabtu

    pekan ke-2 nanti, dana pemberian dari si Bloody Handsome itu paling-paling cuma akan terpakai 1/2-nya aja. Artinya,
    masih tersisa cukup banyak. Lebih dari cukup. Jadi, nggak perlu-lah Mbak Suci memberikan dana tambahan.

    Tapi, si Mbak masih bersikeras supaya aku menerima pemberiannya. Anggap aja deh, sebagai insentif dan

    uang lelah untuk menyemangati kami selama menjadi "sukarelawan bencana". Di lain pihak, aku pun tetap aja keukeuh
    merasa tak pantas menerima pemberian uang itu. Tanpa bermaksud "menghina" Mbak Suci dan suaminya.

    Akhirnya, supaya nggak berlarut-larut, aku berinisiatif untuk meminta hal lain sebagai "penyemangat". Jika

    Mbak Suci nggak keberatan, aku minta setoples kudapan pothil Magelang yang bentuknya mirip cincin dan gurih banget
    (tapi tidak mengandung MSG). Setau aku, keluarga Mbak Suci selalu punya stok snack tradisional tersebut.

    Kletak kletuk mengunyah pothil Magelang adalah aktivitas yang menyenangkan. Apalagi sambil nonton film.

    Pothil Magelang juga uenaak banget dimakan dengan bakso sapi kuah yang bercampur tetelan. Lebih enak
    dibandingkan makan bakso dengan kerupuk kulit. Keluargaku yang bukanlah keluarga Jawa pun doyan banget dengan

    kudapan pothil Magelang. Si Mbak cuma tertawa lepas menyikapi permintaanku yang terasa bersahaja itu.

    Dia pergi ke sebuah ruangan dan nggak disangka-sangka... membawakan dua kantong plastik gede banget
    berisi pothil Magelang tersebut. Ya Allah... Ya Rabb... aku 'kan cuma minta setoples, eh, malah dikasih sebanyak itu.

    Alhamdulillah, pemberiannya kuterima dengan rasa terima kasih..Sering-sering aja ya, Mbak. #NggakTauDiri



    Sepulang dari situ, aku memutuskan untuk singgah sejenak ke rumahku. Karena keberadaanku dibutuhkan

    di guest house sekurang-kurangnya sampai Sabtu pekan ke-2 nanti, maka aku mesti mengemasi sejumlah "pakaian
    dinasku" untuk sepekan ke depan. Ya iyalah, hari Seninnya (Senin ini) 'kan, aku udah harus masuk bekerja.

    Ratih surprised banget, saat dia melihat foto-foto si Handsome Bloody Handsome masih juga terpajang di

    seantero kamarku. Nggak masalah dong, kecuali jika aku memajang foto laki orang, nah, barulah itu perbuatan tercela.
    Dia belum dimiliki secara sah oleh perempuan mana pun, wajar kalau aku "menghadirkannya" di kamarku.

    Sebagian dari pothil Magelang pemberian Mbak Suci itu, aku berikan untuk Mama-Papa dan kakak-kakakku.

    Aku juga sempat bercerita singkat perihal "kejadian seru dan berkesan" selama aku menginap di guest house tersebut.

    Pada dasarnya, keluargaku mengizinkan si anak bungsu ini berjuang sebagai sukarelawan di sana, asalkan

    aku juga bisa jaga kesehatanku. Nanti, pas segalanya kembali normal, cepat pulang, jangan ngelantur ke mana-mana.

    :malu1:
    Sip deh. Terkecuali, jika si Handsome Bloody Handsome tergoda mengajak aku kawin lari. Eh, nggak deng.




    Menjelang pukul dua belas malam, aku dan Ratih tiba kembali di guest house. Di dekat pos satpam, kami

    melihat sosok-sosok dari "Kanjeng Romo" Haryanto, Bung Susapto, dan juga si Handsome Bloody Handsome yang
    sedang asyik minum-minum bersama pak satpam. Lah, lagi pada mabok-mabokan? Ih, nggak 'gitu lah ya.

    Mereka hanya sedang menikmati kelapa muda bakar. Mereka semua, Insya Allah, bukan para peminum.

    Terlebih si Handsome Bloody Handsome yang aku ketahui tidak pernah bercengkerama dengan "pro-tem-mirasantika"
    (produk tembakau-miras-dan narkotika). Kalaupun "mabok", paling juga mabok janda, si Ibu Boss-nya itu.

    :kuning::gigit:
    Eh, tapi.. tapi... dia pasti akan marah jika aku bercanda dengan memakai istilah janda, karena betapa pun
    istilah "janda" sering kali dimaknai secara peyoratif, pada hakikatnya, janda itu 'kan suatu status yang didapatkan dari

    hasil pernikahan yang sah (walau akhirnya berpisah). Tidaklah pantas jika janda dijadikan bahan lelucon.



    Sebelum tidur, bikin rapat darurat berkenaan dengan hasil kunjungan ke rumah Mbak Suci dan suaminya.


    Yang berkepentingan aja ya, aku, si Handsome Bloody Handsome, Ratih, dan Haryanto. Santunan uang tunai untuk

    adik-adik Haryanto langsung kami berikan. Solidaritas dari Mbak Suci sekeluarga, membuat dirinya terharu.

    Setelah "Kanjeng Romo" Haryanto pergi, aku mengatakan secara apa adanya pada si Bloody Handsome

    bahwa tadi, aku menolak pemberian sejumlah uang dalam jumlah besar dari Mbak Suci dan suaminya. Aku merasa
    nggak pantas menerimanya karena mereka sekeluarga 'kan, udah sangat berbaik hati kepada kita semua.

    Tadinya, aku sempat mengira bahwa dia akan memujiku karena sikapku itu. Lah, dia malah berkomentar,

    "Kenapa mesti ditolak? Mereka sekarang ini lagi kebanjiran. Salonnya pun rame. Panen besar. Mestinya, terima aja..."

    :jotos
    Mendengar jawabannya yang nggak nyambung banget 'gitu, membuatku curiga, "Heh, kamu mabok, ya?

    Jangan-jangan... tadi kamu nggak cuma minum air kelapa muda bakar, tapi juga minum air rebusan yang aneh-aneh.

    Luntur sudah kekaguman saya pada Anda... saya tarik kembali semua pujian yang pernah saya ucapkan!"

    :hihi::tampan:
    Ratih menggumamkan sesuatu pada si Bloody Handsome. Si Makhluk Menjengkelkan itu cuma merespons,

    "Biarin aja. Dia yang kelihatannya lagi teler, eh, malah nuduh aku yang mabok. Jagain aja, jangan sampai nyungsep."

    Nggak tau kenapa, tiba-tiba aku pun teringat pertengkaran yang pernah terjadi pada masa lalu antara kami
    berdua. Tiap kali kami lagi berantem, kalau aku diamkan aja, justru dia yang kemudian akan berbicara panjang lebar.




    Eh, bener lho, persis seperti yang aku perkirakan. Setelah aku berdiam diri selama beberapa saat, dia pun

    mulai menjelaskan maksud dari perkataannya. "Suami Mbak Suci punya bengkel dan juga salon mobil. Banjir kemarin,
    yang juga sudah merendam banyak mobil, menjadikan bengkelnya kini ramai didatangi para pemilik mobil."

    "Panen besarlah mereka. Jadi, mestinya, kalau si Mbak mau berbagi rezeki kepada kalian, ya terima aja."




    Tapi 'kan, mereka udah banyak membantu kita semua, terkait acara gathering dan saat situasi darurat ini.
    Andaipun pemberian tersebut dimaksudkan sebagai "uang lelah", aku rasa nggak perlu, Insya Allah, kita semua ikhlas.

    :boong::tega:
    "Ya, bagus deh, kalau Ratih punya pemikiran seperti itu." Lah, 'gimana sih, kamu? Kok, jadi malah Ratih?!

    Itu 'kan pemikiranku!! Si Ratih pun udah tak kuat lagi nahan ketawa, saking absurd-nya pertengkaran antara aku dan
    si Makhluk Super Nyebelin itu. Aku juga langsung masuk ke kamar dengan perasaan kesel campur jengkel.


    Namun, anehnya... nggak berapa lama kemudian, aku mulai tersenyum-senyum sendiri, merenungkan

    momen menjengkelkan yang baru terjadi. Nggak bisa memahami semua ini. Aku dibikin kesel, tapi malah "ketagihan".
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Jan 9, 2020
  5. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Selama beberapa hari menjadi "sukarelawan juru masak" di guest house, aku dan Lintang juga
    saling memperbandingkan teknik memasak yang kami punyai masing-masing. Seperti perihal membuat gyoza ayam.

    Bagi Lintang, komposisi gyoza ayam nggak perlulah pake dicampur udang. Lain halnya denganku.

    :onegai:
    Dalam pemahamanku, kalau mau gyoza-nya enak, ya mesti dicampur udang cincang, tak cukup
    jika cuma menggunakan ayam cincang. Kecuali, jika gyoza tersebut akan dihidangkan untuk orang yang alergi seafood.

    Lalu, soal memasak tongseng kambing. Lintang lebih memilih untuk menggunakan tomat merah

    daripada tomat hijau dan irisan kolnya pun dimasak hingga sedikit layu. Sedangkan, aku "satu aliran" dengan Mbak Suci,
    yang lebih suka memakai tomat hijau. Rajangan kolnya mesti tetap renyah, jangan sampai layu.

    Kuah gule kambing yang nantinya akan kita campurkan sebagai kuah tongseng pun sama sekali

    nggak usah menggunakan jeroan. Tetapi, bolehlah kalau dicampur sedikit tetelan kambing. Lintang justru berpendapat,
    jeroan mesti digunakan dalam kuah gule-nya ('dikit aja) agar tongsengnya terasa lebih nendang.

    Ada juga sejumlah ilmu baru yang aku dapatkan dari Lintang. Misalnya aja, dalam hal membuat

    saus kacang untuk sate. Agar lebih aromatik, tambahkan irisan halus daun jeruk ke dalam campuran saus kacangnya.
    Pas aku mencoba, wah, beneran lho. Saus kacangnya menjadi terasa lebih eksotis dan berbeda.



    Ragam hidangan yang mesti aku dan Lintang masak dalam rangka memenuhi kebutuhan makan

    para penghuni guest house, bisa dikatakan nggak terlalu bikin kami kerepotan. Para balita itu (5 orang putra-putri dari
    adik-adik Haryanto) terlihat sangat bisa menikmati sajian gyoza, meatballs, dan nasi tim ayam.

    Bagi dedek-dedek balita yang lucu-lucu, aneka masakan buatan Tante Lintang dan Tante Renata,
    terasa sangat kid-friendly. Kami berdua memang sengaja membuatnya nggak pedes, tak terlalu mengandung rempah.
    "Kid-friendly" itu maksudnya "enak, tetapi nggak akan berakibat buruk untuk kesehatan mereka".




    :facepalm:
    Sedangkan, bagi dedek-dedek lainnya yang udah berbulu di sana sini... heeiiiyyaah.. apa'an sih...

    maksudku, untuk para insan dewasa, ternyata mereka memiliki seleranya masing-masing. Misalnya aja selera si Ajeng.

    Kalau "orang normal" itu 'kan, biasanya "makan ayam goreng pakai sambel", ya? Eh, dia beda.


    :keringat:
    Si Ajeng doyannya "makan sambel pakai ayam". Udah 'gitu, cabenya mesti se-kebon. Berhubung aku dan Lintang nggak
    berani ngambil risiko yang tak diinginkan, terpaksalah kami nggak mungkin menuruti keinginannya.


    Secara bergantian, aku dan Lintang membuatkan ayam geprek pedes, tetapi level kepedasannya

    kami tentukan secara rasional. Kalaupun dia ngeluh "masih terasa kurang pedes", ya udah, ngemil balsem aja sana, gih.

    :XD:
    Atau silakan makan sembari memandangi foto-foto di akun IG ex BF-nya. Dijamin pedessss, deh.

    Lain halnya, andaikata si Ajeng bisa nyambel sendiri, nah, terserah deh, mau se-pedes apa pun.

    Tapi yang masak 'kan aku dan Lintang. Andaikan setelah dia makan ayam geprek yang pedes-nya berdaya rusak tinggi,
    lalu perutnya jadi berdisko-melintir-jungkir-balik-tak karuan, nanti aku dan Lintang yang disalahkan.




    Sayangnya, Ajeng itu belum juga memiliki tekad kuat untuk belajar masak. Mau ikut menggoreng

    ayam aja, masa' iya mesti pake helm, jas hujan, dan sepatu bot? Saking takutnya kalau sampai kena cipratan minyak.

    :hihi:
    Padahal, asalkan memahami tekniknya, Insya Allah, kita bisa menggoreng tanpa terkena cipratan.


    Lagi pula, bagi wanita dewasa, wajar bila sesekali terkena "cipratan mesra" (cipratan minyak, ya!)
    asalkan tak melukai kulit tubuh. Aku paham, kaum perempuan menganggap kulit tubuh adalah bagian dari "aset pribadi"
    yang mesti dijaga agar selalu mulus-lus-lus. Tapi, ya aneh jika hal itu bikin kita enggan memasak.



    :yahoo:
    Dalam beberapa hari terakhir, Alhamdulillah, aku dan Lintang bisa menyajikan menu yang variatif.
    Bahkan, saat kami berdua udah masuk kerja sekalipun. Kami membuat ayam goreng kremes, ayam goreng serundeng,
    (ayamnya wajib memakai ayam kampung, ya), timlo, oseng kikil sapi cabe ijo, dan sayur asem.


    Karena kami mesti masuk kerja, menjalani rutinitas 9 to 5, kami menyiapkan stok masakannya

    pada sore atau malam hari. Misalnya, malam hari, kami membumbui dan mengungkep ayam, kemudian setelah dingin,
    dimasukkan ke kulkas. Keesokan harinya, ayam ungkep itu pun tinggal digoreng hingga renyah.

    Ihwal sayur asem, sempat juga terjadi conflict of interest antara aku dan Lintang. Dia lebih suka

    jika sayur asemnya itu "yang polos aja". Sedangkan, aku justru ingin memasak sayur asem yang ditambahi tetelan sapi.
    Kebetulan, hingga kini, kami punya stok tetelan sapi dalam jumlah banyak di dapur guest house.


    Jikalau Lintang belum pernah memasak sayur asem dengan tetelan sapi, ya udah, serahkanlah

    padaku, biar aku yang bikin. Insya Allah, kualitas rasanya takkan mengecewakan. Tapi Lintang berpendapat, mendingan
    tetelan sapi tersebut kita jadikan bakso urat aja. Sebenarnya sih, hal itu nggak masalah bagiku.




    :yareyare:
    Tapi.. tapi... sekarang ini 'kan, lagi ada si "Kakak Ketemu Gede"-ku di tengah-tengah kita semua.

    Nanti, apabila aku dan Lintang menghidangkan bakso urat untuk penghuni guest house, maka bisa-bisa, cerita absurd

    perihal "Bu Dokter sedang ngemut-ngemut bakso" (yang idih banget!), akan dia ceritakan ulang.

    Cerita itu sama sekali bukan cerita vulgar, tapi "efek gila"-nya bisa sampai berhari-hari. Siapa
    pun yang mendengar joke amburadul tersebut, dijamin 100% akan tertawa nggak karuan. Besok-besoknya, setiap kali

    mengingat cerita itu, kita jadi tertawa sendiri. Kita bisa aja dianggap "lagi kumat" oleh orang lain.

    Aku mendengar lelucon "Bu Dokter ngemut bakso" itu dari Bu Fitri. Si Bloody Handsome sengaja

    nggak pernah menceritakannya kepadaku karena kebetulan, kakak perempuanku yang nomor 2 adalah seorang dokter.

    Mungkin aja dia merasa nggak enak jikalau kakakku sampai mengetahui joke ciptaannya tersebut.



    Padahal, ketika aku iseng menceritakannya kepada kakakku yang dokter itu, eh... kakakku malah

    ketawa guling-gulingan, sama sekali nggak merasa tersinggung dan juga nggak menganggap profesi dokter dilecehkan.

    Kata kakakku sih, joke tersebut cerdas dan kreatif banget. Elegan, tidak menyinggung SARA, dan
    tidak sedikit pun menggunakan kata-kata kotor. Lantas, kenapa pula aku seolah-olah berusaha mati-matian mencegah

    agar si Bloody Handsome jangan sampai deh, menceritakan kembali lelucon yang amburadul itu?

    :dingin:
    Masalahnya, aku pertama kali mengetahui joke itu setelah diceritakan oleh Bu Fitri, dan tau nggak,
    pada malam harinya, aku justru bermimpi yang "idiiiih banget-banget-banget" tentang Bu Fitri yang lagi ngemut bakso.


    :aghh:
    Huuaahh... paginya pas terbangun, aku langsung mandi keramas, saking sableng-nya mimpi itu.

    Nah, karena itulah aku tak menghendaki Lintang bikin bakso urat dan kemudian disajikan padanya.
    Jangan sampai hal tersebut menstimulasi si Bloody Handsome untuk menceritakan ulang lelucon yang super slebor itu.


    :nangis:
    Aku nggak pernah mau lagi adegan-adegan Bu Fitri yang lagi ngemut bakso hadir dalam mimpiku.




    Pagi hari tadi, terjadi kelucuan spontan yang sama sekali nggak terencana. Saat aku, Ratih, Ajeng,
    Bung Kus... eh, Bung Susapto, Haryanto, Yusi, Lintang, dan si Bloody Handsome bersiap berangkat kerja ke tujuan

    masing-masing, para dedek balita itu pun diajari oleh ibu-ibu mereka untuk mencium tangan kami.

    (Yang kumaksudkan dengan "ibu-ibu mereka" tak lain adalah adik-adik kandung "Om" Haryanto.)


    :hi:
    Aku yang mendapat giliran paling akhir dalam hal dicium tangan oleh dedek-dedek balita tersebut.


    Ya udah, aku pun menjulurkan tangan kananku, dan membiarkan mereka menciumnya sebagai bentuk penghormatan.

    Lah, sesudah itu, si Bloody Handsome gantian menjulurkan tangan kanannya padaku agar kucium.

    :cambuk3:
    Tentu, secara refleks, aku menepis tangannya sambil cemberut. "Apa sih kamu, gajes banget!"

    Rupanya, adegan spontan tersebut membuat si Alya (salah satu balita yang mungkin nalarnya udah mulai terbentuk)

    tertawa geli nggak karuan ("tertawa geli a la balita", pastinya). Yang lain pun jadi ikutan tertawa.

    Mau nggak mau, momen itu mengingatkan aku pada "insiden salah gandeng", circa tahun 2012.


     
    Last edited: Jan 9, 2020
  6. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada hari Jumat sore, kakak kandung si Ratih datang, menjemput sang istri beserta bayinya.

    Dengan demikian, karena udah nggak ada lagi kewajiban bagi Ratih untuk menemani kakak ipar berikut keponakannya,

    maka Ratih pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Ah, terharu juga "berpisah" dengannya.

    :terharu:
    Sedari tanggal 30 Desember '19 hingga 9 Januari '20, kami menjalani kebersamaan, baik dalam
    suka maupun duka di guest house. Mulai dari keceriaan yang terencana hingga suasana yang sama sekali tak terduga.
    Susapto dan Yusi pun udah tak lagi menginap di guest house tersebut sejak hari Kamis malam.

    Yang tersisa cuma aku, Ajeng, Lintang, "Kanjeng Romo" Haryanto + tiga adik kandungnya + lima putra-putri mereka,
    dan tentunya, si Bloody Handsome. Plus para kru yang sehari-harinya bertugas di guest house.



    :matabelo:
    Bagaimanapun, kami semua ikut bersyukur karena kakak ipar Ratih dan bayinya tersebut bisa

    kembali ke rumah mereka. Namun, lain halnya dengan adik-adik Haryanto dan para dedek balita. Semula, diperkirakan
    mereka bisa pulang ke Jatiasih, Bekasi, pada hari Sabtu. Eh, situasinya belum memungkinkan.

    Jumat sore sepulang kerja, si Bloody Handsome menyusul Haryanto (dan calon "Bu Haryanto")
    menginspeksi langsung ke sana. Faktanya, meski banjir udah surut, masih banyak lumpur yang belum bisa dibersihkan.
    Sampah pascabanjir juga masih berserakan dan kondisi rumah adik-adiknya pun ngenes banget.

    Plafon rumah banyak yang rusak, tentu mesti diganti dulu. Dinding di dalam rumah, yang bekas
    terendam banjir bercampur lumpur, menyisakan bau lumpur yang busuk di sana sini. Air bersih pun susah didapatkan.

    Belum lagi, perabotan serta alat-alat rumah tangga, yang harus menjalani proses pembersihan.

    :yareyare:
    Berdasarkan fakta tersebut, sangatlah riskan bagi adik-adik Haryanto dan para dedek balita jika

    memaksakan diri mereka untuk pulang ke sana pada Sabtu malam. Rumah-rumah mereka belumlah layak ditempati.

    Setelah berbincang dengan adik-adik iparnya (aka para suami dari adik-adiknya), yang memang

    ditugaskan untuk berjaga-jaga di sana, akhirnya Haryanto memutuskan untuk merenovasi dulu rumah-rumah mereka.
    Harus mencari tukang yang mampu melakukan semua proses perbaikan rumah hingga tuntas.

    Untuk keperluan tersebut, sejak Jumat malam, dia pun menginap di sebuah kontrakan darurat

    yang ditempati oleh adik-adik iparnya. Tentunya, si "calon Bu Haryanto" nggak ikut menginap di situ, ya. Sedangkan,
    si Bloody Handsome kembali ke pelukanku yang selalu bisa "menghangatkannya" guest house.

    Dia tiba (kurang lebih) pada pukul setengah sembilan malam. Sewaktu aku, Lintang, dan Ajeng

    sedang mempersiapkan "menu perpisahan" sebelum kami semua meninggalkan guest house. Ketika itu, kami bertiga
    masih berasumsi bahwa keberadaan kami di guest house hanya akan sampai hari Sabtu besok.

    (Pada Jumat malam itu, kami yang cewek-cewek belumlah mengetahui situasi terkini di Jatiasih.)



    Begitu mengetahui bahwa kami bertiga sedang berada di dapur umum, ya udah, dia pun segera
    mendatangi kami di sana, untuk selanjutnya berhadapan dan melayani 3 orang gadis belia. Heiish, jangan ngeres dulu!


    Yang kumaksud, si "Kakak Ketemu Gede"-ku mesti menjawab bertubi-bertubi pertanyaan kami.

    Dia pun menjelaskan secara apa adanya. Termasuk memperlihatkan sejumlah rekaman video

    perihal kondisi dari rumah-rumah milik adik-adik Haryanto, yang jelas masih belum memungkinkan untuk dihuni kembali.



    :bloon:
    Mula-mula, Ajeng yang bertanya, "Kalau 'gitu, mereka masih harus tinggal di guest house, ya?"

    Ya iyalah, mau nggak mau. Lintang juga ikutan bertanya, "Wah, sampai berapa lama?" Secara pasti? Wallahu A'lam.

    Tapi, kalaupun pemulihan kondisi rumah-rumah tersebut membutuhkan waktu lama, setidaknya,
    adik-adik Haryanto masih leluasa menginap hingga akhir bulan ini. Bulan depan, guest house akan didatangi rombongan
    VIP dari Negeri Kanguru. Nggak tau kenapa, Ajeng agak-agak low-batt, "Rombongan kanguru?"


    Langsung aja "di-charge" oleh si Bloody Handsome dengan "joke spontan yang nyetrum banget",
    "Iya. Nantinya, kamu akan ***** ** ***** ******* **** **** ***!! Nggak apa-apa, 'kan?!" Bikin Lintang cekikikan.


    :lempar:
    Tapi juga bikin aku "ikut kesetrum". Heh, Nyong, gila kamu, kenapa dia dibercandain kayak 'gitu?



    :onegai:
    Bener 'kan, si Ajeng mesam-mesem sambil ngomong, "Jangan, ah.." Kalau ucapan itu cuma dia

    ucapkan sekali aja, nggak masalah. Eh... dia malah kayak sengaja banget mengulang-ulangnya selama beberapa kali.

    Setiap kali si Bloody Handsome mangap, mengucapkan sesuatu, si Ajeng menanggapinya secara
    genit dan sok malu-malu 'gitu, "Jangan, ah... jangan, ah.. " Padahal, udah waktunya untuk beralih ngomongin hal lain.


    :aghh:
    Tuh, lihat efek candaan kamu! Akhirnya malah memprovokasi naluri primitif seorang perempuan!




    Setelah Ajeng siuman dari momen "kemasukan setan"-nya, kami kembali mencoba berbincang

    secara serius. Karena aku, Lintang, dan Ajeng udah menginap di guest house sejak tanggal 30 Desember '19, maka
    kami bertiga dianjurkan oleh si Bloody Handsome untuk pulang sajalah ke rumah masing-masing.

    Bagaimanapun, dia nggak mau lagi membebani kami untuk menjadi "sukarelawan juru masak".


    Lintang buru-buru mengatakan bahwa dia sama sekali nggak merasa terbebani selama menjadi

    chef dadakan di guest house. Dia justru merasa senang, karena bisa mendapatkan beragam pengalaman yang seru.

    Demikian pula Ajeng, meski dia tak ikut ambil peranan aktif sebagai juru masak, dia benar-benar

    berterima kasih, udah bisa merasakan liburan akhir tahun yang menyenangkan di guest house, sekaligus mendapatkan
    kejutan tambahan dengan ikut menjadi sukarelawan bencana untuk kerabat Ratih dan Haryanto.

    :piso:
    Sedangkan, aku mencoba lebih straight to the point, "Jadi, 'gini aja deh, andaikata aku bersedia

    menjadi 'sukarelawan juru masak' hingga Haryanto dan seluruh keluarganya itu bisa pulang ke rumah masing-masing,
    kamu merasa keberatan apa nggak? Jika kamu nggak keberatan, ya aku bersedia tetap di sini.."


    Eh, pernyataanku yang lugas itu pun langsung membuat Lintang ikut menyatakan kesediaannya,

    "Ya udah, kalau Renata dibolehin, aku juga masih mau deh, menjadi juru masak sampai mereka semua bisa pulang."
    Jelas aja, si Ajeng nggak mau ketinggalan. "Aku juga, ah. Lumayan 'kan, buat nemenin kalian."



    Meskipun kami bertiga masih berstatus sebagai perawan ting-ting, belum kawin, dan belum nikah,

    pada hakikatnya, Ajeng dan Lintang udah hidup mandiri, terpisah dari or-tu. Aku memang masih numpang di rumah
    Mama-Papa, tapi sebagai "anak teknik dan orang lapangan", udah lazim nggak pulang ke rumah.

    Kesimpulannya, mau seberapa lama pun kami akan menginap di guest house, Insya Allah, bisa
    mendapat pemakluman dari keluarga kami. Apalagi, tujuannya 'kan jelas banget, dalam rangka menjadi juru masak
    untuk mereka yang mengungsi karena rumahnya kebanjiran. Bukan untuk "hal yang tidak-tidak".

    Singkat cerita, si Bloody Handsome menyambut baik rasa kesetiakawanan yang kami tunjukkan.


    Yang membuat kami semua salut banget, dia masih merasa perlu datang langsung ke rumah orangtua kami masing-
    masing, untuk meminta izin kepada para beliau tersebut. Masya Allah... gentleman banget, ya?




    Sehubungan dengan masih menginapnya sanak saudara Haryanto di guest house, maka Sabtu

    malam, si "Kakak Ketemu Gede"-ku itu pun kembali memberikan aku sejumlah dana untuk keperluan logistik. Namun,
    aku enggan menerimanya. Iya deh, kamu mapan 'en banyak duit, tapi nggak 'gitu juga keleus.

    :malu1:
    "Idih, 'gimana sih, Bang? Kemarin 'kan udah? Masa' iya sekarang mau nambah lagi?" Maksudku,

    sepuluh hari lalu, dia telah memberiku uang belanja (dalam jumlah besar pula!) untuk pembiayaan kebutuhan selama

    "masa tanggap darurat". Dana operasional itu belumlah habis terpakai, kok mau ditambahin lagi?

    :makasih-g:
    Aku mencoba bersikap tau diri, menunjukkan kepada dirinya bahwa, Insya Allah, bagaimanapun

    "kontroversial"-nya aku, aku bukanlah termasuk perempuan mata duitan, bukan perempuan yang akan ijo matanya
    bilamana disodorkan duit. Duitnya masih sisa banyak, buat apa dia memberiku uang belanja lagi?


    :game::voodoo:
    Jabang bayik, responsnya justru bikin aku naik darah. Dia mengambil smartphone-nya dan serius

    menatap screen, ngomong sendiri, "No telepon Hesti berapa, ya? Mungkin aja, dia mau bantu-bantu masak di sini.."


    :oii::haha:
    "Ya udah, mana duitnya tadi, sini deh, aku terima!" Dia pun tertawa puas banget. Jika penasaran
    seperti apa suara tawanya, yah... mirip-mirip suara tawa di lagu berikut ini. Menggelegar dan membuat hati bergetar.


    Suatu ketika, kami pernah menonton film di sebuah bioskop. Entahlah ya, pada siang itu, jumlah

    penontonnya cuma kurang dari 10 orang. Aku lupa-lupa ingat judul filmnya, tapi yang pasti, dia berulang kali tertawa
    kayak 'gitu. Eh, ada seorang penonton (cewek) berkomentar, "Suara ketawanya enak, Om..."


    Tadinya sih, aku pikir kalimat tersebut adalah sebuah sindiran halus, karena si Bloody Handsome
    mungkin terlalu keras dalam tertawa. Ternyata setelah dia kembali tertawa dengan volume suara yang lebih rendah,
    si cewek itu berkomentar lagi, "Aiih, si Om..." Pingin banget teriak, "Heh, dia udah punya bini!"



    Tapi.. tapi... kalau sampai aku lakukan hal tersebut, berarti aku tergolong uncivilized person, ya?
    Selain itu bisa dikategorikan melakukan pembohongan publik. Lah, saat itu dan hingga kini, dia 'kan belum punya bini.




    *Tautan-tautan YouTube-nya telah diperbarui.

     
    Last edited: Jan 5, 2023
  7. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Selasa malam, setelah kami menyajikan kebutuhan makan malam bagi segenap penghuni guest house,
    Ajeng punya ide untuk melakukan jam session, secara akustikan aja. Perihal memainkan gitar, mesti kuakui, kemampuannya
    berada setingkat di atasku. Lintang bisa juga sedikit-sedikit bermain gitar, asalkan nggak sambil bernyanyi.

    :makasih-g:
    Kami pun meminta tolong pada Mbak Fauziah (salah seorang pengurus guest house) untuk merekamkan

    aksi genjrang-genjreng kami itu, dengan meminjam fasilitas kamera video profesional, yang memang boleh kami pergunakan.

    Sebatas buat kenang-kenangan. Agar bisa memudahkan kami jika kelak ingin bernostalgia tentang hari ini.




    Tadinya sih, si "Kakak Ketemu Gede"-ku cenderung acuh tak acuh dengan jam session tersebut. Tetapi,

    setelah kami memainkan lagu "Bersenjagurau" dari Senar Senja, dia menghampiri Lintang dan mengatakan bahwa gitarnya itu
    perlu di-setem sedikit. Padahal, menurutku, gitar yang Lintang mainkan sama sekali nggak terdengar fals.


    :yareyare:
    Eh, seusai (pura-pura) menyetem gitar tersebut, ujung-ujungnya, dia pun bilang ingin bergabung dengan

    keceriaan kami bertiga. Gitar Lintang nggak dibalikin dan dia malah seperti mau menentukan repertoar yang mesti dimainkan.
    Enak aja! Nggak bisa 'gitu dong. Anda mau mainin lagu apa sih? Paling juga lagu ***** ******, ya, 'kan?

    :oii::malu1:
    "Siapa yang mau mainin lagu kayak 'gitu?!" Aih.. aih... kenapa mesti marah? Macam mana pula Abang ini?




    Akhirnya, dia pun bermain bersama kami bertiga. Bermain gitar, lho ya! Lagu pertama adalah "Black Box",

    dari No Use for a Name, versi akustik. Sayangnya, baru setengah jalan, mesti terhenti, karena dia mendadak lupa chord-nya.



    :XD:
    Tuh, 'kan? Aku bilang juga apa. Dia biasa mainin lagu ***** ******, eh... sok-sokan mau ikut nge-jam

    session bareng 3 cewek. Ya udah, terpaksalah aku membimbingnya sejenak supaya dia nggak meleset lagi sewaktu bermain.
    Untungnya dia termasuk tipe fast learner, permainan pun berlangsung lancar dan juga terasa menggelora.

    Bukan kebetulan pula, dia mempunyai kreativitas dan bakat alamiah untuk bisa menghidupkan permainan.


    Kalian yang udah familiar dengan lagu-lagu dari No Use for a Name, pastilah tau bahwa lirik-lirik lagu mereka itu terkenal puitis,

    "dalam banget", meski sering menggunakan beragam metafora. Sebagaimana lagu "Black Box" tersebut.

    :nangis:
    :hoho:
    Saking "dalam"-nya lirik lagu itu, kedua mata Ajeng pun sampai berkaca-kaca. Kalau aku sih, bukanlah tipe

    perempuan yang dengan mudahnya menitikkan air mata cuma karena mendengar sebuah lagu. Betapa pun sedihnya lagu itu.



    Si "Kakak Ketemu Gede"-ku sepertinya bisa berempati dengan kondisi psikologis si Ajeng. Dia membiarkan

    Ajeng memainkan lagu berikutnya, "If Ever You're in My Arms Again". Di antara kami semua, hanya Ajeng yang hafal chord
    lagu itu. Ya udah, akhirnya dialah yang main gitar, aku dan Lintang cuma bisa mem-backup vokalnya aja.

    Setelah lagu tersebut kelar dimainkan, si Bloody Handsome 'gantian unjuk kebolehan dengan memainkan

    lagu yang terdengar mendayu-dayu banget. Baik aku, Ajeng, ataupun Lintang, sama sekali belum pernah mendengar lagu itu.

    Belakangan, baru ketahuan judul lagunya, "My Last Goodbye", dari band bernama unik asal Belgia, Nailpin.


    Yah, maklumin aja deh, wawasan dan referensi musik dia memang selalu melampaui kita semua yang sekadar rakyat jelata.

    Udah 'gitu, dia bukan hanya penikmat/pendengar pasif, tetapi bisa pula memainkan dan menyanyikannya.


    :facepalm:
    Berengseknya, setelah aku menonton ulang rekaman video saat jam session tersebut, dan menyimaknya

    dengan saksama (termasuk mencermati lirik aslinya), aku baru menyadari bahwa ada motif tersembunyi di balik dibawakannya
    lagu "My Last Goodbye" tadi malam. Ternyata, sebagian lirik lagu itu telah dia modifikasi sedemikian rupa.


    Lagu itu pun tak ubahnya sebagai sindiran untukku, terkait dengan sebuah niat pada akhir September lalu.


     
    Last edited: Jan 15, 2020
  8. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Sampai pada beberapa tahun lalu, si Ajeng dan Lintang itu bisa dikatakan "nggak bisa main bola basket".

    Nggak bisa melakukan "dribbling" secara benar, nggak ngerti apa yang namanya "pivot", nggak bisa "lay-up", dan sangat sering

    melakukan "three-second violation". Lintang sendiri mengakui, "Kostum mentereng, tapi skill nol besar."

    Hingga pada akhirnya, si "Kakak Ketemu Gede"-ku itu berbaik hati, "turun tangan langsung memberikan

    bimbingan rohani dan jasmani" (puiih!) di lapangan belakang rumahnya. Bukti sejarahnya masih terpampang di akun IG Lintang.



    :XD:

    Setelah 3 bulan dia melatih kedua lumba-lumba tersebut, heiyah... kok malah jadi ngelatih lumba-lumba,

    Ajeng dan Lintang pun bertransformasi dari yang tadinya "nggak becus main basket" berubah menjadi "atlet jadi-jadian". Haha.

    :hihi:
    Tetapi, untuk standar rata-rata cewek di Indonesia dalam hal bermain basket, skill mereka berdua bisa

    dibilang udah lumayan banget. Meski belum bisa menandingi skill-ku. Ih, belagu banget. Lah, faktanya 'gitu. Masalah buat lo?!!



    Selama kami menginap di guest house milik mertuanya Mbak Suci itu, udah beberapa kali, kami bermain
    basket bersama. Awalnya, sempat terjadi insiden pembubaran paksa oleh si "Kakak Ketemu Gede"-ku itu. Penyebabnya, tiada

    satu pun dari kami (para gadis belia) yang telah melengkapi diri dengan sport bra + base layer legging.

    :yareyare:
    Yang sempat disesalkan, sebelum acara gathering akhir tahun, 'kan udah ada pertemuan di rumahnya,

    kenapa juga sih, dia tidak mau mengingatkan, agar kami yang cewek-cewek mempersiapkan diri dengan membawa kedua jenis
    "pelindung aset kewanitaan"? Untungnya aja, sebagai solusi, dia mengizinkan kami memakai uang kas.

    Ya udah, mau nggak mau, terpaksa deh, kami membeli kedua jenis seragam tempur tersebut. Tetapi,

    hal yang menjadi keberatan si Bloody Handsome... ya, nggak salah, sih. Bagi perempuan, jika berolahraga tanpa menggunakan
    sport bra memang berdampak negatif, baik "dari perspektif kesehatan" maupun "dari segi kepantasan".


    Pada Senin siang, 30 Desember '19, kami yang cewek-cewek terpaksa berbondong-bondong berbelanja

    sport bra + base layer legging, supaya kami bisa optimal memanfaatkan fasilitas lapangan multifungsi di samping guest house.



    Pukul 9 pagi tadi, dia bertanding melawan aku, Ajeng, dan Lintang. Nggak lazim banget, ya? Tujuannya

    memang "sekadar untuk cari keringat aja". Soalnya, sejak subuh tadi, kami sempat agak-agak kedinginan karena hujan. Setelah
    kur-leb sejam bermain, dengan segala dinamikanya, kami semua bersimbah keringat. Capek tapi puasz.


    Hebatnya, si "Kakak Ketemu Gede"-ku itu bisa menghindari "kontak fisik dalam bentuk apa pun" dengan

    aku, Ajeng, dan Lintang. Bagi sebagian orang, hal itu mungkin terasa sebagai kemustahilan, tetapi kenyataannya, dia memang
    bisa bermain basket satu lawan tiga, tanpa sedikit pun mengambil keuntungan dengan menyentuh kami.


    :pusing:
    :hoho:
    Dapat bonus ketawa terus-terusan perihal momen Ajeng yang "bercumbu mesra dengan pohon palem".



    *Tautan YouTube-nya telah diperbarui.

     
    Last edited: Jan 5, 2023
  9. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada hari Sabtu malam, tiba-tiba aja, si "Kakak Ketemu Gede"-ku itu menanyakan sesuatu kepada Lintang,
    "Lintang tau brambang asem? Bisa bikin brambang asem nggak?" Dijawab oleh Lintang, "Ya, tau dong. Insya Allah, bisa bikinnya."

    "Alrighty then. Kalau begitu, bisa tolong buatkan, ya. Besok pagi, Insya Allah, akan datang saudara sepupuku
    yang membawakan bahan-bahannya." Dia kemudian menambahkan, bahwa pada Minggu besok, dia bersama Haryanto dan juga
    seorang adik Haryanto, akan pergi ke Jatiasih, "mengevaluasi progres perbaikan rumah-rumah pascabanjir".


    Lah, kenapa pula cuma Lintang aja yang kau minta membuatkan makanan? Kau 'kan bisa juga meminta aku

    supaya membikinkan makanan yang kau mau. Eh, jawabannya sungguh ngeselin, "Kamu bagian menyiapkan air kobokan aja."

    :patahhati:
    Lieber Gott... baiklah, jika memang kehadiranku saat ini udah nggak kamu butuhkan lagi, ya udah, mendingan
    aku pulang aja! Sekaligus, saya putuskan untuk menarik kembali semua pernyataan saya yang terkait sanjungan pada diri Anda!


    Rupa-rupanya, Lintang menjadi seperti merasa nggak enak ati, sehingga dia pun menunjukkan pembelaannya
    padaku. "Kalau Stevie sikapnya terus-terusan kayak 'gitu, aku juga ikutan pulang bareng Renata." Sedangkan, reaksi Ajeng justru

    di luar dugaan, "Wah.. bini pertama dan bini kedua mau pergi... berarti aku akan menjadi bini satu-satunya."

    Perkataan slebor dan gemblung dari Ajeng itu, mau nggak mau, ya bikin aku dan Lintang "terpaksa" tertawa.


    Si "Kakak Ketemu Gede"-ku cuma terdiam. Entah kesel mendapat counterattack yang tak terduga seperti itu, atau mungkin juga

    dia malah berfantasi liar. Barangkali membayangkan jika hal yang dibilang si Ajeng itu terjadi di kemudian hari.




    Pada hari Minggu paginya, si Bloody Handsome pun pergi ke Jatiasih bersama si Haryanto dan Irma, seorang

    adik Haryanto. Sebelum berangkat, si Bloody Handsome bilang, selepas dari Jatiasih, dia akan langsung pergi untuk menyelesaikan
    suatu urusan penting "yang Insya Allah, menguntungkan". Jadi, brambang asemnya untuk makan malam aja.


    :boong:

    "Kalian semua kalau aku lagi cari duit tambahan, mesti bisa rukun satu sama lain. Jangan pada berantem, ya."

    Heiiiyyaahhh... jadi kepingin banget rasanya menyiram si Makhluk Nyebelin itu pake air minum dalam kemasan

    yang sedang kupegang. Lagakmu kayak udah merasa bakal punya bini banyak aja, Nyong! Gara-gara si Ajeng juga sih, 'ngapain
    ngasih inspirasi yang aneh-aneh. Irma, adik Haryanto, tertawa terus-terusan melihat momen absurd tersebut.



    Kira-kira pukul setengah sembilan pagi, datanglah sebuah kendaraan SUV memasuki areal parkir guest house.


    Pengendaranya pun turun. Terus terang aja, aku pernah bertemu dengan yang bersangkutan pada resepsi pernikahan Mbak Suci,
    tapi, kok ya lupa namanya. Setelah berbasa-basi, akhirnya baru tau lagi namanya, Ervin (pake huruf "v", ya).


    Dia pun segera menurunkan beraneka ragam bawaan dari mobilnya itu. Ada setandan pisang tanduk (haha!),

    dua buah nangka matang yang segede bagong, beberapa buah kelapa (yang muda dan yang tua), dua kantong bunga pepaya,
    sekantong buah pare, sekeranjang pucuk daun ubi jalar, dan sejumlah daging bebek yang telah dibersihkan.

    Masih ada lagi, lho. Dua kantong cabe rawit yang putih dan yang hijau, sekantong gula merah kelapa (yang

    dicetak di batok kelapa), sekantong terong telunjuk, serta sekeranjang buah kedondong. Si Bung Ervin pun mengatakan bahwa
    kecuali daging bebek, kelapa, dan gula, semuanya itu merupakan hasil panen dari kebun si Bloody Handsome.



    :apa:
    Masya Allah, memang dia punya kebun di mana? Beneran? Nggak ada satu pun dari aku, Ajeng, atau Lintang
    yang tau tentang hal tersebut. Bung Ervin bilang, "Di Bandung, di wilayah.. (dia pun menyebutkan suatu lokasi tertentu di sana)".


    Sebetulnya, yang dikatakan sebagai "kebun" itu adalah sebidang kavling yang masih dalam kondisi "perawan",
    belum diapa-apa'in, belum didirikan bangunan apa pun di atasnya. Tetapi udah dipagar permanen, dalam kompleks permukiman.

    Daripada nggak produktif, ya udahlah, mendingan juga ditanami sejumlah tanaman yang bisa menghasilkan.

    Si Bloody Handsome mempekerjakan seseorang dalam lingkungan kompleks, untuk mengurus kebun tersebut.

    Seharusnya di tempat itu akan dibangun kos-kosan. Namun, berhubung belum ada orang yang bisa dipercaya

    untuk mengelolanya, terpaksalah hingga saat ini, masih dibiarkan sebagai kebun. Tiba-tiba aja, si Ajeng teringat momen sewaktu
    dia dan aku diajak oleh si Bloody Handsome ke Bandung dan sekitarnya, circa akhir Maret, tahun 2012 silam.

    :hihi:

    "Masih ingat nggak kamu, ketika dia ngajak kita ngider-ngider, nyasar di Jl. Paria-Jl. Terong-Jl. Rikrik, kemudian
    ujung-ujungnya, kita 'diistirahatkan' di rumah tantenya di Jl. Wayang?!! Katanya, dia mesti menuntaskan 'urusan hidup atau mati'

    di suatu tempat." Huuhh. Ya masih ingat dong. Akhirnya, aku dan Ajeng terpaksa deh, harus menginap di situ.

    'Gimana enggak? Udah malam, urusannya belum juga kelar. Untung aja, dia pergi bersama om dan tantenya,

    sehingga kami berdua bisa terhindar dari prasangka yang bukan-bukan. Lalu, aku menanyakan kepada Bung Ervin, sejak kapan
    sih, kavling itu dimiliki oleh si Bloody Handsome? Bung Ervin nggak tau persisnya, tetapi kira-kira, ya sejak 2012.

    Wah, berarti ketika aku dan Ajeng 'nemenin dia ke sana, mungkin ada hubungannya dengan proses negosiasi,

    atau bahkan bisa jadi, malah udah masuk ke proses pembelian. Ya udahlah, buat apa rempong mikirin rezeki orang lain. Ya, 'kan?



    Menjelang sore, aku dan Lintang bersiap-siap memasak untuk makan malam. Jujur aja deh, aku sama sekali

    nggak tau seperti apa wujud masakan brambang asem itu. Lintang pun mendeskripsikannya secara singkat. Hampir mirip dengan
    plecing kangkung, tetapi ditambahkan gula merah dan asam Jawa. Cita rasanya pun mesti pedes-manis-asem.

    Udah 'gitu, daun yang digunakan pun sebaiknya daun ubi jalar aja. Kalau menurut bahasa kampung halaman
    Lintang, daun ubi jalar itu disebut "jlegor". Sedangkan, di negeri leluhur Mama, daun ubi jalar disebut sebagai "talbos ng kamote"
    (dibacanya "talbos nang kamote"). Tapi, masakan daun ubi jalar di sana, jarang ya, yang bercita rasa manis.

    Setelah Lintang menjelaskan komposisi dan bumbu dari brambang asem, ya udah, biar aku aja deh yang bikin.


    :???:
    Namun, sebelum itu, kami mesti memutuskan, akan dimasak apa, daging bebek yang dibawakan Bung Ervin tadi? Apakah cuma

    digoreng biasa aja, ataukah akan kita olah menjadi "itiak lado mudo" atau bebek cabe ijo pedes khas Minang?

    Karena Ajeng adalah spesies cabe-cabean... heiisshh, maksudku, sebagai seorang "cabe-vora" alias pemakan

    cabe yang udah sangat kronis, tentu aja dia lebih menyukai opsi yang kedua. Lintang juga sependapat. Soalnya, brambang asem
    elemen manisnya cukup menonjol, sehingga lebih pas kita padupadankan dengan hidangan yang terasa pedas.

    Untungnya aja, di dapur guest house tersedia panci tekan, sehingga bisa mempermudah proses memasaknya.
    Alhamdulillah ya, resep "itiak lado mudo" pemberian Uni Hilda (haha), teman kantorku dulu, masih nyantel di otakku. Jadi, aku

    udah paham banget deh, bagaimana trik khusus memasak bebek supaya jangan sampai beraroma anyir/amis.



    Si "Kakak Ketemu Gede"-ku tiba kembali di guest house pada saat kami akan mandi sore. Ya udah, kami pun

    "mandi berbarengan". Awas, bukan berarti "mandi bersama", lho ya! Di guest house tersebut setiap kamarnya dilengkapi dengan
    kamar mandi masing-masing. Jadi, mandinya pun sendiri-sendiri. Paling kalau lagi iseng, ya ber-video call-ria.


    :facepalm:
    Heiiiyyaah... maksudnya, pas kita udah berpakaian lengkap, barulah ber-video call-ria. Bukan pas lagi mandi!

    Selepas shalat Isya, kami segera menyiapkan jamuan makan malam untuk para penghuni guest house. Bagi

    para dedek balita udah dibuatkan nasi tim ayam plus rolade kesukaan mereka. Sedangkan untuk bapak-bapak dan emak-emak,
    kami hidangkan brambang asem dan "itiak lado mudo". Sengaja nggak ngasih tau bahwa itu hasil masakanku.



    Sebagaimana yang telah kuceritakan di atas, si "Kakak Ketemu Gede"-ku 'kan, pada Sabtu malamnya bilang,

    bahwa fungsi keberadaanku hanyalah untuk "menyiapkan air kobokan aja". Ya udah, aku pun menyiapkan air kobokan untuknya.

    :tampan:
    Eh, komentar nyebelin jilid 2 pun dia lontarkan, "Barusan udah cuci tangan di washtafel, jauh lebih higienis..."


    :nangis:
    Kalau 'gitu, 'ngapain nyuruh aku nyiapin air kobokan segala?!! Kamu minta aku keramasin pake sambel, ya?!!




    Walau jengkel luar biasa, aku sangat terhibur melihat dia menyantaps masakanku dengan lahaps. Udah 'gitu,

    yang dia tau 'kan, masakan itu semuanya adalah masakan Lintang. Aku, Ajeng, dan Lintang memang sengaja berkonspirasi untuk
    mengaburkan fakta yang ada. Setelah dia selesai makan, baru deh, Lintang bertanya, "Enak nggak rasanya?"


    "Alhamdulillah, enaks bangets. Grazie tante..." Frasa "grazie tante" itu berasal dari bahasa Italia, yang berarti
    "terima kasih banyak". Meski kadang-kadang, bisa juga digunakan secara sarkastik. Tapi Insya Allah, makna ucapannya tersebut
    memang sebagai pernyataan terima kasih, karena intonasi ucapan si Bloody Handsome tidak terdengar sinis.

    :malu1:
    Nggak lama setelah momen tersebut, Lintang buka rahasia, "Sebenarnya, Renata yang memasak ini semua."


    :glek:
    Ekspresinya pun berubah seketika. "Jadi... brambang asem-prul ini bukan kamu yang bikin?!!" Jabang bayik...

    kenapa begitu kamu tau bahwa itu semua hasil masakanku, terus nama masakannya kamu ganti seenaknya? Tapi, nggak apalah.

    Faktanya, dengan mata kepala kami semua, kami melihat kamu sangat menikmati hidangan yang aku masak.



    :makasih-g:
    Betapa pun dia seolah masih memosisikan aku sebagai "persona non grata" baginya (seperti kata Mbak Suci),

    dia tetaplah "figur pemurah" bagi kami semua. Setelah acara makan malam, dia membagi-bagi rezeki halal kepada kami semua
    (keuntungan yang didapat dari urusan penting, yang tadi dia selesaikan sepulang dari Jatiasih). Alhamdulillah.

    Senin kemarin (setelah dipotong untuk infaq), langsung kubelikan emas Antam 5 gram, buat nambah-nambah

    jumlah tabungan masa depanku. Sisanya, aku gunakan membeli double vinyl (double piringan hitam) Mad Season, album Above.

    Mama bilang, circa tahun 1995-1996, lagu di atas sering banget ditayangkan MTV via stasiun TV ANTEVE.


     
    Last edited: Jan 22, 2020
  10. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    (Bukan postingan sambungan, tapi masih ada hubungannya dengan ceritaku di atas, ya)

    Si "Kakak-tua Ketemu Gede"-ku itu, dulu sering mengajarkan bahwa jika aku menerima

    info dalam bentuk apa pun, mesti divalidasi dulu kebenarannya. Sebagaimana ilmu musthalahul hadits yang
    memilah-milah derajat kebenaran hadits-hadits Rasulullah SAW dalam sejumlah kriteria.

    Karena ada hadits-hadits yang kebenarannya diragukan, atau bahkan, memang sengaja
    dipalsukan. Ada sejumlah hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang diketahui "pelupa" atau pernah
    juga sekali waktu berdusta. Untuk itulah diperlukan sikap kritis dalam menerima informasi.

    :hihi:
    Berdasarkan hal tersebut, aku pun mencoba menelusuri kebenaran info dari si Bung Ervin

    yang menyatakan bahwa si "Kakak Ketemu Gede"-ku memiliki sebuah kavling di Bandung. Bukannya aku
    tidak memercayai pernyataan Bung Ervin. Aku sekadar ingin memvalidasi kebenarannya.

    Biar 'gimana juga, info tersebut 'kan cuma berasal dari Bung Ervin seorang. Ibarat hadits,
    hadits yang dikatakan "hadits ahad", hanya diriwayatkan oleh satu manusia aja. Hadits ahad ada yang dhaif
    dan ada yang shahih. Perlu dicermati rekam jejak dan integritas dari yang meriwayatkan.


    Nah, terkait Bung Ervin, aku 'kan belum mengetahui sedikit pun perihal track record-nya.


    Oleh sebab itulah, seperti yang sering diajarkan si "Kakak Ketemu Gede"-ku, aku mesti bisa bersikap kritis,

    dan juga mau melakukan validasi untuk mengetahui seberapa "shahih"-kah info tersebut?



    :yareyare:
    Seperti yang pernah aku ungkapkan di thread diary-ku ini, Bu Fitri lebih tau segalanya soal
    si "Kakak Ketemu Gede"-ku. Apa-apa, Bu Fitri. Sedikit-sedikit, Bu Fitri. Soal kerjaan? Bu Fitri. Urusan kantor?

    Bu Fitri. Terkait dengan kisah kesehariannya? Perihal "gosip-gosip underground"? Bu Fitri.

    :bloon:
    :jotos
    Urusan mandi? Ya mandi sendiri lah! Gila banget, kalau dia sampai minta dimandikan atau

    kepingin memandikan Bu... idiih... amit-amit. Kenapa aku malah ngelantur ke soal mandi-memandikan, sih?



    Yang mengenyutkan... heiiyyyaah... maksudku, yang mengejutkanku, ternyata.. Bu Fitri

    sama sekali nggak tahu-menahu perihal kavling di Bandung, sebagaimana yang diinformasikan Bung Ervin.
    Meski kadang menyebalkan, aku bisa meyakini bahwa si Ibu nggak bakal membohongiku.

    Kalau Bu Fit bilang nggak tau, Insya Allah, dia memang beneran nggak tau. Eh, dia malah
    ngomongin tentang properti milik keluarga si "Kakak Ketemu Gede"-ku di wilayah Gajahmungkur, Semarang.


    :garing:
    Yah, jelas aja membuat jiwa misqueen-ku makin bergetar meronta-ronta nggak terkendali.

    :onegai:
    Tambah menyayat hati lagi, ketika Bu Fit ngomong, "Nanti, kalau kamu beneran jadi nikah

    sama Stevie, aku boleh s'kali-s'kali nginep di situ, ya." Entahlah, dia sedang menyindirku, memprovokasiku,

    atau terkena sindrom "tidurnya baru nanti malam, eh... kok, udah ngimpi duluan sore ini."


    :suram:
    Lah iya, jika aku memang ditakdirkan menjadi istrinya. Tetapi, 'gimana kalau dia nanti pada
    akhirnya malah memilih bersanding dengan sang luwakwati dambaannya? Bu Fitri sendiri 'kan, sering bilang,

    "Walau kamu ibarat 'Wagyu steak grade A5', eh, dia justru lebih suka tempe mendoan..."



    Daripada ngelantur, semangkin gajes, aku sempat berpikir untuk mencari narasumber lain

    sebagai tempat bertanya. Ada tiga opsi. Mbak Rachel, Mbak Suci, atau Fritz. Namun, setelah aku pikir-pikir,
    aku ini 'kan hanyalah "orang luar", tidak/belum masuk ke struktur keluarga besar mereka.


    :facepalm:
    Apa urgensinya bertanya-tanya soal aset yang dimiliki oleh si "Kakak Ketemu Gede"-ku?


    Bininya kah? Sekarang ini, jelas bukan. Calon bininya? Wallahu A'lam. Dengan kata lain, apa hakku untuk

    "menggali informasi" yang mungkin aja udah termasuk bagian dari ranah privat tersebut?



    Pada hari Minggu lalu (seperti yang udah kuceritakan di postingan sebelumnya), di antara

    sejumlah bahan pangan yang dibawakan oleh Bung Ervin, ada buah nangka matang pohon. Sayangnya,
    baik aku, Ajeng, maupun Lintang, tak ada seorang pun yang doyan makan buah nangka.

    Ya udah, kami berikan untuk "Kanjeng Romo" Haryanto + adik-adiknya, dan juga untuk

    para kru guest house yang mau makan buah itu. Eh, saat proses serah terima, si Haryanto berkomentar,

    :elegan:
    "Ini pasti dari kebon yang di Bandung, ya?" Di luar dugaan, dialah yang justru tau banyak.


    Rupa-rupanya, kavling/kebun kepunyaan si Bloody Handsome itu berada di kompleks yang
    juga ditempati oleh orangtua Elise. Bahkan, orang yang dia amanahkan dan dipekerjakan untuk merawat

    kebun itu, adalah salah seorang ART keluarga Elise. #HebatNianDikauMenyimpanRahasia



    Semalam, aku gitar-gitaran, menyanyikan lagu lawas yang populer pada 42 tahun silam.

    Yang membantuku memvideokannya adalah Ajeng. Sedangkan, Lintang udah pulas, tertidur di kamarnya.


    :gatling:
    "Jangkaulah... sejauh kau dapat... genggam erat... dambaanmu... pandanglah... jauh di

    mukamu.. masa depanmu.. dalam cinta... dalam cita yang suci.. terengkuh segalanya.. keinginan di dunia."

    Kata Ajeng, hasilnya bagus banget. Bisa dipakai buat "menampar" si Bloody Handsome.


     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Jan 23, 2020
  11. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Hari ini, bisa dikatakan, telah terjadi "sejumlah pencitraan yang sambung-menyambung".

    Semalam, aku udah tertidur pada sekitar pukul 21.30 lebih beberapa menit. Terjaga pada pukul tiga dini hari,

    untuk selanjutnya nggak bisa lagi terlelap. Ya udah, turunlah aku menuju ke lantai bawah.

    Lalu pergi ke dapur guest house untuk membuat teh hangat. Eh, nggak disangka-sangka,

    beberapa menit kemudian, Paduka yang Mulia, Handsome Bloody Handsome, datang pula menyambangi dapur.

    Wuah... wuah... wah... udah langsung terbangun rupanya. Tak lagi terkulai. Heh, apanya
    yang terbangun? Ya, seluruh jiwa raganya lah. Jika raganya terbangun tapi jiwanya masih terkulai, 'kan artinya

    dia lagi mengalami "somnambulisme", berjalan sambil tidur, suatu kondisi yang abnormal.

    :onegai:
    Untung aja, dia terbangun secara atas-bawah serta luar-dalam. Berarti, sehat wal afiat.


    Setelah dia mengetahui keberadaanku di dapur guest house, "makin terbangunlah dirinya".
    Hal yang lumrah dalam sebuah revolusi. Maksudku, adalah sangat lumrah bila aku bisa langsung membuatnya

    terbangun. Terbangun kekagetannya. Bangkitlah gairahnya. Gairah untuk sok mengajari.

    Aku mengistilahkan dia sebagai "Kakak Ketemu Gede"-ku, karena dalam banyak momen,

    dia memang memosisikan diri tak ubahnya sebagai seorang kakak bagiku. Kakak yang bertanggung jawab itu,
    pastilah punya kecenderungan untuk selalu mendidik adiknya, tak akan mungkin merusak.


    Faktanya memang demikian. Dia sering menjengkelkanku tapi nggak tega merusak diriku.

    Lain soal jika, yah siapa tau, ternyata dia yang ditakdirkan sebagai teman hidupku, tentu dia akan "merusakku
    habis-habisan". Dalam konteks, membuatku bertransformasi menjadi wanita dewasa, ya!



    Meskipun hingga saat ini, aku seolah dianggap sebagai "persona non grata" baginya, dia

    masih mau meminum sebaskom segelas kopi yang kubuatkan untuknya. Namun, di sisi lain, tetap jaga wibawa,
    nggak sudi bercanda denganku. Malah ngomong sendiri, mengucapkan kalimat multitafsir.

    :elegan:
    "Waktunya sempit, tapi kalau mau, masih bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya..." Tentulah,

    ucapan yang terdengar aneh itu menimbulkan reaksi dariku. "Ah, kamu nggak usah macem-macem lah, Nyong!
    Nanti kalau aku sampai terpancing, 'gimana? Simpan ajakanmu itu untuk saat yang tepat."

    :oii::malu1:

    "Yang aku maksudkan, soal qiyamul lail dan shalat tahajud. Jangan diarahkan ke hal lain!!"
    Ih, makanya kalau kamu ngomong tuh, pakai diksi yang jelas dan tepat guna, jangan yang bersayap macam itu.



    Dia nggak mau menanggapiku. Setelah menghabiskan kopinya, langsung pergi ke mushola

    guest house, menunaikan ibadah qiyamul lail. Meninggalkan aku di dalam kesendirian. Beberapa menit kemudian,
    aku berpikir, boleh jadi ya, ucapan dia itu adalah sebentuk ajakan implisit untuk qiyamul lail.

    Meski mungkin bisa juga dinilai sebagai suatu upaya pencitraan. Tetapi pada dasarnya sih,

    aku tidak akan keberatan dengan pencitraan apa pun, asalkan nggak kontradiktif dengan kenyataan sehari-hari.

    Pencitraan yang memuakkan bagiku adalah pencitraan yang bertentangan dengan fakta.


    Ketika menjelang pukul empat pagi, aku pun memutuskan untuk menyusulnya ke mushola.
    Mencoba berbaik sangka, siapa tau, dia memang beneran mengajakku secara implisit untuk menunaikan ibadah
    qiyamul lail, selagi saat Shubuh belum tiba. Ikut shalat, meski dipisahkan oleh sekat/partisi.


    :yahoo:
    Aku memang belum menjadi Muslimah ideal, apalagi disebut shalihah. Biar bagaimanapun,

    nggak boleh terus-terusan berada dalam kondisi seperti itu, 'kan? Tiap ada peluang memperbaiki diri, ya mesti
    aku manfaatkan. "Jika belum bisa mendatangi-Nya dengan berlari, boleh dengan berjalan".



    Pagi harinya, saat akan berangkat kerja, si Ajeng ingin nebeng mobilku. Kebetulan, meski

    tujuan kami masing-masing berbeda, masih terbilang searah. Ya udah, nggak apa-apa, dia boleh ikut denganku.

    Dalam perjalanan, Ajeng bertanya padaku, atau lebih tepatnya, meminta saran, sebaiknya
    digunakan untuk apa ya, "uang kaget" pemberian si Bloody Handsome pada hari Minggu yang lalu? Tadinya sih,

    Ajeng cenderung ingin memanfaatkannya untuk travelling pada masa libur Lebaran nanti.

    Sebetulnya, aku tidak tertarik untuk mencampuri urusan pribadinya. Tetapi, berhubung dia

    meminta saran padaku, ya udah, aku memberikan saran agar "uang kaget" tersebut dibelikan emas Antam aja.
    Selama ini, dia "hanya" memiliki sejumlah perhiasan emas, bukan dalam bentuk batangan.


    Nah, supaya "bisa lebih memprovokasi dirinya", aku ceritakan bahwa selama empat tahun

    ini, setelah aku mulai berkarier serta berpenghasilan, aku selalu rutin membeli emas Antam, minimal 10 gram
    tiap bulannya. Kalau pas dapat bonus dari perusahaan, ya bisa membeli hingga 20 gram.

    :hihi:
    Hari berganti, waktu berlalu... tinggal hitung aja, berapa yang udah berhasil aku kumpulkan.
    Idih, pencitraan banget, ya? Bukan lagi dalam bentuk humblebrag, tapi udah terangan-terangan memamerkan.

    Untungnya, Ajeng langsung merasakan efek positif dari "kesombonganku" itu. Kalau dilihat

    dari segi gaji bulanan, mestinya sih, dia nggak jauh beda denganku. Asalkan diniatkan secara sunguh-sungguh,
    Ajeng pun sangat bisa rutin membeli emas batangan Antam untuk tabungan masa depan.



    Siang tadi, dia "menguras" 3/4 saldo tabungannya dan menyempatkan diri membeli emas

    Antam dalam jumlah yang cukup besar. Alhamdulillah, aku ikut senang dengan langkah awal yang dia lakukan.

    :lulus:
    Sebagai perempuan, kita mesti pinter lah. Selagi masih berpenghasilan, ya duitnya jangan

    dihambur-hamburkan secara bodoh. Lah iya, jika nanti kita bisa ngedapetin suami seperti si Bloody Handsome,
    yang mapan dalam banyak hal. Tetapi 'gimana kalau dapat suami yang nggak seperti itu?

    Paling tidak, kalau kita memiliki simpanan emas, kelak, bisa dipakai untuk ikut membantu

    kebutuhan rumah tangga. Atau sekurang-kurangnya, kita merasa lebih tenang, karena masih punya tabungan
    yang nilainya takkan tergerus di kemudian hari. Insya Allah, terhindar dari merasa miskin.

     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Jan 26, 2020
  12. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada hari Minggu sore, Ully, salah seorang adik Haryanto, udah bisa kembali bersama putranya
    ke rumah mereka di Jatiasih. Sedangkan Irma dan Diah, dua adik Haryanto lainnya, masih harus menunggu
    perbaikan rumah-rumah mereka rampung sepenuhnya, paling enggak, hingga akhir pekan ini lah.


    :tampan:
    Sebelumnya, pada Sabtu pagi, untuk pertama kali dalam sejarah hidupku... si Bloody Handsome

    minta dimasakkan sesuatu. "Kau bisa bikin pesmol, nggak?" Mungkin, banyak dari kalian yang akan mengira
    bahwa aku pasti mengiyakan permintaannya. Bukan kebetulan, aku tau cara memasak pesmol.

    :apa:
    :hoho:
    Tetapi, sayang disayang, pemirsa. Aku menyatakan menolak keinginannya itu. Lintang dan Ajeng

    pun seakan tidak bisa memahami jalan pikiranku. Ya udah, si Bloody Handsome beralih minta tolong Lintang
    membuatkan hidangan itu. Karena Lintang "nggak mau merebut jatahku", dia terpaksa menolak.

    Dia beralasan, nggak tau cara bikin pesmol. Aku terharu juga dengan sikap nggak enak ati yang

    diperlihatkan Lintang. Padahal, aku yakin banget, bagi perempuan yang terampil memasak seperti dirinya,
    pastilah tau teknik membuat pesmol. Penolakannya itu semata-mata demi menjaga perasaanku.

    Mungkin dilematis juga baginya. Kalau mau, mudah aja bagi Lintang untuk memenuhi permintaan

    si Bloody Handsome. Tetapi 'kan... permintaan tersebut awalnya ditujukan kepadaku? Dia nggak mau tampil
    sok heroik sebagai "pahlawan pahlawati kesiangan yang tega memakan tulang temannya sendiri".

    :keringat:
    Di sisi lain, dia pun pastilah merasa tidak enak ati pada si Bloody Handsome. Udah sering dienakin,
    huueeiisssaahh... maksudku, udah sering dibikin senang dengan begitu banyak ke-bakiak-an... eh, kebaikan

    yang diberikan oleh si "Kakak Ketemu Gede"-ku, kok kesannya malah nggak tau membalas budi.

    Apalagi, pekan lalu, Lintang juga ikut menerima "uang kaget" darinya. Jumlahnya lumayan pula.




    Boleh jadi ya, supaya terhindar dari kesan nggak tau diri ataupun nggak tau terima kasih, Lintang

    mengatakan bahwa pada hari ini (hari Sabtu yang lalu), dia dan aku udah berencana membuat gado-gado
    dan rujak kikil. Karena kakaknya baru aja mendapat kiriman petis berkualitas super dan buah krai.

    :onegai:
    Di samping itu, sekalian pula untuk menghabiskan stok kikil sapi di dapur guest house. Eh, ternyata
    si Bloody Handsome sama sekali nggak tau, buah krai itu seperti apakah gerangan wujudnya. Ya udah, aku

    katakan, buah krai mirip dengan timun lokal. Tetapi, size-nya cenderung lebih besar dan panjang.

    :facepalm:
    Beberapa detik kemudian, aku menyesal banget udah memberikan pernyataan seperti itu, karena

    ujung-ujungnya, malah jadi bahan tertawaan si Ajeng dan Lintang. Padahal, yang kubilang, 'kan nggak salah.

    Dasar mereka aja tuh, yang memang lebay, kelewat progresif dalam menafsirkan pernyataanku.



    Kira-kira pukul enam pagi, Fritz tiba di guest house. Tidak sendiri. Bersama Tante Rosemarie dan

    Mbak Ve. Mereka bertiga adalah para sanak saudara dari si "Kakak Ketemu Gede"-ku. Kedatangan mereka
    untuk menjemput si "Kakak Ketemu Gede"-ku, bertujuan menyelesaikan suatu hal. Ya, wes lah.

    Sebelum berangkat, seperti biasa, dia pun "kumat edannya". Memberikan wejangan kepada aku,

    Ajeng, dan Lintang, tak ubahnya bagaikan seorang Paduka yang Mulia sedang menasihati permaisuri beserta
    "selir-selirnya". Ulahnya itu bikin aku gemes banget. Untung ada Tante Rosemarie dan Mbak Ve.


    :hot:
    Kalau nggak, mungkin udah aku "hajar" dengan suatu "shock therapy yang bisa bikin dia kapok".




    Tak seberapa lama setelah mereka meninggalkan guest house, aku, Ajeng, dan Lintang segera

    pergi berbelanja sejumlah bahan makanan. Selagi aku dan Lintang berkeliling, si Ajeng meminjam mobilku
    untuk pergi ke suatu tempat, "pingin membeli sesuatu yang penting". Ya udah deh, aku izinkan.

    :???:
    Sewaktu berbelanja, Lintang pun mengomentari perihal penolakanku membuatkan pesmol untuk

    si "Kakak Ketemu Gede"-ku. Aku jelaskan bahwa penolakanku sekadar untuk menguji reaksi si Makhluk Itu
    aja. Aku kepingin tau, apakah penolakanku akan menjadikan dia mengungkit-ungkit kebaikannya?

    Meskipun aku meyakini bahwa dia adalah tipe pria elegan yang nggak akan mungkin mengungkit

    hal-hal yang telah dia berikan, bukan berarti aku udah tak perlu lagi mengevaluasi sikapnya tersebut, 'kan?
    Dia sendiri yang dulu menasihatiku bahwa adakalanya sikap manusia bisa berubah sangat drastis.

    Alhamdulillah, sikapnya masih belum berubah. Walaupun aku dan Lintang menolak membuatkan

    pesmol yang diinginkannya, dia sama sekali nggak mengungkit kebaikan yang telah dia berikan pada kami.



    Penolakanku tersebut pun, nggak betulan, sih. Maka dari itu, aku tetap berencana memasakkan

    dua varian pesmol, yakni yang berbahan dasar ikan mas serta yang berbahan dasar ikan bawal air tawar.
    Resepnya (lagi-lagi) aku dapatkan dari Mbak Suci. Insya Allah, kualitas rasanya jauh lebih enak.

    Selesai berbelanja bahan makanan, eh, kami pun terpaksa menunggu kedatangan Ajeng, hingga

    kur-leb 15 menit. Rupanya, dia baru membeli beberapa box makanan yang entah apa isinya, nggak boleh
    dibuka dulu. Ya udah, tanpa berpanjang lebar, kami bergegas menuju ke rumah Kakak Lintang.

    :malu2:
    Mengambil dua kantong buah krai (nah, nggak salah 'kan kataku, ukurannya panjang-panjang...),

    dua macam petis (yang memang menjadi bahan wajib dalam membuat rujak kikil), dan sekantong jambu
    klutuk merah. Saat kami akan pulang, eh.. si Ayu, sepupu Lintang, ingin ikut kami ke guest house.

    Sebetulnya, Lintang merasa sedikit keberatan. Bagaimanapun, dia mesti meminta izin dulu kepada
    "Paduka yang Mulia, Handsome Bloody Handsome" selaku pihak yang berwenang. Tapi, Lintang juga nggak

    sampai hati menolak keinginan si Ayu. Akhirnya, aku yang berinisiatif memperbolehkan si Ayu ikut.

    Dengan ketentuan, andaikan ternyata si Bloody Handsome nantinya nggak mengizinkan, ya udah,
    aku harapkan si Ayu bisa mengerti dan tidak kecewa. Mestinya sih, kami menghubungi si Bloody Handsome

    via telepon, meminta izin kepadanya. Namun, dia 'kan sedang sibuk menyelesaikan suatu urusan.



    :XD:
    Setiba di guest house, ada hal yang lucu banget. Barulah ketahuan bahwa yang dibeli oleh si Ajeng

    ternyata berupa beberapa box pisang molen. Dia k
    ira, pesmol yang diinginkan si "Kakak Ketemu Gede"-ku
    adalah "pis-mol" yang merupakan akronim dari "pisang molen". Udah 'gitu, belinya banyak banget.


    Rupa-rupanya, Ajeng sama sekali tidak pernah tau ihwal masakan pesmol ikan. Mengharukan juga

    sebetulnya. Niatnya baik, secara diam-diam mungkin ingin menunjukkan bahwa "Ajeng juga sayang Stevie".
    Ingin memperlihatkan bahwa meski aku dan Lintang menolak, masih ada dia yang peduli. (Puiih!)

    Tetapi, karena terjadi mispersepsi, ya akhirnya, malah menimbulkan suasana yang menggelikan.




    Untuk memenuhi kebutuhan makan siang, seperti yang direncanakan, kami membuat gado-gado

    dan rujak kikil. Terus terang aja, kuakui, aku belum pernah mencoba bikin rujak kikil. Dari Lintang lah, aku
    bisa mendapatkan ilmu baru yang sangat berharga perihal teknik memasak hidangan eksotis itu.

    Supaya enak, sambalnya mesti memakai dua jenis petis sekaligus. Lalu, buah krai-nya juga harus
    dikukus sebentar. Pisang batunya tidak diiris sebagaimana jika membuat rujak buah, melainkan diserut untuk
    selanjutnya diulek hingga tercampur dalam sambal rujak kikilnya. Hasilnya pun jelaslah luar biasa.


    :hihi:
    Bagi mereka yang mungkin tidak doyan rujak kikil, kami sediakan alternatifnya berupa gado-gado.


    Ada untungnya juga Ayu, sepupu Lintang, ikut ke guest house. Dia bisa kami berdayakan, sehingga proses

    memasak menjadi lebih cepat. Sekaligus "memprovokasi" Ajeng agar dia mau belajar memasak.

    Menjelang adzan Dzuhur, si Bloody Handsome dan para kerabatnya tiba di guest house. Selepas

    shalat, kami pun makan bersama. Ada yang doyan rujak kikil, ada yang lebih memilih gado-gado. Ada pula
    yang bisa menikmati keduanya. Sehabis makan gado-gado, barulah beralih menyantap rujak kikil.

    Saat makan, aku dan Lintang pun menanyakan perihal "boleh atau tidaknya si Ayu ikut menginap

    di guest house". Pada intinya, si Bloody Handsome nggak keberatan, asalkan Lintang bisa menjamin bahwa
    si Ayu selama ini "memiliki rekam jejak yang baik". Lintang menyatakan menyanggupi "syarat itu".

    Pada sekitar pukul setengah dua siang, Fritz dan si Bloody Handsome mesti kembali lagi ke suatu

    tempat untuk menuntaskan urusan yang belum selesai. Sedangkan, kami yang cewek-cewek, diajak Tante
    Rosemarie untuk bermain voli "three-on-three" di lapangan multifungsi, di samping guest house.

    Tim Ajeng, Ayu, beserta Lintang bertanding melawan tim aku, Tante Rosemarie, dan Mbak Ve.

    Soal skor pertandingan sama sekali tak jadi masalah. Yang penting bisa keluar keringat dan bisa merasakan
    keceriaan yang menyehatkan. Kami salut pada Tante Rosemarie, stamina beliau masih luar biasa.



    Pertandingan itu pun berlangsung hingga
    adzan Ashar terdengar. Setelah menunaikan shalat, aku
    dan Lintang (dibantu dua cheerleaders kami, Ajeng dan Ayu) kembali masuk dapur untuk memasak pesmol

    ikan mas dan ikan bawal air tawar. Komposisi bumbunya sengaja tidak biasa, agar terasa medok.

    Kira-kira pada pukul setengah enam petang, Fritz dan si Bloody Handsome tiba di guest house.


    Menjelang Maghrib, kami pun mandi sore, untuk selanjutnya shalat. Lalu, si Bloody Handsome

    mengumpulkan aku, Ajeng, dan Lintang di taman depan. Lagi-lagi, dia membagi-bagikan "uang kaget" untuk
    kami bertiga (belakangan, bagian Lintang, dia tambahkan sedikit, untuk diberikan kepada si Ayu).


    :terharu:
    Ya Allah, Ya Rabb... memang seperti itulah dirinya. Bukan tipe pria kikir, bakhil, pelit, medit, atau

    apa pun sebutannya. Tiap ada kelebihan rezeki halal, tak akan pernah melupakan orang-orang di sekitarnya.

    Sangat berbeda dibandingkan dengan para bazingan yang tega menipu atau 'nilep duit orang lain.




    Setelah momen yang melodramatis tersebut, ada drama lain yang tercipta. Yaitu ketika si Ajeng

    'gantian mempersembahkan beberapa pisang molen beraneka rasa untuk si Bloody Handsome, sambil bilang,
    :makasih-g:

    "Buat kamu, nih. Aku kira tadi pesmol yang kamu minta dibuatkan adalah pis-mol, pisang molen."


    :boong:
    :yareyare:
    Eh, si Makhluk Itu enak aja ngomong, "Ya, aku memang minta pisang molen." Padahal, aku dan

    Lintang, sebelumnya jelas-jelas mendengar bahwa dia minta dimasakkan pesmol, bukannya pismol. Namun,

    supaya tidak memperkeruh suasana, aku dan Lintang nggak mau memperpanjang hal tersebut.

    :malu1:
    Buat apa dipanjang-panjangin, kalau udah panjang dari sananya, ya? Maksudnya 'gini, dia 'kan

    udah dari sananya terlahir sebagai pria yang panjang... panjang akalnya. Buktinya, dia pinter banget perihal
    mencari duit secara halal dan legal. Dia pun piawai beradu argumentasi secara sehat dan logis.

    Begitu makan malam tiba, pesmol ikan mas dan juga pesmol ikan bawal air tawar itu pun kami

    hidangkan, dilengkapi dengan sejumlah sayuran segar sebagai lalapannya. Tampak jelas secara kasatmata,
    si "Kakak Ketemu Gede"-ku sangat berbahagia dengan sajian itu. Disantaps-nya dengan lahaps.

    Pun demikian Lintang, Ayu, Tante Rosemarie, Fritz, Mbak Ve, Haryanto, Irma, dan Diah. Semua

    terlihat sangat-sangat menikmati pesmol yang bumbunya medok dan nendang tersebut. Bahkan si Ajeng,
    yang selama ini cenderung tak terlalu menyukai ikan, sampai nambah dua kali, saking doyannya.

     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Jan 29, 2020
  13. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Berkarier di bidang konstruksi itu banyak banget lho, suka dukanya. Apalagi bagi perempuan seperti aku.
    Dunia konstruksi didominasi laki-laki. Sering kali nggak peduli etiket berkomunikasi. Kalau ngomong, suka asal njeplak.

    :apa:
    Jujur aja ya, saat aku pertama kali diterjunkan ke proyek, sempat shocked juga dengan kondisi tersebut.

    Aku yang sedari kecil terkondisikan untuk hidup bersih, tampil syantik, dan jaga image, eh, tiba-tiba aja,

    harus membiasakan diri bekerja sama dengan pria-pria dekil, kucel, acak-acakan, kadang udah nggak mandi dua hari.

    Meskipun sejak kehadiranku, ada juga sih, yang mendadak "dapat hidayah" untuk tampil bersih dan rapi.


    Kalau menurut Bu Hasnah, hal itu karena aku bukanlah spesies cewek proyek yang berpenampilan slordig dan kumuh.
    Betapa pun cuek-nya para pria tersebut, secara naluriah, mereka akan malu jika tampil dekil di dekatku.


    Pasti akan lain ceritanya, apabila penampilanku sama sekali nggak terlihat menarik di mata mereka. Andai

    kondisinya seperti itu, tentu aku akan dianggap satu kaum dengan mereka. Sebagaimana lazimnya yang terjadi pada
    cewek-cewek proyek masa silam, yang cenderung slebor, kebangetan cuek-nya, dan nggak bisa dandan.

    :malu1:
    Karena aku dianggap sebagai "cewek proyek yang dandan dan bisa menggugah insting kelelakian mereka",
    maka dengan sendirinya, mereka pun (terutama yang seumuran denganku) berusaha untuk mengubah penampilan.




    Perihal penampilan, banyak dari para pria tersebut yang telah memiliki kesadaran untuk sedapat mungkin

    jangan sampai terlihat kucel atau dekil, selama menjalani aktivitas bersamaku di proyek. Tetapi, soal berkomunikasi,
    nah, tetap ajah, cenderung seenaknya. Misalnya, seperti yang pernah aku alami pada beberapa bulan lalu.

    :blink:
    Ada Pak X, udah berkeluarga, begitu baru datang, langsung berkomentar, "Wah, enak banget dah, di sini

    langsung ngeliat kolam bening..." Padahal, di areal proyek konstruksi tersebut, sama sekali nggak ada kolam bening.
    Dia pun kemudian melanjutkan omongannya, "Kalau di rumah, saya cuma bisa ngeliat kubangan kebo..."

    :yareyare:
    Nggak taunya, yang dia umpamakan sebagai "kolam bening" adalah aku, sedangkan yang dia maksudkan

    dengan "kubangan kebo" adalah istrinya. Sadis banget, ya? Biadabnya, rekan-rekan kerjaku yang lain malah tertawa

    terbahak-bahak mendengar joke itu. Aku sendiri tidak mau memberikan respons pada yang bersangkutan.

    Apa yang dia katakan mungkin bertendensi menyanjungku. Tetapi, yang mengenaskan, dia sekaligus pula

    menghina serta merendahkan eksistensi istrinya. Betapa pun hanya secara main-main atau dalam bentuk guyonan.

    Untungnya, di lingkungan kerjaku di proyek tersebut ada boss seperti Pak Imrani, yang bersikap protektif

    pada pekerja perempuan. Kalau bercandanya keterlaluan, atau bahkan mulai menjurus ke bentuk-bentuk pelecehan,
    maka beliau pasti bersikap tegas dan turun tangan secara langsung. Sejauh ini sih, masih cukup terkendali.



    Tadi pagi, ada rekan kerjaku yang belum sempat sarapan di rumah. Karena sang istri membawakan bekal,

    ya udah, rekanku itu pun menikmati dulu sarapannya yang tertunda. Ada rekan kerjaku yang lain menyaksikan hal
    tersebut dan berkomentar, "Wah, enak banget lu, Bro... punya bini yang pinter masak, dimasakin terus..."

    "Daripada gue.. sekalinya bini gue masakin gue nasi goreng... pasti jadinya malah nasi gila..." Ah, mengapa

    pula yang kayak 'gitu mesti dipermasalahkan? Menurut saya, masih bagus-bagus aja lah, kalau istri bisa bikin nasi gila.

    :hot:

    "Yang gue maksudkan dengan 'nasi gila', bukan nasi gila seperti yang lu bayangin. Tetapi nasi goreng yang
    rasanya gila banget... saking nggak enaknya. Keasinan, berminyak, bakal bikin perut gue pusing dan kepala mules..."


    Semua tertawa mendengarnya. Terus terang aja, termasuk aku. Sekaligus juga, mungkin merasa agak iba
    pada si rekan kerjaku itu. Ungkapan tersebut seolah menyiratkan rasa jengkel, hopeless, atau mungkin juga frustrasi
    karena dia memiliki istri yang nggak becus masak. Eh, nggak lama kemudian, yang lain mulai ikut cur-col.


    :pusing:
    "Nggak jauh beda dengan bini gue lah. Cuma bisa gongsreng-gongsreng (bikin tumisan) bakso, sosis, telor
    dicampur sawi atau brokoli.. 'Gitu-'gitu aja terus dari dulu..." Ada lagi yang mengeluh, "Istri gue cuma bisa 'nggoreng
    nugget atau produk olahan lainnya, nggak kayak nyokap gue yang pinter bikin macem-macam masakan."

    Karena aku berada di ruangan itu, ada pula yang bertanya, "Kamu 'gimana, Non? Bisa masak, nggak?!!"


    :keringat:
    Berhubung mereka semua adalah para pria yang udah beristri, maka aku berpikir untuk tak akan memberi
    jawaban yang sebenarnya. Aku terpaksa berbohong, mengatakan bahwa aku, ya sama aja dengan istri-istri mereka,

    sama-sama nggak becus masak. Apa gunanya menyatakan "keistimewaanku" di depan para pria beristri?

    Seperti yang aku ungkapkan sebelumnya, yah begitulah perilaku (sebagian) rekan-rekan kerjaku di proyek.
    Ngomong seenaknya, bahkan sering kali nggak merasa sungkan apabila mesti menceritakan "aib" istri masing-masing.
    Karena aku tak mungkin menghindar dari situasi tersebut, yang bisa kulakukan adalah bersikap low profile.




    Lain halnya kalau di hadapan si Bloody Handsome. Karena dia belum beristri, nggak salah dong, bilamana

    aku menunjukkan (atau bahkan, memamerkan) keterampilanku dalam memasak, sebagaimana yang aku lakukan di
    guest house selama sebulan ini. Perihal takdirku kelak, ya Wallahu A'lam. Yang penting, sudah berusaha.


    :lulus:
    Paling tidak, aku udah menunjukkan bahwa Insya Allah, kalau dia berminat, aku mampu berperan sebagai

    seorang istri yang sanggup memasakkan beraneka hidangan untuk keluarga. Jadi, bukan cuma "sreng-sreng-sreng
    ala kadarnya" aja. Lah, 'gimana andaikata dia lebih suka memilih sosok luwakwati lainnya ketimbang diriku?

    :XD:
    Ya, nggak 'gimana 'gimana. Aku 'kan, nggak sedang di dalam posisi "menodongkan senapan serbu AK-47

    dengan bayonet terhunus di hadapannya". Dengan kata lain, aku tidak dalam posisi memaksanya untuk memilihku.
    Aku udah mulai berpasrah diri... tetapi menolak untuk menjadi seorang fatalis yang menyerah pada nasib.

     
    • Thanks Thanks x 1
  14. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada Sabtu pagi yang lalu, akhirnya, "masa tanggap darurat" terkait musibah banjir yang dialami
    kakak Ratih dan adik-adik Haryanto, dinyatakan "selesai". Setelah Irma dan Diah (dan juga putra-putri mereka)
    bisa kembali lagi ke rumah mereka masing-masing yang telah tuntas diperbaiki serta dibersihkan.

    Sebelum mengantarkan mereka semua pulang, Haryanto (secara sangat serius) menyatakan rasa
    terima kasihnya kepada aku, Ajeng, dan Lintang yang telah bersedia menjadi para sukarelawan juru masak bagi
    adik-adik dan para balita keponakannya. Haryanto pun menegaskan, dia berutang budi pada kami.


    :hihi:
    Dia ngomongnya beneran serius lho. Nggak main-main. Jika suatu saat nanti, aku, Ajeng, ataupun

    Lintang "membutuhkan pertolongannya untuk hal-hal tertentu" (sesuai dengan keahlian dan spesialisasinya),
    maka janganlah sungkan untuk segera menghubunginya. Insya Allah, si Haryanto akan membantu.



    Mereka kemudian berangkat menuju Jatiasih, Bekasi. Sedangkan, Ajeng, Lintang, dan aku bersama
    si Bloody Handsome terpaksa masih harus menginap di guest house hingga Minggu malam. Masih ada hal-hal

    yang mesti dibahas, misalnya, perihal pertanggungjawaban dana tanggap darurat yang dia berikan.

    Berdasarkan catatanku, si Pria Beruang Ganas itu udah dua kali memberikan uang belanja padaku

    untuk semua kebutuhan dalam masa tanggap darurat pascabanjir, wa bil khusus, keperluan makan sehari-hari
    kami selama berada di guest house. "Lah, kenapa kamu menyebut dia, 'si Pria Beruang Ganas'?!"

    :oii::gaswat:
    Memangnya kenapa? Masalah buat lo?! Yang aku katakan memang sesuai dengan fakta. Dia pria.

    Dia beruang, dalam arti, ya banyak duit lah. Dia lagi ganas-ganasnya, dalam konteks, lagi jaga gengsi, tak mau
    menunjukkan sikap romantis padaku. Pria lain berlomba-lomba menggombaliku, eh, dia mah nggak.

    Selama kami semua menginap serta menjalani kegiatan di guest house, dia bersikap bagai seorang

    "drill instructor" atau instruktur militer yang "sok galak" padaku (meski sama sekali nggak abusive, baik secara
    verbal maupun secara fisik). Aku paham, sih. Biar 'gimana juga, kami 'kan sedang "bermusuhan".

    Rasa marahnya padaku, mungkin masih berapi-api, berkobar di dalam dirinya. Atau mungkin juga,

    dia udah nggak semarah dulu lagi, tapi... masih ada percikan rasa jengkel yang belum padam. Maklum aja deh,
    pada dasarnya 'kan, aku bukan perempuan yang mudah "dijinakkan". Dia udah termasuk hebat.

    Dia terbukti sanggup mengubahku. Kadang, bisa juga membuat aku merasa segan. Bahkan, takut
    padanya. Bodohnya aku, "laki-laki yang kualitasnya bagai permata, malah aku perlakukan bagai pecahan kaca".


    :malu2:

    Luckily (according to Bu Fitri), I'm not the only one who has made a very stupid mistake like that.




    Usai sarapan dengan pepes ikan kakap buatanku dan juga tumis cumi tinta hitam buatan Lintang,

    kami berempat mengadakan Rapat Evaluasi dan Pembubaran Panitia. Dalam momen itu, aku, Lintang, beserta
    Ajeng memberikan laporan keuangan, sekaligus menyerahkan sisa anggaran yang nggak terpakai.

    Berhubung dia pernah dua kali memberikan uang belanja kepadaku (Kamis dini hari, 2 Januari dan

    Sabtu malam, 11 Januari... bertemu, menjalani kisah gila cinta ini, naluri berkata, engkaulah milikku.. hueiissh..),
    maka jumlah uang yang tersisa, masih sangat-sangat buaanyak. Bagaimanapun, kami kembalikan.

    :XD:
    Persis seperti yang udah kuperkirakan, dia nggak akan sudi menerima pengembalian uang tersebut.

    Dengan belagu bijak dan adil, dia membagi-bagikan sebagian dari sisa dana tersebut kepada kami

    bertiga. Sebagian lainnya disisihkan untuk Iva, Ratih, Yusi, dan si Ayu (sepupu Lintang) yang biar bagaimanapun,
    'kan pernah juga "ikut bantu-bantu di dapur umum" selama pemberlakuan masa tanggap darurat.




    Secara formal, elegan, dan tanpa sedikit pun menunjukkan gesture bercanda, Pria Beruang Ganas

    itu menyatakan terima kasih yang tulus atas rasa kesetiakawanan yang aku, Ajeng, dan Lintang tunjukkan pada
    masa tanggap darurat selama sebulan ini di guest house. Meminta maaf karena merepotkan kami.

    :keringat:
    Untung aja deh, dia cuma minta maaf secara elegan, nggak pake acara sungkem di dengkul kami.


    Lintang merespons balik, dengan 'gantian berterima kasih, karena selama sebulan berada di guest

    house, tidak ubahnya seperti sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan yang sangat-sangat berharga. Dia bisa
    berlatih berperan sebagai "ibu rumah tangga yang memasakkan hidangan untuk banyak orang".

    :malu1:
    Lah, tadinya aku udah mau bikin statement yang persis seperti itu. Karena udah keduluan Lintang,

    ya udah, mau nggak mau, terpaksalah aku mengganti diksi. Supaya "lebih nendang", aku mengatakan kalimat
    dalam bahasa Inggris padanya, "It's no big deal. I only did what I thought a good wife would do."

    Secara substansial, kalimatku tersebut sebetulnya nggak jauh berbeda dengan pernyataan Lintang.

    Yang pasti sih, lebih straight to the point. Ibaratnya langsung menghunjam ke ulu hati si Pria Beruang Ganas itu.

    :lempar:
    Jabaang bayiik... dia malah langsung pura-pura menerima telepon dari orang lain. Sok pake adegan

    manggut-manggut segala lagi. Yah, em-ji-el, deh... alias, mau 'gimana lagi? Aku mencoba menghibur diri bahwa
    sekurang-kurangnya, pernyataanku tersebut tidak dia respons secara sengak ataupun secara sinis.



    :makasih-g:
    Giliran si Ajeng yang angkat bicara. Tanpa basa-basi, dia "memohon" supaya si Bloody Handsome

    sudilah kiranya memfasilitasi kami semua (dan teman-teman yang lain), dengan menyediakan tempat berkumpul
    yang bisa digunakan untuk "weekend yang lebih berbobot". "Boleh nggak, nginep di rumah kamu?"


    "Weekend yang lebih berbobot" itu maksudnya, akhir pekan yang nggak sekadar kumpul-kumpul,

    tidak cuma "makan-makan masakan yang udah jadi" sambil ngobrol ngalor ngidul, lalu selfa selfie. Rupa-rupanya,
    Ajeng merasa sangat terkesan menjalani aktivitas di guest house selama sebulan penuh kemarin.

    Mau makan, ya kita mesti masak dulu bareng-bareng. Tiap hari berkeringat di lapangan multifungsi.
    Bisa main basket, voli, atau sekadar bersepeda mengelilingi lapangan. Untuk bersepeda, bisa dilakukan kapan aja,
    bahkan pada tengah malam (ketika belum bisa tidur) atau dini hari sekali pun. Asyik banget, 'kan?


    Kami bisa menyaksikan film di aula mini yang lapang dan berlayar lebar. Bisa pula ber-jam session.




    Ajeng melanjutkan, "Semua aktivitas itu 'kan, sebenarnya bisa juga kita lakukan di rumah Stevie...

    Bukan lagi sekadar wacana, malah sebagian di antaranya udah sering dilakukan di sana. Sayangnya, tidak optimal
    karena nggak pake nginep. Sehingga keceriaannya pun cuma bisa terasa sepotong-sepotong aja."


    Apa yang dikatakan Ajeng, sebenarnya sih, terasa manusiawi. Pada kenyataannya, di antara kami
    semua, cuma si Bloody Handsome itulah yang punya rumah luas dengan aneka fasilitas yang bisa kami gunakan.


    Di belakang rumahnya, ada lapangan pribadi. Nggak seluas lapangan di samping guest house, tapi

    masih sangat lumayan jika kita gunakan untuk bermain voli, basket, badminton, ataupun sekadar diputari sembari
    naik sepeda. Siapa pun yang berkunjung ke rumahnya, hampir pasti tergoda berolahraga di situ.

    Lalu perihal dapur. Sama halnya dengan di kediaman Mbak Suci dan suaminya, di rumah si Bloody

    Handsome juga ada dapur modern + dapur semi outdoor yang bisa dipakai untuk memasak dengan kayu bakar.
    Mirip pawon rumah-rumah di pedesaan. Terus terang ya, memasak di situ sangat menyenangkan.

    Di samping rumahnya ada pula paviliun dua lantai, yang rooftop-nya bisa digunakan untuk tempat

    berbincang-bincang ngalor ngidul sampai bosan. Enggak tau kenapa, paviliunnya sendiri masih dia biarkan kosong.

    Nah, Ajeng melontarkan ide, "Kalau dibolehin nginep di rumah kamu... nggak apa-apa deh, jika kita

    semua yang cewek-cewek diinapkan di paviliun dua lantai itu, nanti kita bisa patungan beli kasur lipat." Sayangnya,
    aku merasa kurang begitu sependapat dengan usulan si Ajeng tersebut. Menginap di rumahnya?!!


    Ajeng mencoba membela diri, "Tapi 'kan kita tidurnya terpisah, nggak bercampur, nggak serumah.

    Yang cowok tidur di bangunan utama, kita tidur di paviliun yang terpisah dengan bangunan utama." Ya, tetap aja,
    biarpun tidurnya terpisah, judul acaranya 'kan masih "Menginap di Rumah Stevie". Nggak usahlah.


    :yareyare:
    Udah pastilah akan muncul "omongan yang nggak enak dari sana sini" jikalau hal itu sampai terjadi.


    It is all right to visit his house a couple times a month. I think it is still considered "normative". But I
    somewhat disagree with her idea of staying over at his house. I am conservative when it comes to social norms,

    because I was raised under such conservative parenting ways. #BandelSihBandelTapiBukanNakal



    Lintang kemudian berkomentar, "Dulu, sewaktu menjelang pernikahan kakak kembar si Stevie, 'kan

    di halaman samping rumah orang tuanya (yang kebetulan juga bersebelahan dengan rumah si Bloody Handsome)
    pernah dipasang dua tenda gede untuk penginapan kerabat yang nggak kebagian kamar kosong.."

    Yang Lintang maksudkan dengan "tenda gede" tersebut adalah "tenda pleton" yang sering dipakai
    tentara. Sering pula digunakan sebagai tenda posko atau tenda pengungsian. Saat pernikahan kakak kembarnya,
    si Bloody Handsome memasang dua tenda pleton, dilengkapi folding bed untuk para kerabatnya itu.

    Karena pada peristiwa itu, sanak saudara mereka yang datang memang banyak banget jumlahnya.



    :onegai:
    Ajeng seolah mendapat amunisi baru dan dia pun merevisi gagasannya. "Nah, kalau nginep-nya di

    tenda pleton yang didirikan di samping rumahnya, berarti judul kegiatannya bukan lagi 'Menginap di Rumah Stevie'.
    'Kan, udah berada di area terpisah dari seluruh area rumahnya? Nggak melanggar norma, dong..."


    "Berkegiatannya di rumah Stevie. Pas udah mau bobo, ya kita ke tenda pleton di rumah ortu-nya."

    Kalau konsepnya seperti itu, aku cenderung tidak merasa keberatan. Lintang pun demikian. Menarik
    juga, membayangkan menginap dalam tenda pleton a la tentara. Si Bloody Handsome nggak pula menunjukkan
    reaksi menentang. Namun, perlu didiskusikan dulu lebih lanjut dengan teman-teman kami yang lain.



    Terhitung sejak hari Senin kemarin, kami semua udah tidak lagi menginap di guest house. Kembali

    ke kediaman masing-masing. Nggak salah sih, jikalau Ajeng seolah nggak mau kehilangan suasana selama kami
    menginap di sana. Semoga akan segera ada pengalaman baru yang tidak kalah serunya bagi kami.



     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Feb 4, 2020
  15. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Ada hikmah tersembunyi lain yang aku dapatkan setelah menjadi "juru masak sukarelawan"
    selama masa tanggap darurat banjir Bekasi dalam sebulan kemarin. Alhamdulillah ya... ternyata, Mbak Ve
    merasa takjub dan juga terkesan melihat kemampuanku memasak berbagai jenis hidangan.

    Kalau perihal Lintang yang pinter masak, Mbak Ve udah sejak lama mengetahuinya. Tetapi,

    terkait denganku, ya baru tau sewaktu di guest house itulah. She's definitely surprised I'm such a good cook.
    (Mbak Ve sendiri yang bilang. Bukan pernyataan nggak berdasar atau klaim sepihak dariku!)


    Imbasnya, aku pun seakan-akan "menjadi lebih diterima" untuk bisa masuk ke dalam lingkar
    pergaulan di keluarga mereka. What I was doing as a cook left a deep impression on her. Mbak Ve realized
    that I'm not "a spoiled woman who wouldn't know how to take care of her husband/family".

    :aghh:
    :hoho:

    "Ah, memangnya perihal becus atau tidaknya mengurus rumah tangga itu cuma akan dilihat
    berdasarkan parameter kemahiran memasak aja?!! Nggak usah belagu!!" Ya, memang nggak semata-mata
    dilihat dari hal itu. Tapi 'kan ada adagium "the way to a man's heart is through his stomach".

    "Yang kayak 'gitu mah, klise..." It might sound cliché but it's a cliché that would last forever.




    Karena aku bisa dibilang udah mulai lebih bisa diterima secara personal di lingkaran pergaulan

    Mbak Ve beserta saudari-saudari sepupu si Bloody Handsome lainnya, maka aku pun mendapatkan sejumlah
    kisah menarik dan juga sejumlah fakta baru yang mencengangkan terkait Makhluk Tersebut.

    Nggak tau kenapa ya, agak aneh rasanya, selama dua hari berturut-turut, aku bisa bertemu
    dengannya. Sayangnya, sikapnya masih belum berubah. Berhubung kini, dia lagi nggak bertugas di lapangan,

    ya udah, terpaksa deh, dia mesti membabat habis facial hair yang membelukar di wajahnya.

    :onegai:
    Dengan demikian, permukaan kedua pipinya pun saat ini jadi terlihat bagaikan cheese grater.




    Satu kisah yang belum pernah aku ketahui terkait si Pria Berpipi Parutan Keju itu adalah kisah

    masa lalu, ketika (berdasarkan cerita Mbak Ve) dia beserta para sepupunya akan makan-makan di sebuah
    resto, di suatu kota. Saat itu, mereka semua bertujuh belas orang, termasuk juga Mbak Ve.

    Yang tiba duluan di resto tersebut adalah dia, Mbak Ve, dan Cheryl (sepupu mereka, yang
    baru aku kenal sepintas lalu). Pas lagi berkoordinasi memesan makanan untuk rombongan mereka, tiba-tiba,
    terjadi suatu insiden yang memuakkan. Ada seorang ibu dan seorang anak perempuannya.

    Rupanya, si anak itu termasuk anak berkebutuhan khusus. Yang bersangkutan Tuli. Jangan

    dikatakan sebagai "tunarungu", ya. Di Indonesia, kita justru lebih disarankan untuk menyebut mereka yang
    berkomunikasi memakai bahasa isyarat sebagai "Tuli" alih-alih disebut sebagai "tunarungu".

    Terus terang, aku juga baru tau hal itu setelah dijelaskan oleh kakakku yang seorang dokter.



    Kembali lagi ke kisah di atas. Si anak perempuan Tuli tersebut berkomunikasi dengan ibunya

    menggunakan bahasa isyarat, ketika mereka berdua berjalan meninggalkan resto itu. Nggak lama setelah
    mereka berlalu, eh, pelayan resto dan juru masaknya membuat candaan yang kurang ajar.

    Oknum-oknum biadab itu mulai meniru-nirukan cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat
    seperti yang dilakukan si anak perempuan tadi. Sambil ketawa-ketawa pula. Jelaslah, tingkah laku mereka itu
    bukan hal yang pantas. Terlebih, dilakukan di resto yang notabene termasuk tempat umum.

    Motif mereka udah bukan sekadar bercanda, tapi jelas-jelas menertawakan si anak tersebut.

    :yareyare:
    Yang mengenaskan, meski ulah mereka juga dilihat oleh pengunjung lain, tidak ada satu pun

    merasa terpanggil untuk menegur oknum-oknum yang berperilaku kurang ajar itu. Entah, ikut "sakit" semua,
    menganggap candaan seperti itu adalah wajar, ataukah memang tak ada yang punya nyali.


    Secara tak terduga, si Bloody Handsome yang berani turun tangan melabrak oknum-oknum

    biadab tersebut. Situasinya sempat memanas juga, tetapi untunglah, Mbak Ve dan Cheryl ikut mem-backup
    si Bloody Handsome. Nggak berapa lama, manager resto tersebut datang dan minta maaf.

    Karena udah nggak berselera makan di situ, akhirnya, mereka bertiga meninggalkan tempat

    tersebut. Untung aja, belum sempat pesan makanan. Untungnya pula, empat belas orang sepupu mereka
    yang belakangan diceritakan ihwal insiden itu, mendukung penuh sikap si Bloody Handsome.



    Mungkin aja sebagian dari kalian mengira, si Bloody Handsome bersikap demikian disebabkan

    oleh perasaan solidaritas, karena ada sanak saudara atau kerabatnya yang berkebutuhan khusus. Tetapi,
    Mbak Ve menyatakan nggak ada satu pun penyandang disabilitas di keluarga besar mereka.

    "Apa yang dilakukan Stevie itu adalah tindakan spontan, karena dia nggak suka menyaksikan
    orang-orang di resto tersebut yang bercanda di luar batas." Walaupun, secara jujur ya, Mbak Ve sempat
    juga merasa gemetaran... karena oknum-oknum yang dilabrak itu menunjukkan perlawanan.

    Kalau si Bloody Handsome itu mah, nggak ada takutnya. Pada akhirnya, memang dia yang

    "menang" karena manager resto tersebut sampai mohon maaf atas tingkah biadab dari para pegawainya.

    "Kasihan 'kan mereka, bisa-bisa malah dipecat... kok nggak mikir, mati'in rezeki orang lain."

    Nggak tuh, buktinya sampai bulan lalu, saat Mbak Ve iseng ke resto itu, dua oknum tersebut
    masih dipekerjakan di situ. Namun, paling tidak, si Bloody Handsome, Mbak Ve, dan Cheryl udah berani

    bersikap secara lugas dan tegas pada para oknum di resto itu yang bercanda di luar batas.



    Kemarin malam, aku berbincang dengannya, terkait pembelian sejumlah folding bed untuk

    dipakai di dalam tenda pleton, jika pada suatu ketika nanti, kami yang cewek-cewek jadi menginap di areal
    halaman samping rumah orangtuanya. Awalnya, interaksi kami berjalan normal-normal aja.



    :oii::malu1:
    Eh, aku kok ya, malah "cari masalah" dengan bikin candaan asosiatif terkait folding bed itu.

    Maklum deh, terbawa suasana. Suaranya... dan juga gesture-nya... membuatku terbuai sedemikian rupa.
    Dia menilai candaanku "a little bit seductive" dan akhirnya, kembali menjaga jarak denganku.



    Sometimes I unwittingly sabotage my own efforts and undermine my chances of achieving something big.


     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Feb 11, 2020
  16. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada hari Minggu siang yang lalu, Ajeng, Lintang, Elise, aku, beserta si Pria Berpipi Parutan Keju itu
    datang ke rumah Ratih. Kami berkonvoi dengan menaiki truk tiga mobil. Kedatangan kami bermaksud untuk
    mendiskusikan pembelian beberapa folding bed (dan juga tenda pleton cadangan) yang diperlukan.

    :hihi:
    Selama ini, Ratih 'kan berstatus sebagai benda haram... heiiyyahh, salah... maksudku, bendahara
    yang memegang uang kas komunitas kami. Eh, tapi mungkin bisa juga sih, jikalau Ratih diibaratkan sebagai
    "benda hidup yang haram" khususnya bagi si Bloody Handsome. Bukan dalam konotasi menghina.

    Si Bloody Handsome adalah seorang pria straight. Sedangkan, si Ratih adalah perempuan straight.

    Di antara mereka, bisa aja, muncul gairah secara tiba-tiba. Padahal, mereka bukanlah berstatus suami-istri.
    Maka dengan sendirinya, si Ratih pun ibarat "benda haram" bagi dirinya. Nggak boleh diapa-apa'in.

    Ya, kalau 'gitu, nggak cuma Ratih aja. Termasuk aku dan semua perempuan yang bukan istrinya.




    Surprisingly, when we arrived at Ratih's house, she was involved in an altercation with her little sister,
    Dian. We were all just stunned... and almost laughing at how "ferocious" Ratih was. However, we insisted

    that we shouldn't get involved in their squabble. (As long as that sibling squabble didn't turn violent.)

    Pangkal permasalahan mereka berdua itu disebabkan ulah Neng Dian yang iseng banget melakukan
    tantangan "membuang kertas koran di pipa saluran kamar mandi", kemudian digelontorkan dengan guyuran

    bergayung-gayung air dengan cepat sehingga akan terdengarlah suara glog... gleg... glog... gleg...

    :yareyare:
    Aku sendiri nggak habis pikir dengan ide aneh yang nggak karuan seperti itu. Apa sih manfaatnya?


    Ya udah, konsekuensinya, pipa saluran kamar mandi di lantai II rumah Ratih tersebut pun menjadi
    tersumbat dan airnya sama sekali nggak bisa mengalir. Lantai kamar mandi tergenang. Berhubung si Ratih

    bukan "Anak Teknik", ya wajar aja, bila dia jadi terlihat panik banget menghadapi situasi tersebut.

    :nangis:

    "Hadeuh... kalau udah mampet parah kayak 'gini 'kan... bisa-bisa, pipanya juga mesti dibongkar."

    :hoho:
    Ekspresi kekalutan yang ditunjukkannya, udah kayak bini yang nggak dikelonin lakinya selama berbulan-bulan.



    Aku tau apa aja solusinya. Karena benda yang menyumbat pipa saluran kamar mandi itu "hanya"

    gumpalan kertas koran, maka pipanya nggak perlu dibongkar. Bisa dibersihkan dengan electric drain cleaner
    yang portable. Di proyek tempat kerjaku, ada sih alatnya, tetapi... aku mesti ngambil dulu ke sana.

    Cara lainnya adalah bisa dengan menggunakan sodium hydroxide, atau kalau di Indonesia, dikenal
    dengan nama "natrium hidroksida". Rumus kimianya sih sebetulnya sama, NaOH. Tinggal kita masukkan aja
    ke dalam pipa saluran kamar mandi, campur sedikit air, gumpalan kertasnya pun akan hancur deh.

    :oii::malu1:
    Sayang disayang... si Bloody Handsome Tersayang... heiiiisshh... menolak keras metode tersebut.


    Yah masuk akal juga, karena kamar mandi di lantai II itu berdempetan dengan ruang tidur. Uap dari sodium

    hydroxide sangat berbahaya bagi penapasan. Belum lagi, berbahaya juga jika kulit sampai terkena.

    Akhirnya, "si Pria Pengembara yang Tidak Kenal Letih Mencari Tempat untuk Melabuhkan Hatinya"

    itu pun meminta selang air kepada Ratih. Lah, kok malah minta selang air? Tapi aku penasaran, kepingin tau,
    seperti apa sih, solusi yang dia hadirkan? Ratih pun bergegas mengambil selang di halaman depan.

    :XD:
    Rupa-rupanya, selang yang dibawa Ratih itu terlalu pendek dan lembek pula. Tak akan bisa dipakai

    untuk menyodok-nyodok pipa saluran kamar mandi tersebut. Ya udah, si Bloody Handsome turun tangan
    langsung, dia sendiri yang membeli selang air berserat tebal di toko material, di dekat rumah Ratih.



    Terus terang, aku mempertanyakan efektivitas metode sodok-menyodok yang akan dia terapkan.


    Kayaknya, nggak mungkin bisa deh, menyodok gumpalan kertas koran yang menyumbat pipa saluran kamar
    mandi itu. Tapi dia itu kok ya, kelihatan yakin banget bahwa metodenya, Insya Allah, akan berhasil.


    Ternyata, yang dia lakukan adalah berusaha mengurangi volume kertas koran yang "bersarang"
    di dalam pipa saluran kamar mandi tersebut. Tiap kali dia menyodok-nyodok lubang pipa itu dengan kencang,
    maka sedikit demi sedikit, ada serpihan kertas koran (yang telah hancur), ikut terangkat kembali.


    Keluar dari ujung selang, bagaikan sedang menguras sesuatu. Dia tuangkan air hingga memenuhi

    lubang pipa, disodok-sodok secara pelan hingga kencang, kemudian airnya pun kembali terangkat bercampur
    dengan serpihan kertas koran, lalu ditampung di ember kosong. Prosedur itu dia ulangi berkali-kali.


    :onegai:
    Dia melakukannya tanpa jeda selama hampir 30 menit. Wuah, hebat banget ya, daya tahannya?!


    Sampai bersimbah keringat. Otot lengan dan urat-urat di tangannya jadi terlihat semua. Eh, kok ya,
    si Ajeng malah cari-cari perkara. Niatnya menyemangati, tetapi dengan ungkapan-ungkapan yang multitafsir.
    Supaya nggak memecah konsentrasi, ya udah, terpaksa Ratih harus mengusir si Cewek Bangor itu.

    :facepalm:
    Gebleknya, setelah itu, Ratih malah ikut-ikutan menyemangati dengan yel-yel yang "jauh lebih gila".

    Dari lubuk hati, ingin sekali dia kusakiti, tapi... jangan-jangan, 'ntar malah masuk infotainment berita kriminal.



    Nggak disangka, metode si Pria Tukang Tebar Pesona kepada Kaum Hawa itu beneran berhasil lho.

    :yahoo:
    Setelah volume kertas koran yang "bersarang" di dalam pipa saluran kamar mandi tersebut mulai berkurang,

    Alhamdulillah, pipanya pun kemudian bisa digelontori air secara lancar, udah nggak tersumbat lagi.



    Tadi, aku iseng mengintip akun IG milik Dian. User name-nya, tiba-tiba udah diganti menjadi aneh,

    di-private pula. Berhubung aku diizinkan menjadi follower-nya, aku masih bisa melihat semua postingannya.

    Si Dian mengunggah foto si Pria Berpipi Parutan Keju tersebut dengan tambahan kalimat normatif.

    Fotonya wajar-wajar aja, meski berdua dengan Dian, sama sekali nggak menyiratkan kemesraan apa pun.

    :garing:
    Cemburu mah enggak, udah selesai masanya bagiku untuk merasa cemburu. Tapi, ada beberapa

    komentar untuk Dian (dari followers-nya) yang bikin aku agak 'gimana 'gitu. "Pinter banget kamu nyarinya."

     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Feb 19, 2020
  17. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    :makasih-g:
    What I particularly appreciate about his cousins/big family is they have never interfered in any of

    my personal matters. Well, although they might actually know what has really happened between the two of us
    (me and that handsome bloke), they always try not to involve themselves in this difficult situation.


    Instead of meddling in our "bloody complicated love situation", they always treat me with kindness.


    If I allow myself to be honest, yes, I am quite envious of them. The sincerely strong bond among

    them is a genuine bond of trust. Without strings attached. Without conditions. No pretensions. No forced smile.
    I myself have many cousins, but somehow, I don't often feel emotionally attached to most of them.


    :onsen:
    Bu Fitri once said, "Ibarat kata nih ya, para supporting characters-nya udah berada di lokasi syuting,

    dan dengan senang hati, siap bekerja sama dalam 'film kehidupanmu'. Eh, Stevie, si main character-nya, malah
    masih aja merenungkan dan mempertimbangkan, sebaiknya dia mesti 'bermain di film yang mana'?"



    By the way, I just bought The Head Cat LP. I've never been such a die-hard fan of that band, but

    I have to admit that I am fascinated by some of their tracks. This song reminds me of "a memorable moment",
    when that handsome bloke was so furious, and almost punched a man who tried to flirt with me.



    :malu1::oii::voodoo:
    At that time, he was still reckless, and he didn't care about the consequences of his heroic actions.




    *Tautan YouTube-nya telah diperbarui.
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Jan 5, 2023
  18. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Pada hari Minggu kemarin dulu, sebetulnya ya, aku dan Ratih sama sekali nggak janjian untuk datang ke
    rumah si Bloody Handsome (yang kini bertambah lagi statusnya menjadi "Sang Juragan Tanah Baru di Pulau Seberang").

    Niat utamaku sih, justru sebenarnya adalah ke rumah Mbak Suci untuk melakukan barter piringan hitam.


    Kalaupun aku datang ke rumah si "Kakak Ketemu Gede-ku", ya sekadar singgah aja lah. Rumah dia 'kan, hanya berjarak

    beberapa puluh meter dari rumah Mbak Suci dan suaminya. Itu pun kalau aku diperbolehkannya mampir.

    :apa:
    Eh, ketika aku melewati depan rumahnya, wah... kok ada mobil Ratih di situ? Ya udah, mau nggak mau,

    membuatku berinisiatif untuk langsung melakukan "penggerebekan". Ternyata, bukan cuma Ratih yang bertamu di rumah
    si Bloody Handsome. Ada pula Dian (adik Ratih) dan Silvi. Kehadiranku itu tentulah mengejutkan mereka.


    Nggak kok... si Ratih, Dian, dan Silvi sama sekali nggak sedang terlibat di dalam perbuatan tak senonoh

    dengan si Bloody Handsome. Keberadaan mereka di sana itu hanya karena mereka ingin melakukan test ride motor retro.

    Berhubung "Sang Juragan Tanah Baru" itu memiliki koleksi sejumlah motor retro, maka dia pun bersedia

    memfasilitasi mereka bertiga. Ya, karena aku udah telanjur ada di situ, tentu aku ikut juga dong. Enak aja, masa' mereka
    semua dienakin, eh, aku malah cuma diposisikan sebagai penonton?! Nggak adil banget kalau seperti itu.


    Entah kenapa, sikap dia padaku kemarin dulu itu, "relatif jauh lebih bersahabat". Nggak seperti biasanya.

    :onegai:
    Dia membebaskanku menungganginya... heiissh.. maksudku, membebaskanku untuk memilih motor mana pun yang ingin
    aku naiki dan kendarai. Nggak pake lama, aku bergegas memilih motor Triumph Street Scrambler 900.




    Untuk Ratih, motor Yamaha XSR 155. Untuk Dian, Royal Enfield Rumbler 500. Sedangkan, Silvi kebagian

    Cleveland Ace Scrambler. "Sang Juragan" sendiri akan mengendarai Triumph Bonneville T100. Untuk kelengkapan dalam
    test ride, Ratih, Dian, dan Silvi udah melengkapi diri dengan helm masing-masing beserta aksesori lainnya.

    Hanya aku yang nggak punya persiapan sama sekali. Ya iyalah, 'kan aku benar-benar nggak tau perihal

    rencana test ride mereka tersebut. Cuma SIM C aja yang selalu tersedia di dalam dompetku. Tapi, syukur Alhamdulillah,
    si "Kakak Ketemu Gede-ku" berbaik hati memberikan helm AGV + sepasang motorcycle gloves untukku.

    Lalu, jaketnya? Tadinya, aku udah sangat percaya diri meski nggak pake apa-apa. Heiiiyyah, maksudku,

    tanpa perlu memakai jaket kulit pun, aku sanggup melaju, takkan merasa terganggu dengan desau angin yang menderu.
    Bagaimanapun, dia nggak tega membiarkan diriku menungganginya menunggangi motornya tanpa jaket.

    Ya udah, dia pinjamkan jaket kulit REV'IT!-nya padaku. Belum bersatu dengan tubuhnya, tetapi bersatu

    dulu dengan jaketnya. Walau aroma tubuhku di jaket itu pada akhirnya juga akan menghilang begitu jaket tersebut dicuci.

    :yareyare:
    Lah, iya kalau dicuci. 'Gimana jika dibakar? Ah, masak iya dia tega membakar jaket kulit REV'IT!-nya itu?


    :mesyum:
    Nggak berapa lama kemudian, dia mengajukan suatu pertanyaan yang nggak penting, "Are you sure you wanna do this?"

    Beneran, aku tau cara bawa motor Triumph? Mahir menyetir mobil, belum tentu akan mahir bawa motor.


    :facepalm:
    Eh, pertanyaan dia (yang sebetulnya biasa aja itu) malah bikin Silvi cekikikan tiada henti. "Kamu itu kayak

    lagi mau ngelaku'in sesuatu yang enggak-enggak pada Renata..." Komentar Silvi juga bikin Ratih dan Dian ikutan tertawa.



    Setelah semuanya siap, test ride motor retro pun dimulai. Mula-mula, kami hanya mengitari jalan-jalan di

    sekitar kompleks rumahnya. Selanjutnya, dia berkoordinasi dengan Edam and his crew (anak-anak motor yang lain) untuk
    membantu melakukan pengawalan dari berbagai kemungkinan gangguan selama kami berkendara di jalan.

    :yahoo:
    Alhamdulillah, segala sesuatunya berjalan tanpa kendala apa pun. Kami (dan yang cewek-cewek) mampu

    melajukan motor-motor retro masing-masing dengan lancar, tanpa sedikit pun diwarnai insiden terjatuh atau terserempet.

    As the experienced riders, Edam and his crew were in the lead and running sweep. Thanks to all of them,

    nobody dared mess with any of us. Sempat ada sedikit kepanikan sewaktu kami menyadari bahwa Silvi terpisah sejenak
    dari rombongan karena tiba-tiba menerima telepon. Mestinya, ngasih kode dulu pada salah satu dari kami.

    Jadi, kalaupun Silvi terpaksa berhenti dan menepi, akan ada yang menemani. Untungnya sih, hal tersebut

    tak sampai merusak suasana test ride yang kami lakukan. Cukup jauh juga jarak tempuh dalam test ride hari Minggu itu.
    Mampir sejenak di rumah Mbak Ve untuk makan dan shalat Dzuhur (kecuali bagi yang sedang libur shalat).



    :mandi:
    Sekitar pukul setengah empat sore, kami pun tiba kembali di rumah si Bloody Handsome dengan selamat.

    Leyeh-leyeh sebentar, numpang mandi (mandi sendiri-sendiri!), dan shalat Ashar, bagi yang tak mendapat tamu bulanan.

    Aku pingin ke rumah Mbah Suci, eh, ternyata si Mbak dan suaminya berikut si kembar sedang bepergian.
    Hanya ada Mama dan Papa Mertuanya. Terpaksalah, proses barter piringan hitam pun dibatalkan. Si Bloody Handsome
    melihat-lihat piringan hitam apa aja yang semula akan aku barter dengan koleksi piringan hitam Mbak Suci.

    Yang masih disegel: Diana Krall - Doing All Right, Supergrass - The Strange Ones, Karen Souza - Hotel

    Souza. Sedangkan yang udah nggak disegel tapi layak putar/bersih dari scratch: Bossanova Indonesia Vol 2 dan Di Sisimu
    dari Tante Rafika Duri, cetakan asli dekade 1980-an. Bahkan, kedua piringan hitam itu "tidak untuk dijual"!


    Hanya khusus untuk keperluan siaran di sejumlah radio pada tahun-tahun 1980-an tersebut. Aku kepingin

    membarternya karena punya dobel dan Mbak Suci pun udah menyatakan minatnya pada kedua piringan hitam itu. Karena
    aku udah kadung terikat perjanjian dengan Mbak Suci, maka si Bloody Handsome tidak mau mencampuri.



    Tidak cuma motor retro, dalam hal selera musik, si "Kakak Ketemu Gede-ku" itu pun cenderung menyukai
    rekaman-rekaman lawas yang mungkin telah terlupakan. Dari sekian banyak gadis yang pernah hadir dalam kehidupannya,
    mungkin hanya aku yang punya kesamaan selera dengannya. Kami menyukai musik tahun '60-an-'90-an.


    Ketika perempuan-perempuan lain mengonsumsi rekaman musik masa kini, aku justru lebih suka berburu

    rekaman musik masa silam. Sebisa mungkin, berusaha mendapatkannya dalam format piringan hitam. Bagi perempuan
    yang "hidup di alam kekinian", hal itu mungkin aja terasa aneh. Tapi diam-diam, dia suka dengan seleraku.

    :malu1:
    Boleh jadi, karena itulah, sebelum aku pulang ke rumah, dia menghibahkan sebuah album piringan hitam

    untukku. Album lawas Koes Plus - Selalu di Hatiku, rilisan asli circa 1975-1976. Meski cover albumnya adalah cover hasil
    reproduksi, kondisi piringan hitamnya masih sangat mulus-lus-lus banget, semulus diriku... heiiiyyyaah...

    Ada dua lagu di sisi B yang menarik bagiku, yaitu lagu "Cincin Permata" (sering ditayangkan di TVRI, saat

    masih zaman siaran hitam putih pada dekade 1970-an) dan juga lagu "Bagai Mimpi". Tapi anehnya, kedua lagu tersebut,
    rasanya kok nggak ada versi yang dinyanyikan ulang oleh Koes Plus, ya? Padahal, lagunya enak bangets.



    Setahuku, Koes Plus udah sering kali menyanyikan serta merekam ulang lagu-lagu mereka yang populer.

    Bahkan, beberapa lagu sampai ada beragam versi dengan aransemen atau lirik yang berbeda. Terkecuali, dua lagu itu.

     
    • Thanks Thanks x 1
  19. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2






    Sampai pada akhir tahun lalu, koleksi motor retro milik si "Kakak Ketemu Gede-ku" itu baru mencapai 9 unit.


    :suram:
    Kalau saya mah, nggak punya/belum punya 1 unit pun. Eh, kata Bu Fitri, ternyata pada tahun ini, udah nambah 2 lagi,

    Triumph Bonneville T100 dan Ducati Scrambler Sixty2. Lah, hari Minggu kemarin, Ducati-nya ada di mana?

    Dia beralasan, sengaja diumpetin, karena Ratih sering iseng banget melesetin nama Ducati Scrambler Sixty2

    menjadi "titik-titik Sixty Nine". Dikhawatirkan, jika si Ratih melihat motor itu, pasti akan napsu banget untuk menaikinya.
    Kalau test ride-nya diawali dengan jokes yang nggak karuan, 'ntar jangan-jangan, malah jadi kenapa-kenapa.



    :piso:
    Sebetulnya, ada sedikit kecurigaanku ihwal pembelian motor tersebut. Karena yang udah-udah, berdasarkan

    pengalaman orang lain, biasanya sih, banyak pria yang membelikan motor Ducati untuk sang perempuan tercintanya.



    Entahlah, Ducati cenderung dianggap cocok untuk ditunggangi oleh kaum Hawa (yang tidak klemar-klemer).

    Nah, berdasarkan fakta bahwa Ducati Scrambler Sixty2 kepunyaannya itu memang sengaja disembunyikan,

    bisa jadi, kecurigaanku itu sangat beralasan. Motor retro tersebut akan dia persembahkan untuk perempuan pilihannya.



    :malu1:
    Ya udah deh, kalau 'gitu, kelak, biar aku aja lah yang menunggangi si Ducati Scrambler Sixty2 itu ya, Nyong?

    Supaya lagu "Ride with Me" favoritmu itu nggak terus-terusan sekadar nyanyian abstrak yang tak jelas juntrungannya.
    Apa jadinya coba, jika kamu nantinya sampai beristrikan perempuan lain yang justru "mengekang sisi liarmu"?



    :kuning::hihi:
    "Idiihh... memangnya, udah pasti kamu yang bakal dia pilih menjadi pendamping hidupnya?!" Heh, namanya

    juga "tetap memelihara harapan sebelum segala sesuatunya menjadi fakta yang tak bisa diubah". Nggak salah dong!

     
    • Thanks Thanks x 1
  20. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2
    Hari ini (dan besok), aku mendapat jatah libur. Beneran libur ya, bukan bekerja dari rumah.

    Ketika yang lain bisa berdiam diri di rumah, ataupun melakukan aktivitas kantor di rumah,

    lain halnya denganku. Hingga kini, proyek tempat kerjaku belum memberlakukan kebijakan seperti itu.

    :suram:
    Ya, mau 'gimana lagi, namanya juga pekerja konstruksi, bukan pekerja di belakang meja.


    Bukan soal "sok menantang maut" atau apalah itu, melainkan karena memang ada target
    yang telah ditentukan. Terpaksalah masih harus masuk bekerja seperti biasa, tentu sambil mencermati
    situasi. Berusaha menjaga jarak, selalu melengkapi diri dengan hand sanitizer dan masker.


    Dalam kondisi-kondisi tertentu, kadang, aku harus memakai kacamata dan sarung tangan.

    Betapa pun mulai ada orang yang bilang, pemakaian sarung tangan justru akan sangat kontraproduktif.



    Aku masih berani (memberanikan diri) pergi ke proyek karena aku tak harus menumpang

    transportasi massal atau ojek online. Selama ini, ya nyetir sendiri. Jaraknya pun tak tanggung-tanggung.
    Dari rumahku ke proyek sekitar 45 km. Jadi, tiap hari kerja, aku mesti pergi pulang 90 km.

    Untungnya, selalu bisa ngebut lewat tol sehingga aku pun nggak perlu menginap di mess.


    :hot:
    Yang menjengkelkan, ada aja orang yang seolah nggak mau tau. Dengan semena-mena,
    menghakimi secara gegabah. Saat mereka melihat orang-orang lain masih aja berkegiatan di luar rumah,
    eh, langsung aja digeneralisasi, dianggap "tak punya kepekaan dalam menyikapi wabah".


    Padahal, banyak orang yang terpaksa nggak mungkin berdiam diri di rumah karena mesti

    mencari nafkah. Apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini, kondisi perekonomian juga makin nggak karuan.

    Sebelum terjadi wabah, banyak 'kan, orang yang bekerja, berpenghasilan, mendapat gaji

    bulanan, tapi merasakan beban hidup yang makin berat. Sering banget kita mendengarkan keluhan dari
    orang-orang, "Gaji cuma numpang lewat." Ya, 'gimana lagi, perekonomian terus terpuruk.

    :yareyare:
    Kalau nggak bekerja, ya berarti nggak dapat duit. Uang memang bukan segalanya, tetapi

    jika kita tak punya uang, 'gimana bisa memenuhi kebutuhan hidup? 'Gimana bisa membayar ini dan itu?

    Lah iya, kalau kondisinya seperti keluarga si Bloody Handsome. Punya "pohon uang", dan

    bahkan, "sumur duit". Andai dia memilih untuk nggak jadi orang kantoran lagi, duit tetap deras mengalir.

    Kenyataannya, memang ada banyak orang yang mau tidak mau, ya mesti keluar rumah.

    Orang-orang yang terpaksa berada di luar rumah itu, bisa juga dalam rangka berbelanja

    bahan makanan/kebutuhan keluarga. Ya iyalah, faktanya, tidak semua barang bisa dibeli secara online.

    Jadi, BUKAN BERARTI orang-orang yang masih keluar rumah, udah pasti karena bandel,

    meremehkan risiko, ataupun nggak mau mematuhi imbauan. Ketika tak punya opsi rasional lain kecuali
    harus keluar rumah, yah terus mesti 'gimana lagi? It's unpleasant but cannot be avoided.



    Pada Jumat pagi, pukul 5.20, aku udah meninggalkan rumah. Eh, baru aja mobilku melaju
    ke luar kompleks (sekitar 200 meter lah), tau-tau mesin mobilku mendadak mati, tak bisa distarter lagi.

    Memang salahku juga, saking sibuknya, sampai-sampai mengabaikan kesehatan mobilku.

    :oii::malu1:
    Sejak dulu, si "Kakak Ketemu Gede"-ku udah trilyunan kali mengingatkan agar aku jangan

    menyepelekan hal-hal yang mesti menjadi perhatianku. Nah, kalau udah sampai "terlambat" kayak 'gini,
    bingung sendiri, 'kan? "Terlambat"? Idih. Iya. Terlambat melakukan perawatan di bengkel.

    :kuning::gaswat:
    Memangnya Anda pikir, saya lagi membicarakan apa? Keterlambatan datang bulan, 'gitu?


    :hihi:
    Kalau untuk hal itu, Insya Allah, pada saatnya nanti, jelas akan saya sikapi sebagai suatu

    rezeki dari-Nya. Tentu, "terlambat datang bulan" dalam konteks "mengandung benih dari suami", ya!
    Laki-laki pilihan yang dengan suka rela memilihku sebagai istrinya. Siapa pria beruntung itu?



    Karena insiden mobil mogok tersebut, terpaksalah, aku menelepon kakakku untuk segera

    datang ke TKP. Tadinya, aku pingin meminjam mobil Papa, tapi kasihan juga jika beliau mesti ke kantor
    menggunakan ojek online atau taksi online. Mau minjam mobil iparku, ah, sungkan banget.


    Akhirnya, kakakku (kakakku yang lain, yang masih single) berinisiatif menghubungi... siapa
    lagi kalau bukan... si Bloody Handsome. Minta bantuan darinya untuk menghubungi pihak bengkel dan

    juga agar dicarikan solusi atas permasalahanku. Ya, 'kali-'kali aja, dia bisa minjamin mobil.

    Seperti biasanya, jika kakakku (atau anggota keluargaku) yang minta tolong, entahlah ya,

    si Makhluk Nyebelin itu seolah tidak pernah tega untuk menolak. Lain halnya kalau aku yang ngomong,
    wuah, bisa-bisa malah akan terjadi huru-hara yang puanass membara antara aku dan dia.

    :elegan::wuek:
    Kira-kira pada pukul 6.15, dia pun tiba di lokasi, menggunakan SUV Pajero RF hitam (yang
    aku sendiri belum tau, punya siapa 'tu? Selama ini, sehari-hari 'kan, dia pake mobil VRZ). Pihak bengkel
    telah dihubungi, tetapi, mereka baru bisa datang ke TKP, paling cepat sekitar pukul 7 pagi.

    Karena mobilku adalah mobil matic, maka nggak boleh diderek secara konvensional, mesti
    menggunakan teknik "towing". Kalau dalam situasi santuy, mungkin mobilku masih bisa diutak-atik dulu
    olehnya. Tapi, karena dia pun harus masuk kerja, ya mobilku mendingan masuk bengkel.


    Sembari menunggu kedatangan mereka, seluruh benda penting yang ada dalam mobilku

    mesti diamankan dulu. Ya udah, kakakku pulang ke rumah, mengambil container box dan sekaligus
    mengajak Mama ikut "bersiaga di TKP". Kakakku diantar pulang oleh si Bloody Handsome.

    Tak berapa lama kemudian, Mama dan kakakku datang. Akhirnya diputuskan, Makhluk itu
    akan meminjamkan Pajero RF-nya tersebut untuk kupakai ke proyek. Dia sendiri juga sama denganku,

    tetap mesti pergi bekerja keluar rumah. Belum mendapatkan kebijakan bekerja di rumah.

    Jadi, kami berdua mesti berkendara bersama dulu ke kantornya. Nah, setelah itu, barulah

    dia meminjamkan mobil SUV tersebut untuk kupakai ke lokasi proyek tempatku bertugas (pergi pulang).

    Pada pukul 6.45 (udah kesiangan banget sebenarnya bagiku!), aku dan dia pun berangkat.
    Mama dan kakakku menunggu kedatangan pihak bengkel yang nanti akan "menderek towing" mobilku.


    Istilah bengkel, mobil matic-ku tidak akan "diderek tarik" tetapi "diderek gendong" (towing).

    Dalam perjalanan, aku menelepon Pak Imrani (atasanku) dan menjelaskan situasi darurat

    yang tengah aku alami. Alhamdulillah, beliau mau memaklumi dan bahkan, bersikap kooperatif dengan
    menyarankan supaya mobil pinjaman tersebut nanti diparkir aja di area parkir para atasan.



    :tampan:
    Pukul 7.30, kami tiba di gedung tempatnya bekerja. Dia berpesan, andaikata nanti, aku

    tak bisa datang "menjemputnya" maksimal pukul 5 sore, ya udah, cepat infokan padanya, supaya dia
    mencari cara lain untuk pulang ke rumah. Dalam hati, aku merasa agak deg-degan juga.


    Dia bilang, Pajero RF tersebut adalah milik ortunya. Nah lho, syerem banget kalau begitu.


    VRZ yang biasa dia pakai sedang menjalani perawatan rutin di bengkel. Seharusnya, aku juga seperti

    itu, secara teratur melakukan perawatan mesin mobilku, nggak hanya dipakai setiap hari.



    :keringat:
    Yang bikin aku cukup deg-degan, karena mobil itu milik orangtuanya, tentulah aku mesti

    ati-ati banget selama meminjamnya. Aku pernah beberapa kali diminta menyopiri mobil lux atasanku
    (misalnya, Rubicon milik Bu Hasnah), tapi atasanku pun ikut bersamaku di dalam mobil itu.

    Seandainya terjadi sesuatu yang tidak terduga, si pemilik mobil 'kan, bisa melihat secara

    objektif, apa penyebabnya. Kalau aku nyetirnya udah sesuai prosedur tapi masih juga terjadi sesuatu,
    Insya Allah, beliau akan memaklumi. Tapi, Jumat lalu, aku nyetir Pajero RF-nya sendirian.


    Betapa pun aku udah menyetir secara prosedural, andai mobilnya sampai kenapa-kenapa,

    tentu akan susah bagiku untuk bisa membela diri, 'kan? Tiada saksi mata yang ikut berada bersama
    aku di mobil itu. Jujur aja, momen dipinjamkan mobil pada Jumat lalu, bikin aku was-was.

    I should treat his parents' Pajero RF like "it was made out of porcelain". I did not want
    his parents to secretly be angry about how I returned their precious car. Well... perhaps my worries
    were excessive but I think if you were in my position, you would feel the same way I did.



    :yahoo:
    Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, hal-hal yang sempat aku khawatirkan, ternyata sama sekali

    nggak terjadi. Aku bisa sampai di proyek, tanpa mengalami hambatan apa pun. Untungnya pula, aku
    dibolehkan pulang pada pukul setengah dua siang. Jumat lalu, sempat juga turun hujan.

    Jadi, mobil pinjaman itu pun terpaksa mesti terkena imbasnya. Sedikit kotor. Padahal yah,

    zaman aku masih di SD, pernah menyimak tausiyah Aa Gym di TV, "Saat meminjam atau dipinjami
    kendaraan, kembalikanlah dalam keadaan yang bersih, dan tangki BBM-nya terisi penuh."

    Namun, perihal mencuci mobil SUV seperti si Pajero RF itu 'kan, nggak bisa di sembarang

    tempat. Ya, aku tanyakanlah pada si "Kakak Ketemu Gede"-ku, tempat premium car wash mana sih,
    yang selama ini menjadi langganan keluarganya? Untung dia mau menyebutkan lokasinya.

    Segeralah aku menuju ke sana. Ketika proses pencucian, eh, ada petugasnya yang bilang,

    biaya pencucian udah ditanggung oleh si Bloody Handsome. Yah, kalau 'gitu, aku tinggal isi BBM aja.


    :lulus:
    Dengan demikian, tata krama "return the borrowed car in a better condition than it was

    when I borrowed it" pun, Alhamdulillah, terpenuhi. Pukul 15.30, aku tiba di gedung tempatnya bekerja.


    Pada pukul empat sore, dia keluar kantor. Sayangnya, kami belum bisa langsung pulang.

    Di luar rencana, dia mesti pergi ke rumah salah seorang tantenya di Bukit Permai Cibubur. Semula,
    dia menanyakan, "Kau mau ikut ke sana, apa mau pulang sendiri?" Ya, mau ikut dongs!

    Aku sama sekali belum pernah bertamu ke rumah tantenya itu. Dia mengizinkanku ikut,
    tapi... aku tak boleh duduk berdampingan dengannya di seat depan. Nggak apa-apa. Aku tau diri,

    siapa sih, aku ini baginya? Bukan siapa-siapa, 'kan?! #NggakUsahlahPakeDramaSegala

    :apa:
    Eh, begitu tiba di sana, aku mendapati suatu fakta yang mengenyutkan mengejutkan.
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Mar 24, 2020
  21. ___Renata___ M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 4, 2014
    Messages:
    877
    Trophy Points:
    152
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +586 / -2






    :hihi:
    Sebenarnya, aku mau melanjutkan cerita pada post-ku di atas. Waktu di rumah tante dan om-nya,

    ketika dia sedang shalat Maghrib, tantenya secara nggak sengaja (efek ngobrol ngalor ngidul) menceritakan soal
    properti di wilayah lain yang dimiliki oleh si "Kakak Ketemu Gede"-ku. Beliau mengira, aku udah tau.

    Padahal, aku beneran belum tau (hingga sedetail itu). Semula, aku berniat mengisahkan ulang apa

    yang kudengar dari tantenya tersebut, di thread ini. Tapi... tapi.. kakakku mengatakan, apa yang mau kuceritakan
    itu bisa dibilang "udah masuk ke ranah pribadi si Bloody Handsome". Mendingan, nggak usah aja lah.


    Sangatlah tidak entis etis jika aku (yang hingga saat ini masih berstatus "bukan siapa-siapa baginya")
    membicarakan panjang lebar perihal aset-aset properti yang dia miliki. Padahal sih ya, kalaupun aku akan bercerita

    ihwal aset-aset properti miliknya itu, aku berusaha melihatnya dari perspektif positif yang memotivasi.

    Bukan melihat dari sudut pandang "sekadar angan-angan kosong yang takkan mungkin terealisasi".




    Namun, setelah beragam peristiwa yang aku alami, kayaknya, aku nggak mau lagi deh, membantah
    perkataan ataupun nasihat kakakku. Dia secara tulus menasihatiku, mencegah potensi masalah yang bisa terjadi.


    :kuning::suram:
    There were days when I was so devastated, feeling defeated and heartbroken. My lovely big sister

    consistently said, "All these things wouldn't have happened if you'd listened to me..." She always positions herself
    as my consigliera. She's the kind of person who always tries to prevent bad things from happening.

    :hot:
    My relationship with that handsome bloke wouldn't have been like this if only I had listened to her.





    Ya udah, kalau kakakku berpendapat "sebaiknya hal dari dirinya yang termasuk ranah privat, nggak

    usah kamu ceritakan pada khalayak umum yang tidak berkepentingan" maka aku pun tak akan menceritakannya.


    :glek:
    :hoho:
    Berarti, apa yang Bu Raden... eh, Bu Fitri bilang memang benar, "Stevie mulai jadi a rich landlord."


    Selama itu memang dia usahakan secara halal, diridhoi Allah SWT, ya sah-sah aja dongs! Lagian, mendingan juga

    dia belajar menjadi "landlord kecil-kecilan" daripada menjadi "drug lord" (Na'udzubillah min dzalik!).



    Seperti yang telah kunyatakan pada post-ku sebelumnya, hingga saat ini, tempat kerjaku memang

    belum memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah. Yah, memang mustahil bagi pekerja bidang konstruksi untuk
    bekerja dari rumah. Tetapi, sejak Kamis lalu, mulai ada "policy libur berselang-seling" (di luar cuti).

    Jadi ya, sehari libur, dua hari masuk. Sambil melihat perkembangan situasi. Terkait hal itu, si "Kakak
    Ketemu Gede"-ku menawarkan side project untuk kukerjakan selama aku mendapatkan jatah libur. Daripada aku
    cuma nonton film atau tidur, ya lebih baik 'kan, aku membantunya "mengerjakan hitung-hitungan".

    :pusing:
    Kelihatannya sih ringan, tapi pada kenyataannya, rumit juga. Tumpukan berkasnya aja segunung.

    Untunglah, side project itu bukan sejenis "Operation Thank You" yang cuma dibayar dengan ucapan terima kasih.

    :mesyum:
    Ada perangsangnya... hueeiiisshh... maksudku, "ada insentif dalam jumlah yang lebih dari lumayan".

    :lulus:
    Apabila seluruh berkas hitung-hitungan itu mampu kuselesaikan dengan sempurna tanpa kesalahan,

    maka dia pun tak akan segan-segan membayarku mahal atas pelayanan bantuan yang telah aku berikan. Biarpun
    aku bukan akuntan, Insya Allah, kemampuan matematikaku, sama sekali tidaklah mengecewakan.

     
    Last edited: Mar 30, 2020

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.