News Kesal Dengan Fenomena Joki Strava, Arthur Bouffard Buat Layanan Fake My Run

View: https://www.facebook.com/photo/?fbid=1269698608491440&set=a.516294013831907


Aktivitas berlari alami fenomena perubahan kultur dari olahraga untuk menantang diri sendiri dan meningkatkan kemampuan fisik, menjadi sebuah kegiatan yang dibagikan menjadi konten sosial media. Hal ini memunculkan fenomena joki berlari untuk aplikasi seperti Stava. Fenomena-fenomena tersebut memicu Arthur Bouffard untuk membuat layanan Fake My Run (fakemy(dot)run).

Arthur Bouffard adalah desainer dan pengembang teknologi Augmented Reality (AR) asal Paris yang berbasis di London. Ia dalam unggahan X 'arthurbfrd' mengaku telah menjalani aktivitas berlari lebih dari 10 tahun. Menyadari fenomena perubahan kultur aktivitas berlari, ia pun menciptakan layanan untuk menciptakan hasil lari fiktif bernama Fake My Run. Bukan tanpa dasar, Arthur menyebut joki Strava mematok harga USD 10-20 (setara dengan Rp 164 ribu - Rp 328 ribu), tanpa menyebut detail pace dan kilometer.

Dalam layanan Fake My Run, pengguna bisa membuat aktivitas berlari palsu. Dalam aktivitas itu, bebas menentukan rute, pace, maupun waktunya. Untuk mengunduh hasil aktivitas lari palsu, pengguna harus membeli token. Sekali beli token adalah €3.00 atau USD 3.50 (setara dengan Rp 55 ribu atau Rp 57 ribu) untuk mendapatkan 5 token. Setiap pengunduhan file GPX hasil aktivitas lari palsu, dikenakan biaya 1 token (sekitar Rp 11an ribu). File GPX itu bisa diunggah ke Strava maupun Runkeeper.

Sang developer, Arthur Bouffard, bermaksud untuk menantang perubahan kultur yang terjadi di "dunia lari", serta menegaskan pepatah legendaris "jangan percaya apa yang kamu lihat di internet". Ia menyadari bahwa ini mungkin saja penalaran yang keliru untuk masalah yang sebenarnya, karena ia merasa menjadi bagian dari pelari yang melakukan hal salah (melakukan aktivitas lari palsu). Namun ia penasaran dengan tanggapan publik mengenai kemunculan layanan Fake My Run.