1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Flora Karet

Discussion in 'Flora dan Fauna' started by rdamars, May 31, 2016.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. rdamars Members

    Offline

    Joined:
    May 31, 2016
    Messages:
    3
    Trophy Points:
    1
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1 / -0
    A. Penemuan Tanaman Karet

    Tanaman karet pertama kali dikenal di Eropa, sejak ditemukannya benua Amerika oleh Christopher Columbus pada tahun 1476. Orang Eropa yang pertama kali menemukan ialah Pietro Martyre d’Anghiera. Penemuan tersebut dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul De Orbe Novo (Edisi 1530). Pada tahun 1730-an, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan (karet) tersebut.


    Istilah “rubber” pada tanaman karet mulai dikenal setelah seorang ahli kimia dari Inggris (tahun 1770) melaporkan bahwa, karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari pensil. Kemudian masyarakat Inggris mengenalnya dengan istilah Rubber (dari kata to rub, yang berarti menghapus). Pada dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis (termasuk karet) ialah elastomer, tetapi istilah rubber-lah yang lebih populer di kalangan masyarakat pada waktu itu.


    Pada awal abad ke-19, seorang ilmuwan bernama Charles Macintosh dari Skotlandia, dan Thomas Hancock mencoba untuk mengolah karet menggunakan bahan cairan pelarut berupa terpentin (turpentine), yang mampu membuat karet menjadi kaku di musin dingin dan lengket di musim panas. Penelitian dan percobaan terus berlanjut, hingga pada tahun 1838 Charles Goodyear menemukan bahwa dengan dicampurkannya belerang kemudian dipanaskan maka keret tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca. Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet.


    Menidaklanjuti apa yang disampaikan Charles Marie de la Condamine dan Francois Fresneau dari Perancis bahwa ada beberapa jenis tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, kemudian Sir Clement R. Markham bersama Sir Joseph Dalton Hooker berusaha membudidayakan beberapa jenis pohon karet tesebut. Hevea brasiliensis merupakan jenis pohon karet yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan dibanding jenis karet yang lainnya. (https://balitgetas.wordpress.com/2009/07/21/sejarah-dan-prospek-pengembangan-karet/#comment-140)


    B. Tanaman Karet di Indonesia


    Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Tanaman karet yang paling tua diketemukan di daerah Subang-Jawa Barat yang ditanam pada tahun 1862. Pada tahun l864 tanaman karet ditanam di Kebun Raya Bogor hanya sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Pada tahun 1864, Hofland mendirikan perkebunan karet di daerah Pamanukan dan Ciasem - Jawa Barat. Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica. Pada tahun 1902 Tanaman karet (Hevea brasiliensis) mulai dibudidayakan di daerah Sumatera Timur, kemudian dibawa oleh perusahaan perkebunan asing dan dibudidayakan di Sumatera Selatan.


    Perusahaan Harrison and Crossfield Company adalah perusahaan asing pertama yang mulai membudidayakan karet di Sumatera Selatan dalam skala perkebunan yang dikelola secara komersial, kemudian Perusahaan Sociente Financiere des Caoutchoues dari Belgia pada tahun 1909 dan diikuti perusahaan Amerika yang bernama Hollands Amerikaanse Plantage Maatschappij (HAPM) pada tahun 1910-1991.


    Perkebunan karet rakyat di Indonesia juga berkembang seiring naiknya permintaan karet dunia dan ledakan harga. Beberapa jemaah haji dari Indonesia pada waktu pulang dari Mekkah yang berhenti di Singapura atau Malaysia membawa biji karet untuk ditanam di Indonesia. Disamping itu dengan lancarnya perdagangan antara Sumatera dan Malaysia juga membantu berkembangnya usaha karet rakyat. Ledakan tingginya harga karet terutama setelah terjadi pada tahun 1922 dan 1926 menjadikan rakyat berlomba-lomba membuka kebun karet sendiri. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memang tidak membuat peraturan tentang pembukaan dan pengusahaan perkebunan karet oleh rakyat. Akibat nya, lahan karet di Indonesia meluas secara tak terkendali sehingga kapasitas produksi karet menjadi berlebihan. Harga karet pun menjadi semakin sulit dipertahankan pada angka yang wajar.


    Pada tanggal 7 Mei 1934 diadakan persetujuan antara Pemerintah Prancis, Britania Raya, Irlandia Utara, British Indie, Belanda dan Siam mengada-kan pembatasan dalam memproduksi karet dan ekspornya. Persetujuan ini diumumkan dalam Stbl. 1934 No. 51 yang selanjutnya diadakan perubahan dengan Stbl. 1936 No. 472 dan 1937 No. 432. Pada kenyataannya Pemerintah Hindia Belanda tidak berhasil melakukan restriksi karet di luar Jawa, maka Pemerintah Hindia Belanda melakukan pembatasan ekspor karet dengan pajak ekspor. Pajak ekspor ini mengakibatkan produksi menjadi turun dan menurunkan harga yang diterima ditingkat petani.


    Kemudian pada tahun 1937-1942 diberlakukanlah kupon karet yang berfungsi sebagai surat izin ekspor karet diberikan kepada petani pemilik karet dan bukan kepada eksportir. Dengan sistem kupon ini petani karet dapat menjual karetnya ke luar negeri misalnya ke Singapura. Apabila petani karet tersebut tidak berkeinginan menjual karetnya langsung ke luar negeri maka ia dapat menjual kuponnya kepada petani lain atau kepada pedagang atau eksportir. Sistem kupon tersebut merupakan jaminan sosial bagi pemilik karet karena walaupun pohon karetnya tidak disadap, tetapi pemilik karet tetap menerima kupon yang bisa dijual atau diuangkan. Sistem kupon ini dimaksudkan pula untuk membatasi produksi (rubber restric-tion) karena bagi petani pemilik yang terpenting terpenuhinya kebutuhan ekonomi rumah tangganya dari hasil penjualan kupon yang diterimanya walaupun pohon karetnya tidak disadap.


    Pada tahun 1944 Pemerintah Jepang yang berkuasa waktu itu membuat peraturan larangan perluasan kebun karet rakyat. Produksi karet rakyat yang akan diekspor dikenai pajak yang tinggi yaitu sebesar 50 % dari nilai keseluruhan. Kebijaksanaan tersebut berdampak menekan pada perkebunan karet rakyat. Pukulan yang menyakitkan ini tidak mematikan perkembangan perkebunan karet rakyat karena perkebunan karet rakyat masih tetap berjalan dan para petani karet masih percaya akan masa depan usahatani karetnya. Pedagang perantara yang banyak menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dan menjadi penyalur produksi karet rakyat dengan jalan membeli hasil produksinya merupakan mata rantai yang tetap mempertahankan kelangsungan usahatani ini.


    Setelah Perang Dunia II berakhir dan pengaruhnya agak reda di berbagai belahan dunia yang terlibat, maka permintaan akan karet menunjukkan peningkatan kembali. Indonesia pun agak merasa lega karena Jepang tidak lagi berkuasa. Sejak tahun 1945 perkebunan-perkebunan karet yang dulu diambil secara paksa oleh pihak Jepang dapat dilanjutkan kembali pengelolaannya oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mengelola kembali perkebunan karet negara dan mengiatkan perkebunan karet rakyat yang diikuti oleh perkebunan karet swasta sehingga Indonesia menguasai pasaran karet alam internasional, tetapi perluasan areal karet dan peremajaan tanaman karet tua kurang perhatian akibatnya terjadi penurunan produksi karet alam Indonesia. Pembangunan perkaretan di Indonesia pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap I Tahun 1969 – 1994 diarahkan mendorong perkembangan ekonomi pedesaan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


    Pada tahun 1977/1978 pengembangan perkebunan karet di Indonesia dilakukan pemerintah melalui empat pola yaitu (1) Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), (2) Pola Unit Pelaksanaan Proyek (UPP), (3) Pola Bantuan Parsial, dan (4) Pola Pengembangan Perkebunan Besar (PPB). Selanjutnya, Pola Pengembangan Perusahaan Perkebunan melalui berbagai pola yaitu (1) Pola Usaha Koperasi Perkebunan, (2) Pola Patungan Koperasi Investor, (3) Pola Patungan Investor Koperasi, (4) Pola Build, Operate dan Transfer (BOT), dan (5) Pola BTN (investor bangun kebun dan atau pabrik kemudian dialihkan kepada koperasi). Perizinan usaha perkebunan diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 107/Kpts.II/1995 kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Pertanian No: 357/Kpts Hk-350/5/2002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.(http://tirtajayajenahar.blogspot.com/2010/05/sejarah-perkembangan-karet-di- indonesia.html).

    Sumber : http://rokhim-99.blogspot.co.id/2015/02/bab-i-pengenalan-tanaman-karet.html
     
    • Like Like x 1
    • Semangat! Semangat! x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. krokus Members

    Offline

    Joined:
    Feb 18, 2010
    Messages:
    3
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    Wow bagus sekalinya infonya, terima kasih sudah menambah wawasan saya tentang karet mas! :)
     
  4. rdamars Members

    Offline

    Joined:
    May 31, 2016
    Messages:
    3
    Trophy Points:
    1
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1 / -0
    terima kasihhh masss atas dukungannyaa :)
     
  5. krokus Members

    Offline

    Joined:
    Feb 18, 2010
    Messages:
    3
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    hahaha saya yang harusnya terima kasih mas, jarang saya bisa mendapat info sebagus ini dari internet. Berkat info mas sekarang saya jadi lebih mengerti banyaknya komoditas di negara kita yang sangat bermanfaat terutama di komoditas karet
     
  6. rdamars Members

    Offline

    Joined:
    May 31, 2016
    Messages:
    3
    Trophy Points:
    1
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1 / -0
    iya mas karet di indonesia sebenernya berpotesi untuk menanamkaret tetapi karena lahan yang terbatas hehe
     
  7. atanta Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 3, 2013
    Messages:
    101
    Trophy Points:
    17
    Ratings:
    +27 / -0
    ilmu baru nih...
    sejarah perkaretan yang sering kita gunakan sehari hari hingga jaman sekarang.
     
  8. Sakkabumi Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 11, 2017
    Messages:
    43
    Trophy Points:
    21
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1 / -0
    tanaman yang sering dicari oleh pabrik karet untuk proses produksi produknya hehehehe
     
    Last edited: Mar 22, 2018
  9. Sakkabumi Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 11, 2017
    Messages:
    43
    Trophy Points:
    21
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1 / -0
    sepertinya disini para ahli pertanian nih, bisa minta infonya alat semprot hama elektrik yang standart itu yang type apa ya?untuk kebun kecil kecilan aja
     
    Last edited: Aug 28, 2018
  10. macbudi Members

    Offline

    Joined:
    Jun 10, 2014
    Messages:
    9
    Trophy Points:
    2
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +5 / -0
    Memang karet punya potensi bagus, tapi untuk sekarang harga yang kurang stabil membuat banyak petani karet yang beralih ke pertanian lainnya.
    hal ini mungkin menjadi masalah kedepan karena mungkin saja, harga karet akan meningkat kembali sesuai kebutuhan masyarakat.
     
Tags:
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.