1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Dian Siswarini: Bantal Bagi Mimpi Masyarakat Digital

Discussion in 'Free Talk Zone' started by aquabiruhati, Nov 5, 2015.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. aquabiruhati Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 4, 2015
    Messages:
    21
    Trophy Points:
    16
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +0 / -0
    Berada di kompleks Silicon Valley, di kantor Google yang asyik ini, mau tak mau membuat saya membayangkan betapa banyaknya orang yang memiliki “Silicon Valley dream” dalam hidupnya. Kompleks yang menjadi markas berbagai perusahaan teknologi raksasa dunia ini membuat “ngiler” terutama anak muda di berbagai belahan dunia. Mereka berangan-angan bisa menciptakan sesuatu “dari garasi rumahnya”, berkembang, mendunia, dan kemudian berkantor dan membuat gedung megah di Silicon Valley. Ada perusahaan-perusahaan seperti Adobe, Apple, Cisco, Google, IBM, Intel, HP, eBay Oracle, dan lain-lain yang “ngumpul” di sini, memperkuat identitas Silicon Valley sebagai ibukota teknologi informasi dunia.

    Saya juga bertemu dengan para Indo Googlers, alias karyawan Google yang berasal dari Indonesia yang berjumlah sekitar 70 orang. Terlihat wajah mereka yang sangat bangga bisa berada di sana. Siapa tak akan bangga jika sudah berada dalam pusaran mimpi Silicon Valley tersebut? Bahkan melihat bakat-bakat mereka, saya yakin salah satunya kelak akan bisa menciptakan pusaran mimpi mereka sendiri. Mimpi itu juga mendorong banyak negara dan daerah untuk memiliki Silicon Valley mereka sendiri.

    Sebulan lalu CNET menurunkan laporan tentang hasrat membuat Silicon Valley di berbagai negara. Vietnam, misalnya, pemerintahnya mendanai perusahaan-perusahaan rintisan (startup) dan menghubungkannya dengan pelanggan.

    “Generasi muda di Vietnam sekarang ini memiliki mimpi-mimpi dan ambisi besar untuk menjadi pengusaha yang sukses dan mendapatkan duit dari teknologi,” tutur Pham Hong Quat, salah satu pejabat di Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kalau Anda ingat, pengembang game yang membuat orang “gemas”, Flappy Bird yang fenomenal itu, berasal dari Vietnam.

    Israel yang sudah lama kondang sebagai gudangnya inovasi juga tak kalah gregetnya. Ada tren di mana para pengembang di sana mulai berani bergerak sendiri secara independen, tak seperti dulu yang tergesa-gesa menjual karyanya ke perusahaan-perusahaan yang lebih besar untuk mendapatkan fresh money. Negara kita, melalui berbagai kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, tampaknya juga memiliki mimpi yang sama. Menkominfo “mengebut” pelaksanaan Rencana Broadband Indonesia (RPI) dengan mendesak pembangunan jaringan utama Palapa Ring dan mempercepat peluncuran pitalebar nirkabel 4G melalui penataan frekuensi 1800MHz.

    Sesuai amanat RPI, pada tahun 2019, target pitalebar harus sudah dicapai, yaitu untuk perkotaan tersedia pitalebar akses tetap bagi 71% rumah tangga ( dengan kecepatan 20 Mbps), 100% gedung (dengan kecepatan 1 Gbps), dan mencakup 30% populasi. Sedang untuk pitalebar akses bergerak 100% populasi (1 Mbps). Sementara untuk pedesaan ditargetkan penterasi akses tetap bagi 49% rumah tangga (dengan kecepatan 10 Mbps) dan mencakup 6% populasi; dan akses bergerak: 100% populasi ( dengan kecepatan 1 Mbps).

    Dari sisi pelanggan, agar adopsi layanan pitalebar tersebut terjangkau oleh masyarakat luas, harga layanan pitalebar ditargetkan paling tinggi sebesar 5% dari rata-rata pendapatan bulanan pada akhir tahun 2019. Program penguatan industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam negeri ini diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan pasar terjaring (captive market) yang meliputi 4,5 juta orang Pegawai Negeri Sipil, 50 juta siswa, 3 juta pendidik, dan 60 juta rumah tangga pengguna internet.

    Semua infrastruktur pitalebar tersebut disiapkan untuk memberi “karpet merah” bagi para technopreneur lokal agar mendapatkan akses terhadap teknologi dan pasar. Tak tanggung-tanggung, Menkominfo mencanangkan melahirkan 1000 startup digital yang sehat sampai tahun 2020 nanti. Beberapa di antaranya diharapkan ada yang akan menjadi “unicorn,”alias startup dengan valuasi di atas 1 miliar dollar AS, sejak tahun depan.

    Dalam rangkaian kunjungan ke Amerika Serikat minggu ini, rombongan Presiden Joko Widodo memang sukses mengemas pesan bahwa Indonesia adalah ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Menurut Kementerian Luar Negeri pada tahun 2014, Indonesia merupakan pasar digital terbesar di Asia Tenggara dengan nilai mencapai US$ 12 miliar.

    Nah, dengan berbagai kebijakan tersebut, “bantal” sudah disiapkan bagi mereka yang mau bermimpi a la Silicon Valley. Tinggal ucapkan selamat bermimpi. Namun tak adakah sisa pekerjaan rumah lainnya?

    Menurut saya, sebagai seorang yang mendapat amanah berkecimpung langsung dengan pasar tradisional setiap akhir pekan dan pasar digital selama tujuh hari dalam seminggu, masyarakat sebagai pasar juga harus disiapkan.

    Mungkin memang tak semua lapisan masyarakat siap, karena kondisi demografi dan geografi masyarakat kita harus diakui tak akan mempunyai level playing field yang sama. Apalagi perkembangan dalam layanan dan konten digital begitu derasnya membuat siapapun akan tergagap menyesuaikan diri. Itulah mengapa, pemerintah meminta agar para operator tak hanya fokus pada infrastruktur, layanan dan produk saja, namun juga menciptakan layanan yang bisa mempercepat adopsi teknologi digital dalam aktivitas masyarakat, sekaligus menjadi sarana memecahkan persoalan sosial yang ada.

    Saya pikir ini sesuai dengan apa yang sedang digodok di XL untuk berbuat untuk Tanah Air ini lebih dari sekadar business as usual. Sebuah tim khusus saya bentuk, kami sebut Tim Digital Service, dengan instruksi khusus agar bisa segera merancang dan merencanakan layanan digital yang bervisi sosial kental. Bayangan saya adalah munculnya berbagai usulan layanan digital yang bisa menjadi jawaban atas persoalan sosial yang spesifik untuk suatu daerah.

    Tim itu, syukur alhamdulillah, tidaklah mengecewakan. Dan berkat sambutan yang baik dari sejumlah kalangan yang kami gandeng, termasuk juga beberapa pemerintah daerah dan perguruan tinggi lokal, lahirlah layanan digital yang, menurut kami, pas untuk masing-masing daerah.

    Kini, menjelang akhir 2015, XL telah menginisiasi sejumlah proyek digital di sejumlah daerah, yang semuanya lahir dari upaya menyelesaikan kebutuhan masyarakat dan publik. Proyek-proyek tersebut antara lain melahirkan mFish, aplikasi digital yang berguna sebagai pemandu bagi nelayan dan sudah dipakai oleh warga beberapa desa di Lombok dan Bali. Sejumlah rencana telah siap menanti untuk pengembangan mFish di tahun depan.

    Implementasi berbagai aplikasi inovatif untuk masyarakat ini juga akan dilakukan melalui program “Desa/ Kota Pintar” (XmartVillage dan XmartCity) yang sudah mulai direalisasikan XL di beberapa daerah. XmartCity di Yogyakarta, Lombok, dan Balikpapan, serta XmartVillage di Kamojang dan Kamajang, Kabupaten Bandung.

    Di Yogyakarta, XL antara lain mengintegrasikan layanan e-money dengan sistem pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, promosi digital untuk UKM, serta perbaikan citra kaum perempuan setempat. Di Lombok, XL membantu mempermudah pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dengan e-money, mendigitalkan reservasi lokasi pemakaman, serta pemberdayaan panti anak yatim.

    Di Balikpapan, kami segera meluncurkan layanan digital yang akan menjadi solusi di bidang kesehatan, e-government, UKM, serta pemberdayaan masyarakat. Sementara itu, dalam program XmartVillage, XL membantu warga mereboisasi kawasan resapan air dengan membuka program “Wali Pohon” melalui website.

    Tahun depan, insya Allah, kami masih akan terus melakukan kerjasama pemanfaatan teknologi digital dengan beberapa pemerintah daerah, termasuk di luar Jawa. Ada yang menyangkut pengelolaan sampah, layanan kesehatan, hingga fasilitas bagi kaum lansia. Selebihnya, ada juga pengembangan proyek yang sudah berjalan, sebut saja sebagai versi 2.0 atau 3.0 dan seterusnya.

    Akhirnya, dengan membangun ekosistem seperti ini, kami berharap masyarakat akan semakin cepat dalam beradaptasi dengan teknologi digital, baik sebagai pengguna maupun terlebih sebagai pengembang dan pelaku bisnisnya. Manfaat kiranya akan lebih bisa mereka nikmati secara langsung karena diciptakan dari problem keseharian.

    Jadi, selain “bantal” yang harus disiapkan untuk bermimpi, pasar juga harus disiapkan, agar saat nanti saat terbangun, para pemimpi a la Silicon Valley tidak sendirian tanpa hingar-bingar pasar yang jadi penyambut gagasan dan karya mereka.

    Sumber: http://diansiswarini.com/2015/11/bantal-bagi-mimpi-masyarakat-digital/
     
  2. funkyjerryc M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 11, 2009
    Messages:
    517
    Trophy Points:
    82
    Ratings:
    +61 / -0
    bener gan tidak semua masyarakat siap, tapi tidak ada salah nya untuk bermimpi
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.