1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Di Kala Hujan

Discussion in 'Fiction' started by gwenliethe, Jul 2, 2015.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. gwenliethe Members

    Offline

    Joined:
    Jul 2, 2015
    Messages:
    9
    Trophy Points:
    26
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +10 / -0
    Sebelumnya, pingin meminta maaf karena masih member baru tapi belum kenalan (Nggak kenal siapa-siapa di sini, tahu webnya soalnya banyak free game, juga nggak menemukan bagian untuk introduction). Semoga aku bisa get along sama kakak-kakak di sini ^^;

    Pertama-tama, cerpen ini murni buatan sendiri. Dulu dipakai buat tugas Bahasa Indo di sekolah tahun lalu (Nasib anak SMA beginilah), lalu aku edit lagi. Cerpen ini original buatan aku sendiri. Mohon kritik dan sarannya karena aku juga masih newbie, baik di bidang per-forum-an dan bidang tulis-menulis.

    Genre: (mungkin termasuk dalam) Drama, Slice of Life.

    Seumur-umur aku mengurusi kuil ini, baru satu orang yang membuat diriku menyesal seumur hidup. Dia seorang perempuan. Manis rupanya. Tingginya rata-rata. Tidak gemuk, tapi juga tidak kurus. Ia tinggal di desa dekat kuil. Miskin, tapi tidak semelarat gelandangan.

    Hari ini hujan. Tubuhku basah akibat berkat terindah dari Sang Pencipta. Tanganku membopong sekuntum bunga putih yang biasa dipakai ketika melayat, yang tanah di padang dekat kaki gunung terus memperanakkannya. Bunga-bunga itu pun basah, akibat hujan yang mengguyur tanah.

    Bahkan Sang Pencipta pun bersedih atasmu.

    Perempuan itu, yang jasadnya dikuburkan dalam gundukan tanah di hadapanku, meninggal dalam kemirisan yang sangat miris bagiku. Nisan itu, bertuliskan namanya yang anggun, yang menitikkan air mataku di pipi. Tulisan di sana, sungguh sebuah kebohongan.

    Meninggal dalam damai.

    Kuragukan kenyataan kalimat itu. Mungkin tidak salah, tapi seharusnya kalimat itu tidak benar.

    Ingatanku kembali ke setahun lalu, lebih tepatnya setahun dua bulan. Hari itu hujan pula. Tidak terlalu deras, tapi cukup untuk membuat orang yang berjalan dibawahnya tanpa pelindung basah. Aku sedang menyapu koridor kuil yang cukup besar. Karena hujan, kuil tidak ramai siang itu. Hanya beberapa orang pengelana dari jauh yang menunggu hujan berhenti. Suasananya sedih. Aku masih ingat, hari itu aku pun merasa seperti ingin menangis, walaupun aku tak punya alasan untuk itu.

    Setelah menyapu, aku pun masih ingat, aku berdoa pada Sang Pencipta, agar perasaanku ini tidaklah benar, agar tak ada hal buruk yang akan terjadi. Di hadapan simbol Sang Pencipta yang agung, aku menitikkan air mata. Aku merasakan sesuatu yang sangat menyedihkan akan terjadi.

    Di tengah doaku, beberapa pengelana itu meriuh. Kuusap air mataku, kutinggalkan doaku. Aku menuju ke depan kuil dengan berlari. Kulihat beberapa pengelana asing itu mengerumuni sesuatu, berbicara dalam bahasa mereka sendiri. Sepertinya mereka memang satu kelompok, sebab mereka pun datang ke kuil bersama. Salah seorangnya melihatku, dan ternyata dia menguasai bahasa yang digunakan di daerah tempat kuil ini terletak.

    “Pendeta, tolong coba lihat sini.”

    Pengelana itu menyuruh kawan-kawannya minggir, memberiku jalan untuk melihat apa yang mereka kelilingi. Seorang perempuan, basah kuyup, tak sadarkan diri dan ada sedikit darah di sekitarnya.

    “Kami lihat dia datang, lari tertatih. Sebelum kami menyambutnya, dia telah pingsan dahulu, dan kami tadi masih berunding siapa yang akan merawatnya.”

    Aku terdiam sejenak. Aku terkesan atas itikad baik mereka, tetapi aku pun tak bisa membiarkan mereka yang merawat perempuan ini. Itu akan menyusahkan perjalanan mereka.

    “Kalian tak perlu berunding. Akulah yang akan rawat dia, dan aku berterimakasih atas niat baikmu, tetapi kau janganlah khawatir. Teruskanlah perjalananmu.”

    “Begitukah, Pendeta?”

    Aku hanya mengangguk pelan. Pengelana itu berbicara lagi dengan kawan-kawannya, sepertinya berusaha mendapatkan keputusan bersama. Aku hanya bisa diam, karena aku sama sekali tak mengerti bahasa mereka.

    “Baiklah Pendeta, tapi biarkan kami membantu sedikit uang untuk obat dia.”

    Kebaikan mereka aku tak bisa tolak untuk kedua kalinya. Tak banyak, tapi kulihat sebuah ketulusan di dalam amal itu. Mereka juga membantuku membawa perempuan itu masuk ke dalam kamar di kuil dan membantuku membersihkan luka-luka pada tubuh perempuan itu setelah berdebat denganku, yang menimbulkan tanya dalam batinku.

    Darimanakah orang-orang ini berasal?

    Mereka berjanji mereka hanya membantuku hingga hujan reda, dan mereka pun tepati itu. Ketika hujan reda, mereka pergi, meneruskan perjalanan mereka yang entah kemana. Aku hanya bisa mengucap berkat untuk perjalanan mereka. Mereka termasuk dalam sedikit orang berhati tulus yang kutemui dalam hidupku. Untuk seseorang yang mereka bahkan tak kenal, mereka mampu berbuat begitu jauh. Aku ingin melihat lebih banyak orang yang seperti itu.

    Luka-luka di tubuh perempuan itu berangsur membaik. Lebam-lebamnya memudar dan luka-lukanya mengering. Walaupun begitu, perempuan itu masih tak sadarkan diri. Ia kehilangan terlalu banyak darah. Bibirnya terlampau pucat, tapi ia masih bernafas. Sambil menunggu sadarnya, aku berdoa untuknya, agar ia cepat sembuh dan dapat meneruskan kehidupannya, bukan berdiam di dalam kuil.

    Sekitar tiga hari setelahnya, dia sadarkan diri ketika aku menyapu koridor di depan kamarnya, sebab ia telah berbalik dalam tidurnya. Aku tinggalkan sapuku dan menghampirinya untuk memeriksa kondisinya.

    “Aku dimana?” tanyanya ketika ia melihatku.

    “Kau berada di kuil dekat desa Wellis,” jawabku sambil mengusap kepalanya.

    “Ah, kaukah itu, Pendeta? Aku memang mencarimu,” jawabnya lemah.

    “Iya, ini aku. Sebelum urusanmu, baiknya kau menutup mata.”

    “Untuk apa?”

    “Tutup saja matamu.”

    Untung dia tidak keras kepala. Sering sekali orang curiga dengan apa yang kulakukan. Aku memegang kepalanya dan merapal mantra untuk sedikit menguatkan tubuhnya. Paling tidak, dia bisa pergi mandi sendiri. Setelah selesai, dia pergi mandi, sementara aku membuatkannya sup hangat. Setelah ia mandi pun, ia dengan lugu menuruti apa yang harus dilakukannya, yaitu makan dengan lahap. Setelah selesai, barulah aku memulai.

    “Kenapa kau mencariku?”

    Ketika kutanya, ia mulai menangis terisak. Air matanya bercucuran.

    “Pendeta, saya sudah tidak tahan lagi. Saya merasa.. saya ingin mati saja.”

    Aku hanya bisa menarik napas. Bukan sekali dua kali kutemui orang seperti dia. Banyak. Ketika kalut dalam hidup, mereka tak bisa menemukan apa arti hidup.

    “Kenapa kau ingin mati?”

    “Karena aku tidak tahan lagi dengan suamiku.”

    “Kenapa tidak tahan?”

    “Dia mabuk setiap hari, dan di dalam mabuknya ia selalu melampiaskannya padaku. Apa yang harus kulakukan, Pendeta?”

    “Berapa lama kau telah menikah?”

    “Empat tahun.”

    Aku tertegun sebentar. Setelah empat tahun dia baru akan berontak?

    “Apakah kau punya anak?”

    “Satu. Seorang perempuan.”

    “Apakah dia memukul anakmu?”

    “Kadang.”

    “Apakah yang ia lakukan setelah sadar dan melihat lukamu?”

    “Ia berkata kalau ia dibawah sadar, ia berlutut, menangis membasahi kakiku dan menciumnya agar aku tak pergi meninggalkan dia.”

    “Setelah itu?”

    “Terulang lagi.”

    Aku menarik napas sekali lagi. Tak ada jalan lain yang mampu kuberikan, selain satu jalan, walaupun seorang pendeta tidak boleh memisahkan suami dari istrinya, ataupun istri dari suaminya.

    “Tinggalkan dia, bawa anakmu dan pergilah ke kerabatmu.”

    Perempuan itu terdiam sejenak. Tatapan matanya menyiratkan bahwa ia tak siap untuk meninggalkan suaminya, walaupun ketika kupikir secara logis, aku ingin menanyakan alasannya. Jadi kutanyakan alasannya.

    “Saya terlanjur cinta dengannya. Saya lebih baik mati daripada harus meninggalkan dia. Pendeta.. Bunuh saya.”

    "Apakah kau pikir kau akan bahagia jika kubunuh? Tidak. Sama seperti manusia lain yang tidak boleh membunuh, seorang pendeta pun tak boleh membunuh."

    Setelah itu, kubiarkan dia beristirahat lagi walaupun ia bersikeras ingin pulang. Dalam hatiku, aku tak ingin dia pulang, sembari ingin mengatakan betapa bodohnya dia. Tetapi keputusan ada di tangannya. Lima hari berikutnya, kondisinya telah jauh membaik. Dia memaksa untuk pulang. Aku tak memiliki pilihan lain selain membiarkannya pulang, apalagi setelah paksaannya mengalahkan segala alasan yang kumiliki.

    Tiap-tiap hari aku berdoa bagi perempuan itu kepada Sang Pencipta, agar dia disadarkan dan diperbaiki hidupnya, agar keburukan tak lagi menimpanya. Agar matahari menyinari hidupnya yang kelam, dan kegelapan meninggalkan hidupnya yang bisa menjadi jauh lebih berharga. Dalam ritual-ritual bulanan pun aku tak henti berdoa baginya. Nasibnya terlalu miris untuk bisa diterima akal sehat. Berdoa juga jika seandainya dia diguna-guna oleh suaminya, Sang Pencipta mengasihaninya dan melepaskan guna-guna itu darinya.

    Lama tak terdengar kabar dari perempuan itu. Sedikit tapi pasti, pikirku ia telah pergi meninggalkan suaminya yang seperti algojo itu. Sedikit pula perasaan senang menyelimutiku, tapi rasa sedih itu masih belum pergi. Ada sesuatu yang akan terjadi. Maka aku terus berdoa bagi perempuan itu, dan isinya masih sama : agar hidupnya diperbaiki oleh Sang Pencipta.

    Rasa sedih itu tetap tidak hilang hingga berbulan-bulan kemudian, dan terjawab ketika satu hari. Sore itu hujan membasahi tanah, menyisakan bau tanah yang khas. Aku berdoa kepada Sang Pencipta bahwa aku sekali lagi ingin bertemu dengannya, lalu kudengar suara tangis yang lemah dari luar kuil. Samar, tapi jelas.

    “Pendeta.. Tolong kami..”

    Aku berdiri dan menuju keluar kuil. Ketika kubuka pintu, kulihat seorang anak perempuan berumur sekitar enam belas tahun membopong ibunya yang lemas. Aku langsung membiarkan mereka masuk, dan ketika anak itu membaringkan ibunya, aku langsung mengenali wajah itu.

    “Dia.. ibumu?”

    “Iya, Pendeta. Kami datang karena kami tak tahu harus kemana lagi.”

    Aku terkoyak. Sekian lama aku tak bertemu dia, dan ketika bertemu dia, aku menemui dia dalam kondisi yang jauh lebih mengerikan dari kondisi sebelumnya.

    “Dia dipukuli ayahmu.. lagi?”

    “Siapa ayahku, Pendeta?”

    Aku semakin terkejut mendengar kalimat itu dari anak enam belas tahun. Aku menanyakan kenapa ia bisa berkata begitu, dan ia mulai bercerita, dari awal.

    Anak itu adalah hasil pernikahan perempuan itu dengan suami pertamanya. Ketika anak itu masih kecil, suami pertamanya meninggalkan perempuan itu dan anaknya, membuat perempuan itu menyandang status janda.

    “Aku dengar dari bibi, jika seorang perempuan menjadi janda, ia akan menjadi tidak berharga. Karena itulah, ketika lelaki busuk itu melamar ibu, ibu langsung mengiyakan, ketika aku menentangnya mati-matian.”

    Aku baru tahu cerita sedih itu, kekejaman budaya sekaligus menjadi kagum pada anak perempuan yang menemani perempuan itu. Dia mengatakannya tanpa sedikit pun air mata, menunjukkan ketegaran dan kekuatan yang luar biasa. Empat tahun bersama ayah tiri tak bermoral dan ibu tanpa prinsip, tetapi ia cukup rasional untuk membawa ibunya lari.

    “Ibumu.. ketika berbulan-bulan lalu ia kembali dari sini.. Bagaimana reaksinya?”

    “Dia? Memukuli ibu, menuduh ibu selingkuh. Membuatku ikut bertanya-tanya bagaimana seorang perempuan selingkuh dengan seorang perempuan.”

    Aku terdiam. Bagaimana bisa seseorang menjadi begitu jahat?

    Aku merawat perempuan itu sekali lagi. Anaknya pun tinggal di kuil, membantuku merawat ibunya. Karena luka yang jauh lebih parah, perempuan itu harus diam di kuil sekitar dua minggu. Selama dua minggu itu, aku melihat sebuah semangat dalam anak perempuan itu. Ia tak jemu berdoa kepada Sang Pencipta, tak jarang kulihat ia menangis dalam doanya. Sungguh sebuah kesia-siaan bagi perempuan itu dan anaknya, hidup dalam kemirisan yang tidak pantas.

    Sebuah tepukan menyadarkanku dari nostalgiaku yang belum selesai ceritanya. Nostalgia tentang cinta yang tidak rasional yang telah kulihat sendiri bagaimana terjadinya.

    “Pendeta, apa yang kau lakukan di sini?”

    Aku berbalik. Kulihat anak berumur tujuh belas tahun, dengan tas lusuh dan tubuh yang basah kuyup. Tatapannya masih tegar seperti dulu, tidak pernah berubah.

    “Apa yang kau lakukan dengan tas itu, gadis muda?”

    “Aku berencana mengucapkan salam terakhir bagi ibu dan menemui Pendeta, tetapi Sang Pencipta telah mempertemukan kita sebelum rencanaku.”

    Aku mulai menerka-nerka maksud dari tangannya yang membawa tas itu, sebab tas itu cukup besar.

    “Dimana ayahmu?”

    “Dia pergi meninggalkanku setelah pemakaman ibu.”

    Aku membelai rambutnya pelan. Kekagumanku masih sama akan wataknya yang keras tetapi kuat.

    “Lalu kau akan pergi kemana?”

    “Itulah kenapa aku mencari Pendeta. Bolehkah mulai hari ini, aku tinggal dengan Pendeta?”

    Mohon kritik dan sarannya. Terima kasih sebelumnya! ^^
     
    • Like Like x 2
    • For The Win For The Win x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. fuikisama MODERATOR

    Offline

    Saya innocent kaka~

    Joined:
    Mar 24, 2012
    Messages:
    20,766
    Trophy Points:
    328
    Ratings:
    +24,433 / -184
    Salam kenal jg, welcome to Fiction :hi:

    SoL :obiii: salah satu genre yg saya gemari
    Tema dramanya jg mengandung nuansa emansipasi wanita ya
    Khususnya dlm hal budaya dsini
    Sesuatu yg jarang saya temui bt karya2 yg dbuat saat SMA yg mana biasanya lebih ke teenlit yg sarat romantisme :hihi:

    Tutur bahasanya bt saya terasa sdikit nyastranya
    Senang dgn poem/poetry jg ta? :iii:



    Overall ritmenya pas saya baca cukup baik mengalirnya
    Ga ada hal yg bkin saya bingung bertanya-tanya kebingungan soal ceritanya
    Bahasanya jg mudah dimengerti

    Namun dalam beberapa bagian ada pmilihan kata2 yg cenderung berulang yg bikin ceritanya terasa kaku
    Soal penokohan jg trasa kurang dalam akibatnya konflik yg dialami wanita yg dirawat tsb kurang menyentuh/berkesan
    Mungkin ini pengaruh jg dari keterbatasan space ceritanya
    + 1 hal lg
    Saya baru nyadar di akhir2 cerita kalau sang tokoh aku itu seorang pendeta wanita :XD:


    Sgitu aj deh sisanya biasanya tinggal lbih banyak sering fic ke depannya
    Supaya makin terbiasa buat alur cerita yg mengalir + penokohan karakter yg kuat


    See ya again di karya2 selanjutnya :lalala:
     
  4. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    ...well. Sebelum komentar lebih panjang, aku bakalan bilang lebih dulu... I'm not nice... :9

    pertama soal diksi dan gaya bahasa... fuiki bilang ngalir. Kalau buatku, nggak sama sekali. Pemilihan katanya kadang agak terlalu berlebihan. Pola kalimatnya kadang aneh (jangan kebanyakan pake pasif kenapa? Iya sih ini bahasa Indonesia, bukan Inggris, jadi pasif nggak sebegitu perlu dihindarin. Tapi kalau sebanyak itu penggunaan pola di- di- di-nya kan eneg juga), bikin susah ngerti apa maksudnya. Ditambah beberapa kalimat banyak yg terkesan rancu. Kayak misalnya...

    'Sekitar tiga hari setelahnya, dia sadarkan diri ketika aku menyapu koridor di depan kamarnya, sebab ia telah berbalik dalam tidurnya.'>>>maksudnya apa? berbalik dalam tidurnya itu apa? Emang kenapa? Kok kayak nggak ada hubungannya? sama juga kayak deskripsi berlebihan di kalimat ini... 'Nasibnya terlalu miris untuk bisa diterima akal sehat'... ha? he? what? emang nasib miris yang bisa diterima akal sehat dan yg ga bisa diterima akal sehat itu pengkategoriannya gimana?

    trus... 'Suasananya sedih'... >>>krik? suasana mana bisa sedih atuh... emangnya dia itu orang? Ni kalau suruh analisis unsur intrinsik latar suasana ada jawaban suasana sedih disalahin itu sama gurunya.

    contoh terakhir... 'Karena itulah, ketika lelaki busuk itu melamar ibu, ibu langsung mengiyakan, ketika aku menentangnya mati-matian.' >>>whaaat is that supposed to meaaan? jadi ibunya mengiyakan pas si anak menentang? I mean... liat itu udah ada keterangan waktu 'ketika lelaki busuk melamar'... buat 'ibu langsung mengiyakan.' Tapi di akhir malah ada tambahan waktu lagi 'ketika aku menentangnya...' yang bisa berarti... 'ketika aku menentangnya matian-matian... ibu langsung mengiyakan.' Jadi bukan karena dilamar atau karena image janda atau apa... tapi karena 'aku menentangnya mati-matian'. Iya, aku tahu maksudnya... tapi kalimat rancu kayak begini ini harus dihindarin.

    Kedua, plot. Jujur aja... kalau liat dari tema... dan mungkin amanat... tujuan ceritanya sih jelas ada. Lumayan bagus malah. Tapi plotnya itu terlalu kosong. Kayak nggak ada sangkut-pautnya antara satu dengan yang lain. Berasa... kalau bagian ini diilangin juga nggak bakalan jadi masalah buat keseluruhan cerita. Liat aja itu... aku nggak ngerti buat apa adegan para pengelana baik hati di awal? Kalau pun si tokoh utamanya sendiri yang nemuin tu perempuan sejak awal juga cerita nggak bakalan berubah. Tetep aja si perempuan diKDRT suaminya, tetep aja si pendeta nolongin, tetep aja anak perempuannya ada. Dan setelah baca nyampe akhir... komentarku cuman... ew... konfliknya nanggung amat ini swt. Kayak sekedar baca berita yang muncul di bagian bawah layar tv... sekilas info, ada kasus KDRT, korban meninggal, the end. Udah ngangkat kasus dramatis begini... tapi penceritaannya super antiklimaks. Nggak ada resolusi, nggak ada aksi. Si pendeta cuma diam menunggu, berdoa (biarpun setengah kayak memprotes) kepada Tuhannya. Pas akhirnya adegan terakhir pun aku nggak berasa bisa ngasih simpati apa-apa. Berasa... "hee... gitu doang?" dan di situ saya bingung apa harus merasa sedih.

    Terakhir... tokohnya flat banget ini kayak habis disetrika. Kek habis dikasih peran A, ya udah selesai. Berasa nggak ada esmosi begitu mereka.

    Well... keseluruhan... mungkin salahku ngebandingin cerita ini sama cerita "Laila" yang temanya more or less soal wanita (sejak dulu wanita dijajah pria~ wanita dijajah pria sejak dulu~). Tapi mungkin emang ada baiknya kamu coba pelajarin struktur cerpen Laila dan liat apa yang kurang di cerpen kamu. Karena sebenarnya ini bisa jadi bagus banget (tipe-tipe yg mungkin bisa lolos ke koran minggu kalau liat temanya), kalau aja kamu tahu gimana cara menyampaikannya, dan tahu apa yang benar-benar pengen kamu sampein.

    P.S:
    Sebetulnya aku juga nggak ngerti apa hubungan judul sama isi cerita selain settingnya yang... sama sekali nggak dimanfaatkan juga dalam plot/konflik. Mau diganti jadi cerah/berawan juga kayaknya nggak bakalan jadi masalah.

    Keep up the good work.
     
    Last edited: Jul 2, 2015
  5. fuikisama MODERATOR

    Offline

    Saya innocent kaka~

    Joined:
    Mar 24, 2012
    Messages:
    20,766
    Trophy Points:
    328
    Ratings:
    +24,433 / -184
    Haha
    Saya bilang ngalir dalam artian bisa nangkep alurnya dri awal pe akhir
    Satu2nya hal yg gagal paham salah kira cuma 1 dan sudah saya sebut jg
    Yg nolong itu pendeta cewek kirain cowok :XD:
    Baru nyadar pas baca bagian ini

    Soal pmilihan kata dah saya sebut ada yg berulang bt nuansanya jadi kaku
    Klo merp mungkin fokusnya bt penggunaan kata di-
    + ada bebrapa bagian yg kata2nya trasa sperti nyastra tpi klo bt penuturan crita yg kasual pnuturan langsung bgini rasanya kurang pas jadinya
    Jadi terkesan kaku


    Klo plot ma pnokohan sih dugaannya karena ini niat awalnya bt tugas sekolah
    Yg rata2 terbatas waktu ma spacenya
    Palagi klo dadakan langsung dkumpulin


    Jdi inget tugas poem abstrak dulu
    Dkasih contoh puisi dri majalah Horizon karya sastrawan terkenal jg
    Yg isinya cuma ping ping bilang pingping bilang pongpong...... :dead:
    No idea sama skali arti sama estetika seni sastranya dmana palagi harus bt karya puisi abstrak srupa
    Brakhir sukses dgn copas bunyi lonceng skolah teng teng teng :puff:
     
  6. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    kayak gitu mah bukan ngalir saya nyebutnya sih. dan... kalau soal alur, saya udah bilang jg kalau plotnya terlalu kosong. Jadi bagian itu jg ga bakalan saya bilang ngalir, I guess.:ngacir:

    sementara soal pendetanya cowok/cewek... emang cuma di bagian itu ada implikasi gender si pendeta. Yang kalau buat saya sih... mau cowok atau cewek juga... docchi demo ii deshou? Toh kalau pendetanya cowok juga ga otomatis berarti si perempuan jadi selingkuh sama si pendeta kan. Saya gagal pahamnya sama reasoning si anak pas bilang gitu malah. Eh? were you implying your mother would cheat if she was a he? Tapi nggak ada lanjutan dari masalah ini jadi ya... docchi demo ii kamo.

    Trus... no, no... di- di- itu masalah pola kalimat. And please don't use sastra/nyastra/sastrais buat deskripsiin gaya bahasa seseorang (though I admit I often used that term for sarcasm). Selain jg, no... my concern isn't about kaku atau nggak (meh, gaya bahasaku dari dulu termasuk yang rada kaku apalagi kalau dibandingin teenlit). Tapi makna yang timbul akibat pemilihan kata yang begitu, dengan gaya bahasa begitu, dari pola kalimat yg begitu. Kalimat nggak efektif di karya fiksi/sastra itu gak apa-apa... selama ga rancu, indah, dan ga keliatan mubazir kata.

    Last... sebetulnya tergantung kok. Waktu dulu SMA aku dapet tugas bikin cerpen ngerjainnya di rumah. Lagian mau apa juga nggak bisa jadi alasan sih. ...oh well... bisa. Tapi nggak bikin plot/penokohannya jadi kerasa lebih baik juga. Fine is not at the same level with good, after all.
     
  7. gwenliethe Members

    Offline

    Joined:
    Jul 2, 2015
    Messages:
    9
    Trophy Points:
    26
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +10 / -0
    Sebelumnya makasih buat kakak fukui sama kakak merpati yang udah nyempetin baca ^^

    fuikisamafuikisama : Soal poem/poetry, iya, emang seneng dari SMP hehe. Kalo soalnya pendetanya, well, banyak yang bilang gitu juga temen-temen hehe. Terima kasih juga soalnya sudah mengerti alur yang sulit
    merpati98merpati98 : saya nggak masalah kok dengan kritik yang not nice, karena emang kadang harus digebug biar sadar soal kalimat efektif :swt: Soal amanat, sebenernya saya cuma bosen aja sih liat cerita dimana-mana good ending ._.

    Mungkin akan saya fix lagi ke depannya ^^
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Jul 3, 2015
  8. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    hmm, buatku...ini boleh dibilang overdescriptive lol :XD:

    mungkin gwen mau bikin suasana yang mengharu biru yang bikin pembaca kebawa ke jalan cerita, tapi, well, entah emang kamu puitis banget ato gimana, somehow aku ngerasa ini dekriptifnya terlalu wah :iii:

    let's see :
    1. Perempuan itu, yang jasadnya dikuburkan dalam gundukan tanah...

    hmm, kuburan kan emang berupa gundukan tanah, jadi yah, kayaknya gak usah ditulis lagi :iii:

    2. meninggal dalam kemirisan yang sangat miris bagiku


    miris, sangat miris? welp, menurutku sih gak usah nulis kata "miris" buat ngegambarin suasananya. cukup bikin sesuatu yang bikin arti kata miris itu muncul aja.

    3. Nisan itu, bertuliskan namanya yang anggun, yang menitikkan air mataku di pipi.

    anuu, gak usah ditulis kek "namanya yang anggun bla bla bla..." juga gapapa sih. sekali lagi, buat bikin deskripsi yang ngena di hati, gak perlu nulis "exact word" nya (sori bingung nulis indonesianya gimana XD )

    mungkin bisa dibikin kek gini :

    well, semuanya balik lagi soal selera sih. itu jangan dijadiin patokan juga soalnya itu gaya tulisanku lol.

    soal ceritanya sendiri, aku suka plotnya. unsur tear jerking nya cukup kuat, tapi sebenernya masih bisa dipoles lagi, kek bagian kenapa si anak pengen tinggal ama pendeta, apa karena jatuh hati ato apa. terus bisa ditambah ama interaksi anak n pendeta, benernya, karena di akhir cerita, anak itu pengen tinggal ama pendeta.

    yah overall cukup enjoy ama ceritanya. thank god I read it until the end. ada beberapa yang diskip tapi gapapa lah lol, ceritanya masih menarik sih :XD:

    keep writing :peace:
     
    Last edited: Jul 22, 2015
  9. gwenliethe Members

    Offline

    Joined:
    Jul 2, 2015
    Messages:
    9
    Trophy Points:
    26
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +10 / -0
    FairyflyFairyfly makasih kakak sudah mau baca sampai akhir ^^ Well, karena pas buat lagi gila sama sastra lama yang.. err.. ya, begitulah :v Sekarang kala baca lagi aku ya bingung dulu kok bisa nulis begitu -.-
     
  10. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    yeah, sure thing :hmm:

    btw kali2 mau ikutan :

    http://forum.idws.id/posts/32297936/

    deadline 1 agustus sih, tapi kalo mau mau diperpanjang rekues ke momod high aja :hihi:
     
  11. Ii_chan M V U

    Offline

    Minagiru ai

    Joined:
    Jun 27, 2013
    Messages:
    4,958
    Trophy Points:
    187
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +1,180 / -55
    hmm, lumayan susah jga sih.
    menurut saya, adegannya terallu banyak buat cerita pendek. karena itu tiap adegan banyak time skip2 yg panjang.

    konklusinya juga saya nggak ngerti ini mau nyertaiin apa sih sbnarnya.
    lagian konfliknya kerasa di tempat yg faraway. pendetanya nggak tau apa2. terus dijelasin ama anaknya. dia sendiri nggak ada kterlibatan langsung dengan cerita. terus kenapa fokus cerita ke dia?.
     
  12. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    @gwenliethe ceritamu bagus enak di baca.. tidak terlalu pendek dan panjang.. cmn yang sangat di sayangkan ada time frame ceritanya ngak jelas. konfliknya jelas banget bagus apalagi klu bisa sedikit diperpanjang.
    saran gua seh: BIKIN LAGI YANG LAIN, GANBATE..
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.