1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Historical Event Aliansi Jepang-Inggris pada Perang Jepang-Rusia 1904-1905

Discussion in 'World History' started by aicweconan, Jul 31, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. aicweconan M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 14, 2010
    Messages:
    739
    Trophy Points:
    91
    Ratings:
    +1,167 / -2
    Perjanjian Shimonoseki dan mulainya rivalitas Jepang-Rusia dalam memperebutkan Korea
    Di awal abad dua puluh Jepang mulai menunjukkan geliat infasi luar negrinya dengan berusaha untuk menguasai Korea. Untuk tujuan tersebut Jepang harus berhadapan terlebih dahulu dengan Cina yang merupakan negara yang telah menjadikan Korea sebagai negara bawahan selama berabad-abad lamanya. Permasalahan dengan Cina dalam hal kekuasaan terhadap Korea ini berpuncak pada perang Jepang-Cina pada tahun 1894-1895. Perang tersebut berakhir dengan Perjanjian Shimonoseki yang menghasilkan kewajiban bagi Cina untuk menyerahkan Semenanjung Liaotung, Taiwan, kepulauan Pescadores dan membayar ganti rugi perang pada Jepang. Akan tetapi karena adanya intevensi tiga negara Eropa (sangoku kansho) yaitu Jerman, Rusia, dan Prancis yang mempunyai kepentingan di Cina, perjanjian tersebut dikaji ulang dan hasilnya Cina tidak perlu menyerahkan Semenanjung Liaotung.
    Kemenangan Jepang terhadap Cina membawa pengaruh besar terhadap pemerintahan Korea di mana jajaran pemerintah diganti dari orang-orang yang pro-Cina menjadi orang-orang yang pro-Rusia. Kekuasaan Jepang di Korea mengundang kebencian dari pihak lain yang semula berkuasa. Kelompok ini kemudian melirik Rusia untuk meminta bantuan dalam menghadapi Jepang. Rusia yang sedari awal mempunyai kepentingan di Korea menggunakan kesempatan ini untuk membentuk kelompok pro-Rusia dan berusaha untuk memasukkan tentara Rusia ke Korea dengan dalih untuk menjaga keamanan kedutaan dan aset negaranya di Korea.
    Pemberontakan Petinju
    Hubungan yang kian memanas antara Jepang dan Rusia ini semakin bertambah berat dengan adanya peristiwa pemberontakan Petinju yang terjadi di Cina.
    Pada tahun 1900 di Cina Utara terjadi pemberontakan Petinju (giwadan no ran). Pemberontakan ini sebenarnya bernama Yihe quan atau I-ho ch’uan, tetapi karena markas pemberontakan ini adalah di sasana tinju barat di Shantung dan mereka selain berbekal ilmu magis juga berbekal ilmu bela diri tinju, maka orang-orang barat menyebut pemberontak ini sebagai kelompok Petinju. Gerakan nasionalis ini menentang keberadaan bangsa asing di Cina. Mereka merusak instalasi-instalasi milik orang asing di Cina dan membunuh anggota senior kedutaan besar Jepang di Cina dan seorang menteri Jerman.[ii]
    Menghadapi pemberontakan ini, Cina meminta bantuan negara-negara asing untuk mengirimkan pasukannya ke Cina. Delapan negara asing membantu Cina untuk memadamkan pemberontakan ini. Dari kedelapan negara tersebut, Jepang dan Rusia adalah negara yang mengirimkan tentara paling banyak yaitu sebanyak 21.634 orang dan 15.570 orang dari total keseluruhan tentara tersebut adalah 71.920.[iii] Jumlah tentara Jepang dan Rusia yang banyak menunjukkan tingkat kepentingan mereka yang tinggi.
    Wilayah pemberontakan yang merembet ke Manchuria ini dimanfaatkan Rusia sebagai alasan untuk mengkonsentrasikan seluruh pasukannya ke Manchuria selatan guna melindungi instalasinya dari perusakan. Walaupun demikian, ketika pemberontakan sudah berhasil dipadamkan, Rusia tetap tidak mau menarik pasukannya dengan dalih perlindungan terhadap instalasinya di Mancuria. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kontroversi akan maksud dari Rusia. Charles Hardinge, wakil Inggris di St. Petersburg mengatakan sebagai berikut:
    “Sekarang telah diusulkan untuk memperbesar pasukan ini. Untuk memberi kesan tentang adanya penarikan tentara Rusia dari Manchuria, maka pasukan tersebut diberi nama sebagai pasukan penjaga rel kereta api dan akan berada di bawah Witte (Menteri Keuangan, pen.). Tapi karena anggotanya adalah anggota dari militer, pasukan yang harusnya berada di bawah pengawasan menteri keuangan tersebut akan dapat dikendalikan oleh Menteri Peperangan yang dapat menggerakkan mereka dalam posisi yang strategis "[iv]

    Keberadaan pasukan Rusia di Manchuria ini tentu saja ditentang oleh Inggris dan Jepang. PM Jepang Yamagata menganggap bahwa pengiriman pasukan secara besar-besaran tersebut bukanlah sekedar untuk melindungi instalasi Rusia di Manchuria saja, tetapi lebih pada usaha untuk menguasai Manchuria secara permanen[v]. Menteri Luar Negeri Jepang Komura Jutaroo mengatakan bahwa “jika Manchuria menjadi milik Rusia, Korea tidak dapat tetap merdeka[vi]. Hal ini wajar mengingat letak Korea berbatasan dengan Manchuria dan dengan menjadikan Manchuria sebagai basis militer maka Korea akan menjadi korban Rusia selanjutnya.
    Keberadaan pasukan Rusia di Manchuria yang berbatasan dengan Korea ini mengkhawatirkan Jepang karena akan mengganggu rencananya untuk menguasai Korea. Berbagai negosiasi ditempuh Jepang untuk mendapatkan pengakuan Rusia atas kepentingan Jepang di Korea. Akan tetapi semua negosiasi tersebut tidak membuahkan hasil yang diinginkan Jepang sehingga perang menjadi satu-satunya jalan untuk mendapatkan Korea.

    Rumusan permasalahan.
    Dalam merumuskan permasalahan pada penelitian ini, penulis terlatarbelakangi dengan fakta bahwa Jepang yang merupakan negara kecil dan baru mengalami restorasi yang mengganti sistem feodal ke sistem modern mampu mengalahkan Rusia yang merupakan negara yang modern dan memiliki kekuatan militer yang diperhitungkan oleh negara-negara barat. Intervensi tiga negara yang Rusia masuk sebagai salah satu angotanya mampu menaklukan Jepang bahkan tanpa menggunakan kekerasan sedikitpun. Hal ini tentu saja karena besarnya kekuatan Rusia yang sangat menakutkan bagi Jepang sehingga Jepang setuju untuk tidak menjadikan semenanjung Liaotung sebagai bagian ganti rugi.
    Penulis ingin mengetahui strategi politik internasional apakah yang dilakukan oleh Jepang dan bagaimana pengaruh strategi tersebut dalam memenangkan Jepang memperebutkan Korea. Penulis mengajukan strategi internasional ini sebagai tema lantaran mengetahui bahwa peperangan memperebutkan Korea ini bukan hanya antara Jepang dan Rusia semata, tetapi juga melibatkan negara-negara lain yang memiliki kepentingan di wilayah Asia Timur, khususnya terhadap wilayah Korea dan Cina.

    Catatan singkat tentang jalannya perang Jepang-Rusia
    Perundingan antara Jepang dan Rusia dalam menyelesaikan permasalahan perebutan kekuasaan di Korea tidak menghasilkan kesepakatan yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Jepang dan Rusia, masing-masing bersikeras untuk menguasai Korea dan tidak mau berbagi kekuasaan di dalamnya.
    Setelah buntunya jalur perundingan, maka pihak Jepang bersiap-siap untuk melakukan peperangan dengan Rusia. Pada tanggal 9 Februari 1904 Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Rusia di Port Arthur. Serangan menddak ini cukup mengejutkan Rusia dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Sehari sesudahnya Jepang secara resmi menyatakan berperang dengan Rusia.

    Pertempuran Darat
    Ada banyak pertempuran darat selama perang Jepang-Rusia ini. Dari berbagai pertempuran yang terjadi, pertempuran Mukden adalah pertempuran darat terbesar. Pada tanggal 1 Maret 1905 pasukan Jepang memulai penyerangan terhadap tentara Rusia yang berada di jalur menuju Mukden. Akibat perlawanan sengit tentara Rusia, tentara Jepang sulit untuk bergerak maju. Pertempuran hanya berjalan di tempat saja. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terkurung di medan pertempuran itu saja sehingga pada tanggal 3 Maret rencana untuk memasuki Mukden melalui arah barat laut diubah melalui arah barat.[vii]
    Tentara Jepang dengan gigih mendesak tentara Rusia sehingga pada tanggal 10 Maret brigade II dan IV berhasil menduduki wilayah di dekat Mukden. Pada tanggal 16 Maret tentara Jepang berhasil mendesak tentara Rusia dan menduduki kota Teelin yang terletak di sebelah utara Mukden.[viii]
    Jumlah tentara yang bertempur di pertempuran Mukden ini sangatlah besar. Pada pihak Jepang terdiri dari 250.000 orang tentara dan di pihak Rusia terdiri dari 320.000 orang tentara. Korban yang mati dan terluka di pihak Jepang berjumlah 70.000 orang sedang di pihak Rusia berjumlah 90.000 orang.[ix]

    Pertempuran Laut
    Selain pertempuran darat, Perang Jepang-Rusia mencatat berbagai macam pertempuran laut. Pada pertempuran laut ini Jepang menunjukkan keunggulannya dalam hal kualitas maupun kuantitas. Teknologi mutakhir kapal perang yang diperoleh dari Inggris dibuktikan keunggulannya dalam perang ini.
    Untuk memberikan bantuan kepada angkatan laut di Vladivostok, Rusia mempersiapkan sebuah armada yang sangat besar yang disebut armada Baltik. Armada ini berangkat dari pelabuhan Liepaja pada tanggal 15 Oktober 1904. Karena tidak didesain untuk melakukan perjalanan panjang, armada ini mengalami kesulitan dalam menempuh Liepaja-Vladivostok yang berjarak sekitar 18.000 mil. Untuk menempuh jarak sepanjang itu kapal-kapal tersebut membutuhkan pengisian bahan bakar berulang-ulang.
    Armada Baltik menempuh perjalanan dengan melewati daerah koloni Inggris. Karena Inggris tidak mau menjual batu baranya kepada Rusia, maka Armada tersebut harus berlayar dengan perlahan agar dapat menghemat bahan bakar. Hal ini menjadikan perjalanan menjadi lama sehingga menimbulkan kebosanan para tentara Rusia.
    Kedatangan Armada yang dipimpin oleh Laksmana Rochdestvenski ini telah ditunggu oleh Jendral Toogoo di selat Tsushima. Jendral Toogoo telah memperkirakan bahwa armada dari Baltik ini akan menuju Vladivostok dengan melalui selat Tsushima dengan alasan jalurnya lebih mudah dari pada melalui jalur utara. Pada bulan Mei armada tersebut sudah memasuki laut Cina Selatan. Skwadron pasifik ketiga yang di bawah pimpinan Laksmana Nebogatov datang bergabung dengan armada Rochdestvenski pada bulan yang sama. Akan tetapi kapal yang dibawa oleh Nebogatov adalah kapal yang sudah tua sehingga seakan-akan kedatangannya lebih seperti hambatan dari pada bantuan.
    Pada tanggal 27 Mei pertempuran terjadi antara armada Rusia dan armada Jepang di Selat Tsushima. Ini adalah pertempuran laut terbesar dalam perang Jepang-Rusia. Jepang membawa tiga skuadron angkatan laut yang terdiri dari 31 kapal perang, 21 kapal perusak, dan 16 kapal torpedo. Sedangkan di pihak Rusia terdapat dua skuadron yang terdiri dari 12 kapal perang, 9 kapal perusak, 6 kapal penjelajah, 2 kapal pengawal, dan 9 kapal transport.
    Pertempuran yang berlangsung selama dua hari itu merupakan suatu prestasi tertinggi bagi angkatan laut Jepang. Sekitar dua per tiga dari kapal-kapal Rusia dapat ditenggelamkan, enam kapal dapat ditawan, dan hanya empat kapal yang berhasil lolos ke Vladivostok.[x] Keberhasilan Jepang ini mengakhiri Perang Jepang-Rusia karena pihak Rusia sudah tidak punya harapan lagi untuk meneruskan peperangan. Jepang dan Rusia kemudian membuat kesepakatan perdamaian di Portsmouth, New Hampshire, Amerika Serikat.

    Kekuatan nasional sebagai faktor pendukung dalam pemenangan perang
    Kemenangan Jepang dalam memperebutkan Korea dalam perang Jepang-Rusia adalah suatu kemenangan yang tidak diperoleh secara kebetulan. Terdapat faktor-faktor penting yang menentukan kemenangan Jepang dalam perebutan tersebut.
    Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kemenangan Jepang dalam memperebutkan Korea, maka kita harus mengetahui bagaimanakah kekuatan kedua negara tersebut. Kekuatan negara yang sangat mendasar menjadi modal penting bagi sebuah negara dalam memenangkan pertikaian dengan negara lain. Dalam bukunya yang berjudul Elements of National Power (Calcutta: Scientific Book Agency, 1966) Hans J. Morgenthau, seorang Profesor Ilmu Hubungan Internasional Universitas Chicago, menyebut kekuatan ini sebagai kekuatan nasional. Dia membagi kekuatan nasional dalam beberapa elemen sebagai berikut:
    1. Geografi
    2. Sumber-sumber alam
    3. Kemampuan industri
    4. Kesiagaan militer
    5. Populasi
    6. Karakter nasional
    7. Moral nasional
    8. Kualitas diplomasi[xi]
    Dalam tulisan ini penulis ingin menggali lebih dalam lagi tentang poin 8, yaitu kualitas diplomasi di mana akan diturunkan menjadi sebuah strategi politik internasional.

    Strategi internasional
    Keinginan Jepang untuk menguasai Korea terbentur dengan keinginan serupa dari Rusia. Untuk bisa mendapatkan Korea, Jepang harus melakukan langkah-langkah politik. Langkah-langkah ini disebut juga dengan strategi politik internasional. Arti strategi dalam hubungannya dengan politik internasional adalah ilmu dan seni penggunaan politik, ekonomi, psikologi, dan bantuan untuk mengambil kebijakan dalam damai atau perang.[xii]Dalam Perang Jepang-Rusia, strategi politik dilakukan oleh Jepang sebelum dan pada awal perang.
    Strategi politik internasional Jepang dilakukan dengan jalur diplomasi. Walaupun Jepang menggunakan kekuatan militer untuk memaksakan kehendaknya pada Korea pada 23 februari 1904, tapi perbuatan tersebut masih termasuk dalam bentuk diplomasi karena keberadaan militer hanya sebagai gertakan saja dan keberhasilan diplomasi tersebut juga dibantu oleh golongan pro-Jepang. Hans J. Morgenthau berpendapat bahwa:
    “...dari semua faktor-faktor yang mendatangkan kekuatan suatu bangsa, kualitas diplomasi juga adalah merupakan faktor yang sangat penting, walaupun sifatnya tidak stabil”.[xiii]

    Strategi politik internasional Jepang ini berupa perundingan-perundingan dengan Rusia, Cina, Korea dan aliansi dengan Inggris.

    Diplomasi dengan Rusia
    Untuk memperebutkan Korea, Jepang harus melakukan perundingan dengan Rusia karena Rusialah yang menjadi rivalnya. Dalam perebutan tersebut, kedua belah pihak mengirimkan utusannya dalam perundingan untuk mencari jalan tengah yang dapat diterima keduanya.
    Mengenai rencana untuk menyelesaikan masalah perebutan Korea tersebut, Pemerintahan Jepang terpecah dalam dua kubu, yaitu kubu yang mendukung dan yang menolak. Ito Hirobumi yang sangat mengutamakan jalur diplomasi dalam penyelesaian masalah Korea mendapat hambatan dari kelompok yang berpendapat bahwa perang adalah satu-satunya jalan keluar bagi Jepang untuk dapat menguasai Korea.
    Jalur diplomasi yang telah ditempuh gagal mencapai suatu kesepakatan dikarenakan kedua negara sama-sama bersikeras dengan tuntutannya masing-masing. Jepang ngotot untuk mendapatkan Korea dan menginginkan Rusia pergi dari Manchuria, sedangkan Rusia bersikeras mempertahankan Manchuria tanpa memberikan kebebasan bagi Jepang di Korea.
    Walaupun usaha diplomasi ini tidak menghasilkan kesepakatan antara Jepang dengan Rusia, tetapi minimal memberikan waktu yang cukup bagi Jepang untuk mempersiapkan diri bila nanti harus berperang dengan Rusia.

    Diplomasi dengan Inggris
    Untuk menghindari terulangnya peristiwa Intervensi Tiga Negara yang menyebabkan Jepang harus berhadapan dengan tiga negara Eropa sekaligus, maka dalam menghadapi Rusia, Jepang harus mempunyai sekutu. Sekutu tersebut haruslah kuat dan cukup disegani oleh Rusia. Dalam mencari sekutu tersebut, Jepang melihat negara manakah yang mempunyai kepentingan yang sama dengan Jepang, yaitu menginginkan kepergian tentara Rusia dari Manchuria. Jepang melihat bahwa Inggrislah yang tepat untuk posisi tersebut. Pertimbangannya adalah, di mata Internasional Inggris merupakan negara yang memiliki kekuatan militer kuat dan Inggris juga memiliki kepentingan di Cina yang akan terancam dengan keberadaan tentara Rusia di Manchuria.
    Perwakilan Jepang dan Inggris kemudian melakukan perundingan untuk menghadapi Rusia. Perundingan yang berlangsung lebih dari tiga bulan tersebut kemudian berkembang menjadi suatu aliansi yang dibentuk untuk menyelesaikan atau mengatasi permasalahan bersama sebagaimana yang dituliskan oleh Edward Luttwak dalam buku Strategy: The logic of war and peace (Harvard University Press, 1987) bahwa Sebuah aliansi dibentuk untuk mengurangi atau memecahkan masalah[xiv].
    Pada 30 Januari 1902 terbentuklah kesepakatan untuk membuat sebuah aliansi Jepang-Ingris yang ditandatangani oleh Hayashi Tadasu, Dubes Jepang untuk Inggris dengan Lansdowne, sekretaris Mentri Luar Negeri Ingris di London. Dalam perjanjian pembentukan aliansi ini terdapat enam pasal yang mengatur. Pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
    Pasal I
    Jepang dan Inggris mengakui kedaulatan Korea dan Cina. Jepang mengakui kepentingan politik, ekonomi, dan industri Inggris di Cina dan sebaliknya Inggris mengakui kepentingan politik, ekonomi, dan industri Jepang di Korea. Kedua negara boleh mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingannya dari ancaman negara lain maupun gangguan dalam negeri.
    Pasal II
    Jika salah satu dari Inggris atau Jepang terlibat perang dengan negara negara lain, maka negara yang lain (Jepang atau Inggris, dalam kurung oleh penulis) akan bersikap netral.
    Pasal III
    Jika salah satu negara menghadapi lawan lebih dari satu, maka negara yang lain akan memberikan bantuan.
    Pasal IV
    Inggris dan Jepang tidak akan melakukan kesepakatan dengan negara lain yang akan merugikan kesepakatan ini.
    Pasal V
    Jika dalam pendapat antara Jepang dan Inggris kepentingan yang telah dijelaskan tersebut berada dalam bahaya, maka kedua pemerintahan akan melakukan perundingan.
    Pasal VI
    Perjanjian tersebut berlaku secepatnya setelah penandatanganan dan akan berlaku sampai lima tahun sejak penandatanganan[xv].
    Aliansi Jepang-Inggris ini dibentuk sebagai suatu strategi politik jangka pendek bagi Jepang dan Inggris sebagaimana pernyataan Harold dan Margaret Sprout dalam buku Foundations of International Politics (New Delhi: Affiliated East West Press PVT, Ltd, 1963):
    “...untuk jangka pendek, tujuan dan strategi negara lebih diterapkan dalam kegiatan-kegiatan negara seperti..., membentuk aliansi-aliansi, memperkuat persahabatan-persahabatan, memperlemah kekuatan-kekuatan musuh dan lain-lain”[xvi].

    Aliansi tersebut selain membantu Jepang untuk mendesak Rusia agar menarik seluruh pasukannya dari Manchuria, juga membantu Jepang untuk mencegah adanya negara ketiga yang akan membantu Rusia seperti yang pernah terjadi pada peristiwa Intervensi Tiga Negara. Apabila ada negara ketiga yang turun tangan membantu Rusia dalam Perang Jepang-Rusia nanti, maka Inggris akan memposisikan dirinya sebagai teman bertempur bagi Jepang (pasal III dalam perjanjian Aliansi Jepang-Inggris).
    Selain itu secara finansial, aliansi ini sangat membantu perekonomian Jepang. Inggris bersama dengan Amerika dan Jerman membantu Jepang dengan meminjamkan uang untuk menutupi biaya perang yang besar. Inggris juga membantu perindustrian Jepang yang kehilangan pasarnya di wilayah Cina akibat adanya perang ini dengan mengizinkan Jepang untuk menjual barang industrinya ke seluruh wilayah koloni Inggris di Asia.
    Di dalam perang pun Inggris juga telah membantu Jepang walaupun secara pasif. Inggris mempunyai andil dalam melemahkan Armada Baltik Rusia yang hendak menuju Vladivostok. Hal ini terjadi karena rute yang ditempuh oleh armada Baltik harus melalui wilayah koloni Inggris sehingga mereka menginginkan agar Inggris memperbolehkan armada tersebut berhenti di pelabuhan-pelabuhan Inggris guna memperbaiki kapal yang rusak dan mengisi bahan bakar. Akan tetapi Inggris yang sudah terikat janji dengan Jepang tidak mengabulkan permintaan tersebut bahkan Inggris menolak untuk menjual batu baranya kepada Rusia dengan harga berapapun. Sikap ini memang suatu keharusan bagi Inggris karena bila ia menuruti keinginan Rusia, maka ia melanggar pasal II, yaitu akan bersikap netral terhadap Perang Jepang-Rusia. Netral di sini berarti tidak membantu salah satu pihak walaupun itu hanya menjual batu bara ke Rusia.

    Diplomasi dengan Cina
    Pengaruh Cina dalam pertikaian ini dirasakan sangat penting bagi Jepang. Apabila nanti terjadi pertempuran dengan Rusia di wilayah Manchuria, maka keberpihakan Cina akan menguntungkan Jepang. Segala keuntungan baik itu berupa letak geografis, bantuan logistik, maupun bantuan tentara akan memberikan kontribusi yang besar bagi kemenangan Jepang. Oleh karena itu Jepang melakukan diplomasi agar Cina mau berpihak kepadanya.
    Cina menolak tawaran Jepang untuk berpihak padanya. Cina beranggapan apabila memihak salah satu dari negara tersebut, terlebih bila negara tersebut adalah Jepang, maka Cina akan menghadapi kesulitan yang akan didatangkan oleh Rusia yang telah menanamkan kekuatan militernya di Manchuria. Mengetahui penolakan Cina tersebut, Jepang kemudian menjalankan rencana kedua, yaitu mengusahakan agar dalam perang nanti Cina bersikap netral dan tidak berpihak pada siapapun. Jepang khawatir Cina akan memihak Rusia mengingat eratnya hubungan kedua negara tersebut, terlebih Rusia pernah menolong Cina mengembalikan wilayahnya yang akan diambil Jepang akibat kalah dalam Perang Jepang-Cina pada tahun 1894-1895. Jika Cina memihak Rusia, maka Jepang tidak hanya berhadapan dengan Rusia dan Cina saja, tetapi juga berhadapan dengan negara-negara Eropa yang memiliki kepentingan di Cina. Keputusan akhir Cina untuk mengambil sikap netral tersebut membuat kekhawatiran Jepang hilang.

    Diplomasi dengan Korea
    Korea yang menjadi objek perebutan antara Jepang dan Rusia berperan penting dalam memudahkan salah satu pihak untuk menguasainya. Jika ingin menguasai Korea tidaklah cukup hanya dengan mengalahkan pesaingnya saja, tetapi juga harus menguasai pemerintahan Korea terlebih dulu.
    Dominasi Jepang atas pemerintahan Korea semenjak peristiwa Intervensi Tiga Negara mulai menurun, terlebih ketika Rusia sedikit demi sedikit mulai mempengaruhi pemerintahan Korea. Akan tetapi karena fokus Rusia lebih ke Manchuria dari pada ke Korea, Jepang dengan mudah dapat kembali mendominasi Pemerintah Korea.
    Wilayah Korea yang berbatasan dengan Manchuria merupakan lokasi yang strategis bagi Jepang untuk dijadikan basis militer. Oleh karena itu, Jepang memaksa Korea untuk menandatangani suatu perjanjian yang mengizinkan militer Jepang menjadikan salah satu wilayah Korea sebagai basis militer dalam menghadapi Rusia. Dengan adanya basis militer di Korea, serangan darat Jepang dapat mencapai Manchuria dengan mudah. Jadi diplomasi Jepang dengan Korea ini memberikan keuntungan dalam strategi militer Jepang, yaitu keuntungan dalam faktor geografis.

    Kesimpulan
    Perang Jepang-Rusia yang berawal secara resmi pada tanggal 10 Februari 1904 dan berakhir dengan perjanjian Portsmouth pada tanggal 5 September 1905 menjadi suatu peristiwa monumental bagi kebangkitan Jepang di pentas dunia. Dalam perang tersebut Jepang membuktikan kekuatan militernya dengan mengalahkan Rusia, negara Eropa yang memiliki sejarah militer yang panjang. Meskipun dalam perundingan perdamaian Rusia mengatakan bahwa dirinya bukan di pihak yang kalah, tetapi melihat isi perjanjian tersebut dapat diketahui bila pihaknya adalah pihak yang kalah.
    Dalam memperebutkan Korea, Jepang berusaha memperkuat segala unsur kekuatan nasional yang dimilikinya. Dari kebijakan politik luar negeri yang dilakukan Jepang dapat diketahui bahwa Jepang mendapatkan keuntungan yang berupa modal untuk memenangkan perang tersebut. Walaupun diplomasi dengan Rusia dapat dikatakan gagal, namun diplomasi dengan Inggris, Korea, dan Cina membuahkan hasil yang besar. Aliansi dengan Inggris memberikan kekuatan dan kepercayaan diri pada Jepang dalam perang ini karena Jepang tidak perlu takut lagi akan turun tangannya dua negara Eropa lainnya yang bergabung dengan Rusia dalam Intervensi Tiga Negara dulu. Selain itu peran Inggris dalam “menggembosi” Armada Baltik membuat angkatan laut Jepang dengan mudah menghancurkan harapan terakhir Rusia tersebut. Perjanjian kerjasama dengan Korea memberikan keleluasaan bagi tentara Jepang untuk menjadikan wilayah Korea sebagai basis militer sebelum menyerbu ke Manchuria dan netralnya sikap Cina dalam perang ini membuat Jepang tidak khawatir akan campur tangannya negara lain yang mempunyai kepentingan di sana.
    http://iwansetiyabudi.blogspot.com/2006/10/aliansi-jepang-inggris-pada-perang.html
     
    Last edited: Aug 31, 2011
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. aicweconan M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 14, 2010
    Messages:
    739
    Trophy Points:
    91
    Ratings:
    +1,167 / -2
    Anglo-Japanese Alliance

    The first Anglo-Japanese Alliance (日英同盟 Nichi-Ei Dōmei?) was signed in London at what is now the Lansdowne Club,[1] on January 30, 1902, by Lord Lansdowne (British foreign secretary) and Hayashi Tadasu (Japanese minister in London). A diplomatic milestone for its ending of Britain's splendid isolation, the alliance was renewed and extended in scope twice, in 1905 and 1911, before its demise in 1921. It officially terminated in 1923.

    [​IMG]

    The possibility of an alliance between Great Britain and Japan had been canvassed since 1895, when Britain refused to join the triple intervention of France, Germany and Russia against the Japanese occupation of the Liaotung peninsula. While this single event was an unstable basis for an alliance, the case was strengthened by the support Britain had given Japan in its drive towards modernisation and their cooperative efforts to put down the Boxer Rebellion. Newspapers of both countries voiced support for such an alliance; in the UK, Francis Brinkley of The Times and Edwin Arnold of the Telegraph were the driving force behind such support, while in Japan the pro-alliance mood of politician Okuma Shigenobu stirred the Mainichi and Yomiuri newspapers into pro-alliance advocacy. The 1894 Anglo-Japanese Treaty of Commerce and Navigation had also paved the way for equal relations and the possibility of an alliance.

    In the end, the common interest truly fueling the alliance was opposition to Russian expansion. Negotiations began when Russia began to move into China. Nevertheless, both countries had their reservations. The UK was cautious of abandoning its policy of 'splendid isolation,' wary of antagonizing Russia, and unwilling to act on the treaty if Japan were to attack the United States. There were factions in the Japanese government that still hoped for a compromise with Russia, including the highly powerful political figure Itō Hirobumi, who had served four terms as Prime Minister of Japan. It was thought that friendship within Asia would be more amenable to the USA, which was uncomfortable with the rise of Japan as a power. Furthermore, the UK was unwilling to protect Japanese interests in Korea and likewise the Japanese were unwilling to support Britain in India.

    Hayashi and Lord Lansdowne began their discussions in July 1901, and disputes over Korea and India delayed them until November. At this point, Itō Hirobumi requested a delay in negotiations in order to attempt a reconciliation with Russia. He was mostly unsuccessful, and Britain expressed concerns over duplicity on Japan's part, so Hayashi hurriedly re-entered negotiations in 1902.
    [edit] Terms of the 1902 treaty
    Punch cartoon (1905) accompanied by a quote from Rudyard Kipling that appeared in the British press after the treaty was renewed in 1905 illustrates the positive light that the alliance was seen in by the British public.

    The treaty contained six articles:

    Article 1

    The High Contracting parties, having mutually recognized the independence of China and Korea, declare themselves to be entirely uninfluenced by aggressive tendencies in either country, having in view, however, their special interests, of which those of Great Britain relate principally to China, whilst Japan, in addition to the interests which she possesses in China, is interested in a peculiar degree, politically as well as commercially and industrially in Korea, the High Contracting parties recognize that it will be admissible for either of them to take such measures as may be indispensable in order to safeguard those interests if threatened either by the aggressive action of any other Power, or by disturbances arising in China or Korea, and necessitating the intervention of either of the High Contracting parties for the protection of the lives and properties of its subjects.

    Article 2

    Declaration of neutrality if either signatory becomes involved in war through Article 1.

    Article 3

    Promise of support if either signatory becomes involved in war with more than one Power.

    Article 4

    Signatories promise not to enter into separate agreements with other Powers to the prejudice of this alliance.

    Article 5

    The signatories promise to communicate frankly and fully with each other when any of the interests affected by this treaty are in jeopardy.

    Article 6

    Treaty to remain in force for five years and then at one years' notice, unless notice was given at the end of the fourth year.[2]

    Articles 2 and 3 were most crucial concerning war and mutual defence.

    The treaty laid out an acknowledgement of Japanese interests in Korea without obligating the UK to help should a Russo-Japanese conflict arise on this account. Japan was not obligated to defend British interests in India.

    Although written using careful and clear language, the two sides understood the Treaty slightly differently. The UK saw it as a gentle warning to Russia, while Japan was emboldened by it. From that point on, even those of a moderate stance refused to accept a compromise over the issue of Korea. Extremists saw it as an open invitation for imperial expansion.
    [edit] Renewal in 1905 and 1911
    Toyama Mitsuru honours Rash Behari Bose

    The alliance was renewed and extended in scope twice, in 1905 and 1911. This was partly prompted by British suspicions about Japanese intentions in South Asia. Japan appeared to support Indian nationalism, tolerating visits by figures such as Rash Behari Bose. The July 1905 renegotiations allowed for Japanese support of British interests in India and British support for Japanese progress into Korea. By November of that year Korea was a Japanese protectorate, and in February 1906 Itō Hirobumi was posted as the Resident General to Seoul. At the renewal in 1911, Japanese diplomat Komura Jutarō played a key role to restore Japan's tariff autonomy.
    [edit] Effects
    The Meiji Emperor receiving the Order of the Garter in 1906, as a consequence of the Anglo-Japanese Alliance. The Emperor, to this date, is the only non-European member of the Order.

    The alliance was announced on February 12, 1902.[3] In response, Russia sought to form alliances with France and Germany, which Germany declined. On March 16, 1902, a mutual pact was signed between France and Russia. China and the United States were strongly opposed to the alliance. Nevertheless, the nature of the Anglo-Japanese alliance meant that France was unable to come to Russia's aid in the Russo-Japanese War of 1904 as this would have meant going to war with Britain.
    Japanese armoured cruiser Nisshin of the Imperial Japanese Navy, in the Mediterranean (Malta, 1919).

    The alliance's provisions for mutual defense prompted Japan to enter World War I on the British side. Japan attacked the German base at Tsingtao in 1914 and forced the Germans to surrender (see Siege of Tsingtao). Japanese officers aboard British warships were casualties at the Battle of Jutland in 1916.[4] In 1917, Japanese warships were sent to the Mediterranean and assisted in the protection of allied shipping near Malta from U-boat attacks; there is a memorial there to the sailors who fell. The Treaty also made possible the Japanese seizure of German possessions in the Pacific north of the equator during WWI, a huge boon to Japan's imperial interests.
    The Peacock Skirt, by Aubrey Beardsley, shows significant Japanese influence

    The alliance formed the basis for positive cultural exchange between Britain and Japan. Japanese educated in the UK were able to bring new technology to Japan, such as advances in ophthalmology. British artists of the time such as James McNeill Whistler, Aubrey Beardsley and Charles Rennie Mackintosh were heavily inspired by Japanese kimono, swords, crafts and architecture.
    [edit] Limitations

    There remained strains on Anglo-Japanese relations during the years of the alliance. One such strain was the racial question. Although originally a German notion, the Japanese perceived that the British had been affected by idea of Yellow Peril, on account of their recalcitrance in the face of Japanese imperial success. This issue returned at Versailles after WWI when the UK sided with the U.S. against Japan's request of the addition of a racial equality clause, proposed by Prince Kinmochi Saionji. The racial question was difficult for Britain because of its multi-ethnic empire.

    Another limitation to the alliance was the economic relationship between Britain and Japan. Despite Japan's successful modernisation and growing military power, British banks continued to overestimate the risk involved in investments in Japan. Particularly insulting was the terms on which loans were issued to Japan, ranking them as equal to countries such as Egypt, Turkey and China.[citation needed]
    [edit] Demise of the treaty

    The alliance was viewed as an obstacle already at the Paris peace conference of 1919-1920. On July 8, 1920, the two governments issued a joint statement to the effect that the alliance treaty "is not entirely consistent with the letter of that Covenant (of the League of Nations), which both Governments earnestly desire to respect".[5]

    The demise of the alliance was signaled by the 1921 Imperial Conference, in which leaders from throughout the British Commonwealth convened to determine a unified international policy.[6] One of the major issues of the conference was the renewal of the Anglo-Japanese Alliance. The conference began with all but Canadian Prime Minister Arthur Meighen supporting the immediate renewal of an alliance with Japan. The prevailing hope was for a continuance of the alliance with the Pacific power, which could potentially provide security for Commonwealth interests in the area.[7] The Australians feared that it could not fend off any advancements from the Japanese navy, and desired a continuance to build up naval resources for a possible future conflict with the fear that an alliance with the United States in a state of post-war isolationism would provide little protection.[8]

    Meighen, fearing that a conflict could develop between Japan and the United States, demanded the Commonwealth to remove itself from the treaty to avoid being forced into a war between the two nations. The rest of the delegates agreed that it was best to court America and try to find a solution that the American government would find suitable, but only Meighen called for the complete abrogation of the treaty.[9] The American government feared that the renewal of the Anglo-Japanese Alliance would create a Japanese dominated market in the Pacific, and close China off from American trade.[10] These fears were elevated by the news media in America and Canada, which reported alleged secret anti-American clauses in the treaty, and advised the public to support abrogation.[11]

    The press, combined with Meighen's convincing argument of Canadian fears that Japan would attack Commonwealth assets in China, caused the Imperial Conference to shelve the alliance.[12] The Conference communicated their desire to consider leaving the alliance to the League of Nations, which stated that the alliance would continue, as originally stated with the leaving party giving the other a twelve month notice of their intentions.[13]

    The Commonwealth had decided to sacrifice its alliance with Japan in favor of good will with the United States, yet it desired to prevent the expected alliance between Japan and either Germany or Russia from coming into being.[14] Commonwealth delegates convinced America to invite several nations to Washington to participate in talks regarding Pacific and Far East policies, specifically naval disarmament.[15] Japan came to the Washington Naval Conference with a deep mistrust of Britain, feeling that London no longer wanted what was best for Japan.[16]

    Despite the growing rift, Japan joined the conference in hopes of avoiding a war with the United States.[17] The Pacific powers of the United States, Japan, France, and Great Britain would sign the Four-Power Treaty, and adding on various other countries such as China to create the Nine-Power Treaty. The Four Powers Treaty would provide a minimal structure for the expectations of international relations in the Pacific, as well as a loose alliance without any commitment to armed alliances.[18] The Four Powers Treaty at the Washington Conference made the Anglo-Japanese Alliance defunct in December, 1921; however, it would not officially terminate until all parties ratified the treaty on August 17, 1923.[19]

    At that time, the Alliance was officially terminated, as per Article IV in the Anglo-Japanese Alliance Treaties of 1902 and 1911.[20] The distrust between the Commonwealth and Japan, as well as the manner in which the Anglo-Japanese Alliance concluded are credited by many scholars, as being leading causes to Japan's involvement in World War Two.[21]

    http://en.wikipedia.org/wiki/Anglo-Japanese_Alliance
     
    Last edited: Jul 31, 2011
  4. Hery_Ong M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Jan 13, 2011
    Messages:
    407
    Trophy Points:
    32
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +31 / -5
    nice info gan ^^:awas:

    berkat kemenangan jepang melawan rusia juga , menybabkan negara2 lain seperti indonesia tergerak untuk bebas dari penjajahan negara barat. ^^

    jadi pengaruh perang ini cukup besar.
    tuh terbukti juga tikus mampu mengalahkan gajah besar :panda:
     
  5. jarmen_kerll M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 22, 2009
    Messages:
    688
    Trophy Points:
    81
    Ratings:
    +81 / -3
    nice info... perang jepang rusia ini sangat berdekatan waktunya dengan PD I ya... hanya 4 tahun.. dan dalam waktu 4 tahun Rusia mampu mengembalikan kekuatannya dan berperang melawan kesultanan ottoman pada PD I
     
  6. PzGren M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 5, 2011
    Messages:
    518
    Trophy Points:
    71
    Ratings:
    +6 / -0
    Iya, soalnya walaupun rusia kalah perang, rusia gk ngabisin banyak sumber daya karena punya keuntungan di sisi geografis...
    Keuntungan bwt Jepang di perang ini juga sebenernya lebih ke sifat moral sama diplomatik, soalnya justru Jepang yang ngabisin banyak biaya bwt perang ini
    CMIIW :peace:
     
  7. Grimore M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 3, 2011
    Messages:
    980
    Trophy Points:
    57
    Ratings:
    +42 / -0
    "fakta bahwa Jepang yang merupakan negara kecil dan baru mengalami restorasi yang mengganti sistem feodal ke sistem modern mampu mengalahkan Rusia yang merupakan negara yang modern dan memiliki kekuatan militer yang diperhitungkan oleh negara-negara barat" aku ska bnget ni ptikan artikel, cba aja indonesia bsa kyk bgini, skali2 revolusi n retorasi biar bisa brubah scara kseluruhan :peace:
     
  8. Fantapupay Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 18, 2011
    Messages:
    64
    Trophy Points:
    7
    Ratings:
    +1 / -0
    Mungkinkah indonesia kelak bisa seperti jepang? menjadi negara yang menanjak pamor diplomasi dan militer. barat dan china akan "berperang" untuk laut china selatan dan taiwan, cepat atau lambat. karena dekat, indonesia bisa kena efeknya nih. ada yang pernah mengulas hal ini gak?
     
  9. chairul43 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Sep 20, 2010
    Messages:
    10
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    PD I kan 1914,perang Jap-Russia aja tahun 1905 :army
    Berarti kan masih 9 tahun lagi sebelum meletus PD I :peace:
     
  10. Daniel707 Members

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Mar 29, 2012
    Messages:
    418
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +5 / -0
    perang Jepang-Russia pas thun 1905 yg akhir nya di menangkan Jepang..memang berpengaruh besar bagi bangsa asia
    krna setelah sekian lama akhir nya ada bagsa asia yg dpat mengalahkan bangsa eropa..mantabb
     
  11. hesseljw Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 14, 2011
    Messages:
    158
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +21 / -0
    bisa diacungkan jempol sih jepang disini
    padahal rusia keuntungan geografisnya bagus bgt loh
    tapi bisa dibilang ini karena pemerintah rusia yang ngga seserius jepang ngga ya?
     
  12. pearlwhy M V U

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Apr 25, 2010
    Messages:
    5,150
    Trophy Points:
    242
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +13,125 / -0
    kayak tugas akhir aja nih :bloon:

    kemenangan jepang atas rusia jadi bukti bahwa bangsa eropa bisa dikalahkan, dan banyak bangsa2 asia lain yang sedang dijajah bangsa eropa jadi naik motivasinya dengan adanya berita kemenangan jepang ini
    dan baru tahu ane kalo perang ini ternyata untuk merebutkan korea
    sebelum inipun korea ternyata dibawah kekuasaan china
    ironis bgt dah korea ini ternyata, dah lama dijajah bangsa lain, eh sesudah merdeka,malah terpecah belah jadi dua korea :sigh:
     
  13. aicweconan M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 14, 2010
    Messages:
    739
    Trophy Points:
    91
    Ratings:
    +1,167 / -2
    saya pikir kalau saja sifat asia jajaran indo yg cepet percaya orang, tidak punya harga diri tinggi akan rasnya, itu sebabnya kita mudah dijajah eropa. eropa ga hebat dalam perang tapi lici

    paktanya

    JEPANG KOREA CINA tidak pernah dijajah bangsa erops

    CINA DI PIHAK SEKUTU

    KOREA TIDAK DILIBATKAN DALAM PENBAGIAN KOREA

    WELL pakta kalau 3 negara asia yg bangga akan diri sendiri dan percaya diri. lebih kuat dari eropa dan hanya ketiganya yg bisa mengalahkan satu sama lain,
     
    • Thanks Thanks x 1
  14. pearlwhy M V U

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Apr 25, 2010
    Messages:
    5,150
    Trophy Points:
    242
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +13,125 / -0
    dulu mah terlalu mudah dipecah belah sama belanda
    tiap mau naik tahta. calon raja2nya diadu mulu sama belanda :sigh:
    cuma ane sedihnya kenapa yang ngejajah kita ini belanda, bukan inggris/spanyol
    dikit bgt sumbangsih belanda nih pas ngejajah, penjajah yg gak bikin pintar rakyat ya ini :lempar:
    semua yang dijajah inggris akhirnya bisa bahasa inggris, dan begitu pula spanyol
    lha kita? sekarang dikit bgt yang bisa bahasa belanda :swt:
    -
    korea walo gak pernah dijajah eropa, tapi mereka lama ditindas china sama jepang
    kalo menurut ane lebih mending dijajah eropa deh daripada jepang :takut:
     
  15. aicweconan M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 14, 2010
    Messages:
    739
    Trophy Points:
    91
    Ratings:
    +1,167 / -2
    korea itu kuat makanya ga bisa dijajah eropa

    =.= mending ga dijajah, dan paling ga jepang menyekolahkan anak-anak walau umur 13 harus kerja. ya setidak bikin pinter dikit sedangkan belanda boro-boro yg ada senang orang indo pada bodoh
     
  16. pearlwhy M V U

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Apr 25, 2010
    Messages:
    5,150
    Trophy Points:
    242
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +13,125 / -0
    terus apa bedanya korea dijajah china/jepang? toh sama2 dijajah :bloon:
    iya nih, belanda penjajah yang bikin goblok bangsa :swt:
     
  17. aicweconan M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 14, 2010
    Messages:
    739
    Trophy Points:
    91
    Ratings:
    +1,167 / -2
    sebetulnya cina dan jepang "bukan menjajah" korea, kerajaan korea adalah bawahan kekaisaran cina bukan jajahan. sedangkan jepang mengakui daerah korea adalah daerah milik kekaisaran jepang.
     
  18. auf Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jan 29, 2010
    Messages:
    40
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +3 / -0
    kayaknya masih jauh panggang daripada api, secara militer, kita aja kalah kok ma Malaysia apalagi Singapura
     
  19. pearlwhy M V U

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Apr 25, 2010
    Messages:
    5,150
    Trophy Points:
    242
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +13,125 / -0
    wah gitu ya
    pantes aja budaya china mayan banyak di korea sana :malu
    cuma mengakui? gak ada ngambil2 kekayaan sana gitu?
     
  20. Marx_ssa Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 22, 2009
    Messages:
    149
    Trophy Points:
    51
    Ratings:
    +234 / -0
    melihat perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia mungkin saja di masa depan Indonesia bisa menjadi negara berpengaruh d kawasan
     
  21. aicweconan M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 14, 2010
    Messages:
    739
    Trophy Points:
    91
    Ratings:
    +1,167 / -2
    dari sisi geogtafis seharusnya russia bisa menguasai jepang karena ada dua pulau milik russia yg saaangggaaat dekat dengan jepang. tapi entah ga tertariik atau nunggu ngusai korea dulu. jadi bisa serangan dua sisi,

    kemungkinan itulah kenapa jepang ngontok ingin korea walau bisa berurusan dengan cina karena kalau russia mendapatkan korea maka jepang terkepung.

    tapi dari SDM, tentara jepang rela mati untuk kaisarnya itu yg penting dalam perang
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.