1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Other The Zone Oddity (OMNIBUS CERPEN)

Discussion in 'Fiction' started by NodiX, Dec 14, 2016.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    The Zone Oddity

    omnibus cerpen

    Author: NodiX
    Tema: Post-Apocalypse
    Genre: Fantasy, Sci-fi, Action, Drama, Thriller, Mistery
    Jadwal Update: Setiap hari rabu jam 8 malam

    SINOPSIS
    Dari abad pertengahan, dari jaman industrial, serta di kehidupan modern, sudah tercatat jutaan manusia menghilang tanpa jejak. Tak ada yang tahu kemana mereka pergi...

    Di sebuah tempat tandus tak bertuan, seorang pemuda dengan seragam sekolah muncul dari ruang hampa. Ia tak mengerti apa yang terjadi padanya setelah tiba-tiba ia menghilang saat hendak berangkat ke sekolahnya. Yang ia tahu ia sudah berada di padang pasir ini. Ia berjalan mencari pemukiman, namun dua hari kemudian, ia tewas dan hidup kembali menjadi mayat hidup yang bernama Ghoul...

    Dunia tandus ini adalah The Zone. Sudah memiliki sejarah entah berapa lama tak ada yang tahu. Terkadang, satu dua manusia dari bumi dikirim di sini. Jika mereka bisa bertahan hidup, mereka harus bergulat dengan kerasnya alam dan buasnya manusia yang lain. Kalau tidak mereka hanya bisa dicerna oleh The Zone dan hanya menjadi Ghoul satu-satunya takdir mereka.​
    INDEX
    CATATAN:
    Silahkan cek blog saya GileGati untuk informasi, update lebih lengkap, revisi, dll.
     
    • Setuju Setuju x 1
    Last edited: Dec 21, 2016
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    CHAPTER 1 – SEORANG PRIA DAN SERATUS GHOUL YANG MENGIKUTINYA

    Seorang pria berjalan. Menelusuri padang pasir kematian.

    Di sini, kau tak akan bisa menemukan manusia biasa. Virus atau aura kematian atau debu kutukan atau apa pun yang mereka sebut itu, semuanya sudah lima ratus tahun berkumpul di sini.

    Dan ia berjalan. Tapi kematian nampak mengabaikannya.

    Ia mengenakan tudung jubah kumal dan compengnya yang menutupi sampai pinggang. Wajahnya hampir tertutup dengan kacamata dan kain yang menutup hidung dan mulutnya dari aura jahat padang pasir ini. Pria itu terlihat tak mengenakan masker selain kain itu tapi sampai sekarang akalnya masih sehat.

    Jika itu orang lain, aura jahat yang terhirup sudah mengubahnya menjadi ghoul.

    Hanya orang bodoh yang berani berjalan santai di luar dome dengan hanya kain yang dibalutkan ke wajah yang melindunginya.

    Sesekali, ia terdiam merenung. Menatap langit, mencari-cari awan, mencoba menerawang pertanda...

    Saat itu ia terlihat seperti orang-orangan. Jubah compang-campingnya berkibar lembut karena tergoda oleh angin.

    Tak lama ia menyadari, rombongan mayat berjalan yang mengikutinya dari belakang kini sudah mendekat.

    Ia mendesah dalam hati.

    Lalu ia berjalan lagi. Tak ada yang tahu siapa dia dan tak ada yang mengenal jelas keberadaannya.

    Orang-orang mengenalnya sebagai salah satu misteri The Zone ini. Ketimbang manusia, mereka yang melihatnya mengenal pria itu sebagai bencana.

    Itu karena ada seratus ghoul yang selalu mengikutinya dari belakang.

    Mereka berjalan sangat lamban. Tak akan bisa menyusul pria yang mereka kejar kecuali ia berkehendak demikian.

    Ia tak tahu mengapa mereka mengejarnya. Tapi mereka selalu ada di belakangnya. Mereka sudah ada semenjak pria itu dikirim dari bumi oleh kekuatan asing untuk hidup dalam The Zone yang tandus ini.

    Setiap kali ia membunuh satu ghoul, maka akan ada dua ghoul lain yang datang. Pernah ia melintasi jembatan dengan jurang hitam pekat di bawahnya. Sesampainya di ujung jembatan ia akan memutuskan tali dan jembatan itu langsung terputus. Yang tersisa hanyalah kehitaman jurang yang menyerap sisa dari sari-sari kehidupan yang mengambang di The Zone.

    Jadi tak ada cara lain lagi untuk menyeberang setelah jembatan ia hancurkan. Tetapi kemudian para ghoul itu melompat ke jurang, dan sehari kemudian mereka muncul lagi seperti sedia kala.

    Akhirnya pria itu tak ambil pusing. Ia akan berjalan dan perlahan-lahan meninggalkan jauh para ghoul itu. Saat ia terdiam atau mengambil tidur, para ghoul itu akan mendekat lagi. Lalu ia berjalan lagi, dan tak lama kemudian mereka sudah jauh lagi.

    Tak ia sadari hal tersebut sudah menjadi rutinitasnya.

    Suatu hari, pria itu melihat sebuah dome di kejauhan. Dome adalah suatu tempat yang layak untuk manusia tinggal dalam The Zone ini. Setiap dome memiliki sebuah filter yang dapat menyaring udara dari virus atau aura jahat atau apa pun namanya itu sehingga aman untuk dihirup oleh makhluk hidup di sekitarnya.

    Rata-rata, sebuah filter berkualitas menengah dapat menyaring udara di sekitar seratus lima puluh kilometer persegi dan menampung sekitar seratus ribu jiwa. Jika sebuah dome memiliki dome seperti itu, maka akan ada satu atau lebih fraksi yang menguasai dan mengaturnya.

    Tetapi yang pria ini lihat adalah dome dengan dinding yang dibuat dari kayu-kayu kering. Ia tak tahu dari mana mereka mendapat kayu seperti itu di dalam The Zone ini.

    Dome di depannya tak sampai sepuluh kilometer persegi. Dome seperti ini biasanya memiliki filter berkualitas buruk dan didiami oleh kumpulan orang-orang tanpa persenjataan yang memumpuni dan ada yang memimpin. Sering kali banyak mereka yang meninggal dalam dome seperti ini terutama mereka yang baru lahir. Mereka yang meninggal akan dibakar menjadi abu agar mayatnya tak kembali hidup sebagai ghoul.

    Bisa dibilang mereka adalah pengungsi di dalam The Zone. Dunia luar sangat keras, yang bisa bertahan di sini hanyalah ghoul dan mereka yang ditakdirkan menjadi ghoul.

    Pria itu berlari sekencang yang ia bisa ke arah dome itu. Meninggalkan seratus ghoul yang mengejarnya di ujung cakrawala. Ia tak menghiraukan napasnya yang terengah-engah dan hanya bisa berlari sekencang yang ia bisa.

    Ketika ia sampai di depan gerbang dome itu, tubuhnya ambruk tak bisa berjalan lagi.

    “Siapa kamu? Dari dome apa kamu datang?” sahut seorang penghuni dome dari atas dinding.

    “Aku tinggal di luar dome. Beri aku air, dan aku akan pergi dari sini.”

    “Gak bakal! Sumur kami sudah hampir kering, gak ada yang tersisa untuk orang lain. Kusarankan kamu segera pergi. Aku bisa pura-pura gak melihatmu tapi orang-orang yang di dalam punya dendam dengan orang luar.”

    “Hanya satu botol saja yang kuminta. Aku akan diam di sini sampai kalian memberikanku air. Kalau gak begitu, dalam tiga hari aku akan mati. Apa bedanya dengan dibunuh oleh orang-orangmu?”

    “Lakukan apa yang kamu suka. Tapi jangan ribut. Jika orang-orang yang di dalam tahu ada orang luar yang tidur-tiduran di depan gerbang maka akan ada masalah nantinya.”

    Pria itu tak menjawab. Ia menempelkan diri ke dinding kayu dan bersembunyi di dalam bayangan teduh dinding tersebut.

    Tak lama, seratus ghoul terlihat di kejauhan.

    “Gerombolan ghoul! Ada gerombolan ghoul yang datang kemari!” seru orang yang menjaga gerbang itu.

    Kemudian satu per satu wajah yang pucat muncul di dinding. Jika seratus ghoul menyerang dome mereka, maka yang tersisa hanyalah puing-puing. Mereka tak cukup kuat untuk menahan gelombang serangan seratus ghoul.

    “Apa yang harus kita lakukan?” tanya seorang wanita paruh baya dengan rambut abu dan keriput di wajahnya.

    “Lari!”

    “Lari? Seminggu tinggal di luar dome, gak bakal ada yang selamat kita!”

    “Terus kita harus apa? Peluru yang kita punya gak cukup untuk melawan ghoul-ghoul ini.”

    Mereka terdiam. Hening. Suara angin bertiup lembut dari luar. Wajah mereka makin tenggelam pucat.

    “Kita akan mati di sini,” kata salah seorang dengan nada putus asa.

    “Aku gak mau menjadi makanan ghoul!”

    “Berisik! Kamu pikir kita semua mau? Kalau gak ada masukan mending diem aja!”

    “Peluru kita gak cukup untuk ghoul-ghoul itu, tapi mungkin... cukup untuk kita semua?”

    Mereka terdiam lagi. Semuanya memandangi seorang pria botak yang memiliki ekspresi wajah sudah bersiap untuk mati.

    *DOOR!!!*

    Suara tembakan terdengar tak jauh dari mereka. Semuanya terkejut, kemudian menoleh ke arah tubuh yang kepalanya sudah hancur dan isi otaknya sudah berserakan dalam kolam darah.

    Rupanya ada yang mencerna percakapan tadi, dan memilih mati dengan tangan sendiri ketimbang menjadi santapan ghoul.

    Seorang pria lima puluh tahunan berjalan ke arah mayat itu dan mengambil senjata api usang yang di tangannya yang terkulai lemas.

    “Oke, siapa berikutnya? Yang memilih untuk tetap hidup akan membakar mayat mereka yang mati.”

    Seorang wanita muda maju dan menjulurkan tangannya untuk menerima senjata api itu.

    “Ririn, biar paman saja yang melakukannya. Kamu cukup tutup matamu dan semuanya akan segera berakhir.”

    Wanita itu mengangguk. Ia menutup matanya.

    “Depresi sekali!”

    Sebuah suara menyahut dari luar dome. Tepatnya di bawah dinding. Semuanya melihat ke arah pria dengan jubah compang-camping di situ.

    “Kamu siapa?”

    “Bukan siapa-siapa. Tapi kalau kalian ada masalah, ngomong saja sama aku.”

    “Ada seratus ghoul yang datang kemari. Kamu orang luar? Datang kemari tanpa masker berfilter seperti itu, apa kamu ghoul yang bisa berbicara?”

    “Bukan, lah. Aku cuma orang yang numpang lewat. Kalau kalian memberikanku sepuluh botol air, aku akan mencoba untuk menarik para ghoul itu menjauh.”

    Tak ada negosiasi. Sepuluh botol air langsung jatuh dari atas dinding beberapa saat kemudian.

    “Terima kasih, tuan-tuan dan nyonya-nyonya. Aku jamin ghoul-ghoul itu gak bakal menyentuh dome ini.”

    Dengan demikian pria asing itu pergi. Ia tak mendekati gerombolan ghoul di kejauhan untuk menarik perhatian mereka.

    Ia hanya pergi menjauh dari dome itu.

    Wajah para penduduk dome semakin tenggelam. Mereka merasa ditipu dan hanya bisa menarik napas panjang.

    Tetapi setelah ia sudah melangkah lama, gerombolan ghoul itu tiba-tiba berbelok dan mengikuti arahnya pergi.

    Hari itu berlalu dan dome beserta para penduduknya selamat kecuali yang bunuh diri tadi.

    ***
     
    • Setuju Setuju x 1
    Last edited: Dec 14, 2016
  4. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Hmm...feel yg ada di cerpen ini lumayan diverse juga. seperti cerita zombie apocalypse yg alur ceritanya rada di luar plot biasanya.

    Gud luck jg bt project yg ini :top:
     
    • Like Like x 1
  5. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    hehe iya tq tq:xiaxia:

    btw saya gk tau ini masuk omnibus cerpen ato orifict, sebenernya per cerita agak beda tapi tema dan settingnya sama setiap cerpen dan mungkin karakter kuncinya bakalan muncul terus entah jadi mc atau figuran
     
  6. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    CHAPTER 2 – DENGAN GITAR IA BERCERITA (1)

    Ia menunggu di bus. Terbaring di kasur khusus yang dipasang untuknya. Di dadanya, senar gitar dipetiknya membuat nada acak. Pikirannya terlepas dari perkara dunia, melamun bebas sembari matanya menerawang kosong langit-langit bus.

    Di kepalanya, ia sibuk menyusun lagu berikutnya.

    “Seorang pria datang untuk menemui kekasihnya,” bisiknya. “Harusnya ada sinar rembulan. Ia datang membawa gitar. Ke arah jendela kamar, ia memanggil-manggil nama si gadis. Lalu melegakan hatinya dari rindu yang ditahan.”

    “Fuuuhhhhh...”

    Ia menghembuskan asap rokok dan memadamkan rokoknya. Lalu bangkit keluar bus, dan di bawah sinar matahari ia menyandarkan punggung ke bus, mulai memetik nada lagu yang ia susun barusan.

    “Kita akan berangkat dua jam lagi. Sudah makan barusan?”

    Manajernya muncul kemudian. Seorang wanita empat puluhan dengan keriput halus di wajahnya dan sorotan mata yang tegas. Menghadapi pertanyaan wanita itu, si musisi berkacamata hitam hanya mengangguk dan melanjutkan memetik gitarnya.

    “Yang ini lagu barumu?”

    “Judulnya “Dengan Gitar Ia Bercerita””

    “Hm? Lagu macam apa?”

    “Mungkin roman. Tapi mungkin lebih ke arah tragedi. Kayak romeo juliet. Liriknya masih draft pertama.”

    “Coba kudengar chorusnya.”

    “Dududu...
    Dengan gitar ia berceritaaa~ aa~ aaaa~~
    Karena lidahnya telah lelah menelan derita
    Di antara sinar rembulan pucat dan gelap gulita
    Terdiam terpaku termangu tanpa berita
    Wuhuuu~~”

    Si manajer mendengarnya sambil menaruh jemari di bibir bawahnya, terlihat serius mencerna. Tapi ia tak pernah memiliki selera dan kepekaan musik yang bagus, satu-dua masukan darinya tak terlalu penting untuk didengar.

    “Apa ini lagu yang bakal jadi kolaborasi bareng cewek itu?”

    “Kalau itu terserah dia mau kolaborasi bareng atau gak. Yang penting dia denger dulu, ini lagu aku tulis gak terlalu serius juga sih.”

    Manajer itu mengangguk, mengingatkannya untuk ke toilet sebelum berangkat dan pergi kembali untuk mengurus urusannya.

    Si musisi kembali bermain gitar seorang diri.

    Siang itu tak ada wajah orang lain yang terlihat di sekitarnya karena ia tak suka ada yang mengganggunya saat ia beristirahat.

    Lima belas menit kemudian, ia naik ke busnya untuk mengambil bungkus rokoknya. Tetapi tepat setelah ia menganjakkan kaki ke dalam bus, tiba-tiba ia terpeleset.

    Tubuhnya roboh dan punggungnya mendarat di aspal hitam yang panas menyerap sinar matahari. Ia tak bisa berbuat apa-apa, ubun-ubun kepala belakangnya menghantam daratan keras dan ia langsung tak sadarkan diri.

    ***

    Saat ia membuka matanya, musisi itu sudah berada di tempat yang tak ia kenal.

    Tanah tempatnya terbaring sudah tandus berdebu dan retak di sana-sini. Rerumputan sudah mengering dan tak bernyawa. Ia melihat tak ada bangunan dan tanda-tanda peradaban manusia sampai ke ujung cakrawala.

    “Ini dimana?” bisiknya dalam hati.

    Ia meraba-raba kepala belakangnya. Kemudian ia mendapati jejak darah mengering dari situ.

    “Ughh...”

    Yang ia lakukan di daerah terpencil seperti ini hanya mengeluh dan mendesah. Ia tak bertanya mengapa ia dan siapa yang memindahkannya ke tempat ini. Karena ia sudah berada di sini, ia hanya bisa pasrah.

    Satu jam kemudian, ia memutuskan berjalan ke arah barat. Berharap menemukan penduduk dan meminta air minum. Tapi yang ia lihat hanyalah daratan kering di mana-mana.

    Dua jam berlalu lagi, ia mulai melihat bukit berbatu. Ia mempercepat langkah kakinya. Kemudian bukit itu ia panjat, sampai ke puncaknya, si musisi menoleh ke segala arah untuk melihat keadaan.

    Lalu dari arah utaranya, ia melihat empat sosok manusia berjalan di kejauhan.

    Musisi itu menarik napas panjang. Tak lama lagi, ia akan melegakan dahaganya. Ia pun berencana untuk bertanya tempat macam apa ini dan ke mana arah untuknya pulang.

    Dengan tergesa-gesa ia berlari dari atas bukit. Gumpalan asap debu menggumpal dari gesekkan kakinya. Sesekali hampir ia terpeleset, namun cepat ia kembali seimbang dan segera muncul di kaki bukit.

    Ia berlari ke arah empat sosok tadi. Takut mereka akan pergi menjauh.

    “Kapten, ada orang yang berlari ke arah sini,” kata salah seorang dari empat sosok itu.

    “Hm? Dia gak pakai masker? Sepertinya anak baru.”

    Suara mereka terdengar berat dan serak karena terdistorsi oleh masker yang mereka pakai. Mereka mengenakan mantel hitam berdebu dan di dada bagian kiri tertera logo yang selaras. Mereka datang dari dome kelas menengah, jadi senjata yang mereka bawa berkondisi cukup baik dan juga tak kekurangan peluru untuk menjelajah keluar dome.

    “Dari dome mana kamu?”

    Tanya salah seorang bermasker ketika musisi itu mendekat.

    “Dome?” tanyanya kembali dengan napas tersengal-sengal.

    “Hm. Beneran anak baru,” si kapten membuka tas yang di bawa bawahannya dan mengambil sebuah masker dan melemparkannya ke arah si musisi.

    “Ambil itu dan ikuti kami. Kamu akan jadi budak. Kalau gak suka, kamu bisa tantang hewan buas atau ghoul di arena untuk syarat masuk ke pasukan.”

    Musisi itu terdiam. Ia menatap lekat masker di tangannya, kebingungan.

    “Ini di mana?”

    “The Zone. Kamu mungkin punya banyak pertanyaan tapi lebih baik jangan tanya dulu sekarang. Sebaiknya kamu tetap diam sampai tiba di dome nanti. Yang bisa kuberitahu sekarang kamu gak bisa kembali lagi ke bumi.”

    “Kita semua selamanya terjebak di sini,” sahut yang lain. “Lebih baik kamu melupakan kehidupan lamamu dan berjuang keras untuk hidup.”

    Berjuang keras untuk hidup...

    Musisi tersebut tercengang. Hanya karena ia terpeleset jatuh saat naik bus, kehidupan selebritinya hilang begitu saja. Kini ia harus menjadi budak di tempat yang tak ia tahu entah ada di mana.

    “Kamu gak apa-apa?” tanya si kapten.

    Musisi itu mengangguk, tak ingin mengeluarkan suara. Kemudian ia mengikuti empat orang itu berjalan lagi menyusuri tanah tandus antah berantah dari belakang.

    “Anak baru itu lebih tenang daripada yang lain,” bisik salah seorang kepada yang ada di sebelahnya.

    “Mn. Dulu waktu aku baru tiba di The Zone mereka hampir membunuhku karena teriak histeris selama berjam-jam.”

    “Dia bakal jadi prajurit yang baik. Kita sedang kekurangan orang sekarang.”

    “Itu kalau dia berani bertarung untuk mendapatkan statusnya. Banyak anak baru yang lebih memilih menjadi budak ketimbang harus mempertaruhkan nyawa di arena.”

    ***
     
    • Like Like x 1
  7. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Perkenalan karakter yang menarik juga :top:

    Dari sini gw mikir ini nanti karakter2 nya bakalan berkaitan dengan kejadian penting di The Zone. Punya potensi mayan bila trus dikembangin :hihi:
     
    • Like Like x 1
  8. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    iya, nanti juga rencananya ada beberapa karakter yang jadi tokoh terkenal dan muncul lagi :ngeteh:

    entah kenapa kayaknya saya setengah yakin pernah nonton atau baca cerita yang kayak gini juga, kumpulan cerita di satu tempat yang saling berkaitan tapi tokohnnya beda-beda, tema sama isi cerita tapi gk inget
    atau pernah mimpi gitu, kok rasanya dejavu banget :panda:
     
    • Setuju Setuju x 1
  9. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    mungkin semacam kumpulan cerita dari danau toba gitu kali ya :bloon:
     
    • Like Like x 1
  10. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    gak tau juga, yang pasti kalau diinget inget baca atau nontonnya udah lama sekali

    sebenernya gara-gara itu juga sih dapet inspirasi buat cerita format omnibus kyk gini
     
  11. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    kalo tontonan ada sih yg omnibus kek gitu judulnya robot carnival
    '
    ato kayak dongeng berdasarkan tempat tertentu, tapi ketimbang terpisah, tiap ceritanya berkaitan lepas.
     
    • Like Like x 1
  12. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    hm, robot carnival, saya gak tau

    yang paling deket omnibus yang pernah saya tonton itu the twilight zone, tapi kayaknya bukan juga soalnya itu serial saya tonton pas baru-baru masuk kuliah, ini yang bikin janggal kayaknya saya tonton atau bacanya semenjak jaman SMP/SMA di kampung halaman dulu

    sebenernya gak jelas juga bahas yang kayak ginian sih, diinget gak diinget juga saya udah terlanjur dapet inspirasinya :lalala:
     
    • Setuju Setuju x 1
  13. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    ya okelah klo begitu, semangat ajah buat updatenya :top:
     
    • Like Like x 1
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.