1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Novel: Luna. Karya: Yureny almanar (update sampai selesai)

Discussion in 'Fiction' started by randypewe, Mar 11, 2015.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    • Thanks Thanks x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Kisah bermula dari 25 tahun yang lalu di sebuah rumah sakit kecil di pinggiran kota Bandung, tepat di tanggal 18 Desember 1989 pukul 22.00 seorang Ibu muda sedang mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan bayi dalam rahimnya.

    “Aduh! sakit! Aku sudah tidak kuat” jerit Ibu muda itu dari ruang bersalin

    “Ayo Bu, sedikit lagi” ujar sang dokter

    “Dian bertahan ya” tambah sang suami yang dengan setia berada di samping istrinya memberikan semangat. Dengan peluh dan rasa sakit yang amat sangat si Ibu muda itu mengejan mengerahkan seluruh kekuatannya, hingga akhirnya keluarlah seorang bayi laki-laki dari dalam rahimnya.

    Oek! Oek!

    Si bayi menangis sekuat-kuatnya seperti sedang memberitahu seluruh dunia kalau ia sudah tiba didunia ini. Si Ibu muda itu langsung menangis sambil tersenyum bahagia melihat putranya telah lahir dengan sehat, namun tiba-tiba senyum itu memudar dan diganti dengan raut kesakitan yang kembali menghantamnya.

    “Aduh, Dokter perut saya sakit!” jeritnya kembali

    Sang Dokter terlihat memeriksa kembali untuk memastikan “Ibu, Bapak, ternyata masih ada 1 bayi lagi” ujarnya terkejut.

    “Ha? Bayi kita kembar Dian” ujar sang suaminya senang

    “Tapi Pak Sastro, istri anda sudah tidak kuat untuk melahirkan secara normal, akan sangat berbahaya untuk nyawanya” jelas sang Dokter

    “Kalau begitu apa yang harus saya lakukan? Saya akan bayar berapa pun biayanya, tapi istri saya harus selamat!”

    “Kita harus membawa Ibu Dian ke kota untuk operasi Caesar, di rumah sakit ini tidak ada fasilitas tersebut Pak”

    “Kalau begitu ayo segera bawa istri saya, Dokter jangan membuang waktu!” ujar Sastro panik

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
     
    Last edited: Mar 11, 2015
  4. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Tapi saya tidak jamin bayi yang ada di dalam perut Ibu Dian akan bertahan dalam perjalanan, bayinya bisa kehabisan nafas” jawab Dokter Sita dengan simpatik

    “Jadi kalau saya tidak segera melahirkannya maka bayi saya bisa mati?” tanya Dian dengan berurai air mata sambil menahan mulas yang bergejolak di dalam perutnya.

    “Iya Bu, maafkan saya” sesal Dokter Sita

    “Saya pilih selamatkan istri saya, ayo kita segera berangkat ke kota” tegas Sastro

    “Tidak! Aku mau anak ini selamat” jawab Dian dengan lemas

    “Kau bisa meninggal! jangan keras kepala” ujar Sastro memelas

    “Ijinkan aku melakukan tugasku sebagai seorang Ibu, hidup dan mati di tangan Tuhan mas” mohon Dian pada Sastro suaminya.

    Sastro benar-benar bingung harus melakukan apa, di satu sisi dia sangat mencintai Dian dan tak ingin kehilangan dirinya, di sisi lain ia juga ingin anaknya selamat. Keduanya sama penting bagi dirinya, namun jika harus memilih maka ia lebih memilih istrinya, “Aku tidak bisa mengambil resiko akan kehilangan dirimu” jawab Sastro sedih

    “Kumohon mas, ijinkan aku melahirkan anak ini, jangan biarkan anak ini meninggal, ini darah daging kita mas” pinta Dian. Sastro tidak kuasa menghalangi niat istrinya untuk melahirkan secara normal, ia tau kalau percuma saja melarangnya saat ini, Dian benar-benar tidak bisa dibantah. Akhirnya Sastro pun menganggukkan kepala dengan berat walaupun hatinya begitu diliputi ketakutan.

    Perjuangan pun kembali di ulang seperti semula, Dian yang sudah lemas langsung mengeluarkan sisa tenaganya yang terakhir untuk mengeluarkan bayinya. Ia tidak peduli betapa sakit yang ia rasakan, nalurinya berkata bahwa apa pun akan ia lakukan untuk melahirkan bayinya. Ia tau bahwa taruhannya adalah nyawanya sendiri, namun sebagai seorang Ibu inilah cinta terbesar yang bisa ia berikan untuk anaknya.

    Oek! Oek!

    Terdengarlah suara tangis si bayi dengan lantangnya, namun belum sempat Dian melihat bayi perempuannya, ia sudah langsung pingsan tak berdaya. Sang Dokter dengan cekatan memberikan instruksi kepada seluruh perawat untuk memindahkan Ibu Dian ke ruang UGD.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
    Last edited: Mar 11, 2015
  5. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Maaf Pak, kondisi istri anda kritis, ia kehabisan banyak darah, saya harus membawanya ke ruang darurat” ujar sang dokter terburu-buru.

    “Tolong selamatkan istri saya Dok” pinta Sastro

    Sastro begitu gelisah menunggu di depan ruang darurat, 15 menit berlalu bagaikan bertahun-tahun lamanya. Ia terus saja mondar-mandir sambil menyesali keputusannya karena telah mengajak istrinya liburan ke villa mereka di pinggiran kota Bandung ini. Dian begitu takut dan tegang menjelang persalinan yang diperkirakan Dokter akan terjadi 1 minggu ke depan, ia pikir sebelum melahirkan lebih baik mengajak Dian ke villa agar dia bisa refreshing dan menjadi lebih rileks. Namun siapa sangka kalau perkiraan Dokter meleset, baru 1 hari tiba di villa ternyata sudah waktunya bagi Dian untuk melahirkan. Mereka pun tidak tau kalau Dian selama ini mengandung bayi kembar, “Kalau saja kami tetap di Jakarta tidak akan terjadi hal ini, di Jakarta peralatan lebih canggih dan bisa melakukan proses Caesar!” sesal Sastro memaki dirinya sendiri.

    Telah 20 menit berlalu akhirnya Dokter Sita keluar dengan 2 orang perawat yang sedang menggendong bayinya, “Saya mohon maaf Pak, saya benar-benar sudah berusaha yang terbaik, namun nyawa istri anda tidak dapat tertolong” ujar Dokter Sita dengan sedih dan menyesal.

    “Dokter! Istri saya tidak mungkin meninggal, tolong periksa lagi Dokter!” jerit Sastro sambil mengguncang-guncang tubuh Dokter Sita

    “Tenang Pak, saya sudah melakukan yang terbaik semampu saya Pak, tolong kendalikan emosi anda” ujar Dokter Sita menenangkan Sastro yang menangis menggerung-gerung.

    “Pak, saya tau waktunya kurang tepat tapi.. saya harus memberitahu ini. Anak perempuan anda mengalami cacat fisik, kaki kanannya pendek sebelah, jadi nanti setelah ia sudah bisa berjalan maka jalannya akan timpang” tambah Dokter Sita dengan sedih. Seperti di sambar petir saat Sastro mendengar hal itu, ia tidak tau harus berkata apa. Istrinya meninggal gara-gara melahirkan bayi keduanya dan sekarang bayi ini cacat, istrinya sudah mempertaruhkan nyawa untuk seorang bayi cacat pikir Sastro.
    Sastro menghampiri jasad istrinya sambil terus mencoba membangunkannya “Dian.., sayang, tolong bangunlah! Jangan tinggalkan aku sendirian, kumohon..” isaknya dengan sedih sambil memeluk istrinya.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  6. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Sudah 1 minggu berlalu sejak kepergian istrinya, Sastro lebih banyak diam. Ia tidak mau melakukan apa-apa, ia tidak mau makan dan hanya mengurung diri di kamar. Sia-sia saja usaha semua orang yang mencoba membujuknya, Ayah Ibunya serta kedua mertuanya sudah putus asa melihat sikap Sastro. Mereka maklum terhadap kesedihan yang sedang melanda Sastro, namun jika ia terus-menerus tidak mau makan bisa-bisa ia jatuh sakit. Belum lagi kedua bayi kembar ini yang terus saja menangis, sepertinya mereka tau kalau Ibunya sudah tiada.

    “Sastro, ayo makan Nak.., kau bisa jatuh sakit. Kalau kau sakit kasihan anak-anakmu” bujuk ibunya Sastro sambil menggendong bayi laki-laki Sastro.

    “Iya, nih lihat anak-anakmu, kau bahkan belum memberi mereka nama” ujar Ibu mertuanya sambil menggendong bayi perempuannya

    Sastro terdiam cukup lama sambil melihat bayi laki-lakinya “Aku mau beri dia nama Ruben” ujarnya mengelus kepala bayi mungilnya.

    “Yang perempuan namanya siapa Nak?” tanya Ibu mertuanya

    “Singkirkan bayi itu Bu, dia bayi pembawa sial, sudah cacat dia membunuh Ibunya pula!” hardik Sastro membuang wajahnya dari bayi itu, sontak kedua bayi kembar itu pun menangis dengan kencang.

    “Sastro! Jangan bicara seperti itu, dia anakmu, ingat Sastro” ujar Ibunya menegurnya.

    “Dian meninggal karena takdir Nak, bukan karena anakmu ini” nasihat mertuanya.

    Percuma saja menasihati Sastro, ia sudah terlanjur membenci bayi perempuannya yang telah ia anggap sebagai penyebab kematian Dian. Kedua Ibu itu pun keluar dari kamar Sastro dan membawa cucu-cucu mereka ke kamarnya. Mereka begitu terpukul melihat sikap Sastro yang menolak serta menyalahkan cucu perempuannya ini

    “Ini salah saya, saya sudah gagal mendidik Sastro” ujar Mina, Ibunya Sastro.

    “Astaga, jangan ikut-ikutan menyalahkan diri sendiri Jeng” sahut Retno, Ibunya dian

    “Karena Sastro anak tunggal maka kami sangat memanjakannya, kami tidak pernah memarahinya hingga sekarang sifatnya jadi kekanak-kanakan begini” ujar Ibu Mina sedih.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  7. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Semua ini pasti ada hikmahnya Jeng, mungkin dengan cara kehilangan Dian seperti ini sifat Sastro bisa berubah. Saya juga sangat sedih kehilangan Dian, dia anak perempuanku satu-satunya. Tapi buat apa terus menerus mencari siapa yang salah bukan?” jawab Ibu Retno

    “Iya Jeng Retno, saya juga sangat terpukul kehilangan Dian, dia menantuku satu-satunya” isak Ibu Mina

    “Yang penting sekarang adalah cucu-cucu kita ini Jeng, apalagi cucu perempuan kita ini, kasihan dia terus disalahkan oleh Ayahnya sendiri” sela Ibu Retno. Ibu Mina pun hanya mengangguk sambil mengusap air matanya, kedua Ibu itu pun hanya terdiam sambil memperhatikan cucu kembar mereka.

    Sementara Sastro terus saja bergumul dalam hatinya, ia merasa Tuhan tidak adil karena sudah mengambil Dian, istrinya itu orang yang baik dan taat beragama, kenapa dia justru meninggal? Kenapa bukan bayi cacat itu saja yang meninggal? menurutnya kalau bukan karena melahirkan bayi itu pasti Dian tidak akan meninggal.
    Sebenarnya jauh didalam hatinya bukan Sastro tidak menyayangi bayi perempuannya, tapi ia sendiri merasa bersalah atas kematian Dian, ia yang telah salah mengambil keputusan. Saat ini Sastro mencoba membenarkan dirinya dan melimpahkan semua kesalahan itu pada bayinya sendiri. Ia merasa tidak sanggup membesarkan bayi perempuannya dengan terus terbayang almarhum istrinya, ia akan terus merasa bersalah jika ada di dekat bayi itu. Sastro sudah memutuskan tekadnya untuk membuang bayi itu.

    Keesokan harinya Sastro membawa bayi perempuannya keluar rumah tanpa sepengetahuan orang tua dan mertuanya. Ia berencana membuang bayi itu ke sungai yang tidak jauh dari rumahnya, biarlah air sungai membawa pergi jauh bayi pembawa sial ini pikirnya.

    “Jangan pernah muncul lagi di hadapanku, kau sudah membuat istriku meninggal. Pergilah, semoga ada orang baik yang akan memungutmu nanti, hiduplah dengan baik. Maafkan aku karena membuangmu, aku tidak kuasa jika harus membesarkanmu dengan bayang-bayang Ibumu yang sudah meninggal” bisik Sastro pada bayi perempuannya yang sedang meronta dalam tangis.

    Bukannya aku tidak menyayangimu.. kau memang darah dagingku.. namun terlalu pedih untuk membesarkanmu jika hal itu akan terus membuatku teringat pada Ibumu.., mengingatkanku karena demi melahirkanmu, istri yang sangat kucintai meninggalkanku selamanya.. tolong pergilah saja..

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  8. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Sastro, bayi perempuanmu hilang!” ujar Ibu Mina panik

    “Iya kami sudah mencarinya kemana-mana tapi tidak ada, jangan-jangan diculik” tambah Ibu Retno dengan sama paniknya.

    “Sudah Bu, jangan dicari, aku yang membuangnya” jawab Sastro dengan sedih

    “Ha?!” jerit serempak kedua Ibunya itu

    “Kau tega sekali Nak!” bentak Ibunya

    “Aku tidak mau melihatnya lagi, aku tidak sanggup membesarkan anak itu” jawab Sastro sengit

    “Bagaimana pun anak itu adalah darah dagingmu juga, buah cintamu dengan Dian” isak Ibu mertuanya.

    “Ibu, kalian berdua jangan ikut campur lagi, mulai besok sudah ada baby siter yang akan merawat Ruben. Kalian bisa pulang besok, aku tidak ingin merepotkan kalian terus, sudah 1 minggu lebih kalian menemaniku, sekarang aku sudah merasa baikan” ujar Sastro dingin.

    “Kau benar-benar keterlaluan!” hardik Ibunya lalu pergi meninggalkan Sastro.

    Selama seminggu lebih belakangan ini orang tua serta kedua mertua Sastro menemaninya di rumah, mereka tau kalau Sastro sangat sedih dan tidak ada orang yang merawat kedua cucu mereka, maka mereka sepakat untuk menginap sementara di rumah Sastro. Namun kejadian kemarin membuat mereka marah dan memutuskan untuk pulang saja, bukankah Sastro sudah menyewa jasa baby siter untuk mengurus Ruben. Mereka marah pada Sastro yang sudah membuang bayinya sendiri, selama seharian kemarin mereka mencari cucu perempuan mereka tapi tidak membuahkan hasil.

    “Mas Jarwo dan Jeng Retno, saya dan istri pamit pulang ke Palembang ya” ujar Pak Gondo, ayahnya Sastro

    “Iya, kami juga mau kembali ke Semarang” jawab Pak Jarwo, ayah mertua Sastro

    Mereka memutuskan untuk naik taxi ke bandara dan menolak untuk di antar oleh Sastro, mereka begitu kecewa dengan sikap kekanak-kanakan Sastro yang menyalahkan bayinya. Kematian Dian bukan karena salah bayinya, tapi memang Tuhan yang berkehendak memanggil Dian. Nasi telah jadi bubur, bayi itu sudah hilang entah kemana, semoga tidak terjadi apa-apa dan kalau takdir mengijinkan kiranya suatu saat mereka bisa bertemu kembali dengan anak itu doa mereka dalam hati.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
    Last edited: Mar 20, 2015
  9. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    15 tahun berlalu setelah bayi itu dibuang..

    “Bubur.. bubur kacang ijo, siapa mau beli” jerit seorang anak perempuan cantik

    “Tidak usah jerit begitu Luna, nanti kamu cepat lelah” ujar seorang Ibu paruh baya sambil mendorong gerobak bubur kacang ijo

    “Kita sudah keliling dari pagi hingga sore dan dagangan kita belum laku Bu” jawab si anak

    “Ya kita berusaha saja, rejeki di tangan Tuhan kok” senyum lelah si Ibu

    Anak perempuan itu hanya mengangguk tersenyum hingga rambutnya yang diikat ekor kuda itu bergoyang. Bayi perempuan yang dibuang oleh Sastro kini sudah bertumbuh menjadi anak yang cantik, kulitnya bersih walaupun setiap hari diterpa teriknya panas matahari dan terkena debu jalanan, matanya bulat jernih serta rambut yang panjang bergelombang. Luna ditemukan di sungai oleh Nila seorang perawan tua penjual bubur kacang hijau. Nila yang saat itu kebetulan lewat di pinggir sungai mendengar tangis seorang bayi, ia menemukan seorang bayi perempuan di dalam sebuah box kayu yang terapung.

    Sudah 2 tahun belakangan Nila berdoa pada Tuhan kalau ia ingin memiliki seorang anak, dan doanya akhirnya dijawab. Nila memang tidak pernah menikah, wajahnya tidak cantik, tubuhnya sangat kurus dan kulitnya hitam. Nila seorang perantauan dari Bali, ia yatim piatu saat berumur 17 tahun. Sudah 10 tahun Nila merantau ke Jakarta dengan harapan mendapat pekerjaan yang lebih layak baginya, namun ternyata sesampai ke Jakarta hingga saat ini pekerjaannya hanyalah penjual bubur kacang hijau saja.

    Penampilan Nila memang tidak menarik hingga tak pernah ada seorang laki-laki pun yang mau mendekatinya apalagi melamarnya, ia begitu kesepian dan mengharapkan dapat memiliki seorang anak perempuan yang dapat menemaninya di hari tuanya kelak. Saat Tuhan mempertemukannya dengan Luna ia sangat bersyukur, ia begitu menyayangi Luna seperti darah dagingnya sendiri, walaupun Luna cacat tapi baginya Luna adalah anak paling sempurna. Dia anak yang baik dan patuh serta rajin membantu Ibunya, ia tidak pernah mengeluh atau pun menuntut minta dibelikan ini itu. Nila sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah memberikan Luna padanya, ia berjanji akan jadi Ibu yang baik bagi Luna.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
    Last edited: Mar 20, 2015
  10. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Bu, baju seragam sekolah Luna sobek, boleh tolong jahitkan ya Bu?” pinta Luna sepulang dari mereka berdagang

    “Boleh, kenapa bisa sobek?” tanya Ibu

    “Luna tidak sengaja terjatuh Bu” senyum Luna pahit

    Ibunya tau kalau Luna pasti habis dikerjai teman-teman sekolahnya “Ayo ceritakan pada Ibu” bujuk Ibunya

    Luna terdiam lalu akhirnya mau menceritakan kejadiannya “Saat Luna akan ke WC, Nia mengjegal kaki Luna hingga jatuh, lalu baju Luna tersangkut paku hingga sobek Bu” ujar Luna sedih

    “Apakah kamu terluka?” tanya Ibu khawatir

    “Tidak Bu”

    “Ya sudah sini Ibu jahitkan” ucap Ibu sambil duduk di kursi dapur

    Luna duduk disamping Ibunya sambil berkata “Bu, mereka selalu mengejek Luna, katanya Luna cacat”

    “Luna.., yang terpenting itu bukanlah fisik, melainkan hati. Ibu bangga punya anak sepertimu, kau jauh terlihat lebih sempurna dimata Ibu, jangan hiraukan mereka ya” bujuk Ibu sambil mengelus rambut Luna.

    Luna hanya mengangguk dan duduk diam di samping Ibunya sementara Ibunya sedang menjahitkan baju seragamnya yang sobek. Selesai ibunya menjahit Luna pun segera mandi, makan lalu menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Setelah semuanya selesai ia pun pergi tidur karena besok subuh ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk membantu Ibunya membuat bubur kacang hijau. Setiap harinya Luna bangun pagi tanpa disuruh oleh Ibunya, ia sadar kalau Ibunya bekerja sangat keras untuk menghidupinya. Luna berjanji pada dirinya sendiri kalau ia akan sekolah yang pintar agar bisa membuat Ibunya bangga. Dulu Luna sempat minder dengan kakinya yang timpang, namun sekarang ia sudah bisa menerima dirinya yang cacat itu. Ia yakin kalau Tuhan menyayanginya dan cacat ini bukan untuk di sesali namun untuk di syukuri.

    “Bu, minggu depan Luna akan ujian kelulusan dan besok harus membayar uang ujian Bu” ujar Luna sambil memarut kelapa di tangannya, ia merasa tidak enak hati jika harus meminta uang pada Ibunya.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  11. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Iya, sudah Ibu siapkan kok” jawab Ibunya tersenyum

    “Nanti saat Luna masuk ke SMA, Luna ingin masuk sekolah favorite Bu, Luna akan berusaha dapatkan bea siswa” ujar Luna bersemangat.

    “Kalau Luna dapat bea siswa ya puji Tuhan sekali, tapi kalau pun tidak Ibu tetap senang kok, Luna kan anak Ibu yang paling pintar.. buktinya dari 3 tahun berturut-turut selalu juara kelas”

    “Luna akan sekolah yang pintar supaya Ibu bangga” senyum Luna

    Ibunya terharu mendengar ucapan Luna, ia sangat bangga melihat semangat Luna untuk mengejar pendidikan. Selama 3 tahun belakangan Luna selalu mendapat bea siswa karena ia juara kelas, jadi selama ini Luna tidak membayar uang sekolah, ia hanya harus membayar uang ujian, seragam dan buku saja. Nila jadi bisa menabung untuk jenjang pendidikan Luna selanjutnya, ia tidak ingin Luna bodoh seperti dirinya yang hanya lulusan SD, Luna harus sekolah setinggi-tingginya. Nila akan terus menabung untuk Luna, ia akan bekerja lebih giat lagi untuk mengumpulkan uang tekadnya dalam hati.

    Selama 1 minggu ini Luna belajar hingga tengah malam, ia benar-benar belajar dengan giat agar bisa jadi juara nasional dan mendapat bea siswa di SMA favorite impiannya. Nila melarangnya untuk membantu membuat bubur kacang hijau selama Luna sedang ujian, Nila ingin anaknya tidak kelelahan.

    “Luna bisa tetap membantu Ibu kok” protes Luna saat dilarang membantu Ibunya

    “Ibu ingin kau fokus belajar” jawab Ibunya

    “Tapi nanti Ibu kecapekan”

    “Tidak, Ibu sudah biasa lelah, Ibu hanya minta Luna belajar saja, bisa?” tanya Ibunya sambil tersenyum

    Luna hanya mengangguk dan kembali ke kamarnya untuk belajar, ia jadi semakin bersemangat untuk belajar karena ini demi Ibunya. Luna hanya punya Nila, walau pun Luna tau kalau Nila bukanlah Ibu kandungnya, tapi Luna sangat menyayangi dan menghargai Nila. Entah apa pun alasan orang tua kandungnya sampai tega membuang dirinya saat itu, ia tidak peduli karena Tuhan sudah memberikan Ibu paling baik di seluruh dunia bagi dirinya saat ini. Luna tidak pernah berpikir untuk mencari orang tua kandungnya karena baginya Nila lah orang tuanya. Luna ingin buktikan kepada semua orang yang memandang rendah dirinya karena ia cacat, cacat fisik bukanlah akhir dari hidup melainkan kepercayaan lebih yang Tuhan berikan. Dengan kekurangan justru kita bisa menghargai kelebihan, jadi ia akan menjadi orang yang berguna dengan kekurangannya ini.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  12. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Sementara di tempat kembarannya, Ruben tumbuh menjadi seorang anak laki-laki tampan dengan wajah yang mirip sekali dengan ayahnya. Ruben hidup dengan bergelimang harta dan sangat dimanja oleh Sastro, ayahnya. Hidupnya serba enak dan sangat di sayang oleh Kakek Neneknya, namun kurang kasih sayang dari Ayahnya. Bagi Sastro rasa sayang untuk Ruben adalah cukup dengan memberikan seluruh fasilitas padanya, bukan memberikan waktu dan perhatian.

    Pola asuh Sastro menjadikan Ruben anak yang kacau dan susah di atur, dia sering bolos sekolah dan sering tidak naik kelas hingga Sastro harus menyogok kepala sekolah agar Ruben tidak jadi tinggal kelas. Orang tua dan mertua Sastro sudah menegur tentang cara asuh cucunya yang tidak benar itu, mereka menyarankan Sastro untuk menikah lagi agar ada yang bisa mendidik Ruben, namun Sastro mengabaikan nasihat orang tuanya. Ia tidak berniat untuk menikah lagi dan sampai detik ini Sastro masih saja bersedih atas kepergian Dian, setiap hari ia hanya sibuk menenggelamkan dirinya pada pekerjaan agar tidak terus-menerus memikirkan Dian. Setiap ada waktu senggang maka Sastro akan teringat akan Dian, istrinya yang cantik dan lembut. Dian selalu ada di sampingnya jika ia sedang punya masalah, Dian selalu mendukungnya serta menasihatinya. Sekarang Dian sudah tidak ada dan Sastro merasa seperti tidak punya pijakan untuk berdiri.

    Sastro ingat saat pertama kali bertemu Dian di pesta temannya, saat pertama kali bertemu Sastro langsung jatuh hati. Sastro masih ingat saat itu Dian mengenakan terusan dengan motif bunga-bunga, rambutnya panjang bergelombang, hidungnya mancung, kulitnya putih dan tubuhnya yang tinggi langsing. Dengan percaya diri Sastro menghampiri Dian dan memperkenalkan dirinya, Sastro yakin kalau Dian akan tertarik pada dirinya karena secara fisik Sastro tampan, tinggi, atletis dan kaya. Sastro terkenal suka bergonta-ganti pacar dan suka mempermainkan hati wanita hingga banyak mantan pacarnya yang sakit hati padanya. Ternyata Dian hanya menjabat tangan Sastro sekenanya dan tidak menunjukkan tanda-tanda tertarik, Sastro jadi merasa tertantang menaklukan hati Dian. Namun semakin mengenal Dian malahan Sastro yang kepincut pada Dian, sifat dan perangainya mulai berubah, Sastro lebih bisa menghargai perasaan orang lain dan bisa menjadi pria yang setia, terbukti selama mengenal Dian ia sama sekali tidak pernah mendekati wanita lain. Sayangnya sifat kekanak-kanakan Sastro belum hilang, Dian-lah jauh lebih dewasa darinya, namun melihat kesungguhan dan perubahan sikap Sastro akhirnya hati Dian luluh hingga mau menerima cinta Sastro, 6 tahun mereka berpacaran lalu akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Baru 2 tahun mereka menikah tapi Sastro sudah ditinggal selama-lamanya oleh Dian, hingga akhirnya setelah 12 tahun berlalu Sastro masih saja terus berduka.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  13. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Kini Ruben-lah yang jadi korban akibat kesedihan Sastro, Ruben memang memiliki semua fasilitas yang ia inginkan, ia juga dilimpahi kasih sayang oleh Kakek dan Neneknya. Tapi Ruben tidak pernah mendapatkan waktu dari Ayahnya sama sekali, bahkan hanya untuk makan pagi bersama saja tidak pernah ia dapatkan. Ia bertemu Ayahnya hanya saat ia membuat ulah di sekolah saja, karena sudah pasti Ayahnya akan di panggil oleh kepala sekolah. Saat itulah ia bisa bertemu Ayahnya, walaupun saat bertemu ia di marahi habis-habisan namun Ruben merasa bahagia bisa melihat dan mengobrol dengan Ayahnya. Belum lagi tahun kemarin Kakek dan Nenek dari pihak Ibunya meninggal karena kecelakaan di pesawat, hal itu menjadikan Ruben semakin kehilangan orang-orang yang ia sayangi. Kakek Nenek yang selalu menjenguknya setiap bulan kini telah pergi, hanya tinggal Kakek dan Nenek dari pihak Ayah saja yang masih ada. Hanya mereka berdua yang sering memperhatikan Ruben dan menjenguknya, walau pun mereka tinggal di Palembang tapi malah jauh terasa lebih dekat jika dibandingkan dengan Ayah yang serumah dengannya.

    Hari ini Ruben ketauan menyontek saat ujian hingga Ayahnya harus kembali di panggil oleh kepala sekolah. Ruben memang tidak pernah belajar kalau ada ujian, dia selalu mencontek jawaban temannya, biasanya jarang ketahuan.. kali ini saja dia sedang apes!

    “Kalau kau terus saja berulah, Ayah kirim kau ke asrama!” ancam Ayahnya

    “Maafkan aku Ayah, aku tidak akan mengulanginya” jawab Ruben asal

    “Ruben, sebentar lagi ujian akhir. Ayah tidak bisa membantumu, ini ujian nasional untuk kenaikan SMA. Belajarlah Ruben, Ayah minta tolong kali ini saja” ujar Ayahnya pasrah melihat tingkah anaknya.

    “Iya, aku akan belajar” sahut Ruben sambil menatap wajah Ayahnya dengan tatapan tanpa rasa menyesal.

    Ayahnya pun pergi sementara Ruben masuk kelas mengikuti pelajaran selanjutnya. Sepertinya memang untuk kali ini ia harus belajar sediri, ujian akhir nasional kan di selenggarakan oleh pemerintah, mana bisa Ayahnya menyogok agar dia lulus. Kalau dulu saat ia ujian kelulusan untuk naik ke SMP, ia masih sesekali belajar hingga bisa lulus. Kali ini Ruben benar-benar dilanda rasa panik lantaran selama duduk di bangku SMP 3 ini dia tidak pernah belajar sama sekali, banyak sekali materi yang harus dia pelajari, “Bisa kribo otak gue” gerutunya dalam hati. Ruben terus saja cemberut hingga jam istirahat.

    “Wahahaha.. kena panggil lagi Ben?” tanya Dito dengan nada mengejek

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  14. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Diem loe! Udah biasa lah kayak gini” jawab Ruben malas

    “Kok murung Ben?” tanya Dika

    “Kayaknya ujian akhir ini gue kudu belajar deh, kalau nyontek mana bisa, bisa-bisa gak dapet ijazah SMP gue” ujar Ruben dengan pusing

    “Beli jawaban aja, repot-repot mikir” saran Dito

    “Beli sama siapa?” sahut Dika kebingungan

    “Sama guru les gue, tapi harganya lumayan mahal. Gimana? Mau?” terang Dito

    “Duit mah gampang, loe kasih kabar aja ke gue” jawab Ruben

    “Oke deh, siap bos! Tapi nanti bagi-bagi ya kunci jawabannya” sahut Dito

    “Gue juga minta” timpal Dika tak mau kalah

    Ruben hanya mengangguk meng-iya-kan permintaan mereka berdua lalu berkata “Buruan ya, ujian kan 1 minggu lagi” komando Ruben pada Dito
    “Siap..”

    Ruben berteman dekat dengan Dito dan Dika, mereka sudah 1 kelas sejak kecil. Dito dan Dika hampir sama bandelnya dengan Ruben, hanya bedanya Ruben lebih nyolot dibandingkan mereka. Kenakalan Dito dan Dika hanya sebatas kenakalan remaja yang masih dapat di maklumi, berbeda dengan Ruben yang memang hobinya cari gara-gara, hingga setiap ada yang namanya “gara-gara” di situ pasti ada Ruben. Kalau saat kelas 1 SD Dito kena marah wali kelas karena mencorat-coret meja, maka Ruben harus berhadapan dengan kepala sekolah dan Ayahnya karena sudah menghajar temannya sampai mimisan.

    Kenakalan Ruben semakin hari semakin bertambah besar, dia sering sekali berkelahi dan bolos ke warnet pada saat jam pelajaran. Kepala sekolah dan guru-gurunya pun sudah pusing menghadapinya, bibir mereka sudah jontor untuk mengomeli Ruben yang tidak kunjung bertobat. Jika dilihat dari kepandaian maka Dito dan Dika memang tergolong memiliki kepintaran yang rata-rata alias “mepet”, betapa pun mereka berusaha belajar tetap saja nilai tertinggi yang dapat di raih adalah “6” dan itu sudah sangat membanggakan. Lain halnya dengan Ruben yang sebenarnya cerdas namun sengaja menjadi “bodoh” demi mendapatkan perhatian dari Ayahnya, jika dia mau rajin belajar sangat besar kemungkinan ia bisa menjadi juara kelas.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  15. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Hari ujian nasional pun tiba, semua anak tegang menghadapinya, hanya Ruben yang tenang-tenang saja lantaran sudah membeli kunci jawaban. Dia sampai harus berbohong pada Ayahnya kalau ada 1 set buku pelajaran yang harus dibeli untuk menghadapi ujian, hal itu hanya demi membeli kunci jawabannya yang isinya hanya a, b, c, d, e. Ruben memang malas belajar dan nakal, tapi dia tidak ingin tak lulus saat ini karena kemarin Ayahnya benar-benar mengharapkan ia lulus.

    Ruben sangat menyayangi Ayahnya, ia hanya ingin Ayahnya punya waktu untuk dirinya, memperhatikannya dan mengobrol dengannya. Baru kemarin Ruben mendengar Ayahnya meminta sesuatu padanya, Ayah hanya minta ia lulus dan ia tidak ingin mengecewakan Ayahnya. Namun kalau ia belajar rasanya percuma saja karena terlalu banyak materi yang tertinggal olehnya, jadi lebih baik pakai cara singkat saja, yang penting pokoknya lulus. Untung saja tadi malam Ruben sudah menghafal semua jawabannya, lihat saja guru pengawasnya ini, matanya terus menerus memperhatikan hingga tidak ada celah menyontek sama sekali. Saking seriusnya memperhatikan peserta ujian, rasanya jika ada lalat sedang buang air pun guru ini pasti tau.

    Sebenarnya tadi malam Ruben menghafal sambil terkantuk-kantuk, ia tidak benar-benar yakin sudah menghafal dengan benar. Ia tidak yakin apakah hafalannya tertukar atau tidak, tapi yang pasti dia sudah mencoba menghafalnya dan sedikit mempelajari beberapa bab pelajaran.

    Lembar ujian pun di bagikan, semua anak yang menerimanya mulai gelisah dengan ekspresinya masing-masing, ada yang menggaruk-garuk kepala, ada yang menggigit-gigit pensil, bahkan ada yang memasukkan ujung pensil ke dalam lubang hidungnya. Bagaimana tidak gelisah jika selama 3 tahun pendidikan yang mereka tempuh di uji di pengaduan nasib ini, lulus tidak lulusnya ada di tangan mereka sendiri. Hampir seluruh anak-anak melakukan SKS (Sistem Kebut Semalam) tadi malam, rela tidak pergi bermain dan hanya melotot di depan buku.

    Sementara di lain tempat Luna pun sedang melaksanakan ujian nasional, dia benar-benar sudah belajar mati-matian dan harus lulus dengan nilai terbaik, ia merasa tidak boleh mengecewakan Ibunya!

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  16. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Hari pengumuman kelulusan pun tiba, sudah dari pagi Luna gelisah dan terus mengajak Ibunya bersiap-siap ke sekolah. Ia ingin segera tau apakah ia lulus? Apakah ia jadi juara nasional? Sebab SMA favorite idamannya memberikan bea siswa bagi juara nasional.

    “Ibu, ayo kita berangkat” ajak Luna tidak sabar

    “Aduh Luna, sebentar lagi. Lagipula kita kepagian kalau berangkat sekarang” jawab Ibunya

    “Ayo Bu..” rengek Luna

    Ibunya pun menghampirinya dan berkata “Kau tidak sabar melihat hasilnya ya? Ya sudah ayo kita berangkat”

    Dan benar saja kalau mereka berdua kepagian, hanya beberapa guru dan pekerja yang sudah tiba di sekolah. Belum ada murid atau wali murid yang datang selain mereka berdua, tapi Luna merasa lebih baik menunggu di sekolah dari pada menunggu di rumah, hatinya lebih dag dig dug kalau menunggu di rumah. Akhirnya berselang beberapa waktu kemudian sekolah pun mulai ramai dan semua wali murid diminta masuk kedalam ruang kelas anak mereka masing-masing.

    Semua anak-anak harus menunggu di luar dan mereka berdesak-desakan untuk mengintip dari pintu maupun jendela kelas, mereka ingin melihat wajah saat orang tua mereka membuka amplop hasil pengumuman. Jika wajah orangtuanya tergurat tersenyum maka artinya mereka lulus, sebaliknya jika wajah yang tergurat adalah marah lebih baik mereka segera melarikan diri. Luna terus saja memperhatikan Ibunya saat membuka amplop, terlihat air mata mengalir dari pipi Ibunya. Ah ada apa ini? apakah ia tidak lulus? Luna merasa jantung seperti mau berhenti.

    Luna langsung menghampiri Ibunya saat keluar kelas dan bertanya “Ibu? Kenapa menangis? Apakah Luna tidak lulus?” tanya Luna dengan panik
    Ibunya menggeleng sambil mengelus kepala putri kesayangannya ini “Kau lulus dengan nilai terbaik, Ibu terharu Luna, Ibu bangga padamu” isak Ibunya sambil memeluk Luna

    Luna terdiam dalam pelukan Ibunya dan tidak bisa berkata apa-apa, ia begitu bahagia dan bersyukur karena bisa masuk ke sekolah favorite dengan bea siswa, ia bisa meringankan beban Ibunya dari biaya sekolah yang mahal. Dalam hati Luna hanya bisa berdoa dan mengucap syukur “Terima kasih banyak Tuhan.., Kau telah menjawab doaku”. Luna berjanji akan sekolah dengan giat dan terus mengejar pendidikan setinggi-tingginya seperti impian Ibumya.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  17. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Pak Sastro, sebelumnya saya minta maaf atas ucapan saya, tapi saya cukup takjub melihat Ruben bisa lulus walaupun dengan peringkat paling terakhir di sekolah, saya ucapkan selamat” ujar kepala sekolah

    Hati Sastro begitu lega mendengarnya, sudah dari pagi dia gugup dan mencoba mempersiapkan diri untuk mendengar berita terburuk, sebab ia pun tidak menyangka kalau Ruben bisa lulus. Karena Ruben sudah berusaha maka ia pantas dapat hadiah, Sastro berencana untuk memasukkan Ruben ke sekolah favorite di Jakarta ini. Semoga dengan masuk sekolah yang bagus Ruben bisa termotivasi untuk belajar lebih giat bersama teman-temannya.

    “Ruben, Ayah bangga kau bisa lulus” ujar Sastro memegang pundak Ruben

    Ruben merasa seperti tertabrak truk mendengarnya, baru kali ini Ayahnya memujinya, apakah ini benar-benar Ayahnya? Jika Ayahnya terus bersikap seperti ini maka Ruben bersedia melakukan apa pun, di suruh belajar lebih giat pun dia bersedia.

    “Terima kasih Ayah” jawab Ruben terharu

    “Ayah berencana memasukkanmu ke sekolah favorite, karena kau berhasil lulus maka kau pantas masuk ke sekolah yang bagus”

    Ha?? Waduh! Bisa tambah keriting otaknya, di sekolah favorite kan isinya anak-anak pintar, “Aa.. apa? Tidak usah Yah, sekolah biasa saja” ujar Ruben tergagap

    “Ayah percaya kalau kau sungguh-sungguh belajar pasti bisa jadi pandai, di sekolah nanti kau pasti akan bertemu anak-anak yang pandai, pasti kau akan lebih termotivasi untuk belajar” jawab Ayahnya

    Haduh tamatlah dunia pikir Ruben, “Baik Yah” sahut Ruben lemas.

    Tapi Ruben bersedia belajar dengan tekun asalkan Ayahnya bisa terus bersikap seperti ini dan punya waktu untuknya. Ia rela dimasukan ke sekolah apa pun asalkan Ayahnya tidak terus-menerus sibuk pada pekerjaan. Saat pikiran itu sedang membuat semangat belajarnya berkobar, ia melihat Dito dan Dika lewat lalu dengan segera Ruben menghampiri mereka berdua.

    “Heh! Gimana sih loe, gue dah beli jawaban mahal-mahal kok dapat peringkat terakhir?!” hardik Ruben pada Dito

    “Mana gue tau, jangan-jangan loe salah hafal jawaban kayak gue” jawab Dito sedih sambil menyodorkan hasil ujiannya dengan kunci jawaban di tangannya.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  18. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Ah masa sih, gak mungkin” Ruben penasaran, namun dalam hati sebenarnya Ruben pun yakin kalau ia sudah salah menghafal.
    “Yang penting kan kita lulus Ben” sergah Dika dengan sama sedihnya

    “Iya sih, ya sudah lah” jawab Ruben dengan asal, akhirnya mereka bertiga terkekah bersama.

    Ketiga sahabat yang malang dan sama-sama cerobohnya, kunci jawaban ada di tangan mereka namun bisa-bisanya ketiga anak itu salah menghafal. Mungkin ini yang di sebut kecocokan dalam persahabatan, sehati dan sejiwa hingga sama-sama menduduki peringkat terakhir secara berurutan.

    “Loe masuk sekolah mana nanti? Kita rencananya masuk ke SMA favorite, orang tua gue yang suruh” ujar Dika

    “Iya, nyokap gue juga suruh masuk sana” jawab Dito

    “Wah, demi persahabatan kita loe juga harus masuk sana Ben” sahut Dika

    “Emang gue masuk sana, bokap gue dah bilang tadi” ujar Ruben

    “Asik.., denger-denger juara nasional juga sekolah di sana loh” bisik Dito

    “Siapa? Cewek? Cakep?” celoteh Dika kegirangan

    “Namanya Luna, cakep sih, tapi..” jawab Dito tertahan

    “Kenapa?” Ruben terlihat penasaran

    “Cerita loe nanggung banget sih, sok misterius” protes Dika

    “Nanti juga tau sendiri, gue mau cabut ah, byee” lambai tangan Dito sembari cengar-cengir

    “Gue juga mau balik ah, ditungguin nyokap” ujar Dika menyusul

    Belum sempat Ruben membuka suara namun kedua temannya sudah keburu kabur meninggalkannya seorang diri di bangku kantin. Terlintas dipikirannya tentang cerita Dito barusan, anak yang berhasil jadi juara nasional itu hebat sekali, seorang anak perempuan bisa jadi juara. Tapi memangnya anak perempuan itu kenapa? Ruben jadi penasaran ingin melihatnya tapi libur kelulusan masih 1 bulan lagi, “Toh nanti juga pasti bertemu” pikir Ruben.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  19. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    “Wah Bu, hari ini kita makan ayam?” sorak Luna girang

    “Iya, untuk merayakan kelulusanmu” jawab Ibu tersenyum

    “Tapi sebenarnya tidak usah seperti ini Bu, uangnya kan lebih baik ditabung” timpal Luna

    “Sesekali kan tidak apa kita makan enak Luna..” sanggah Ibunya

    “Terima kasih ya Bu” ujar Luna sambil memeluk Ibunya dari belakang sementara Ibunya sedang merapikan meja

    Nila terharu mendapatkan pelukan dari anaknya hingga air mata mulai menumpuk di sudut matanya, ia cepat-cepat menghapusnya karena tak ingin Luna melihatnya menangis, “Sudah ayo kita makan” ajak Nila.

    Luna pun mengangguk dan segera duduk mengambil makanan di depannya “Hmm… sepertinya enak sekali Bu”

    “Tentu saja, ayo segera dimakan” jawab Ibunya

    “Bu, Luna kan masih libur 1 bulan, mulai besok Luna mau kerja sampingan di café, jadi pencuci piring”

    “Eh.. buat apa kamu bekerja sampingan Luna? Ibu masih bisa membiayai kamu Nak” potong Ibunya khawatir

    “Lumayan kan Bu selama sebulan Luna bisa menghasilkan uang tambahan, lagipula nanti di sekolah baru pasti uang buku jauh lebih mahal, Luna ingin mempersiapkan uang untuk membantu Ibu, tolong ijinkan Luna Bu.. hanya selama liburan saja” rengek Luna

    “Ibu khawatir Luna” sanggah Ibunya mengerutkan kening hingga garis-garis ketuaan semakin terlihat di wajahnya.

    “Ibu jangan khawatir.. Luna bisa menjaga diri. Dan mulai kerjanya pukul 10 pagi Bu, jadi pagi-pagi Luna masih bisa membantu Ibu membuat bubur kacang hijau”

    “Jam berapa pulang kerjanya?” tanya Ibu

    “Agak malam sih Bu, jam 10 malam, tapi cafenya dekat sini kok Bu, boleh ya Bu..” pinta Luna

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  20. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Nila hanya bisa mengangguk pasrah mendengar permintaan anaknya ini, ia tidak bisa menghalangi kalau Luna sudah bersikeras terhadap sesuatu. Luna benar-benar kerasa kepala jika menyangkut hal membantu Ibunya, jadi percuma saja kalau Nila melarangnya.

    Keesokan paginya Luna pun membantu Ibunya membuat bubur kacang hijau dan setelah itu bersiap-siap untuk pergi bekerja, ia tidak ingin terlambat pada hari pertamanya bekerja, walaupun ia hanya pekerja sementara di café itu. Luna berjalan kaki ke café tempatnya bekerja karena jaraknya tidak begitu jauh, dapat ditempuh dalam 30 menit. Kalau naik kendaraan umum sayang sekali uang ongkosnya, jadi Luna memutuskan berjalan kaki saja. Saat pagi dan sore café ini belum ramai pengunjung hingga Luna mengantuk saking tidak ada pekerjaan, namun saat menjelang malam café ini mulai ramai di padati orang. Luna cukup sibuk mencuci piring yang tidak kunjung habis, rasanya tangannya mulai pegal dan kakinya bergetar karena harus terus berdiri. Tapi masih terlalu sore untuk mengharapkan pekerjaan ini berakhir, “Baru pukul 8 malam Luna” bisik Luna pada dirinya sendiri, Luna memang terbiasa bekerja keras, namun bekerja sebagai pencuci piring ini ternyata cukup berat juga. Luna harus terus berdiri selama mencuci dan itulah yang membuat kakinya bergetar, belum lagi semua piringnya cukup berat.

    Pemilik café ini mau memperkerjakan Luna karena sedang terjepit keadaan, pencuci piring yang sebelumnya baru saja di pecat karena ketahuan mencuri piring dan gelas selama ini. Setiap hari ada saja gelas dan piring yang hilang, hingga pemilik café menjadi curiga. Maklumlah karena peralatan makan di café ini mahal, pasti pencuci piring itu tergiur untuk menjual lagi semua peralatan makan itu ke tukang loak. Akhirnya Luna lah yang mengisi kekosongan tempat itu selama pemilik café mencari karyawan baru.

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
  21. randypewe Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 12, 2010
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    Ruben

    “Halo” jawab Ruben asal-asalan

    “Ben, keluar yuk” suara Dika bergaung diujung telepon

    “Kemana?”

    “Ke café yang biasa lah, bosen nih gue” sahut Dika

    “Gak bisa, mulai sekarang gue anak rumahan” jawab Ruben dengan bersemangat

    “Wuih! Salah minum obat loe Ben?” tanya Dika kebingungan

    “Tadi siang gue ajak bokap makan malem bareng, mulai sekarang gue mau jadi anak baek buat bokap gue” sahut Ruben bangga

    “Aduh gile, panas kuping gue dengernya, jadi loe gak mau ikut nih? Dito udah di rumah gue nih”

    “Kagak mau ikut”

    “Ya uda deh”

    Klik! Bunyi telepon ditutup. Ruben yakin teman-temannya pasti kaget mendengar dirinya tidak mau keluar rumah malam-malam lagi. Selama ini Ruben selalu keluyuran dan tidak betah di rumah, namun melihat sikap Ayahnya kemarin membuat Ruben ingin berubah. Sepertinya Ayahnya telah memikirkan dirinya dan sudah mulai mau meluangkan waktu dirinya. Ruben yang berinisiatif mengajak makan malam dan Ayahnya setuju, Ruben sangat senang hingga merelakan waktu berkumpul dengan para sahabatnya itu. Mereka pasti akan mengerti betapa berharganya waktu bersama Ayahnya ini, sebagai sahabat mereka pasti mendukung pikir Ruben. Sudah hampir pukul 8 malam tapi Ayahnya belum juga pulang, apakah Ayahnya lupa dengan janji makan malam mereka? Ruben benar-benar sudah tidak sabar, sesuai kesepakatan mereka kalau makan malamnya pukul 7. Ayahnya sudah terlambat hampir 1 jam dan tidak memberi kabar sama sekali, akhirnya Ruben memutuskan untuk menghubungi Ayahnya.

    “Halo, Ayah, kita jadi makan kan?” tanya Ruben penuh harap

    “Ben, Ayah ada meeting, lain kali saja ya” jawab Ayahnya terburu-buru lalu telepon ditutup

    Sumber:
    http://yurenyalmanar.blogspot.com/2015/02/novel-chapter-1.html
    Facebook fanpage: klik di sini menampilkan fanpage Novel Yureny Almanar
    Twitter: klik di sini menampilkan twitter Yureny Almanar
    Jangan lupa rate dan tambah reputasi ya, thx
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.