1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Antologhy Terakhir - Aku tidak ingin lulus

Discussion in 'Fiction' started by Karin99, Jan 10, 2015.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Karin99 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 23, 2014
    Messages:
    29
    Trophy Points:
    17
    Ratings:
    +6 / -0
    Aku tidak ingin lulus

    “Keluarkan pensil dan buku kalian.”

    Dua-tiga orang mengeluarkan pensil. Tapi yang lainnya tidak. Rata-rata, kami hanya bertopang dagu memandang langit-langit kelas. Kami telah malas.

    “Ayolah, ini hari terakhir kalian di sini. Buatlah menjadi bermakna,”

    “Ayo semangat.” Ucapan guru hanya masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri.

    Bukan karena kami malas. Kami merasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk menulis. Kami merasa kehilangan tujuan hidup. Beberapa dari kami ada yang marah, kesal hingga tidak masuk sekolah. Beberapa dari kami bahkan berkelahi untuk sesuatu hal yang tidak penting. Kaidah bahasa. Padahal menurutku semua sama-sama benar.
    Ada yang berpendapat pedas atas karangan temannya dan lupa kalau menulis adalah sebuah passion.
    Ada yang terjebak dalam dunianya sendiri; takut berkarya karena takut untuk dicerca.
    Ada yang lupa untuk menikmati imajinasinya, karena terjebak akan prinsip seakan-akan prinsip itu adalah undang-undang dasar.

    Tapi jauh dalam lubuk hati kami, kami sadar. Kami ingin terus menulis dan tidak ingin berhenti. Kami tidak ingin lulus dari sekolah ini.
    Kami tidak ingin meninggalkan dunia persahabatan kami dan terjun dalam dunia kerja yang miskin imajinasi.
    Kami tidak ingin memiliki tanggung jawab, dianggap dewasa orang tua dan diberi kerja berkedok kebebasan.

    Aku juga tidak ingin menikah. Cinta bagaikan barang mewah untukku. Aku tidak mengerti bagaimana memiliki anak adalah kebahagiaan, ketika yang tersisa nanti hanya rasa sakit dan tanggung jawab.

    Aku tidak ingin lulus. Tidak. Lebih tepat aku tidak ingin dewasa.

    Aku ingin tetap berada dalam imajinasiku. Kebebasan abadi.

    Guruku berkata kalau sekolah ini akan ditutup. Sekolah ini ditutup karena kurangnya sarana dan prasarana sekolah. Selain itu jumlah murid sekolah ini dapat dihitung dengan jari.
    Aku sedih sekolah ditutup. Karena di sini aku belajar sesuatu.
    Persahabatan dan kehidupan.

    Untuk itu guru menyuruh kami untuk membuat karya terakhir bertemakan graduation. Dia ingin tahu muridnya akan menjadi apa ketika lulus dari sekolah ini.

    Tapi tidak ada satupun dari kami ingin menulisnya. Karena kami ingin menjadi penulis.
    Walau sekolah tutup, kami ingin tetap datang ke tempat ini. Kami tidak ingin menghentikan apa yang telah kami capai.
    Persahabatan, kompetisi, imajinasi dan memori ini.

    Jadi kubuat karangan berjudul “Aku tidak ingin lulus”. Kutuangkan uneg-uneg dan seluruh rasa hatiku di secarik kertas.

    Tapi semakin aku mengkuaskan isi hatiku dalam kata-kata. Hatiku semakin terasa sakit.
    Aku tidak bisa menipu diri dan berpaling dari kenyataan.

    Sekolah ini tetap akan ditutup.

    Aku menyesal semua ini harus terjadi.


    “Kita akan mengadakan perpisahan malam ini.” Temanku menepuk sebelah pundakku.
    Untuk sesaat aku terdiam. Aku tidak ingin berpisah.

    “Jam berapa?”

    “Sore jam lima. Kau harus datang.”

    “Pasti.” Ucapku dengan murung.

    Pada jam tiga sore, kucoba pakaian-pakaian terbaikku. Tak lupa berias dan memakai sedikit parfum agar tidak tampak alay.

    Aku berangkat ke lapangan sekolah jam empat sore.

    Ketika sampai di lapangan, guru kami sudah di sana. Dia ingin kami menyelesaikan karangan di rumah dan membawanya di acara perpisahan.
    Padahal dia seharusnya sadar. Kami tidak akan menyelesaikannya di rumah karena pasti terserang tarsok.

    Untungnya, aku sudah menyelesaikan karanganku di sekolah. Tapi malas kuedit karena hal itu sama sekali bukan cangkir tehku.

    Aku menemui berbagai temanku. Di antaranya ada mantanku. Untuk sekolah yang terbilang kecil ini siapapun bisa menjadi mantan. Kami putus karena bosan bertemu setiap hari.

    Seiring waktu semua murid pun datang. Guru pun mengangkat tangannya.
    Semua celoteh berhenti. Seluruh lapangan menjadi hening.

    “Sudah enam tahun kita bersama. Saya sebagai guru mohon maaf tidak bisa melanjutkan semangat kalian.”

    Semua khidmat mendengar tiap kata yang terucap dari mulut guru kami.

    “Seperti yang kalian tahu, sekolah ini bisa bertahan karena ada murid. Tapi sudah tiga tahun lamanya sekolah ini tidak mendapat murid lagi. Yang mengisi sekolah ini hanya murid-murid lama yang kusayangi.”

    “Itulah karenanya sekolah ini harus ditutup..”

    “Saya sendiri sebagai guru harus beristirahat. Saya tidak mampu memfasilitasi lagi. Selain karena keterbatasan jumlah murid, saya sudah tua.”
    “Kita tahu, murid baru tidak ada lagi dan yang lama tidak pernah kembali,”

    “Hanya tersisa kita di lapangan yang kecil ini.”

    Guru kami tampak menghela nafasnya. Dia kemudian berkata lagi dengan tersendat, “Aku tidak ingin menutup sekolah ini. Kalau bisa, aku ingin waktu berhenti.”
    “Tapi itu tidak terjadi. Kita harus menerima kenyataan dan melanjutkan hidup.”

    “Intinya walau omonganku berputar-putar,” Dia kemudian menatap bawah, “aku masih tidak ingin berpisah dengan kalian anak-anak.”

    Kacamata dilepaskannya dan tangannya memegang kedua matanya. Guruku bersedih dan menangis.
    “Aku tidak ingin..” suaranya bergelombang dan terhenti. Dia kemudian duduk dan tidak melanjutkan perkataannya.

    Aku menatap langit biru dan menghela nafas. Aku bukan orang yang melankolis.
    Walau kata orang dunia itu luas, tapi terasa sempit dalam situasi ini.

    Jadi perlahan-perlahan kami mengangkat gelas es teh kami.
    Guru perlahan mengikutinya.
    Dan kami bersulang untuk mengingat hari ini.

    Beberapa dari kami menangis. Beberapa dari kami menyesal dan ingin mengulang waktu kebersamaan ini.
    Kalau aku, aku tersenyum. Aku bahagia bisa merasakan pengalaman tiada duanya ini dalam hidupku.

    “Untuk itu,” Guru kami kembali berdiri. Dia kembali berbicara dengan lantang, “Aku sebelum ini memberikan tugas pada kalian. Untuk membuat cerita bertemakan graduation.”
    Kami semua terdiam.

    “Aku meminta kalian untuk membawanya di pesta perpisahan agar kalian bisa membacakannya sekarang di sini.”

    “Bukan untukku.”
    Guru kami tersenyum.

    “Tapi untuk teman-teman kita. Sebagai hadiah terakhir untuk sekolah ini.”

    Semua orang bertepuk tangan. Aku pun begitu.
    Beberapa orang pun mulai maju bergantian untuk membacakan karangannya. Mendadak suasana kembali meriah.
    Beberapa dari kami mulai berkata nyeleneh terhadap karangan yang di baca. Berkata ngalor ngidul kalau tulisan bagus itu harus “begitu” menurut pandangan kami sendiri.
    Kami tidak sombong. Walau kami sering berkata pedas, kami mengerti kalau kami tidak selalu benar.
    Kami hanya berkata karena di situlah passion kami berada.

    Tiba giliranku ketika malam tiba. Aku pun beranjak dari tempat dudukku.
    Beberapa orang sudah tertawa duluan sebelum aku membacakan karanganku.

    Walau tubuhku kecil. Hatiku besar.
    Kubuka kertas karanganku.
    Kubacakan dengan lantang.

    “Walau aku diberikan seribu malam.”

    “Aku tidak ingin lulus.”

    Aku membacakan karanganku di bawah langit malam penuh bintang.
    Kurasa, aku tidak ingin ini semua berakhir.

    Cerpen lainku : A little case of Docter Molks Moore
     
    Last edited: Jan 10, 2015
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Wih temanya hampir sama dengan yang ada si anthologhi nih sf, bagus bahasa yang digunakan bagus. Mungkin yang kurang panjang ceritanya aja. :malu:

    Well, semangat aja ya :onfire:
     
  4. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    :nongol:

    absurd. aku lebih suka ceritamu yang sebelum2nya sih. kalo ini gimana yah? apa bener kamu yang nulis?

    jujur, kesannya dipaksakan. kayak kamu pengen nulis hal lain tapi kebentur suatu tema tertentu, jadinya kamu nulis seadanya.

    konflik yang mau ditampilkan bagus, tapi penyajiannya parah. serius. kayak keburu2 pas bikin. aku lebih suka penyajian dari abdul btw. jujur aku jauh lebih suka cerita doktr moore n antologi kemaren yang judulnya aku ingin lulus. terlalu menggurui emang iya, tapi itu bisa di remake kalo kamu mau. cuma perlu edit beberapa bagian, selesai.
     
  5. Karin99 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 23, 2014
    Messages:
    29
    Trophy Points:
    17
    Ratings:
    +6 / -0
    Thx ya udah baca :D
    ini cuman karikatur sih.
    jadi tidak ada yang diceritakan dan tentu saja penyajiannya bergaya beda.
    karena ini pengalaman yang menarik menurut pandangan author sendiri yang sudah lama menyaksikan anthology berdiri.
    Dimana berisi ratapan melankolis tentang sekolah anthologi tutup, guru mod menyelenggarakan tema graduation, dan semua peserta murid terpaksa berpisah kembali ke pekerjaan masing-masing.
    semacam realita sekunder.
    kalau dibilang dipaksakan. yah bisa dibilang begitu.
    tapi menurut author, "jenis nada" dalam cerita ini memang berbeda.
    masalahnya, mungkin hanya author yang merasakannya.
     
    Last edited: Jan 12, 2015
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.