1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

FanFic Because I Miss You (그리워서)

Discussion in 'Fiction' started by eghachunnie, Nov 20, 2014.

?

Tolong Rate nya ya :)

Poll closed Aug 16, 2017.
  1. Buruk

    0 vote(s)
    0.0%
  2. Biasa

    0 vote(s)
    0.0%
  3. Lumayan

    0 vote(s)
    0.0%
  4. Baik

    0 vote(s)
    0.0%
Multiple votes are allowed.
Thread Status:
Not open for further replies.
  1. eghachunnie Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 3, 2013
    Messages:
    96
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +62 / -0
    Halo, ini FF saya. karena masih banyak kekurangan...kurang ilmu...kurang pengalaman, maka saya memberanikan diri mempostnya disini. Barharap mendapatkan masukan yang bisa meningkatkan kualitas menulis saya. Mohon kritik dan sarannya [​IMG]

    Sepi. Hanya terdengar beberapa orang yang berlalu lalang di bangsal-bangsal. Lampu kamar bernomor 201 itu sudah gelap. Jarum jam yang masih terus berdenting di dinding tepat diatas televisi yang masih menyala dengan volume pelan menunjuk angka 02.35. Semua terasa begitu tenang, kecuali pikirannya. Ia masih terjaga di sofa berwarna hijau dengan selimut mengerubutinya. Min Gi terus bolak balik melihat ponselnya yang berada dibawah bantal. Musik yang mengalun di telinganya melalui earphone rasanya seperti meraung memasuki hatinya yang sakit. Entah sudah bulir keberapa air bening itu jatuh dari pelupuk mata dan membasahi sebelah pipi kirinya. Berkali-kali ia mejamkan mata dan memaksa terbenam dalam mimpi, tapi sosok yang membuatnya sesakit ini masih berkelebat mengusiknya. Sebesar apapun usaha untuk mengenyahkan sosok itu -setidaknya untuk malam ini- tidak ada gunanya. Hatinya tak cukup kuat. Udara yang berhembus melalui Air Conditioner tepat menyapu ujung kakinya yang tak tertutupi selimut pink miliknya. Min Gi menarik kakinya masuk kedalam selimut. Rasa dingin dan beku dikakinya bukan lagi menyiksa raga gadis itu. Jarum-jarum es seolah menembus ujung kakinya dan membuat perasaannya semakin dingin. Menambah perih hatinya saja.
    ***​
    Seorang perawat berseragam hijau tosca cerah baru saja keluar dari ruangan. Min Gi beranjak dari duduknya dan menutup pintu kamar perlahan.
    “Kusuapi ya”, ujar Min Gi sambil berjalan kearah meja yang terdapat pot-pot mangkuk besi yang berisi makanan. Makanan khas rumah sakit yang sama sekali terlihat tak memiliki daya tarik berarti. Min Gi cekatan membuka plastic wrap yang membungkus mangkok, dan me-lap sendok dengan tissue.
    “Kau berulang tahun hari ini kan? Selamat ulang tahun Min Gi-yah. Saengil chukhahaeyo”, Gadis berperawakan sedang yang setengah berbaring di ranjang itu menyelamatinya. Dia sudah nampak lebih sehat dari sebelumnya. Nafsu makannya sudah mulai normal sepertinya, meski Min Gi sangsi kalau makanan-makanan tadi akan dihabiskan.
    “Terimakasih eonni. Sepertinya Giseul eonni harus menghabiskan ini semua, supaya segera sembuh dan kita bisa pergi karaoke seperti biasa”, Min Gi mulai menyendok dan menyuapkan makanan pada gadis itu. Dan Gadis yang beranama Giseul itu melenguh pelan, tapi kemudian alisnya mengkerut.
    “Apa ada sesuatu yang mengganggumu? Apa kau mau menraktirku karena sedang ulang tahun?”.
    Min Gi meringis, belum menjawab. Entah pura-pura atau justru mungkin sedang memikirkan jawaban yang masih tersangkut dipikirannya. Giseul sepertinya menangkap sesuatu, dan ia mulai terlihat keki.
    “Oya, apa Hae Ji mengucapkan selamat Ulang Tahun padamu?”. Min Gi menggeleng
    “Tidak, sama sekali”.
    “Sudah kuduga, masih ada yang salah dengannya. Aku tahu dia tak akan berubah secepat itu, tidak mungkin. Buktinya saja dia masih menjelek-jelekkan kita dibelakang. Aku belum bisa mempercayainya”, racau Giseul. Mungkin orang yang melihatnya berbicara sekarang ini tak akan menyangka bahwa gadis itu sedang sakit, karena celotehannya yang lumayan bersemangat barusan. Min Gi hanya mendesah. Hari ini dia tak bermaksud untuk bersemangat. Banyak hal yang membuat keceriaanya seakan hilang ditelan bumi. Selamanya. “Maaf sudah merepotkanmu dengan menemaniku di rumah sakit begini”.
    “Kenapa bicara begitu? Sudah seharusnya malah”. Min Gi tersenyum. Sedikit senyum untuk sahabatnya tak akan merugikannya.
    “Bosmu tidak menanyakanmu?”, tanyanya.
    “Aku sudah bilang padanya. Yang penting Call hari ini tetap harus dipenuhi dan harus melakukan beberapa hal. Karena ini akhir bulan, dan targetku masih jauh dari Estimasi nampaknya aku dituntut untuk bekerja lebih keras lagi”, Min Gi bertambah pusing memikirkan pekerjaannya. Akhir bulan selalu jadi momok yang menyebalkan untuk mereka berdua. Min Gi dan Giseul bekerja di bidang yang sama meski mereka berbeda perusahaan. Lingkungan keras dunia marketing memang menyeramkan dirasakan MinGi. Akhir-akhir ini ia sering frustasi memikirkan kecocokannya dengan bidang ini.
    “Bosmu itu menyebalkan”. Rutuk Giseul
    “Bukankah itu seharusnya kata-kataku?”, MinGi meringis kecut. “Aku ingin mundur”, gumamnya perlahan, dan Giseul tetap bisa mendengarnya.
    ***​
    Min Gi sedang memindah-mindahkan channel TV dengan remot ditangannya. Ia sibuk memilah tontonan yang menarik perhatiannya. Berulang kali ia menghela berat nafasnya. Meski matanya menatap TV ia justru sama sekali tak memberikan konsentrasi penuh pada benda berbentuk kotak itu.
    Pintu kamar diketuk dari luar, dan terdengar salam dari luar. Sepertinya ada yang berkunjung, karena ini bukan jam cek perawat ataupun cleaning service.
    “Chamkanmanyo....”, Min Gi beranjak, perlahan ia membuka pintu. Dan tepat saat itu juga nafasnya terhenti sesaat. Tanpa sadar ia sudah menahan nafasnya untuk sepersekian detik. Bukan seorang, tapi tiga orang yang familar baginya menyeruak masuk setelah ia membukakan pintu. Sesosok yang membuat Min Gi menahan nafasnya tadi berada diantara mereka. Orang itu tersenyum lebar, tapi Min Gi tahu senyum itu bukan ditujukan padanya.
    “Ternyata kau bisa juga sakit?”, Hyeowol, sosok itu. Pertanyaan yang ditujukan untuk Giseul. Giseul tertawa. Dan gadis yang berada disamping Hyeowol itu juga ikut tertawa. Gadis yang membenci MinGi setengah mati. Min Gi hanya memandang mereka, diam seribu bahasa. Keki. Tak tahu harus apa. Jika ia tersenyum sekarang , itu bertolak belakang dengan suasana hatinya saat ini.
    Mereka terus saja tergelak melemparkan candaan-candaan satu sama lain. Tanpa partisipasi Min Gi. Giseul sesekali melirik Min Gi, ia tahu betul. Meski Min Gi tak menceritakan dengan mulutnya, Giseul menangkap itu dari pandangan MinGi. Min Gi hanya duduk mengamati, dengan perasaan miris yang menyayat-nyayat hatinya. Benih-benih airmata sepertinya mulai naik ke permukaan matanya. Min Gi hanya menggigit bibirnya, menahan sekuat mungkin. Seperti ada dua aura yang berbeda diruangan ini. Min Gi semakin merasa terluka, karena ia yakin, dengan jelas sosok bernama Hyeowol dan gadis yang satu itu sama sekali tak berniat melibatkan MinGi dalam obrolan mereka. Min Gi mencoba mengacuhkannya dengan berpura-pura mengutak atik ponselnya dengan semangat. Ikut-ikutan tersenyum untuk hal yang entah --apa itu-- mereka tertawakan. Tapi percuma. Hatinya hanya bertambah sakit. Sakit.
    Beberapa waktu setelah itu mereka berdua berpamitan pulang. Min Gi pun menutup pintunya kembali. Dan ia merebahkan tubuhnya di sofa lagi. Gadis itu terus saja diam. Giseul terlihat ingin menanyakan sesuatu, tapi ia masih menahannya. Min Gi membuka lagi ponselnya, teringat seseorang yang biasanya ia hubungi disaat seperti ini. Ia pun membuka chatroom dan memulai percakapan dengan seseorang.
    ID.MinGiMinGi : Eonni? Kau disana?
    ID.Hyosunxx : Ya sayang, ada apa?
    ID.MinGiMinGi : Aku sangat ingin menangis sekarang.... 
    ID.Hyosuxx : Apa ini? Dia lagi? Sudahlah sayang, dia tidak baik untukmu. Ada yang lebih baik untukmu. Percayalah itu. Dia bukanlah seseorang yang layak diperjuangkan.
    Air mata MinGi menggenang, ia cepat cepat menahannya dengan sedikit mendongakkan kepala.
    “Kau kenapa? Daritadi kulihat diam saja?”, tanya Bongchul. Astaga. Sejak kapan laki-laki ini muncul? Min Gi sama sekali tak menyadari kehadiran orang ini. Padahal Bongchul tadi masuk bersama dua orang tadi, tapi ia tak ikut pamit pulang karena masih ingin mengobrol dengan Giseul. Min Gi terlalu sibuk dengan kekalutannya.
    MinGi menggeleng, tak menjawab, ia masih berkutat di layar ponselnya. Bongchul membisiki Giseul, heran melihat MinGi yang tak bersuara hari ini.
    ID.Hyosunxx : Nyalakan nomormu yang satu, aku akan menelponmu.
    1 message chat masuk. Dan tak lama ponsel Min Gi berdering. Gadis itu beranjak dan menjauh mengambil tempat yang lebih privasi di teras belakang kamar. Dan ia mulai menangis diam-diam.
    ***​
    “Bongchul tadi bertanya padaku, dia menarik kesimpulan yang sama denganku”, ucap Giseul hati-hati.
    “Apa itu?”.
    “Bagaimanapun juga, terlihat jelas bagaimana perasaanmu tadi meski kau tidak mengutarakannya”, Giseul mendesah. “Orang biasa saja bisa melihatnya, kau jadi aneh hari ini, pendiam, tak banyak bicara seperti biasanya. Gara-gara dia kan?”.
    Min Gi diam menerawang.
    “Mereka mengacuhkanku, jelas sekali eonni”, Min Gi tak sanggup lagi menahannya. Hanya ada Giseul diruangan ini. Tak apa kalau ia menangis lagi. Giseul pun bingung harus menjawab apa. Ia hanya mampu melihat Sahabatnya menangis.
    “Lupakan saja dia”, ucapnya kemudian.
    “Salahku apa eonni?”. Ratap MinGi. Airmatanya mengalir deras. Ia sekuat tenaga menahan suaranya, tapi yang terjadi membuat nafasnya sesenggukan. Ia tahu betul, ia sadar betul, Hyeowol sama sekali tak memandangnya. Sedikit saja. Semalaman suntuk MinGi sudah memikirkannya. Laki-laki yang MinGi pikirkan itu bahkan tak mengucapkan sepatah kata apapun soal ulangtahunnya. Mungkin keinginan MinGi terlalu berlebihan. Dia bukan siapa-siapa bagi Hyeowol. Bukan siapa-siapa.
    ***​
    Bukan hal yang baru mendengar kabar itu. Hyeowol dan wanita itu katanya akan menikah. MinGi sudah tahu mereka berpacaran beberapa bulan terakhir ini. MinGi kecewa, lebih kepada kebohongan Hyeowol soal status itu sebelumnya. Kalau bukan karena desakan MinGi, laki-laki itu tak akan jujur. MinGi ingat betul bagaimana ia mengutarakan rasa kecewanya pada lelaki itu. Tapi Hyeowol hanya mengelak dengan mengatakan ada beberapa hal yang harus disembunyikan dan tak bisa diceritakan padanya.
    MinGi mengenal Hyeowol baru setahun ini. Laki-laki bernama Han Hyeowol itu sukses membuat hati MinGi tertaut. Mereka memang cukup dekat, Hyeowol selalu menganggap MinGi sebagai adiknya. Kedekatan mereka bukan tanpa kendala. Gadis itu, ya, gadis yang bernama Kang Miyoung. Ia benar-benar membenci MinGi setengah mati. MinGi mencium gelagat ini, karena ia menjadi objek bully gadis itu. MinGi mencari tahu apa yang terjadi. MinGi sudah mengkroscek hal ini pada Hyeowol sendiri.
    “Kau pacaran dengannya kan?”, tanya MinGi menyelidik.
    “Demi Tuhan tidak”, Hyeowol menjawabnya dengan mantap.
    “Jangan bawa-bawa Tuhan kalau apa yang kau katakan itu tidak benar”. MinGi mendengus.
    “Demi Tuhan, kalau aku bohong, malam ini juga aku akan mati di tengah jalan sana!”, mata Hyeowol melotot. “Untuk apa aku berbohong?”. MinGi terdiam. Sebenarnya memang pertanyaan ini tak pantas ia ajukan mengingat ia tak memiliki ikatan apapun terhadap laki-laki itu.
    Kalau saja….kalau saja MinGi tak mempercayai sumpah Hyeowol saat itu, ia tak akan membiarkan hatinya dengan leluasa tumbuh seperti sekarang.
    MinGi menangis lagi dalam diam dikamarnya sendiri. Contact person orang itu adalah hal terakhir yang ia punya. MinGi cukup tahu diri. Ia mendeletenya. Bukan yang pertama kali ia melakukan hal ini. MinGi sudah berulangkali berupaya melepaskan semua harapan tentang perasaannya. Tapi itu tak mudah. Lelaki itu selalu membuatnya goyah, selalu membuatnya tak berpendirian pada keputusannya sendiri.
    Apa lagi yang MinGi bisa lakukan sekarang. Semuanya terjadi secara tiba-tiba. MinGi pun tak tahu apa salahnya, hingga pria itu tiba-tiba saja melupakannya. Mengacuhkannya. MinGi tak lagi berselera melakukan aktivitasnya. Semua hal yang menjemukan disekitarnya menumpuk dikepalanya. Semua orang menghujatnya, semua menyalahkannya, semua kesalahan seolah-olah hanya ia yang patut disalahkan. Semuanya tak berniat memandang sedikitpun dari sudut pandang MinGi.
    MinGi berjalan memasuki lorong Rumah Sakit. Matanya jeli mencari bangku kosong yang tersisa diantara tempat duduk yang sudah terisi oleh banyak pasien yang sudah mengantri sedari pagi. Gadis itupun duduk dan mulai membuka tasnya. Hal pertama yang ia lihat adalah ponselnya. Ya….ada sesuatu yang hilang dari sana. Kontak orang itu. Ia hampir lupa sudah menghapus kontaknya. Sebersit rasa menyesal masih menghantuinya. Tapi itu adalah hal yang memang harus dilakukannya. Ia tak bisa lagi melakukan apapun, ia tak punya cukup alasan untuk meminta kejelasan pada pria itu. Memangnya siapa MinGi?
    MinGi masih berusaha untuk terlihat biasa dihadapan teman-temannya. Tapi MinGi sadar itu tidak mudah saat Hyeowol dan Miyoung tiba-tiba muncul beriringan di depannya. Hyeowol bersikap sangat biasa, terlewat biasa seolah tak pernah ada MinGi di dunia ini, tak pernah ada dunianya yang mengenal seorang MinGi. Hati MinGi mencelos untuk yang kesekian kalinya. Hal yang tidak-tidak sudah berputar diotaknya. Ia tak sanggup, ia tak akan sanggup melihat laki-laki itu lagi. Dulu ia amat bahagia hanya dengan melihat keberadaan laki-laki itu di hadapannya. Sekarang bahkan hanya mencium bau parfum yang mirip dengannya saja sudah membuat hati MinGi berantakan.
    MinGi memutuskan untuk pergi. Ia melangkahkan kakinya keluar dari bangsal. Tak lagi ia peduli pada pekerjaannya. Ia tak mungkin bisa berpikir jernih.
    Semua hal yang membuatnya seperti sekarang ini tidak akan terjadi…..jika saja, yah. Jika ia cukup tahu diri. Min Gi yakin, dalam waktu dekat ini ia tak akan berani menyandarkan hatinya pada orang lain lagi. Tak ada yang mampu mengubah masa lalu, masa saat ia harus bertemu orang itu. Jika saja, jika saja itu tak pernah terjadi….mungkin MinGi tak akan ragu memandang kehidupan esoknya.
    Apa kau melihat perasaanku?
    Kenapa bisa ini disebut cinta?
    Aku tak akan pernah bisa jatuh cinta lagi
    Tapi aku benar-benar seperti orang bodoh
    Kenapa aku bahagia
    Hanya dengan melihat wajahmu
    Berada disisiku selamanya, denganmu
    Kau datang padaku….seperti angin yang mengayunkan bunga-bunga
    Kau ketuk hatiku, aku mencintaimu
    Hatiku sakit hanya dengan melihatmu
    Aku baik-baik saja, karena ini cinta

    (Davichi-It’s Alright, it’s Love)

    ***​
    1 Years ago
    “Orang baru ya?”, seorang gadis cantik berperawakan tinggi yang baru saja duduk disamping MinGi langsung menyapanya. Gadis itu tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya. “Baek YeonHee”.
    “O….Min Gi, Shin MinGi”, MinGi menyambut tangan gadis cantik itu dengan semangat. MinGi sedikit salah duga, karena ia kemarin mengira gadis bernama Baek YeonHee ini sedikit angkuh. Ia ingat melihat Yeonhee kemarin dan gadis itu menatapnya acuh di kejauhan. Tapi ternyata nampaknya gadis itu baru saja masuk dalam nominasi teman baiknya di tempat baru ia bekerja ini.
    “Kau tinggal dimana?”, Yeonhee mulai membuka percakapan.
    “Didekat mini market XX , kau tahu?”.
    Yeonhee mengajak MinGi untuk tinggal di kamar sewa tempat ia tinggal saat ini. Tapi nampaknya MinGi masih mengurungkan niat untuk mencari tempat tinggal lain. Ia tak enak hati pada pemilik sewa saat ini, karena ia baru saja beradaptasi dengan kebaikan mereka.
    “Kalau kau tidak ada teman makan, hubungi aku saja. Ayo kita makan sama-sama. Berikan nomor teleponmu”, Yeonhee membuka ponselnya untuk menambahkan kontak MinGi. “Okey…done! Oya, ayo masuk mengantri”.
    MinGi beranjak, pantatnya sedikit kram karena terlalu lama duduk menunggu. Pekerjaan barunya ini menuntut ia untuk berlatih sabar menunggu. Padahal menunggu adalah pekerjaan paling membosankan diseluruh dunia, tapi ia akan bergelut tentang hal itu mulai hari ini dan seterusnya. MinGi mengetuk pintu perlahan dengan Yeonhee yang mengekor dibelakangnya. MinGi tersentak kaget saat ternyata seseorang tengah berdiri tepat di depan pintu. Laki-laki berkemeja rapi, dan berperawakan tinggi yang juga seprofesi dengannya. Laki-laki itu tersenyum manis. MinGi yakin laki-laki itu sengaja tersenyum dengan cara seperti itu. Ini memang bukan kali pertama, ia melihatnya kemarin. MinGi langsung mengenali wajahnya karena ia termasuk sedikit orang yang terlihat hampir sebaya dengannya. Orang-orang lain yang satu profesi dengannya banyak yang lebih berumur, terutama kaum lelaki. Dan melihat segelintir lelaki yang umurnya lebih muda diantara segerombol tua-tua itu rasanya seperti ada setetes air di gurun pasir. Bukan hal yang aneh kan, kalo MinGi berpikir seperti itu. Karena ia seorang gadis, gadis yang berada di umur yang sudah sewajarnya mengincar pasangan.
    MinGi membalas senyum laki-laki itu dan dengan tenang duduk di kursi yang tersedia diruang tunggu dokter. Tak lama ia duduk, laki-laki itu masuk ke ruangan dokter. Dan kali ini MinGi harus rela menunggu lebih lama lagi.
    ***​
    MinGi tak ingat lagi sejak kapan ia mulai mengobrol santai dengan laki-laki itu. Tapi MinGi akui kepribadian laki-laki itu membuatnya mudah dekat dengan orang lain. Kepribadian yang cocok dengan pekerjaannya saat ini. MinGi selalu saja dibuat geli oleh tingkahnya.
    “Kenalkan, aku Richard Kevin!!”. MinGi diam sesaat sambil berpikir.
    “Oh ya? Sepertinya….bukan…”, balas MinGi kurang yakin, karena ia ingat sekali seorang teman lain pernah memanggil namanya tanpa MinGi sengaja mendengarnya. Dan Kevin atau apalah itu bukan namanya.
    “Jangan percaya!! Namanya itu Kim Bok Ja!!”, seloroh seorang gadis cantik (lagi). Jujur saja, MinGi tak tahu sejak kapan ia menerobos percakapan mereka. Dan yang pasti MinGi belum mengenal gadis yang satu ini. Mereka semua yang berada disekitar situ tertawa. “Oya, aku Kang Se Ra. Salam kenal. Satu lagi, jangan percaya pada lelaki semacam ini. Dia spesies aneh!”, desisnya kemudian tertawa.
    “Sudah, jangan percaya dia. Aku benar-benar Kevin, Richard Kevin”, lelaki itu masih saja ngotot dan dengan bangganya memamerkan senyuman khasnya.
    “Bukan hyeo….hyeow..wul??”, MinGi berusaha keras mengingatnya.
    “Arghh….padahal aku sudah menyiapkan nama yang keren. Bagaimana kau tahu? Tepatnya sih, Han Hyeowol, Hyeowol!”, Hyeowol mengerut kecewa. Ia gagal membohongi MinGi. Akan seru kalau MinGi memanggilnya Richard atau Kevin.
    “Ooo, hyeowol”, MinGi terkekeh geli melihat ekspresi Hyeowol yang terlampau dibuat-buat.
    Beberapa hari mengenal Hyeowol, MinGi menyadari sesuatu yang sedikit aneh. Seorang wanita yang bernama Kim Miyoung hampir setiap waktu terlihat berada di dekatnya. Minggu lalu ia berkenalan dengan gadis itu. Tipe gadis yang tak mudah dekat dengan MinGi. Dari cara ia berbicara dan memandang MinGi sedikit aneh. Entahlah ini hanya perasaannya atau apa. MinGi yakin ia menangkap bola mata Miyoung yang sempat menelusuri seluruh inchi tubuhnya.
    Tanpa MinGi ingin tahu dan ingin cari tahu omongan-omongan itu tersampai begitu saja ke telinganya. Kim MiYoung memang punya hubungan khusus dengan Hyeowol. Tadinya MinGi tak ingin ikut campur tentang hal itu. Tapi melihat sikap Hyeowol membuat gadis itu bingung sendiri. Karena Hyeowol pernah mengungkapkan secara tersirat kalau ia tak memiliki kekasih atau apapun itu.
    Hari-hari menyenangkan MinGi mulai terusik saat ia mulai memperhatikan seorang laki-laki yang juga pernah berkenalan dengannya. Laki-laki pertama yang ia kenal ditempat kerjanya. Namanya Lee Hyeonwoo. Lee Hyeonwoo berbeda dengan Hyeowol. Ia lebih pendiam dan tak banyak bertingkah. Sikapnya dingin. MinGi bukan gadis yang agresif, ia cenderung memendam rasa kagumnya tanpa menunjukkannya. Hyeonhee sahabat barunya tentu saja tahu hal itu. Gadis itu malah sering meledek ketimbang mencari solusi untuk MinGi. Tapi kadang Ia memberikan masukan yang positif. Dari yang Hyeonhee ceritakan, MinGi tahu kalau Hyeonwoo adalah orang yang baik, tidak suka hal yang aneh. Selayaknya laki-laki ia adalah seorang penggemar bola sejati. Ia memiliki agama yang baik. MinGi tertarik karena lelaki itu masih terkesan misterius baginya. Mungkin ini awal yang baik baginya untuk menumbuhkan perasaan bersemi.
    ***​
    Rasa suka MinGi pada Hyeonwoo mungkin tak akan pernah beranjak dari tempatnya, jika pintu yang membawanya keluar tak pernah terbuka. Ya, pintu yang membuat MinGi begitu saja keluar dari dunianya secret admirenya terhadap Hyeonwoo.
    Kejadian itu bermula saat Kim Miyoung tanpa diduga meminta bantuannya. Ia meminjam kendaraan Miyoung untuk beberapa hari, karena kendaraan pribadinya sedang di service untuk beberapa hari kedepan. Miyoung mengiyakannya, karena ia sendiri akan bertugas di luar kota untuk sementara waktu, jadi kendaraannya menganggur tak terpakai.
    Beberapa hari kemudian setelah hari itu MinGi kembali. MiYoung rutin mgnhubungi Miyoung perihal kepulangan MinGi nanti, Miyoung akan menjemputnya karena ia sudah pernah meminta tolong pada MinGi.
    Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. MinGi turun di terminal disambut dengan hujan gerimis.
    “Miyoung-sshi, aku sudah sampai”, MinGi menghubungi Miyoung. Ia sendiri sedikit sungkan untuk membiarkan Miyoung menjemputnya disaat hujan begini. “Mmm, kau tidak apa hujan begini?”.
    “Tidak, tidak. Tidak apa-apa. Tunggu ya, aku segera kesana”, Miyoung-pun menutup sambungannya.
    MinGi mulai menggigil karena hujan gerimis mulai berubah menjadi guyuran air yang seakan tumpah dari langit dengan derasnya. Gadis itu merapatkan jaketnya dan mengenakan masker penutup muka. Sejujurnya MinGi takut berada di terminal sesepi itu sendirian. Ia waspada melihat beberapa orang yang berada di sekitar tempat itu. Beberapa dari mereka seolah memiliki perangai yang menakutkan.
    Sesaat MinGi dikejutkan sesuatu, dering ponselnya.
    “O…ya? Kim Miyoung-sshi?”.
    “Maafkan aku, Hyeowol ngotot yang akan menjemputmu, ia bilang ia tidak tega membiarkanku menjemputmu hujan-hujan begini. Tidak apa kan kalau ia yang menjemput?”, Tanya Miyoung.
    “Ya? Oh….tidak merepotkan? Atau aku pulang sendiri saja?”.
    “Jangan, jangan. Tunggu saja. Tidak apa. OK?”.
    MinGi menutup sambungan sambil mengernyit. Sedetik kemudian ia sadar, Hyeowol memang satu area rumah sewa dengan Miyoung. Dan yang ia bilang tadi “….Hyeowol ngotot yang akan menjemputmu, ia bilang ia tidak tega membiarkanku menjemputmu hujan-hujan begini….” Apa itu suatu pernyataan tentang hubungan mereka? Ahh, itu bukan urusan MinGi. Yang ia tahu sekarang ia ingin segera sampai di kamarnya dan bergelut dengan selimut hangatnya. Beberapa menit berlalu dan MinGi menyadari kehadiran Hyeowol. Tadinya ia tak segera menyadari bahwa itu adalah Hyeowol, ia datang lengkap dengan jas hujan tebal yang ia pakai menutupi seluruh tubuhnya.
    “Hei, jangan melamun!”, panggilnya sambil melambaikan jari-jarinya. MinGi pun mengambil ancang-ancang untuk berlari mendekat ditengah hujan lebat. MinGi setengah kaget saat Hyeowol malah menyandarkan motornya. Dan yang membuat MinGi speechless adalah laki-laki itu melepaskan jas hujannya.
    “Apa yang kau lakukan?”, teriak MinGi mencoba bersaing dengan suara hujan.
    “Pakailah, supaya tidak basah”, Hyeowol menyodorkannya.
    “Tidak! Sudahlah kau pakai saja, kau nanti yang basah, aku tidak akan apa-apa karena aku membonceng di belakang”, tolak MinGi sambil menutupi kepalanya sendiri dengan kedua tangannya.
    “Sudah! Jangan cerewet pakai saja!”.
    MinGi kaget. Karena Hyeowol langsung saja memakaikan jas itu padanya dan mengancingkannya dengan hati-hati. MinGi terdiam. Bahkan sepanjang perjalanan ia hampir tak bersuara, kecuali hanya untuk menanyakan keadaan Hyeowol.
    “Kau tidak apa?”.
    “Tenanglah! Eh, kau aneh, malam-malam hujan begini kenapa memakai masker?”.
    Hati MinGi berdebar. Terus saja berdebar tanpa ia ketahui kenapa.
    Malam ini MinGi memutuskan untuk menginap di kamar MiYoung. Miyoung meminjamkan baju tidurnya pada MinGi. Meskipun ia memakai jas hujan, hampir keseluruhan tubuhnya tetap basah karena perdebatan singkat tadi. Kalau MinGi saja basah, bagaimana dengan Hyeowol? MinGi berharap laki-laki itu tak akan kenapa-kenapa.
    Pagi ini MinGi bangun dengan segores kekhawatiran. Ia yakin perasaan berdebar semalam adalah hanya sebatas perasaan tersentuh oleh sikap Hyeowol. Sejujurnya, MinGi tak pernah mengalami hal seperti itu, sikap seorang laki-laki yang belum pernah ia alami dari orang lain. Gadis sepertinya mana mungkin mendapatkan perlakuan yang seperti itu. Mungkin terdengar memalukan bagi orang lain, hanya saja MinGi yang merasa kalau perlakuan Hyeowol semalam sangat manis baginya, meninggalkan kesan baru untuk MinGi.
    MinGi semakin khawatir, saat ia melihat Miyoung. Perasaan berdebar ini tak boleh berlanjut! Tak boleh.
    ***​
    MinGi semakin sulit menekan rasa empati nya terhadap sosok Hyeowol. Kepribadiannya yang menyenangkan selalu meninggalkan kesan buatnya. Mereka memiliki kesukaan dan hobi yang sama. Apalagi hampir setiap malam minggu Hyeowol selalu mengajaknya bersenang-senang di kota ini. Tanpa MiYoung. Tanpa MiYoung.
    Itu anehnya. Beberapa kali Hyeowol mengajaknya keluar tanpa mengajak Miyoung. MinGi selalu meminta Hyeowol untuk memanggil Miyoung saat mereka keluar. MinGi hanya takut sesuatu terjadi pada dirinya. Jika ia tak membatasi dirinya, perasaan kagum yang mulai tumbuh pada sesosok Hyeowol akan semakin membesar seiring waktu. Ia juga cukup tahu diri, tak ingin MiYoung beranggapan yang bukan –bukan padanya.
    Selama ini MinGi berhasil menekan perasaannya sebatas itu saja karena ia meyakini dan menjaga perasaan Miyoung. Sampai suatu waktu Hyeowol memberi pintu itu padanya.
    “Kau pacaran dengannya kan?”, tanya MinGi menyelidik.
    “Demi Tuhan tidak”, Hyeowol menjawabnya dengan mantap.
    “Jangan bawa-bawa Tuhan kalau apa yang kau katakan itu tidak benar”. MinGi mendengus.
    “Demi Tuhan, kalau aku bohong, malam ini juga aku akan mati di tengah jalan sana!”, mata Hyeowol melotot. “Untuk apa aku berbohong?”. MinGi terdiam. Sebenarnya memang pertanyaan ini tak pantas ia ajukan mengingat ia tak memiliki ikatan apapun terhadap laki-laki itu.
    Hampir seluruh perasaan MinGi lega mendengarnya. Mendengar dari mulut Hyeowol sendiri. Pintu pertahanan ini terbuka dan membiarkan ruang hatinya leluasa bergerak kemana saja. Bagaimana dengan Miyoung? Yang MinGi pikirkan sekarang, setidaknya ia memiliki hak untuk membesarkan perasaannya sendiri untuk saat ini.
    Sepanjang hari Hyeowol tak pernah absen menanyakan keadaan dan keberadaannya. MinGi semakin nyaman berada di dekat orang itu. Hyeowol tak pernah absen mengacak rambut gadis itu setiap kali mereka berpapasan. Layaknya sebuah rutinitas wajib harian, Hyeowol akan dengan sangat beringasnya memporak-porandakan rambut MinGi. Entah gemas, atau apa. Laki-laki itu terlalu usil. Sepertinya tangannya akan terluka jika tak mengerjai MinGi barang sekali dalam sehari.
    Dan sangat mudah ditebak, perasaan kagum MinGi pada Hyeonwoo langsung pudar meleleh.
    MinGi baru saja selesai berdandan. Ia hanya tinggal menunggu Yeonhee selesai berdandan. Seperti malam minggu sebelumnya, Hyeowol mengajak MinGi untuk jalan-jalan dan makan malam di luar. Seperti sebelumnya juga MinGi meminta Hyeowol untuk mengajak MiYoung.

    Dan tanpa gadis itu sadari, sesosok lain mengamatinya dari kejauhan dengan perasaan marah dan terluka. MiYoung marah bukan kepalang. Ia mulai membenci MinGi, ditambah suara-suara pedas orang lain yang masuk ke telinganya. Ia akan mulai menabuh gendering perang. Entah apa yang akan terjadi pada MinGi selanjutnya.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.