1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Tentang Cinta Pertama

Discussion in 'Fiction' started by nonovnova, Oct 9, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. nonovnova M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 15, 2011
    Messages:
    556
    Trophy Points:
    77
    Ratings:
    +314 / -0
    Belakangan ini lagi mulai latihan nulis lagi nih. Udah lamaaaa... banget sejak terakhir mulai nulis cerita, yang bisa selesai! Biasanya kalo nulis, niatnya bikin cerpen, ujung-ujungnya jadi jalan cerita ala novelet atau novel. Jadi panjang banget, terus jadi males lanjutinnya. Terus pas liat lagi tulisannya, lupa dulu mau ngelanjutin kayak gimana itu cerita.

    Terus beberapa minggu ini lagi latihan nulis. Karena sudah lama tidak berlatih, bahasa dan tulisannya juga belum halus. Gue rasa malah flownya juga masih kasar. Tapi ya, namanya juga latihan. Siapa tahu makin diasah makin halus hehehe :hehe:

    Here we go~

    Oh yeah, if you read any of these stories and have any advice for my improvement, feel free to post comments below. I will really appreciate it. Thank you :makasih-g:
     
    Last edited: Oct 9, 2014
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. nonovnova M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 15, 2011
    Messages:
    556
    Trophy Points:
    77
    Ratings:
    +314 / -0
    Cinta Pertama: Sang Pangeran

    Sang Pangeran

    Namanya Sadewa. Sadewa Alibasa. Aku pertama kali melihatnya beberapa tahun yang lalu, kata orang-orang ia baru kembali dari pengasingan. Sebagai keturunan bangsawan, kedatangannya disambut meriah oleh para penduduk. Apalagi ia diasingkan ke tanah jauh karena membela hak warga dari para penjajah tanah kami.
    Usiaku masih enam belas tahun saat itu. Hari itu adalah untuk pertama kalinya aku melihat sang legenda desa yang kisahnya sudah menjadi dongengku sejak bayi. Aku begitu kagum padanya. Maka ketika kabar bahwa sang pangeran segera dipulangkan, kami—tak hanya aku, tetap juga seisi kampungku—merasa sangat bahagia mendengarnya.

    “Nyai ingat bagaimana wajahnya?”
    “Tentu saja. Dia begitu kurus. Mungkin di pengasingan dulu pangeran jarang diberi makan. Tahu ‘kan bagaimana kejamnya para penjajah itu,”
    “Orang jaman dulu kejam ya?”
    “Ya, begitulah. Tetapi, meskipun badannya kurus dan kulitnya hitam legam, aku langsung jatuh cinta padanya saat pertama kali melihatnya. Pangeran punya sorot mata yang tajam, pantas menjadi seorang pangeran. Usiaku enam belas tahun saat itu, sudah pantas untuk menikah. Aku jatuh cinta padanya, meskipun tahu tidak mungkin menikah dengannya,”
    “Enam belas tahun itu usiaku sekarang, mana bisa menikah semuda itu..”
    “Jaman dulu bisa. Bahkan, jaman dulu itu gadis seusiamu sudah banyak yang menggendong anak ke mana-mana.”
    “Hus! Kamu itu mengganggu Nyai cerita terus, diam dong. Biarkan Nyai lanjutkan ceritanya.”
    “Hahaha, tidak apa-apa. Nyai lanjutkan ceritanya ya,”​

    Aku tidak tahu berapa usianya saat itu, tetapi kalau melihat perawakannya mungkin usianya tiga puluh atau empat puluh tahunan. Aku mengira demikian karena beliau kan sudah menjalani pengasingan belasan tahun. Kira-kira seusia bapakku, tetapi aku jatuh cinta padanya.

    Hari itu, hari penyambutannya, seluruh warga berkumpul di tanah lapang untuk menyambut. Setelah belasan tahun, akhirnya sang pangeran yang menjadi pahlawan untuk membela warga pulang juga. Para penduduk mengadakan penyambutan yang meriah. Aku dan teman-temanku ikut berkumpul di sana. Kalau para warga yang lebih tua berkumpul untuk menyambut sang pahlawan, kami yang lebih muda berkumpul karena penasaran dengan wajah sang pahlawan.

    Menurut dongeng, anak-anak dari keturunan raja itu pasti berwajah rupawan. Karena mereka adalah keturunan dari orang yang diberkahi dewa-dewa. Maka aku pun penasaran seperti apa wajahnya. Dan benar saja, pertama kali melihat, aku langsung terpikat. Tidak peduli usianya setua bapakku.

    Sang pangeran mengenakan baju berwarna putih yang warnanya hampir menguning. Meski begitu, di mataku ia tampak bercahaya. Seolah-olah cahaya itu memancar keluar dari tubuhnya.

    Sejak melihat pangeran, siang dan malam aku terus teringat wajahnya. Teman-temanku sampai menyebutku gila karena menyukai orang setua bapak sendiri. Mereka bilang, menyukai lelaki yang lebih tua saja sudah tidak pantas, apalagi lelaki itu pangeran.

    Aku tahu itu. Di jamanku dulu, meski perjodohan banyak dilakukan, tidak banyak perempuan yang dinikahkan dengan lelaki seusia bapaknya, kecuali keluarga mereka punya banyak hutang. Tapi, siapa bisa menebak maunya hati? Aku tahu cintaku ini tidak mungkin terwujud, maka aku membiarkan diriku menikmati keindahannya meski hanya seorang diri. Begitulah aku menghibur diriku sendiri atas cinta yang tidak pernah terwujud itu.

    Kira-kira satu tahun lamanya aku dimabuk asmara pada sang pangeran sebelum bapak dan ibu tahu. Seorang temanku yang memberitahu bapak. Bapak menghukumku. Ibuku menyebutku tidak waras, tidak sopan, dan tidak tahu diri. Aku menerima saja semua makian mereka. Mungkin memang aku sudah tidak waras.

    “Segera carikan dia suami, Ambu. Dan jangan sampai ada orang lain yang tahu hal ini, bisa malu keluarga kita kalau ada yang tahu.” bapakku memperingatkan ibuku.
    “Iya, Bah. Nanti segera Ambu carikan suami untuknya, supaya dia sadar diri.”​

    Tidak sampai satu bulan, aku pun dinikahkan dengan seorang laki-laki dari kampung jauh yang sedang berdagang di kampungku. Bapak dan ibuku sengaja tidak menikahkan aku dengan orang satu kampung, takut kalau mereka tahu aku pernah jatuh cinta pada sang pangeran.

    “Nyai menerima begitu saja dinikahkan?”
    “Ya, memangnya bisa apa lagi Nyai-mu ini? Selain menerima? Jaman dulu itu, keputusan orang tua tidak bisa dibantah. Nanti dewa murka,”
    “Tapi kan tidak adil, Nyai. Masak menikah dengan orang yang tidak dikenal sama sekali, kalau jahat bagaimana?”
    “Untungnya Aki-mu bukan orang jahat. Lagipula, jaman dulu itu tidak seperti jaman sekarang. Belum banyak orang-orang jahat jaman dulu, kecuali para penjajah.”
    “Lalu bagaimana selanjutnya, Nyai?”​

    Selanjutnya aku dan lelaki itu menikah. Lalu beberapa bulan kemudian aku ikut suamiku pergi dari kampung untuk berdagang ke pulau seberang. Kami berdagang sampai ke Pulau Sumatera, dan menetap di sana untuk beberapa saat ketika aku hamil dan melahirkan anak pertamaku.

    Ketika aku melahirkan anak pertamaku, aku memohon ijin padanya agar aku yang memberikan nama untuknya. Suamiku orang baik dan sangat menyayangiku, ia menuruti hampir semua yang aku inginkan. Maka aku menamainya Sadewa Alibasa, kuambil dari nama pangeran yang aku cintai sungguh-sungguh hingga akhir hayatnya.

    “Loh, Nyai tidak mencintai Aki dong kalau begitu,”
    “Hahaha… kamu ini masih kecil. Memangnya tahu apa itu cinta?”
    “Kata Mama, laki-laki dan perempuan itu menikah karena saling mencintai. Kalau Nyai mencintai pangeran, bukannya berarti Nyai tidak cinta pada Aki?”
    “Aku cinta pada Aki-mu, tetapi cintaku pada pangeran berubah menjadi bentuk cinta yang lain ketika Aki-mu masuk dalam hidupku. Cinta itu bukan hanya satu bentuknya, Dewa. Ada banyak macamnya. Aku juga mencintaimu, tapi tentu bentuknya beda dengan cintaku pada Aki-mu, bukan begitu?”
    “Anak kecil suka sok tahu nih!”
    “Rena juga bukannya masih kecil?”
    “Aku sudah besar, Nyai. Kalau hidup di jaman Nyai, tahun depan aku sudah bisa menikah. Iya ‘kan? Si Dewa nih, masih SD suka sok tahu..”
    “Semua anak-anak kesayangan Nyai ini sudah besar kok.” Aku menepuk pelan pipi-pipi dua anak kecil di hadapanku ini. Kedua cicit kesayanganku.
    “Lalu ceritanya bagaimana Nyai selanjutnya?” si kecil Dewa bertanya penasaran.
    “Selanjutnya ya aku menjadi ibu dan mengurus anak-anakku. Setelah Sadewa, lahir Nata Djatikusuma, kemudian Rais Tedjabuana, dan Asih Sridewi. Semua nama anakku ada kaitannya dengan pangeran, karena aku begitu hormat dan cinta kepadanya. Aku ingin anak-anakku tumbuh jadi orang hebat seperti pangeran.
    Nama kalian pun aku juga yang memilihkan. Kamu, Serena Maria Djatikusuma, karena kamu lahir satu hari sebelum Seren Taun. Juga Sadewa Surya Tedjabuana. Aku sampai harus bertengkar dengan para cucu menantuku karenanya. Mereka bilang nama kalian terlalu—apa istilahnya, kampungan?—pokoknya tidak seperti nama anak jaman sekarang.”
    “Berarti namaku itu sama seperti nama pangeran ya Nyai?” tanya Dewa kecil. Ia kelihatan begitu bangga ketika tahu dari mana namanya berasal. Aku menjawabnya dengan sebuah anggukan.
    “Kalau begitu besok kalau aku masuk sekolah, aku mau bilang pada teman-temanku kalau namaku itu nama seorang pangeran!”
    “Huu.. sombong banget sih, anak kecil!”
    “Biaar! Weeeekk..”
    “Kalian ini.. sudah sore, mandi sana. Nanti Nenek ngomel kalau tahu kalian belum mandi sudah sore begini..”
    “Ayo, bocah! Mendingan kita buru-buru mandi sebelum Nenek datang dan mengomeli kita!” kata Rena sambil menggiring Dewa keluar dari kamarku.​

    Bercerita pada mereka selalu membuatku bahagia. Menceritakan kembali tentang cinta pertamaku yang sudah puluhan tahun lalu membuatku teringat kembali dengan sang pangeran. Aku hanya bisa mendoakan semoga Dewa memberkahi beliau dan keluarganya.

    Cinta pertama, memang selalu punya banyak rasa ketika dikenang. Bisa manis, pahit, lucu, atau memalukan. Mengenang cinta pertamaku, membuatku tertawa karena teringat betapa bodohnya kami dulu. Tidak bisa membedakan mana cinta dan bukan. Mana yang benar-benar cinta, atau yang sekadar kekaguman belaka.
    Ingin rasanya kembali muda dan merasakan jatuh cinta.
     
  4. nonovnova M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 15, 2011
    Messages:
    556
    Trophy Points:
    77
    Ratings:
    +314 / -0
    Cinta Pertama: Mencintai Dia Yang Tidak Cinta Kamu

    Cinta Pertama: Mencintai Dia Yang Tidak Cinta Kamu​



    Jas terduduk di kamar tidurnya. Ia tidak percaya dengan kabar yang baru saja ia dengar dari telepon barusan. Sungguh?, pikirnya. Akhirnya kabar yang dia nanti-nantikan datang juga.

    De, akhirnya…

    Jas menekan tombol ‘kirim’ dan mengirim pesan singkat itu pada Dea, teman terdekatnya sejak lama. Jas begitu girang sampai-sampai dia mondar-mandir tidak sabar di kamarnya yang berukuran 3 x 4 m itu menunggu balasan dari Dea.

    Satu menit berlalu. Dua, tiga, lalu sepuluh menit berlalu tetapi Dea masih belum membalas pesannya. Jas gigit jari. Tidak biasanya Dea begitu.
    Jas cemberut. Lalu dia melemparkan ponselnya ke kasur dan menyalakan televisi. Nonton saja deh, pikirnya. Baru setengah jam kemudian Dea membalas pesannya.

    Akhirnya apa, Jas? Akhirnya nggak jomblo atau akhirnya nggak pengangguran?

    “Sial,” Jas bergumam. “Dasar bocah cenayang..”

    ‘Sial lo, balesnya gitu amat. Ngeledek?’
    ‘Hahahaha. Ih gitu aja ngambek. Kan bercanda. Jadi akhirnya yang mana nih?’
    ‘Akhirnya gue dapet kerja, De! Seneng banget gueeee! Rasanya mau loncat-loncat sampai ke langit.’
    ‘Waaaa selamaat beb.. Tapi jangan loncat-loncat sampe langit.. nanti jatohnya sakit. :p
    ‘Hahaha.. Makasih beb. Ntar kalo gue gajian gue traktir lo deh.’
    ‘Asiiiik.. awas ya jangan lupa!’
    ‘Siaap..’
    ‘Gue ada urusan dulu nih. Nanti ngobrol lagi ya..’
    ‘Oke.’

    “Aaaak.. senangnya!!” Jas berteriak. Begitu senang karena akhirnya ia diterima bekerja di tempat yang selama ini ia idam-idamkan. Kantor yang sama dengan kantor cinta pertamanya. Mario.​

    Sudah sepuluh tahun lebih Jas tidak bertemu Mario. Terakhir ia bertemu dengan lelaki itu saat dia masih bocah. Kelas satu SMP, sama dengannya. Jas suka pada Mario sejak masih di SD. Mario dulu satu SD dengannya.

    Mario anak yang manis. Kulitnya sawo matang, dengan postur tubuh yang tinggi dan kurus. Wajahnya tampan, berbentuk oval namun dengan garis rahang yang tegas, serta mata berwarna coklat terang yang tampak sendu ketika dia diam. Mario juga anak yang cerdas, serta jago bermusik. Wajah tampan, tubuh tinggi, cerdas, jago bermusik. Betapa sempurnanya Mario di mata Jas saat itu. Dan mata para gadis lain di sekolahnya yang diketahuinya juga menyukai Mario. Lain sekali dengan dirinya yang hanya anak SMP biasa, yang masih culun dan tidak tahu gaya.

    Empat bulan setelah masuk SMP, Mario pindah sekolah. Patah hatinya kala mendengar kabar itu. Menurut kabar, dia harus ikut ibunya dinas ke Tokyo, Jepang. Menurut kabar juga, ia terpaksa pindah ke sana karena ibunya tidak rela dirinya diasuh oleh ayahnya seorang diri. Mungkin ibunya tidak percaya kalau laki-laki bisa juga mengurus anak.

    Sejak kepergiannya, Jas tidak pernah melupakan Mario. Ia bahkan membayangkan seperti apa wajah bocah itu sekarang. Apakah masih sama seperti yang dulu atau sudah berubah. Dirinya sendiri sekarang sudah berubah. Sekarang ia sudah lebih mengerti gaya, tidak lagi culun seperti masa SMP dulu. Katanya pubertas merupakan faktor terbesar dari perubahan diri seseorang, sebagai orang yang mengalaminya, ia tidak bisa tidak setuju.

    Lalu, di reuni sekolah tahun lalu, dia mendengar berita kalau Mario sudah kembali ke Indonesia. Salah satu teman sekelasnya dulu tidak sengaja bertemu Mario saat liburan ke negara dewa matahari itu. Lalu mereka jalan-jalan bersama, dengan Mario sebagai tour guide. Lalu Mario mengatakan kalau tidak lama lagi dia akan pulang ke Indonesia. Dia akhirnya berhasil ditempatkan di perusahaan cabang di sini setelah beberapa tahun mengajukan pindahan kepada bosnya.

    Ini hari Jumat. Hari Senin nanti dia akan menandatangani kontrak kerja dengan kantor idamannnya itu. Hari Selasa dia bisa mulai bekerja. Diam-diam, Jas punya misi hari Selasa nanti. Dia akan mencari tahu di mana Mario ditempatkan dan mencari tahu nomor kontaknya. Dia berdoa semoga misinya berhasil.

    *********​

    “Jas, gue denger katanya di kantor baru nanti lo sekantor sama Mario. Bener?” tanya Dea padanya setelah menyeruput jus stroberi di atas mejanya.
    “Iya. Gue seneng banget deh, De…..” Jas meremas tangan Dea, gemas. Dea meringis.
    “Yeee.. seneng sih seneng. Tapi jangan tangan gue diremes.”
    “Sorry.”
    “Mario itu orang yang suka lo ceritain itu kan?”
    “Iya… cinta pertama gue.”
    “Lah, cinta pertama lo bukannya Andre?”
    “Andre mah pacar pertama gue.”
    “Oh iya.. gue lupa. Buat lo cinta pertama nggak sama dengan pacar pertama ya..” kata Dea sambil menepuk-nepuk angin, “Sebentar. Lo kan bilang lo nggak pernah bisa ngelupain Mario, tapi kok lo bisa sih tetep pacaran sama orang lain? Lo nggak setia dong sama mereka.”
    “Ya nggak lah. Kan gue nggak main serong sama dia. Gue cuma menyimpan dia di lubuk hati gue yang paling dalam,” kata Jas berusaha menggoda Dea,” Lagian, mentang-mentang gue sukanya sama Mario, kan bukan berarti gue nggak butuh pacar, De. Aku juga butuh kasih sayang, tauk.”​

    Dea menoyor kepala Jas. “Kumaha sia weh lah!” katanya dalam bahasa Sunda. Artinya terserah kau sajalah. Lalu mereka tertawa dan melanjutkan ngobrol mengenai banyak hal. Mereka lebih banyak bergosip sebenarnya, tentang teman-teman mereka semasa sekolah dan kuliah dulu. Memuaskan rasa kangen setelah hampir tiga minggu tak bertemu. Lalu mereka kembali ke rumah masing-masing. Kembali ke hidup lima hari seminggu diperbudak oleh pekerjaan.

    *********​

    Selasa sore. Jas merasa begitu lelah sepulang dari hari pertamanya bekerja di kantor baru. Yah, bagaimana tidak. Sudah dua bulan dia memutuskan untuk libur setelah kontrak kerjanya dengan perusahaan sebelumnya habis. Lalu sekalinya kembali bekerja, rasanya seperti mau remuk seluruh tulangnya.

    “Kamu sudah mandi belum, Ras? Kalau sudah ayo makan malam.” Ibu masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu. Jas tergeletak di kasurnya, tampak lemah tak berdaya.
    “Aku makannya nanti aja deh, Bu. Kalian makan duluan aja. Mau mandi dulu.”
    “Ya sudah. Jangan lama-lama mandinya. Nanti masuk angin.”
    “Iya, Bu.” Lalu Ibu keluar dan menutup pintu kamar Jas.​

    Sambil berbaring, Jas berkirim pesan dengan Dea. Memberi tahu temannya itu kalau misinya hari ini gagal dia jalankan karena pekerjaan yang menumpuk. Jas mengirim pesan lagi pada Dea, katanya dia harus berhasil mengetahui nomor kontak Mario sesegera mungkin. Dea memberi semangat untuknya.

    *********​

    Baru satu bulan kemudian akhirnya Jas berhasil mendapatkan nomor kontak Mario. Rupanya Mario sering bekerja ke luar kota. Makanya jarang berada di kantor. Begitu ia mendapatkan nomor kontak Mario, Jas segera menghubunginya. Melalui pesan Jas memberitahu kalau dirinya adalah Jasmine Sarastia, teman satu kelasnya saat SMP dulu di SMP Arjuna Wiwaha.

    Mario membalas pesannya, katanya dia tidak mengenal Jas.

    ‘Ini gue, Jas. Temen satu SD sama lo juga. Dulu anak-anak manggil gue Waras, plesetannya Saras.’
    ‘Oh, Saras. Apa kabar?’

    Lalu dimulailah korespondensi melalui pesan singkat dan telepon antara Jas dengan Mario, cinta pertamanya itu. Beberapa kali mereka bertemu dan jalan-jalan. Mereka juga jadi semakin dekat. Bahkan lebih dekat dibandingkan saat di SD.

    Mario yang sekarang sudah lebih tinggi tentunya. Tubuhnya tetap kurus seperti dulu, tapi kulitnya entah kenapa menjadi lebih cerah dibandingkan saat masih di Indonesia. Penampilannya berubah menjadi lebih modis. Ala eksekutif muda jaman sekarang yang ke mana-mana menggunakan kemeja putih bersih serta dasi yang menggantung manis di kerah bajunya.

    Muda, tampan, lulusan universitas ternama di Jepang, memiliki pekerjaan mapan dan berpenghasilan tetap, serta sangat sopan terhadap orang yang lebih tua. Sungguh sosok yang ideal untuk dibawa ke hadapan orang tua para gadis dan dikenalkan sebagai calon menantu. Dijamin akan membuat orang tua langsung jatuh hati dan menerimanya tanpa protes.

    “Eh, Yo. Lo pasti nggak tau kan kalo gue suka banget sama lo dulu?” aku Jas tiba-tiba pada suatu hari saat mereka sedang mengobrol sambil makan malam berdua.
    “Masak?” tanya Mario datar.
    “Iya. Gue suka banget sama lo dulu, sekarang juga masih.” Jas kembali membuat pengakuan. Kali ini pengakuannya membuat ekspresi Mario mengeras.
    “Sepuluh taun lebih gue suka sama lo, Yo. Rasanya kalo ada lomba lama-lamaan suka sama orang, kayaknya gue bisa tuh masuk final atau bahkan jadi juara.” Lagi-lagi ucapan Jas membuat Mario kaget.​

    Lalu Mario menjadi canggung dan kikuk. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Sementara Jas masih saja membuat pengakuan tentang perasaannya yang dijaga selama sepuluh tahun lebih untuknya.

    “Lo kenapa? Kok jadi kikuk begitu?” tanya Jas yang akhirnya menyadari perubahan sikap Mario setelah pengakuannya yang tiba-tiba.
    “Ng.. nggak.. nggak apa-apa kok.”
    “Nggak apa-apa apanya.. kenapa jadi gagap begitu?”​

    Mario terdiam. Bingung harus memberikan jawaban apa pada perempuan yang ada di depannya sekarang ini.

    “Ng… Ras..” Mario memanggilnya Saras, bukan Jas seperti orang kebanyakan. Karena katanya anak yang dikenalnya adalah Saras, bukan Jas. Kalimat itu, membuat Jas merasa seperti coklat mau meleleh saat mendengarnya. Manis sekali, bukan?
    “Kenapa Yo? Lo ngerasa terbeban dengan pengakuan gue?”
    “Nggak, bukan itu.. tapi.. gini.. Gue juga punya pengakuan buat lo.”​

    Saras terkejut. Pengakuan? Apa jangan-jangan dia juga suka sama gue? Makanya dia kaku begitu?, pikirnya. Berbagai macam pikiran terlintas di kepalanya. Membuat dia tak sabar mendengar apa yang akan dikatakan pria idamannya selama sepuluh tahun ini.

    “Gue….” Mario terdiam sesaat, “Gue hargai pengakuan lo, Ras. Juga makasih karena lo udah suka sama gue selama sepuluh tahun ini. Tapi… gue nggak suka perempuan, Ras. Sorry. Gue tahu ini pasti goncangan buat lo…” Mario terus melanjutkan kalimatnya, tetapi Jas terlalu kaget dengan apa yang didengarnya sampai-sampai ia tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Mario.​

    Sepuluh tahun dalam hidupnya ia menyukai lelaki ini dan menganggapnya sebagai cinta pertamanya. Sepuluh tahun lebih, dia menanti-nantikan saat di mana dia bisa berdua dengannya dan mengungkapkan isi hatinya tentang lelaki ini. Lalu ketika hari itu tiba, lelaki ini justru membawa kabar yang sangat menyakitkan. Dia tidak suka perempuan.

    Tiba-tiba kedua matanya terasa panas, dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya juga terasa panas. Rasanya Jas ingin menangis. Tetapi sekuat tenaga ia menahan air matanya jatuh. Mario yang duduk di depannya bisa melihat mata Jas kini berkaca-kaca. Dipenuhi bulir-bulir air yang berusaha ditahan Jas. Mario meminta maaf sambil memegang tangan Jas. Lalu pecahlah tangis yang sengaja ditahan perempuan muda itu.

    Jas menangis bukan karena lelaki yang disukainya tidak suka perempuan. Jas juga bukan menangis karena penantiannya sia-sia. Jas menangis karena merasa dirinya sudah sangat bodoh selama ini.

    Mario bilang padanya kalau ia sudah tahu dirinya menyukai sesama lelaki sejak masih kecil. Ibunya pun mengetahui hal itu. Saat masih di SD pun sepertinya banyak yang tahu kalau dia punya banyak teman dekat, baik laki-laki maupun perempuan. Tidak seperti anak lainnya yang hanya dekat dengan sesama anak perempuan atau sesama anak laki-laki.

    Ketika mengingat kembali masa-masa SD-nya dulu, Jas sadar kalau Mario memang menunjukkan ketidaksukaannya pada perempuan sejak SD. Jas merasa bodoh karena tidak mampu menangkap tanda-tanda yang ditunjukkan Mario sejak SD dulu itu.

    Mario mencoba menenangkan Jas yang masih menangis sesenggukan. Ia menepuk-nepuk pundak Jas dengan lembut. Malam itu, mereka mencurahkan isi hati masing-masing pada satu sama lain. Lalu mereka berjanji akan menjadi teman dekat selamanya.

    *********​

    Bogor, 14 September 2002

    Aku merasa begitu bodoh sekarang
    Mengapa aku bisa sepolos itu?
    Tidak bisa menangkap petunjuk yang kau berikan
    Kalau kau tidak menyukaiku
    Kalau kau tidak menyukai satu pun dari kami
    Bodoh
    Sungguh bodoh.
    Tapi, kau tahu
    Terima kasih sudah memberitahuku
    Setidaknya kini aku tahu
    Sehingga kini aku bukan lagi si bodoh
    Tidak akan lagi menanti yang tidak mungkin terjadi
    Seperti orang bodoh
    Terima kasih
    Sudah sepuluh tahun mengisi hati dan kepalaku
    Kini,
    Mari kita habiskan sisa hidup kita
    Menjadi pendukung dan sahabat
    Bagi satu sama lain
    Aku akan selalu mendukungmu
    Dan mendoakanmu
    Agar mendapatkan yang kamu cintai


    p.s.: Pahit ya rasanya ketika lelaki yang kamu cintai selama bertahun-tahun ternyata lebih suka pada lelaki ketimbang perempuan.​

    Jas menekan tombol ‘publish’. Itulah puisi yang diposkan Jas ke blog pribadinya. Sebuah curahan hati atas kenyataan yang harus dia hadapi kemarin malam. Lalu ia mengubah mode komputer ke mode tidur, dan bangkit dari kursinya. Ia membayar sesuai tagihan yang tertera di layar komputer penjaga warnet lalu pergi. Menikmati jalan-jalan di sekitar Kota Bogor yang sejuk di Sabtu pagi. Hawa dingin membuat Jas memasukkan tangan ke saku jaketnya. Ia berjalan menuju rumah sambil bersenandung lagu-lagu cinta.
     
  5. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Udah ku baca ke duanya :hmm:

    Kalau yang pertama memang rada menarik, menceritakan pengalaman seseorang yang udah lama terjadi. Terasa haru tapi juga cukup menyenangkan :smile4:

    Kalau kataku sih menariknya ketika cara cewek itu mengagumi cinta pertamanya :cinta:. Pokoknya cerita udah punya konsep yang bagus hanya saja mungkin kurang di sentuhan kata2. Beberapa kalimat rada kurang nyaman terutama pada bagian dialognya.

    Terus cerita kedua. Dari penulisan tampak lebih baik terus mempunyai twist diakhir cerita. Hanya mungkin konsepnya sedikit kurang :keringat: jadi bingung antara lucu dan terharu lantaran sedih

    Itu aja dariku :lalala:
     
  6. nonovnova M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 15, 2011
    Messages:
    556
    Trophy Points:
    77
    Ratings:
    +314 / -0
    Makasih banyak atas sarannya :makasih-g:

    Iya nih, lama nggak nulis cerita jadinya banyak yang kaku. Sebenernya cerita pertama itu ceritanya terjadi di tahun 1987 (obrolan antara Nyai dengan kedua cicitnya). Obrolannya jadi aneh soalnya ngikutin tren gaya bicara di tahun segitu yang umum muncul di film-film Indonesia *aku belum lahir soalnya tahun 87, tapi karena pengen bikin cerita yang latar waktunya jaman dulu, jadilah mengandalkan percakapan ala film* hehehe.. semoga yang baca pada maklum.

    Nah kalo cerita kedua, itu sebenernya pengalaman asli seseorang yang aku kenal (meskipun latar waktu dipalsukan). Emang sih, pas tau ceritanya juga emang antara pengen ketawa atau pengen sedih. Hehe. Ujung-ujungnya ketawa sih kalo kita, soalnya lucu aja. Hehehe.

    Makasih sekali lagi :hmm:
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Oct 11, 2014
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.