1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Other Coretan penulis - Tempat Latihan

Discussion in 'Fiction' started by noprirf, Jul 16, 2014.

  1. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    بسم الله الرحمن الرحيم

    Bismillahi rohmanir rohim

    :idws::idws::idws:
     
    Last edited: Jun 25, 2020
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    isi di sini gak bakal ruwet
    untuk reserved aja dah
     
    Last edited: Jun 25, 2020
  4. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    I am Hacker

    I am Hacker
    genre : Action, Sci-fi


    Angin terus saja bernyanyi di atas langit. Di langit yang gelap, turun mengiringi rintik air yang sejuk. Ia diiringi pula dengan dedaunan yang dihamburkan angin ke udara. Daun-daun terhempas kuat, namun tetap saja membiarkan dirinya dipermainkan. Membiarkan hingga ia terkoyak dengan sendirinya. Terjatuh, hingga ke tempat yang jauh dan tiada berarah.

    Semua ada di luar, jauh dari jangkauan kamar ku. Di sini begitu kering, namun rintik itu seakan sudah menembus dinding kamar ini. Dinding setebal 15 cm ini seakan tak kuasa menahan dingin nya cuaca di luar sana. kamar ku terasa begitu lembab dan basah. Seakan lemah dan rapuh dan tak berdaya

    Bagi kebanyakan orang inilah yang dinamakan waktu tidur terbaik. Apalagi bila tertidur di atas kasur yang tebal bersamaan dengan tebalnya selimut seperti yang ku pakai sekarang. Waktu pun masih menunjukkan jam 5 pagi. Pastinya hanya orang yang benar-benar punya berniat kuat saja yang mau terbangun di waktu seperti ini. Hasrat ku yang selalu bersembunyi dibalik selimut terus saja berbisik untuk menutup mata. Tapi aku menutup rapat-rapat telinga ku untuknya, semua hal itu tak ingin tertimbun dalam pikiran.

    Aku yang masih terbaring di atas kasur. Mataku cukup berat. Perlahan aku mulai mengangkat badan ku, terduduk sembari melihat jendela kamar yang tak jauh dari tempat tidur. Ternyata tak seperti apa yang ku pikirkan. Suasana masih lenggang dan sunyi. Hanya rintik air saja yang menghias langit yang begitu gelap.

    “Wah, belum hujan aja sudah begini” pikir ku dalam hati

    Cukup lama aku terduduk, termenung sembari mendengar tetesan air dari langit. Kini, suara gerimis itu pun berganti dengan suara azan yang saling sahut-menyahut. Bersatu dengan deras nya rintik hujan di atas atap ku. Ku pikir aku telah menunggu terlalu lama. Aku pun memutuskan untuk pergi saja tanpa menghiraukan rintik-rintik itu.

    Aku mulai membuka pintu yang ada di depan ku. Baru ku buka ratusan angin dingin langsung menyambut. Semua begitu dingin, jauh lebih dingin dibanding di dalam selimutku yang hangat.

    Aku mulai melakukan langkah keluar dari tempat ku. Di jalanan semua tampak begitu sunyi, tak ada satupun yang lewat, yang nampak hanyalah sampah dan dedaunan lantaran angin dan gerimis di sepanjang malam. Semua tak ubahnya habis dijatuhkan semuanya. Dari tempat ku saat ini, aku pun mampu melihat sekolah ku yang tampak begitu tinggi. Tak bisa membayangkan seperti apa besarnya sekolah ini bila sudah sampai di sana.

    Sebenarnya sekolah itu hanyalah sekolah swasta. Namun ada yang membuatnya jauh berbeda dengan sekolah yang lain. Di sekolah tersebut memberikan kebebasan dari pembayaran terutama bagi siswa yang berprestasi. Syaratnya selain siswa itu lulus secara akademi, ia juga harus mempunyai prestasi yang begitu banyak. Maka bisa dikatakan hanya yang benar-benar beruntung saja yang bisa masuk ke sana. Bila tidak, maka orang tua yang haus akan prestasi dari anaknya harus mengeluarkan uang yang tentunya tidak sedikit. Kini, aku adalah satu dari ribuan anak yang beruntung itu.

    Sekolah itu sendiri didirikan oleh Biosphere Cooporation, sebuah perusahaan raksasa yang paling maju saat ini. Dengan semua kelebihannya maka bisa dibayangkan betapa mudahnya untuk mendapat pekerjaan atau pun melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Maka tak heran bila sekolah itu dianggap paling maju dan paling favorit melebihi sekolah lainnya.

    Suara Azan pun mulai berakhir. Entah mengapa ada sebuah perasaan yang membuat diriku harus ke sana. Mungkin itu telah menjadi kebiasaan bagi diriku. Itu pun terjadi seperti saat ini. Walau aku pun tahu bila suasana bisa berubah menjadi hujan kapan saja, aku pun memilih untuk menunaikan kewajiban ku terlebih dahulu.

    Mataku kini ku alihkan pada sebuah masjid putih yang berada beberapa meter di depanku. Ia tampak begitu luas. Menara yang cukup tinggi membuat ia begitu berbeda. Namun bila dibandingkan dengan gedung di sekitar, tempat itu begitu kecil. Aku pun mulai masuk mendekati. Sekilas aku pun melihat ke dalam. Seperti biasanya, jumlah jama'ah begitu sedikit. Aku pun duduk dan melepaskan tali yang mengikat sepatu ku.

    “semangat nih!, mau ke sekolah ya” tegur seseorang yang ada di belakang ku.

    Aku benar benar hafal suara ini. Aku pun mulai menengok ke belakang, dan ternyata memang benar, ia adalah Pak Agus pemilik kos tempat aku tinggal. Aku melihat dia yang sudah memakai baju lengkap beserta peci di atas kepalanya. Ia terlihat begitu religius, hanya dengan memperhatikan apa yang ia pakai pasti semua orang tahu bila ia merupakan menganut agama yang begitu taat.

    “Eh, pak Agus”

    “sistem edukasi sekarang semakin ketat saja ya, tak seperti zaman ku dulu” ucap pria itu lagi

    “ia tuh pak, dulu sekolah biasa masuk pada pukul 7 pagi. Kini sudah berubah menjadi jam 6, bangun pun terpaksa harus lebih pagi”

    “apakah kamu sering kerepotan?”

    “sebenarnya sih enggak, hanya saja aku jadi enggak punya persiapan pas lagi pagi aja. Tapi walaupun waktunya lebih siang aku tetap masuk pagi kok” ucap ku memberi alasan

    “kamu ini benar-benar sama seperti bapak mu. Kalau pergi ke sekolah selalu datang pergi pagi-pagi. Di sekolah juga ia begitu terkenal. Ia selalu mendapat nilai paling tinggi dari kami semua, waduh nak maaf jadi membahas yang sudah lama”

    “enggak masalah kok pak, aku kan enggak mungkin bisa menyamai bapak ku. Bagi pula itu sudah lama juga. Tapi aku bersyukur aja semua baik-baik saja, bahkan aku bisa sekolah seperti yang lain”

    Mendengar jawaban ku seperti itu, ia pun mulai tersenyum, “Nak, sebenarnya sejak kecelakaan itu bapak sering khawatir sama kamu. Bapak tahu masa kecil ku pasti sangat sulit. Tapi bapak senang kamu bisa sekolah hingga sekarang”

    “i, iya pak, aku juga senang bapak mau bantu aku sejak awal aku sekolah, aku bisa bingung sendiri kalau enggak ada bapak”

    “sama-sama nak, jadi gimana sekolah nya, lancar-lancar aja?”

    “sampai hari ini lancar aja pak, do'akan aja pak hari ini lancar semuanya”

    “Jadi begitu ya” jawab Pak Agus singkat “ya sudah nak bapak masuk dulu ke dalam” ucapnya pelan . Setelah itu ia pun mulai berbalik bersamaan dengan senyum kecil di wajahnya. Segera ia mulai masuk ke dalam masjid seperti jama'ah yang lain.

    Aku pun hanya membalas nya dengan senyuman. Kini aku mulai sedikit merenungi ucapan pria itu. Ucapannya terkadang membuat ku ingat tentang ayah ku. Aku sangat senang masih ada yang peduli padaku. Berkat bantuannya lah aku bisa sekolah di sini. Sebuah tempat yang begitu murah nya bisa kudapat di tengah tingginya harga barang di saat sekarang. Sebenarnya ia ingin sekali membantu ku dengan memberikan nya cuma-cuma, namun aku sangat malu untuk menerimanya. Aku kini membayar rutin kos tiap bulan walau pun aku yakin itu tak seberapa untuknya. Memang bila dilihat dari tempatku saat ini memang agak jauh, tapi bila jalan semuanya pasti tak terasa. Lagi pula buat apa aku mengeluh, toh aku sendiri yang melakukannya.

    Aku pun mulai menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan nya dari mulutku. Berharap semua hilang dari ingatanku. Setelah itu aku pun kuat kan hati ku dan mulai menuju ke tempat wudhu guna membersihkan diri. Aku mulai mengguyur wajah ku dan dilanjutkan dengan tangan ku. kepala kemudian kaki ku. Semua terasa begitu dingin, seakan terus meresap hingga ke tulang-tulangku. Namun itu membuat ku merasa jauh lebih baik. Setelah nya, aku pun mulai masuk ke dalam dan sholat berjama'ah bersama mereka.

    ***​

    Waktu pun sudah cukup lama berlalu. Setelah sholat, Kini kepala ku sedikit lebih tenang. Masjid pun mulai ditinggalkan dan tak banyak lagi orang di dalamnya. Semua lebih lenggang dan sepi. Tapi suasana masih tetaplah sama seperti aku sebelum kemari.

    Aku pun mulai memasang sepatu ku yang basah lantaran terkena air. Aku mengangkat kepala sedikit dan melihat langit sebentar. Semua tampak begitu gelap, yang terlihat hanyalah awan mendung dan rintik kecil yang bergerak samar. Perlahan rintik kecil itu berganti dengan deras nya hujan datang mengguyur. Tak berselang lama suara-suara gemuruh datang hingga mengguntur. Bersamaan dengan garis panjang dan bersinar.

    Aku benar-benar harus mengurut dada ku kali ini. Baru di sini sebentar keadaan langsung berubah seketika. Perjalanan pun masih panjang, Terpaksa aku harus mulai sebuah awal dengan berlari. Aku pun mulai mengangkat tas ku dan menjadikan nya sebagai pengganti payung. Aku benar-benar lari dengan sekuat tenaga. Melangkah hingga sejauh-jauhnya. Cipratan air dan deras nya hujan benar-benar cukup menyentuh ku. Tapi aku tak peduli, semua lebih baik daripada hujan yang datang lebih besar lagi.

    Setelah sampai di sana, aku pun mulai berteduh. di depan ruangan kelas aku bersandar sembari menahan lelah pada diriku. Kakiku kini benar-benar lemas. Sejenak aku mulai mengamati diriku sendiri yang kini benar-benar basah kuyup. Aku mulai tak yakin ada yang bisa dikatakan kering pada diri ku ini

    Tak berselang lama sebuah mobil hitam masuk melalui gerbang. Tampak ia begitu besar dan mewah. Tak lama kemudian mobil itu mulai melambat dan memakirkan tepat di depan ku. Sangat jelas bila mobil itu tak bisa didapatkan kecuali dengan mengeluarkan uang yang cukup banyak

    Dari pintu depan keluar seorang pria tua yang kemudian membukakan pintu bagian belakangnya. Tampak dari pintu itu seorang remaja yang perawakannya seperti orang-orang di eropa sana. Wajahnya begitu putih dan mempunyai mata berwarna biru. rambut nya lurus dan berwarna hitam. Namun aku yang benar-benar mengenal nya. Ia adalah seseorang yang menjadi teman akrab ku, Peter Konneker. Aku sering menyapa nya dengan nama Peter. Aku sudah jauh mengenalnya sejak duduk di bangku SD. Ia tergolong keluarga yang begitu kaya. Ayahnya merupakan berkewarganegaraan Jerman dan ibunya adalah orang asli Indonesia. Ia juga merupakan anak tunggal dari perusahaan yang mendirikan sekolah ini. Kami sudah berkenalan sejak pertama kali kami duduk di bangku SD. Namun pertemuan itu tidaklah lama. Setelah 4 tahun, ia pun pindah sekolah ke luar negeri mengikuti ayahnya. Sudah lama kami tak bertemu, namun kami masih bisa mengenali satu dengan yang lain .

    Aku pun mulai melihatnya dari kejauhan. Seketika saja dia menyadari bila sedang diperhatikan. Dia pun mulai melihat ku sembari memperlihatkan senyum nya kepada ku. Setelah itu ia pun mulai mendekat ke tempat aku berdiri.

    “Waduh basah semua nih” sahut Peter

    “ia nih!, basah semua. Tapi tumben juga kamu masuk pagi”

    “khusus hari ini aja gue pagi, nanti mah siang terus” ucapnya yang sudah berdiri di samping ku

    “Oh ya, Peter. Kamu masih ingat enggak tentang festival teknologi yang mau dilaksanakan bulan ini, kemarin aku selesai membuat A.I ku sendiri. Beberapa memang masih dengan menggunakan kode terbuka dan beberapa kode buatan sendiri, hampir seluruh waktu liburan ku habiskan untuk membuatnya. Sampai tadi aku gadang malam-malam”

    mendengar kata-kata itu ia pun langsung menatap tajam kepada ku. Tampak dari wajahnya yang tak percaya dengan apa yang ku ucapkan

    “seriusan tah loe!!!" jawab Peter untuk meyakinkan

    "ia serius kok!"

    "Wahyu, itu kan susah banget buatnya, yang paling sederhana aja butuh waktu 4 tahun, itu pun butuh bantuan banyak orang,”

    “Sebenarnya aku sudah buat lama, Apa yang kulakukan sekarang sih hanya melanjutkan pekerjaan lama aja”

    “bener-bener deh, loe punya hal bagus tapi selalu loe rahasia kan gitu, pasti loe sabar banget buatnya” jawab Peter dengan begitu kagum kepada ku, “ya baiklah, sekarang ada di mana?”

    “Aduh Peter, semua aku taruh di tas lagi, basah enggak ya” aku pun mulai pucat sendiri. Dengan sedikit terburu-buru, aku sembari membuka kantong kecil yang ada di tas ku dan menariknya. Dari dalam, aku pun mulai mengambil sebuah benda kecil putih, ku genggam,

    “Alhamdulillah Peter, enggak kebasahan” ucapku sembari menunjukkan flashdisk itu kepada teman ku.

    “Waduh-waduh, Wahyu, loe masih memakai yang versi lama ya?”

    “Memang ini versi lama, tapi aku sudah modifikasi hingga ukurannya mencapai 1TB”

    “tetep aja, Sekarang kan sudah ada "Bridge Cell" yang bila dibandingkan dengan milikmu ia jusru lebih praktis dan kecil. Bentuknya saja sudah kaya kaca, pastinya lebih tahan air ketimbang punya mu”

    “Oh ya Wahyu, loe sudah siap-siap buat pidato untuk nanti enggak” kata Peter mendadak

    “Pidato!?”

    “Ia, pidato, loe enggak tahu tah. Loe baru saja dipilih sebagai perwakilan siswa karena loe telah mendapat nilai tertinggi di sekolah”

    “EH, YANG BENAR!!!”

    “Waduh!, berarti loe sama sekali enggak tahu, maka nya Wahyu loe kalau kerja jangan fokus satu aja, jadi begini lah hasil nya”

    Aku yang berdiri di sana kini kebingungan. Aku pun mulai memikirkan situasi ku saat ini. Apa yang harus aku ucapkan? Apa juga baju yang akan ku kenakan untuk tampil di depan semua orang? Baju ku kan basah. Lagi pula satu-satunya yang menjadi pertanyaan kenapa aku sendiri tak menyadari nya. Semua hal itu benar-benar membuat ku panik. Hal itu terus saja terlintas di kepala ku.

    Seketika, aku pun memikirkan toilet sebagai tempat pelarian ku. Dengan segera aku pun mulai berlari ke sana meninggalkan Peter begitu saja. Ditempat kecil itu aku pun mulai membuka baju ku dan memeras sedalam-dalam nya. Setelahnya mulai mengibas-ngibaskan ke udara sekuat-kuat nya. Beberapa titik air pun beterbangan di udara. Aku pun benar-benar berharap kering nya baju yang ku pakai sekarang.

    “-Tok!, tok!, tok!, Wahyu!. Loe di dalam ya?” ucap seseorang bersamaan dengan ketukan dari luar pintu

    Dari suara, ia terdengar seperti Peter. Aku yakin Peter mengikutiku hingga ke sini.

    “ia nih, gimana nih baju ku basah semua lagi” ucap ku.

    Aku pun mulai memakai bajuku lagi dan mulai membuka pintu. Sesuai dugaan ku yang berada di luar adalah Peter. ia pun mulai melihat penampilan ku. aku pun bisa melihatnya dengan wajah yang gusar melihat diriku yang basah beserta baju yang ku pakai.

    “Wahyu, baju mu kok begitu amat, kasihan gua ngeliatnya”

    “Ya sudah tolongin dong!” jawab ku dengan nada memelas

    “ya ampun Wahyu, loe tunggu hujannya berhenti juga enggak masalah kok”

    Aku pun terdiam oleh ucapannya. Tampak perasaan tak yakin terlihat jelas dari raut wajahnya.

    “ya udah deh tukaran jas nya aja ya, tapi inget, loe hutang sama gua. Nanti kalo gua ada masalah, loe harus segera menolong gua ngerti?”

    “wah makasih banget nih “my firend”, tenang aja nanti ku bantu kok”

    baju seragam sekolah kami memakai dua lapis. aku hanya bertukar baju bagian luar saja, yaitu di bagian jaket nya. Ku pikir beberapa menit akan segera kering sendiri dengan suhu badan.

    “di kelas sudah pasti bakal kosong terus, mending kita ke aula aja langsung” seru Peter

    Aku pun meng-iakan saja. kini rasa percaya diri ku bertambah sedikit. Walau yang ku pakai adalah baju orang lain. Baju itu sedikit lebih besar saat aku memakai nya tapi untuk saja tidak terlalu mencolok . setidaknya tampilan ku kini jauh lebih baik saat ini.

    aku pun mulai masuk ke dalam Aula. Letaknya agak di depan gerbang. Di dalam sudah disiapkan tempat duduk untuk setiap siswa yang di sana. Aku hanya mengikuti tepat di belakangnya. Di tengah-tengah Aula aku pun duduk, tepat di samping Peter. Waktu pun terus berjalan, dan kulihat kini tempat itu sudah semakin ramai. Semua orang tampak memakai seragam dengan begitu rapi.

    Tampak beberapa orang mulai mempersiapkan segala sesuatu di depan podium. Beberapa alat pun dikeluarkan. Di depanku seorang gadis tengah berdiri. Tampak ia yang paling sibuk mengurusi semua kejadian di sana.

    “Bukan kah ia cantik!” Ucap Peter mendadak

    “Siapa?”

    “ya, cewek di depan kitalah, Natasya. Dia sering berpartisipasi dalam acara di sekolah, sehingga ia cukup terkenal di sekolah. Dia juga pintar yang berada di peringkat 2. Nilainya hanya selisih 2 poin dari nilai loe yang mendapat nilai sempurna. Aku sebenarnya juga rada sedikit suka, kalo menurut pendapat loe gimana?”

    Aku pun mulai melihat gadis yang Peter maksudkan. Tapi memang benar apa yang ia ucapkan, ia cantik. Wajahnya begitu menawan. Ia juga mempunyai mata yang begitu indah, rambutnya lurus tergerai hingga sepinggang. begitu hitam dan tampak selalu basah. Cukup lama aku melihatnya.

    “cantik” jawab ku singkat

    “heh~, kok coma itu komentar loe? emang ia kurang cantik tah? Apa dia bukan tipe yang loe suka?”

    Sederet pertanyaan langsung diberikan kepadaku. Tampaknya ia penasaran dengan diriku. Sejujurnya aku juga cukup malu untuk mengatakan kalau aku juga menyukai nya, tapi menyembunyikan perasaan kepada teman ku sendiri adalah sesuatu yang sangat buruk. Aku juga sebenarnya cukup lama memperhatikannya, namun begitulah diriku. Aku bukanlah orang yang terang-terangan mengatakan suka bila aku menyukai seseorang. Setiap kali aku melihat seseorang, aku selalu melihat diriku sendiri, sambil bertanya “apakah aku sudah pantas untuknya?” ketika itu diucapkan, maka ia terlihat mempunyai segalanya, namun tidak untuk diriku. Aku bukanlah orang yang punya. Lagi pula ke populeran yang ku dapat lantaran nilai ku saja. Tidak begitu dekat dengannya adalah sebuah jawaban yang tepat dan paling baik untuk saat ini.

    Tampak ia menjadi MC, berdiri di atas podium. Suasana yang ramai pun berubah menjadi tenang.

    Di depan ku pak kepala sekolah mulai berbicara di depan podium. Dengan wibawa nya ia berbicara di depan semua orang. Semua didukung oleh teknologi yang mampu mengenali suara manusia. Tentunya suara itu pasti terdengar teramat jelas bahkan dari tempat terujung sekali pun. Namun sekeras apapun ia berbicara, tak ada satu pun hal yang bisa masuk di kepala ku. Kepala ku terasa begitu berat. Rasa nya aku begitu gugup untuk menghadapi hal ini.

    “Wahyu, Wahyu ayo ke depan” ucap Peter dengan suara yang nyaris berbisik

    teguran itu pun membuat ku sadar. Aku pun mulai menyadari bila diriku sedang di panggil.

    “Aditya Wahyu Putra” ucap perempuan itu yang menjadi pembawa acara.

    Aku yang mulai sadar pun berdiri, dan dengan perlahan berjalan menuju ke atas podium. Berdiri di sana cukup membuat ku teramat gugup. Kepala terasa begitu berat, kaki ku pun mulai bergetar sendiri. Entah mengapa berdiri seolah terasa begitu sulit. Aku pun mulai sadar bila diriku benar-benar tak mempunyai persiapan saat ini. Di depan sana aku mulai memandang di sekitar. Aku kini bisa melihat temanku yang tengah duduk di tengah kerumunan orang. Sama seperti yang lain, ia juga turut memperhatikan ku yang ada di atas. Aku tak tahu apa yang harus ku ucapkan, agak lama aku terdiam berdiri.

    “h, hallo semua” sebuah kalimat itu terucap begitu saja. “Aduh! apa yang ku pikirkan” ucap ku dalam batin,

    Tentu saja, perkataan ku benar-benar mengubah suasana. Ruangan yang awalnya begitu hening kini berganti dengan gelak tawa oleh semua orang. Kini perasaan malu memenuhi kepala ku. Wajah ku pun memerah. Aku tak mampu mengendalikan sikap ku saat ini. Andai bisa di ulang pasti akan ku lakukan

    gak tahu mau tulis apa, mulai dari tulisan lama aja :ngacir:

    singkat cerita, sebuah anak yang baik hati menjadi seorang (terpaksa menjadi) hacker, mirip cerita SAO terjebak di dunia game hanya saja penyelesaian ending yang jauh berbeda dan terlalu berlebihan
     
    Last edited: Jul 17, 2014
  5. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Semoga ke depannya lancar
     
    Last edited: Jun 25, 2020
  6. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    seketika langkah kami terhenti. tampak mereka menghalangi jalan kami. Kini ku mulai memandang mereka dengan lekat. Mereka tampaknya berasal dari satu guild yang sama. Semua terlihat dari pakaian yang mereka yang menggunakan rompi dari kulit binatang. dengan beberapa rantai yang melilit di punggungnya tampak sebuah pedang besar dengan rantai melilit menyatu dengan tubuhnya.

    Tak lama berselang, muncul seseorang laki-laki berdiri di hadapanku. Tubuhnya tampak lebih besar dari yang lain.

    "Apa yang kalian inginkan?" Ucap Peter begitu saja.

    "Llyon, Salah satu pemain terkuat dengan teknik api. Akhirnya aku berhasil menemukanmu juga. Sudah lama sekali ku menunggu pertemuan ini. Kini aku mengajakmu bertarung dan membuktikan siapa pemain terkuat di dunia ini!"

    Alun-alun kota yang awalnya tenang seketika sekitar tampak gaduh. Seluruh perhatian kini tertuju ke arah kami.

    "hei, Peter! Apa lebih baik kita pergi dari sini?" ucapku pelan nyaris berbisik

    "Wahyu, justru sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengajarkan sesuatu padamu"
     
    Last edited: Jun 25, 2020
  7. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    kalau dipikir-pikir, wahyu itu nama yang terlalu sederhana, nanti di cari yang lain
    “Aaaaggggg~~~!!!”

    Suara erangan muncul dari meja billing warnet. Di sana terduduk seseorang yang tampak bermata sipit terus-terusan saja menggaruk-garukkan kepalanya. Wajahnya yang terus kesal dan mengantuk semakin tidak karuan yang kini sudah tak jelas antara mengantuk dan marah.

    “sial mati lagi, gimana bisa namatin nya sih” jawabnya sembari penuh kebingungan “Huh, kamu yang disana hebat juga, loe pasti sering main ya” jawab nya dengan nada yang keras

    “Tidak lama kok, hanya hari ini aja” jawab ku santai.

    “Hahahaha, kamu bercanda ya, gua yang udah lama main aja gak tamat-tamat.”

    “Hehehe, apakah yang tadi terlihat bohong nya ya” balas ku sembari tersenyum

    “Ya, ialah, oh ya tahu tidak untuk menarik perhatian, pihak developer memberikan hadiah besar bila kalau bisa menamatkan minimal satu dari tujuh dungeon”

    “yaaku juga sering dengar bahkan sudah menjadi bahan pembicaraan di berbagai forum, ataupun blog. Sebab pada dasarnya game itu sendiri gak pernah ada yang mampu menyelesaikannya." jawabanya santai. “ee~~~~” tapi berapa ya” ucapnya sembari menunjuk ke kepala

    “USD $ 1.000.000,- apakah aku salah?” jawab ku begitu saja

    “heee ya kau benar, jumlah yang besar sekali ya, ya ingatan ku memang buruk sih, lagi pula aku juga mengantuk,"

    aku bergumam
    “tapi bukan itu saja yang bikin menarik” jawabku langsung. “ yang berhasil juga bisa mendapatkan emulator gratis dan bias mencoba versi beta dari Virtual reality yang sedang mereka kembangkan”

    “eehh~~ gitu ya, huh sayang banget. Ada yang percaya, ada yang tidak, tapi melihat kesulitannya sih sepertinya itu benar" ucapnya bergumam

    ~Kriiiiiing

    “Eh loe udah selesai? Padahal gue mau ngomong sama loe lebih lama”

    “Enggak mas, aku besok mau ke sekolah juga, kalau terlalu telat tidur nanti mengantuk di kelas”

    “Jadi begitu ya, ya mau gimana lagi, sudah subuh sih”

    Aku pun mulai berdiri dan menuju meja billing.

    “jadi berapa semua” jawabku langsung

    “Rp. 20.000,- aja bang”

    Aku langsung merogoh kantong ku dan memberikan uang yang sudah ku persiapkan sebelumnya, aku pun mulai menarik pintu dari warnet.

    ”hei, tunggu, dulu”

    “Ada apa? bukan kah uang nya sudah!” jawab ku penuh keheranan

    "Bukan itu, gue masih bingung, kalau loe sudah menamatkan, bagaimana cara lue memainkan game nya.”

    Aku pun menghentikan langkah kaki ku, aku berhenti kemudian membalikkan badan ku. Sembari membuka tudung jaket yang selalu menutup kepalaku

    “tentu saja, karena aku adalah hacker”
     
    Last edited: Jun 25, 2020
  8. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    “kayaknya loe lagi galau, gimana kalau kita ke game center aja?” tanya Peter

    Aku terdiam. Aku tahu ia sedang berbicara kepada ku, namun aku lebih memilih tak berbicara sedikit pun. Rasa nya juga sudah 30 menit berlalu sejak selesainya pertemuan. Beberapa siswa pun sudah meninggalkan aula itu dan kini tempat menjadi sepi. Namun entah mengapa mengangkat kakiku saja sangat lah berat untuk pergi. Dan aku tahu alasannya mengapa, semua ini pasti lantaran kejadian buruk yang kualami saat ini. Aku rasa hari ini benar-benar begitu berat.

    “eh, loe kenapa?”

    “enggak ada, aku rasanya sedikit lelah saja” ucap ku lemas

    “ya bagus deh kalau begitu, Mau ke 'game center ', enggak? nanti gue yang bayar”

    Mataku pun mulai beralih kepada dan memandang wajahnya. Tampak sekali jika ia begitu bersemangat. Tapi aku rasanya ia tak mempedulikan diriku yang saat ini begitu lelah. Sejujurnya aku ingin langsung pulang ke rumah dan merebahkan tubuhku dan menyelimutkan nya dengan kain sebanyak mungkin. Tapi Peter tetaplah Peter. Sejak dari dulu memang sifatnya seperti itu, keras, dan hanya ingin menuruti keinginan nya sendiri. Dan itu sama seperti saat ini. Dengan percaya diri ia berdiri di depan ku dan menyatakan apapun yang ia inginkan

    “loe mau pergi bareng enggak?”

    “Nanti dulu aja deh Peter, beberapa minggu ini ada festival. Jadi aku harus siap-siap buat ke depannya”

    “loe yang sekarang butuh hiburan, siapa tahu keadaan loe bisa lebih baik”

    Sejenak itu mulai terdengar bagus. Barangkali aku butuh hiburan, tapi tetap saja aku sedang kurang mood bahkan untuk sekadar bermain game. Lagi pula aku belum pernah bermain sekali pun. Kini aku lebih memilih diam dari segala yang ia ucapkan.

    “oke, sepertinya loe setuju. tak ada jawaban berarti loe berkata 'ya' sama gue”

    Mendengar kata-kata itu aku pun kaget. Belum sempat aku berbicara, ia langsung menarik tanganku dan memaksa diriku untuk berdiri. Aku pun membiarkan tubuh ku di bawa ke arah ia pergi. Tarikan dari nya membuatku sedikit berlari. Tak begitu lama aku pun menyadari diriku sudah berada di luar aula. Tepat di depanku sudah ada sebuah mobil hitam yang tahu milik laki-laki yang bernama Peter.

    “karena loe udah setuju, mending loe masuk aja ke dalam, nanti ku tunjukkan tempat yang bagus”

    “tapi jangan lama-lama ya”

    ja, ja, es ist keine problem 1.)” ucap Peter sembari masuk ke dalam mobil itu

    Aku benar-benar mengerti apa yang ia ucapkan. Walaupun ia tampak seperti bercanda, tetapi mendengarnya ku pun sedikit lega. Aku pun mulai membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Suasana sudah jauh berbeda. Semua terlihat begitu mewah.

    “Tuan, jadi kita mau ke mana, mau langsung ke rumah, atau antar teman tuan pulang ke rumah dulu”

    “enggak mas, kita mau ke 'game center ' yang biasa gue main”

    “oh gitu, jadi tuan sekarang mau main sama temannya ya?”

    “ia nih mas, teman gue ini lagi 'galau' kayak nya”

    “siapa yang galau, aku baik-baik aja kok”

    “kalau loe enggak galau, berarti enggak masalah kalau kita ke sana”

    Aku ingin menggerutu lebih banyak lagi, tapi ya sudah lah. aku pun duduk sembari melihat di balik jendela itu. Di dalam benar-benar nyaman. Dari luar aku bisa melihat mobil ini melaju kencang, namun diriku benar-benar tak merasakan satu getaran pun. Hanya selang beberapa menit, kami pun sampai di tempat tujuan. Di luar tampak banyak sekali orang-orang memakirkan kendaraannya.

    Kami pun mulai mendekati gedung besar yang tampak begitu megah di mata ku. Begitu kami masuk ke dalam, terpaan AC pun menyambut kami. Ruangan justru tampak lebih luas ketimbang dari luar. Suasana pun tampak begitu ramai. Kami pun melihat puluhan orang-orang dari usia yang berbeda-beda.

    “Peter, jadi kita main game apa di sini?”

    “Ada lah, kita cari yang khusus buat game yang dari perusahaan keluarga gue. Oh ya Wahyu, loe kan bawa tas. Sebaiknya barang loe langsung di titipkan saja”

    “memang harus ya?”

    “buat keamanan aja kok, Sebab begitu kita mulai terhubung ke dunia game, kita benar-benar terputus dari dunia nyata. Memang di setiap sudut sudah dipasang CCTV, tapi memilih yang aman jauh lebih baik”

    “oh, begitu ya. Tapi Peter, aku sebenarnya mau buka isi flashdisk ini, aku khawatir juga apa ini masih bisa digunakan atau tidak”

    “kalau ingin memasukkan data, ya di sana juga bisa. Tempatnya enggak jauh dari pintu masuk. Eh, tapi mending kita barengan aja. Biar loe sendirinya tahu juga.”

    Seketika ia pun mulai melambaikan tangannya pada seseorang dan mulai mendekatinya. Tempatnya tak jauh beberapa meter di depan ku. Ia mempunyai mata yang begitu sipit dengan rambut yang sedikit keriting. Sekilas ia tampak seperti sedang tidur.

    “oh Peter, mau main nih ya”

    “ya, tapi sekarang gua bawa teman, nih orang nya, Wahyu. Teman sekolah gue”ucap Peter sembari menepuk pundak ku. Aku pun hanya memberi kan senyum pada nya.

    “Jadi ini yang namanya Wahyu, ya. Oh ya, nama gue Redi“ ucapnya sembari mengulurkan tangannya kepada ku

    “Wahyu“ balasku sembari berjabat tangan dengan nya.

    “jadi mana barang yang mau dititipkan?”

    “Ada nih, bang” ucap ku sambil menyerahkan tas ku pada nya. “Oh ya ini juga flash disk ku, tolong dihubungkan ke tempat ku ya”

    “Bisa, tapi semua ruangan di sini sedang penuh. Tapi kalau mau ada ruang yang tersisa. Tempat nya ada di 'basement' lantai bawah. Terus cari ruang 22 sama 23. kedua ruangan nya kosong kok.”

    “kamu ruang apa Peter”

    “gue ruang 22 aja”

    “ruang 23, bang, hubungkan ke sana ya”

    “Baik ruang 23, nanti aku kirim data mu ke sana.”

    game yang biasa aja ya”sahut Peter

    “ia, mengerti kok”

    “oke Wahyu kita ke ruangan bawah aja langsung. Ikuti gue dari belakang, ya”

    Aku berjalan mengikuti nya dari belakang. Ia berjalan dengan tenang sekali. Aku rasa ia sering sekali main di sini. Beberapa meter di depan kami ada sebuah tangga. Ia pun mulai turun ke lantai bawah dan aku pun mengikuti nya. Di belakangnya, aku pun mulai melihat-lihat tempat itu. Di sini ruangan justru jauh berbeda, semua tampak begitu tertutup. Penuh ruang dan berpintu-pintu.

    “Di sini Wahyu” Ucap Peter yang berhenti di sebuah ruangan.

    “di sini ya tempatnya, jauh banget ya”

    “Wahyu, loe nanti cukup pakai 'lavgram' nya. gue sudah bilang kita mau main apa. Jadi tinggal langsung pakai saja”

    Pintu itu tampaknya sudah terbuka. Aku mulai masuk dan menutup nya. Di sana sudah terdapat 'lavgram' seperti yang ia ucapkan. Aku pun mulai memasangnya di kepala. Bentuknya kurang lebih mirip seperti helm yang ada sekarang ini. Aku pun bisa merasakan sesuatu yang menempel ke kepala.

    Mendadak seluruh ruangan berubah menjadi gelap. Tak ada satu pun yang terlihat. Tampak dari kejauhan muncul se-titik cahaya yang mulai mendekat. Tempat itu kini mulai menjadi terang. Aku pun mengetahui bila berada di ruangan yang berbeda. Ruangan seakan tak punya gravitasi sama sekali. Semua terasa begitu ringan.

    Suara itu terdengar jelas di telinga ku, namun aku tak bisa menebak dari arah mana itu berasal. Seketika saja, muncul sebuah layar pilihan di depan ku. Di sana tak ada bahasa indonesia . Aku pun mulai meng-scroll layar itu dan mencari pilihan yang lainnya. Aku pun mulai terhenti pada pilihan 'Bahasa Indonesia'.

    Sebuah layar kembali muncul di depanku. Aku pun bingung memikirkan nama yang tepat untuk sekarang ini. Seketika terlintas nama wahyu di pikiran ku. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menulis nama ku sendiri di sana.
    Seketika saja muncul sesosok remaja laki-laki yang seusia dengan diriku sembari memejamkan mata nya. Ia mempunyai rambut hitam dan warna kulitnya seperti orang Indonesia kebanyakan. di depannya pula terdapat panel untuk pengaturan avatar. Aku ingin sekali aku mengaturnya terlebih dahulu. Namun aku khawatir bila melakukan pengaturan sekarang justru akan lebih memakan waktu. maka aku pun langsung memilih "lewati" pada pilihan itu

    Seketika muncul sebuah pilihan layar antara 'ya' dan 'tidak'. Rasa nya memang bagus untuk melakukan settingan tampilan, namun aku khawatir bila Peter akan menunggu semakin lama. maka aku pun memutuskan untuk tidak melakukan perubahan untuk sementara waktu. di pilihan itu pun aku menggerakkan jemari ku pada pilihan 'tidak'.

    Tiba-tiba semua begitu menyilaukan. Aku mulai sedikit memejamkan mata sembari menghalangi cahaya kuat itu dengan tangan kanan ku. Begitu aku membuka mata semua tampak begitu berbeda. Semua tampak begitu luas. Aku pun mulai sedikit mengangkat kepala ku ke langit sembari menikmati nya yang tampak yang begitu biru. Tiba-tiba puluhan monster yang begitu besar terbang di atas sana. Ia mempunyai ukuran yang begitu besar dengan bentuk yang tak pernah ku lihat sebelumnya.

    Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru ku lihat. Semua begitu mengejutkan. Awal nya aku mengira semua tampak seperti hasil rendering yang biasa-biasa saja . Namun perhitungan ku benar-benar salah. Semua justru tampak seperti asli dan terasa begitu nyata.

    1.) ya, ya itu enggak masalah

    ada beberapa bahasa jerman dan inggris, ane bukan pro, tapi ane tertarik dengan bahasa keduanya. singkat kata ane buat cerita sembari belajar bahasa asing juga
     
    Last edited: Jul 28, 2014
  9. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Cukup lama aku tenggelam dalam lamunan ku. Diriku seakan tersihir di bagian mata, seakan mata ini tak mau terpejam. Sesaat begitu tersadar, aku pun sekuat tenaga mengalihkan pikiran ku kepada Peter. Aku yakin Ia sudah duluan sampai di sini dan bahkan ia sudah menunggu di suatu tempat.

    Aku pun mulai berjalan ke sekeliling, mengitari tempat itu. Beberapa meter di depan ada seseorang yang bersender di sebuah pilar yang begitu tinggi. Pakaiannya seperti kombinasi baju merah dengan garis putih. Di belakang punggung nya tampak seperti pedang yang sedang di sarungkan. Rambutnya berwarna merah sedikit berdiri yang tampak mudah tertiup oleh angin. Segala penampilannya membuat Ia tampak begitu keren. Aku pun mulai mendekat untuk bertanya kepada nya.

    “loe yang nama nya Wahyu!” tanya dia dengan tiba-tiba.

    “I-iya, nama ku Wahyu” jawabku cepat. “tapi di atas mu nama nya tertulis 'Llyon', tapi suara nya seperti Peter?!”

    “Gue memang Peter. Di sini gue pakai nama itu. Di dalam dunia game jarang ada orang yang mau memakai wajah asli”

    “oh gitu ya. Tapi, maaf ya Peter . Tadi agak lama”

    “Ya, itu sih enggak masalah buat gue. Eh, nama loe lumayan kaku ku es. Di sini kan loe bisa beri nama apa aja. Coba loe buat yang lebih keren, misal nya 'William', atau ...”

    “kamu tak perlu tanya yang sudah ditetapkan orang tua ku saat aku lahir, sudah terlambat 16 tahun kali, Lagi pula aku lebih suka memakai nama ku sendiri”

    “tapi praktis juga ya. Tadi aku saat mulai mendaftar cukup dengan memberikan nama ku saja”

    “hihihi” tawa kecil pun muncul di wajah Peter

    “eh memang nya kenapa?” tanya ku heran kepadanya.

    “Wahyu, memang nya di bumi ini loe ngapain aja? ini game pertama mu ya?”

    “i, ia sih. Ini game pertama yang baru ku mainkan”

    “Begini ya, ketika ia masuk ke dalam dunia ini, A.I akan mengambil data yang diperlukan dan mengirimnya ke server. Sehingga bila ada orang yang mau masuk kembali, ia sudah langsung dikenali. Sehingga sangat mustahil bila ada seseorang yang mempunyai dua akun secara bersamaan. Ia juga yang mengurus semua data serta setiap pemain nya”

    “Peter, bukankah itu luar biasa!!! baru sadar saya juga bila sistem bisa melakukan hingga setinggi itu. Tapi repot juga ya bila mengurusnya, di dunia ini sangat sulit dikendalikan. Beberapa orang pasti ada yang tak terangkau oleh sistem yang mungkin rawan akan kecurangan, bukan!”

    “gue pikir itu mustahil, Wahyu”

    “eh, Memang kenapa?”

    “Kalau di dunia nyata hal itu memang bisa terjadi, namun itu jauh berbeda bila sudah di dunia ini. Di sini tak hanya gerakan atau pun perkataan yang diawasi, melainkan juga emosi dari setiap pemain. Bila ada yang membuat kerusuhan dan semacamnya, maka secara otomatis ia akan mendapat perhatian dari server lebih tinggi ketimbang yang lain. Maka bila sewaktu-waktu ia melakukan tindakan yang merugikan, pihak server akan mengunci akun miliknya dan ia tak bisa digunakan untuk waktu tertentu”

    Perasaan kagum pun muncul kepada dunia yang baru ku temui. Aku benar-benar mendapatkan sesuatu yang baru di sini. Tak ada kecurangan, kejahatan, atau pun hal yang berbahaya. Ku pikir ini terlalu sempurna. Developer game ini benar-benar membuat dunia yang luar biasa.

    “hei Peter, pantas saja kamu awal-awalnya kasih tahu game ini. karena semua hal yang ada di dalam nya ya?”

    “Loe enggak perlu memandang nya terlalu tinggi, masih terlalu awal. Nanti kalau sudah lama bermain nanti bisa nilai sendiri, kok”

    “bukankah game ini dikembangkan oleh keluargamu, memang nya kenapa?”

    “sudah lupakan aja, mendingan loe buka bagian menu dulu”

    Aku melihat Peter yang tampak menggerakkan tangannya ke udara. Seketika saja muncul sebuah layar di depannya.

    “Nah pada bagian menu, loe pilih 'aksesoris', lalu pilih item 'jam' yang berada di bagian paling bawah. Ini adalah aplikasi yang lebih berguna ketimbang seluruh item yang loe punya”

    “jam?!”

    ”iya, jam. Ya sudah loe enggak usah banyak tanya, Loe cukup edit bentuknya seperti yang gue perintahkan ya”

    Hanya mendengarnya cukup membuat ku bingung. Aku pun melakukan sesuai dengan apa yang Peter perintahkan. Kini tampilan jam itu jauh lebih rumit ketimbang yang awalnya hanya benda bulat polos dengan dua jarum saja. Semua kini bertambah dengan ada jam digital, petunjuk hari serta berapa lama aku bermain di game ini.

    “ngomong-ngomong Peter, bukankah ini hanya aplikasi biasa?”

    “ya memang aplikasi biasa”

    “kalau begitu kenapa ini lebih penting ketimbang semua item yang aku punya.”

    “mungkin loe yang baru mulai bermain belum tahu, tapi apakah loe tahu hampir di setiap tempat tak ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk waktu.”

    “....”

    “Walaupun sudah menghabiskan waktu berjam-jam di sini, suasana tak kan ada yang berubah. Matahari yang loe lihat di atas langit, akan tetap berada di atas sana. Mereka beralasan agar setiap pemain bisa tanpa terikat waktu. Semua itu sengaja dilakukan pihak developer game untuk membuat orang tak tahu berapa lama waktu yang ia habiskan. Makanan gratis, serta semua keindahan ini membuat orang betah di sini dalam waktu yang cukup lama”

    “Mengapa seperti itu?, tapi bukankah kalau dilihat semua tampak sempurna?”

    “Seperti apa yang loe bilang, mungkin dunia ini merupakan tempat yang indah dan sempurna untuk melarikan diri dari dunia nyata, namun keberadaan nya hanya untuk mengeruk keuntungan sebesar mungkin. Makanya tak heran bila akhir-akhir ini banyak orang yang tertarik dengan bisnis seperti ini. Memang hal itu bisa dikatakan berbahaya. Namun banyak yang berkilah agar setiap pemain bisa menikmati tempat di waktu apa pun ia mau. Kebanyakan pemain tak tahu hal itu dan menikmati permainan tanpa tahu segala hal dengan dunia nya. Begitu ia sadar, tubuhnya sudah sakit atau bahkan lebih parah.”

    Mendengar ucapannya cukup membuat diriku meneguk ludah ku sendiri. Aku pun terdiam. Sekejap semua itu membuat ku sedikit ngeri dan merinding.

    “Eh, loe kok gitu?! Tenang kok, emulator saat ini sudah mampu untuk meng-log off secara otomatis bila pemain bermain cukup lama atau pun bila tubuhnya tak memungkinkan untuk bermain. Bahkan lebih dari itu, 'lavgram' akan menyimpan energi listrik agar dibuat sadar secara paksa. Lagi pula itu berguna bila terjadi 'mati lampu' di tengah permainan. Pemain pun bisa mempersiapkan diri untuk log off secara normal”

    “beberapa hal mungkin berguna, tapi bukankah itu menyakitkan dan berbahaya”.

    “Tak usah khawatir, mesin ini sudah diteliti dengan cukup ketat agar energi yang dilepaskan masih dalam tahap aman. sehingga tidak menyebabkan kematian”

    Ketika kami di tengah pembicaraan, sebuah layar tiba-tiba muncul di depanku. Mata ku mulai ku alihkan pada benda layar kotak itu. Aku mulai menggerakkan jariku untuk membuka pesan di dalamnya.

    “ada apa, Wahyu?”

    “enggak ada, hanya data-data ku saja”

    “Wah rada lama juga ya terkoneksi hingga ke sini.”

    “ia tuh enggak tahu, dari tadi aku juga tungguin tapi enggak muncul-muncul. Tapi bagus deh, data nya masih bisa ke buka. Tapi Peter, kamu tahu enggak bisa lama begini?, apa ada masalah ya?”

    “entah lah, gue juga enggak tahu” ucap Peter sembari menggelengkan kepalanya “ A.I. Ini milik mu kan. Memang bentuk A.I nya seperti apa?”

    “belum ada sih Peter, kalau sekarang masih bersifat text-based user interface, tampilan masih bersifat 'code'. tapi nanti kalau ada waktu aku membuat bentuk visual nya nya”

    “bukankah di kontrakan loe ada komputer? Kenapa enggak sekalian aja?”

    “aku sudah coba, tapi yang di rumah masih terlalu 'jadul'. Prosessor nya masih enggak mampu untuk membaca data sekelas A.I.. Niatnya aku ikut festival dengan bentuk yang sekarang ini.”

    Mendengar ucapan ku ia pun sedikit mengangguk, seakan mengiakan apa yang ku katakan.

    “ya sudah, kita mendingan enggak usah main petualangan dulu. gimana kalau kita keliling aja” ucap nya memberi saran

    “boleh juga tuh, Peter. Aku juga awal-awalnya mau keliling dulu”

    Aku pun mulai berjalan-jalan dengan Peter sebagai pemandu. Semua tampak begitu baru. Bangunan yang begitu tinggi dan berbagai makhluk aneh yang tak mungkin ada di dunia nyata. Tampak di sekelilingku beberapa orang yang berjualan. Aku pun mulai melihat wajah mereka. Tampaknya wajah ini memang sudah pasaran. Walaupun tempat ini seperti pasar dan begitu ramai, hampir setiap orang yang ku temui mempunyai wajah seperti diriku.

    “hei Peter, wajah ku rasanya biasa-biasa aja. Ke depan apa bisa diubah?”

    “memang nya kenapa?”

    “e, enggak sih, rasa nya enggak nyaman aja”

    Kalau masih awal memang begitu, semua wajah dibuat sama. Walaupun sudah mati-matian di edit, paling-paling wajahnya tak jauh beda dengan setting-an awal. Namun bila loe ingin yang bagus, loe harus membelinya, dan tentunya dengan harga yang setimpal.

    “jadi ada juga yang begituan. Kalau semakin mahal berarti semakin bagus dong”

    “memang semakin ganteng sih semakin mahal, tapi untuk sekarang ku pikir yang biasa aja sudah cukup. Aku sendirinya juga beli yang rada bagus hanya sekadar membedakan penampilan gue dengan yang lain”

    Kini aku mengerti mengapa Peter membeli harga yang lumayan tinggi hanya karena masalah wajah miliknya. Satu-satunya yang membedakan hanyalah nama yang ada di awal-awal permainan.
     
    Last edited: Jul 28, 2014
  10. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Selain di arena serta di kota ini, pertarungan apapun takkan di izinkan. Namun itu bisa dilakukan bila setiap pemain telah melakukan perjanjian dan disetujui setidaknya oleh 4 pemain lainnya.

    Sang musuh tampak menggunakan item tertentu. Seketika saja dari item itu muncul air yang begitu besar dan cepat seakan ingin menghancurkan apapun yang ada di depannya,

    Seketika air itu menghilang dan justru api muncul menggantikan air. Sekilas ku bisa melihat Peter berdiri begitu tenang menghadapi serangan tersebut.

    Diriku kini terdiam. Dengan mudahnya ia menghentikan serangan musuhnya yang bahkan tak berpindah sedikitpun. Api itu pun sama sekali tidaklah padam dan berputar mengelilingi melindungi dirinya. Aku tak percaya serangan setinggi seperti itu bisa di tahan dengan begitu mudahnya.

    Aku tak tahu musuh yang sedang dihadapi Peter saat ini, tapi ku sadari ia mempunyai level 89 yang kurasa itu cukup tinggi. Semua bisa dilihat pada sebuah layar semu yang terkadang muncul bila melihat pemain lain. Dari sistem inilah akupun bisa mengentahui nama setiap player. Tapi anehnya hanya Peter saja yang tak diketahui. Ia terasa begitu berbeda, seakan-akan berada di level yang berbeda.

    “apa, hanya segitu saja kemampuanmu?”

    “a, apa yang sebenarnya yang kau lakukan?” ucap pria itu terbata-bata
     
  11. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Sedikit terkejut dirinya. Tampak Siska mulai melihatku dari kejauhan. Perlahan aku pun mulai mendekati. Melihatnya duduk di depan kelas yang masih terkunci. weeter putih yang sedang ia kenakan, seperti saat ku pertama melihatnya dulu. Tampak dibelakangnya, sebuah tas yang cukup besar.

    “Sedang menunggu kelas dibuka, ya?”

    “i-iya, aku tak ku sangka ruang kelas dikunci. Aku baru masuk minggu kemarin, jadi aku benar-benar tidak tahu” jawabnya pelan.

    “Kalau di sini ada seseorang yang biasa mengunci tiap kelas. Kalau waktu sudah agak sore, tiap kelas akan dikunci biar gak ada yang bisa masuk kelas sembarangan.” jawabku

    “begitu, ya. Ku kira ku bakal terus di sini”

    “boleh aku duduk”

    “ya silahkan” jawabnya pelan

    memang sih tapi, Kini aku dengan sedikit bersila dan sedikit merebahkan punggungku. Aku kini duduk agak jauh dengannya. Tapi ku tak ingin berpikiran yang macam-macam.

    “siska, gak main ke perpustakaan lagi”

    “sebenarnya aku akhir-akhir ini banyak khursus musik. ja

    “musik ya, wah kau hebat juga ternyata?”

    “tapi, yang diajarkan di sana hanya pelajaran biasa.”

    “bukannya kamu duduk di bangku sma. Jadi, Bagaimana kau bisa masuk di kelas itu”

    “sebenarnya usiaku saat ini sih masih 13 tahun,”

    “apa!!!, seriusan dikit,” ucapku terkejut

    “ya, me-memang ada apa?”

    “lalu bagaimana kau bisa bersekolah di sini dengan usia semuda itu” tanyaku dengan nada sedikit serius

    “aku sebenarnya mengikuti acceleraed learning sejak dulu. Makanya aku bisa bersekolah di usia semuda ini”

    Aku benar-benar kaget dengan jawabannya kali ini. Aku nyaris tak percaya dengan yang baru ia ucapkan. Mana mungkin, ia jauh lebih muda dari apa yang kubayangkan. Tapi Aku harusnya sudah tahu itu, bahkan mungkin sejak kemarin. Siswi seperti dia tak mungkin menjalankan sistem pendidikan sama seperti aku saat ini.

    Pada dasarnya accelerated learning, adalah sebuah program pendidikan untuk mempercepat usia pembelajaran. Aku tahu sedikit karena program itu juga ditetapkan di sekolah. Beberapa pelajaran akan dirangkap antara kelas dua dan kelas tiga.

    Aku nyaris mendapat nilai sempurna di seluruh pelajaran. Baik pelajaran akademi maupun non-akademi. Bahkan adikku pun sampai iri yang bahkan berniat akan sekolah ditempat ku nanti. Namun sayangnya program itu baru dilaksanakan sekolah tahun ini, sehingga mungkin hanya adik kelasku saja yang bisa melakukannya. Melihat siska saat ini aku baru menyadari kalau sistem pendidikan ini bisa membuat pembelajaran jauh lebih cepat dibanding siswa biasa.

    “jadi kamu sekolah di sini pun karena ingin mengikuti yang

    “ya, benar. Aku belajar di sini seperti yang diminta orang tuaku terutama ayahku. Ia sering memberiku kursus serta sering memberiku program pendidikan. Setiap aku pulang sekolah pendidikan tambahan nyaris setiap hari. Akupun rutin mengikuti kelas musik. Makanya itu kita jadi jarang bertemu”

    Kini ku melihat ia sedikit diam. Mulutnya terkatup, sembari melihat sesuatu yang agak jauh di depannya. Ku merasa sesuatu yang berbeda darinya. Walaupun ia sudah siswa sma tapi tak seperti aku yang mungkin sudah

    “Wah orangtuamu perhatian sekali, ya. kamu bisa banyak hal, bermain musik pintar lagi. “ ucapku santai

    Seketika ekspresi wajahnya berubah. Ia yang tersenyum kecil sembari menundukkan kepalanya. Ia terdiam. Seketika suasana menjadi hening. Sangat terasa sekali itu semua akibat dari ucapanku. Tapi aku tak tahu sama sekali. Entah kenapa aku merasa tak enak.

    “Eh siska kamu mau ikut aku enggak?”

    “ikut kemana”

    “katanya kamu baru di sini, gimana kalau kita pergi ke tempat kantin favoritku, kau mau?

    “tidak, kok. biasanya sebelum berangkat aku sudah sarapan”

    “ya, sudah tak apa. aku juga sudah makan kok, lagipula membosankan juga jika hanya duduk di sini. kalau kamu mau, ikut aku saja. Nanti aku yang bayar”

    “Ta-tapi..”

    “sudah-sudah, ayo, ikut aku. Biar aku juga bisa kenalin sama orang sini juga”

    “Rasanya perempuan itu berbibaca bercampur malu. Tapi sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja.

    Kedai Sutami. Tempat ini sangat jauh berbeda dengan gedung di sini teramat tinggi. Kantin ini justru lebih sederhana, tampak hanya “atap beringin” yang menutupi atapnya. Beberapa tumbuhan berdiri Terlihat beberapa kau membuat tempat ini terasa semakin asri. Bila sekolah ini diibaratkan kota maka kedai inilah desanya. Hanya kalau hujannya sedikit lebat sedikit membuatku khawatir. Mereka tetap tak mau merubahnya. Katanya sih disengaja, biar tempat ini punya beda dengan tempat lainnya.

    Tak lama aku terduduk di kursi yang cukup panjang. Jujur saja, aku sedikit tak enak juga oleh bu'de sutami. Aku takut ada hal yang enggak-enggak. Tapi kalau aku menjelaskan, aku yakin ia sedikit mengerti.

    Lagipula Siska sendiri baru masuk barulah beberapa minggu. Pasti tentang kehidupan sekolah sekarang pasti tak banyak yang ia tahu. Setidaknya aku ingin membalas yang ia berikan kemarin. Seketika muncul seseorang dari balik pintu. Ia tampak berkerudung, datang sembari membawa nampan di tangannya

    “Kamu mau pesan apa. Daftar menu sudah tergantung di papan. Tinggal di pilih saja” ucapku langsung padanya

    perempuan itu justru terdiam, ia tidak menatapku serta menu yang tergantung. Ia hanya menunduk malu seakan ingin menyembunyikan wajahnya. Rada sulit, kalau gini aku tak mungkin akan lebih lama. Aku pun sedikit memutar akalku.

    “apa kamu suka jus buah?” tanyaku langsung

    “i, ia sih”

    “baiklah, mas jus alpukat dua ya” ucapku santai

    “bukan begitu, tapi...”

    hei tak usah malu gitu memesannya, aku kok yang bayar.

    “siapa itu le, kayaknya bu'de baru lihat. Pacarmu ya?”

    “Adik kelasku bu, dia baru masuk minggu kemarin, jadi aku mau ajak keliling biar tahu sekitar sini juga”

    “oh kirain, seragamnya kayaknya sedikit beda sih.”

    beda”

    agak gimana gitu”

    ya, aku nyaris tak memperhatikannya. Tentunya semua tertutup oleh sweeter yang begitu tebal darinya.

    Entah mengapa ia selalu mengenakan sweeter itu, padahal bagitu itu.


    “Si-Siska,”
     
  12. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Hidungku berdarah, namun aku seakan tak perduli. Aku tetap saja melihat sesosok pria yang begitu angkuhnya dihadapan ku. Sesosok pria yang yang terus saja memakai tudung di kepalanya dan membalikkan badannya begitu saja. Aku berdiri terdiam tak bergerak sedikitpun.

    Dengan cermat terus saja mengamati seseorang yang pergi menjauhi ku. Ia dengan jaket hitam yang tampak sedikit tebal dengan tudung yang menutupi kepala nya. Tampak dari belakang ia mengenakan sepatu boot yang tinggi hingga sebetis yang juga sedikit menutupi celana jeans nya yang panjang. Di tangan kanannya tampak ia membawa seuntai benang yang begitu tipis, nyaris tak terlihat oleh mata. Tergantung sebuah benda yang entah apa namanya. Seperti sebuah memori, tapi juga menyerupai sebuah kalung. Sangat sulit dilihat dari jarak ini.

    Namun ada hal yang lebih membuat ku penasaran. Pakaian. Apa yang membuat ia berpakaian seperti itu? Aku mengerti semua orang akan memakai baju seperti orang memakai jas hujan. Tentu itulah jawaban yang tepat. Tapi anehnya, sekujur tubuhnya begitu bersih, tanpa noda. Bukankah hujan begitu lebatnya? begitu tercurah? Aku sendiri pun sudah dalam keadaan baju yang basah. Namun ia seperti tak mengalami hal yang sama seperti diri ku saat ini. Bahkan bekas kaki nya tak tampak kotor sedikit pun. Seakan-akan ia sudah ada di sini bahkan jauh-jauh hari. Jauh sebelum hujan yang turun mengguyur.

    Bila ada sesuatu yang terlintas di kepala ia mungkin naik kendaraan. Sebuah mobil atau menaiki kendaraan saat ke sini. Tetapi pakaian itu hanyalah cocok untuk kendaraan roda dua ataupun berjalan kaki. Semua itu semakin tak mengerti.

    Aku pun kembali mengamati. Ia perlahan terus menjauhi ku dan mulai menaiki tangga. Ingin sekali aku menghalangi, tetapi andai pun aku lakukan, itu hanya membuat keributan. Lantaran diriku lah yang awalnya membuat keributan ujung-ujungnya teman ku sendirilah yang paling repot. Apa yang harus ku lakukan?

    “eh, wahyu ke mana aja loe” ucap seseorang sembari menepuk pundak ku.

    Ucapan itu sontak membuat ku kaget dan langsung mengalihkan pandangan ku ke belakang. Ku lihat seseorang yang berwajah putih yang tengah berdiri di belakangku. Tentu saja ia adalah Peter, seseorang yang telah mengajak ku ke sini. Tampak ia menunjukkan raut wajah yang tak biasa nya dengan mata yang penuh dengan tanda tanya.

    “Peter, Kamu baru selesai juga ya?” ucap ku

    “Eh Wahyu, hidung loe kenapa?”

    aku langsung menyadari keadaan ku. Hidungku tengah berdarah seakan mimisan. Aku pun bingung bercampur panik, apa yang mesti ku katakan. Aku mulai melihat Peter, ia tampak kebingungan sama seperti diri ku.
    “aku enggak apa-apa kok” ucap ku sembari mengusap hidung ku yang masih mengeluarkan darah.

    “yang jujur, loe kok enggak kelihatan baik gitu?”

    Aku terbungkam. Seperti yang aku duga, ia pasti sedang menanyakan diriku. tapi hal itu wajar saja, aku meninggalkan nya begitu saja tanpa tanpa bicara dengan nya sedikit pun. Dan begitu ketemu lagi aku sedang dalam kondisi seperti ini. Tapi apa yang harus ku katakan? Rasanya diriku harus memberi alasan yang pas untuk memberi penjelasan pada nya. Aku memikirkan untuk mengalihkan perhatiannya
     
  13. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    “Kau baik-baik saja?” ucap juri sembari mendekat kepadaku

    “ya!” balasku singkat.

    Kurasakan keanehan pada diriku. Entah mengapa ada yang semakin lambat pada gerakanku. Saat mulai berdiri, tiba-tiba saja kakiku terasa sakit. Ku mencoba tuk menggerakkannya, namun terasa begitu sulit. Rasa ngilu di kaki kananku kian bertambah. Ku menyadari raga ini sudahlah rapuh.

    Kini ku mulai melihat lelaki yang ada di depanku. Dia tampak tenang. Ini mungkin akan sedikit sulit dibanding pertandingan sebelumnya, namun ku tak boleh biarkan ia terus menyerang. Tapi bagaimana caranya? Walau ia tak terlalu gemuk, laki-laki itu jelas lebih tinggi dariku yang hanya sebahu bila dibanding darinya. Seketika dada terasa sesak. Seakan ada yang menumpuk menghalangi di tiap-tiap rongga dada. Aku terus menarik nafas yang kini semakin tak teratur. Keraguan pun datang menghampiri. Sekejap ku pejamkan mata ini. Aku harus tenang dan membulatkan tekad ku. Apapun yang terjadi tak ada alasan bagiku untuk mundur.

    Ku kembali melihatnya. Kini kan ku coba sedikit menunggu. Tampak ia mulai memajukan kaki kanan pada kuda-kudanya. Akupun mencoba memikirkan dengan tenang kaki apa ia akan menyerang, Kaki kanan atau kiri? Semua tergantung dengan satu gerakan ia nanti. Ku harus membalas serangannya dengan sempurna.

    Aba-aba dari juri pertandingan dimulai. Seketika saja ia mulai menyerang dengan sedikit melompat pada kaki kanannya. Begitu cepat. Kakinya yang panjang seakan sudah mencapai tubuhku. Sepersekian detik kuda-kudaku langsung berganti, sekejap saja serangannya pun melewatiku. Inilah kesempatanku. Dengan sekuat tenaga ku hempaskan tendangan ke tubuhnya. Ia yang sedang berdiri dengan kaki sama sekali tak bisa menghindarinya.

    Tendanganku benar-benar mengenainya. Satu serangan itu membuat ia terjatuh seketika.

    “Satu tendangan dan satu jatuhan!” ucap juri dengan lantang

    Aku berhasil menjatuhkannya yang awalnya mengira ini agak berat. Serangan balasan itu sedikit menghibur dan memberi jawaban bila aku mampu menghadapinya.
     
  14. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Underground

    “Aray, di sini ya seseorang yang ingin kamu temui” tegur lelaki yang ada di belakangku.

    “ya, Sena. kita sudah sampai” balasku singkat

    Aku mulai melihatnya dari jauh. Tampak Sena berjalan mendekat sembari melekatkan jaketnya yang lusuh. Syal panjang yang melilit lehernya semakin didekap erat. Berulang kali ia menggosok kedua telapak tangannya, sembari meniupkan nafas hangat.

    Harusnya siang ini begitu terik, namun langit begitu gelap. Udara pun terasa dingin. Terdengar guruh menggelegar di atas langit. Inilah udara di hari yang mendung. Tampak daun berjatuhan, luruh ditiup angin. Angin sepoi-sepoi bersahutan menimbulkan derau yang membunuh sunyi.

    Sejujurnya menuju ke sini cukup sulit. Berada di pedalaman hutan, dikelilingi pohon yang tinggi. Penuh dengan bebatuan dan terkadang tanah yang berlumpur di sepanjang jalan.

    Tapi beruntungnya aku, Ia mau mendengar keluhku saat ku harus ke sini sendiri. Ia sebenarnya berada di divisi yang berbeda. Namun karena ia bertugas di sekitar sini, akhirnya ia ikut membantu ku. Kasus pun begitu sulit, tidak begitu jelas dan nyaris tak ada yang bisa dikatakan saksi. Namun ku merasa ada kejanggalan pada semua yang terjadi.

    Segala perhatian kini ku alihkan pada rumah yang ada di depanku. Rumah yang begitu kecil, dindingnya terbuat dari kayu. Atap yang tersusun dari daun rumbia. Aku mulai melangkah, lalu ku dekatkan tanganku ke pintu seraya mengetuknya lemah. Tak lama muncul seseorang yang membuka pintu. Ia mengenakan jilbab yang menutup hingga ke dada. Melihat kami ia tampak kebingungan.

    “maaf, ini siapa ya?” tanya perempuan itu

    “Kami dari kepolisian. Apakah kami bisa menemui Huda?”

    “Huda? Ia masih ada di rumah. Tapi ini ada apa ya?”

    “kami ingin meminta keterangan darinya tentang kebakaran yang menewaskan pak Ali terjadi beberapa hari kemarin.

    “Begitu, ya” perempuan itu bergumam, “Huda, ke sini. Ada yang ingin menemuimu” sahut perempuan itu memanggil

    “baik bu” terdengar seketika balasan dari jauh

    “Baiklah, silahkan duduk saja ya” ucapnya dengan ramah

    Akupun mulai masuk ke dalam, lalu ku duduk di sebuah kursi kayu yang cukup panjang. Rumah ini tak begitu luas, tak banyak pula perabotan yang terlihat. lantaipun tersusun dari bambu. Walau begitu, ruangan masih begitu bersih dan rapi.

    “ngomong-ngomong, Apakah ibu mengenal sosok pak Ali selama ini ?”

    “Oh, pak Ali. Saya sendiri juga kurang tahu. Setahu saya rumah itu memang selalu kosong. Ia memang jarang ada di rumah”

    Tak lama tampak keluar seorang anak laki-laki di kejauhan. Ia pun tampak sedikit kebingungan, namun perempuan itu tampak memberi isyarat untuk duduk. Ia pun mendekat dan mulai duduk di depan kami

    “Huda, kami dari kepolisian, aku Aray dan yang di samping ialah Sena. Ini berkaitan tentang kejadian kemarin. Apakah Huda tahu ada hal aneh sebelum kebakaran terjadi”

    “hmm, ada. Beberapa hari kemarin aku melihat mobil terparkir di dekat tempat itu. Kalau enggak salah sekitar jam 7 malam sesaat aku pulang dari rumah temanku.”

    “Apakah Huda bisa beritahu ciri-cirinya?”

    “saya tidak tahu, lagi pula di sana agak gelap karena memang sudah malam. Tapi saya bisa tahu ada orang di dalam. Aku melihat tangannya kirinya keluar dari jendela mobil. Lalu tak lama beberapa orang mulai masuk ke dalam, lalu mobil pun pergi.”

    Seketika mataku terpejam, merenungkan setiap ucapkannya dengan begitu dalam. Aku pun mulai membuka mata, kini aku tersenyum simpul. Ku mulai menyadari sesuatu.

    “Terima kasih ya, ibu sudah mau membantu”

    “ia tak apa, sudah sewajarnya kami membantu” balas perempuan itu.

    Seketika saja ku menuju pintu. Agak tergesa-gesa, dengan cepat aku keluar dari rumah dan melangkah masuk ke mobil. Tampak Sena bertanya akan sikapku. Namun ia tetap mengikutiku dan masuk ke mobil bersamaku. Seketika saja mobil pun ku dijalankan. Kini ku lajukan mobil dengan agak cepat

    “Aray, memang kita mau ke mana lagi, bukankah sudah jelas kalau ini hanyalah kebakaran biasa” ucapnya kebingungan.

    “Sena, sebelum aku ke sini, aku sudah merasakan adanya kejanggalan?”

    “Kejanggalan?”

    “ya, sebelumnya aku sudah mendapat keterangan dari tim forensik. Tapi anehnya tak ada bekas sidik jari yang tertinggal. Orang akan mencoba masuk ataupun ke rumah pasti akan meninggalkan bekas sidik jari di engsel pintunya. Namun saat aku memeriksa, justru tak meninggalkan bekas sidik jari sama sekali. Walau dipaksa sekalipun bekas sidik jari tak akan ada lagi pada korban yang meninggal minimal 30 menit sejak waktu kematian.”

    “Walau seperti itu, tak ada satupun orang yang melihat orangnya. Itu hanyalah dari seorang anak kecil. Takkan memberi petunjuk sama sekali ”

    “Ucapannya mungkin terdengar biasa, tapi kalau fikirkan justru menarik. Anak tadi mengatakan tampak tangannya agak keluar dari jendela mobil bagian kiri, bukan. Kebiasaan ini bisa kalau mobilnya merupakan pabrikan dari luar negeri yang kebanyakan mempunyai stir di bagian kiri. Apakah kau sendiri tak merasa aneh? Mobil seperti itu ada di tempat pedalaman ini. Anak itu memang tak memberi tahu siapa yang ia lihat, tapi ia telah memberi tahu dari mana mereka berasal. Sena ”

    “mungkin itu hanya kebetulan saja Aray”

    “Memang belum pasti, tapi ada kemungkinan kasus ini berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan komplotan asing yang terjadi baru-baru ini. Sayangnya, ia masih terlalu muda, usianya saja masih 10 tahun. Hukum tak mengizinkan saksi di bawah umur untuk mengikuti pengadilan.

    Seketika saja Sena tersenyum kecil, ia tampak tercengang dengan deduksi yang baru aku ucapkan. Tapi aku memang menaruh curiga sejak awal. Aku memang ingin memecahkan misteri ini.

    “baiklah, Informasi saat ini masih kurang. Kita harus ke tempat kejadian untuk mendapatkan bukti lebih banyak lagi”

    Tak lama ku hentikan mobilku. Kini ku sudah sampai di tempat kebakaran terjadi. Ku melihat sekitar sini, tak ada yang tampak di sana selain puing-puing rumah yang terbakar. Aku pun mulai membuka pintu mobil. Udara masih terasa dingin, tapi aku harus mencoba memeriksa segala yang ada di sini. Namun seketika ada sesuatu yang menghantam kepalaku. Aku mulai terhuyung terjatuh.

    ***

    Pandanganku yang terasa samar. Kepalaku terasa begitu sakit. Ku coba memegang kepalaku, namun tanganku terikat dengan kuat. Semakin lama pandanganku semakin jelas. Kulihat Sena berdiri di depanku sembari memegang AK-47 di tangannya.

    “Jadi kau sudah sadar, Aray?”

    “Se-Sena, kau, apa maksudnya ini?”

    “bukankah ini sudah jelas, Aray. Akulah yang mengatur semua ini, rencana untuk membakar orang itu serta membawamu ke sini.”

    “ja-jadi kau lah yang...”

    “kau menyadarinya pun sudah terlambat Aray. Sayangnya, kau adalah orang yang tak sengaja terlibat di sini. Apakah kau tahu orang yang terbunuh itu ialah detektif, sama sepertimu. Tadinya aku ingin kejadian ini seolah-olah hanya kebakaran biasa. Tapi, aku tak menyangka kau yang berhasil menemukan rencanaku. Kini Aku tak boleh melakukan kesalahan lagi. Kau akan ku buat mati di sini.”

    “Sena, kenapa kau sampai sejauh itu? Sebenarnya apa yang kalian lakukan?”

    “baik! Beritahu padamu lagipula sebentar lagi kau akan mati. Ini adalah tempat penelitian kami. Sebuah tempat yang berada ratusan meter melubangi kulit bumi. Sebuah tempat untuk meneliti dan menjual organ hidup seseorang untuk kepentingan manusia. Tempat yang luar biasa bukan?!”

    “Dasar gila! Penjara pasti akan menjadi tempat tinggalmu”

    “terserah kau mau bilang apa, tapi inilah kenyataan dibalik bersihnya dunia ini. Dunia takkan menghukumku, justru dunia ini pasti senang bahkan berterima kasih. Lalu Aray, tak lama lagi kau pasti akan segera tahu”

    Kini aku hanya menutup mulutku. Terdiam terduduk melihatnya berdiri depanku.

    “baiklah, tunggulah di sini” ucapnya seketika.

    Ia pun keluar dari ruangan. Kini aku sendiri, di sebuah ruangan 4x4 yang begitu putih dan sempit. Aku mulai memeriksa di sekitarku. Tepat beberapa meter di depanku, aku melihat serta handphone ku di sana.

    Tak lama dari pintu masuk seseorang yang tak ku kenal. Tubuhnya cukup tinggi. Badannya begitu besar. Perawakannya seperti orang asing. Wajahnya begitu putih dengan rambut yang berwarna kuning. Ia menenteng senapan serbu AK-47 di tangannya. Seketika ia berdiri seakan mencoba mengawasiku.

    Aku harus tenang. Dengan pelan aku meraba tali pinggangku. Aku sengaja selipkan pisau di sana. Ada lubang yang cukup kecil dan tipis di bagian sisi. Ku coba raba perlahan, lalu langsung ku ambil meraihnya dengan jari ku.

    Benda ini teramat tipis. Dengan perlahan aku mulai memotong tali yang mengikat pergelangan tanganku. Sedikit demi sedikit tali yang mengikat terputus satu persatu.

    Segera saja ku berdiri lalu ku arahkan itu padanya. Ia tampak terkejut, tak menyadari serangan dariku. Namun ia berhasil menghindarinya. Lalu ku lanjutkan dengan hantaman tanganku ke wajahnya membuatnya terpukul dan sedikit terhuyung. Langsung saja ku mengambil handphone milikku. Lalu dengan kasar aku membuka engsel pintu dan nyaris membanting pintu dengan kuat.

    Aku berhasil melarikan diri. Aku tak tahu yang harus kulakukan.. Dengan cepat aku berlari menjauh. Sekelilingku begitu luas lagi tinggi. Ruangan ini tampak melingkar. Tampak berpintu-pintu.

    Seketika saja salah satu pintu ku buka, lalu ku tutup dan ku kunci dari dalam. Aku langsung duduk begitu saja. Nafasku terasa berat. Denyut jantungku mulai tak menentu.

    Tiba-tiba kurasakan bau pekat darah yang menyerembak. Aku mulai berdiri memeriksa tempat ku saat ini. Seketika aku diam terpaku. Mulutku terasa kelu. Sesuatu yang begitu mengerikan ada di hadapanku.

    Puluhan, tidak, bahkan ratusan mayat tergeletak tertumpuk begitu saja. Mereka terbujur kaku tak bernyawa. Kondisi mereka teramat tragis. Tubuh mereka tidaklah utuh lagi. Tampak darah yang masih segar menggenang membanjiri lantai. Bau anyir bercampur busuk menyengat menusuk hidungku. Tiba-tiba saja rasa mual yang luar biasa datang dari tubuhku. Benar-benar membuatku ingin muntah. Tempat ini benar-benar gila.

    Aku harus segera keluar dari tempat terkutuk ini. Aku harus memberitahukan segala kegilaan ini.

    Aku mulai lihat sekeliling. Tampak denah terpajang di tembok. Ku melihatnya lekat, tergambar ruangan seakan melingkar dan penuh dengan kamar-kamar.

    Seketika saja ku sadari seseorang dari tempat lain. Dari celah pintu ku melihat seluet seseorang. Cahaya lampu berpendar, memperlihatkan sosoknya di kejauhan. Ia adalah orang yang barusan mengawasiku. Ia tampak sedang mencari, melihat sekeliling sembari menenteng senapan serbu di tangan kanannya.

    Kehadirannya semakin dekat. Derap langkah yang yang berat bisa kurasakan dibalik pintu. Aku terdiam, sembari melirik kecil dari celah jendela.

    Begitu ku dekat dengan jangkauannya, langsung ku membuka pintu lalu ku hujamkan pisau. Ia masih berdiri. Aku langsung ku cabut dan kembali ku arahkan ke lehernya. Seketika darah mencuat membanjiri bajuku. Ia langsung terjatuh. Kelopak matanya terbuka, matanya membeku seketika. Tak ada reaksi lagi darinya. Ia sudah terbujur kaku tak bernyawa.

    Aku mulai mencoba membuat diriku tenang, tapi aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Aku mulai menarik orang itu ke dalam kamar, menyeretnya masuk perlahan-lahan. Lalu aku mengambil pisau serta senapan serbu milik lelaki itu.

    Di sini kembali ku ke ruangan tadi, lalu menginjakkan darahnya dengan sepatuku. Perlahan ku timbulkan jejak darah di sepanjang langkah ku. Jejak palsu, yang kurasa cukup untuk menipu mereka.

    Aku pun membuka sepatuku. Lalu aku kembali ke ruangan itu sembari mengatur handphone milikku. Ku atur untuk beberapa menit lagi dering berbunyi. Sebuah suara yang akan terdengar seperti letusan pistol. Ku letakkan saja handphone milikku di sekitar tubuhnya. Jika dugaanku benar, mereka akan segera datang ke sini dan membuat mereka semakin sulit mencariku.

    Ku pakai sepatuku lagi, lalu dengan segera pergi mengikuti denah yang ada di tanganku. Aku melangkah ke arah yang lain berlawanan dengan bekas darah yang kubuat. Di sini tampak ruangan melingkar. Aku terus berjalan mengendap-endap. Bersama dengan itu ku arahkan senapan serbu itu ke depanku.

    Dari jauh tampak beberapa orang tengah berjaga. Ku rasa itulah tempat keluarnya. Aku duduk tersembunyi, menunggu agak lama hingga suara benar-benar berbunyi.

    “dor”

    Handphone berdering. Suara terdengar seperti peluru yang dilepaskan. Seperti yang kuharapkan, mereka tampak gaduh. Perlahan beberapa dari mereka mulai berpencar, mengikuti asal suara itu. Akupun mulai bersembunyi sesaat di salah satu pintu kamar. Ku menunggu lalu aku pun kembali melirik keluar, tersisa satu orang lagi. Ia adalah Sena. Akupun mengarahkan sejataku ke arahnya.

    Seketika saja sikapnya menjadi aneh, ia mulai melihat sekeliling. Seketika saja ia langsung bersembunyi di balik pintu. Ia tampak berbicara dengan earphone yang terpasang di telinganya.

    Apa yang ia pikirkan, apakah ia tahu aku sedang mengarahkan senjataku padanya?

    Tiba-tiba ia melempar granat tangan. Gerakannya tak sesuai dugaanku. Dengan segera aku memasuki kamar itu lagi. Dentuman yang begitu keras menggelegar menggema seluruh ruangan. Ledakan membuat tubuhku sedikit terlempar.

    Kini aku mulai membuka mataku. Puing-puing berserakan memenuhi seluruh ruangan. Ku mulai menyadari senapan serbu sudah terlepas dari genggaman tanganku.

    “Aray, jangan bersembunyi begitu. aku tahu kau ada di sini” ucapnya dengan sedikit tertawa

    Seketika diriku terdiam. Ia tampak berjalan bergerak mendekati tempatku. Apa maksud ucapannya tadi. Lagi pula bagaimana ia tahu posisiku secepat ini.

    “Kau memang hebat Aray. Menggunakan suara dan jejak darah palsu untuk mengelabui kami. Idemu cukup bagus hanya saja, jejak langkah yang kau tinggalkan sudah ada yang mengering dan menggumpal terlebih dahulu. Darah butuh 30 menit untuk membeku, tapi sepertinya sudah bercampur dengan darah di ruangan mayat itu. Itulah menyadarkanku kalau itu adalah jejak palsu. Sisanya ku hanya perkirakan langkahmu. Pasti kau akan berlawanan dengan jejakmu itu, bukan. Andai aku tak memperhatikan itu, aku pasti langsung tertipu.”

    Aku lengah. Tak kusangka ia jauh lebih sulit dari bayangan ku. Sepertinya darah sudah tercampur saat aku masuk ke ruangan tadi. Tidak lama terdengarlah rentetan senapan dari balik pintu. Aku hanya bersembunyi diam tak berkutik.

    Tiba-tiba keringat dingin membasahi bajuku. Diriku mulai panik, tapi apapun yang terjadi aku harus tenang. Aku tak boleh terpancing sedikitpun. Aku harus mengalahkannya terlebih dahulu lalu mencari cara keluar dari tempat terkutuk ini.

    Seketika pandanganku ku alihkan kepadanya. Tampak sebuah pistol di saku kanannya yang masih disarungkan. Di tangannya tampak menggunakan sebuah senapan serbu di tangannya. Ia pun juga sempat menggunakan granat. Semua nya tipe serangan jarak jauh. Setidaknya untuk mengalahkannya aku harus mendekat. Tapi bagaimana? Aku harus ku lakukan lebih cepat sebelum orang lain berdatangan. Tapi dengan apa? tak ada yang ku punya selain pisau yang kini ku pegang.

    Segera saja ku menerjang dengan mengarahkan pisau ku. namun ia langsung menghindar. Lalu ku coba menendang tangannya, senapan serbunya terlempar jauh. Dengan cepat ia mengambil pistol di kantongnya dan mengarahkannya kepadaku.

    Ia menembak, suara letusan membumbung tinggi. Ku rasakan peluru itu nyaris mengenaiku. Namun dengan cepat aku berdiri di belakangnya sembari mengaitkan pisauku ke lehernya.

    “Menyerahlah!” ucapku tegas

    “menyerah? yang benar saja.”

    “kau tak perlu khawatir, sebab setelah aku keluar dari tempat ini aku akan siapkan di lubang penjara yang paling dalam khusus untukmu”

    Ia tersenyum simpul. Dengan pelan, ia mulai menekan pemicu dengan jarinya. Aku tak boleh membiarkannya. Seketika saja aku pun langsung mengambil senjata yang ada di tangannya.

    “jangan mencoba melawan, atau kau akan hidup tanpa kepalamu” ucapku sembari lebih mendekatkan pisau itu ke lehernya.

    “kau hati-hati sekali, tapi silahkan ambil saja. Lagipula ini adalah senjata lama”

    Kini ku lihat sekelilingku. Tampak beberapa orang sudah membawa senapan serbu yang siap ditembakkan kepadaku kapan saja.

    “Turunkan senjata kalian atau ia akan mati!” ucapku keras sembari menodongkan pistol ke arah kepala Sena. Tampak beberapa dari mereka menurutiku. Aku berjalan mundur menuju elevator dibelakangku. Aku pun harus berhati-hati, sebab mereka bisa menembak diriku kapanpun mereka mau

    Tiba-tiba Sena langsung menurunkan tubuhnya lalu memberikan sikutan ke tubuhku. Hantaman nya sedikit membuatku terjatuh. Seketika saja ia langsung mengambil pisau yang ada di tanganku.

    Lalu aku arahkan pistol padanya. Aku terkejut. Pistol tak menembakkan apapun. Tak ada satu peluru tak mau keluar. Begitu sadar kulihat Sena sudah mendekatiku sembari mengarahkan pisau ke arahku. Aku mencoba menghindar tapi terlambat, pisaunya telah terlebih dahulu menyentuh menghujam tubuhku.

    Aku terdiam begitu saja. Kini ku pegang perutku, tampak tanganku sudah basah karena darah.

    “pistol itu, kenapa justru...”

    “Aray, pistol ini merupakan jenis tokalev. Safety pada pistol jenis ini akan terpasang sendiri bila pemicu di tekan perlahan lalu berhenti di tengah-tengah. Pistol ini hanya ada di beberapa negara saja. Sayangnya kebodohanmu jusru membunuh dirimu”

    Seketika saja aku terjatuh tersungkur. Pistolku pun terjatuh. Ku mulai merasa sakit di bagian perut kiriku. Semakin lama rasa sakit menjalar ke sekujur tubuh. Ku mulai merasa tubuhku sudah mengeluarkan banyak darah. Pandanganku pun semakin buram

    Dalam sakit ku terus menggapai segala apapun dengan tanganku. Ku terus mengais mencoba menyeret tubuhku jauh. Ceceran darah tampak di sepanjang jalan akibat darah yang mengalir dari tubuhku.

    “Sebenarnya aku ingin kau hidup lebih lama, tapi aku harus membunuhmu di sini” ucapnya sambil meraih pistolnya yang ada di lantai.

    Seketika saja wajahku beralih kepadanya. Ia tampak tertawa gembira. Lalu ia menarik kepala pistol, lalu mengarahkan senjata padaku. Aku terpaku, tak sanggup melihat ke arah yang lain.

    Beberapa detik kemudian, suara letusan terjadi. Peluru terlepas, bersamaan dengan sebuah butir peluru perlahan mendekatiku.

    Ruangan pun berubah menjadi gelap seutuhnya. Tubuhku yang dingin, kini tak bisa kurasakan lagi. Hening. Lalu aku mulai tak mendengar apapun lagi.

    ***

    Hujan turun, mengguyur begitu lebat. Hujan datang di malam yang dingin. Sekujur tubuhku menggigil seketika. Ingin rasanya ku berbaring lalu menutup diriku dengan selimut yang hangat lalu tertidur.

    Tapi...

    “Sial-sial, PR ku belum selesai lagi. Uhhh, gimana nih. Apa yang harus ku lakukan, ya? Hujan selebat ini, tak mungkin aku ke rumah temanku lagi, kan.” gerutuku dalam hati

    Dahiku berkerut hebat. Melihat tumpukan buku yang ada di sekelilingku membuat kepalaku terasa mau pecah. Membuatku harus berfikir dua kali untuk tidur saat ini

    “tok-tok” ketukan pintu terdengar, membuat ku terbangun dari pikiran ku yang melamun entah ke mana.

    “hmm, siapa ya yang ke sini malam-malam begini.” gumamku dalam hati.

    “siapa ya” ucap ku agak kuat

    Tak ada yang membalas ucapanku. Tak terdengar sahut sama sekali. Namun ketukan pintu kembali terdengar.

    Kini aku menghembuskan nafas panjang. Sejujurnya aku cukup malas. Langkah ku sekarang saja sudah berat. Dengan terpaksa aku harus keluar dari kamar. Aku mulai melangkah keluar sembari membawa lilin yang masih menyala terang. Kulihat begitu sepi, tampak ibu juga sudah terlelap tidur. Tapi ya sudah lah, biar aku saja yang buka pintu. Mungkin ia memang tamu dari jauh.

    “siapa ya,?” ucapku lagi sembari membuka pintu.

    Tampak seorang pria berdiri di hadapanku. Ia benar-benar basah kuyup. Tampak tetesan air jatuh dari jaket miliknya. Ku mulai beralih melihat wajahnya. Itu adalah sosok yang ku kenal, pak Sena yang ku ketahui dari kepolisian. Namun sorot matanya terlihat berbeda saat ku pertama melihatnya. Sorot matanya begitu dingin. Membuat semua terasa hening.

    “Kakak yang tadi! ada apa, ya?” tanyaku langsung.

    “tak ada, nak. Hanya saja ada satu urusan yang ingin ku selesaikan”

    cerita ini pernah dimasukkan dalam lomb fikbul fanstuff bulan mei
     
    Last edited: Jan 26, 2015
  15. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    Reopen by TS request :siul:
     
  16. rockdrigovr Members

    Offline

    Joined:
    Apr 29, 2020
    Messages:
    6
    Trophy Points:
    1
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1 / -0
    This is so good :oggenit:
     
  17. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Kereta Terbang

    Hari ini penting bagiku karena harus berangkat dengan kereta terbang. Konon siapa pun yang berhasil sampai pada tujuan akhir dari kereta ini maka penumpangnya bisa melakukan dua permintaan. Tak terasa ada sosok gadis yang tak jauh dariku yang tampak mengamatiku. Ia tampak melihatku dengan sorot yang penuh tanya.

    “Hai, perkenalkan namaku Nurand. Mengapa kamu mau menaiki kereta ini?” tanya gadis itu.

    “Perkenalkan juga namaku Nopri. Aku menaikinya karena ada seorang temanku yang buta dan dia ingin agar aku menceritakan seperti apa tempat akhir dari kereta terbang. Aku sendiri tak terlalu percaya dengan keajaiban yang ada di kereta ini.”

    Tiba-tiba gadis itu menatapku dengan tatapan yang aneh seakan heran dengan jawabanku. Ia seperti merasa heran karena baru kali ini dia menemui sosok seperti aku.

    “Hei, Mengapa kamu menatapku seperti itu?”

    “Tidak ada. Hanya saja aku heran seakan Anda sudah bosan hidup dengan menaiki kereta terbang ini,” ucap gadis itu.

    Aku pun langsung menatap gadis itu dengan sorot yang tajam. Dia terlalu rendah menilaiku.

    “Benar-benar perkataan yang sangat tajam, nona. Anda tak tahu bahwa diriku sudah terbiasa hidup dengan tekanan yang sangat tinggi. Jika Anda meminta hal yang lebih sulit dari ini maka aku tidak akan menolaknya,” jawabku ketus.

    “Oh, begitu. Aku mengerti. Mungkin karena itulah kamu jadi sosok yang tak terlihat takut sama sekali.”

    “Benarkah seperti itu?” ucapku heran. “Memang rata-rata yang menaiki kereta terbang ini kebanyakan ketakutan?”

    “Begitulah, kebanyakan mereka ketakutan mengenai isu bahwa banyak yang tewas saat menaiki kereta ini. Mereka naik kereta ini karena punya hutang yang begitu banyak sehingga jika seandainya mereka gagal mereka tak peduli.”

    “Terus kenapa kamu menaiki kereta ini, Nurand?”

    “Aku menaikinya karena adikku, Bayu. Dia meninggal dunia karena sakit keras. Aku ingin menaiki kereta terbang ini agar dia bisa hidup kembali,” ucap gadis itu sedih.

    “Sudahlah, jangan pernah percaya dengan keajaiban kereta terbang ini. Lagi pula tak mungkin yang mati bisa hidup kembali.”

    “Iya, aku tahu itu. Namun dia adikku yang sangat aku sayangi. Aku tak mau kehilangan dia. Setidaknya jika kereta terbang ini tak bisa mengabulkan permintaan itu, aku berharap bisa melihat wajahnya yang tersenyum untuk terakhir kalinya.”

    Aku pun terdiam dengan ucapan gadis ini. Tak aku sangka ada orang yang nekat naik kereta terbang ini hanya dengan alasan seperti itu.

    “Baiklah, kalau begitu aku akan melindungimu. Jadi, jangan jauh-jauh dariku,” ucapku untuk menenangkannya dan gadis itu mengangguk.

    Tak lama berselang kereta terbang pun mulai berangkat. Situasi pun menjadi tegang. Kendaraan besi ini pun mulai melaju.

    Tak lama waktu berselang, datang seorang memakai baju serba hitam dan ia melayang di udara. Ia tampak seperti hantu yang siap mencabut nyawa. Nuansa horor pun mulai terasa ketika aku melihat darah dari sekujur tubuhnya. Dia begitu mengerikan.

    “Namaku Malik. Aku adalah pemandu kalian yang akan menuntun dan menguji kalian hingga aku tahu siapa yang pantas bertahan di kereta ini. Aku ucapkan selamat datang di negeri kematian.”

    Tiba-tiba datang sosok yang besar dan mengerikan datang dari luar jendela kereta dan jumlahnya begitu banyak. Mereka bersayap seperti kelelawar dan memiliki tanduk seperti domba. Kulitnya merah dengan dengan duri-duri di seluruh tubuh mereka.

    “Baiklah, ujian pertama. Bunuh satu makhluk yang bernyawa sebagai ganti nyawa kalian. Jika tidak makhluk-makhluk yang ada di luar kereta ini akan membunuh kalian. Waktunya 5 menit dari sekarang.”

    Semua peserta yang ada di kereta terbang tampak gusar. Mereka semua tampak berpikir tentang ujian pertama dari makhluk itu. Lalu, seketika ada seorang pemuda yang menarik pedangnya dan menebas leher penumpang di sampingnya. Darah pun tumpah. Seketika suasana menjadi semakin panik dan tak terkendali.

    Aku pun berpikir bagaimana cara keluar dari situasi ini. Aku begitu sadar aku tak punya kekuatan yang besar dan senjata yang mematikan. Diriku datang ke sini dengan sebilah pedang. Akal pun aku gunakan dengan keras.

    “Nopri, apa yang harus kita lakukan? Kita akan mati di sini?” ucap gadis di sampingku.

    “Tidak perlu khawatir. Aku pasti bisa menyelesaikan ujian pertama ini dan aku tak akan meninggalkanmu.”

    Aku pun melihat dua cicak melintas pada tempatku berpijak. Sepertinya aku menemukan solusi dari masalah ini.

    “Nurand, bunuh cicak ini! Malik mengatakan syaratnya untuk lolos hanya membunuh makhluk bernyawa sebagai ganti nyawa kita.”

    Dengan cepat Nurand membunuh cicak yang ada dengan kakinya dan begitu juga dengan aku. Setelah itu makhluk yang ada di luar kereta terbang masuk ke dalam dan memakan penumpang yang ada. Namun, sepertinya makhluk mengerikan itu hanya membunuh penumpang yang gagal dengan ujian ini. Misi pertama pun selesai.

    “Baiklah, kita mulai ujian yang terakhir. Semua penumpang yang bertahan harus selamat dari kereta terbang ini sebab kereta ini akan sampai pada tujuan tanpa menghentikan kecepatan sedikit pun,” ucap Malik lagi.

    Seketika itu juga makhluk-makhluk mengerikan itu menghilang dan yang ada hanya penumpang yang tersisa. Para penumpang itu panik dan mereka mulai lari entah ke mana. Semuanya tampak agar yang mengikuti kereta ini berakhir dengan kematian.

    Aku pun mulai berpikir keras agar bisa menyelesaikan ujian yang terakhir. Pasti ujian ini sedikitnya mempunyai jawaban. Aku pun melihat peta kereta terbang yang terdapat pada dinding. Tampak di sana tertulis pada ruangan yang paling belakang adalah ruang galon minuman. Aku pun akhirnya memiliki ide untuk menyelesaikan ujian yang terakhir.

    “Nurand, ayo kita ke bagian kereta paling belakang! Aku punya ide!” ucapku pada gadis itu dan dia pun mengangguk setuju.

    Kami pun menuju ke gerbong paling belakang dan pintu aku kunci. Setelah sampai, aku pun memecahkan galon-galon air itu agar mengurangi benturan saat kereta sampai tujuan. Semua galon air itu aku hancurkan dengan pedangku. Air pun tertumpah dan nyaris menenggelamkan kami.

    Tiba-tiba kereta ini berhenti mendadak dan sepertinya kereta ini sampai tujuan. Kami pun terombang ambing di dalam air lalu aku jatuh pingsan.

    ***

    “SELAMAT! Kalian berdua sampai pada tujuan akhir kereta terbang!” ucap seseorang yang membuatku terbangun.

    “Jadi, kami sudah sampai?” ucapku parau. “Apakah Nurand yang merupakan temanku masih hidup?”

    “Iya, dia masih hidup,” jawab sosok itu lagi. “Jadi, apa permintaanmu.”

    “Berikan aku buku dan alat tulis agar aku bisa menulis kisahku,” ucapku lemah.

    “Baiklah, jika hanya itu permintaanmu.” Kemudian tak lama muncul buku dan alat tulis seperti yang aku minta. Sepertinya aku bisa mewujudkan impian sahabatku yang buta.
     
  18. donutzoink Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 12, 2012
    Messages:
    38
    Trophy Points:
    7
    Ratings:
    +2 / -0
    bacod bacod bacoddd.. tau ah Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna
     

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.