1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Other MIAW - Management in Absurd Way

Discussion in 'Fiction' started by leodaphne, Jun 22, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. leodaphne Members

    Offline

    Joined:
    Jun 22, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    Halo rekan-rekan, perkenalkan saya Leo.
    Saya sedang belajar untuk menulis, dan itulah alasan kenapa saya join di forum ini: untuk mendapat input, komentar, kritik, apapun itu.

    Di luar itu, kebetulan saya telah menerbitkan satu buku berjudul MIAW – Management in Absurd Way (2014), diterbitkan oleh Elex Media Komputindo (Grup Gramedia). Jadi jujur saja memang ada sedikit nuansa promosi dengan tidak mem-paste-kan semua tulisannya (hanya sebagian).

    Topik dari tulisan saya berkisar antara: manajemen/bisnis, spiritualitas, dan traveling. Saat ini saya baru merampungkan topik pertama (manajemen), semoga kedua lainnya bisa segera menyusul. Untuk itulah saya mohon bantuan rekan sekalian untuk membantu saya belajar meng-enhance tulisan saya.

    Saya sudah membaca semacam ‘readme’ dari forum ini, jika saya ada salah karena ada yang terlewatkan saya mohon diinformasikan untuk saya koreksi, dan mohon maaf sebelumnya.

    Well, akhir kata, terima kasih untuk rekan-rekan yang sempat mampir ke thread ini :)


    Twitter : @leodaphn
    Email : iamleodaphne@gmail.com


    [​IMG]
     
    Last edited: Jun 22, 2014
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. leodaphne Members

    Offline

    Joined:
    Jun 22, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    Last edited: Jun 22, 2014
  4. leodaphne Members

    Offline

    Joined:
    Jun 22, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    Ch. 2 - Corporate Culture

    Budaya Korporat (Corporate/Organizational Culture)


    Note: ini merupakan secuil tulisan di buku MIAW – Management in Absurd Way Chapter II, terbitan dari Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia).


    Budaya korporat. Budaya, dan ketupat, Lebaran dong. Maaf, maksudnya korporat.

    Dengan mendengar kata 'budaya' maka pikiran. Hal tersebut tidaklah keliru, memang budaya seperti itulah yang dimaksud, hanya saja ini merupakan budaya yang ada dalam konteks korporat atau perusahaan.

    Sebagai contoh, kita bisa ambil contoh sebagian perusahaan IT yang budayanya cenderung fleksibel. Karyawan dibebaskan untuk datang masuk kantor jam berapapun, meskipun implikasinya jam pulang pun menjadi fleksibel hingga jam ronda malam dimulai (*menurut curhat beberapa teman karyawan di dunia IT). Tidak ada seragam resmi, fasilitas yang diberikan terkesan "lucu", seperti misalnya ada fasilitas game, makanan gratis, dan lainnya. Ini semua dilakukan demi menyokong inovasi dan mengatasi stress yang rentan menghinggapi karyawan di industri IT.

    Tidak ada budaya yang lebih baik ataupun benar. Variatif dan relatif, tidak ada yang benar, juga tidak ada yang salah. Hal ini dikarenakan landscape bisnis yang dihadapi tiap perusahaan berbeda.


    Komponen Budaya Organisasi

    Edgar Schein mengajukan ide pembagian budaya organisasi ke dalam 3 tingkatan: artefak, espoused value, dan basic assumption.

    [​IMG]
    Figure 2. Model Budaya Korporat menurut Schein


    Artefak

    Artefak merupakan komponen budaya terluar. Dalam konteks antropologi, artefak seringkali berupa pakaian adat, nyanyian, perhiasan, cerita rakyat, dan lainnya. Hal ini mirip dengan artefak dalam konteks perusahaan, yang bisa berupa: seragam, layout kantor, ritual, mars, sapaan/panggilan, cerita legendaris mengenai kisah sukses bisnis, kiprah legendaris pendiri organisasi, dan lainnya.


    Espoused Value

    Istilah ini dapat diinterpretasikan sebagai nilai-nilai yang disadari, diinginkan, dipublikasikan atau diekspos. Contoh dari nilai-nilai ini misalnya saja ada organisasi yang mengutamakan nilai kemanusiaan, perusahaan lain menaruh kebahagiaan karyawan sebagai prioritas utama, dan ada yang memposisikan kepuasan customer di posisi teratas.


    Basic assumption (Asumsi Dasar)

    Ini merupakan prinsip inti dalam mengembangkan budaya perusahaan. Idealnya, tingkatan ini mendasari terbentuknya tingkatan budaya lain dalam perusahaan tersebut. Berbeda tingkatan dengan "espoused values" yang berada dalam alam sadar, asumsi dasar seringkali tidak disadari dan diterima begitu saja (taken for granted).

    Misalnya saja asumsi dasar suatu perusahaan adalah eksplorasi kreativitas, karena dengan itulah mereka bisa menciptakan produk yang berbeda di pasaran. Prinsip ini berimplikasi pada tingkatan selanjutnya, di mana mereka bisa menganut nilai-nilai tertentu seperti fleksibilitas atau nilai 'santai-tetapi-bertanggung jawab' untuk menunjang asumsi dasar tersebut. Dari nilai tersebut, munculah artefak dalam bentuk seragam bebas, ruangan kerja yang ceria-berwarna, jam kerja fleksibel, dan lainnya.


    Kontekstualisasi Roman

    Relevansi utama dari konsep budaya organisasi terhadap isu roman terletak pada sisi konseptual bahwa subjek roman harus memahami objek roman secara utuh, tidak hanya dari lahiriah saja tetapi juga apa yang tidak kasat mata. Kita tidak bisa menilai orang dari penampilan saja, tetapi juga harus menelaah isi hati, dan mungkin isi dompetnya.

    Artefak adalah poin penting yang harus kita diskusikan. Artefak adalah apapun yang bisa terlihat atau terasa oleh orang lain. Biasanya meliputi: pakaian, perhiasan, kendaraan, cerita yang didengar tentang orang tertentu, dan lainnya. Artefak memegang peranan penting dalam membentuk persepsi atau citra tertentu.

    Meskipun tidak bisa sepenuhnya kita mempercayai artefak merupakan representasi valid dari karakter seseorang, tapi pada kenyataannya hampir semua orang menilai orang dari “artefak” terlebih dahulu. Memang ada pepatah, don’t judge a book by its cover, jangan menilai orang dari casing-nya. Tapi ketika kita tidak punya kesempatan dan informasi lain untuk menilai, banyak orang terpaksa hanya bisa menilai dari casing-nya saja. Generalisasi memang belum tentu benar, tapi setidaknya lebih cepat dalam mengambil kesimpulan (*ini hanya paragraf bercanda).

    Pengelolaan artefak adalah sesuatu yang penting untuk impresi awal. Tetapi kadang hal tersebut menjadi tidak relevan ketika kita mulai melangkah ke lapisan selanjutnya, espoused value dan asumsi dasar. Di sini lah pemahaman antar individu menjadi lebih intens, dan menjadi faktor utama dalam menentukan kecocokan. Well, paragraf ini membuat Penulis seperti konsultan roman amatiran.

    Untuk lebih lengkapnya, dapat dibaca di buku MIAW – Management in Absurd Way Chapter II, terbitan dari Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia).


    Referensi

    Schein, E. (1992). Organizational Culture and Leadership. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
     
    Last edited: Jun 22, 2014
  5. leodaphne Members

    Offline

    Joined:
    Jun 22, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    Ch. 3 - Supply & Demand

    Supply and Demand

    Note: ini merupakan secuil tulisan di buku MIAW – Management in Absurd Way Chapter III, terbitan dari Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia).


    Supply and demand bukanlah sekuel dongeng Hansel and Gretel. Diskusi chapter ini adalah mengenai salah satu teori terdasar dalam ekonomi. Ini akan menjadi fondasi dasar bagi konsep-konsep lainnya dalam buku ini, khususnya dalam pandangan mengenai nature dari pasar dan kompetisi.

    Permintaan adalah kondisi di mana pasar atau konsumen memiliki kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh produsen lewat produknya. Produk di sini bisa berupa barang maupun jasa. Sedangkan penawaran adalah apa yang ditawarkan oleh pihak produsen atau penyedia produk yang diinginkan oleh pasar.

    Kedua kurva tadi akan berinteraksi, dan itulah yang menjadi esensi bahasan kita di chapter ini.


    1. Hukum Permintaan

    Secara sederhana, hukum permintaan menyatakan jika harga suatu produk tinggi, maka semakin sedikit orang yang berminat dengan produk tersebut. Dan vice versa, harga yang rendah akan membuat semakin tinggi permintaan. Dengan kata lain, harga tinggi identik dengan jumlah permintaan rendah. Dan harga rendah identik dengan jumlah permintaan tinggi. Hal ini sangat natural mengingat pasar akan cenderung menghindari barang dengan harga mahal, sedangkan harga murah akan diborong.


    2. Hukum Penawaran

    Hukum penawaran merupakan antitesis (*semacam saudara kembar antibiotik) dari hukum permintaan. Semakin tinggi harga maka semakin senang produsen untuk memproduksi barang tersebut. Dengan kata lain, suplai barang semakin banyak.


    3. Kelebihan (surplus), Kekurangan (shortage), dan Equilibrium

    Kelebihan atau surplus adalah kondisi di mana penawaran lebih besar ketimbang permintaan, sehingga jumlah barang yang beredar menjadi berlebih di pasar. Sedangkan kekurangan atau shortage adalah situasi di mana permintaan tidak dapat dicukupi oleh penawaran, atau jumlah barang yang beredar masih kurang.


    4. Pergeseran (shift)

    Pergeseran, atau shift (*bukan shift di keyboard Anda), adalah kondisi perubahan permintaan atau penawaran, yang tentunya mengubah posisi titik equilibrium yang seimbang dari kurva penawaran-permintaan.


    Penawaran dan Permintaan dalam Roman

    Dengan memahami konsep penawaran dan permintaan dalam dunia ekonomi, subjek bisa melihat mekanisme dibalik interaksi penawaran dan permintaan dalam konteks roman.

    Pada kondisi yang ideal, penawaran dan permintaan berada dalam keseimbangan. Jumlah mereka yang mencari dan membuka diri berada pada titik equilibrium. Tetapi tentu kondisi ideal ini seringkali tidak terjadi dalam kehidupan nyata. Jika memang terjadi, tentu tidak banyak orang-orang yang menganggur ketika weekend tiba, sehingga salah satu dari tipe orang tersebut memiliki waktu luang untuk menulis buku seperti ini (*curhat).

    Ada kondisi di mana objek roman berjumlah lebih banyak daripada love seeker. Banyak sinyal permintaan, tetapi sedikit yang menangkapnya. Kekurangan penawaran. Pada kondisi shortage ini sang objek roman akan berani untuk lebih mengorbankan dirinya, untuk menarik minat para subjek dalam mengejarnya.

    Dan sebaliknya, ada kondisi di mana subjek lebih banyak daripada target, yang berarti kompetisi tidak terhindari lagi. Dan para subjek ini tentu berlomba memanjakan sang objek roman, dan salah satunya dengan cara menurunkan harga. Dengan penurunan harga, diharapkan sang target tidak perlu banyak berkorban untuk menerima benefit dari berpasangan, sehingga mengundang lebih banyak lagi para jomblowan/wati yang available (meningkatkan permintaan).


    Untuk lebih lengkapnya, dapat dibaca di buku MIAW – Management in Absurd Way Chapter III, terbitan dari Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia).


     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.