1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Colour blind

Discussion in 'Fiction' started by rizaforforex, May 5, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. rizaforforex Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 13, 2011
    Messages:
    171
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +8,080 / -0
    Author's Note :
    Hai kaka2 semua. Ini adalah karya original ane yg malu-maluin, ane gak terlalu banyak baca novel sih kebanyakan baca manga n nonton anime. Awalnya karya ini mau ane bikin jadi manga, namun setelah bikin plot, terus bla-bla-bla… eh malah jadi kayak LN. Rencananya ini akan ane buat jadi trilogy dengan judul: Code Name: Atlas, Rage of Chaos, dan Season of Yellow Buterfly.
    Minta kritik dan masukannya berhubung pengetahuan saya sangat terbatas dan tentunya berbeda dengan kaka2 semua, maka saya akan sangat membutuhkannya.

    Sejujur nya ane sangat tidak puas dengan susunan cerita nya, terlalu lamban. Tapi pendapat orang bisa berbeda-beda. Karena itulah saya coba post saja di forum ini.

    Berikut keterangan mengenai novel ini:
    Genres : Science Fiction, Occult, Mystery
    Theme : After World War 3
    Author : Myself

    Synopsis panjang:
    .........Sekitar tahun ’70-an ada seorang ilmuan melakukan penelitian mengenai medium cahaya. Dalam catatan teori nya dia menamakan medium tersebut dengan nama “Æther”(baca; Aethere). Namun karena kurangnya teknologi serta informasi pada era itu menyebabkan ilmuan tersebut tidak dapat membuktikan keberadaan medium tersebut.

    .........Puluhan tahun kemudian, setelah perang dunia ke-3 berakhir, sebuah keluarga ilmuan, Kararyu, melakukan kembali penelitian tersebut. Entah karena kerja keras, kecerdasan, keberuntungan ataupun itu karena takdir mereka berhasil membuktikan keberadaan Æther.

    Alasan penelitian mereka sendiri bukan untuk membuktikan keberadaan Æther. Alasan sebenarnya adalah untuk mengembangkan teknologi informasi. Setelah penemuan, tanpa mengumumkan keberadaan Æther ke public, mereka mencoba mempraktekan penggunaan medium tersebut pada beberapa hal. Mereka akhirnya menemukan hal yang entah menakjubkan atau mengerikan mengenai Æther. Melalui modifikasi kode pada medium tersebut mereka dapat menghancurkan benda ataupun merubah bentukan benda-benda dan mengembalikannya seperti semula. Seperti memecahkan gelas dan mengembalikan gelas itu sedia kala tanpa cacat sedikit pun.

    .........Hal mengejutkan selanjutnya yang mereka temukan adalah “Eyes of God.” Dengan memanfaatkan Æther mereka dapat “melihat” pada layar monitor segala sesuatu yang ada di bumi sampai maksimal ke planet mars tanpa bantuan alat seperti kamera, teropong, ataupun mikroskop.

    Namun itu semua belum mencakup semua tujuan utama penelitian itu. Mereka pun melakukan percobaan untuk menggunakannya pada bidang komunikasi, namun yang terjadi mereka malah ter-hubung dengan 10 ilmuan lainnya dalam dunia Æther. Keluarga Kararyu pun terkejut karena ada ilmuan lain yang menemukan Æther dan komunikasi menggunakan Æther pada waktu yang hampir bersamaan dengan mereka.

    .........Ke-sebelas para ilmuan itu pun berdiskusi dalam forum di dalam Æther. Kebanyakan penemuan mereka hampir sama saja. Mereka pun berdiskusi mengenai modifikasi objek dan percobaan terhadap objek apa saja yang telah dilakukan. Kemudian seorang ilmuan bertanya:

    “Apakah ada yang mencoba modifikasi terhadap makhluk hidup?”


    Kebanyakan dari ilmuan tersebut senyap karena belum mencoba hal tersebut namun ada seorang ilmuan yang berkata:

    “Modifikasi terhadap manusia tidak dapat dilakukan. Manusia dilindungi oleh susunan kode ultra rumit dan memiliki struktur yang sama sekali tidak logis.”

    “Ka-Kau menguji coba nya terhadap manusia!!?”

    “Ya. Aku juga menguji coba terhadap matahari dan objek-objek vital lainnya, kesemuanya dilindungi oleh kode yang berbeda-beda. Bumi, tanah, pohon, dan segala yang tumbuh dari bumi semuanya telah dilindungi.”


    .........Dua ilmuan yang lain membenarkan pernyataan itu. Namun Kararyu Kurokooru, anak dari Kararyu Tendou, meragukan hal itu, karena beberapa saat yang lalu dia baru saja membelah sebuah pohon dan mengembalikan pohon tersebut ke bentuk nya semula
    .
    Konsep:
    • Penemuan Langit ke-dua atau “Second Sky” yang mereka beri nama “Æther.”
    • Penemuan “Eyes of God”
    • Ada banyak “dark spot” atau titik gelap meski menggunakan “Eyes of God.” Salah satu titik gelap itu adalah kamar mandi WC yang sedang digunakan, sehingga meski menggunakan Eyes of God mereka tetap tidak dapat mengintip ke dalam nya.
    • Titik gelap selanjutnya adalah moving dark spot, yaitu titik gelap yang bergerak. Salah satu MDS (moving dark spot yang mereka temukan adalah Orang gila/tidak waras (Orang gila langsung dilindungi oleh Tuhan, sehingga mengintip apalagi memodifikasi nya adalah hal yang tidak mungkin meski itu oleh para administrator). Orang gila yang di maksud di sini adalah orang dengan penyakit mental yang berat sampai bisa di kategorikan gila.
    • Æther merupakan “wadah” dari langit pertama dan merupakan “kode” dasar dan struktur segala objek yang ada di alam semesta (langit pertama).
    • Dengan memodifikasi kode di dalam Æther mereka dapat merubah bentuk segala objek yang ada di alam semesta. Namun kebanyakan memiliki kode original yang tidak dapat di tembus kecuali oleh orang-orang yang membawa takdir khusus berupa nama-nama dewa yunani kuno. Contohnya: Atlas, menopang langit pertama dan dapat memodifikasi hampir segalanya yang ada di dalam langit pertama.
    • Para pemilik nama atau selanjutnya disebut “pemilik code name” adalah para Moderator yang mengemban tugas menjaga kondisi alam semesta.
    • Akan muncul dua Administrator yang saling bermusuhan namun memiliki tujuan yang sama. Mereka masing-masing mengajak Code Name: Atlas dan Code Name: Chaoss ke dalam kubu nya untuk satu tujuan yaitu Utopia.
    • Utopia adalah hal yang tidak mungkin diwujudkan di dunia ini, kecuali dengan turunnya sang juru selamat.
    • Administrator mengajak kedua moderator tersebut untuk membuat jalan turunnya sang juru selamat ke dunia. Mereka saling mengatakan bahwa Administrator yang lain adalah penipu dan hanya akan menurunkan ahli fitnah paling besar ke dunia ini.
    • Penemuan Langit ke-dua atau “Second Sky” yang mereka beri nama “Æther.”
      Penemuan “Eyes of God”
    • Ada banyak “dark spot” atau titik gelap meski menggunakan “Eyes of God.” Salah satu titik gelap itu adalah orang gila/tidak waras. Orang gila langsung dilindungi oleh Tuhan, sehingga mengintip apalagi memodifikasi nya adalah hal yang tidak mungkin meski itu oleh para administrator.
    • Æther merupakan “wadah” dari langit pertama dan merupakan “kode” dasar dan struktur segala objek yang ada di alam semesta (langit pertama).
    • Dengan me-modifikasi kode di dalam Æther mereka dapat memodifikasi bentuk segala objek yang ada di alam semesta. Namun kebanyakan memiliki kode original yang tidak dapat di tembus kecuali oleh orang-orang yang membawa takdir khusus berupa nama-nama dewa yunani kuno. Contohnya: Atlas, menopang langit pertama dan dapat memodifikasi hampir segalanya yang ada di dalam langit pertama.
    • Para pemilik nama atau selanjutnya “pemilik code name” adalah para Moderator yang mengemban tugas menjaga kondisi alam semesta.
    • Akan muncul dua Administrator yang saling bermusuhan namun memiliki tujuan yang sama. Mereka masing-masing mengajak Code Name: Atlas dan Code Name: Chaoss untuk satu tujuan yaitu Utopia.
    • Utopia adalah hal yang tidak mungkin diwujudkan di dunia ini, kecuali dengan turunnya sang juru selamat.
    • Administrator mengajak ke dua moderator tersebut untuk membuat jalan turunnya sang juru selamat ke dunia. Mereka saling mengatakan bahwa Administrator yang lain adalah penipu dan hanya akan menurunkan ahli fitnah paling besar ke dunia ini.

    Colour Blind Code Name: Atlas


    .........Perang dunia ke tiga telah berakhir 6 tahun yang lalu. Perang adalah hal yang buruk, sangat buruk. Meskipun perang tersebut berlangsung sangat singkat, yaitu tepat satu tahun (365,5 hari), tetapi dampak negatif yang ditimbulkan sangat banyak dan tidak perlu di sebutkan lagi, namun di balik keburukannya itu ada juga hal yang positif lahir karenanya seperti over-technology.

    .........Tentu saja over technology yang dihasilkan sebagian besarnya berada pada bidang persenjataan namun terlepas dari itu, bidang lain nya pun juga meningkat pesat terutama pada teknologi kesehatan dan komputer dan telekomunikasi (IT), dan ke dua bidang itu lah yang mengawali kisah penting dari buku harian sekaligus terapi yang aku rekam sejak umur 10 tahun ini.




    Chapter 0000000a: Interlude Part I – Kararyu Kurokooru​

    Log 0003339:
    .........Seperti sebelumnya ketika aku masih SMP atau sewaktu aku kelas satu SMA, tentunya di sekolah yang berbeda, hari ini aku menerobos ke atap sekolah sambil membawa majalah shonen jack yang aku sembunyikan di dalam baju seragam sekolah ku. Ini bukanlah jam istirahat, ya aku membolos. Bukan karena aku tidak suka belajar dan bukan pula karena aku tidak suka dengan mata pelajarannya. Aku bukan orang bodoh, pemalas atau pun anak nakal, hanya saja aku belum siap. Ya belum siap. Minggu depan aku tidak akan membolos lagi karena pada saat itu aku sudah siap setelah mempelajari sifat-sifat teman sekelas ku.

    .........Aku duduk bersandar di dinding pada bidang kotak yang didalam nya terdapat tangga, tempat itu terlihat teduh dan sepertinya terlindung dari angin yang berhembus agak kencang akibat berada pada atap lantai tiga bangunan sekolah. Aku pun meletakan benda bulat yang aku keluarkan dari saku celana ku dan meletakannya di lantai bersama penyangga nya.


    .........Aku suka sekali manga, terutama yang aku tunggu-tunggu One Park chapter 1521 ditambah lagi minggu ini ada chapter special yaitu chapter 1521.5 yang bercerita tentang Raranoa Zori yang merupakan karakter favoritku di manga ini, tentu saja karena cerita-ceritanya menarik ditambah lagi hanya hitam putih saja, ya hitam dan putih. Aku diberi tahu bahwa hitam dan putih bukanlah warna, melainkan suatu gradasi cahaya, tetapi bagiku keduanya merupakan warna. Dan hanya yang dua itulah warna bagi ku. Kenapa? Karena aku memang hanya bisa melihat yang dua itu saja.

    Ya.

    Aku memiliki buta warna. Buta warna Primier atas ketiga warna utama, bisa dikatakan aku ini memiliki buta warna total. Dan ini lah duniaku….

    DUNIA HITAM DAN PUTIH


    .........Teknologi telah berkembang dengan pesatnya karena perang. Namun tidak mencakup semua bidang, terutama pada bidang-bidang khusus seperti kasus buta warna. Bisa dikatakan pengembangan teknologi pada penanganan pasien buta warna seperti ku tidaklah terlalu penting saat perang. Apalagi tentara yang memiliki buta warna total seperti ku jumlahnya hanya sedikit. Namun bukan berarti buta warna tidak dapat di tangani atau pun disembuhkan. Ya buta warna pada kebanyakan kasus dapat disembuhkan.


    .........Pertama- tama aku akan memberikan penjelasan yang sangat membosankan dulu tentang apa itu buta warna. Buta warna bukanlah ketidaktahuan verbal ataupun salah interpretasi mengenai nama suatu warna seperti seorang nenek yang menyebut warna biru dengan sebutan hijau atau sebaliknya, melainkan buta warna adalah suatu kekurangan fisik pada sel mata atau pada bagian otak yang menyebabkan mata atau otak tidak mengenali dan tidak dapat menerjemahkan suatu gelombang tertentu yang kita sebut dengan warna sehingga memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu warna dengan orang pada umumnya. Buta warna berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi tiga: Pertama, buta warna karena kecelakaan, pada kasus seperti ini biasanya mata terkontaminasi zat kimia atau pun terkena benda asing yang menyebabkan sel-sel penerima warna pada mata mengalami kerusakan. Kasus seperti ini agak jarang karena cendrung pasien yang mengalami kecelakaan seperti itu mengalami kebutaan (tidak dapat melihat sama sekali).


    .........Kedua, buta warna bawaan. Buta warna bawaan merupakan buta warna yang diwarisi turun temurun dari nenek moyang. Diwariskan melalui kromosom secara menyilang, contohnya seorang ayah yang memiliki buta warna bawaan akan menurunkan buta warnanya kepada putri nya namun tidak menurunkannya kepada putra nya dan sebaliknya seorang ibu akan menurunkan buta warnanya kepada putra nya namun tidak pada putrinya. Dari sini aku berfikir siapakah pada garis keturunan keluarga ku yang pertama memiliki buta warna, akhirnya aku menyimpulkan hanya ada dua kemungkinan utama penyebab adanya buta warna di keluarga ku. Pertama adalah mutasi buatan dan kecelakaan, entah karena terkena radiasi atau pun modifikasi alien terhadap nenek moyang ku di masa lalu,

    ha ha ha

    walau pun terdengar konyol tetapi itu salah satu kemungkinan, lalu ada juga kemungkinan karena kutukan baik itu dari manusia atau pun di kutuk oleh tuhan. Terakhir dan sekaligus yang paling aku percayai yaitu karena asal usul manusia itu sendiri. Ya. Entah itu Adam atau Hawa diciptakan dalam keadaan buta warna. Atau kemungkinan berikutnya yang agak sedikit kembali namun berbeda dengan kemungkinan pertama, yaitu anak hasil dari perkawinan sedarah antar saudara dari anak Adam yang mengalami mutasi pada kromosom. Karena perkawinan sedarah memang terbukti mengakibatkan mutasi pada anak yang dihasilkan melalui perkawinan tersebut. Tentu saja ini bukan suatu ejekan dan aku yakin itu bukan suatu kecacatan namun suatu anugrah yang belum kita ketahui saja manfaatnya dan hal itulah yang aku percaya dan ingin aku percayai.

    .........Buta warna yang terakhir berdasarkan penyebabnya adalah buta warna yang disebabkan oleh kerusakan otak. Pada kasus seperti ini bagian otak yang berfungsi menerjemahkan warna mengalami kerusakan sehingga tidak dapat memproses warna yang seharusnya mampu di terima oleh mata yang sehat sehingga mengakibatkan pasien yang mengalami hal ini tidak dapat melihat atau memahami satu, beberapa atau semua warna.

    .........Seperti yang aku sebut sebelumnya, buta warna dapat disembuhkan (bagi yang menganggapnya suatu penyakit) pada dua kasus yang pertama dengan cara transplantasi mata, yaitu mengganti mata yang –dikatakan-- rusak dengan mata yang sehat dan hal itu sangat memungkinkan untuk teknologi pembibitan organ tubuh saat ini. Meskipun bisa ditempuh dengan jalan operasi atau terapi laser tanpa transplantasi, namun transplantasi organ pembibitan memiliki persentasi kesuksesan yang jauh lebih tinggi dengan hasil yang lebih baik.. Sedangkan untuk kasus yang terakhir, yaitu kerusakan otak, teknologi untuk itu masih belum berkembang meski pada beberapa kasus kerusakannya dapat disembuhkan melalui terapi tertentu.

    Namun tidak pada kasusku.

    .........Pada suatu masa pernah diciptakan alat berbentuk kaca mata yang digunakan untuk mengenali warna dengan memberikan kode khusus berupa bunyi terntentu untuk warna tertentu dan merupakan alat yang kugunakan sampai sekarang pada keadaan darurat. Alat ini tidaklah terlalu berguna dan bahkan mengganggu pada kehidupan sehari-hari terutama untuk orang-orang yang memiliki buta warna total seperti ku. Bayangkan saja setiap kali melihat suatu benda akan ada nada yang muncul, itu seperti menggunakan mp3 player seharian penuh dengan musik yang acak-acakan belum lagi tenaga yang di perlukan untuk memahami warna apa saja yang muncul, --haaaa—tapi pada kenyataannya bukan seperti itu keadaannya. Di alat tersebut ada sebuah tombol, di sebelah kanan atas dekat dengan kaca pada kacamata tersebut yang ditekan saat ingin mengidentifikasi suatu warna, sehingga aku tidak perlu mendengar musik itu.

    .........Pada masa selanjutnya, dan aku akan sedikit menyombong kan diri di sini, telah diciptakan alat berbentuk kacamata untuk menyampaikan warna dengan getaran dan listrik berfrekuensi sangat rendah melalui tungkai kacamata yang terletak di atas telinga secara tidak langsung ke bagian otak yang menerjemahkan warna melalui indra pendengaran. Proses nya lumayan rumit namun secara sederhananya kalau seseorang yang buta warna memakai kacamata itu maka –abracadabra— warna pun muncul di dalam penglihatan. Hal ini terjadi karena mata yang tidak mampu menerima dan menyampaikan warna ke otak telah digantikan fungsinya oleh kacamata, kaca pada kacamata menggantikan fungsi mata menerima cahaya dan menyampaikan informasi cahaya yang diterima ke otak. Pada kasus yang lebih ekstrim seperti pada penderita buta (tidak dapat melihat) alat ini digunakan untuk menggantikan fungsi mata untuk sementara waktu sementara pembibitan organ mata masih dilakukan hingga pasca operasi pencangkokan mata pada pasien.

    .........Sayangnya bentuk kacamata yang sangat canggih ini agak jelek. Kacamatanya super tebal dengan bingkai dan tungkai yang juga tebal, sehingga saat memakainya kamu akan terlihat seperti kutu buku super yang tenggelam di dalam buku setiap detik nya setiap hari atau seperti seorang maniak komputer yang tahan satu minggu tanpa lepas pandangan dari layar monitor. Namun itu bukan masalah utama. Masalah utama pada kacamata ini adalah warna kaca nya! Coba bayangkan, kamu berada di kelas saat jam pelajaran dengan murid normal lainnya sambil memperhatikan dengan serius guru mengajar namun kamu terlihat mencolok sendirian karena menggunakan kaca mata hitam …. F*ck! Ini bukan Hawai! Bukannya aku ingin terlihat keren sekaligus terlihat bodoh dan konyol! Namun itulah yang terjadi saat aku SD. Sebagai tambahan, kebanyakan orang mengisi kesehariannya dengan mengisi baterai hape, pad, atau laptop, sedang pada kasus ku aku juga harus mengisi baterai kacamata.

    .........Aku sudah sering komplain kepada penemu nya untuk memperbaiki penemuannya. Kenapa tidak menggunakan kamera mini saja sebagai pengganti kaca hitam keren tengik itu. Penemunya beralasan karena ini itu dan lain hal dan bla bla bla maka mengganti kaca dan melangsingkan bingkai belum dapat dilakukan. Sudah sering aku berdebat mengenai itu dengan sang penemu sampai-sampai suatu hari uang jajan ku di potong karenanya. Kenapa bisa? Ya, karena penemunya itu adalah ibuku sendiri.

    .........Kararu Saori adalah seorang penemu jenius dengan 3000 lebih hak paten dan tak terhitung penemuan lainnya yang tidak memiliki hak paten. Sebagian besar penemuannya ada pada bidang persenjataan dan militer, tentu saja karena dia adalah seorang ilmuan militer. Penemuan lain yang dia hasilkan selain pada bidang militer adalah kacamata buta warna itu. Sebagai seorang mad scientist ---begitu ayah ku menyebutnya—dia harus memecahkan masalahnya sendiri yaitu buta warna total yang dimilikinya, karena hal itu sangat mengganggu saat melakukan penelitian dan berbagai hal yang perlu ketelitian tentang warna. Setelah penlitian panjang akhirnya diciptakanlah kacamata yang seperti keluar dari kantung ajaib itu.

    .........Sebagai seorang mad scientist ibuku adalah seorang ibu yang baik meskipun agak tsundere, dia mencintai keluarganya lebih dari penemuan-penemannya sendiri. Paling tidak begitulah kata ayah ku. Hari-hari perdebatan dan kebersamaan ku dengannya hanya bisa aku dengar dari ayahku atau aku lihat melalui video dan foto saja. Ingatan ku mengenai orang yang menurunkan buta warna ini kepadaku pun tidak ada. Pada suatu hari tepat sehari sebelum perang berakhir di tempat penelitian jauh dari medan pertempuran, saat itu aku melakukan uji coba pada ********** buta warna baru buatannya, tempat itu tiba-tiba menjadi tempat pertempuran baru dan hujan misil di mana-mana. Kerusakan pun sangat besar, entah apa yang terjadi sampai-sampai perang berlangsung di sana saat itu, mungkin ada penelitian atau penemuan yang sangat penting sampai-sampai harus terjadi perang di sana. Namun informasi paling penting yang kudapat dari cerita sejarah itu adalah sebuah status yaitu

    Kararu Saori: M.I.A.

    .........Mengetahui informasi itu tidak membuat ku sedih meski merasakan sedikit rasa kesepian namun tidak mempengaruhi mental ku hal itu disebabkan oleh memory lost. Aku yang saat pertempuran itu terjadi juga ada di sana, hampir setengah tubuhku hancur, terimakasih kepada teknologi pembibitan organ tubuh akhirnya sebagian besar organ telah diperbaiki dan juga diganti sehingga aku masih bisa hidup dengan normal, namun kerusakan otak ku yang melalui teknologi itu pun masih belum bisa di perbaiki. Ingatan ku selama 10 tahun hidupku serta sisa-sisa ke jeniusan masa kecil ku pun lenyap bersamanya.

    .........Otak itu adalah organ yang luar biasa. Aku kembali belajar bahasa dari awal. Ya “bahasa,” yang kumaksud bahasa di sini adalah komunikasi verbal menggunakan organ tubuh yang di sebut mulut untuk menyampaikan informasi antar satu individu ke individu lainnya. Aku juga harus kembali belajar berjalan dan bergerak, bisa dibayangkan bukan, seperti seorang bayi yang belajar berjalan dan berbicara hanya saja ini dalam versi yang lebih tua yaitu anak berumur 10 tahun. Sebelum itu malah informasi yang ku dapat seharusnya aku tidak akan bisa menggunakan seluruh tubuh bagian kanan ku meski yang di cangkok adalah tubuh bagian kiri ku karena kerusakan otak kiri ku menyebabkan lumpuh total pada tubuh bagian kanan ku. Namun akhirnya otak kananku beradaptasi dan mengambil fungsi yang seharusnya dilakukan oleh otak kiri sekaligus menjalankan fungsinya sendiri sehingga akhirnya aku juga dapat menggerakan tubuh bagian kanan ku.

    .........Setelah rehabilitasi tubuh pun aku masih sering mengalami memory lost sehingga aku mesti melakukan rehabilitasi lain lagi yaitu rehabilitasi buku harian. Dan saat itulah aku memulai Log pertama ku yaitu Log 0000001. Walau pun ini agak mengganggu dan menyusahkan namun hal ini penting dan sangat membantu ku saat terjadi memory lost, aku dapat memulihkan ingatan ku yang hilang dengan menonton video yang aku buat sendiri sampai berangsur-angsur memory lost itu sangat jarang terjadi lagi. Dan entah sejak kapan log itu mulai jadi kebiasaan dan seperti orang kecanduan rokok yang berat sehingga setiap ada waktu aku pasti membuat log seperti ini.

    ---End of Log 0003339---


    Chapter 0000000b: Interlude Part II – Kumokage Lunar​

    Log 0003340:

    “Kararu!?”

    “Aa!!!”

    Makhluk imut berkacamata itu mengambil shonen jack secara paksa dari tangan ku.

    “Ternyata kau ada disini, ada apa dengan tidak enak badan mu itu?”

    “….” Ugh, aku ketahuan.

    “Hmmm. Jadi kau cuma pura-pura sakit dan membuat ku berbohong pada guru!”

    .........Aku memang meminta tolong kepadanya untuk memberitahu guru seni bahwa aku sedang tidak enak badan dan ingin istirahat di UKS. Kebetulan saja bangku duduknya ada di sebelahku jadi aku meminta tolong kepadanya dan kebetulan pula dia adalah ketua kelas. Namun aku tidak menyangka dia sampai mencari ku kemari, mungkin karena dia merasa itu adalah tanggung jawabnya sebagai ketua kelas.

    “Aku mencarimu kemana-mana tahu! Aku cek ke ruang UKS kau malah tidak ada. Kalau kamu …”

    “Tunggu sebentar.” Aku potong saja langsung bicaranya karena instingku mengatakan akan terjadi omelan panjang dan membosankan.

    “Aku minta maaf karena membuat mu melakukan itu, tapi yang kau katakan kepada guru bukanlah kebohongan karena kau hanya menyampaikan apa yang sudah aku katakan. Dalam hal ini aku lah yang berbohong kepadamu. Jadi… Sorry” sambil menepukan kedua telapak tangan di depan wajah ku dan membungkuk kepadanya.

    “….” Dia terdiam dan melihat ku.

    “Ah. kalau begitu lupakan saja itu, yang penting jangan kau lakukan lagi. Tapi yang lebih penting kenapa kau sampai harus membolos? Aku tak percaya kalau siswa peringkat satu nasional suka membolos” Sambil melihat majalah shonen jack yang diambilnya secara paksa tadi.

    Peringkat satu nasional kah? Aku tidak terlalu memikirkan hal itu, aku baru ingat sekarang kalau aku peringkat satu nasional, seandainya dia tidak menyinggung hal itu mungkin aku tidak akan mengingatnya. Bukannya mau menyombongkan diri tapi ini adalah kenyataan, aku bukan seorang maniak belajar,aku bahkan tidak belajar atau ikut bimbel, dan entah kenapa tiba-tiba saja aku mendapat predikat seperti itu. Ah aku ingat ada desas-desus yang kudengar, kalau tidak salah seperti ini “siswa nomer 1 dan 2 nasional ada dalam satu kelas” atau “kalau Kararu tidak pindah ke sekolah ini maka peringkat satu sekolah ini di pegang oleh …” Aaaa, aku lupa siapa namanya. Kalau tidak salah yang dimaksud adalah makhluk imut berkacamata yang ada di hadapan ku ini. Ah lupakan itu, itu nanti saja. Pertama-tama aku harus menjelaskan keadaan ini dulu.

    “Aaaa…”, “Hal itu gak sulit untuk dijelaskan, minggu depan kamu akan mengerti alasaannya. Dan percayalah minggu depan aku tidak akan membolos pelajaran seni lagi.”

    “Hmm.. Kenapa begitu?” “….” “Eh! Tunggu sebentar kamu membaca ini tanpa menggunakan kaca mata yah? Maaf, tapi aku mengira kamu memiliki rabun dekat karena kamu juga duduk di belakang seperti ku. Kamu juga tidak terlihat kesulitan membaca tulisan yang ada di papan tulis.”

    Agh… Kemampuan deduksi makhluk ini….

    .........Ya benar. Karena kamu duduk tepat di sebelah kanan ku dan aku duduk tepat di pojok paling belakang kiri, aku jadi sadar kalau kamu itu sering sekali memajukan kepala untuk membaca tulisan di papan tulis, kalau tahu begitu ditambah lagi dengan rabun jauh mu itu semestinya kamu bisa memilih tempat duduk paling depan saat awal semester atau paling tidak kalau tempat duduk sudah di tentukan kamu masih bisa meminta bertukar tempat duduk dengan yang lainnya yang memiliki kualitas mata lebih baik dari mu. Hanya ada beberapa alasan mengapa dia tetap duduk di belakang dan tiga di antaranya adalah: pertama, karena dia terlalu baik hati sehingga tidak ingin menyulitkan orang lain. Kedua karena dia pemalu, tapi kemungkinan ini sudah gugur semenjak dia mendatangi ku yang membolos. Ketiga, dan yang dulu aku yakini ini adalah penyebabnya, karena dia tidak ingin terlihat sok pintar atau maniak belajar karena itu akan membuat seorang gadis tidak terlihat imut. Hmm, setelah dia mencari ku mungkin sekarang aku akan lebih mempercayai kemungkinan yang pertama.

    “Anu… Maaf kan aku karena sudah menanyakan itu!?”

    “!!!” Aaa. Aku terlalu tenggelam pada pemikiran ku. Ya benar. Menanyakan hal itu agak kurang sopan, tetapi karena yang bertanya juga menggunakan kacamata jadi wajar saja. Lalu aku menjawab “Aaaa.” “Bukan begitu. Tidak apa-apa, kamu tidak perlu minta maaf. Aku cuma berfikir tadi.”

    Aku keluarkan kacamataku dari kantung bajuku. “Coba kamu pakai ini. Kamu akan mengerti.”

    “Eh?” Dia agak bingung, tapi akhirnya mengambilnya juga dan memakainya.

    “Heh!?” “Lho!?” “Kacamata ini cuma untuk style saja yah!?”

    “Bukan begitu. Coba kamu tekan sekali tombol di sebelah kanan atas ini.” Sambil menunjuk ke bagian atas mata kanannya.

    “Tombol?” Dia meraba-raba kacamata itu, menemukan dan memencet tombolnya.

    ”…”

    “Tuuut?” “Apa ini mp3 player? Eh ada kotak fokus seperti pada kamera.”

    “Bukan mp3 player. Sekarang coba kamu lihat tulisan di sampul majalah itu dan tekan lagi tombolnya.”

    “Hmm terus kenapa dengan ini? Ada bunyi tuut lagi.”

    .........Menyenangkan juga melihat dia kebingungan. Di terus menekan-nekan tombol itu.

    “….” “Eh panjang nada dan nadanya berbeda-beda!”

    “Sekarang coba kamu tekan agak lama tombolnya.” Saat ini dia akan melihat munculnya tulisan pada bagian kanan atau kiri kotak fokus seperti kamera yang dia lihat tadi.

    “Hmm….” “Muncul tulisan orange..? Ah yang ini blue… cobalt. Itu memang warnanya kan? Memang kenapa dengan kacamata canggih ini, apa kau menggunakannya untuk mencontek saat ujian? Pantas saja nilai mu….. Ah!? Warna ini, ah tidak, maksudku dua warna ini berbeda!?”

    “Yang mana?”

    “Yang ini. Kode angka pada keterangan warnanya menunjukan bahwa ini warna yang berbeda.” Dia menunjuk ke satu bagian di sampul Shonen Jack.

    .........Sebenarnya warna yang ditunjuknya itu tidak berarti bagi ku, karena terlihat sama saja seperti gradasi abu-abu yang tidak dapat di bedakan. Namun aku ingat gradasi itu, meski tidak dapat dibedakan sama sekali oleh mata ku dan reseptor warna yang tersisa di otak ku, namun aku ingat. Ya aku ingat dengan warna ini, entah bagaimana meski dengan memory lost ku, namun yang pasti itu bukan dari reseptor warna di otak ku karena itu sudah rusak. Pemahaman ku akan warna yang di tunjuk oleh nya itu hanya berdasarkan memori, yaitu memori dari kehidupan ku sebelum aku mengalami kerusakan otak saat aku masih mampu melihat warna menggunakan kacamata hitam yang kini menjadi momento dan kuletakan di atas meja di kamar ku. Kedua warna yang di tunjuknya itu adalah coklat tua dan merah tua.

    “Hmmm, artinya mungkin kamu memiliki buta warna parsial pada warna tersier yaitu hijau tua kalau kamu kesulitan membedakan kedua warna itu.”

    “Ha?”

    “Ya. kacamata itu adalah kacamata khusus buta warna.”

    “Eh…” “EEEEEEEE!!?”

    .........Wajar saja dia terkejut dan bingung untuk berkata apa. Selama hidupnya mungkin ini pertama kali dia menghadapai situasi seperti ini, sehingga di otaknya belum siap dan tersusun komposisi kata-kata yang sesuai untuk mangantisipasi nya. Namun aku sudah terbiasa dan tahu beberapa variasi apa yang akan terjadi dan kata-kata apa yang keluar selanjutnya dari mulut nya.

    “Bohong! Aku dikatakan sehat saja saat tes buta warna!” Ya seperti ini.

    “Berapa kali di ulang tes buta warna nya saat itu?”

    “Ti… Tiga kali ….”

    “Normalnya saat tes buta warna tidak akan dilakukan cross check atau pun pengulangan sampai tiga kali. Kau pasti juga ditanya mengenai benda-benda disekitarmu saat itu berwarna apa saja bukan?”

    “Mo… Semua orang juga begitu kan!?” Kali ini dia menjawab untuk membela diri dengan pipi yang agak memerah.

    “Tidak.”

    “….” Dia terdiam. Sepertinya malu.

    “Coba kau minta laporan lengkapnya kepada yang memeriksamu saat itu, kau akan mengetahui detilnya, mungkin dia menyimpannya karena memikirkan perasaanmu, lagi pula yang memiliki buta warna tersier ada banyak dan tidak akan mengganggu kehidupan sehari-hari.”

    “U..Uh…” Dia hanya menjawab seperti itu dan mengangguk, seperti nya dia agak sedikit shock mengetahuinya. Tapi wajar saja kalau seorang gadis akan seperti itu apalagi hal itu dikatakan oleh seorang laki-laki.

    Kemudian saat di merenung dan menjongkok di depan ku aku mengatakan,

    “Buta warna bukanlah hal yang memalukan….” Sambil menepuk bahu kirinya dengan tangan kanan ku. Dan dengan mata agak sinis dan sedikit tersenyum aku melanjutkan lagi kata-kataku. “Bahkan bisa dikatakan kita ini special karena berbeda dari orang-orang kebanyakan.”

    Dia agak tersinggung dengan kata-kata ku dan karena kesal dia menepis tangan ku lalu berdiri lagi seraya berkata
    “Moo... Hentikan Itu! Kamu…Kamu sendiri juga buta warna! Eh! Sebentar, kamu buta warna separah apa sampai memerlukan kacamata seperti ini?” Seperti nya dia sudah sembuh dari shock nya.

    “Buta warna total.”

    “Total!? Maksudmu semua warna termasuk warna-warna primier!?”

    “Ya.”

    “Ma.. Maafkan aku.” Sambil mengembalikan kacamata kepadaku dan memakai kembali kacamatanya sendiri. Aku memasukan kacamataku kembali ke dalam kantung baju ku. Kemudian, “…” Dia terdiam lagi saat menyadari majalah shonen masih ada di tangannya, saat akan mengembalikan majalah itu dia terdiam lagi dan berfikir, kemudian melanjutkan.

    “Bohong! Lalu bagaimana kau tadi… Ah lupakan itu. Sekarang yang aku tunjuk ini warna apa!?” Dia menunjuk celana Lappy yang merupakan tokoh utama dari manga One Park yang ada di koper majalah Shonen Jack.

    “Biru.” Begitulah aku menjawabnya.

    “….” Dia terdiam sambil memandang sinis kearah ku dari balik kacamatanya. Bukan karena aku salah menjawab pertanyaannya, malahan karena aku benar makanya dia jadi bersikap seperti itu. Kemudian dia melanjutkan lagi pertanyaannya.

    “Kalau yang ini warna apa?” Menunjuk tulisan Shonen dengan tetap mempertahankan pandangan sinisnya kepada ku. Dan aku kembali menjawab.

    “Kuning.”

    “Mo… Benarkan, kau hanya pura-pura saja. Kau lagi-lagi membohongi ku. Dasar Pembohong! Kau pasti menggunakan kacamata ini untuk mencontek kan.”

    “Tidak. Aku mengatakan yang sebenarnya.”

    “Ho… Lalu bisakah kau menjelaskan nya kepadaku bagaimana kau bisa mengetahui warna sedang kau sendiri mengaku buta warna. Atau jangan-jangan kau beranggapan kalau buta warna itu hanya kesalahan penyebutan warna seperti warna hijau yang kadang-kadang orang tua menyebutnya sebagai warna biru. Ah tidak. Kalau kau beranggapan seperti itu seharusnya kau salah menyebut warna biru tadi karena kau mengaku memiliki buta warna total.”

    “Baiklah akan kujelaskan.” Kataku.

    .........Kemudian aku kembali melihat kearah nya. A!!!. Sepertinya sifat nya berubah dan ini adalah sifat aslinya. Dia terlihat memperhatikan ku dengan tangan kanan yang masih memegang majalah ku itu diletakan di pinggang dan dengan sikap tubuh agak melengkung kearah kanan dan kepala yang di miringkan ke kanan juga. Dia berdiri seperti itu, tangan kirinya terjuntai sambil memandang ku dari ketinggian dengan posisi pupil ungu tua pada matanya yang terletak di sudut kanan matanya juga. Dia terlihat seperti seorang dewa yang sedang melihat kawanan semut dan siap untuk menginjak-injaknya.

    Apa ini yang orang sebut dengan istilah tsundara? Ah tunggu sebentar ini jauh berbeda dengan sifatnya di awal tadi. Ah , aku agak sulit memahami sifatnya. Ah, lupakan saja. Hmm… tapi… Ah! Jadi dia adalah orang yang seperti itu. Dia …

    “Kenapa Kararu, kau akan menjelaskannya atau ti..?”

    “Pertanyaan mu yang salah.”

    “Hmm… Maksudnya?”

    “Baiklah. Di sini kita sepakati bahwa kita sama-sama memiliki pandangan yang benar mengenai apa itu buta warna.”

    “Hmmm…. Terus.”

    “Pertanyaan mu salah karena kamu menanyakan warna yang kau tunjuk itu dengan pertanyaan ‘ini warna apa?’, seharusnya kamu bertanya seperti ini ‘bagimu ini terlihat seperti warna apa?’ atau ‘warna apa yang terlihat di mata mu?’ sambil menunjuk warna yang di maksud.”

    “Oh… Aku paham!” Dia menjawab begitu sambil memukulkan majalah shonen yang digulung tidak sempurna karena ketebalannya itu ke telapak tangan kirinya. Karena masih belum 100% yakin kalau dia memahaminya, maksudku kalau dia paham hanya dengan kalimatku tadi ini akan menjadi lebih mudah, tetapi kalimat itu harus tetap aku selesaikan. Dan kalau dia ternyata benar-benar memahami nya 100% hanya dengan kalimat tersebut mungkin dia adalah seorang esper atau paling tidak jenius. Namun sebelum aku sempat melanjutkan kata-kata ku dia kembali melanjutkan kata-katanya.

    “Maksudmu karena kamu memiliki buta warna total mungkin kamu hanya dapat melihat gradasi cahaya saja bukan. Maksudku, mmm. Mungkin seperti hitam, putih dan abu-abu saja.”

    “Ya.”Kujawab singkat saja. Kemudian dia melanjutkan kalimatnya lagi.

    “Sehingga kalau aku bertanya seperti pertanyaan ku tadi adalah hal yang wajar kalau kamu harus menjawabnya dengan benar karena kamu mengetahui warna apa yang aku tunjuk, karena sebelumnya kamu sudah mengetahui warna apa yang aku tunjuk tersebut menggunakan kacamata itu.” Disini aku mulai berkeringat dingin. Kemudian dia melanjutkan lagi. “ Hmmm… Namun seandainya…. seandainya aku bertanya menggunakan kalimat pertanyaan yang kau ajukan tadi atau dengan kalimat yang memiliki tujuan yang sama kamu harus menjawabnya dengan warna yang terlihat di matamu karena persepsi kita berbeda terhadap warna itu maka kau akan menjawab dengan warna yang berbeda dengan yang terlihat oleh ku, seperti… mungkin dengan jawaban abu-abu gelap untuk warna biru atau abu-abu muda untuk warna kuning tadi. Begitu kan?”

    “Y…Y…Ya…” Sekarang ku akui kau sebagai seorang gadis! Tapi kau belum ku akui sebagai seorang jenius! Kemudian dia melanjutkan lagi sambil mengeluarkan suatu benda berbentuk persegi panjang dengan ke delapan sudut tumpulnya yang aku kenali itu sebagai hape.

    “Sekarang hape ini terlihat berwarna apa oleh mata mu itu?” Dia menunjukan bagian punggung hape nya kepada ku. Hape itu terlihat polos, tidak ada hiasan apapun.

    “Abu-abu muda.”

    “Lalu berwarna apakah hape ini?”

    “P…Pink.”

    “Bohong! Kamu luar biasa! Padahal hape ini baru aku beli kemaren. Yang tahu warna hape ini pun mungkin hanya aku dan petugas toko yang menjualnya kepadaku yang artinya kemungkinan besar kamu tidak pernah melihatnya. Padahal aku yakin warna kuning dan pink ini akan terlihat serupa di matamu, berarti memang berbeda ya. Ini artinya kamu mengingat warna hanya berdasarkan gradasi dan informasi yang disampaikan oleh kacamata mu itu.”

    Kemudian setelah mengambil nafas sejenak dia pun melanjutkannya lagi.

    “Hmmm… Apa warna warna pink dan warna kuning ini terlihat memiliki warna yang sama di matamu?”

    “A…Agak sedikit berbeda. Namun kalau kau dekatkan kedua warna tersebut aku akan sangat kesulitan untuk membedakannya bahkan aku tidak akan tahu yang mana yang pink atau pun yang mana yang berwarna kuning. Untuk kasus warna pastel seperti itu kalau kau menanyakannya di bawah sinar matahari langsung… Tidak maksudku. Dengan warnanya yang terpapar oleh sinar matahari langsung ,meski dipisahkan, maka aku tidak akan bisa mengetahui warnanya karena keduanya terlihat berwarna putih oleh ku.”

    Kemudian aku melanjutkan lagi sambil terus berkeringat.

    “Ya. Dan sebaliknya untuk warna-warna gelap akan lebih mudah saat terpapar sinar matahari langsung dan akan sulit aku pahami dalam keadaan sinar matahari tak langsung.” Dia pun kemudian membalas kata-kata ku ini dengan setumpuk kalimat yang bisa aku pikirkan sebagai variasi jawaban namun tidak kuduga akan benar-benar digunakan oleh nya dan seperangkat kalimat massif yang sama sekali tidak aku ketahui sebagai variasi jawaban yang lazim.

    “Hmmm…. Jadi begitu…. Sekarang aku mengerti… Dengan kemampuan seperti itu mestinya kamu tidak membutuhkan kacamata super itu meski memiliki buta warna total. Namun karena pencahayaan yah. Aku tidak pernah memikirkan hal itu. Sekarang aku mengerti kenapa kamu membolos dari mata pelajaran seni.”

    “….” Wow.

    “Kamu akan kesulitan menghadapi teman-teman dikelas saat kamu melukis karena di saat kau melukis mungkin… tidak… aku yakin kamu memiliki komposisi warna yang buruk untuk melukis. Dan kalau kamu menghindari hal tersebut kamu hanya akan menggunakan sedikit warna saja. Dan dari sanalah masalah di mulai, entah itu guru seni yang akan menanyakan kepadamu atau teman yang duduk di samping mu. Atau mungkin aku. Ah tidak!!! Karena kamu memiliki nilai sempurna seperti ku pada bidang pelajaran seni tidak seperti aku yang agak kalah nilai pada bidang olah raga…..”

    “…..” Hening. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya lagi.

    “…. Karena kamu memiliki nilai sempurna pada pelajaran seni …” Dia menyusun ulang kalimatnya! Dia mengulangi kalimatnya! Dia tidak mengakui kekalahannya di bidang olah raga!

    “…. Maka seharusnya kamu memiliki kemampuan komposisi warna yang baik bahkan mungkin di atas rata-rata terlepas dari buta warna total mu itu…. Sulit dipercaya…. Meski hanya dengan menggunakan kacamata itu.” Dia agak berkeringat dan agak menunduk dengan wajah yang serius kemudian melanjutkan kalimatnya dengan sebuah kalimat massif tanpa jeda dan menghela nafas.

    “Aaaah! Yang pasti kau akan kesulitan saat orang lain menyadari buta warna total mu itu! Karena mereka akan berkerumun di sekeliling mu dan menghujanimu pertanyaan-pertanyaan mengenai warna. Dan karena kamu adalah orang yang seperti ini, maka yang terjadi adalah seperti pembicaraan yang kita lakukan tadi. Kamu harus berpura-pura…. Tidak. Kamu tidak akan berpura-pura dan karena sifat mu itu kamu hanya akan menimbulkan kebingungan di antara mereka dan membuat mereka semakin penasaran. Hal itu akan membuat kamu terlihat sombong atau terlihat seperti ingin menonjolkan diri dengan buta warna mu yang spesial itu atau terlihat inigin memperlihatkan kemampuan membedakan warnamu hanya berdasar gradasi yang luar biasa itu tapi tidak akan terlihat seperti itu oleh yang mendengarkan penjelasan mu itu atau bahkan ada juga menjauh atau ada yang berusaha tetap mendengarkan meski dengan keringat ingin lari, meski ada yang mengerti kau akan tetap berakhir terlihat buruk. Dan pada saat itu atau untuk menghindari hal itu terjadi kamu membutuhkan penolong yang membantu menjelaskan atau melarikan diri atau menghindar dari masalah itu. Dan karena kamu baru pindah ke kota ini dan sekolah ini semalam maka kamu belum mempunyai penolong tersebut. Karena itu kamu membutuhkan waktu untuk mencari teman dan menjadikannya sebagai penolong dengan membuatnya tahu mengenai buta warnamu. Begitu bukan!!!?” Sambil menunjuk kearah ku menggunakan Shonen Jack yang tergulung.

    Sherlock Holmes kah kau ini!!!!!

    Selagi dia menghisap nafas panjang aku pun menjawab.

    “Y…Ya… Begitulah… Baguslah kalau kau mengerti….”

    F*ck! GADIS INI LUAR BIASA! Dia pasti seorang jenius! Tapi entah kenapa aku bersyukur sekaligus agak kecewa ternyata dia bukan seorang esper.
    Kemampuan deduksi dan analisis nya… Ini ibarat anak panah dart yang di lempar dari jarak 50 meter dan tetap mengenai bulatan berwarna merah yang ada di tengah papan sasaran. Meskipun tidak tepat di tengah-tengah namun tetap dapat dikatakan tepat sasaran.

    “Hmmm berarti sekarang aku lah si penolong itu…”

    “Sepertinya begitu.” Ya kurang lebih seperti itulah keadaannya sekarang. Gadis ini akan menjadi penolong ku.

    “Namun masih ada beberapa hal yang belum ku mengerti…”

    Aku bisa menebak apa yang dia masih belum mengerti. Tapi aku biarkan saja dia yang bertanya duluan karena dengan begitu akan lebih mudah mengarahkannya pada inti masalahnya nantinya. Lalu dengan berdasar pemikiran yang seperti itu aku pun menjawab.

    “Apa yang masih belum kau mengerti? Tanyakan saja, aku akan menjawabnya sampai kau mengerti.”

    “Baiklah kalau begitu.” Dia memakan kata-kata ku itu dan mengutarakan pertanyaannya.

    “Kenapa kau tidak menggunakan Mata Pengganti saja?” Yang dimaksud mata pengganti di sini adalah istilah umum di pasaran untuk ‘kacamata hitam’ dengan bingkai tebal yang memalukan itu. Sebenarnya nama aslinya adalah EGRS-973S untuk seri yang terbaru dengan desain yang agak sedikit lebih ramping dan trendi meski kaca nya masih berwarna hitam.

    Kemudian dia melanjutkannya lagi.

    .........“Maksudku… Dengan sifat mu yang tidak tahu malu itu. Ah tidak…. Mungkin kau masih memiliki sedikit rasa malu karena tidak menggunakannya. Ah tapi itu sepertinya bertentangan dengan sifatmu yang aku pikirkan. Ini menjadi agak dilematis….”
    Oi oi oi oi. Menghina seseorang yang baru kau kenal dengan istilah ‘tidak tahu malu’ itu bukankah agak sedikit kasar. Apa dosa ku pada mu…? Ah mungkin dia masih dendam karena ku bohongi.

    “… Tapi lupakan saja itu. Seharusnya akan lebih mudah bagimu kalau kau menggunakannya. Kamu tidak membutuhkan penolong atau harus menjelaskan panjang lebar kepada orang lain. Kamu dapat saja hanya menggunakannya saat pelajaran seni, sehingga tidak terlihat konyol. Apakah harga nya tidak sebanding dengan penggunaannya yang hanya sesekali. Sehingga kamu tidak perlu menggunakan kacamata canggih namun retro yang kamu pakai saat ini.”

    Memang benar kacamata yang aku pakai hingga saat ini merupakan teknologi retro ibarat menggunakan hape monokromatis di zaman hape touch screen. Dan wajar saja dia tidak tahu mengapa aku harus memakai ini karena dia bukanlah seorang esper dan dia tidak mungkin mengetahui segalanya karena dia bukan tuhan. Jadi aku harus menjelaskannya.

    “Bukan begitu. Aku bukannya tidak tahu malu dan aku juga bukan seorang pemalu. Aku tidak memakainya bukan berarti aku tidak memilikinya. Pada kenyataannya aku memiliki banyak yang kau sebut mata pengganti itu di rumahku. Namun karena suatu hal, meski aku memakainya aku tetap tidak akan dapat melihat warna.”

    “Lho.. Bukankah kacamata itu digunakan untuk orang buta, sehingga …”

    Aku memotong kalimatnya dengan kalimatku sendiri. “Disini kebanyakan orang salah kaprah sehingga beranggapan bahwa kacamata itu dibuat untuk orang buta lalu kemudian diketahui karena kemampuannya itu ternyata dapat juga membantu orang buta warna. Namun perlu kamu ketahui pemahaman itu keliru, karena pada kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya.”

    “Oh jadi begitu. Terus…” Aku tahu dia paham bahwa pengetahuanku akan hal ini lebih baik darinya makanya dia hanya menjawab seperti itu. Namun yang agak membuatku merinding adalah sikapnya. Dia menjawab seperti itu sambil tersenyum dan memiringkan kepalanya agak sedikit ke kiri dengan jari telunjuk tangan kirinya yang di tempelkan pada pipi kirinya yang empuk itu. Wajahnya terlihat lugu dan penasaran. Shit! Sifatnya ini… Sama sekali tidak KONSISTEN!

    Kemudian aku melanjutkan lagi.

    “Kamu tahu apa saja penyebab buta warna?”

    “Tidak. Memang kenapa dengan itu?” Aku agak terkejut karena dia menjawab tidak tahu karena aku pikir dia seharusnya mengetahuinya, atau mungkin bisa saja dia cuma berpura-pura tidak tahu. Oh iya, pelajaran mengenai buta warna seharusnya baru akan di ajarkan semester ini. Tapi menjelaskanya satu-persatu akan memakan banyak tenaga dan aku malas untuk itu. Jadi aku hanya perlu menjelaskan secara singkat saja.

    “Buta warna berdasarkan penyebabnya ada tiga. Yaitu, pertama kecelakaan pada mata. Kedua karena diturunkan dari orang tua, dan terakhir karena kerusakan otak.”

    “Jadi buta warna kamu disebabkan oleh yang mana?”

    “Aku mendapatkan buta warna ini dari ibuku. Sewaktu kecil aku masih bisa melihat warna dengan menggunakan mata pengganti. Namun enam tahun yang lalu terjadi suatu kecelakaan sehingga sebagian besar tubuhku mengalami kerusakan permanen termasuk seluruh otak kiri dan sebagian otak kanan ku.”

    Dia memperhatian kemudian berjongkok di depan ku untuk mendengarkan lebih baik. Tersirat raut muka yang agak sedikit prihatin pada wajahnya, ah tidak mungkin itu adalah wajah yang penasaran. Tunggu sebentar. Aku ini curhat kan? Ini memang curhat… Sial. Aku belum pernah bercerita dan berbicara sebanyak ini dengan orang lain selama hidup ku. Tapi sudahlah aku lanjutkan saja.

    “Aku menjalani transplantasi organ tubuh buatan dari pembibitan sel tulang belakanku sendiri. Dan itu berjalan dengan baik sehingga aku masih bisa hidup normal seperti sekarang. Namun yang menjadi masalah adalah otak ku. Kau mengerti kan.”

    “Ah…! I … Iya. Meski otak dapat diperoleh melalui teknologi pembibitan namun untuk teknologi transplantasi nya kurang mendukung. Walau dipaksakan untuk transplantasi persentasi keberhasilan nya sangat rendah bahkan sangat tinggi kemungkinan pasien akan meninggal. Dan kalau pun transplantasi berhasil banyak sekali efek sampingnya seperti kemungkinan akan menjadi sayuran.” Sayuran atau vegetable adalah istilah untuk orang yang mengalami kematian otak atau otak yang non aktif sehingga meskipun orang itu hidup namun orang itu akan seperti tumbuhan yang hidup namun tidak bergerak.

    “Mata kiri ku adalah mata buatan dengan modifikasi pada sel nya sehingga bisa dikatakan mata kiri ku ini adalah mata yang normal dan tidak buta warna. Sedang mata kanan ku adalah mata asli ku yang buta warna. Namun meski begitu mata kiriku yang normal ini tetap tidak dapat melihat warna karena kerusakan pada otak ku.”

    Suasana menjadi hening. Namun dia memecahkan keheningan itu.

    “Aku tidak tahu kalau kau mengalami hal-hal seperti itu. Bagitukah… Sekarang aku agak paham. Kenapa kau tidak menggunakan mata pengganti. Dan juga yang aku bingungkan sebelumnya kenapa kau bisa mengetahui warna hitam, putih dan abu-abu. Pantas saja kau juga hebat dalam bidang olah raga meski kau terlihat seperti orang yang tidak suka berolah raga. Tapi aku jadi semakin kagum dan penasaran padamu karena kau bilang keseluruhan otak kirimu telah rusak namun kau tidak terlihat seperti orang yang cacat. Kau pasti menjalani masa-masa rehabilitasi yang berat untuk bisa menggerakan tubuhmu kembali sehingga kamu terbiasa dan memiliki tubuh yang bagus untuk melakukan berbagai olah raga.”

    Aku tidak tahu harus merasa tersanjung atas entah pujian atau hinaannya itu namun yang pasti aku merasakan hal yang agak aneh. Perasaan ini tidak pernah kurasakan sebelumnya. Kemudian dia berdiri dan berpindah dari posisinya yang ada di depan ku itu dan hendak bersiap untuk duduk di sebelah kiri ku.

    “AAAAA! Ini sudah jam berapa!!? Ini sudah jam istirahatkan!!? Sebaiknya kita segera kekantin untuk makan siang sebelum jam istirahatnya berakhir!.” Aku berdiri dengan tergesa-gesa.

    “Ah iya kita sepertinya sudah terlalu lama bicara.”

    Dan kami berdua bersiap untuk meinggalkan tempat itu, namun.

    “Kararu, benda apa itu? Apa itu milikmu?”

    “Ah!!” Pertama kali dalam hidupku aku terlupa dengan benda penting itu. Hampir saja aku meninggalkannya.

    “Ah iya. Hampir saja aku melupakannya. Ahahahahaaha… Haaaah….” Aku tertawa sambil berkeringat dan menghela nafas panjang. Dan memasukan benda itu ke dalam kantung celana ku.

    “Alat apa itu?”

    “Ah ini tidak terlalu penting. Oh iya bolehkah aku tahu kenapa kau duduk di bangku belakang? Aku pikir bukankah sebaiknya kau duduk di depan.”

    “Hmmm…. Sebenarnya aku memang duduk di bangku di tengah. Namun setelah kau pindah kesini kemaren aku bertukar tempat duduk ke belakang. Apa kau tidak sadar?” Dia menjawab begitu dengan tersenyum.

    “Ahahahaha. Begitu yah?” Jawabku singkat sambil berkeringat dingin. Dia telah menandai ku sebagai targetnya. Mungkin sebagai saingan. Tidak. Mungkin lebih tepatnya sebagai musuh. Karena dia terlihat seperti singa yang mengawasi singa lainnya yang memasuki teritorinya. Ya… Begitulah pikirku sambil berjalan menuruni tangga agak sedikit dibelakangnya dan memperhatikan benda bulat besar yang terlihat kenyal memantul-mantul karena getaran akibat menuruni tangga.

    D-eeeeeeeeeeeee kah itu? Ah itu mungkin E-eeeeeeeeeeeeee. Wow.

    ---End of Log 0003340---​


    Log 0003341:

    .........Aku memperhatikan benda yang sepertinya E-eeeee itu memantul-mantul seraya aku dan dia berjalan membawa makanan menuuju ke meja. Rambut panjang nya yang dikepang pun ikut-ikutan memantul pula di atasnya. Sesampainya di meja makan di kantin aku kembali meletakan benda bulat yang hampir aku lupakan sebelumnya di atas meja bundar tersebut.

    “!” Gadis ini pun menyadarinya namun sesaat dia mulai membuka mulutnya untuk kembali bertanya seseorang meneriakan yang menurutku mungkin itu namanya sambil berlari ke meja tempat kami duduk.

    “Lunaaaar!!” Makhluk berwarna kulit sawo matang itu menghampiri gadis di depan ku. Dan berdiri memegang kedua bahunya dari belakang.

    “Wahahahahaha! Aku mencarimu kemana-mana dan ternyata apa yang ku temukan! Sepasang peringkat satu dan dua sedang memadu kasih dengan makan siang bersama.”

    Me…Me-Memadu kasih!?...

    “Anu… Bisakah kau agak kecilkan suaramu Swasti, karena itu akan menyebabkan kesalah pahaman. Dan tolong ralat ‘satu dan dua itu’ karena itu agak menyakitkan.” Dia berkata seperti itu seraya tersenyum sambil mengernyitkan kening dengan eksprsi sok imut dan melihat keatasnya yang disana ada wajah Makhluk yang bernama Swasti itu. Ya dia hanya sok imut, karena aku sudah tahu sifat aslinya bagaimana.

    “Kalau begitu pasangan dua dan satu! Wahahahaha!”

    “Aha ha ha ha.” Gadis yang baru aku ketahui bernama Lunar itu agak tertawa terpaksa sambil mengernyikan kening.

    “Ah itu masih agak menyakitkan. Kalau begitu bagaimana dengan satu dan satu! Wahahahaha!”

    “Ugh….” Sepertinya Lunar merasa agak sakit hati dengan kata-kata tak berperasaan makhluk bernama Swasti tersebut.

    “Aha ha ha ha.” Aku pun juga jadi ikut-ikutan tertawa yang dipaksakan.

    “Anu begini…..” Swasti kembali berbicara tetap dengan senyuman dan wajah ceria nya itu. Hanya saja kali ini dia berbicara dengan ku sambil menunjukan telunjuknya ke atas di depan wajah ku.

    “Lunar sangat ahli dalam memasak lho. Dan aku dengar kau hanya tinggal berdua dengan ayahmu. Pasti itu sangat susah. Dia bisa membuatkan makan pagi untuk mu dan ayahmu dan sekaligus menyiapkan bekal makan siang untukmu.”

    “BRUUUFFFTTTT!!!” Itu adalah bunyi dari seseorang yang entah siapa di kantin yang tidak sengaja menyemburkan makanan dari mulutnya.

    “Eeeeeee…!T… Tu... Tunggu Swasti! I… Itu…” Lunar mencoba menghentikannya.

    “Diam saja kamu Lunar. Disini aku sedang mempromosikanmu.”

    “Ti-tidak. Bukan begitu yang terjadi.” Lunar kewalahan untuk menangani Makhluk bernama Swasti ini.

    “Sudahlah. Kau tidak bisa membela diri lagi. Isu dan gossip tentang mu sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah semenjak kau bertukar tempat duduk ke samping Kararu kemaren.” Ya, dan aku yakin dengan pasti bahwa kamu lah orang yang menyebarkan gossip itu.

    “Makanya itu…. Bukan begitu kenyataannya.”

    “Kau tahu Kararu. Semua ace tim olahraga serta siswa-siswa berbakat di sekolah ini pernah menembak Lunar namun semuanya di tolak!”

    “Bruuuuffft!!!!” Kali ini suara menyembur itu terdengar bersamaan dan datang dari berbagai tempat dari seluruh area kantin, sepertinya ace-ace yang dimaksud semuanya berada di kantin ini.

    “Tentu saja sebagian besar dari mereka tertarik oleh payudara yang besar ini.” Sambil membuat kedua tangan nya berbentuk huruf ‘U’ dan melingkari sambil agak meremas bagian bawah dada Lunar. Jempolnya yang menekan bagian atas kedua gunungan maut itu tenggelam dalam keempukan sehingga menyebabkan bentuk gunung yang lembut itu seperti sebuah jeli diremas sehingga salah satu bagian yang tidak diremas membesar. Dan itulah yang terjadi. Sisi Bagian atas kedua Bukit surga itu menggembung.

    “Bruuuuuuftprt!!!” Kali ini aku juga ikut menyemburkan air liur,--karena, untungnya aku belum memakan makanannku--- dan untungnya lagi aku menyembur ke arah samping. Di dalam suara itu juga terdengar suara semburan darah dari hidung yang ikut tercampur bersama bunyi semburan makanan.

    “Kyaaa! Swasti!” Lunar melepaskan cengkraman tangan mesum Swasti secara paksa.

    “Ah. Suwada juga pernah di tolak nya kan sewaktu SD.” Sambil memandang seseorang yang duduk terpisah dua meja dari kami.

    “Swasti kamu ini…..” Suwada yang dimaksud itu agak menggeram karena kesal.

    “Aku sudah berteman dengan Lunar sejak kecil. Dan aku tahu betapa banyak cowok yang mengajaknya pacaran. Dan kau tahu betapa susahnya menangani dan membantu nya keluar dari situasi itu. Dan ini pertama kalinya Lunar tertarik dengan seseorang jadi… bla… bla..bla…”

    Aku tidak terlalu tertarik dengan Penjelasannya itu Namun aku menyadari sesuatu. Saat ini aku baru menyadari segerombolan laki-laki di berbagai tempat seperti pada pintu masuk kantin atau di toilet yang mengintip kami.

    Aku tidak tahu harus berbuat apa-apa dalam situasi seperti ini. Jadi aku akan mencoba saja mengusulkan untuk keluar dari tempat ini. Karena suasana di tempat ini tidak menyenangkan.

    “Anu… Lunar…” Belum sempat aku melanjutkan kaata-kata ku Swasti langsung memotong.

    “Eeeeeeeh!!!! Jadi kalian sudah menggunakan nama depan!!!” Aku juga terkejut karena suara ‘Eeeeh’ itu tidak hanya berasal dari mulut Swasti saja. Dan aku juga melihat wajah lunar yang terkejut, bukan terkejut dengan teriakan Swasti tapi dengan kata-kata ku yang tidak selesai itu. Aku menyadari nya karena dia hanya memandangi ku dari tadi, pipinya agak memerah sedikit. Dan setelah diperhatikan dengan baik akhirnya aku sadar dibalik kacamata tebalnya itu ternyata wajahnya sangat cantik. Kemudian dia memalingkan wajah ke arah lain. Kemudian Swasti kembali melanjutkan.

    “Shudah shejauh hapa hubunghan khalian!?” Dia bertanya dengan terengah-engah karena penasaran.

    “B…Bukan begitu. Hanya saja aku tidak tahu nama keluarganya apa….” Ah. Shit! Aku mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak ku katakan.

    “Ahahahaaha! Kamu bercanda kan?”

    “Ti..Tidak. Aku mengatakan yang sebenarnya.”

    “….”

    “Hooooo…. Jadi kau adalah orang yang seperti itu yang memandang rendah orang lain. Kau tidak menganggap sesuatu yang penting perkenalan kita yang kemaren…” Wajah cerianya berubah jadi wajah serius yang memandang jijik kepadaku.

    “Kemaren…?” Aku kebingungan, karena kemaren… Tunggu sebentar kemaren apa saja yang aku lakukan? Ah! Jadi begitu! Sudah lama aku tidak mengalaminya.

    “Ayo Lunar kita tinggalkan saja orang ini….”

    “Eh?” Lunar agak terkejut.

    “Tunggu sebentar!!!” Aku berteriak menghentikan Swasti dan Lunar yang agak ragu berdiri karena di tarik oleh Swasti. Kemudian aku bertanya.

    “Apa yang terjadi kemaren!? Ah tidak! Maksudku apa aku berkenalan dengan kalian kemaren?”

    “Apa maksudmu? Kami bergerombol berkenalan dengan mu dan kamu juga mendatangi satu persatu siswa di kelas yang pendiam untuk berkenalan.”

    “Begitukah…. Jadi Begitu….” Sekarang aku mulai bisa mengingatnya kembali.

    “Ayo Lunar…”

    “Tunggu ini bisa ku jelaskan!”

    “Apa kau mau bilang kau mengalami amnesia atau semacamnya? Hentikan itu, kare….”

    “Ya. Aku kadang-kadang mengalami amnesia sesaat dan sudah mulai terjadi sejak enam tahun yang lalu…”

    Swasti kembali berjalan untuk meninggalkanku sambil menarik Lunar. Tetapi. Lunar menghentikan Swasti dengan balas menarik Swasti.

    “Ya. Aku akan menjelaskannya, tapi bisakah kau duduk dulu.”

    “Baiklah aku akan duduk mendengarkan hanya karena Lunar saja. Tapi kalau penjelasanmu terdengar membosankan kami akan segera pergi dari sini.”

    “Baguslah kalau begitu karena yang akan aku ceritakan adalah kenyataan dan merupakan sejarah penting dari perang yang tidak ditulis di buku sejarah.”

    “Hoooo….” Swasti hanya menjawab dingin sambil menarik banku yang tersimpan di bawah meja.





    Kemudian aku memulai ceritaku dengan,

    “Kalian tahu ini benda apa?”Aku menunjuk benda bulat di atas meja yang selalu aku bawa kemana-mana itu.

    “Bola Golf…” Swasti mengatakan candaan yang dingin sembari mengistirahatkan kepala di atas telapak tangannya dan memandang ke tempat lain untuk menunjukan ketidak peduliannya.

    “Tidak tahu. Makanya dari tadi aku bertanya padamu?” Lunar mengatakan itu sambil memperhatikan Bola itu.

    “Itu adalah kamera 360 pangkat 360 model terbaru.” Suwada menjawab sambil membawa makanannya dan ikut duduk di bersama di meja kami. Sekarang aku ingat orang ini juga sekelas dengan ku.

    “Kenapa kau juga ikut-ikutan kesini Suwada!?” Swasti membentaknya.

    “Tentu saja! Sebagai Ketua klub penelitian teknologi alat-alat optik aku sangat penasaran dimana dia bisa mendapatkan kamera yang masih prototype ini. Benda ini masih belum di pasarkan tahu!” Dia mengatakan itu dengan bersemangat dan juga diikuti dengan anggukan dan sahutan “hmmm… Hmmm…” tiga orang lainnya yang entah sejak kapan berdiri di belakang Siwada.

    “Huh dasar kamera otaku, Came-taku!” Swasti bergumam.

    “Kalau kau menginginkannya aku masih punya banyak dan berbagai macam model lainnya lagi di rumahku. Aku bisa memberikannya kepadamu. Kebetulan ayahku juga sedang melakukan penelitian dengan menggunakan benda ini, jadi stok nya banyak sekali.”

    “Benarkah!? Jadi aku bisa membongkar-bongkarnya?”

    “Ya jadi kapan-kapan mainlah kerumahku.”

    “Tidak perlu kau undang pun kami akan datang!!!!” Mereka berempat serentak menjawab seperti itu.

    “Ehehehe.”Lunar dan Swasti tertawa kesusahan.

    “Cih, Siwada telah termakan umpan.” Swasti bergumam bergumam lagi. Kemudian dia mengatakan,

    “Jadi apa hubungannya benda itu dengan … Cuih… Amnesia mu itu?”

    “Kamera ini aku gunakan sebagai buku harian ku. Aku menggunakannya untuk merekam apa saja yang terjadi di sekitarku setiap harinya. Dan ini merupakan terapi yang sudah aku lakukan sejak enam tahun…. Ah tidak…. Maksudku 5 tahun yang lalu.”

    “Jadi itu tidak kau gunakan untuk mengintip ruang ganti wanita kah?”

    “Swasti bisakah kau diam sebentar. Aku jadi tidak bisa memperhatikannya dengan serius.” Lunar menegur Swasti sambil tersenyum dan mengerutkan kening.

    “Ya.. Ya… Ya…” Dia hanya menjawab seperti itu. Sepertinya penilaiannya terhadapku sekarang telah berbalik dari seratus menjadi minus seratus.

    “Lunar apa kau ing…..” Aaaaa. Aku mengatakannya lagi. Dan aku lihat wajah Swasti kesal.

    “…Apa kau ingat tentang ceritaku mengenai kecelakaan yang ku alami enam tahun yang lalu.”

    “Ya. Aku ingat.”

    “Sebenarnya itu bukan sekedar kecelakaan. Tapi…”

    .........Aku pun menceritakan tentang peperangan yang berlangsung di sana. Tentang ibuku yang berstatus M.I.A. Tentang buta warnaku. Tentang rehabilitasi berat yang aku jalani selama 2 tahun. Dan tentang kerusakan permanen pada otak ku. Juga bagaimana aku mengejar ketertinggalan pendidikanku agar dapat bersekolah bersama dengan yang seumuran dengan ku akibat menjadi vegetable selama 6 bulan ditambah dengan masa rehabilitasi. Bagaimana aku belajar bergerak, berbicara dan berbahasa. Dan akhirnya tentang rehabilitasi ingatan yang masih kujalani hingga saat ini. Ini adalah pertama kalinya dalam ingatanku, aku menceritakan sejarah hidup ku kepada orang lain.


    ….
    ….

    .........“Sulit di percaya….Hiks…Orang seperti mu…Ibumu…Hiks.” Sekarang Swasti yang tadinya kesal padaku malah terharu dan mencoba menahan tangisnya. Dan Lunar mencoba menghiburnya. Sedang yang lainnya hanya bisa tertawa kecil karena melihat keadaan Swasti itu. Yang lainnya!? Ternyata cerita itu telah menarik banyak orang berkumpul di sini.

    .........Sebenarnya aku sama sekali tidak bermaksud untuk membuat orang miris dengan cerita ku, karena itu aku menceritakan nya dengan gaya cerita yang datar dan hambar. Dan sesungguhnya hati ku sendiri pun sama sekali tidak tergerak dengan sejarah hidup ku sendiri tapi mungkin itu adalah hal yang wajar karena aku sendirilah yang mengalaminya, namun mungkin hanya karena Swasti saja yang memiliki hati agak lebih sensitif dari kebanyakan orang makanya dia sampai menangis seperti itu. Dengan selesainya cerita ku itu aku yakin sekarang mereka akan menerima keadaan ku ini dan memang itu lah motif ku menceritakan cerita itu, tidak ada tujuan lain. Kemudian aku pun membuka penutup cerita ini dengan mengatakan….

    “Kalau begitu biarkan aku berkenalan lagi dengan kalian.”

    “Hajimemaste. Watasi ha Kararyuu Kurokoru (加羅流 黒凝る) desu. Kara dari kanji tempurung, Ryuu dari naga atau aliran, Kuro dari hitam, dan Koru dari kaku atau pekat. Yoroshiku onegai simasu.

    “Hahahaha….” Mereka tertawa. Dan aku tahu mereka tertawa karena namaku yang susah disebut karena seperti permainan kata itu, ya seperti kuku kaki kakek ku kaku-kaku.

    “Perkenalkan. Namaku Kumokage Lunar. Kumo dari kanji awan dan kage dari kanji bayangan. Katakana Lunar dari bulan. Yorushiku onegai simasu.” Akhirnya aku tahu namanya. Aku harus menonton video bagian-bagian yang aku lupakan lagi saat malam nanti, dengan begitu ingatanku akan pulih.

    “Perkenalkan namaku Swasti Swadesi. Itu tidak menggunakan kanji. Hahahaha. Senang berkenalan dengan mu. Dan maafkan aku Kararu.” Dia sudah berhenti menangis.

    “Ah tidak apa-apa. Aku sudah sering mengalami hal seperti ini karena aku sering berpindah-pindah karena pekerjaan ayahku sehingga aku sudah terbiasa.”

    “Tapi…Tapi…Hiks…Huaaa.” Swasti kembali menangis. Kami pun hanya bisa tertawa melihatnya seperti itu.

    “Perkenalkan namaku Suwada Sasasegawa….”



    Tiba-tiba seseorang berteriak.



    “Hoi!!! Sedang apa kalian!!! Kelas sudah dimulai 20 menit yang lalu!!!”

    “Gawat-gawat itu si tinju besi!!!” Mereka pun bergegas kembali dan diantara mereka ada yang menjelaskan kejadian sekaligus meminta maaf kepada si Tinju Besi. Sepertinya si Tinju Besi ini adalah guru PA di sekolah ini. Aku juga terkejut dan melihat jam di hape ku. Memang benar tak terasa waktu sudah berlalu selama ini.

    .........Saat semua sedang bergegas untuk kembali ke ruang kelas aku dengan cepat menghabiskan sisa makan siang ku sambil di tunggu oleh Lunar dan swasti. Tentu saja aku akan kesulitan menghabiskan makanan karena sebelumnya aku makan ini sambil bercerita. Sesudah selesai makan aku pun mengikuti Lunar dan Swasti yang berjalan didepanku untuk menuju kelas. Dan entah kenapa,sewaktu hampir meninggalkan pintu kantin dan mamsuki koridor, seperti kerasukan tiba-tiba aku memegang tangan Lunar yang berayun karena berjalan di depan ku dan menghentikannya.

    “Eh!”

    “Hah!? Ada apa Lunar?” Swasti pun berbalik dan agak terkejut melihat yang terjadi.

    “A…Anu…Lunar…Ah maksudku Kumokage.”

    “Ya ada apa?”

    Aku tahu ini adalah situasi, waktu, dan tempat yang sangat tidak tepat. Tapi aku tidak dapat menahannya.

    “Ma…”

    “Ya?”

    “Aku tidak tahu perasaan apa. Ini adalah pertama kali aku merasakan hal yang seperti ini. Tapi maukah kau berpacaran denganku!”

    “Haaaaaaaaaah!!!” Itu adalah reaksi dari Swasti dan petugas-petugas kantin yang seharusnya sudah berjarak sekitar 30 meter lebih dari kami.

    “Eh!?”

    “Ah. Sorry…” Aku agak sedikit menyesal karena mengatakan itu tiba-tiba dan hanya bertindak berdasarkan impuls sesaat saja. Namun….

    “….” Lunar berpikir sejenak. Kemudian dia pun mengatakan sesuatu yang tidak bisa aku antisipasi.

    “Kupikir tidak baik juga kalu tidak pernah memiliki pengalaman dalam hal ini.Jadi kenapa tidak. Baiklah. Ayo kita berpacaran.”

    “Eeeeeeeeeeeeeeeh!!!!” Ku pikir jawabannya itu lebih mengejutkan lagi dari pernyataan ku sebelumnya. Sampai-sampai tanpa sadar aku pun ikut terkejut dan bersuara seperti Swasti dan petugas-petugas di kantin.

    “Kenapa kau ikut-ikutan terkejut juga” Kata Lunar sambil menepuk dan mendorong dada kanan ku.

    “Bukan… Itu.. Maksudku ku pikir kau akan menolak ku…Atau itu.. Aa… Maksudku kau mungkin akan berpikir satu…Ah. Atau meminta ku untuk menunggu jawabannya satu minggu lagi. Maksudku… Eeeeeeh!” Aku masih tidak bisa menahan keterkejutan ku. Darah ini sepertinya mau menyembur dari wajah ku. Ah tidak…. Wajah dan kuping ku panas sekali. Jantungku berdetak sangat cepat. F*ck!SHIT!F*ck!SHIT!SHIT!

    “Anu…Kararu….” Swasti memanggilku. Aku pun melihat wajah khawatir sekaligus agak tertawa Lunar dan Swasti.

    “Kenapa?”

    “Darah mengalir deras dari hidung mu….”

    “Eh!” Akupun meraba bagian atas bibirku. Dan benar saja. Saat ku lihat tangan ku itu ternyata ada cairan merahnya. Dan saat ku perhatikan lebih cermat lagi ternyata baju sekolahku pun jadi merah karena darah segar itu. Dan aku perhatikan lebih ke bawah lagi ternyata darah itu pun sudah berceceran di lantai.

    “Ah maaf. Aku harus ke toilet sebentar. Ah tidak mungkin ke UKS. Ah.. Aku akan ke toilet kemudian ke UKS.” Aku berkata seperti itu sambil berjalan terhuyung-huyung.

    “Ahahahaha.” Swasti tertawa namun Lunar terlihat sangat khawatir dan merekapun tetap mengikutiku yang mencoba pergi karena menanggung malu dan cidera yang tidak diketahui asal usulnya. Namun Lunar memberitahu Swasti untuk tetap kembali ke kelas saja dan menjelaskan situasi ini.

    ---End of Log 0003341---​


    Dan begitulah cerita cinta pertama, tembakan pertama , sekaligus pacaran pertama Kooru-kun yang sama sekali tidak romantis. Kemudian saat jam pelajaran terakhir berakhir terdengar isu bahwa Kooru-kun berkelahi dengan seseorang karena memperebutkan Lunar.


    Chapter 0000001: Æther​

    Log 0003345:
    .........Saat pulang dari sekolah tidak seperti biasanya yang selalu sendiri kali ini aku diikuti oleh tiga orang. Maksudku, lebih tepatnya seorang gadis cantik, satu makhluk temperamental, dan seorang maniak teknologi kamera dan optik, dan sepertinya aku dapat berteman baik dengan yang terakhir itu. Tentu saja mereka adalah Lunar, Swasti dan Suwada. Sebenarnya semua anggota klubnya mau ikut juga tapi meski aku izinkan mereka semua tetap dilarang oleh Suwada karena itu hanya akan menyusahkan keluarga ku menurut nya. Dan mungkin menurutnya tidak adil kalau hanya mengajak satu atau dua orang dari klub nya sementara yang lainnya di tinggalkan.

    .........Dan kami pun akhirnya sampai di depan rumah ku.Namun aku baru sadar kalau Lunar tidak ada diantara kami dan setelah menengok kearah kanan belakang aku melihatnya. Dia sedang membuka pagar rumah yang sekarang aku jadi tahu kalau itu rumahnya. Rumahnya itu berada di seberang jalan dengan jarak satu rumah dari rumah ku.

    “Sebentar yah… Kalian duluan saja… Aku mau mengganti baju dulu.”

    “Ya. Nanti langsung masuk saja.” Aku menjawabnya. Sebenarnya aku jadi ingin ke rumahnya namun situasinya tidak memungkinkan dengan suwada yang terlihat sangat bersemangat untuk mengutak-atik bangkai-bangkai peralatan optik yang ada di rumah ku. Lagipula mereka berdua tidak terlihat terkejut melihat ternyata aku dan Lunar ternyata bertetangga, sepertinya mereka sudah tahu. Mereka lebih terkejut dan tercengang dengan eksterior rumah ku yang di penuh dengan panel-panel surya.

    .........“Tadaima…” Aku membuka pintu yang tidak terkunci dan masuk kedalam rumah diikuti oleh Suwada dan Swasti dan aku tahu reaksi seperti apa yang akan mereka keluarkan.

    .........“Ojamasimasu…”, “!”

    .........“…”

    .........Ya. Ekspresi seperti itulah. Itu adalah salah satu variasi dari reaksi orang yang pernah datang kerumah kami. Karena struktur ruangan yang tidak lazim di negara ini. Sebelum pindah rumah ayahku pasti sudah mempersiapkan renovasi rumah yang akan kami tinggali. Dan hasilnya adalah kurang lebih selalu seperti ini. Sebuah ruang persegi panjang yang hampir tanpa sekat, ruang persegi panjang ini memiliki luas 45x15 meter persegi yang dihasilkan dari menggabungkan dua buah rumah. Ruangan seluruhnya di cat putih dari dinding sampai plafond dan menggunakan parkit sebagai bahan lantainya. Ruangan panjang ini dibagi oleh dapur yang tepat berada di tengah-tengah ruangan dan dibatasi oleh dua buah sekat semi permanen dengan lebar tiga setengah meter yang tingginya tidak lebih dari dua setengah meter sehingga tidak mencapai plafond. Tempat kami masuk ini merupakan salah satu dari dua pintu masuk yang berposisi berseberangan, wajar saja karena ruangan ini awalanya adalah dua buah rumah. Meski tinggi plafond ruangan ini tidak proporsi dengan panjangnya namun kesan menghimpit yang harusnya muncul dihilangkan oleh warna putih polos tanpa hiasan apapun pada dinding dan plafond. Di sebelah kiri tepat pada posisi dapur terdapat tangga yang menembus ke lantai dua dan tangga itu terasa seperti menancap di dinding karena hanya bilah-bilah anak tangga saja yang ada disana tanpa railing atau pun penyangga struktur tangga.

    .........Kami berjalan melintasi ruang tamu yang hanya terdiri dari sofa dan meja dari kejauhan terlihat seseorang menegok dari celah lebar yang tercipta dari sekat dapur.

    .........“Oh kau sudah pulang yah..yah…yah..yah..yah!?” Suara kerasnya agak sedikit menggema di dalam ruangan itu.

    .........“Hentikan itu. Membuat malu saja.” Yang kumaksud bukanlah anime favorit yang sedang ia tonton di televisi berukuran 100” itu melainkan suara gema palsu yang dibuatnya karena melihat aku membawa dua orang tamu asing yang sepertinya belum tahu kalau ruangan ini tidak menyebabkan gema.

    .........“Ah. Permisi.” Swasti dan Suwada memberi salam secara bersamaan. Namun ternyata itu belum selesai karena,

    .........“Si…Si….Si…Si…” Suwada ternyata menirukan ayahku dengan menambahkan efek gema pada suaranya.

    .........“Wahahahaha…. Ha… Ha… Ha… Ha…” Ayahku tertawa dengan efek gema yang keras namun semakin mengecil intensitasnya. Suwada Pun juga menyahut dengan tawa yang terdengar sama.

    .........“Wahahahahah… Ha… Ha… Ha.. Ha…”

    Mereka pun tertawa berbalas-balasan selagi kami berjalan menghampiri ayahku yang berada di ujung ruangan yang agak berantakan. Aku hanya bisa menepukan tangan ku ke wajah dan Swasti hanya bisa tertawa-tawa kecil sambil mengernyitkan sebelah kening.

    .........Setelah melwati perbatasan semu antara dapur dan ruangan berantakan yang sebenarnya merupakan ruang keluarga itu ayah ku tiba-tiba meninggalkan penelitian dan anime favoritnya yang sambil direkam itu dan berlari menghampiri kami. Sebenarnya aku agak sedikit terkejut dengan sikapnya yang tidak biasa terhadap tamu yang belum dikenalnya itu. Biasanya dia akan lebih mementingkan penelitian atau pun anime nya terlebih dahulu daripada menyambut tamu. Namun aku paham, itu karena sikap Suwada yang menanggapi candaan ayahku.

    Ayah ku mengerem larinya dan berhenti tepat satu setengah meter di depan Suwada lalu melakukan putaran gasing penuh sebanyak 3 kali dan mulai menari-nari di hadapan kami diikuti oleh jubah laboratoriumnya yang berkibar-kibar akibat gerakannya itu…

    .........“Oh…. “ Membentangkan tangan kanannya kearah plafond dan tangan kirinya ke dadanya layaknya seorang pangeran di pertunjukan opera,

    .........“…. Layaknya mentari yang terbit di timur …..” melakukan pose kuda-kuda bertahan kearah kanan yang entah dari aliran beladiri apa namun yang pasti gerakan ini tidak ada hubungannya dengan puisi dan gerakan sebelumnya,

    .........“….dan rembulan yang memantulkan cahayanya,…” sekarang melakukan pose tangan kanan menyilang didepan dada sampai kesudut terjauh dari atas bahu kirinya serta tangan kiri yang di genggam di atas pinggang kirinya. Sekarang gerakan-gerakan yang tidak beraturan itu mulai menunjukan wujud sebenarnya. Ya. Aku tahu gerakan yang di tunjukannya saat ini. Ini adalah gerakan hensin standar dari para raider.

    “…. pertemuan ini adalah sebuah takdir pasti yang takkan terelakan.” Dia melakukan gerakan yang sama dengan gerakan sebelumnya namun kali ini dengan arah sebaliknya, kemudian tangan kirinya yang berada di sebelah ujung kanan mulai kembali dengan gerakan slow motion ke posisi tengah menghalangi pandangan ke depan dengan keadaan tangan kirinya yang tetap lurus. Jari-jari tangan kirinya yang semula semuanya lurus mulai di tekuk pelan-pelan menyisakan jari telunjuk dan jempol yang tetap membujur kaku serta jari tengah yang hanya setengah di tekuk.

    Kemudian….

    ….

    Ah sudah lah… menjelaskan gerakan-gerakannya yang tidak berarti dan memalukan itu hanya menghabiskan waktu saja. Suwada dan Swasti hanya bisa berdiri kaku menyaksikan fenomena aneh ini dihadapan mereka.

    .........“Perkenalkan… Namaku…. Kararu… Tendou… Aka….” Dia mengatakan itu dengan setiap katanya diwakili dengan satu gerakan tak berarti lainya,

    “… Bloody…!” Di meneriakan kata bloody ini

    “…Rain!… Tendou!”

    Aku sudah tidak dapat menahan malu lagi. Aku harus menghentikannya sebelum dia melakukan hal yang lebih memalukan lagi.

    .........“Cukuuuuuuup! Hentikan itu!” Aku meneriakan itu dengan suara yang datar.

    .........“Hah!? Kenapa?” Suwada dan ayah mengatakan itu bersamaan.

    .........“Hah!?” Kali ini aku dan Swasti yang mengungkapkan kebingungan kami bersamaan.

    .........“Hmm…” Ayah ku merangkul bahu Suwada dengan tangan kirinya kemudian mengatakan, “Sepertinya mereka tidak mengerti romansa ini….” Sambil membetulkan kacamatanya dengan jari tengah tangan kanannya dia membawa suwada ke tempat penelitiannya yang di luar teritori ruang laboratorium itu.

    .........“Ya… Mereka sama sekali tidak mengerti.” Suwada menimpali kata-kata ayahku sambil membetulkan kacamatanya dengan cara yang sama juga.

    .........“Romansa apanya?” Aku bertanya dengan ekpresi sinis.

    .........“Huh….!?” Mereka menjawab bersamaan dan berhenti berjalan.

    .........“Sepertinya… Ah…Anuuu…. Siapa namamu?”

    .........“Suwada Sasasegawa.”

    .........“Hei Suwada, sepertinya dia tidak mengerti.”

    .........“Ya sepertinya dia tidak mengerti,” Suwada menjawabnya.

    .........“Haruskah kita katakan…?”

    .........“Sebenarnya tidak perlu…. Tapi….”

    .........“Ya. Sebenarnya tidak perlu…. Tapi…”

    Mereka membalikan wajah ke arah kami diantara lengan ayahku yang merangkul bahunya dan dengan ekpresi merendahkan mereka berkata

    .........“Ini adalah Mad Scientist Romance!!!” Mereka mengatakannya bersamaan seperti sepasang sahabat yang sudah lama saling kenal.

    .........“Aaa…. Ah…” Aku kehilangan kata-kata. Ini sangat jelas sekali… Itu adalah Chunibyo!

    .........“Hmmm!” Ayahku menyadari sesuatu, pasti dia akhirnya sadar dengan baju ku yang kotor…. Meskipun sudah di bersihkan di sekolah dan hampir tidak ada bekasnya lagi karena di bersihkan dengan bahan kimia tapi dia pasti tahu.

    Ayah kemudian melepaskan rangkulannya dari suwada dan berbalik lalu berkata,

    .........“Ah. Sorry! Ternyata ada seorang tamu lagi! Aku tidak melihatmu!” Ayahku tanpa tahu malu mengatakan itu. Agh! Ternyata dia akhirnya menyadari keberadaan Swasti bukannya bajuku.

    .........Aaaagh! Goblog! Jangan mengatakan hal sepeti itu!

    .........“Pe… Perkenalkan… Namu saya Swasti Swadesi.” Dia agak kesusahan menanggapi situasi yang luar binasa ini.

    .........“Oh. Desi-Chan….!”

    .........“D.D..De.. Desi chaaan!?” Desi---ah maksudku Swasti---terkejut dan tambah kesusahan menanggapi situasi ini.

    .........“…Maafkan aku Desi-Chan…. Maaf karena membuatmu merasa terasingkan. Karena itu….” Dia mengeluarkan sebuah kacamata dari saku jubah laboratoriumnya, “…Aku pinjamkan ini.”

    .........“Eh!?” Swasti menerima kacamata itu dengan kebingungan.

    .........“Aaaa…. Kamu pakai saja itu, itu kacamata khusus tamu. Dia memang orangnya seperti itu, a ha ha ha ha ha…” Aku menjelaskan itu ke Swasti dengan kesusahan.

    .........“Soalnya… Hmmm…. bagaimana aku menjelaskannya…” Ayahku mulai melakukannya lagi. Gawat!

    .........“…Kalau kamu tidak menggunakan kacamata….” Oi! Oi! Oi! Oi!

    .........“… Aku jadi tidak dapat melihatmu…” Stop! Stop Stop! Stop!

    .........“… Yah…Seperti….”

    .........“Seperti…?” Swasti penasaran.

    .........“….Kau tahu… Seperti…”

    .........“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!” Aku memotong kata-katanya dengan teriakan.

    .........“Kau lupa merekam anime itu!!!” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan ini.

    .........“Tentu saja aku ingat bodoh! Mana mungkin aku lupa merekamnya!” Dia tidak teralihkan!

    .........“…Seperti semut yang lewat di hadapan mu. Kau tahu semut itu ada tapi kau mengabaikannya.” Dia mengatakannya! Dia tetap melanjutkan kalimatnya kepada Swasti. Ini candaan yang sama sekali tidak lucu.

    .........“Ahahahaha…. Begitu yah… Ahahahahaha” Swasti tertawa kesusahan dengan wajah kesal sambil memakai kacamata yang dipinjamkan kepadanya.
    Sudah lah…

    .........“Hei… Karena kalian sudah berkenalan dengan ayah bagai mana kalau sekarang kita ke kamarku.”

    .........“He…! Pinjamkan dulu mereka padaku sebentar! Kau ganti baju saja dulu sana!”

    .........“Ahahahaha.” Mereka berdua tertawa, tetapi tertawa yang berbeda, karena yang satu tertawa senang dan yang satunya lagi tertawa kesusahan.

    .........“Ya.. Ya… Ya… Tapi jangan buat mereka kesusahan dengan candaan mu yang tidak lucu itu!” Akupun berbalik ke arah dapur untuk menaiki tangga menuju kamarku yang berada di lantai dua.

    .........“Hei. Koru!” Ayah ku memanggil.

    .........“Kenapa?”

    .........“Bajumu itu… Ada bau darahnya… Apa kau berkelahi di sekolah?” Kenapa menanyakan itu sekarang! Anakmu yang berlumuran darah lebih kecil dari semut kah?!

    .........“Ah tidak. Aku hanya mimisan saja tadi di sekolah.”

    .........“Ya! Dia mimisan karena melihat dada Lunar yang montok! Kekekeke!” Swasti mengatakan fitnah yang tidak termaafkan.

    .........“Iya. Iya. Dia tidak tahan melihatnya! Wahahahaha!” Suwada menimpali fitnah itu.

    .........“Tidaaaak! Bukan Begitu!” Aku mencoba membela diri, meski sepetinya satu melawan dua tidak akan bisa menang.

    .........“Ho…. Rupanya anakku sudah mulai memasuki masa itu.”

    .........“Betul… Betul… Betul… Akhirnya dia memasuki masa itu.”

    .........“Tidak! Masa itu apanya!? Hoi! Hentikan ocehan kalian itu!”

    .........“Akhirnya anakku mulai mengerti keindahan tubuh wanita!”

    .........“Makanya itu! Bukan seperti itu ceritanya!” Aaaagh percuma!

    ---End of Log 0003345---
    Log 0003346 : Bagian I
    .........Aku pun kembali kekamar untuk mengganti pakaianku sambil terus menggumamkan sumpah serapah. Selesai berganti pakaian aku singgah sebentar di laboratorium di lantai dua untuk mengambil beberapa jenis yang berbeda dari kamera 360 dan memasukannya kedalam sebuah kotak kardus kecil supaya mudah membawanya. Sesudah menuruni tangga aku melihat di ruang keluarga ternyata jumlah orang yang tadinya ada tiga sekarang menjadi empat karena sekarang Lunar sudah ada di sana. Lunar menyadari keberadaan ku di kejauhan. Dia tersenyum. Ah… Aku tidak tahu apakah sebuah kata ‘senang’ dapat mmengungkapkan perasaan ini. Aku pun menghampiri nya, ah, maksudku mendatangi mereka.

    .........“Piiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiip!” Terdengar suara air mendidih dari sebuah ketel. Uniknya ketel ini bukan berada di dapur namun malahan berada di ruang keluarga. Karena keadaan ruang keluarga yang semi-berantakan akibat penelitian ayah ku, mereka yang berada di ruangan itu selain ayah ku tidak menyadari kehadiran ketel ini sehingga mereka pun agak terkejut dan bingung.

    .........Ayahku berdiri dan menghampiri ketel itu lalu mengangkatnya dari empat buah benda berbentuk kotak yang menyangganya. Kemudian mengambil sebuah cup-ramen, membuka tutup nya, kemudian menuangkan air panas dari ketel yang tadi di bawanya ke dalam cup-ramen itu. Teman-temanku –ah… salah satu nya bukan sekedar teman lagi—hanya bisa mengerakan kepala memandangi dan mengikuti gerak gerik ayah ku kecuali satu orang, yaitu Suwada yang hanya memperhatikan benda berbentuk kotak yang tadi dijadikan penyangga sekaligus kompor untuk memasak air.

    .........“Hei itu Maxi bukan!?” Akhirnya Suwada mengungkapkan rasa penasarannya.

    .........“Meksi?” Swasti dan lunar pun jadi ikut penasaran.

    .........“Orang bilang itu semacam Lisa atau IBN 5100 zaman sekarang. Mungkin bisa dikatakan gabungan dari keduanya.” Suwada menjelaskannya dengan struktur bahasa yang tidak mungkin dimengerti manusia.

    .........“Lisa? IBN 5000?” Mereka tambah bingung.
    Ayahku hanya mengamati mereka.

    .........“Lisa itu adalah nama salah satu komputer rumahan pertama, kalian tahukan dulunya komputer hanya digunakan oleh industri besar seperti pabrik dan tidak digunakan oleh perorangan. Sedang IBN juga sama tapi memiliki harga yang sangat mahal untuk dibeli dan untuk digunakan oleh perorangan.”

    .........“Oooo….” Mereka berdua menunjukan kalau mereka mengerti namun dengan wajah dan suara yang datar.

    .........“Jadi maksudmu Meksi ini adalah komputer kan? Terus apa hubungannya Meksi ini dengan komputer tadi?” Ya. Ya. Ya. Begitulah. Seperti yang kuharapkan dari seorang Lunar.

    .........“Nah. Maxi adalah komputer quantum rumahan pertama. Komputer ini memiliki kemampuan ratusan bahkan ribuan kali komputer yang masih umum digunakan sekarang. Tentu saja harganya juga sesuai dengan kemampuannya. Lagi pula kemampuannya itu terlalu mubazir kalau hanya untuk digunakan pada keperluan sehari-hari. Sama halnya dengan yang terjadi pada saat Lisa dan IBN …”

    .........Suwada terus menjelaskan apa itu maxi kepada mereka berdua.

    .........Biarkan aku menjelaskan Maxi dari sudut pandang yang berbeda. Maxi adalah nama pasar. Dengan kata lain semacam nama panggilan seperti orang menyebut kacamata buta warna sebagai ‘mata pengganti’ atau (atau ….-->nanti di tambahkan dan disesuaikan dengan budaya jepang). Nama yang seharusnya adalah Micro Quantum Computer lalu nama itu di singkat menjadi M.Q.C. atau dapat dibaca dengan ‘Em Kyu Si’ dan entah mengapa cara baca tersebut berubah menjadi ‘Mek Si’ mirip seperti penyebutan francise yang menjual burger yang bernama Mac Donar. Lalu cara penyebutan yang berubah itu menjadi nama baku di pasaran yaitu Maxi. Namun nama maxi ini sesuai dengan kemampuan komputer ini yang benar-benar maksimal.

    .........“Hoaaaam….” Swasti sudah sampai pada batasnya.

    .........“…. Maxi menggunakan dua buah otak organik sintetis. Satu sabagai core dan satunya lagi sebagai katalis. Otak yang menjadi core digunakan sebagai prosesor utama sekaligus support terhadap chip prosesor yang non organic. Sedang otak yang menjadi katalis digunakan sebagai perantara antara otak manusia yang memakainya dengan core pada Maxi. Bisa dikatakan katalis ini semacam fusi atau sekring yang….” Suwada terus memberikan penjelasan kepada mereka berdua seperti seoarang alien yang menjelaskan cara kerja piring terbang kepada manusia goa di zaman batu.

    .........“…. Entah apa yang dipikirkan oleh Eden Workerers sampai-sampai meluncurkan Maxi ke pasaran padahal pasar belum membutuhkannya….” Entah mengapa penjelasan Suwada ini mulai merambah ke sektor ini.

    .........“Tunggu sebentar Suwada! Lalu apa hubungan empat buah Maxi itu dengan ketel air itu!?”

    .........“Itulah yang aku bingungkan!”

    .........Lunar berhasil menghentikan Suwada!

    .........“Jadi cerita otobots melawan decepticon tadi itu hanya untuk menjelaskan bahwa empat kotak itu bukanlah kompor!?” Swasti sadar dan akhirnya paham sehingga dia agak terperanjat.

    .........“Agh…” Suwada kesal dan agak kecewa dengan reaksi Swasti.

    .........“Suhu Maxi ini mencapai 150 derajat celcius padahal sudah aku pakai pendingin super menggunakan es kering. Jadi aku pikir sayang juga energi panas nya yang terbuang, Jadi aku pakai saja untuk memasak air. Kalian tahu kan istilah ‘Green’. Ahahahahaha!” Ayahku menjelaskan apa yang terjadi.

    .........“Ya kadang-kadang kami juga memasak telor dadar atau sup miso di atasnya. Ahahaha” Aku menimpali kata-kata ayahku untuk mencairkan suasana yang agak kaku setelah penjelasan Suwada.

    .........“Coba lihat ini!” Ayahku memutar dudukan televisi dan menunjukan bagian belakang televisi tersebut. Di sana bergelantungan barang bukti yang tidak mungkin disanggah lagi. Disana terdapat celana dalam ku dan celana dalam ayah ku juga beberapa pasang kaos kaki yang sedang dijemur menggunakan panas televisi.

    .........“Kyaaaaa!!!!”

    .........“AAAAAAAAGHHHHH!!!! Jangan perlihatkan yang itu!!!!” Aku tidak sempat menghentikan ayahku.

    .........“Greeen….” Kata ayahku dengan bangga.

    .........“Serius!? Ahahahaha.” Mereka tertawa karena melihat kelakuan konyol kami.

    .........“Oh!” Suwada agak terkejut karena aku menyerahkan satu kotak penuh kamera 360 kepadanya karena di dalam nya selain bangkai juga terdapat kamera yang masih dalam kemasan tersegel. “Hei ini masih baru kan!? Apa tidak apa-apa?”

    .........“Tidak apa-apa. Kalian pakai saja, kami masih punya bnyak kok.”

    .........“Wooooooooh!!!!” Suwada menari kegirangan sambil duduk bersila di lantai.

    .........Aku mencoba melirik Lunar yang duduk di samping ku. Dia tertawa ceria melihat Suwada yang kegirangan memeriksa apa saja isi kotak yang aku berikan kepadanya. Dia memakai …. ---Agh aku tidak tahu apa nama jenis pakaian ini atau lebih tepatnya celana yang di pakainya ini--- Dia memakai T-Shirt yang aku yakin itu berwarna putih yang di tutupi oleh kain jeans dengan tali sandang dibahunya, jeans ini menyatu dengan celana pendeknya yang panjangnya tidak sampai setengah pahanya. Ini semacam pakaian montir pada era klasik. Kain jeans tebal di potong berbentuk segi empat yang—karena pencahayaan yang baik di ruangan ini--- aku berhasil kenali memiliki warna biru itu menutupi sebagian dadanya…. Membentuk… Menggembung….Sial! Mulai lagi! Apa ini yang dinamakan puber? Tentu saja aku tertarik dengannya bukan karena hal itu! Namun karena sifatnya yang bisa dikatakan tidak konsisten, yang sepertinya susah sekali di tebak, namun yang paling membuat aku tertarik adalah karena otaknya. Aku tertarik dengan otaknya, ya dengan otaknya. Bukan karena wajahnya itu. Ah tidak! Bukan Begitu! Tentu saja aku suka karena dia cantik! Namun bukan itu yang utama! Bukan karena dia menggunakan kacamata dan rambutnya di kepang, aku tidak memiliki fetis terhadap yang dua itu! Ah tunggu! Mungkin sekarang aku sudah memiliki fetis itu…. AAAAAAGHHH!!! Malu nya aku!!!!



    .........Bibirnya… Bibirnya terlihat mulus sekali, warnanya hampir menyatu dengan warna kulit wajahnya. Mungkin warnanya seperti putih yang hanya di bubuhi sedikit warna pink tipis sehingga seperti sayatan sempurna di bagian bawah wajahnya yang agak oval itu. Bibirnya berkilau memantulkan cahaya dari lampu yang ada di ruangan ini. Bibirnya….Pasti tekstur bibirnya itu sangat …. lembut….

    Glek….

    Tidak! Hentikan Pemikiran ini!...

    Ah… Aku ingin sekali melihat wajahnya dan dirinya dalam warna. Aku yakin aku dapat melihat kecantikannya dengan lebih dalam lagi….

    .........“Hmmmm…. Ada apa Kararu?” Suara ini dari.... Lunar!?

    .........“!” AAAAAA! Rupanya dari tadi dia memperhatikan aku yang mengamati wajahnya nya!

    .........“Tidak ada apa-apa kok! Tidak ada apa-apa!”

    .........“Hooooooo…. Benarkah begitu….” Celaka! Ternyata Swasti juga menyadarinya! Si biang gossip ini sepertinya akan memulai babak baru dari rutinitas tokoh pembantu dalam cerita Love Comedy nya.

    .........“He…. hentikan itu! Beneran tidak ada apa-apa kok!”Aku perhatikan sekitar… Untunglah ayah ku lagi sibuk memmeriksa laporan data dari monitor komputernya sambil membumbui ramennya dan Suwada masih asyik memeriksa isi kotak yang ku berikan padanya. Swasti tersenyum sinis. Dan Lunar…. Lunar tertawa kecil menutupi mulutnya dengan tangannya yang setengah dikepalkan… Apa itu!? Pengembangan karakter yang baru lagi kah!?

    .........“Anooo… Paman…” Suwada memecahkan situasi yang sulit bagiku ini dengan pertanyaan kepada Ayah ku.

    .........“Kenapa?” Ayahku menanggapinya

    .........“ Penelitian apa yang paman lakukan sampai perlu menggunakan empat buah Maxi hingga menyebabkan mereka over-heat begitu? Padahal seharusnya komputer ini juga terkenal sebagai Ice-PC karena tetap dapat berada dalam suhu ruangan meski dipakai untuk melaukan kalkulasi yang berat.”

    .........“Hmmmm….” Ayahku berpikir,

    .........“Apa kalian pernah mendengar kata ‘Aetern?’”

    .........“Bahan bakar pesawat terbang sebelum perang dunia ke tiga!” Swasti langsung menjawab.

    .........“Itu Etanol!” Suwada menanggapi jawaban Swasti.

    .........“Aetern, dengan hurup ‘A’ dan ‘E’ nya tergabung menjadi satu menjadi ‘AE.’” Ayahku menambahkan keterangan.

    .........“Hmm… Entahlah… Aku rasa pernah mendengarnya. Tapi tidak tahu itu apa. Apa itu Eter? Tapi Eter tidak menggunakan hurup AE. Jadi apa itu Aetern Paman?” Lunar juga ikut bertanya.

    .........“Kalian tahu kan apa yang di maksud dengan medium?”

    .........“Maksudnya medium dalam artian ‘perantara’ bukan? Seperti panas yang lebih cepat merambat melalui medium logam?” Lunar lagi.

    .........“Ya. Benar kurang lebih seperti itu. Sekarang… Lewat medium apa suara disampaikan ke telinga?”

    .........“Udara.” Mereka menjawab bersamaan tanpa berpikir.

    .........“Ya benar! Suara adalah getaran sampai ketelinga kita yang biasanya disampaikan melalui udara. Selanjutanya, Apakah suara dapat kita dengar di ruang angkasa.”

    .........“Tidak.” “Bisa” Sekarang ada dua jawaban yang berbeda. Mereka semua memandangi Lunar karena satu-satunya yang menjawab berbeda.

    .........Lunar menatap ke arah ku. Aku paham. Itu karena pembicaraan kami di atap sekolah.

    .........“Suara bisa saja di dengar di ruang angkasa asalkan ada medium yang dapat menghantarkan getaran ke telinga kita.” Lunar menjelaskan tanpa perlu di tanya.

    .........“Ya. Itu benar! Sekarang pertanyaan yang lebih sulit. Apa medium cahaya?”

    .........“!”

    .........“Ti.. tidak ada… Cahaya tidak membutuhkan medium. Tunggu! Apa maksud paman Aetern itu adalah medium cahaya!?” Sekarang giliran Suwada yang menjawab, dia mulai menangkap arah dari pertanyaan ayah ku.

    .........“Benar juga… Apa medium cahaya yah?” Suwasti juga mulai bertanya-tanya.

    .........“Bukannya cahaya adalah gelombang….” Lunar mulai berpikir. “Cahaya adalah elektron… Ah bukan… tunggu sebentar….Ugh…”

    .........“Kita cukupkan saja pembahasan apa itu cahaya. Karena akan memakan banyak waktu sampai-sampai mungkin akan membahas teori kabut dan semacamnya. Sekarang jawab saja apa medium cahaya?”

    .........“Tidak ada” Suwada menjawab bersamaan dengan Lunar.

    .........“Ruang angkasa, ahahahahaha” Kali ini Swasti yang menjawab berbeda.

    .........“Hmmmm….” Lunar dan Suwada mulai berpikir lagi karena mendengar jawaban dari Swasti.

    .........“Eh…..” Swasti agak terkejut melihat reaksi mereka.

    .........“Apa kalian tidak merasa agak ganjil kalau cahaya tidak membutuhkan medium? Apa kalian tidak merasa ada sesuatu yang kurang?” Ayah ku kembali membubuhhkan pertanyaan untuk menambah rasa penasaran mereka.

    .........“….” Susana jadi senyap karena mereka semua berpikir.

    .........“Jadi intinya… Aetern adalah medium dari cahaya?” Lunar memecahkan keheningan.

    .........“Sebenarnya itu kurang tepat. Aetern bukan itu. Meski sekitar tahun ’70-an ada seorang ilmuan eropa yang melakukan penelitian terhadap aetern dan mengungkapkan teori bahwa ada suatu medium yang menghantarkan cahaya dan dia memberi nama medium tersebut dengan nama Aetern.”

    .........“A..Aku tidak pernah mendengarnya! Apa dia berhasil!?” Suwada agak shock, karena sebagai ketua klub peneliti perlatan optik dia tidak mengetahui hal tersebut.

    .........“Tentu saja dia gagal! Kalu dia berhasil aku tidak akan melakukan penelitian tentang itu sekarang. Wajar saja karena teknologi pada zaman itu juga tidak mendukung penelitiannya. Namun data-data penelitiannya berhasil aku dapatkan dan aku mulai dari nol ditambah dengan membandingkan hasil penelitiannya. Tapi yang paling menarik disini adalah teorinya itu sendiri, bahwa cahaya memiliki medium.”

    Ayahku kembali melanjutkan setelah jeda beberapa saat sedang teman-teman dan ‘pacarku’ memperhatikannya dengan seksama,

    .........“Lunar… Coba kamu jelaskan lagi apa itu cahaya.”

    .........Lunar menjawab,
    .........”Cahaya adalah gelombang. Frekuensi gelombang yang berbeda akan menghasilkan warna yang berbeda. Ummmm…. Kemudian Gelombang itu adalah elektron yang….”

    .........“Cukup…” Ayahku menghentikan Lunar. Kemudian melanjutkan kata-katanya,

    .........“Apakah elektron itu suatu benda?”

    .........“Hmmmmm…. Ugh…” Tampak jelas mereka semua berpikir keras kecuali Swasti yang sudah TKO pada ronde sebelumnya.

    .........“Ah maafkan aku!....” Ayahku menghentikan proses berpikir mereka,

    .........“….Begini saja…. Kita ubah pertanyaannya. Apa setiap benda mengandung elektron?” Ayahku kembali menimpali mereka dengan pertanyaan.

    .........“Sebentar paman…. Ugh… Aku coba memikirkan benda apa yang tidak memiliki elektron.”

    .........Ayahku kembali menghentikan proses berpikir mereka.

    .........“Sekarang kita anggap saja setiap benda memiliki elektron. Walaupun mungkin saja ada yang tidak memilikinya. Cahaya adalah sebuah spesimen. Seperti kalian di sekolah yang membedah kodok atau cacing untuk mempelajari anatomi hewan. Cahaya adalah spesimen yang paling mudah didapat dan paling mudah diteliti berdasarkan teori ku untuk dijadikan bahan penelitian untuk menemukan Aetern. Sedang Aetern itu sendiri adalah ruang yang menjadi wadah tempat beradanya ruang angkasa yang mewadahi alam semesta….”

    .........“Tu..tunggu paman….Ruang yang mewadahi… Ah … Ruang yang menjadi wadah…. Tempat beradanya… ruang angkasa yang mewadahi alam semesta…. Jadi maksud paman Aetern adalah langit yang manjadi langit dari langit… Ugh….” I LOVE YOU LUNAR!

    .........“T..t.tttt…Tu…tunggu kalian semua…Agh… kepalaku…kepalaku…”Proccessor di kepala Swasti mulai terrbakar.

    .........“Kalau dipandang dari sisi mitologi… Hmmm. Kalian pernah dengarkan mengenai tujuh lapis langit… Maksudku bukan mengenai stratosfer ionosfer dan sebagainya yang kebetulan juga berjumlah tujuh namun langit yang mewadahi alam semesta yang diceritakan bahwa nabi menaiki langit tersebut untuk bertemu tuhan.”

    .........“Ya... Seperti langit dalam cerita penciptaan langit dan bumi. Tuhan menciptakan tujuh lapis langit dan seterusnya.” Lunar lagi. LUNAR…LUNAR….

    .........“Nah… Aetern di sini merupakan langit kedua setelah langit yang kita kenal sebagai alam semesta ini….”

    .........“….Langit pertama yang terdapat di dalamnya cahaya, kegelapan, dark mater, dan benda-benda langit lainnya…. Kemudian langit kedua yang mewadahi langit pertama tadi….Atau dengan kata lain Aetern adalah….”

    .........“….The Second Sky!”

    ---End of Log 0003346: Bagian I---

    .........“Hooo… Jadi begitu cara mereka menjelaskan apa itu Aetern kepada para anak SMA…” Seseorang dengan baju astronot tanpa helm dan dengan menyandang sebuah senjata assault riffle semi otomatis di bahu dan sepasang katana dan kodachi di pinggangnya bergumam seperti itu. Di bahunya terdapat sebuah tag nama yang bertuliskan Shinra dengan hurup latin, sepertinya itu adalah namanya. Kemudian diatas nama itu tertulis ‘Team: Yellow.’

    .........“Agh… Dari beberapa Log yang lalu dia terus saja membahas… Lunar…Lunar…Lunar…. Hal itu benar-benar mengganggu!” Seseorang dengan pakaian yang sama dengan orang yang pertama tadi namun hanya menyandang sebuah kodachi di pinggangnya mengatakan itu dengan kesal. Uniknya tag nama orang ini bertuliskan ‘Yellow’ pada posisi yang seharusnya bertuliskan nama, sehingga bisa dikatakan orang ini bernama Yellow dan tergabung dalam sebuah tim yang bernama Yellow juga. Mungkin dia adalah ketua dari tim itu.

    .........Orang bernama Yellow ini kemudian melanjutkan lagi kata-katanya, “Ini sudah membuatku merasa bosan setengah mati. Kita sudah menonton sekitar seribu tiga ratus buah log sampai hari ini. Kapan ceritanya akan dimulai!?”

    .........“Bersabarlah. Paling tidak lama lagi mereka akan melakukannya. Tugas kita menjadi jauh lebih mudah setelah kau masuk ke tim ini Yellow. Kau tidak akan mengerti bagaimana kesabaran kami sebelum kau bergabung dalam mencari log-log ini dan menontonnya.” Orang bernama Shinra itu menenangkan Yellow yang agak kesal karena ocehan-ocehan seseorang bernama Kararyu dalam Log nya itu.

    .........“Ya, Ya, Ya. Baiklah aku akan bersabar lagi. Semoga saja semua ini akan cepat selesai.”

    .........“Memang seharusnya begitu…. Semoga saja….”




    Chapter 0000002: The Eye Who Saw Everything​

    Belom selesai edit nya.

    .........Bagi Kooru-kun dikunjungi teman sekolah adalah hal yang biasa sama seperti anak-anak lain seumurannya. Namun kunjungan teman-temannya kali ini agak berbeda, tidak seperti sebelum-sebelumnya yang bisa dikatakan ‘biasa saja’—Walaupun dikatakan ‘sebelum-sebelumnya’ namun kunjungan teman-temannyanya kali ini hanyalah kunjungan ke dua belas kali dalam ingatannya. Empat kali yang pertama adalah kunjungan pertama kali dari teman SMP dan SMA nya saat kelas satu, dua, dan 3 SMP dan terakhir saat kelas satu SMA, itupun karena dia selalu pindah sekolah setiap tahun dan yang berkunjung pun hanyalah para ‘penolong’-nya. Lalu tujuh sisanya merupakan kunjungan yang ‘terpaksa’ harus dilakukan karena keperluan sekolah.

    .........Kali ini teman-teman yang datang ‘agak sedikit spesial.’ Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang hanya dia anggap sebagai ‘penolong,’ kali ini kararu merasa bisa akrab dengan tiga orang ‘spesial’ ini. Bahkan ayahnya yang biasanya hanya acuh tak acuh juga tertarik gravitasi mereka. Mereka sepertinya memiliki daya tarik untuk orang-orang seperti keluarga Kararyu.

    .........Contoh yang paling mencolok adalah Suwada-shi. Dia memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan keinginintahuan dalam bidang yang bisa dikatakan sama sehingga dapat menciptakan topik pembicaraan yang menarik bagi keluarga kararyu. Serta selera humornya yang sama dengan ayahnya kararyu membuat suasana pembicaraan lebih berwarna. Hal ini sangat jauh berbeda dengan kunjungan sebelumnya yang ‘hambar’ karena ketertarikan dalam hal yang berbeda sehingga pembicaraan tidak dapat berkembang. Suwada-shi pasti akan menjadi seorang sahabat yang sesuai untuk keluarga Kararyu.

    .........Kemudian selain yang orang paling mencolok ada juga yang paling spesial. Tentu saja orang itu adalah Lunar, pacar pertama Kooru-Kun. Mereka baru saja saling kenal kemaren dalam kenyataan dan baru beberapa jam yang lalu dalam ingatan Kooru-kun, namun banyak sekali poin yang menarik dari seorang Lunar-chan sehingga Kooru pun menjadi sangat menyukainya. Ayahnya sering memperingati Kooru untuk tidak memiliki ikatan yang terlalu dalam dengan anak-anak gadis seusianya, tentu saja yang dimaksud adalah ‘jangan berpacaran.’ Menurut ayahnya Koruu belumlah siap untuk hal itu dan juga kondisi keluarganya yang tidak mendukung karena harus sering berpindah-pindah kota dan negara. Dan bukan hanya itu saja, ayahnya bahkan pernah mengatakan hal itu nantinya mungkin akan membahayakan nyawa pacarnya. Tentu saja Kooru tidak mengerti apa yang dimaksud ayahnya dengan ‘membahayakan nyawa’ sehingga dia pun menanyakannya namun ayahnya tidak mau menjelaskan dan mengalihkan pembicaraan sehingga dia menarik banyak kesimpulan sendiri. Meskipun absurd peringatan dari ayahnya itu terus dia pegang sampai beberapa jam yang lalu, saat impuls dalam dirinya muncul dengan sangat kuat dan menghancurkan peringatan yang di-dogma-kan kepadanya itu. Sekarang Lunar adalah pacarnya, keberadaannya sangatlah penting untuk Kooru dan berharap gadis itu akan selalu hadir dalam hari-hari yang akan dia lewati.

    .........Teman yang terakhir adalah Swasti-chan. Orang ini sepertinya menjadi pelengkap yang tepat untuk menyempurnakan panggung komedi sebagai orang yang melakukan peran ‘tsukomi.’

    Log 0003346: Bagian II
    “D… De… The Second Sky!!!!” Meskipun sudah dijelaskan sebelumnya namun mereka tetap saja agak terkejut mendengar istilah itu dari ayahku.
    “Ya. The Second Sky.” Ayah memantapkan istilah itu. “Atau bisa juga dikatakan ‘The Second Universe’ atau ‘The Second Space’ namun istilah itu akan memunculkan makna yang berbeda lagi jadi akan lebih baik menggunakan ‘The Second Sky.’”
    “Terus kalau seandainya paman berhasil menemukan Aetern lalu apa lagi?... Mmmm. Maksud ku apa fungsi Aetern itu?” Pertanyaan Lunar itu cukup beralasan karena menemukan Aetern sama saja seperti kita menyadari bahwa gravitasi itu ada… Ya. Seperti Newton yang menemukan gravitasi. Manusia tahu bahwa benda pasti jatuh bahkan sebelum ditemukannya gravitasi oleh Newton.
    “Tidak tahu.”
    Jawaban gamblang yang terkesan tidak bertanggung jawab dari ayah ku itu membuat teman-teman ku terdiam bingung dan terkejut dalam waktu hampir bersamaan.
    “...”
    “Ti! Tidak Tahuuuu...!!!”
    “Kenapa kalian terkejut?”
    “So-soalnya... Untuk apa paman mencari sesuatu yang tidak jelas ada atau tidaknya itu!? Kalau hanya untuk membuktikan kebenaran cerita legenda atau mitologi bukankah tindakan yang paman lakukan ini sudah terlalu jauh!? Maksudku sebagai seorang ilmuwan bukankah hal seperti ini dilihat dari sudut pandang ilmuan...”
    “Tidak... Bukan begitu....” Pertanyaan yang mewakili rasa penasaran Suwada-shi yang di ungkapkan oleh Lunar-chan itu di potong oleh ayahku.
    “... Memang, yang kau katakan terakhir tadi itu memang benar. Kalau dilihat dari sudut pandang para ilmuan kah...”
    “... Namun kau ini agak aneh Kumokage-chan...”
    “Aneh?”
    Lunar-chan agak shock karena di katakan aneh oleh ayah. Tapi sebenarnya aku juga merasa cara pandang Lunar itu agak aneh. Hal itu juga di iyakan oleh ekspresi wajah Suwada-shi yang agak bingung dengan pernyataan Lunar. Ah... Wajah Swasti juga bingung namun dengan alasan yang berbeda, tentu saja karena pembicaraan ini sudah jauh di luar teritori nya.
    Sebenarnya mereka bertiga bingung pada hal yang sama yaitu tujuan ayahku mencari Aetern. Namun terlihat jelas sekali mereka memiliki pola pemikiran yang berbeda tentang penyebab kebingungan mereka itu. Pernyataan Lunar itu menyebabkan ketidak sesuaian dalam percakapan ini.
    Namun ayah sepertinya memahami makna dari pernyataan Lunar-chan yang tidak aku pahami ini.
    “Memang benar sebelum perang dunia ke tiga terjadi ilmuan seperti aku yang melakukan penelitian atau yang mengungkapkan konsep dan ide yang terlalu jauh ke depan seperti ini akan dihina dan bahkan menjadi terusir dari komunitas para ilmuan... Seperti dikatakan seorang ‘Utopist’ atau ‘futurist’ dan sebagainya... Kesannya kami ini adalah orang yang hanya mengejar angan-angan semu yang tidak akan tercapai...”
    Ayah terdiam sejenak dan mendongak ke plafond, seperti nya mengingat masa lalu nya. Kemudian dia melanjutkan lagi.
    “Namun hal seperti itu tidak terjadi lagi setelah perang berlangsung. Konsep pemikiran seperti itu sudah punah saat perang terjadi...”
    “... Kumokage-chan.” Ayah memanggil Lunar-chan.
    “Ya?” Lunar agak berkeringat menyahut ayah ku.
    “Kamu ini... Seolah-olah pernah hidup dilingkungan para ilmuan sebelum perang terjadi...Hmmm.... Tapi anak-anak mungkin belum memahami konsep seperti itu saat itu. Berapa umur kamu sebenarnya?”
    Jelas sekali ayah menanyakan itu dengan serius dan kami hanya bisa terkejut dengan pertanyaan konyol dari ayah itu.
    “Hah? Tentu saja umurku baru 16 tahun!” Ya tentu saja umurnya kurang lebih seperti itu!
    “Hooo....Benarkah?”
    Ayah mengatakan itu sambil bergerak maju dan melihat mata Lunar-chan dari jarak dekat. Tentu saja Lunar-chan bereaksi menghindar mundur secara otomatis karena diserang oleh wajah seorang ‘om-om.’ Sambil menggoyang-goyangkan kedua telapak tangan nya ke arah ayah ku seperti mengungkapkan kata ‘tidak,’gerakan itu lebih terlihat seperti menangkis serangan seseorang, Lunar-chan pun membela diri.
    “Tentu saja itu benar! Memang paman pikir aku ini apa?!”
    “Hmmm.... Benar juga yah... Ahahahahaha.”
    Ayah kembali ke posisinya semula. Aku agak penasaran apa yang dipikirkan oleh ayah. Entah apa yang ada dalam pikirannya sampai berbuat seperti itu. Konsep pemikiran Lunar-chan itu kemungkinan berasal dari film atau novel atau sumber informasi apapun yang menyebabkan dia memiliki pemikiran seperti itu. Saat ini, sama seperti ku, mungkin ayah juga berpikir seperti itu.
    Tapi aku cukup terkejut juga ternyata ada pola pemikiran seperti itu. Aku mendapat informasi berharga mengenai Lunar-chan meski tidak begitu bagi Suwada-shi yang seperti nya hanya mendapat informasi yang tidak terlalu penting. Terlepas dari Suwada-shi, Swasti terlihat sama sekali tidak memahami situasi yang saat ini terjadi, wajar saja kerana sepertinya dia tidak hidup dalam lingkungan para ilmuan dan peneliti dan dia hanya bisa diam saja memerhatikan pembicaraan kami meskipun dia agak terkejut juga dengan pertanyaan ayah mengenai usia Lunar-chan tadi.
    “Lupakan saja itu tadi paman. Paman belum menjawab pertanyaan ku...”
    “Oh iya! Benar juga....Jadi begini....”
    Kami pun mendengarkan dengan seksama, walau pun aku sudah tahu apa yang akan di jelaskan oleh ayah ku namun aku pun ikut memperhatikan.
    “Menemukan Aetern itu ibarat menemukan gravitasi. Kalian tahu kan Newton?”
    “Iya.”
    “Hal itu akan membuka cabang-cabang ilmu pengetahuan baru atau paling tidak mendapatkan penjelasan cara-cara kerja ‘kejadian’ yang ada di alam atau bahkan menemukan ‘hukum’ baru. Dulu, dengan ditemukannya adanya gravitasi ditemukanlah hukum gravitasi dan akhirnya aplikasi dari hukum itu tentu saja berguna sekali dalam kehidupan. Contohnya seperti mengukur trajektori peluru yang di tembakan sehingga bisa sampai pada sasaran. Nah Aetern sama saja, mungkin nanti akan menghasilkan penemuan-penemuan luar biasa.”
    “Mungkin? Contoh penemuan luar biasa yang mungkin di dapat dari penemuan Aetern itu apa saja paman?” Pertanyaan Lunar-cahn tepat pada sasaran.
    “Macam-macam. Namun tujuan utama penelitian ku adalah mendapatkan cara komunikasi baru untuk manusia.... Dahulu manusia hanya dapat berkomunikasi lewat mulut dan gerakan tubuh. Lalu menggunakan surat, kemudian berkembang lagi dengan ditemukannya radio, telepon, televisi, internet dan seterusnya... Namun itu semua masih lamban.”
    “Lamban? Maksudnya paman mempersiapkan teknologi untuk peradaban di ruang angkasa?”
    “Wow! Itu tepat sekali Kumokage-chan. Komunikasi saat ini masih lamban. Gelombang radio membutuhkan waktu untuk sampai pada penerima nya sehingga pasti akan terjadi delay alias keterlambatan. Dan seandainya menggunakan gelombang cahaya pun sebagai media komunikasi, cahaya juga membutuhkan waktu untuk sampai pada tujuan nya. Semakin jauh jarak yang ditempuh gelombang maka semakin lebar delay nya. Bayangkan saja seandainya...Hmmm... Anggap saja terjadi suatu kecelakaan di ruang angkasa pada suatu tempat yang kita sebut saja titik ‘A’, kemudian pesawat yang mengalami kecelakaan itu mengiirimkan sinyal SOS kepada stasiun penyelamatan di ruang angkasa yang berada pada titik ‘B.’ Stasiun itu mendapatkan sinyal itu, kemudian berangkat untuk menyelamatkan pesawat yang kecelakaan tadi. Saat sampai di tempat kejadian seluruh awak pesawat sudah menjadi mayat karena mereka terlambat datang, Akhirnya mereka menyadari bahwa kecelakaan itu telah terjadi satu tahun yang lalu. Penyebabnya, pertama karena jarak jauh yang harus di tempuh oleh tim penyelamat ditambah yang kedua yaitu waktu tempuh sinyal SOS itu yang ternyata sampai pada tim penyelamat yang berada pada titik ‘B’ baru bisa sampai setelah melewati waktu hampir satu tahun.”
    “Hmmm...Benar juga paman. Namun kata paman cahaya juga lamban... Ah iya benar juga. Matahari yang kita lihat dengan mata telanjang adalah matahari di masa lalu, bukanlah matahari saat ini dan detik ini, melainkan matahari dari bertahun-tahun lalu, dengan kata lain kita melihat masa lalu dari matahari.” Suwada-shi seperti nya sudah paham.
    “Ya benar. Cahaya dari matahari membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke bumi. Bayangkan saja... Padahal itu masih di dalam tata surya kita.”
    “Tu-tunggu aku tidak bisa mengikuti kecepatan kerja otak kalian! Apanya yang matahari di masa lalu? Apanya yang titik A, B, C, D? Vitamin kah?”
    Maafkan kami Swasti-chan. Mendengar reaksi Swasti-chan itu kami hanya bisa tertawa kecil dan tersenyum. Namun sebelum Suwada-shi melakukan penjelasan ‘ala alien’ nya kepada Swasti-chan, Lunar-chan telah merebut posisi itu dari nya dan menyelamatkan Swasti dari ‘lembah kebingungan’ yang akan disebabkan oleh penjelasan Suwada-shi. Dengan penjelasan ‘ala perempuan’-nya Lunar-chan menjelaskan pembicaraan tadi kepada Swasti dan membuatnya lumayan mengerti.
    ...
    ...
    ---End of Log 0003346: Bagian II---​
    “Hmmm... Memang benar... Kumokage agak mencurigakan... Apa mungkin dia yang kita cari?” Orang bernama Yellow itu mengungkapkan pikirannya kepada Shinra.
    “Kita masih belum tahu. Kita harus menggali informasi nya lebih dalam lagi. Namun sampai saat ini yang paling mungkin adalah keluarga Kararyu.”
    “Ya. Sebaiknya kita selesaikan dulu log ini walaupun sepertinya tidak akan terjadi apapun dalam log ini.” Yellow berhenti sebentar dan menghela nafas panjang. Sepertinya dia kelelahan. Kemudian melanjutkan kata-katanya lagi dengan suara lemas.
    “ Dan setelah Log ini selesai kita harus mencari Log selanjutnya lagi”
    “Ya. Selamat berjuang.”


    Log 0003346: Bagian III
    “Oh begitu! Sekarang aku paham! Maafkan aku, silakan lanjutkan lagi paman.” Begitulah, seperti nya Swasti-chan sudah memahami pembicaraan tadi. Yah... selamat berjuang saja Swasti-chan.
    “Ya intinya aku ingin mengembangkan teknologi komunikasi. Dengan mencari keberadaan Aetern dan berharap saja dengan ditemukannya Aetern ini nantinya akan menjadi dasar untuk pengembangan teknologi komunikasi di masa depan.”
    “Meski teknologi komunikasi adalah tujuan utama ku namun potensi Aetern tidak hanya terbatas pada itu saja. Dengan Aetern mungkin nanti kita dapat mengendalikan cahaya. Kita mungkin nanti nya dapat memadatkan cahaya.”
    “Memadatkan cahaya?”
    “Ah tidak... Itu hanya ungkapan saja. Maksudku seperti ini... Kalian pernahkan melihat monitor hologram pada film-film futuristik yang menampilkan peradaban tinggi?”
    “Hmmm... Iya. Pernah. Namun bukannya itu memang bisa dilakukan pada era sekarang.”
    Yosh! Kalimat Lunar-chan tadi telah memastikan bahwa Lunar menonton film-film Sci-Fi
    “Iya benar tapi pada kenyataan di lapangan teknologi tersebut sama sekali tidak efisien untuk pekerjaan dan hanya digunakan untuk keperluan pentas saja seperti pada konser dan semacamnya. Monitor seperti inilah yang lebih efisien untuk pekerjaan dan tentunya lebih murah.”
    Ayah menyentuh bagian sudut kiri atas monitor tanpa bingkai yang seluruh nya bening termasuk penyangganya karena terbuat dari kaca yang ada di belakangnya.
    “Dengan menggunakan media kaca seperti ini yang umum pada zaman sekarang atau menggunakan lampu led, LCD, dan Braun Tube pada era-era sebelumnya tentunya jauh lebih murah daripada menggunakan hologram yang mahal dan rumit aplikasinya.”
    “Dengan Aetern bukannya sama saja nanti hasilnya dengan hologram paman?”
    “Nah. Itu dia. Nanti seandainya teori ku benar, hologram dan teknologi monitor dengan menggunakan Aetern akan terdapat perbedaan mencolok.”
    “Perbedaan yang bagaimana?”
    “Monitor hologram akan membutuhkan sumber cahaya... Ummm.... Tidak maksudku penembak cahaya. Meski yang terlihat dimata kita monitor hologram itu seperti melayang di udara tanpa menggunakan bidang padat seperti monitor pada umumnya namun tetap saja dia membutuhkan ‘penembak’ itu tadi. Dengan kata lain di balik monitor semu yang tidak memiliki wujud terdapat monitor sebenarnya yang merupakan benda padat yang menjadi sumber cahayanya, bisa dikatakan alat ‘penembak cahaya’ itu merupakan monitor yang sebenarnya.”
    “Dengan Aetern nanti kita mungkin dapat mengendalikan cahaya dan membuat monitor tanpa ‘alat penembak’ tadi. Dengan kata lain seluruh cahaya yang tersebar di sekitar kita bisa menjadi monitor.”
    “Wow! itu luar biasa sekali! Namun masih tidak ada bedanya bukan dengan hologram kan paman?” Ahahahaha. Lunar-chan menyudutkan Ayah dengan pertanyaannya ini.
    “Maksudnya?” Ayah mencoba bertahan dengan balik bertanya. Keringat mengucur di pipinya.
    “Keduanya tetap membutuhkan cahaya. Kalau seperti yang paman bilang tadi, menggunakan cahaya yang ada di sekitar dan menjadikannya monitor. Bukannya itu sama saja dengan hologram? Artinya kan, seandainya kita berada di ruangan yang gelap total tanpa ada cahaya sedikit pun maka untuk menggunakan monitor Aetern tadi tidaklah mungkin. Jadi sama saja bukan, harus tetap terdapat sumber cahaya.”
    Suwada-shi tampak setuju dengan pendapat lunar ini.
    “Ah iya! Benar juga. Hmmmm....” Ayah tampak sangat kesulitan dan mencoba berpikir, namun dia menghentikan nya dan membalas pernyataan Lunar-chan dengan,
    “Ah sudahlah. Intinya nanti akan berbeda!”
    “Anuu... Paman sepertinya kita cukupkan saja. Aku sudah tidak kuat lagi.” Sambil mengatakan itu tampak jelas raut wajah Swasti yang kelelahan karena mendengarkan semua ini. Kalimat dari Swasti ini sepertinya telah menyelamatkan ayah dari lubang maut yang telah digalinya sendiri.
    Ayah terlalu fokus pada hal-hal yang rumit sehingga melupakan detil-detil sepele seperti itu. Mungkin pernyataan Lunar-cahn itu akan membuat ayah kembali mengkaji ulang penelitiannya. Thanks Lunar-chan.
    Yah. Sebaiknya aku juga harus mengalihkan mereka dari ayah. Bisa-bisa nantinya mereka malah akan lebih akrab dengan ayah daripada dengan ku.
    “Bagaimana kalau kita ke kamarku saja? Sebelum pindah aku telah membeli beberapa game baru namun belum sempat aku mainkan. Kupikir itu akan lebih menyenangkan kalau kita mainkan bersama.”
    “Ah! Ide yang sangat bagus!” Ekspresi Swasti yang tadi nya lemas langsung berubah menjadi segar.
    “Ara ara ara. Ternyata kamu jauh lebih normal dari yang kubayangkan.” Hah? Lunar-chan…. Kamu menggunakan karakter yang berbeda lagi…
    “ Sebelum aku menanggapi pernyataan mu itu, sebaiknya aku bertanya dulu pada mereka berdua.” Sambil memandang ke Suwada-shi dan Swasti-chan.
    “Kenapa?”
    “Apa Lunar-chan selalu seperti ini semenjak kalian masih kecil?”
    “Oh. Maksudmu sifatnya yang berubah-ubah ini? Iya dia memang seperti itu. Aku pikir itu normal untuk Kumokage-san.”
    “Ho-hoooo… Sepertinya kau sudah mulai kewalahan yah menghadapi Lunar-chan.” Dia mengatakan itu dengan tersenyum menyindir. Swasti kau ini…
    “Berarti aku jauh lebih normal dari Lunar-chan.”
    “Ahahaha. Mungkin memang benar. Aku pikir kau tipe orang yang lebih serius. Tadinya kupikir kamu tidak suka main game dan lebih suka belajar. Ternyata aku salah.”
    To be Continued


    Criticism
    Author's Comment


    • Synopsis
      Masih kosong




    Mengenai Typo dan perulangan kata itu memang penyakit saya. Repair on Progres (Kalo ada waktu lol)​


     
    • Like Like x 1
    Last edited: May 8, 2014
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    :nongol:
    iseng komen bentar ah
    untuk konsep nya, ga bisa bilang apa2 selain keren :matabelo:
    yg disayangkan di sini adalah cara penyampaiannya, terlalu banyak informasi setengah2 yg dipaparkan. saya jd harus baca atas-bawah-atas-bawah buat bisa ngerti in apa maksudnya. tp tp penyampaian yg bagus bisa dilatih kok, asal rajin aja latihannya :malu
    errr... lalu.... okeh, kita sama belajar ajah :hihi: krn saya sama kk riza kek nya punya penyakit yg sama. :lol: sama2 suka pake kata 'pada'
    contohnya gini:
    ini pendapat pribadi, coba yg warna hijau itu diganti jadi 'di'. menurut saya akan lebih enak dibaca.

    trus yg lain, beberapa typo
    ilmuan => ilmuwan
    teori nya, sekolah ku, celana ku, penyangga nya => teorinya, sekolahku, celanaku, penyangganya
    didalam nya => di dalamnya
    dst.....

    terakhir, ini pertanyaan:
    yg dimaksud 'orang gila' di sini berupa apa ya :???: apa itu efek samping dr Eyes of God atau 'orang gila' ini adalah suatu entitas yg tak tersentuh oleh siapa pun?? trus 'orang gila' ini ada mengganggu ga :???:
    klo yg saya tangkap dr tulisannya kk riza, 'orang gila' di sini itu seperti dead pixel klo di layar monitor :malu

    benernya masih ada beberapa pertanyaan lg :hihi: tp simpan dulu deh, baru awal2 kan yah
    itu aja :maaf: semoga membantu
     
  4. rizaforforex Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 13, 2011
    Messages:
    171
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +8,080 / -0
    Hore langsung ada tanggapan :matabelo:
    Ane bahagia :)
    Besok keknya bakalan turun salju.
    Thanks kaka temtembubu atas komen nya. Tentu saja komenan kakak membantu banget. Mari kita sama-sama berlatih :)
    Untuk Synopsis dan konsep itu saya memang sengaja memberi informasi setengah-setengah aja. Entar kalo ane kasih tau semua konsepnya malah jadi spoiler berat. lol
    Kalo mau info lengkapnya ada pada main story nya.

    Mengenai penggunaan"pada" kalo menurut ane sih preference ane aja, bisa dikatakan style lah (mungkin, lol). Emang sih jadi terlihat seperti "kalimat tidak efektif." Tapi bener sih banyak kalimat "yg benar2" tidak efektif yang ane temukan, tapi gak sanggup ane betulin semuanya dengan cepat :) entar kalo dah ada waktu luang lagi baru ane betulin.
    Entar lah nunggu pendapat kakak2 yang lain dulu (kalo ada lol)

    Soal
    teori nya, sekolah ku, celana ku, penyangga nya => teorinya, sekolahku, celanaku, penyangganya
    didalam nya => di dalamnya
    wkwkwkwkwk asli itu kesalahan ane. Penyakit mah itu. lol

    ilmuan => ilmuwan
    kalo ini baru liat ane. wkwkwkwk Thanks, tapi belom sempat betulin nih. Ntar lah ane betulin, susah juga nyari kata itu di dalam satu post masive kaya gini. lol
    Malah ane ketemu juga nih
    Suada <=> Suwada <=>Swada
    wkwkwkwkkwkw.
    Jadi gak konsisten

    Orang gila yang saya maksud disini adalah ini --->http://id.wikipedia.org/wiki/Gila
    Jadi itu adalah orang yg memiliki gangguan jiwa, tapi mungkin emang pemilihan kata saya yang salah yah kek nya.
    Sedikit spoiler, jadi ntar akan ada MDS(moving dark spot; konsep nya ane perbaharui dikit tuh di atas) yang bergerak ke arah karakter utama yang dilihat melalui monitor komputer mereka. Sewaktu mereka lihat melalui mata telanjang itu ternyata manusia.
    Contoh lainnya: sewaktu mereka menjelajahi bumi menggunakan eyes of god, mereka menemukan kerumunan MDS. Sewaktu mereka zoom ternyata tempat itu adalah rumah sakit jiwa.

    Kalau saya sih menangkap nya ini bukan suatu efek samping. Tapi semacam batasan.

    Iya kayak dead pixel. Cuma ini penyebab nya bukan karena rusak, tapi karena kode nya tidak dapat dibaca sama sekali entah karena terlalu rumit sehingga tidak dapat di proses oleh Maxi atau bisa jadi karena memang kodenya sendiri berbeda. Seperti BD dari PS3 dimasukan ke slot cd pada PS1

    Sini silakan pertanyaan lainnya kaka, akan saya jawab sebaik2 nya. :)
     
    Last edited: May 6, 2014
  5. Ii_chan M V U

    Offline

    Minagiru ai

    Joined:
    Jun 27, 2013
    Messages:
    4,958
    Trophy Points:
    187
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +1,180 / -55
    hmm, komen bentar juga deh. :hmm:

    hmm, to the point aja, kyknya 2 interlude diatas, terutama yg paling awal blunder banget.

    terlalu banyak infodump yg dimasukkan.

    Nggak, nggak. Aku nggak bilang itu jelek, tapi penempatannya yg kurang bagus.

    Kenapa dimasukin di awal cerita?

    Bayangkan aja gini, pembaca baru aja mau baca bagian pertama, trus tiba2 langsung dikasih segebruk itu. dari segala kemungkinan, hingga segala cerita ttg si prota-kun. Tanpa dialog, cuman deskripsi kyk gitu doang.

    Efeknya jadi gimana? pembaca udh jadi males baca hingga ke belakang2nya.

    Bukan karena ceritanya jelek. bukan. tapi timingnya yg jelek. timing buat meletakkan posisi cerita itu dimana.



    Tau hal yg paling critical buat di awal cerita itu apa?
    Menarik pembaca.

    Bikin pembaca tertarik buat membaca itu lebih lanjut di awal cerita. Itu aja. Entah di tengah2 atau diakhir bakalan dikasih infodump sebanyak apapun, tapi klo pembaca udh melewati phase bagian awal ini, aku rasa itu udh baik.



    Dan tolong jangan katakan, things like buta warna, over-tek, dan anak jenius kyk gini cukup menarik di awal cerita. :hmm:


    itu aja, semangat kk :onfire:
    aku juga lagi berjuang menyelesaikan chapter 1. :lol:
     
  6. rizaforforex Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 13, 2011
    Messages:
    171
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +8,080 / -0
    Hmmm. Dulu sih temen aku juga bilang kaya gitu. Cuma ane masih kurang yakin, makanya ane coba post kesini buat dapetin pendapat yang lebih luas.
    Itu point kritik kamu ada pada bidang struktur dari tulisan ane ini sendiri. Kalo itu mesti di ubah maka keseluruhannya mesti di-remake lagi dari awal nih. Sekarang ane jadi tambah yakin dah buat nge-remake ini story dari awal lagi.

    BTW itu chapter 0a n 0b itu penggalian n pendalaman karakter yg ane bikin sewaktu mau bikin ini jadi manga. Ternyata cukup fatal yah kalo dimasukan mentah-mentah ke dalam novel.

    Ane nangkapnya dari kritik kaka ini, mestinya itu konten dari interlude itu di leburkan ke dalam bab-bab nya bukan di padatkan dalam bab tersendiri. Kalo ane salah nangkap nya tolong di ralat yah.

    Sorry kurang nangkap ane maksud dari kalimat ini. Bisa di perjelas lagi gak kaka?

    Gambate!!!
    Selamat berjuang juga!! :onfire:
    BTW thanks berat telah membaca n atas komen nya yang berharga.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.