1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Night Chameleon

Discussion in 'Fiction' started by herlyks, Apr 1, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. herlyks Members

    Offline

    Joined:
    Apr 1, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    Permisi... saya seorang nubi yang belum berpengalaman menulis ingin coba-coba buat orific...
    Mohon bantuannya dari mastah-mastah yang ada disini...

    Judul : Night Chameleon
    Genre : Mystery, Supernatural, (untuk sementara ini, kedepannya nanti mungkin nambah...)

    langsung aja ke chapter satu...

    “Aku ingin mengakhiri semua ini.”
    “Dasar bodoh.. tidak berguna.”
    “Sebentar lagi aku akan mendapat banyak bunga.”


    //==//​

    “Dia akan datang. Jangan ragu untuk berkata, sebelum matahari terbenam. Dia akan datang. Ketika kau membuka mata, kau hanya melihat hitam. Dia akan datang. Ketika bunga tak lagi beraroma, tinta merah dilukiskan. Dia akan datang. Ketika sebuah akhir tiba, segala derita akan hilang.”

    “Hei, puisimu itu terlalu horror.” Ah, aku sungguh kesal. Tak henti-hentinya dia.

    “Horror? Memangnya kenapa?”

    “Kenapa? Ganti sajalah. Apa kau benar-benar akan membacanya di depan kelas besok? Aku tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi teman-teman nanti.”

    “Ganti? Hmm, tentu saja. TIDAK! Lagipula apa salahnya? Masih lebih baik daripada tidak mengerjakan tugas.”

    “Ya, tapi kurasa puisi seperti itu tidak cocok. Lagipula...”

    “Apa maksudmu tidak cocok? Ini sangat cocok, bahkan sempurna. Kau tahu kan, di dekat kelas kita ada pohon beringin besar yang terkesan angker itu? Itu membuat kelas kita menjadi tempat yang sempurna untuk membaca puisi horror.”

    “Kau hanya akan menakuti para gadis saja nanti. Apalagi ditambah ekspresimu ketika membacanya itu.”

    “Tapi ini kan keren!” Ah, percuma saja. Mau bagaimana lagi, sejak dulu Ethan memang selalu menyukai hal-hal yang horror. Aku tak habis pikir bagaimana Aretha bisa tahan tinggal serumah dengan Ethan. Melihat wajahnya saja sudah horror. Bahkan di kelas, dia mendapat julukan Bocah Mistis. Ah, yah, itu gara-gara waktu itu. Satu aksinya yang membuat kelas heboh dengan kehorrorannya.

    Waktu itu, sebelum ujian semester ganjil kelas satu, kelas dikejutkan dengan coretan-coretan berwarna merah di seluruh dinding kelas. Entah apa tulisannya, mungkin bahasa Latin, Spanyol, atau Yunani, aku tak mengerti. Kemudian di tengah kelas seluruh bangku dibentuk melingkar, dan ditengah lingkaran bangku tersebut tergambar sebuah pentagram besar berwarna merah pula di lantai. Di tengah pentagram itu terdapat sebuah boneka yang masing-masing di kedua tangannya tertancap sebuah paku. Ketika ditanyai oleh guru, Ethan mengatakan kalau itu adalah semacam ritual pemanggilan setan. Ah, yah, dia bilang setan. Dan untuk apa juga dia memanggil setan? Dia menjawab “Setan yang kupanggil ini bukan setan biasa. Bukan setan yang akan mengganggu kalian. Tapi setan yang akan membantu kita di ujian semester ganjil nanti.” Ah, setan tetap saja setan. Bagaimana mereka bisa membantu kita? Kenapa tidak bilang saja kalau kamu malas belajar? Dasar Ethan. Yah, satu tahun telah berlalu memang. Tapi julukan Bocah Mistis belum berlalu darinya.

    Angin malam berhembus, menerpa tubuh kami. Ah, yah, angin ini, tempat ini adalah tempat favoritku. Di atas gedung sekolah ini, aku bisa merasakan hembusan angin, angin kebebasan. Yah, bagiku angin itu membawa suatu kebebasan dan ketenangan tersendiri. Angin dapat menerbangkan segala kekacauan di dalam pikiranmu. Ah, yah, kami bertiga memang sering berkumpul di atas sini setiap malam. Gerbang sekolah tidak pernah dikunci, dan pada malam hari satpam yang biasa menjaga telah pulang. Jadi sebenarnya siapa saja bisa masuk ke sekolah ini tiap malam. Tapi pohon beringin besar itu membuat orang-orang tidak berani masuk ke kawasan sini. Pernah suatu waktu aku ditanyai salah seorang temanku, “Arthur, apakah kau tidak takut setiap malam berada di tempat angker itu? Kau tahu, pohon beringin itu.” Yah, aku hanya bisa menjawab, “Ah, yah, aku sudah terbiasa jadi aku tidak takut.” Oh ya, karena Ethan ikut bersama kami, sering beredar gosip aneh di sekolah tentang kami bertiga. Salah satunya mengatakan bahwa kami bertiga ini tiap malam sedang berburu hantu. Ah, dasar orang-orang itu. Hanya karena pohon beringin itu terkesan angker, bukan berarti benar-benar berhantu. Lagipula selama aku disini aku belum pernah bertemu dengan hantu.

    “Jadi, Arthur, apa ayahmu mendapat kasus baru?” Aretha yang sedari tadi diam akhirnya mulai bicara. Dia adalah adik Ethan. Ah, yah, tapi dia itu jauh lebih normal dibanding kakaknya. Dia satu sekolah dengan aku dan Ethan. Dan kecerdasannya itu, di atas rata-rata sekali. Tapi entah kenapa, walaupun cerdas tapi nilai pelajarannya biasa-biasa saja. Pernah sekali aku bertanya kenapa begitu, dia menjawab, “Aku tidak tertarik dengan nilai. Bagiku, nilai yang setara dengan standar kurikulum saja sudah cukup. Apa pula menariknya dapat nilai tinggi? Itu hanya coretan tinta merah.” Ah, yah, benar-benar anak yang unik. Dia juga sering membantu ayahku dalam menyelesaikan beberapa kasus. Ah, yah, ayahku adalah seorang detektif.

    “Hmm, sepertinya belum.” Jawabku sambil mengamati tangan Aretha yang melakukan goresan-goresan terhadap pagar pembatas dengan pisau yang ada di genggamannya. Dari goresan-goresan itu dapat kubaca sebuah kalimat “I Love You”. “Hei.. hei.. jadi, siapa anak laki-laki yang berhasil memikatmu?” Kataku menggodanya.

    “Itu bukan urusanmu.” Jawabnya sambil menghantamkan pisau ke pagar pembatas dengan cukup keras. Cukup membuatku kaget. “Lalu, bagaimana tentang kasus terakhir ayahmu?” Tanyanya kemudian.

    “Ah, tentang gadis yang hilang itu ya? Yah, entah bagaimana tiba-tiba gadis itu pulang dengan sendirinya keesokan harinya. Rupanya, dia bilang kalau waktu itu dia tengah berjalan-jalan untuk menghilangkan rasa bosan. Tapi, kemudian dia tertidur di suatu tempat.”

    “Jadi tidak diculik ya? Dan apa-apaan itu ‘tertidur di suatu tempat’? Konyol sekali.” Kata Aretha.

    “Hei, ngmong-ngomong ini sudah jam 10. Bagaimana kalu kita akhiri saja hari ini?” Kata Ethan tiba-tiba.

    “Yah, benar juga. Sampai jumpa.” Jawabku.

    Di perjalanan pulang, aku sempat kepikiran tentangkata-kata Aretha. Yah, memang benar sih, kelihatannya konyol sekali. Menghilang selama dua hari hanya karena tertidur di suatu tempat? Bagaimana bisa? Apa mungkin dia sedang stress berat? Stress macam apa yang bisa membuat dia melakukan hal semacam itu? Ah, yah, entah kenapa aku berpikir, sepertinya kasus itu belum berakhir sepenuhnya.
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    ane numpang komen dulu,ya :)

    isi cerita bisa sangat menarik, tapi sepertinya sekarang belum banyak perkembangannya ya :iii:
    masih dalam perkenalan dan pembukaan aja :iii:

    tapi untuk penulisan ane gak komen banyak ane kurang pintar
    tapi sekarang lumayan enak dibacanya sih,
     
  4. herlyks Members

    Offline

    Joined:
    Apr 1, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    Malam itu angin berhembus kencang. Menerbangkan sebuah pesawat kertas yang di lepaskan oleh seorang gadis kecil di halaman belakang rumahnya. Pesawat kertas itu terbang melewati sela-sela pohon dengan lincahnya tanpa tertabrak sedikitpun, kemudian terbang rendah melewati sungai yang airnya berada sekitar satu meter dibawah pesawat kertas itu. Setelah cukup lama terbang rendah, pesawat kertas itu berbelok dan menaikkan ketinggiannya setelah bertemu dengan hembusan angin yang lebih kencang. Di ketinggian saat ini, pesawat itu berbelok-belok melewati celah-celah gedung-gedung yang menjulang tinggi dan berakhir menabrak dada seorang gadis dengan rambut lurus sepinggang tengah berdiri dengan penuh putus asa melewati pagar pembatas dengan berlinang air mata.

    “Aku ingin mengakhiri semua ini.” Guman gadis itu sambil menatap kearah langit, mengingat segala penderitaan yang ia alami.

    “Dasar bodoh.. percuma kau memakai gaun cantik seperti itu. Tak akan ada lelaki yang akan melirik gadis sepertimu.” Kata seorang gadis sambil mendorongnya hingga terjatuh. Tak lama setelah itu, datang gadis lain membawa secangkir minuman yang kemudian dituangkannya di atas rambut gadis yang tengah teraniaya itu. Minuman tersebut membasahi rambut, wajah, dan tak ketinggalan gaun putih yang dipakainya.

    Tak cuma itu, ada pula kejadian lain yang tak kalah menyakitkan.

    “TIDAK BERGUNA!.. hanya membeli dua botol minuman saja kok lama sekali. Apa yang sebenarnya kau lakukan?” Bentak seorang lelaki yang tak lain adalah ayahnya sendiri, sambil melempar botol minuman kosong ke arahnya. Botol tersebut melayang tepat kearah kepala gadis itu. Beberapa saat kemudian, darah mengalir dari kepalanya melewati matanya, dan bercampur dengan air mata yang kemudian menetes ke tanah.

    Sebenarnya masih banyak hal yang berkecamuk di pikirannya. Seperti saat dia di cabuli oleh geng perempuan ketika sepulah sekolah, ketika ayahnya tak pernah berhenti menganiayanya, atau ketika dia di ikat di tiang bendera sambil disemprot air. Semua hal itu terus membuatnya putus asa. “Tak perlu takut, sebentar lagi aku akan menerima banyak bunga.” Guman gadis yang semakin putus asa itu.

    Kini, gadis itu telah bersiap-siap melompat. Dia bergerak mundur sedikit, kemudian memanjat ke atas pagar pembatas. Namun baru saja ketika ia sudah siap melompat, tiba-tiba aksinya terhenti ketika ia melirik ke sebuah goresan di pagar besi yang dinaikinya. Di sana tertulis “I Love You.”

    Seketika gadis itu teringat tentang orang-orang baik yang pernah menolongnya. Ingatan tentang seorang anak laki-laki yang menampar gadis yang menumpahkan minuman di kepalanya. Anak tersebut juga tak segan-segan membersihkan rambut dan wajahnya. Tak ketinggalan pula gaun putih yang dipakainya. Anak itu bahkan mengatakan, “Sesunggunhnya, kalian itu hanya orang-orang yang iri terhadapnya. Orang-orang tak berguna seperti kalian itu seharusnya mati saja.” Dia mengatakan itu sambil mengacungkan sebuah pisau ke arah salah satu gadis yang tadi sempat memaki gadis bergaun putih.

    Tak hanya itu, gadis itu juga teringat tentang seorang anak laki-laki yang pernah mebgorbankan dirinya di keroyok oleh empat orang laki-laki demi membelanya. Dan juga seorang anak laki-laki yang selalu bertengkar dengan ayahnya karena menganiayanya. Dan kata-kata yang diingatnya dari anak laki-laki itu adalah, “Kamu harus kuat. Ingat, kamu bukanlah satu-satunya yang teraniaya. Dan kamu juga bukan yang paling teraniaya. Dunia ini tak sekejam yang kau pikirkan. Aku mencintaimu dan aku akan selalu melindungimu.”

    Sungguh tak dapat dipercaya. Hanya sebuah goresan di pagar besi mampu menyelamatkan nyawa seorang gadis yang telah siap menemui ajalnya hanya kurang dari satu menit. Pada akhirnya, gadis itu pulang dengan pandangan yang erbeda terhadap kehidupan. Sambil mengusap air matanya, gadis itu merenungkan segala yang terjadi. Mungkin memang benar bahwa dia bukan satu-satunya. Mungkin juga benar bahwa dia bukan yang paling teraniaya. Dan dia berpikir, “Dapatkah suatu hari nanti aku mengatakan hal yang sama kepada orang lain?”

    “Bahwa dunia tak sekejam yang kau pikirkan.”
     
    Last edited: Apr 4, 2014
  5. herlyks Members

    Offline

    Joined:
    Apr 1, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    “Menurut Archimedes, sebuah benda yang tercelup sebagian atau seluruhnya ke dalam air... bla... bla... bla...”

    Ah, yah, pelajaran ini benar-benar membosankan. Bagaimana mungkin aku bisa memahami hal rumit seperti itu? Dari dulu sampai sekarang memang tak berubah, aku selalu lemah terhadap Fisika. Huh. Ditambah Ibu Sisil yang sedari tadi tak henti-hentinya mengoceh. Membuat suasana semakin membosankan. Apalagi tempat dudukku yang berada paling depan. Ah, hari ini aku benar-benar tersiksa.

    Yah, di tengah kebosanan ini kucoba memperhatikan seisi kelas berharap menemukan sedikit hiburan. Pertama ku menoleh ke kanan, dan tepat kursi nomor dua dari kanan kulihat suatu pemandangan yang tak berubah sejak tahun kemarin. Sesosok manusia dengan rambut acak-acakan tanpa ada satu buku pun di mejanya tengah tertidur pulas. Ah, aku bahkan tak yakin menyebut maklhuk tak jelas itu sebagai manusia. Bagiku dia lebih mirip Zombie. Yah, dialah Sena, atau lebih tepatnya ‘Sang Dewa Tidur’. Ah, benar-benar anak itu. Disaat seperti ini membangunkannya sepertinya akan menjadi hal yang sia-sia.

    Kemudian tepat di belakang ‘Sang Dewa Tidur’ terdapat sesosok ‘Bidadari nan Jenius’. Kulitnya putih mulus dan rambutnya lurus sepundak. Tubuhnya yang ideal membuatnya mirip dengan model yang ada di acara TV semalam. Bibirnya yang merah merona dan mata indahnya seakan memancarkan suatu aura yang mampu menhipnotis setiap laki-laki yang menatapnya. Ah, Evelyn, diriku membayangkan sedang bersama dirimu di ruangan kelas ini hanya berdua. Dan kita saling bertatapan mata. Kemudian aku mendekatimu dan aku, ah, tunggu! Apa yang kupikirkan? Ah, lupakan, lupakan.

    Setelah puas dengan Evelyn, ku arahkan sorotan mataku ke arah sudut kanan belakang kelas. Dan disanalah duduk ‘Si Bocah Mistis’. Yah, tak perlu dijelaskan lebih lanjut. Aku hanya tak ingin cerita yang tengah kalian baca ini berubah menjadi cerita mistis dikarenakan menjelaskan tentang karakter Ethan.

    Dan di sebelah kiri Ethan duduk seorang gadis yang sorotan matanya memancarkan jiwa yang tersiksa. Ketika aku mengatakan bahwa ‘hari ini aku benar-benar tersiksa.’, kau tahu, aku tidak serius. Di sana masih ada gadis yang lebih tersiksa dibanding aku. Bahkan ia tersiksa setiap hari. Namanya Bella. Dia kehilangan ibunya tahun lalu karena kecelakaan. Kini dia hidup dengan ayahnya seorang. Namun sayang, ayahnya itu seringkali menyiksanya. Bahkan yang terparah, ayahnya pernah bercinta dengan seorang PSK tepat di hadapan Bella. Sungguh ironis. Di sekolahpun dia juga merupakan korban bullying. Cerita tentangnya telah menyebar ke seluruh sekolah, namun entah kenapa para guru tidak mengambil tindakan sama sekali. Aku sungguh prihatin terhadapnya. Ah, yah, mungkin dia adalah ‘Sang Cinderella’.

    //==//

    Ah, akhirnya hidupku terselamatkan. Setelah berperang melawan kebosanan selama tiga jam, sekarang saatnya diriku merdeka. Anak-anak lain pun segera bergegas mengemasi barang-barang mereka, sebelum kemudian pulang. Namun seperti biasa, aku dan Ethan selalu tinggal di kelas dahulu. Memang sudah kebiasaan kami tidak langsung pulang sehabis sekolah. Biasanya kami nongkrong dulu di kelas, atau terkadang juga main ke suatu tempat. Hal yang kusuka dari ini adalah, aku dapat merasakan hembusan angin dari jendela lantai tiga ini. Ah, yah, hembusan angin kebebasan.

    “Hei, Ethan.”

    “Apa?”

    “Apa kau tahu berapa kecepatan angin?”

    “Hmm, berapa ya? Entah lah, mungkin Aretha tahu.” Ah, yah, sudah kuduga anak ini tak mungkin tahu. Tapi entah kenapa aku tetap saja bertanya padanya.

    “Secara global, itu sekitar 30-40 Km/Jam” Aku dikejutkan oleh suara seorang gadis yang tak asing di telingaku. Ku tengok ke belakang, dan benar ternyata. Dia adalah Aretha. Ah, sejak kapan dia ada di sana? Aku benar-benar tak menyadarinya.

    “Tapi itu juga dipengaruhi oleh keadaan greografis dan musim setempat. Untuk sekitar sekolah kita ini, kecepatannya hanya sekitar 10 Km/Jam. Namun di musim panas bisa lebih cepat lagi. Di tambah lagi lapangan di belakang sekolah kita cukup luas.” Aretha melanjutkan penjelasannya. Yah, memang gadis berkacamata ini jauh lebih pintar ketimbang kakaknya yang bagiku hanya sebatas bocah mistis tak jelas ini.

    “Hei, Ethan, sejak kapan adikmu berdiri disana?”

    “Entahlah, dia memang suka muncul secara misterius.” Huh.. benar-benar adik-kakak yang aneh. Sementara itu Aretha hanya tersenyum melihat aku dan Ethan.

    Setelah cukup lama kita bertiga nongkrong, akhirnya kita memutuskan untuk pulang. Namun ketika baru keluar dari kelas, tiba-tiba langkahku terhenti. Pandanganku terpaku pada seorang gadis yang tengah duduk memeluk lututnya di bawah pohon beringin.

    “Hei, Aretha, lihatlah di bawah pohon beringin itu.” Beberapa saat kemudian Aretha memperhatikan gadis di bawah pohon beringin tersebut.

    “Kau ingat tentang kasus gadis yang hilang yang kita bicarakan semalam? Gadis di bawah pohon beringin, dia adalah gadis yang hilang itu.” Lanjutku.

    “Hei, apa kau serius? Dia itu Erika dari kelas 10-E.” Aretha terkejut.

    “Kau kenal dia?” Tanyaku.

    “Tidak, aku tahu karena dia adalah pacar teman sekelasku.”
     
  6. herlyks Members

    Offline

    Joined:
    Apr 1, 2014
    Messages:
    4
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +1 / -0
    “Ketika tangannya tak mampu lagi kau genggam.”
    “Dan ketika kepalamu telah terpenggal.”
    “Seorang gadis yang tak pernah mati.”
    “Tersenyum manis kepadamu.”


    //==//​

    Hari itu. Ah, yah, hari itu. Hari dimana seisi kelas terdiam dan suasana berubah menjadi sunyi. Bahkan saking sunyinya dapat kudengar hembusan nafas tiap penghuni kelas. Setiap pasang mata tertuju pada seorang anak laki-laki yang tengah berdiri di depan kelas. Tak satupun berkata. Entah karena kagum atau karena takut. Tapi tidak bagiku, yang sudah sehari-hari berhadapan dengan sosok seperti itu. Yah, tak kusangka Ethan benar-benar membaca puisi horror itu di depan kelas.

    “Hei, bagaimana menurutmu?” tanya Ethan ketika kami sedang nongkrong sepulang sekolah.

    “Apanya? Jangan bilang kalau soal puisimu.”

    “Ya mau apalagi? Tentu saja tentang puisiku. Bagaimana? Keren bukan? Suasananya benar-benar sempurna.”

    “Sempurna apanya? Itu benar-benar mencekam!” Ah, susah benar kalau sudah berhadapan dengan anak satu ini. Hal-hal seperti itu malah dibilangnya keren. Seleranya itu memang yang teraneh yang pernah kutemui. Aku penasaran jika kelak dia punya istri, akan seperti apa istrinya? Dan bagaimana juga dengan anak-anaknya? Ah, kuharap dia tidak menciptakan sebuah “Keluarga Mistik”. Tak berapa lama kemudian Aretha datang menghampiri kami berdua.

    “Akhirnya datang juga kau. Hei dengar Aretha, Arthur, tadi saat berangkat sekolah aku menemukan ini.” Kata Ethan sambil mengeluarkan selembar kertas yang merupakan sobekan koran dari tasnya. “Bagaimana menurut kalian?” Lanjutnya.

    Ku perhatikan sobekan koran yang diperlihatkan Ethan. Terlihat di sana foto serang wanita berpenampilan sexy. Dibawahnya tertulis judul “Pornstar Linda Kehl Mengaku Ingin Pensiun.” “Ehmm, Ethan, aku tahu kau ini orangnya aneh. Aku juga tahu kalau kau itu suka hal yang aneh-aneh. Tapi apa maksudmu memperlihatkan hal seperti itu di depan adikmu?” Kataku. Sementara Aretha sepertinya nampak kesal.

    “Hah? Apa maksud..” Kata-kata Ethan terhenti setelah ia menyadari bahwa sisi yang ia perlihatkan padaku dan Aretha adalah sisi yang salah.

    “Aaahh.. Sial.. sial.. sial.. Maaf maksudku bukan yang itu. Tapi yang ini.” Katanya kembali sambil menunjukan pada kami sisi yang satunya.

    Kali ini, dari ekspresi yang nampak kesal, Aretha berubah menunjukan ekspresi ketertarikan amat dalam. Begitu pula denganku. Kuperhatikan di sobekan koran tersebut, tertulis di judulnya “Seorang Pria Terbakar Hidup-hidup Di Depan Publik.” Disebutkan di sana seorang pria tiba-tiba dilempar keluar dalam keadaan telanjang dari sebuah mobil berwarna hitam. Beberapa detik setelah pria tersebut dilemparkan, dia terbakar habis hingga tulang belakangnya. Sedangkan mobil hitam yang sebelumnya kabur entah kemana.

    “Bagaimana menurut kalian, Arthur, Aretha?” tanya Ethan, lagi.

    Yah, aku tak tahu harus berkata apa. Aku hanya terdiam saja. Baru kali ini aku mengetahui fenomena seperti ini. Lagipula, bagaimana juga seseorang bisa terbakar tiba-tiba begitu? Ah, mungkin saja negara api mulai menyerang. Ah, tidak, tidak. Dasar bodoh. Hal seperti itu mana ada di dunia nyata. Yah, tapi jika mengesampingkan tentang pembakaran itu, sepertinya ini merupakan kasus yang luar biasa. Pasalnya, orang itu dilempar dalam keadaan telanjang dari dalam mobil. Sudah begitu, mobilnya langsung main kabur saja. Mungkinkah ini kasus pemerasan? Penyiksaan untuk menggali informasi rahasia? Atau bahkan pemerkosaan? Ah, lupakan yang terakhir. Sepertinya kemungkinannya sangat minim. Tapi satu hal yang pasti, ini adalah pembunuhan.

    Beberapa saat kemudian Aretha mulai berbicara.

    “Sebelumnya, aku pernah mendengar kasus serupa. Tentang seseorang yang tiba-tiba terbakar begitu saja.”

    “Ha? Benarkah?” tanya Ethan dengan wajah penasaran.

    “Ya benar. Fenomena seperti itu dinamai ‘Spontaneous Human Combusition’, atau biasa disingkat SHC.” Jawab Aretha yang tengah melipat kedua tangan di dada dan membetulkan kaca matanya.

    “Jadi, apakah ini sama dengan SHC itu?” kataku sambil memposisikan jempolku di bawah dagu sedangkan telunjukku menyentuh bibir. Aku mencoba menggabungkan segalanya.

    “Entahlah. Tapi dalam kasus SHC, biasanya korbannya terbakar tiba-tiba tanpa disadari dan tanpa ada penyebab yang pasti. Berbeda dengan kasus ini, dimana korbannya terbakar setelah dia dilempar keluar mobil. Jika memang ini sama dengan SHC, seharusnnya korban sudah terbakar saat di dalam mobil, bukannya setelah dilempar keluar. Ditambah lagi dia dalam keadaan telanjang. Dan mobilnya pun juga asal main kabur saja. Ini menandakan bahwa pembakaran itu sepertinya disengaja.” Aretha menjelaskan dengan tangan kanannya masih menempel di kaca matanya.

    “Hmm, jadi begitu.” Benar dugaanku bahwa pembakaran itu pasti disengaja. Tapi untuk sementara, sepertinya ini sedikit berbeda dengan SHC seperti yang dikatakan Aretha. Atau mungkin saja pelakunya dapat menciptakan SHC secara sengaja. Ah, yah, yang namanya kemungkinan memang selalu ada. Masalahnya adalah seberapa besar kemungkinan tersebut.

    //==//​

    “Hei, apa kalian dengar itu?” Beberapa saat kemudian aku mendengar suara jeritan. Sepertinya jeritan wanita.

    “Ya, aku dengar. Tidak salah lagi. Itu pasti mereka lagi.” Jawab Ethan.

    “Yah, mau siapa lagi. Sepertinya makin hari semakin tersiksa saja ‘Sang Cinderella’.” Aku, Ethan, dan Aretha pun bergegas menuju ke arah suara jeritan yang rupanya berasal dari toilet. Kutemukan disana seorang gadis terjatuh di lantai dan dikelilingi oleh dua orang gadis lain yang berdiri di dekatnya.

    “Hei, mentang-mentang Laura sedang sakit, jangan pikir kau bisa bebas ya.” Kata seorang gadis dengan twintail kepada gadis yang terjatuh.

    “Ah, sepertinya ‘Devil Sisters’ berulah lagi.” Teriak Ethan mengejutkan dua gadis yang tengah berdiri itu.

    “Apa-apaan kau ‘Bocah Mistis’. Jangan suka mencampuri urusan orang lain.” Jawab seorang gadis dengan rambut keriting.

    “Yah, Envy, sebenarnya aku tak bermaksud mencampuri urusan kalian. Tapi, saat ini aku sedang ada urusan dengan Bella. Bisakah kau berikan dia padaku?” Balas Ethan dengan santainya.

    “Memangnya ada urusan apa kau dengan ‘Sang Cinderella’? Apa jangan-jangan kau ingin mengencaninya? Maaf saja, tapi sepertinya kau harus menunggu.” Eva pun ikut berbicara.

    “Yaa, tapi aku tidak suka menunggu lho. Ah, ngomong-ngomong biar kuperkenalkan pada kalian adik tercintaku, Aretha.” Ethan berjalan mendekati Aretha, kemudian merangkul pundaknya.

    “Apa-apaan ini Ethan? Jangan libatkan aku.” Bisik Aretha kepada Ethan.

    “Sudah diam saja.” Bisik Ethan kembali. “Yah, kau tahu, dia ini jago melempar pisau lho. Aretha, kenapa tidak kau tunjukkan sedikit skill-mu kepada mereka?”

    “Ah, kurasa aku ketakutan.” Envy berkata dengan nada mengejek.

    Beberapa saat kemudian Aretha mengeluarkan sebuah pisau kecil dari belakang punggungnya. Dilemparkannya pisau itu dan menancap ke pintu toilet di belakang Bella. Lemparan itu juga memotong sedikit rambut Envy.

    “Kau tahu, itu bukan lemparan yang meleset.” Aretha mengancam.

    “Hei adik kelas, sebaiknya kau jangan ikut campur.” Envy berkata dengan nada kesal.

    “Ah, aku baru ingat kalau aku ada urusan. Envy, untuk kali ini bagaimana kalau kita tinggalkan saja? Kita tidak ada waktu untuk mengurusi mereka.” Kata Eva tiba-tiba. Beberapa saat kemudian dia menggandeng tangan Envy dan berjalan menjauh sambil berkata, “Dah. Sampai jumpa.” Sementara Envy masih menunjukkan ekspresi kesal dengan tatapan tajamnya kepada Aretha.

    Beberapa saat kemudian Ethan bergegas menolong Bella, membantunya berdiri.

    “Bella, kamu tidak apa-apa? Apakah kamu terluka?” Tanya Ethan.

    “Tidak, aku tidak apa-apa. Terimakasih sudah menolong aku.”

    “Ah, ngomong-ngomong bukankah sore nanti anak-anak akan menjenguk Laura di rumah sakit. Bagaimana denganmu Bella, apakah kau juga akan ikut?” Kataku mengingatkan mereka. Yah, Laura sejak dua hari yang lalu sudah tidak masuk sekolah. Dia sakit dan menjalani rawat inap di rumah sakit. Ngomong-ngomong, Laura itu ketua dari kelompok gadis-gadis ‘Bullyers’ yang sering disebut ‘Devil Sisters’. Yah, pekerjaan mereka sehari-hari cuma mem-bully gadis-gadis lain yang lemah. Dan yang sering jadi sasaran adalah Bella.

    “Tentu saja aku akan ikut.” Jawaban Bella cukup mengejutkan, mengingat Laura adalah gadis yang sering menindasnya di sekolah.

    “Hei, apa kamu baik-baik saja dengan itu? Kamu tak perlu memaksakan dirimu.” Kata Ethan pada Bella.

    “Aku tidak apa-apa. Bagaimanapun, Laura itu kan masih teman sekelas kita juga.” Jawab Bella dengan nada suaranya yang lembut.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.