1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Alpha & Beta

Discussion in 'Fiction' started by kakampreto, Mar 15, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    Last edited: May 17, 2014
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    Kulihat Banu masih asik menebar kesombongannya di depan teman-teman sekelas. Di bangku belakang, dia sedang sibuk menceritakan tentang bagaimana ia berhasil memecahkan kasus pencurian ponsel di kostan sebelah kamar kami yang terjadi minggu lalu.

    Si sombong itu kuakui memang cerdas. Mempunyai teman sekamar sepertinya, bisa dibilang menyenangkan sekaligus menyebalkan.

    Istirahat siang ini aku masih melanjutkan membaca novel yang berjudul 'Five little pigs' karya Agatha Christie yang baru kubaca hingga halaman 183. Aku tak seperti Banu yang dengan mudah bisa mengobrol dengan siapa saja. Aku lebih menikmati saat-saat kesendirianku dengan membaca novel atau memainkan smartphoneku ketimbang harus mengeluarkan energi ekstra hanya untuk melakukan sebuah obrolan yang menurutku sangat sedikit manfaatnya.

    Namun tidak dengan Banu.

    Dia paling tidak bisa untuk duduk diam tanpa mengeluarkan suara dari mulutnya. Bisa dibilang dia itu cerewet. Itu menurutku.

    Aku masih asyik membuka lembar demi lembar novel yang sedang aku baca ketika kulihat dua orang cewek -yang sepertinya mereka adalah kakak kelas kami- melewati tempat dudukku dan menghampiri Banu yang saat itu masih dikelilingi oleh beberapa penikmat cerita detektifnya yang setia itu.

    'Ah, bertambah lagi rupanya fans Banu,' pikirku.

    Jujur, kadang aku merasa iri dengan popularitas Banu di SMA ini. Bukan hanya teman sekelas, namun hampir siswa-siswi sekolahan ini mengenal Banu dengan sebutan "Detektif". Yah, walaupun hanya kasus-kasus kecil yang dia kerjakan, namun tak satupun kasusnya yang mengalami kegagalan. Walaupun sebenarnya aku juga mempunyai peran dalam setiap pemecahan misteri-misterinya.

    Salah satu kelebihannya adalah dia tidak pernah meminta imbalan dari orang-orang yang meminta tolong padanya. Tapi terkadang orang-orang yang permasalahannya berhasil dipecahkan oleh Banu tak jarang memberi dia imbalan seikhlasnya. Kadang berupa uang, makanan dan bahkan jasa mengerjakan tugas sekolah.

    Aku fokuskan kembali perhatianku pada novel ditanganku. Tiba-tiba dua jari kurus beraroma bawang menyerangku dari belakang dan berhasil menusuk kedua lobang hidungku.

    "Aww...lefasin kamfret!!" teriakku.

    Setelah jari-jari kurus beraroma tak sedap itu berhenti mem-bully lobang hidungku yang sempit ini, aku langsung membalikan badanku mencoba mencari pelaku yang sebenarnya aku sudah tau siapa.

    Kulihat Banu sedang terkekeh menahan tawanya saat dia berhasil merusak detik-detik penuh kedamaianku ini.

    "Apaan sih Men?" tanyaku sambil menaruh novel yang sedari tadi aku pegang ke atas meja.

    Iya, aku dan Banu terbiasa menggunakan panggilan men.

    "Ini aku mau kenalin kakak kelas kita yang lagi butuh bantuan Men," Banu masih senyum-senyum saat memperkenalkan dua kakak kelas yang tadi masuk.

    Cantik. Ternyata salah satu kakak kelas yang baru masuk tadi cantik banget. Kenapa tadi aku nggak sadar?

    "Hai... namaku Dina," ucapnya sambil mengulurkan tangannya yang putih dengan jemarinya yang dicat warna pink pada kuku-kukunya yang panjang dan rapi.

    Saat dia mengulurkan tangannya padaku untuk berjabat tangan, wangi parfum bunga melati yang berasal dari tubuhnya berhasil kutangkap dengan indera penciumanku yang tadi sempat lumpuh karena terkontaminasi aroma bawang dari jemari Banu.

    Kusambut jabat tangannya dengan perasaan grogi yang membuat tanganku agak bergetar.

    "A-Adi.. na-namaku Adi."

    Sial. Kenapa aku jadi terbata-bata gini pas ngomong?

    Banu menatapku dan memasang senyuman mengejek di wajahnya. Aku tau, dalam batinnya pasti Banu sedang mentertawakan sikapku saat ini.


    "Dan ini Mila," Dina melepaskan tangannya dariku dan memperkenalkan temannya yang sedari tadi berdiri di sampingnya.

    Cewek yang satunya tidak mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku seperti yang Dina lakukan tadi. Dia hanya tersenyum simpul kepadaku. Mila nggak secantik Dina sih. Tapi dia nggak jelek-jelek amat kok.

    Berbeda dengan Dina yang mempunyai rambut panjang berwarna hitam yang lurus kaya model iklan shampo, Mila ini potongan rambut dan dandanannya lebih terlihat seperti cowok. Yang membuat Mila terlihat sebagai cewek adalah dari ukuran dadanya.

    Aku sendiri tak begitu paham jenis-jenis ukuran bra, namun hanya dengan melihatnya saja aku bisa tau bahwa dua telapak tanganku ini takkan cukup untuk meremas salah satu dari dua tonjolan didadanya itu dalam sekali pegang. Jadi, bayangkan saja sendiri seberapa besar kira-kira tonjolan yang ada di dada Mila itu.

    Ah, kecantikan Dina jadi teralihkan gara-gara tonjolan Mila.

    "Jadi gini Men. Kakak kelas kita ini minta bantuan sama kita ntar sepulang dari sekolah. Kamu bisa nggak?" tanya Banu.

    "Boleh. Lagian aku nggak ada acara juga sore ini. Jadi apa yang bisa kami bantu kak?" kualihkan pandanganku dari Banu kearah sang Dewi yang berwujud manusia yang bernama Dina itu.

    Ah, kenapa aku tiba-tiba jadi sok puitis gini?!

    "Umm.. Kita ngobrol tentang masalahnya ntar aja ya sepulang sekolah. Kita ketemuan di caffe sebelah kantor pos alun-alun aja ya jam 4 sore. Bisa kan?"

    "Oke. Sampai ketemu nanti," sahut Banu.

    Lalu bel tanda bahwa jam istirahat telah usai pun menggema keseluruh sudut sekolah. Dua kakak kelas tadi langsung pamit kembali ke kelas mereka.

    ###

    Kurebahkan badanku di atas kasur yang tak lagi empuk di kamar kostku yang sempit ini. Sebuah kamar dengan ukuran 3 X 4 meter berwarna hijau kusam yang sudah terkelupas catnya disana-sini.

    Banu tidak langsung pulang ke rumah setelah jam sekolah usai. Ada sesuatu yang harus dicarinya terlebih dahulu katanya.

    Kunyalakan kipas angin kecil yang merupakan satu-satunya alat pendingin udara di kamarku. Angin yang tak seberapa kencang itu meniup sebagian tubuhku yang masih dibalut oleh seragam sekolah. Udara sejuk berhasil merasuki badanku yang masih terasa panas karena sengatan sinar matahari saat perjalanan pulang tadi.

    Aku masih terbayang-bayang wajah Dina. Pergerakan bibirnya saat bicara benar-benar begitu indah. Apalagi bentuk bibirnya yang mungil dan warna bibirnya yang cerah. Begitu menggemaskan. Jujur aku ingin mengecupnya saat berhadapan dengannya tadi di kelas. Untung saja aku masih waras. Walaupun kondisiku tak waras pun sebenarnya belum tentu aku punya nyali untuk melakukannya.

    Ah, pikiran macam apa ini?!

    Ponselku yang masih bersarang di saku celana sekolahku bergetar. Sepertinya ada panggilan masuk.

    Kuraih dan kulihat layar ponselku yang masih dalam mode vibrate itu. Ternyata Banu yang menelponku.

    Kutekan layarnya dan kujawab telepon Banu, "Ada apa men?"

    "Gini. Ntar jam 3 kamu langsung ke caffe tempat kita janjian sama Dina ya men. Ada sesuatu yang pengen aku bicarain dulu. Mau mampir kostan dulu nggak sempet sih," sahut Banu dari ujung sana.

    "Loh, bukannya kita janjian sama Dina itu jam 4 ya? Emang kamu lagi di mana?"

    "Udah deh nurut aja. Ada hal penting yang mau aku omongin dulu sama kamu sebelum kita ketemu sama Dina. Oke men?!"

    "Okelah kalo gitu. Nggak pake jam karet loh ya!"

    "Oke sip," jawab Banu yang langsung memutus panggilan teleponnya.

    Kuletakkan ponselku di atas meja kecil yang berada di antara kasurku dan kasur Banu.

    Sambil rebahan, aku mencoba memikirkan kira-kira bantuan apa yang nantinya Dira minta. Apakah dia akan meminta mencarikan binatang peliharaannya yang hilang seperti kasus-kasus beberapa klien sebelumnya? Kalau peliharaannya hilang aku mau kok jadi peliharaannya yang baru.

    Ah, pikiran apa ini?!

    Sepertinya aku terlalu larut oleh pesona kecantikan Dina. Sebenarnya bukan cuma Dina cewek cantik yang pernah aku temui dalam kehidupanku ini. Tapi kenapa sekarang dipikiranku cuma ada dia? Cinta pada pandangan pertama kah?

    Mungkin ini yang disebut dengan masa-masa indah saat SMA. Mungkin.

    Pandanganku menerawang ke arah langit-langit kamar yang berbahan asbes dengan hiasan bercak-bercak bekas tetesan air hujan yang tercipta karena atapnya yang bocor.

    Saat imajinasiku sedang berusaha menggambarkan wajah Dina dari bekas tetesan air hujan yang membentuk pola di langit-langit kamarku , pintu kamarku diketuk perlahan sebanyak tiga kali dari luar.

    "Siapa?"

    "Ini aku mas," jawab orang yang mengetuk pintu dengan suara lembut yang sudah tak asing lagi.

    "Ratna ya? Tunggu dulu ya!"

    Lalu kubangkitkan badanku dan aku dengan malas berjalan menuju pintu.

    "Eh Ratna. Ada apa nih?" tanyaku setelah pintu terbuka sepenuhnya.

    Ratna adalah tetangga kostku yang minggu lalu ponselnya hilang dicuri. Dan setelah aku dan Banu menyelidikinya, pelaku pencuriannya berhasil diungkap. Pencurinya adalah teman kamar Retna sendiri. Namanya Wulan.

    Ratna ini orangnya baik. Walaupun pelakunya sudah terungkap, dia tak mau memperpanjang masalahnya. Dia memaafkan ulah temannya itu dan masih mengijinkan tinggal satu kamar dengannya.

    Alasan temannya itu melakukan aksi pencurian katanya karena butuh uang untuk membayar sekolah. Karena orangtuanya sedang mengalami kesulitan ekonomi dan sedang butuh uang banyak untuk operasi adiknya yang menderita Hydrochepalus.

    "Ini mas, tadi pagi aku bikin puding mangga. Siapa tau bisa bikin adem perut mas Adi pas lagi panas gini cuacanya." Kata Retna sambil menyodorkan puding mangga yang dicetak dengan bentuk love kecil-kecil di atas piring plastik berwarna hijau.

    "Waduh, kok Ratna repot gini sih. Makasih ya."

    "Sama-sama mas," sambil tersenyum dia melangkah pergi menuju kamar kostnya.

    Semenjak kejadian itu, Ratna jadi sering mengantar makanan ke kostan kami.

    Sebenarnya sih aku dan Banu merasa nggak enak kalau sering-sering dikirimi makanan oleh Ratna. Tapi berhubung Ratna memaksa dan kami berdua adalah anak kost yang selalu mengalami situasi mie-instan-sebagai-makanan-pokok saat tanggal tua, maka "terpaksa" kami menerimanya dengan senang hati demi terhindar dari penyakit gizi buruk.

    Aku melahap satu puding mangga kecil yang berbentuk love itu sambil duduk di tepian kasur. Tenggorokanku terasa dingin saat puding itu bergerak turun menuju ke lambung. Rasa manis yang bercampur dengan sedikit rasa asam masih membekas di lidahku.

    Kenop pintu diputar dan pintunya dibuka secara tiba-tiba. Setelah itu Banu masuk dengan wajah yang terlihat panik dan keringat membasahi wajah dan rambut bagian depannya.

    "Ada apa men? Dikejar banci lagi ya?" tanyaku.

    ###

    Akhirnya kami berdua sampai di caffe dimana aku dan Banu janjian dengan calon klien kami. Dina dan Mila.

    Begitu kami memasuki caffe, dari kejauhan terlihat Dina yang sedang melambaikan tangannya ke arah kami. Rupanya mereka sudah tiba duluan.

    Di dalam caffe, hanya ada beberapa pasangan muda-mudi dan seorang lelaki paruh baya yang sedang menikmati waktu santai sambil menikmati hidangan dan minuman yang disediakan oleh caffe yang bernuansa klasik ini.

    Dinding-dinding pada Caffe ini sengaja tidak dilapisi semen. Dan di beberapa sisinya tergantung lukisan-lukisan abstrak dengan paduan warna-warna yang kalem.

    Dentingan lembut yang dihasilkan oleh sentuhan jari pada tuts piano, mengalun indah melalui speaker-speaker kecil yang terpasang di setiap sudut caffe.

    "Hai. Udah lama ya nunggunya?" sapa Banu pada Dina dan Mila sambil menjabat tangan mereka bergantian.

    Sedangkan aku hanya diam dan berdiri di samping Banu.

    "Nggak kok. Kami juga baru nyampe nih," sahut Dina dengan senyum indah yang terlukis di wajah cantiknya.

    "Kamu cantik banget deh pake baju itu Din," goda Banu sambil meletakkan pantatnya yang kurus ke atas sofa.

    "Masa?! Makasih ya," Dina membalasnya dengan senyuman yang lebih indah dari senyuman yang tadi.

    Dasar playboy kampret!!!

    Dina memakai kemeja lengan panjang berwarna biru laut yang agak kebesaran dengan lengan bajunya yang digulung hingga siku dan jeans ketat berwarna sama dengan bajunya. Dia memang terlihat lebih cantik daripada saat memakai seragam sekolah.

    Sedangkan temannya yang berdada besar memakai hot pants dan kaos putih ketat yang membuatnya semakin menonjol dengan tulisan 'Don't touch!!' tepat di bagian dadanya.

    Jadi, apa yang bisa kami bantu?" akhirnya Banu membuka percakapan setelah minuman pesanan kami semua datang.

    "Umm.. dari mana mulainya ya? Aku bingung." kata Dina yang sedang sibuk mengaduk-aduk segelas orange au lait pesanannya yang baru datang.

    "Jadi gini," Dina lalu menegakkan badannya dan menatap kami berdua.

    "Sudah hampir 2 bulan ada orang aneh yang terus meneror aku lewat SMS. Padahal aku udah ganti nomor berkali-kali, tapi entah bagaimana caranya dia selalu mendapatkan nomorku yang baru," dia berhenti bicara sejenak untuk menyedot orange au laitnya.

    "Awalnya sih dia ngerayu-rayu gitu. Dia pengen jadi pacarku katanya. Dan karena aku cuekin terus, akhirnya dia mulai meneror aku. Dan yang paling bikin aku takut, peneror itu bilang mau membunuhku kalau aku tetap menolaknya," lanjut Dina.

    Sementara Banu serius mendengarkan penjelasan dari Dina, aku hanya memperhatikan pergerakan bibirnya saat bicara.

    "Dan tukang teror itu makin menggila. Aku pun ikut kena terornya juga," Mila menambahi.

    "Boleh aku liat isi SMSnya?" tanya Banu.

    Dengan serius Banu membaca isi SMS pada ponsel Dina dan Mila. Wajah Banu kembali panik seperti saat pulang sekolah tadi.

    Aku mulai mencium sesuatu yang janggal dengan sikap Banu saat ini.

    Keanehan sikapnya berawal sejak tadi siang saat dia pulang dengan wajah panik. Saat kutanya kenapa, dia hanya berkata bahwa kasus yang mungkin akan kami hadapi ini tak seperti kasus-kasus sebelumnya. Tanpa ada penjelasan lebih lanjut.

    "Selain mengirimkan SMS teror, apakah pelakunya pernah melakukan hal lainnya?" aku mencoba mencari keterangan lebih lanjut.

    "Pernah. Minggu lalu dia mengirim bangkai burung dara dalam sebuah kotak yang ditinggalkan di depan rumahku. Lalu di dalam kotak itu juga ada pesan yang berbunyi menikahlah denganku atau kalau tidak nasibmu akan sama dengan burung dara ini."

    "Setelah itu dia mengirimkan SMS dan menanyakan apakah kadonya sudah sampai atau belum," lanjut Dina yang sekarang menjadi bergidik ngeri.

    "Keterlaluan memang," ucap Banu yang masih sibuk membaca beberapa SMS teror.

    "Mila pernah juga dapet hal-hal yang seperti itu?" lanjut Banu.

    "Nggak sih. Cuma SMS teror aja," sahut Mila.

    "Hemm... SMS teror yang dikirim ke Mila beda dengan teror untuk Dina. Si peneror cuma nyuruh agar Mila membantu tukang teror itu biar jadi kekasih Dina. Kalau Mila nggak mau bantu, maka Mila bakal celaka." Banu berbicara pada dirinya sendiri.

    "Sebenarnya sih aku nggak heran kalau Dina banyak pengagum rahasianya, karena Dina memang cantik. Tapi kalau kaya gini kasusnya, udah nggak bisa ditolerir."

    Banu masih nyerocos sendiri. Sementara itu Dina malah jadi tersipu malu setelah mendengar monolog Banu tadi.

    Lalu Banu diam dan menyandarkan tubuh kurusnya ke sofa sambil menyilangkan tangan di depan dadanya.

    "Kira-kira kalian sanggup nggak nyari pelakunya? Berapapun tarif yang kalian minta, aku sanggupin deh selama pelakunya ketahuan." Dina memohon.

    Banu tak langsung menjawab permintaan Dina. Dia malah memejamkan matanya. Aku sendiri tak tau, apakah Banu sedang mencoba agar terlihat keren atau memang dia sedang benar-benar berpikir.

    "Bukan masalah tarif. Selama ini kami tak pernah memasang tarif untuk setiap orang yang meminta bantuan kami. Aku pikir, sekarang Banu sedang membuat pertimbangannya sendiri," aku berusaha memecah keheningan.

    "Bagaimana men? Apakah kita ambil kasus ini?" tanya Banu.

    Tumben. Biasanya dia tak pernah meminta persetujuanku dalam setiap permintaan pemecahan misteri selama ini. Berarti ada hal serius yang terjadi setelah dia pulang sekolah tadi.

    "Aku sanggup. Aku rasa tidak ada salahnya kita mencoba membantu kakak-kakak kita ini men."

    Setelah beberapa pertanyaan lain kami ajukan kepada dua kakak kelas yang cantik ini, kami berempat membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.

    Dalam perjalanan pulang pun Banu terdiam. Tak ada satupun kata-kata yang terucap olehnya.

    Sesampainya di kostan, Banu langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Sementara itu aku mengambil puding buatan Ratna yang kusimpan di kulkas kecil yang terletak di pojok kamar.

    Satu persatu puding kecil itu kulahap pelan. Sensasi dingin yang dihasilkan oleh puding saat melewati tenggorokan berhasil menyegarkanku yang tersiksa oleh cuaca panas saat ini.

    "Men, tadi sepulang dari sekolah aku udah kena teror juga," Banu akhirnya membuka mulutnya.

    "Hah?! Gimana ceritanya men?!" aku yang masih melahap puding hampir saja tersedak saat mendengarkan omongan Banu tadi.

    Banu bangkit dari posisi tidurnya dan merogoh sesuatu dari saku celananya. Diambilnya selembar kertas yang dilipat kecil lalu dilemparkannya ke arahku.

    "Tadi siang, kertas itu tertempel di speedometer motorku saat aku sedang makan di warung bakso Pak Jono."

    Kubuka lipatan kertas itu. Kertas HVS 80 gram ukuran A4 berwarna putih dengan tulisan yang diprint menggunakan tinta merah pada permukaannya.

    BERHENTILAH BERUSAHA SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT!!
    SELAMATKAN DIRIMU ATAU TAKKAN ADA SATUPUN YANG SELAMAT!!


    Sekarang aku tau alasan Banu mengatakan bahwa kasus kali ini berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya. Apapun motif pelakunya, jelas kelakuannya ini tidak bisa dibenarkan.

    "Menurutmu, apakah motif si pelaku benar-benar hanya karena rasa ingin memiliki Dina?" tanya Banu yang sudah kembali ke posisi tiduran di kasur.

    Aku tak langsung menjawab pertanyaannya. Kubaca ulang tulisan merah yang dicetak tebal itu. Jujur, aku merinding saat membaca ancaman yang ditujukan pada Banu itu.

    "Yang jelas, pelakunya adalah orang yang berada di lingkungan yang sama dengan kita. Karena dia bisa tau saat Dina meminta bantuanmu. Selain itu pelaku juga bisa tau setiap nomor ponsel Dina yang baru," aku mencoba melontarkan pendapatku.

    "Cerdas! Reaksi pelaku yang terlalu cepat justru membuatnya semakin mudah terlihat. Kita hanya perlu mengumpulkan beberapa bukti lagi untuk memperkuat dugaan kita," jawab Banu mantap.

    "Aku tidur dulu lah men. Ntar bangunin aku jam 8 ya! Aku ada janji ketemuan sama informan kita yang terpercaya."

    "Informan? Maksudmu si Ratu gosip itu?!"

    "Cerdas!" Sambil ketawa kecil, Banu membalik badannya dan membenamkan wajahnya ke bantal.

    ***bersambung dulu ya... :keringat:***​
     
    Last edited: May 15, 2014
  4. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    Pagi harinya kami berangkat sekolah seperti biasa. Di kelas, Banu terlihat beberapa kali menguap. Sepertinya tadi malam dia bertemu dengan Ratu gosip sampai larut malam.

    Istirahat pertama aku terpaksa tetap berada di kelas mengerjakan PR untuk pelajaran selanjutnya. Tadi malam aku langsung tertidur setelah Banu pergi. Dan tadi pagi aku baru ingat kalau ada PR yang belum aku kerjakan.

    Sedangkan Banu -inilah yang membuatku semakin sebal dengannya- PR-nya telah selesai dikerjakan oleh teman kami yang bernama Santi. Sebulan yang lalu Santi meminta tolong kepada kami untuk mencarikan burung peliharaan Ayahnya yang lepas dari sangkarnya. Sebagai imbalannya, dia yang akan mengerjakan setiap PR ataupun tugas sekolah Banu selama sebulan. Kalau diingat lagi, sebenarnya akulah yang bersusah-payah mencari burung itu, namun seperti biasa, Banu yang selalu berdiri di podium dan mendapatkan piala serta hadiahnya.

    Sebelum keluar kelas dan pergi ke kantin, Banu sempat meledekku, "Semangat men! Kamu pasti bisa!" Lalu dia pergi sambil ketawa meledek. Sejujurnya, saat itu aku ingin sekali merontokkan semua giginya saat dia tertawa.

    Ah.. sudahlah..

    Sedikit lagi PR-ku selesai. Lalu seseorang terlihat sedang memperhatikanku dari balik pintu kelas. Aku tak yakin orang itu benar-benar sedang memperhatikanku atau tidak, yang jelas keberadaannya di sana membuatku curiga.

    Orang yang tadi bersembunyi dari balik pintu pun akhirnya keluar juga. Dia berjalan ke arahku. Setelah sampai di depanku, dia membalik kursi yang berada di depan mejaku lalu mendudukinya. Sekarang posisi kami berhadap-hadapan. Kami hanya saling pandang satu sama lain. Tak ada sepatah katapun yang terucap. Sepertinya dia gugup, kedua tangannya yang putih diletakkan di atas meja belajarku lalu dia mengetuk-ngetuk meja secara berirama dengan jemari tangan kanannya yang kukunya dipotong runcing namun tidak terlalu panjang dan diwarnainya dengan warna hitam.

    Kuletakkan penaku. Lalu aku bertanya kepadanya, "Kak Mila. Kenapa kakak ke sini?"

    "Err.. sebenarnya sih aku sedang mencari Dina. Aku kira dia datang ke sini lagi. Makanya tadi aku ngintip. Tapi sepertinya kamu melihat aku saat sedang di balik pintu tadi, karena itu kupikir lebih baik aku ke sini saja." Kata-kata itu keluar dari bibir Mila.

    "Kamu kenapa tetap berada di kelas?" Dia melanjutkan.

    "Umm.. ini ada PR yang belum sempat aku kerjakan untuk pelajaran berikutnya. Tapi sudah selesai kok."

    Lalu keheningan menghampiri kami berdua lagi. Dengan jarak sedekat ini, aku baru sadar kalau ternyata Mila ini sungguh terlihat manis. Wajah yang putih dan mulus miliknya semakin mempesona dengan adanya bibir tipisnya yang menggemaskan.

    "Eh -Siapa namamu? Aku lupa," sekarang tubuhnya bertumpu pada dua tangannya di atas meja. Membuat dua tonjolannya yang memang sudah besar menjadi terlihat semakin besar karena terhimpit tangan dan tubuhnya. Mataku sekarang mau tidak mau terpaku pada belahan putih di antara dua tonjolan itu yang sedikit kelihatan karena kancing bajunya yang atas -entah disengaja atau tidak- tidak terpasang. Selain itu dia hanya memakai bra di balik seragam sekolahnya -tanpa memakai baju dalam.

    "Hei!! Kamu lihat apa sih?" Mila setengah berteriak padaku.

    "Eh-Oh. Aku sedang berpikir kak."

    Untung saja reaksiku cepat. Aku langsung menundukkan wajahku. Aku yakin wajahku merah seperti tomat saat ini.

    "Mikir apa? Mikir SMS teror Dina itu ya?"

    Untunglah. Sepertinya dia tidak menyadari perbuatanku tadi.

    Aku menegakkan kepalaku lagi setelah yakin wajahku tak lagi memerah. Dan mataku terpancing lagi untuk melihat pemandangan tadi.

    "Aku sedang berpikir, bagaimana rasanya saat punyaku dijepitkan di-."

    JENGGOT KOBRA!!! Hampir aja keceplosan!!

    "Kamu bilang apa?" Mila terlihat bingung dengan perkataanku

    Aku buru-buru menjawab, "Ah-Aku sedang berpikir bagaimana rasanya jika posisiku terjepit seperti itu. Hehe"

    Mila mengubah posisi duduknya. Dan melihatku dengan tatapan heran.

    Sukurlah. Sekarang aku bisa konsentrasi, walaupun aku tak bisa lagi melihat belahan itu.

    "Kamu ini kenapa sih? Sakit ya? Atau belum sarapan? Dari tadi kok seperti orang jantungan gitu."

    "Err.. Anu. Aku memang begini kak. Dulunya aku latah, maka dari itu aku jadi kagetan," aku terpaksa mengarang.

    Dia bangkit dari tempat duduknya, "Yaudah deh, lanjutin PR-mu dulu. Sepertinya aku malah mengganggumu."

    Lalu dia berjalan keluar dari kelasku. Aku benar-benar terpesona dengan lekuk tubuhnya itu sehingga mataku tetap memandanginya hingga dia hilang dari pandanganku.

    "Pantatnya bagus ya Mas Berooohhh.."

    "Iya. Bulat dan kencang gitu. Eh~" Aku tersadar dari fantasi sesatku dan kucari orang yang baru saja berbicara padaku.

    KADAL AFRIKA!!!

    "KENAPA KAMU TIBA-TIBA NONGOL DI HADAPANKU!!!" Aku berteriak.

    Dengan nada yang menjijikan, orang yang terkenal dengan julukan Ratu Gosip di sekolah kami ini berkata padaku, "Idih.. Biasa aja lah mas ganteng. Nggak usah pake urat ngomongnya. Makanya jangan fokus sama pantat terus, jadi enggak sadar aku datang khan."

    Aku mengusap daguku yang tadi dicolek sama banci yang satu ini. Aku bertanya dengan nada setengah membentak, "Ada angin apa kamu nyasar ke sini Hah?!!"

    Ratu gosip yang bernama asli Heru Prasetya ini sebenarnya mempunyai wajah yang cukup tampan, tapi sayang dia melambai. Lalu kenapa dia mendapat julukan Ratu Gosip dan bukannya Raja Gosip? Sepertinya sudah jelas, ya karena sifat dia yang terlalu feminim untuk seorang cowok, selain itu dia tak pernah ketinggalan berita-berita atau gosip seputar sekolah. Dia bagaikan sebuah muara dimana semua aliran informasi menuju padanya. Karena itulah dia dijadikan senjata rahasia oleh Banu dalam memecahkan sebagian besar kasus-kasusnya. Kalau aku -aku lebih baik menjaga jarak dengan manusia seperti Heru ini. Cukup di sekolah saja aku bertemu dengan mahluk ini. Maka dari itu tadi malam aku menolak mentah-mentah ajakan Banu untuk bertemu dengan Heru.

    "Biasa aja keleus ngomongnya~"

    Ya Tuhan, ingin rasanya kusiram mukanya dengan air jamban. Mimik wajahnya benar-benar membuatku bergidik.

    "Mas Ganteng lihat Banu? Akyu ke sini ada urusan sama dia."

    "Kantin." Aku berkata tanpa memandang wajahnya dan berpura-pura sibuk dengan PR yang sedang kukerjakan. Mungkin sikapku ini agak keterlaluan, tapi mau gimana lagi, aku benar-benar risih dengan keberadaannya di dekatku.

    Heru mendengus dan pergi tanpa berkata-kata lagi padaku. Sungguh, dalam hatiku merasa bersalah dengan sikapku tadi.

    Ada apa dengan hari ini? Kenapa aku jadi gampang marah seperti ini?

    ###

    "Men, nanti malam Dina ngajak ketemuan lagi. Ikut nggak?" Kata Banu sambil tiduran di kasurnya.

    Siang itu udara terasa sangat panas. Aku sedang menyedot jus tomat dingin yang aku beli tadi di jalan sepulangnya dari sekolah. "Boleh. Mila ikut lagi kan?"

    "Hooo..." Banu bangkit dari kasurnya dan melirik curiga seraya tersenyum padaku.

    "Ke-Kenapa memangnya? Apa arti senyumanmu yang menjijikan itu?"

    "Jadi benar ya?!" Banu berdeham dengan sengaja dan berkata lagi, "Tadi siang, Heru cerita tentang kamu yang melototin pantat Mila terus loh. Jadi itu benar ya."

    Banci kaleng tukang gosip terkutuk.

    "Ka-Kalo iya kenapa memangnya? Me-Memangnya ada yang melarang aku melototi pantatnya?"

    "Hohoho. Tarik nafas dalam-dalam men. Kamu mendadak jadi gagap gara-gara panik tuh." Lalu dia menjatuhkan diri lagi di kasur dan tertawa cekikikan. Dia melanjutkan, "Aku sekarang lega. Ternyata teman satu kostku cowok normal."

    "Jadi selama ini kamu menganggap aku abnormal gitu?!"

    Banu mengabaikan pertanyaanku. Sekarang ia menyibukan diri dengan bermain game di ponselnya.

    Kami sampai di kafe terlebih dahulu. Sepuluh menit kemudian Dina datang seorang diri.

    Dina menebar senyum mempesonanya begitu melihat kami. Kali ini dia memakai gaun one piece pendek tanpa lengan berwarna krem. Ditangan kirinya tergantung tas berwarna cokelat muda yang tampak serasi dengan baju yang ia pakai. Selain itu, rambut panjangnya yang diikat menyerupai ekor kuda membuat leher jenjangnya terlihat indah.

    "Hai. Udah lama nunggu ya?" Sapa dia ramah.

    "Seribu tahun pun aku rela menunggu, jika yang kutunggu adalah mahluk indah sepertimu." Banu berdiri dari kursinya dan menyalami Dina.

    HOEKKK.. Perkataan Banu membuatku ingin muntah.

    Aku tetap duduk saat Dina mengulurkan tangannya untuk bersalaman denganku.

    "Jadi, bagaimana? Sudah tahukah pelaku pengirim SMS terornya?" Dina membuka percakapan.

    "Tentu saja. Kecurigaan kami mengarah pada seseorang. Tetapi, kami butuh sedikit lagi waktu untuk mencari tahu motif si pelaku dan bukti yang kuat agar dapat membuatnya mengakui perbuatan itu." Jawab Banu.

    Kedua alis Dina terangkat. "Jadi siapa pelakunya? Bisakah kalian memberi tahuku sekarang?" Desaknya.

    Banu tersenyum, lalu berbicara, "Sayang sekali. Untuk sekarang ini kami belum bisa mengatakannya."

    "Yah.. Kenapa?" Sekarang mukanya terlihat memelas.

    "Tanpa bukti yang kuat, dugaan kami hanya akan menjadi sebuah fitnah kak." Aku ikut bersuara.

    "Key. Aku akan sabar menunggu kalian mendapatkan buktinya."

    "Oh iya. Kenapa Mila tidak ikut kali ini?" Banu bertanya sambil melirik padaku sambil tersenyum mencurigakan.

    "Katanya dia sedang ada urusan mendadak. Terpaksa aku datang ke sini sendirian."

    Setelah itu kami hanya mengobrol tentang sekolah. Dia terlihat sangat bersemangat saat menceritakan kejadian lucu di kelasnya tadi siang. Sesekali tawanya lepas saat sedang bercerita. Selain itu Dina juga bercerita bahwa sampai tadi siang dia masih mendapatkan SMS teror. Tapi sepertinya teror itu tidak membuat keceriannya sirna.

    Setelah sampai di kostan, aku bertanya pada Banu. "Kamu bilang kita butuh waktu untuk mencari bukti. Padahal, kamu sendiri juga sadar bahwa mencari sebuah bukti pada kasus teror lewat SMS itu susah. Pelakunya bisa dengan mudah menghapus SMS terkirimnya atau membuang sim card yang dia pakai untuk mengirim SMS itu kan?"

    "Aku tau. Aku hanya ingin mengulur waktu saja agar kita mengetahui motif si pelaku dengan jelas." Jawab Banu.

    ###

    Banu merubah posisi duduknya. Mimik wajahnya menunjukan bahwa dia sedang serius.

    "Klienmu kali ini mempunyai latar belakang yang gelap -terlalu gelap menurutku- sangat berbeda dengan pembawaannya yang selalu ceria. Aku sendiri kaget saat empat hari yang lalu kamu menemuiku dan memintaku untuk menyelidiki dia." Heru lalu menghela nafasnya.

    Ini pertama kalinya aku bertemu dengan Heru diluar sekolah. Awalnya aku menolak ajakan Banu untuk bertemu dengan Heru. Dengan iming-iming pulsa 25 ribu yang akan Banu berikan padaku, aku tak kuasa menolaknya. Aku sempat tak percaya bahwa orang yang ada dihadapanku ini adalah orang yang terkenal dengan julukan Ratu gosip di sekolahku. Karakter yang sangat berbeda ini benar-benar mengejutkanku. Selama ini aku hanya mengenal Heru yang suka menggosip, lemah gemulai, dan terlalu feminim untuk ukuran seorang cowok. Namun Heru yang ada di depanku benar-benar terlihat jantan. Tak sekalipun dia terlihat 'melambai' seperti saat di sekolah.

    Banu mengerutkan dahinya. Lalu ia berkata, "Katakan padaku semua informasi yang berhasil kamu dapatkan."

    "Ayah kandung Dina meninggal karena sakit jantung saat dia masih kelas lima SD. Menurut gosip yang aku dapatkan, ayahnya terkena serangan jantung setelah mengetahui istrinya selingkuh. Ayahnya dulu bekerja sebagai kapten di sebuah kapal pesiar. Pekerjaan itu membuat ayahnya baru bisa pulang sekali dalam enam bulan. Oleh karena itu rasanya memang masuk akal jika Ibunya yang sering di tinggal pergi itu akhirnya mencari kesenangannya sendiri -termasuk untuk kebutuhan biologisnya."

    Heru berhenti sejenak. "Dengan harta peninggalan suaminya yang jumlahnya lumayan banyak, Ibu Dina malah menjadi semakin tak terkendali. Dia tak lagi sembunyi-sembunyi membawa lelaki ke dalam rumahnya. Dan lelaki yang dibawanya pulang kerap kali berbeda."

    "Menurut keterangan yang aku dapatkan dari pembantu yang sudah lama bekerja di rumah Dina, sejak kematian ayahnya, Dina menjadi sering bertengkar dengan Ibunya. Bahkan dia sudah beberapa kali kabur dari rumah karena pertengkaran itu. Namun Dina selalu kembali lagi ke rumah beberapa hari kemudian."

    Kami bertiga terdiam. Banu menerawang ke arah jendela. Tangan kanannya diletakkan di atas sandaran kursi dan giginya mulai sibuk menggigit kuku ibu jari tangan kanannya. Itulah kebiasaan buruk Banu saat sedang berpikir.

    Aku berusaha memecah keheningan di antara kami. "Apakah kamu mendapatkan informasi tentang kemana perginya Dina saat kabur dari rumah karena bertengkar dengan Ibunya?"

    "Menurut keterangan pembantunya, dia selalu pergi ke rumah pamannya -adik kandung ayahnya- yang rumahnya tak jauh dari rumah Dina. Sampai sekarang aku belum mendapatkan alamat lengkap rumah pamannya itu. Pembantunya hanya mengetahui nama perumahannya saja."

    Heru mengangkat cangkir dan menyesap pelan kopinya yang sepertinya sudah tak lagi panas.

    "Umm.. Heru. Benarkah kamu ini Heru? Kok beda banget ya?" Akhirnya aku tak bisa menahan pertanyaan ini.

    Ia tersenyum mendengar pertanyaanku. Dengan hati-hati dia meletakkan cangkirnya ke atas meja tanpa menimbulkan bunyi sama sekali.

    "Kaget ya?" Kata Heru.

    Lalu dia melanjutkan, "Jadi selama ini Banu belum pernah bercerita tentang aku ya Di?"

    "Enggak tuh. Kenapa karaktermu berubah drastis gini Her? Kamu kelihatan lebih cool dari biasanya."

    "Aku emang cool kok. Kamu aja yang nggak tau." Dia tersenyum semakin lebar. "Aku seperti ini ya gara-gara Banu," Heru melanjutkan.

    "Maksudmu? Kamu dibuat jadi cowok normal lagi sama Banu gitu?"

    Kali ini Heru tertawa terbahak-bahak. Ia berkata, "Aku kenal dengan Banu sejak kami SD dulu. Kelas enam SD aku pindah sekolah dan menjadi teman sekelas Banu. Saat itu aku hanya bocah cupu yang sering menjadi korban bully teman sekelas. Untungnya ada dia yang selalu menolongku. Sejak saat itu aku bersumpah pada diri sendiri untuk membalas kebaikannya itu."

    "Sejak SD pun Banu sudah sering bermain detektif-detektifan. Maka dari itu untuk membalas kebaikannya padaku, aku mengabdikan diriku sebagai asistennya. Namun tahukah kamu apa komentarnya padaku?"

    Aku menggelengkan kepalaku.

    "Dia berkata, 'jika kamu ingin menjadi asistenku, jadilah seorang informan yang handal, rubahlah karaktermu. Karena dengan karaktermu yang sekarang kamu takkan berhasil mendapatkan informasi apapun dari orang-orang yang kamu tanyai.' Aku tak tau harus merubah karakterku seperti apa, dan dia menyarankanku agar menjadi seorang banci. Dia bilang karakter seperti itu lebih mudah bergaul dengan orang lain dan mendapatkan informasi dan juga terhindar dari pem-bully-an fisik. Dan jadilah aku yang sekarang."

    "Serius? Kenapa kamu mau aja disuruh Banu jadi banci?"

    "Aku sendiri pun tak tau. Dan kalau dipikir, perkataan Banu saat itu sama sekali tak seperti pemikiran bocah kelas enam SD pada umumnya."

    Aku tersenyum geli setelah mendengarkan cerita dari Heru. Aku sudah tau bahwa teman satu kostku ini aneh, tapi aku tak menyangka jika keanehannya separah itu. Dan yang lebih aneh, kenapa Heru mau saja diperintah jadi banci.

    Lalu Heru berkata lagi, "Adi. Tahukah kamu, kalian adalah pasangan detektif yang serasi. Selama aku kenal dengan Banu, baru kali ini dia mendapatkan partner yang otaknya sama encernya dengan dia."

    Aku tertawa pelan, "Yang detektif itu Banu. Aku cuma sering nemenin dia mecahin kasus doang. Belum pernah aku memecahkan misteri sendirian."

    "Sebelumnya aku minta maaf. Aku sama sekali tak bermaksud mengungkit kenangan burukmu. Tapi aku tau tentang keberhasilanmu memecahkan kasus kematian pacarmu yang bernama Anna yang menjadi korban pembunuhan dengan pelakunya yang juga guru kalian saat masih duduk di bangku SMP. Selain itu ayahmu juga seorang detektif kepolisian kan?"

    Aku terhenyak. Hampir saja aku melompat dari kursiku. Aku pikir dengan bersekolah di tempat yang jauh dari tempat asalku, bisa membuatku lupa akan kasus lama itu. Lagipula aku sudah berusaha keras menyembunyikan masa laluku itu. Kasus yang membuatku kehilangan semangat hidupku dulu. Tak bisa kupungkiri lagi, Heru benar-benar informan yang handal.

    Setelah berhasil meredakan keterkejutanku, aku bertanya kepada Heru. "Jangan bilang bahwa Banu juga sudah tau tentang kasus Anna."

    Banu yang sejak tadi pikirannya terbang entah kemana akhirnya mengeluarkan suaranya, "Maaf. Sudah jadi kebiasaanku untuk mengetahui latar belakang orang-orang yang dekat denganku. Maka dari itu, sejak awal kita berkenalan, aku meminta tolong Heru untuk mencari informasi tentangmu."

    Aku benar-benar merasa kecolongan. Setelah hampir dua tahun tinggal bersama Banu, tapi cuma sedikit informasi yang aku dapatkan tentangnya. Sedangkan dia -dia mendapatkan informasi yang banyak tentangku.

    "Lalu siapa saja yang mempunyai kedekatan dengan Dina?" Banu kembali menatap Heru dengan tatapan seriusnya seperti tadi.

    "Salah satunya adalah Mila. Dia adalah teman Dina sejak masih SMP. Sebenarnya hubungan mereka pernah renggang saat Dina memacari mantan pacar Mila. Namun mereka akur lagi saat masuk SMA. Mila sendiri berasal dari keluarga biasa. Ayahnya bekerja sebagai PNS di kantor wali kota dan Ibunya bekerja sebagai kepala suster rumah sakit swasta di kota sebelah. Dia mempunyai seorang adik yang masih kelas sembilan SMP. Tak ada yang spesial dari keluarga ini. Sebuah keluarga kecil yang harmonis menurutku."

    Heru kembali meminum kopinya. Lalu menyilangkan kedua kakinya. Dan kembali berbicara.

    "Orang berikutnya adalah mantan pacar Dina yang juga mantan pacar Mila. Namanya Fernando. Biasa dipanggil Nando. Hubungan Nando dan Dina hanya bertahan tiga bulan saja. Namun sampai sekarang Nando masih berusaha mendekati Dina. Sayangnya, Dina sama sekali tak pernah mau diajak menjalin hubungan percintaan lagi dengan Nando. Mungkin Dina lebih mementingkan persahabatannya dengan Mila. Sebenarnya Nando bisa dengan mudah mendapatkan cewek lain yang lebih cantik dari Dina. Nando berasal dari keluarga yang kaya. Ayahnya seorang anggota DPR dan ibunya mempunyai usaha rumah makan dan katering yang lumayan sukses. Selain itu tampang Nando juga bisa dibilang cakep. Tapi entah kenapa Nando seperti orang yang terkena guna-guna. Selama bertahun-tahun dia terus berusaha mendapatkan lagi Dina walaupun usahanya selalu gagal."

    "Bagaimana dengan paman Dina?" Banu kembali bertanya.

    "Paman Dina bernama Sugeng Raharjo. Dia seorang duda dengan status pengangguran. Penghasilan yang dia dapat tidak jelas asalnya. Istrinya pergi membawa anak-anaknya dan meninggalkannya karena kebiasaan buruknya -Sugeng adalah seorang pecandu judi. Kini dia hanya tinggal sendirian di sebuah rumah peninggalan orang tuanya -Kakek Dina- dan hanya itulah satu-satunya harta yang ia miliki. Akhir-akhir ini walaupun tidak sedang bertengkar dengan Ibunya, Dina sering singgah ke tempat pamannya itu."

    "Oh iya. Aku lupa mengatakannya tadi, harta warisan yang ditinggalkan oleh Ayah Dina, sepenuhnya diatas-namakan kepada Dina. Tetapi menurut wasiat yang dibuat ayahnya, Dina baru mendapat kontrol penuh atas harta warisan itu setelah usianya mencapai 18 tahun. Dan itu berarti sebentar lagi. Walaupun begitu, Ibu Dina juga mempunyai hak atas beberapa aset keluarga itu. Dan menurut cerita dari pembantunya, Ibu Dina dalam waktu dekat berencana untuk menikah lagi dengan seorang pria yang usianya jauh lebih muda darinya," sambung Heru.

    Dahi Banu berkerut, membuat kedua alisnya yang agak lebat terlihat seperti menyatu.

    "Jadi begitu," ujar Banu. "Lalu ada siapa lagi?" lanjutnya.

    "Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang ingin kuselidiki, dia adalah calon Ayah tiri Dina. Tetapi aku masih mengalami kesulitan untuk mencari tahu informasi tentangnya," jawab Heru.

    "Tu-tunggu. Kenapa kasus seperti ini kita harus mencari informasi sebanyak itu?" aku angkat bicara lagi.

    Banu memalingkan wajahnya padaku. Dan ia berkata, "Men, dengan mengetahui latar belakang klien kita, mempermudah kita untuk mengetahui apa motif si pelaku."

    Setelah itu kami beranjak dari kafe langganan kami dan pulang.
     
    Last edited: May 17, 2014
  5. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +826 / -0
    dari judul bisa diambil hipotesa...
    ini kisah mengenai pria alpha & beta dalam istilah ketertarikan wanita. bener kan?

    gak ngerti kenapa, kayaknya penulis jaman sekarang suka nulisin di luar bahasa baku untuk percakapan.
    untung belum ada yang pake full tulisan alay angka dan hurup kecil+kapital dalam satu kalimat.

    pendek sih. gagasannya mengisahkan dua orang (yang kemungkinan jadi detektif). yang satu famous dikalangan wanita dan yang satu orang biasa aja.
    ini digiring ke kisah misteri detektif gitu ecah-mecahin kasus? kasus percintaan jangan-jangan.

    penulisan tanda baca oke.
     
  6. orange_doughnut M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Dec 28, 2013
    Messages:
    1,738
    Trophy Points:
    57
    Ratings:
    +427 / -0
    yay, cerita detektif :blink:

    dan ada dua cewek cantik yg :mimisan: nggak bisa diukur. what the... :shock1:


    lanjutkan kk :onfire: blum bisa komen, tapi sejauh ini menarik.

    teman sepergaulan yg iri dengan temannya lainnya yg padahal dia yg memecahkan masalah itu, kyknya.
     
  7. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    makasih kk donat udah mau mampir + komen... :peluk:

    aku lagi pengen bikin cerita tentang duo detektif nih kak. Bener, ada rasa iri sih, tapi nggak kearah negatip kok. :hmm:

    Luar biasa!!! Asli cerdas kk heilel ini. Cuma dari judul udah bisa tau konsepnya mau gimana. :terharu:

    Bener bgt kak. Aku lagi eksperimen bikin cerita tentang duo detektif yg seperti kk heilel bilang diatas. Kasusnya tentang percintaan atau apa? aku nggak mau ngasih tau dulu. :fufufu:

    untuk dialog: aku sengaja sih pake bahasa nggak baku. Biar nggak keliatan kaku aja sih. Lagian cuma penyesuaian dengan realita aja sih.

    Untuk semuanya... makasih udah mau mampir + komen di ceritaku ini. :peluk:
     
  8. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    wah mantap dah cerita detektif
    ane pantau terus dah :)
     
  9. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    Makasih kk noprif udah mau mampir. :peluk:
    Aku bakal berusaha lebih keras supaya ceritaku ini bisa menghibur pembacanya. :elegan:
     
  10. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +826 / -0
    jadi malu :malu:
    ada referensi dari hyouka ya?

    ada potensi sih ini, udah ngasih kesan iri juga dalam persahabatan duo (calon detektif itu).
    saran wa sih jangan sampai ada perpindahan kondisi dari si char alpha jadi beta dan begitu juga sebaliknya. biarkan alpha tetap alpha dan beta tetap beta. ke sampingkan rasa keadilan berlebih author ke char yang dibuat.
    karena wa berasumsi bahwa ini bisa jadi fict yang memperlihatkan "eh jangan salah cowok beta tuh gini loh... punya kelebihan ini loh."

    dan ada chance bumbu bakalan tragis juga klo ini nanti berhubungan ama percintaan (untuk char beta). :haha:
    silahkan dilanjut.
     
  11. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    hyouka? nope! aku belum nonton kak.

    Yep, makasih masukannya kk heilel. Doain aja moga2 eksekusi ceritanya lancar. :peluk:
     
  12. Elmion Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Mar 3, 2014
    Messages:
    14
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +12 / -0
    Penulisan rapi. Gw suka sama karakter-karakter dan gaya narasinya. Yang bikin gw ga sreg itu eksposisi yang tidak mengalir dengan jalan pikiran sang narator atau cerita. Ditambah lagi, eksposisi ini tidak penting untuk alur cerita. Dimasukkan seakan-akan takut kalau pembacanya ga ngerti terus protes.

    Ratna datang bawa puding, terus tiba-tiba ada empat paragraf yang merangkum kasus dari dulu. Buat saya ini mengurangi Style Points cerita ini (istilah gw sendiri :dandy:). Daripada menjelaskan langsung begitu lebih baik kalau bisa disampaikan dengan alamiah dan mengalir. Misalnya, Adi bisa menyinggung soal kabar Wulan, dan dari obrolan itu kita bisa dapat petunjuk kalau mereka dulu telah saling kenal dan saling membantu. Begini lebih bagus menurut saya.

    Tentu saja, nantinya ada pembaca yang protes karena kurang penjelasan. Dan saya ga setuju dengan mereka yang minta dimanjakan begini. Kalau penjelasannya bisa dilakukan secara implisit, lakukan saja begitu supaya pembaca ga jadi males mikir :hahai:
     
  13. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    wogh... kk elmion dari sebelah ternyata nongol juga dimari... :matabelo:

    Jadi begitu... :fufufu:
    Baiklah kk... untuk chap berikutnya masukan kk elmion bakal aku terapin di cerita. :elegan:

    Makasih y kakak udah mampir + komen... :peluk:
     
  14. Wateria M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Oct 15, 2008
    Messages:
    2,760
    Trophy Points:
    147
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,495 / -0
    ba-bagus... T..T
    kenapa aku ga bisa bikin cerita sebagus kk kakampreto ya... T..T
    harus banyak belajar lagi...
    bagus banget deh beneran ga boong...
    kapan aku pernah boong?

    anyway...
    komenku...
    yang semoga moga bisa membantu memperbagus ceritanya... tanpa mengurangi satu pun esensi cerita yang udah sangat amat bagus ini...

    Ponselku yang masih bersarang di saku celana sekolahku bergetar. Sepertinya ada panggilan masuk.

    Kuraih dan kulihat layar ponselku yang masih dalam mode silent itu. Ternyata Banu yang menelponku.

    Kutekan layarnya dan kujawab telepon Banu, "Ada apa men?"

    Iya, aku dan Banu terbiasa menggunakan panggilan men.

    4 kalimat diatas... memproduksi 2 komenku...
    bergetar. akan lebih baik mode vibrate daripada silent, karena kalau silent belom tentu geter kan?

    Iya, aku dan Banu terbiasa menggunakan panggilan men.
    -> tapi pas di chapter 1 kan nggk biasa banget tuh pake panggilan men... :)
    mennya di perjelas lagi juga keren kayaknya... <- ini ga usa didengerin... <- soalnya itu emang ciri khas aku, menjelaskan hal2 yang tidak perlu...

    satu lagi ya kk...
    dia tak mau memanjangkan masalahnya. <- akankah lebih baik kalau tulisannya... memperpanjang?
     
  15. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    kk water... makasih pujiannya... :matabelo: pujian kk membuatku hanyut... :aaaa:

    Hahaha... bener juga. Dua2nya langsung aku perbaiki kak. Kalo kk water nggak komen, pasti aku juga nggak sadar tuh. :malu2:

    yg panggilan men... jujur aku baru kepikiran pake itu di chap 2 sih... makanya di chap 1 nggak ada. :malu2:

    Makasih kk udah mau mampir + komeng... :peluk:
     
  16. Wateria M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Oct 15, 2008
    Messages:
    2,760
    Trophy Points:
    147
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,495 / -0
    ihuy...
    komenku kaya useless gtuh sih...
    karena aku juga ga pake belajar nulis...
    menurutku cerita lebih penting daripada penulisan...
    makanya kadang aku kalau komen yang udah jadi...
    misalnya kaya cerpen, langsung hantem ke cerita...
    tp ceritamu... near perfect.. ^^, moga2 dengan pujianku kamu ga tarsok :)
     
  17. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    udah aku edit kak. :elegan:

    Makasih kk water... :peluk:
    Aku jadi semangat nerusin ceritaku... :onfire:
     
  18. dimasaputera Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Mar 10, 2014
    Messages:
    18
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +27 / -0
    Wogh. Duo detektip sekula. :matabelo:
    Penulisannya rapi. Ceritanya pun menarik. Gw udah baca sampe bagian ketiga nih kaks. Makin penasaran gw jadinya. kira2 apa siapa tukang terornya ya? kok si detektip sampe kena teror juga. :???:

    Lanjutin terus ceritanya ya kak. :onegai:
     
  19. orange_doughnut M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Dec 28, 2013
    Messages:
    1,738
    Trophy Points:
    57
    Ratings:
    +427 / -0
    eh, udh diupdate? :kaget:

    klo bisa, klo mau ngepost cerita di post pertama, di bilang udh 'update bla bla bla' di post kyk gitu, biar orang pada tau kk :hoho:

    aku aja, pas baca post kk dimas baru tau.

    ---

    komen :gotdrink:

    hmm, perkembangannya bagus. cepet juga, dan perkenalan chara baru yang ternyata berhutang budi dengan si protagonis. :lol:

    dan kyknya protagonisnya pervert juga :malu2:

    ditunggu misteri dan penyelesaiannya :bye:

    untuk saran, mgkin entha emang terlalu cepat atau gimana, tapi deskripsi kafe dan kosannya bisa lbh diperjelas lagi.

    trus pas si Diana bilang dia teror, kenapa disitu dia nggak nunjukin sms teror tersebut sebagai barang bukti atau apa?

    dan si protagonisnya cuman ngangguk2 percaya doang? :facepalm: ya, minta buktinya dulu lah, mana sms teror itu, kyk gitu.


    itu aja kyknya. semangat :onfire:
     
    Last edited: Mar 18, 2014
  20. kakampreto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 26, 2013
    Messages:
    393
    Trophy Points:
    32
    Ratings:
    +139 / -0
    makasih kk udah mau mampir... :peluk:

    kk donat... :peluk:
    Masih bisa dikembangin lagi ya penggambaran kostan + caffe? aduh... kata2ku udah mentok kak. susah banget ternyata nulis panjang. :keringat:
    Tapi ntar q edit lagi deh. Trus tentang kenapa si prota angguk2 aja. Ntar aku jelasin kak. :elegan:

    Makasih masukannya ya kak. :peluk:


    ==========================

    kk orange_doughnutorange_doughnut; udah ku edit tuh bagian ketiganya... :hmm:
     
    Last edited by a moderator: Apr 25, 2015
  21. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    eh, ane baru nyadar kalau di update pada page pertama

    gaya bahasanya sama penulisan, mantep dah. cerita bahkan hampir hiptotis aku:oghoho:
    begitu mendekati chapter ketiga penjabaran cerita udah muncul.

    masalah misteri sudah muncul nih, tinggal menunggu perkembangan

    :peace:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.