1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Amplop (Cerpen)

Discussion in 'Fiction' started by johnnycorleone, Feb 16, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. johnnycorleone Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 16, 2009
    Messages:
    89
    Trophy Points:
    56
    Ratings:
    +517 / -0
    Kejadian ini masih teringat di dalam benakku. Kejadian yang terjadi sekitar 5 tahun yang lalu. Ketika aku masih duduk di bangku SMA.

    Aku adalah seorang siswa di salah satu sekolah favorit di kotaku. Mayoritas siswa di sekolahku adalah mereka yang berduit dan senang hura-hura. Berbeda dengan aku yang seorang anak guru dengan penghasilan pas-pasan yang bisa masuk ke sekolah ini dengan beasiswa yang kudapatkan dengan jerih payah. Tak jarang mereka "kawan sekelasku" ini memperlakukan aku dengan baik ketika ada pekerjaan kelompok atau tugas yang rumit. Namun jika tidak ada apa-apa mereka tidak akan mengacuhkan aku seolah aku tidak ada. Terkadang aku sangat emosi jika memikirkannya, namun aku selalu ingat pesan ayahku jika kita harus selalu berbuat kebaikan kepada setiap orang dan tidak menaruh dendam atau amarah.

    Pagi itu pagi yang berawan, cuaca yang paling aku sukai kala itu. Aku melangkah meninggalkan rumah menuju ke gedung sekolahku yang kira-kira memakan waktu 20 menit berjalan kaki dari rumah. Diantara rumah dan sekolah terdapat sebuah lapangan yang konon usianya sudah sangat tua dengan pohon besar berjejer di pinggirnya. Disinilah semua berawal pagi itu.

    Ketika kau berjalan menyusuri pinggir lapangan itu, kudengar suara langkah sepatu berjalan dibelakangku. Tanpa memberhentikan langkah aku tengokan kepalaku kebelakang. Kulihat seorang gadis memakai seragam sekolahku dengan rambut pendek seleher mengenakan bando hitam. Wajahnya cukup cantik namun begitu kurus dan putih. Dia mengangguk sambil tersenyum ketika aku melihatnya, aku pun membalas anggukannya dan kembali berjalan. Ada yang aneh pikirku ketika melihat gadis itu. Aku tak pernah melihatnya di sekolah. Dan juga kenapa roknya begitu panjang sampai menutupi mata kakinya. Sedangkan rok siswi di sekolahku adalah rok yang mengikuti mode siswi Jepang yang panjangnya hanya sebatas lutut. Sepatu gadis itu juga tampak seperti sepatu bekas yang modelnya sudah sangat tua. Selama perjalanan aku tau dia selalu berjalan dibelakangku. Aku berusaha memberanikan diri untuk menoleh kembali dan menyapa namun aku tidak terbiasa untuk mengajak kenalan orang lain terlebih dahulu terutama yang akan berkenalan adalah wanita.

    Ketika sampai di pintu gerbang sekolah yang telah ramai dipenuhi para siswa tidak tampak lagi sosok gadis itu hingga ketika jam pelajaran akan dimulai. Bu Titik guru wali kelasku tiba-tiba datang menegtuk pintu kelas eminta ijin pada Pak Joko guru pelajaran matematika karena ingin menyampaikan sesuatu. Ketika Pak Eko mempersilahkan Bu Titik, aku melihatnya kembali. Gadis itu yang tadi berjalan dibelakangku masuk bersama Bu Titik dan berdiri di depan kelas. Bu Titik pun menyampaikan sesuatu yang tampaknya memperkenalkan gadis itu sebagai siswa baru namun tidak begitu jelas kudengar karena pikiranku terlalu terfokus pada gadis itu. Kuamati kembali wajahnya yang cantik tersebut. Begitu putih dengan sorot mata yang tajam namun memancarkan semacam kesunyian. Bibirnya kembali tersenyum sembari menatap ke barisan siswa didepannya. Kemudian tak lama gadis itu berjalan dan duduk tepat disampingku. Aku tertegun ketika dia mengulurkan tangannya untuk berkenalan. Kenapa di sebelahku pikirku. Kuamati sekeliling kelas baru kusadar memang hanya aku di kelas ini yang duduk sendirian. Aku pun mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Dia memperkenalkan dirinya yang bernama Susi dan aku pun memperkenalkan diriku. Selama jam pelajaran kami tidak berkomunikasi sedikitpun. Aku fokus memperhatikan pelajaran yang diberikan begitu juga dengan dia. Hingga akhirnya bel jam istirahat berbunyi dan serta merta para siswa berhamburan keluar kelas. Tinggalah aku dengan Susi di dalam kelas. Dia hanya terdiam duduk sambil menulis sesuatu di buku catatannya. Aku pun memberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.

    "Kamu nggak keluar istirahat?"

    "Nggak deh, aku gak suka ramai-ramai lebih suka di dalam kelas." Katanya sambil tetap menulis

    Aku berusaha melihat apa yang ditulisnya ketika dia menoleh dan kemudian menutup bukunya. Aku merasa salah tingkah dan berusaha meminta maaf

    "Maaf, aku gak maksud buat ngintip yang kamu tulis"

    "Oh gak apa apa kok aku cuman nulis diary aja, oh ya kamu sendiri gak istirahat?" tanya Susi

    "Aku kalau istirahat memang selalu di kelas ini" jawabku

    "Kamu juga gak suka ramai-ramai ya?"

    Aku pun mengangguk menanggapi pertanyaan Susi terlepas dari sebenarnya aku memang tidak mempunyai teman untuk bergaul di kala istirahat. Kamipun berkenalan lebih jauh pada jam istirahat tersebut. Akhirnya aku tahu kenapa Susi seragamnya berbeda sendiri. Ternyata dulu dia mempunyai seorang kakak yang juga bersekolah di sekolahku ini sehingga yang dipakai ditu adalah seragam kakaknya. Dan dia juga ternyata seorang anak yang bukan dari kalangan keluarga kaya dan orang tuanya pun seorang guru. Aku seketika merasa Susi ini adalah orang yang paling berbeda dan cocok denganku selama aku bersekolah ini. Bel masuk pun berbunyi, ketika teman-temanku masuk aku mersakan mereka menatapku dan Susi dengan pandangan aneh. Ah biar saja pikirku, mungkin mereka heran jika aku akhirnya punya teman di sekolah ini.

    3 bulan pun berlalu. Dalam 3 bulan ini semangatku di sekolah berubah drastis. Hingga akhirnya siang hari itu sepulang sekolah...

    "Gus, kamu buru-buru nggak?"

    "Nggak sih, emang kenapa?"

    "Ehmm.. aku mau minta tolong sesuatu sih"

    "Boleh aja sih"

    Susi tersenyum namun senyumannya tampak menyiratkan kesedihan. Aku pun terheran

    "Kalau gitu sini ikut aku"

    Susi serta merta menggandeng tanganku dan membawaku ke lorong di samping gedung laboratorium yang sepi. Lorong ini adalah sebuah lorong sepi yang biasa digunakan para siswa untuk berkelahi secara diam-diam ataupun biasanya sih untuk nembak seseorang. Karena Susi membawaku ke tempat ini aku pun merasa agak kegeeran dan gugup. Apa jangan-jangan dia mau bilang suka sama aku.

    "Sus, emang ada apa ya kok kita kesini?"

    "Gus, sebelumnya kamu tau gak kalau di komplek sekolah kita ini gedung laboratorium ini adalah gedung yang paling terakhir yang dibangun."

    Aku pun kaget dengan pertanyaan Susi. Memang sekolahku ini adalah komplek bangunan tua penginggalan Belanda dan gedung laboratorium ini adalah gedung yang kelihatan paling modern di komplek ini.

    "Ya tau si pasti, kan emang gedung ini yang paling kelihat beda sendiri"

    Mendadak Susi menangis, aku pun semain heran

    "Kalau gitu kamu bantu ungkap ya Gus"

    Susi mengeluarkan secarik amplop dari kantongnya lalu menarik tanganku dan menaruhnya.

    "Apa ini Sus?"

    Belum sempat aku mendapat jawaban Susi berlari meninggalkan lorong. Aku pun berusaha mengejar Susi. Perlahan aku melihat tubuh Susi terangkat kemudian kakinya melayang meninggalkan tanah dan menjadi transparan. Dan untuk terakhir kalinya dia menoleh. Wajah itu putih, kurus, masih tampak menitikkan air mata menoleh ke arahku tampak bahagia.

    "Terima kasih, Gus"

    Aku masih tetap berlari disertai perasaan campur aduk antara ngeri dan sedih. Tanpa sadar aku berlari dan terantuk kerikil. Aku jatuh dan kemudian semuanya gelap.

    ***

    Ketika aku sadar aku berada di ruang UKS dengan bu Titik sudah berdiri dengan wajah cemas di samping tempat tidurku. Aku meraba keningku dan terasa perban telah melilit keningku.

    "Gus, kamu gak apa apa kan nak"

    "Ya bu, saya gak apa-apa bu. Tapi ibu tau dimana Susi?"

    Bu Titik tampak heran

    "Susi siapa Gus?"

    "Susi bu, anak yang baru 3 bulan pindah ke kelas kita itu. Tadi dia nangis kemudian memberi saya amplop ini"

    Aku memberikan amplop yang sedari tadi aku genggam ke tangan bu Titik. Bu Titik mengambil amplop itu dan membaca huruf yang tertulis di bagian depan amplop. Wajah bu Titik seketika berubah pucat pasi dan kemudian menatapku dengan mata terbelalak penuh kengerian. Bu Titik kemudian tampak berusaha mengontrol diri sebelum akhirnya berkata

    "Gus, kalau kamu menag sudah tidak apa-apa kamu ikut ibu ya sekarang"

    Aku yang masih bingung dengan semua kejadian ini pun mengangguk. Aku dan bu Titi meninggalkan ruang UKS menuju parkiran motor. Kami pergi meninggalkan sekolah dengan menggunakan motor bu Titik menuju ke tempat lapangan yang biasa aku lewati antara rumah dan sekolah. Di slah satu rumah tua di depan lapangan itulah kami berhenti dan membunyikan bel rumah. Tak berapa lama seorang ibu-ibu yang usianya mungkin sekitar 60 tahun keluar dari rumah.

    "Selamat siang, bu Yati" sapa bu Titik

    "Eh Bu Titik, tumben mampir. Mari masuk bu"

    Kata ibu itu seraya membukakan pintu pagar. Kami memasuki ruang tamu dengan sebuah lemari tua dan sofa coklat agak bedebu. Aku mengamati lemari itu dan kulihat di slah satu pigura foto sosok yang aku kenal. Susi ada di foto itu bergandengan tangan dengan bu Yati. Aku tak bisa berkata apa-apa. Keringat dingin mulai membuatku menggigil saat aku mulai duduk untuk mendengarkan kenyataan yang ada.

    "Mau minum apa bu, biar saya buatkan dulu." kata bu Yati

    "Tidak usah repot-repot bu, sebenarnya saya kesini karena ada kejadian penting menyangkut anak ibu."

    Raut wajah bu Yati pun langsung berubah heran. Bu Titik menyerahkan amplop dari Susi kepada bu Yati. Bu Yati membuka amplop dan mulai membaca isi surat. Pada saat membaca surat itulah tangis bu Yanti mulai bercucuran. Dari situ aku baru tau jika bu Yati ini dulunya adalah guru di sekolahku yang sudah pensiun. Sekitar 20 tahun lalu anak bu Yati yang bernama Susi bersekolah di sekolah tersebut. Suatu hari Susi yang aktif di kegiatan OSIS pulang agak larut untuk menyelesaikan sebuah proposal acara di ruang OSIS. Namun sampai malam pun Susi tak kunjung pulang. Pada saat itu juga pembangunan gedung laboratorium sedang dilakukan. Susi pun menghilangan tanpa jejak. Konon terdapat kabar jika pada waktu pulang Susi disekap oleh para kuli bangunan kemudian diperkosa dan dibunuh. Polisi pun sudah dikerahkan untuk menyelidiki kasus ini. Namun hasilnya nihil. Mau menangkap tersangka juga tidak bisa karena bukti yang tidak ada dan tidak ditemukannya keberadaan ataupun mayat Susi.

    ***

    Keeseokan harinya di sekolah sekelompok tukang batu dan sekolompok polisi dikerahkan di gedung laboratorium untuk membongkar tembok dekat lorong Susi menyerahkan suratnya. Para siswa yang penasaran juga turut menyaksikan proses pembongkaran tersebut termasuk aku. Ketika linggis tukang bau mulau menjebol dinding sebuah benda terjatuh dari dalam dining yang berlubang itu. Sebuah bando hitam tua yang berdebu karena lama tersimpan di dalam semen dinding. Aku melihat salah satu polisi dengan berhati-hati memungut bando tersebut dan memberikannya ke bu Yati yang langsung menangis histeris. Dan kulihat juga disaping polisi itu sosok Susi dengan raut bahagia meneyringai ke arahku....
     
  2. gestalt86 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 19, 2010
    Messages:
    51
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +10 / -0
    idenya bagus (meski tidak bisa dibilang orisinil juga), hanya saja (mungkin) diperlukan sedikit polesan dalam penceritaan. Pembangunan klimaks, kemudian anti klimaks, dan yang seringkali kurang terperhatikan: ejaan dan tanda baca. Saya bukan ahli, hanya seorang pemerhati. Terima kasih telah membaca komentar ini. Mudah mudahan membantu.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.