1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Cerita ini Tidak Tamat

Discussion in 'Fiction' started by high_time, Jan 22, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    [​IMG]

    hanya sebuah cerita yang tidak tamat

    untuk synopsis dan genre, penulis terlalu tarsok buat nambahin.

    sisanya buat index cerita aja ya.

    Story Index

    Awal Sebuah Cerita

    Page 1

    Bab 1 : Akhirnya Bebas (Part 1)
    Bab 2 : Akhirnya Bebas (Part 2)

    Page 2

    Bab 3 : Minum Soda
    Bab 4 : Menunggumu
    Bab 5 : Reruntuhan
    Bab 6 : Lampu Sorot
    Bab 7 : Sanctuary
    Bab 8 : Pertanyaan Sederhana

    Page 3

    Bab 9 : Waktu Luang
    Bab 10 : Pertarungan
    Bab 11 : Takut
    Bab 12 : Suatu Percakapan Absurb di Ruang Angkasa
    Bab 13 : Tanya Kenapa?
    Bab 14 : Lempar Handuk

    Page 4

    Bab 15 : Tekanan
    Bab 16 : Hobiku adalah Meninju v*gina Dengan Nanas
    Bab 17 : Tiga Babi Kecil

    Page 5

    Bab 18 : Perahu Motor Sumber Kenikmatan
    Bab 19 : Ali Dada
    Bab 20 : Outhuman
    Bab 21 : Malam Suntuk

    Dongeng 1001 Absurditas

    Page 5

    Bab 22 : Spiral
    Bab 23 : Logika Ngawur

    Page 6

    Bab 24 : Apakah Tuhan itu Lubang?
    Bab 25 : Plot
    Bab 26 : h264
    Bab 27 : Cerita Detektif
    Bab 28 : Hangatnya Rasa Kopi
    Bab 29 : Kembang yang Bersemangat
    Bab 30 : Ever Green
    Bab 31 : Sederhana Saja

    Page 7

    Bab 32 : Pfeferlimo
    Bab 33 : Tititku
    Bab 34 : Suara Tawa Biji Salak
    Bab 35 : Komuskha
    Bab 36 : Di Pinggiran Kota Minazuki
    Bab 37 : Mungkin Saja... (Part 1)
    Bab 38 : Mungkin Saja... (Part 2)
    Bab 39 : Catatan Dari Tanah Putih
    Bab 40 : Pohon Harta
    Bab 41 : Sketsa

    Menembus Batas Realita

    Page 8

    Bab 42 : Kisah Sebuah Titit Panas; Ia Mabuk Cakwe dan Limun Gulung sampai Setiap Ketua RT dari Kota-Kota Besar Berhubungan s*ks di Taman Lawang dan Tak Ada Sedikitpun Orang yang Mengerti Mengapa Berbagai Titit Yang Ada Tidak Jadi Makan Lemper.
    Bab 69
    Bab 43 : Bedanya Gila dan Waras

    Page 9

    Bab 44 : Boneka Kafka
    Bab 45 : Penyesalan
    Bab 46 : Buah Dada
    Bab 47 : Kematian Nanas
    Bab 48 : Tempat Yang Sepi
    Bab 49 : Buntelan Sapi
    Bab 50 : Mabuk Pizza
    Bab 51 : Warung Telor
    Bab 52 : Indahnya Doujin H
    Bab 53 : Kosmologi Pentil

    Page 10

    Bab 54 : Ganteng
    Bab 55 : Pertanyaan Seorang Anak
    Bab 56 : Formalitas
    Bab 57 : Terminologi
    Bab 58 : Anonim
    Bab 59 : PengikutBab 60 : Putri Salju
    Bab 61 : Seratus Juta Triliun
    Bab 62 : Makanan
    Bab 63 : Mari Bercinta

    Page 11

    Bab 64

    Epilog - Cerita ini Tidak Tamat
     
    Last edited: Apr 28, 2014
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Awal Sebuah Cerita

    [​IMG]

    Tarsok

    Cerita tidak dilanjutkan kembali.

    Entahlah.

    Entahlah.

    Entahlah.


    Kamu mulai membaca cerita.

    Kamu membuka spoiler.

    Isinya tidak ada.

    Penulis terlalu malas untuk menulis cerita.

    Kira-kira, mengapa penulisnya terlalu malas?

    Tidak ada yang benar-benar tahu.

    Mungkin saja, ia sedang malas membaca cerita, atau mempelajari cara-cara menulis cerita secara baik dan benar. Mungkin saja, sekelumit aturan yang beredar mengenai tata cara penulisan cerita membuatnya begitu jengah sehingga ia langsung bilang.

    FAK YOU

    Begitulah. Tulisan menjadi semakin ngasal dan selengean, tapi yah, kalau mengikuti sesuatu yang terlalu banyak aturan juga bikin inspirasi langsung mati aja.

    MATI SAJALAH KAU / SHINDE KUDASAI.

    Kalian mungkin bertanya-tanya, mengapa tulisan ngasal seperti ini sampai dibuat? Segalanya berawal dari pepatah seperti ini:

    Segala sesuatu berawal dari hal-hal serba kecil.

    Mulai dari kebebasan yang kecil, berakhir menjadi sesuatu yang jauh lebih bebas lagi.

    Bebaskan dirimu dari kekangan ini, dan berhentilah menjadi seorang pecinta masokisme.

    ACUNGKAN JARI TENGAH TANGAN KANANMU!

    BILANG FAK YOU.

    Fakku?

    Yah.

    Ketahuan kamu sering main kesana ya, hahaha...
     
    Last edited: Jan 22, 2014
  4. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    shinde kudaasai yo :XD:

    cerita ini new genre.














    end of comment

    :lalala:
     
    • Like Like x 1
  5. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    welp di post sebelumnya ini gw bilang rada masuk metafiction, tapi yah, gw juga gak tau ini genre apaan :lalala:
     
  6. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 1 : Akhirnya Bebas (Part 1)

    Beberapa Bagian Kematian

    Sebuah Commentary

    oleh

    Penulis Anonim

    "Hitam, malam temaram. Pada akhirnya aku dapat terlepas dari peraturan."

    Beberapa saat setelah menyelesaikan The Old Man and the Sea, Ernest Hemingway memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara tragis dengan bunuh diri. Saat-saat sebelum ajal menyongsong, Franz Kafka meminta kawannya, Max Brod, untuk membakar seluruh tulisannya. Banyak penulis yang begitu berbakat, meninggal secara tragis begitu saja. Ada yang meninggal dalam ketenaran, jauh lebih banyak dalam kesepian, maupun kemiskinan, tanpa dapat bertanya 'mengapa'.

    Kisah pedih Gregor Samsa, karakter dalam novel The Metamorphosis karya Kafka, sebuah memoar kematian, resensi sebuah akhir tanpa adanya keadilan. Mereka semua, tertawa diatas kematian, berjalan diatas penderitaan orang lain, tak terkecuali keluarga sendiri. Kemalangan berujung maut yang muncul begitu saja, sebuah jalan dengan gelimang harapan, ujung tiang pancungan. Menyisakan luka yang dalam, seperti hilangnya seorang yang dicintai. Lebih dalam, dan terus menerus menohok.

    Seperti yang ditulis oleh Italo Calvino dalam Cosmicomics:

    "Dengan kematian mereka melalui ganasnya hujan meteor, para dinosaurus kian melebarkan sayap kekuasaan mereka pada para mamalia, dan berbagai makhluk lainnya yang mendiami seluruh bumi."

    Dalam kematian seseorang yang begitu dicintai, menandakan puncak kekuasaan mereka atas diri kita. Betapa momen-momen yang telah berlalu menjadi begitu berharga. Betapapun sakit dan pedihnya momoar tersebut, akan terus diingat dan dikenang, sebagai saksi bukti kehidupan mereka. Yang pada saat kehidupan, bisa jadi tak dipandang, setelah kematian menyongson, menjadi begitu gemerlap bersinar.

    Pada belantara hutan Norwegia, para kawula muda kerapkali mengakhiri hidup mereka tanpa alasan yang jelas. Tidak ada yang tahu, tidak ada yang mengerti, mengapa mereka harus melakukan semua ini. Naoko dan Kizuki, sahabat lamamu. Hidup yang awalnya sempurna, akankah itu menjadi suatu kebohongan? Ataukah mereka hanya penasaran akan hidup pada alam sana? Dengan segenap racauan, kau teriakkan 'enyahlah, realita' sesuatu yang membosankan, terjadi turun-temurun, berulang-ulang.

    Sebuah kehangatan, yang tak kunjung dirasakan. Betapapun rasa nestapa yang terus menggerogoti jiwa, kita harus terus maju. Jangan sekali-kali mengasihani diri sendiri, itu adalah perbuatan orang hina. Begitulah kata Nagasawa-san padamu. Lambat laun, tangan yang tepat akan menyongsong jalanmu, menggandeng tanganmu. Marilah kita berjalan bersama-sama. Apabila tangan yang dinantikan tak kunjung tiba, ingat sajalah cerita s*ks panas sang guru piano dengan anak didiknya, seorang gadis kecil.

    Kau pasti akan mengingatnya.

    Konon, nun jauh pada tepian galaksi, terdapat sebuah planet yang mengetahui rahasia kehidupan, juga kematian. Berasal dari cerita yang tertulis pada Tempat Penjagalan Kelima, kota Dresden, Jerman, tepat sebelum kota tersebut dibombardir oleh pasukan Sekutu. Jutaan orang tewas dalam serangan itu, so it goes. Billy Pilgrim membenci perang, hal tersebut telah menyisakan trauma yang dalam. Suatu momen dalam hidupnya, pada sebuah kecelakaan pesawat:

    Thus, Billy Pilgrim became unstuck in time.

    Tepat sekali.

    Ini adalah momen dimana Billy Pilgrim tengah terlepas dari laju linear sang waktu. Terbawa menuju planet Tralfamadore, dimana kematian dan kehidupan menjadi satu bagian. Kita selalu akan meninggal pada sebuah titik, dan akan selalu hidup pada berbagai titik lainnya. Menyadari hal tersebut, Billy Pilgrim tidak begitu menyukai jalan kehidupan. Melompat kesana kemari, mengetahui kapan ia akan mati, dan berbagai kejadian mencekam apa saja yang terus timbul.

    Sang manusia Tralfamadore hanya tersenyum simpul, mendengar pernyataan dari Billy Pilgrim, "Planet ini terlihat begitu damai, sama sekali tak ada perang. Sungguh berbeda dengan yang terjadi di Bumi. Bom Hiroshima dan Nagasaki, ditambah dengan apa yang baru saja kualami – di Dresden. Bagaimana caranya supaya semua perang ini dapat berakhir, agar tak ada seorang lagi yang harus mati karena perang bodoh ini?"

    Ia menjawab, "Yang kau lihat hanyalah sebagian kecil dari seluruh kejadian yang ada pada sejarah Tralfamadore. Di planet ini, telah terjadi perang yang begitu mengerikan, jauh lebih mengerikan dari yang pernah terjadi di Bumi. Ada masa dimana Bumi akan musnah, dan akan selalu musnah. Juga ada masanya dimana Tralfamadore akan hancur lenyap begitu saja. Kau bertanya, mengapa kami semua begitu tenang dan bahagia?"

    Billy Pilgrim hanya mengangguk.

    "Dari seluruh rentetan kejadian buruk, tetap ada bagian yang baik, damai, tenang, juga menyenangkan. Jawabnya sederhana: marilah kita berfokus pada hal-hal yang baik dan menyenangkan saja, meski pada momen lain, kita semua dirundung pada berbagai macam malapetaka."

    Untuk semua yang telah meninggal, mereka hanya meninggal pada sebuah poin tertentu, dan mereka akan terus hidup pada seluruh poin sebelumnya.

    Billy Pilgrim tersenyum, saat kembali pada masa-masa yang sungguh menyenangkan. Mengendus udara tepian jalan kota Dreseden seusai perang, sebelah kuda pembawa gerobak penumpang. Masa yang sungguh menyenangkan, ia merasa sungguh bahagia.

    ...dan seekor burung yang hinggap berkata pada Billy Pilgrim:

    "Poo-tee-weet?"

    Xxx​

    Ada beberapa hal, beberapa momen dimana kematian itu datang. Seperti Lelouch vi Britannia yang mati pada saat Code Geass R2 berakhir. Kamina juga meninggal pada episode awal Tengen Toppa Gurenn Lagann sehingga aku tidak lanjut menonton lagi. Albus Dumbeldore wafat pada film Harry Potter keenam, sampai sekarang aku masih belum menonton film ketujuh. Legolas Greenleaf membawa para hobbit menuju Isengard. Kematian tidak mengunjungi Chuck Norris, melainkan Chuck Norris lah yang mendatangi kematian, dan makan siang bersama dengannya. Sang maut kemudian bergegas pergi ke gereja untuk bertobat setelah makan siang bersama Chuck Norris.

    Seorang mati, menjadi pocong galau, lalu menulis novel berjudul 'Pocong juga butuh kehangatan'. Jual sate pocong saja sana.

    Ahem...

    Sampai dimana kita tadi? Ah iya, sejenak perjalanan disibukkan dengan berbagai guyonan sana-sini. Aku memang senang melemparkan guyonan ringan, meski hanya untuk diriku saja tertawa. Kadang aku juga membaca buku, terutama buku berisi cerita komedi. Sesuatu guna mengisi gelak tawa, di sela-sela kegiatan sehari-hari. Aku tak tahu apakah hal ini tepat untuk disebut sebagai commentary atau bukan, namun hal ini akan kudedikasikan untuk seorang yang sungguh spesial bagiku.

    Begitu mengingat kematian, aku lantas mengingat dirinya. Apabila terdapat kota seperti yang tertulis dalam Invisible Cities karangan Calvino, tempat dimana orang-orang yang sudah meninggal berada – aku ingin sekali pergi kesana untuk menemuinya. Apakah kau akan ingat diriku? Mungkin ya, mungkin tidak. Tapi setidaknya, aku selalu berharap kau sehat dan bahagia selalu di alam sana. Berapa tahun telah lewat ketika kau meninggalkanku seorang. Aku tetap tegar dan terus berjalan, meski kerapkali dirundung isak tangis.

    Masa-masa sebelumnya, aku tidak kuasa menuliskan semua ini. Sekarang, aku dapat mulai melepas kepergianmu. Maafkan aku, selama ini terlalu bergantung padamu. Bahwa selama kau hidup, aku hanya memikirkan diriku sendiri, tak peduli sedikitpun apa yang kaupikirkan, apa yang kau rasakan. Betapapun penderitaan yang harus kau panggul di pundakmu, aku mungkin tak akan pernah mengerti. Aku hanya anak kecil, dan sampai sekarang, masih juga anak kecil, bocah ingusan.

    Tapi ketahuilah, kaulah satu-satunya yang berani mendukungku, di saat seluruh dunia membenciku, menganggapku seperti hal yang . Kaulah satu-satunya yang menaruh kebanggaan padaku, menganggapku sebagai sebuah harapan besar, saat aku kerapkali membuatmu malu. Mungkin, pada awalnya, aku takut padamu, mendengar suaramu yang menggelegar ketika menunjukkan rasa sayangmu padaku. Kau berani keras padaku karena kau ingin aku menjadi yang terbaik, menjadi tumpuan harapanmu.

    Maafkan aku. Selama kau hidup, sampai berapa tahun setelah akhir hayatmu, aku sama sekali tak dapat melakukan apapun untukmu. Di lain hal, kau telah melakukan banyak hal, memberiku dan mengajariku banyak macam hal, membuatku setidaknya dapat berdiri sendiri sampai saat ini. Mungkin, apabila kau masih hidup, dan melihatku dalam keadaan yang sungguh memalukan seperti ini, segala rasa bangga yang tadinya kau katakan padaku akan seketika sirna.

    Air mata ini terus menerus mengalir, meski kutahu, kau akan bahagia di sana. Tak perlu kau sengsara dalam penderitaan sehari-hari, disertai tanggung jawab, tanpa imbalan yang berarti. Meski demikian, aku ingin suatu saat, kau dapat kembali lagi. Saat dimana aku dapat membuatmu tersenyum atas jerih payahku selama ini. Walau mustahil, aku tetap akan berharap, kau dapat menyanggupi permintaan egoisku.

    Ingin kuucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbinganmu selama ini, sebuah ucapan terima kasih yang tak sempat kuhaturkan sebelum ajalmu. Begitu jelas kuingat, saat dimana kau ingin menuliskan pesan terakhir, tapi tanganmu tidak mampun menuliskan sepatah katapun. Hal itu membuatku begitu sedih, tanpa adanya pesan terakhir yang kau berikan, guna menuntun masa depanku.

    Setelah sekian lama kau meninggalkanku, kuambil pena, dan kuterima amanatmu sebagai pesan untuk terus menulis – menuliskan kata-kata yang tak tertulis olehmu. Tentu saja, aku tak tahu itu. Aku dirundung sepi, sedih, juga perasaan serba tak pasti. Hanya menulislah yang dapat menyelamatkanku pada saat itu, dan hal tersebut telah menyelamatkanku untuk kesekian kalinya. Meski aku baru mengetahuinya kali ini, terima kasih, karena kau telah menunjukkan padaku sebuah jalan, dan aku terus mengikutinya meski aku tak sadar akan hal itu.

    Cukup aneh memang, padahal kaulah yang awalnya memintaku: jangan pernah menjadi penulis seumur hidupmu. Entahlah, aku juga tidak mengerti. Hidup ini, begitu dipenuhi dengan misteri. Tapi sekarang, lihatlah aku. Apabila saat ini kau melihatku, mungkin kau akan marah, dan membentakku seperti ketika aku masih kecil, dan tengah melakukan sesuatu hal yang membuatmu marah. Kali ini, mungkin amarahmu akan begitu besar, sungguh besar, atas segala hal yang menyerong dari didikanmu. Atas segala waktu yang telah larut ditelan bumi, tak dapat kembali lagi.

    Tidak apa-apa kau marah padaku sekali lagi. Tuntun aku kembali ke jalan yang benar. Saat dimana aku dapat tersenyum kembali melihatmu menyibukkan diri dengan pekerjaanmu. Senantiasa membawaku bepergian ke berbagai tempat, menjelajahi tempat yang belum pernah kukunjungi. Setidaknya untuk saat ini, aku ingin memiliki masa depan. Akan adanya suatu sinar cerah yang berkilau setiap pagi, bukan ratapan muram juga penyesalan hari kemarin.

    Tak perlu kau menjawabku.

    Aku tahu, bahwa kau akan selalu hidup, dan akan terus hidup selama-lamanya. Bahwa setiap momen yang kuhabiskan bersamamu adalah nyata, dan akan terus nyata sepanjang abad. Kau akan selalu ada, menuntunku setiap saat. Kepergianmu hanyalah suatu bagian yang tak tertulis, untuk dilanjutkan olehku.

    Segala amanatmu.

    Bagiku, kau akan terus hidup untuk selamanya.
     
  7. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 2 : Akhirnya Bebas (Part 2)

    Kematian yang gw maksudkan adalah kematian jiwa seorang penulis.

    Dengan terlalu haus mengejar kesempurnaan dalam sebuah tulisan, seorang penulis menghancurkan dirinya sendiri. Itu arti dari : hitam, malam temaram. Ia terlalu haus akan ambisinya sehingga hal2 disekitarnya jadi gelap gulita, ia dibutakan. sampai segalanya jadi gelap bagai malam.

    Dengan terlalu haus mengejar kesempurnaan, penulis tersebut membuat aturan2, standar2 yang mencekiknya sendiri hingga jiwanya tewas sepenuhnya, dan pada akhirnya hancur lebur.

    "Pada akhirnya, aku dapat terlepas dari peraturan."

    Untuk bebas, penulis itu harus membunuh peraturan yang mencekiknya, kematian dari sebuah peraturan. Yang ditekankan disini adalah 'terlepas', bukan 'terbebas'. artinya penulis tersebut hanya bebas untuk sementara dari belenggu. Siklus keputusasaan itu bakal berlanjut, dan terus menyiksa penulis tersebut untuk seumur hidupnya, selama rasa haus dan ambisi tersebut kian bergejolak.

    Bisa dari dorongan teman, kawan-kawan, juga masyarakat sekitar yang memaksa orang2 lain untuk memakai topeng. Biar tidak menjadi berbeda, biar tidak disudutkan karena berbeda. Hakikat manusia pada dasarnya akan berujung pada kematian, maka meski mereka sebenarnya takut pada kematian, mereka mencintai hal2 yang memiliki bau2 kematian - salah satunya adalah kesempurnaan. Setelah kesempurnaan itu diraih, maka yang tersisa hanyalah akhir - kematian.

    itu buat bagian pertama. dan mungkin itu hal pertama yang menyebabkan sang penulis tak dapat menulis sepatutnya, karena ia berusaha membebaskan diri.

    Buat yang commentary.

    Dengan alasan yang serupa, ia jadi tidak dapat menuliskan semuanya sesuai pemikiran, mungkin karena suatu rasa takut, bahwa dengan mencoba meraih kesempurnaan yang ia dambakan, maka jiwa penulisnya akan mati. ia takut tak dapat menulis lagi setelah itu, maka ia memutuskan untuk mengakhirinya dengan curahan perasaan semata tanpa batas logika.

    Akhirnya, tidak ada yang mengerti, tidak ada yang mengetahui makna sesungguhnya. Penulis kembali menyendiri, dan tetap menderita. Melalui kesendirian yang ia lalui, sang penulis menemukan kebebasannya.

    Akhirnya bebas.

    Xxx​

    Kalau dipikir-pikir, satir ini mungkin lebih terarah buat gw sendiri. Hal-hal yang disebutin diatas itu juga menjadi salah satu alasan kenapa gw ngerasa benar-benar stuck pas nulis. Jadi yah, ini lebih sekedar self-reflection aja lah. Kadangkala, pas lagi mikirin sesuatu buat nulis, ujung-ujung ngerasa takut salah lah, takut kenapa-napa lah, ketimbang bener-bener coba fokus menuliskan sesuatu yang disukai apa adanya.

    Memang sih, kadang apa yang pengen ditulis bener-bener ribet dan kompleks. Terlebih lagi pas mau nyoba nulis sesuatu yang sederhana, jadinya malah ngantuk. Ceritanya gak banget lah, terlalu dangkal lah. Banyak aja hal yang membuat gw ngeluh pas belum selesai nulis. Ada bagian yang susah banget ditulis dan semacamnya. Kadang pas udah lanjut nulis, ceritanya malah jadi tambah parah aja, padahal udah bener-bener ngasih effort sebisa mungkin, meski bisa dibilang gak terlalu diforsir juga.

    Kadang gw bingung, apa sih yang membuat gw begitu takut?

    Apakah karena terlalu banyak dikritik?

    Ataukah karena gw terlalu perfeksionis pada tulisan gw sendiri?

    Memang kalau perfeksionis sih gak terlalu juga, dan kalau banyak dikritik sih, emang gak juga. Kalau mau dibilang, kalo gw lagi paranoid, mungkin aja. Tapi yah, seengaknya gw mayan percaya, kalau segala sesuatu yang pengen gw tulis nanti bakal bisa gw tulis sedikit demi sedikit.

    Ada banyak macam hal dan kiat-kiat yang gw coba praktikan dalam menulis, tapi semuanya tidak ada yang benar-benar membuahkan hasil berarti. Alasan lebih ke ingin menyempurnakan sesuatu, ingin membuat sesuatu lebih dapat disukai orang lain, dan semacamnya. Kadang, gw rasanya sama sekali gak peduli, kalau gw bakal menulis sesuatu dengan cara yang sungguh mengekang gw sendiri. Hasilnya? Sama sekali nihil.

    Tidak ada karya yang benar-benar bisa lahir dari semua ini. Kadang, hidup gw rasanya bener-bener gak berarti. Dengan segala peraturan seperti ini, yang begitu didewakan banyak orang, akankah gw cuman berakhir sebagai sampah? Biar sajalah. Mungkin aja, jalan ini bakal dipenuhi dengan caci-maki. Mungkin juga, ini adalah jalan yang berbatu tajam. Tapi yah, bodo amat lah emang gua pikirin.

    Asal tulis aja. Sedikit demi sedikit juga ntar bisa sampai.

    Mungkin, dari semua cara yang gw coba pikirkan, hanya ini saja yang benar-benar membuahkan hasil yang berarti. Kadang emang bikin sakit hati sih, tapi yang gw dapat mungkin jauh lebih berharga dari segala rasa sakit hati pas dolo. Welp, kalau emang menuliskan suatu pemikiran secara jujur macam curhat gitu emang rasanya bener-bener seperti membuka sebuah celah yang gampang ditusuk atau disakiti secara langsung.

    Tapi yah, rasanya mending jauh ketimbang menulis sesuatu yang membuat gw merasa tercekik. Kadang gw ngerasa kalo menulis itu semacam bentuk pemberontakan. Gw kadang belajar ngegambar dan musik juga, tapi gak gitu ada keinginan buat memberontak dari sesuatu.

    Mungkin, dan mungkin aja, karena kita semua pernah belajar menulis sewaktu duduk di bangku sekolah, dan menuliskan pikiran juga pendapat merupakan suatu prasyarat kelulusan. Dengan berbekal pelajaran sekolah yang seadanya, kita dapat menuliskan apa adanya, segala yang kita inginkan. Berbeda dengan menggambar dan musik.

    Mungkin karena kita semua pernah belajar menulis secara umum, dan banyak pihak yang berusaha memaksakan pendapat masing-masing, maka seringkali terjadi konflik satu sama lain. Antara mereka yang memegang peraturan, dan mereka yang berjalan demi kebebasan berekspresi secara pribadi. Tidak ada yang benar-benar bebas disini. Mereka yang kuat akan berusaha menguasai segalanya.

    Ada banyak hal yang mengekang kebebasan itu sendiri. Tapi yah, ini bukan urusan gw sih. Paling yang gw inginkan cuman kebebasan untuk maju sedikit demi sedikit. Enaknya menjadi penulis level pemula banget yah kayak gini. Masih bisa mengeksplorasi segala sesuatu dengan bebas. Mau jelek kek, mau ancur lebur kek, gak masalah. Paling kalo ada yang gak seneng ato apa, bilang aja masih nubi kacrut, diajarin juga gak ngerti-ngerti. Yah, paling belajar sabar aja, paling parah juga ntar gak diacuhin.

    Kalau kata pepatah sih : orang sabar pantatnya lebar – yah ini sih gak nyambung lel.

    Kadang gw sih ngerasa beneran terintimidasi ama kehadiran penulis level tinggi yang bener-bener gak sejalan ama gw. Seseorang yang berusaha merusak suasana tempat gw biasa menulis dengan damai tenteram, dan menjadikannya suatu tempat yang sungguh gak mengenakan, dan gw sama sekali gak dapat melakukan apa-apa. Tapi itu sepertinya urusan lain, anggap aja ini semacam bumbu tertentu buat memperkaya pengalaman kelam masa lampau.

    Dengan ini lembaran hitam karir menulis penuh konflik dari seorang penulis sangat pemula telah ditutup untuk sementara.

    Yah, paling banter sih tinggal nulis rutin tapi gak usah dipost aja. Cuman yah, mungkin pengalaman yang didapat bakal jauh lebih berharga kalau tulisan seperti ini dapat bener-bener gw tampilkan di hadapan orang banyak.

    Setidaknya itu menunjukkan kalau gw berani menyatakan sesuatu apa-adanya, meski konsekuensi yang didapat bakalan membuat hidup gw jauh lebih menderita dari sekarang.

    Xxx​

    Mengenai kebebasan. Seringkali kebebasan itu bertentangan oleh sesuatu bernamakan Hukum dan Peraturan. Mereka yang kuat, mereka yang memegang peraturan tersebut. Tidak sungkan akan menjerat segala sesuatu yang dapat dijerat semaunya. Kadang peraturan merupakan sesuatu yang sungguh keji. Seringkali digunakan untuk menjebak seseorang yang tidak mengetahui apapun. Dimanfaatkan semaunya untuk menindas yang lemah. Mereka semua mempertanyakan : manakah keadilan? Apakah semuanya telah dibutakan oleh uang dan segala kebusukan lainnya?

    Hal yang paling buta dari semua ini – segalanya tidak dikatakan oleh seorang yang benar-benar memahami maksud keadlian. Ia hanya seorang yang asal membicarakan sesuatu. Pada akhirnya mungkin akan berakhir di penjara karena suatu alasan yang sangat konyol. Seorang yang lemah, dan sampai sekarang tidak dapat melakukan apa-apa. Seorang yang ingin mendapatkan suatu kebebasan sebesar-besarnya.

    Pada saat kekuatan itu ia dapat, ia akan melakukan sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari apa yang umat manusia pernah alami. Ia akan menginjak segala peraturan yang ada, hanya karena itu adalah sesuatu yang ia inginkan secara jujur adanya. Ia tidak segan membunuh seluruh umat manusia, apabila mereka tidak sejalan dengannya. Mungkin saja, ia jauh lebih memilih suatu boneka yang hanya dapat membeo dan menurut, ketimbang suatu makhluk pemberontak.

    Bicara soal ironi, mungkin ia akan menghapuskan seluruh makna mengenai ironi itu sendiri, apabila ia dapat melakukannya.

    Siapakah ia? Sebuah gambaran masa depan, begitulah sepengertianku.

    Mungkin saja, kebebasan yang sesungguhnya hanyalah suatu harapan belaka, ataukah sesuatu impian tanpa ujung maupun batas. Atau lebih tepatnya, suatu idealisme.

    Setidaknya aku mendapatkan suatu makna dari idealisme ini. Seperti mengendarai sesuatu, dari suatu tempat ke tempat lain. Jauh lebih cepat ketimbang berjalan sendiri. Menuju tempat yang jauh lebih baik dari sekarang.

    Akhirnya Bebas - End
     
  8. masuakal M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 29, 2009
    Messages:
    4,506
    Trophy Points:
    161
    Ratings:
    +1,653 / -0
    random . . . . but i like it !!! who cares o_O
    loncat loncat, namanya asing . . . .ku tak tau mulai dari mana
    we need a certain degree of a certain knowledge to comprehend this one special magnificent piece of lost stories ???? :ogcute:
    boleh comment kan ?
    blm baca regulation yg berlaku di fanfic :XD:
     
  9. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    yup silahkan mari monggo :beer:

    entahlah gw juga gak tau, ini mungkin lebih ke kompilasi cerita random aja :lol:
     
  10. masuakal M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 29, 2009
    Messages:
    4,506
    Trophy Points:
    161
    Ratings:
    +1,653 / -0
    berangkat dari ide utama bunuh diri ?
    terus loncat ke tragedie yg makin surem . . ..
    coba di buat absurd happy :XD:
     
  11. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    kalo absurd happy mungkin bakalan mirip salah satu cerita gw yaitu dunia dalam tarsok. mungkin kalo yang ini lanjutan'e bakal dibikin mirip2 itu juga :lol:
     
  12. masuakal M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 29, 2009
    Messages:
    4,506
    Trophy Points:
    161
    Ratings:
    +1,653 / -0
    tarsok itu apa ya yg di maksud di sini ?
    krg paham ane termasuk judul di chapter
    akhirnya bebas gag liat titik temunya :D
     
  13. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    kalo tarsok itu sih maksud'e ntar besok aja, alias segala sesuatu yang mesti dikerjain itu nunda2 :ngacir:

    welp, itu emang akhirnya bebas itu idenya nyasar kemana2. emang sih sebagian besar tulisan gw itu random gak jelas gini huehuehue :cambuk: kalo gampangnya sih jangan terlalu dimasukin pikiran aja :)

    paling2 jadinya gini

    [​IMG]
     
  14. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 3 : Minum Soda

    Beberapa cara yang gw pake buat mendeskripsikan orang minum soda.

    Hari yang cerah, benar sekali. Hari itu, aku pergi ke supermarket terdekat. Langsung bergegas pada lemari kaca pendingin; mengambil sebuah kaleng minuman soda. Selesai membeli minuman, aku berjalan keluar supermarket, dan kubuka tutup kaleng tersebut. Suara meletup riuh merembes keluar, melepaskan gas karbon dioksida, membuat kaleng almunium yang kupegang menjadi agak lempeng. Sekali teguk, pancaran air berkarbonasi melalui mulutku, bergulir pada kerongkonganku, tak lama lagi akan sampai pada perutku, menyisakan suatu aliran hangat khas minuman bersoda.

    Mentari bersinar terik. Aku mendongakkan kepala. Kupakai kacamata hitam, dan kuteriakkan pada matahari:

    "AI LAP YU!"

    Soda celeng.

    Saking celengnya sampai bikin bilang ai lap yu.

    Bisa dibeli di toko dan supermarket terdekat.

    Xxx​

    Gini hari mayan cerah sih. Gak ujan, gak perlu payung. Enaknya langsung ke supermart beli kola. Sekali teguk anget-anget. Ini mataharinya lagi ganteng abis. Masih gantengan gua sih.

    Gua pake aja kacamata item terus ngacung jari tengah keatas.

    Huehuehue.

    Ngacung jari tengah sambil minum kola lagi.

    Feels good man.

    Wuenjeng tengil banget nih orang minta ditampol aja.

    Weits itu orang gua toh.

    Baru inget.

    Wakaka.

    Xxx​

    Langit itu hijau. Beberapa macan tutul berwarna pelangi terbang bebas di angkasa. Tak lama kemudian, hujan turun. Rintik-rintik air bertabur deras di angkasa, membuat tubuh mereka menjelma menjadi kecoak raksasa. Satu persatu jatuh ke tanah. Aku hanya berdiri dibawah pohon, menyeruput sebuah minuman kaleng hangat. Kalian menyebutnya Wedang Jahe Kalengan. Diantara hujan kecoak raksasa, tak usah panik, takut, maupun khawatir. Segalanya akan baik-baik saja. Tidak akan ada kecoak raksasa yang akan masuk dan bercinta dengan mulutmu.

    Mungkin sekarang akan ada yang sedang konak sehingga langsung memberimu sebuah ciuman ala perancis, atau bisa dibilang french kiss. Sepertinya, itu akan menjadi suatu pengalaman yang tak terlupakan. Langit itu hijau, dan rintik hujan berwarna pelangi. Kecoak raksasa berwarna kuning bercorak seperti katak beracun. Ketika dicium kecoak raksasa, rasanya seperti nanas jeruk pisang dicampur pada blender lalu diberi sirup rasa sirup. Satu lagi, pohon tempatmu berdiri bentuknya mirip penguin dari planet Mars.

    Seperti apa bentuknya? Setidaknya seperti penguin. Ada seratus juta tentakel menyembul dari tubuhnya, pada malam hari mengeluarkan suara dua buah tengkorak yang bercinta diatas genteng rumah. Hei, itu benar penguin 'kan?

    Tak lama kemudian, kamu dicium seratus juta kecoak raksasa. Setelah mencium dirimu, kumpulan kecoak raksasa itu menjadi sebuah jagung berukuran sebesar kecoak itu. Bila jagung itu dikupas, akan terbuka seperti kantung beras – di dalamnya terdapat tumpukan doujin hentai yang belum pernah sekalipun kamu baca. Kamu ingin segera pulang ke rumahmu yang berada dekat sini dan membaca doujin tersebut, tapi hujan deras tak kunjung reda. Kamu tetap berteduh dibawah pohon, menantikan redanya pancuran air dari langit.

    Akhirnya, kau memutuskan untuk menyeruput Wedang Jahe Kalengan dengan santai. Segala rasa galau yang muncul kian menghilang sedikit demi sedikit. Secara ajaib, atau hanya kebetulan semata, setelah kau meghabiskan seluruh isi kaleng, hujan terhenti. Kau melihat langit terbuka ramah, menyongsong sinar mentari yang muncul dibalik kepulan awan. Hari itu indah, hari yang sungguh indah.

    Kau kemudian menggotong jagun berisi doujin hentai itu satu persatu ke rumahmu. Sebuah hari yang sangat indah. Hari ini kau tidak minum soda – masih ada Wedang Jahe Kalengan – minuman anti galau. Untuk keesokan harinya, kau baru mulai minum soda kembali.

    Xxx​

    Kadang, kenikmatan menyeruput soda hanya dapat diggapai saat bermeditasi di toilet. Terutama ketika kau mendengar rintihan dua orang pria berotot di toilet sebelah, rintihan yang mungkin terdengar agak sensual dan mendebarkan, tapi juga kadang membuatmu dilanda ketakutan. Diantara ketakutan tersebut, menandakan bunyinya lonceng kematian, kau perlahan-lahan menyeruput soda terakhirmu, sebelum ajalmu tiba.

    Setelah kau selesai menyeruput soda, ternyata bukan kamulah yang dipanggil menuju alam 'baka' tempat para wanita tsundere berada. Kedua pria yang sedang berhubungan s*ks bersama, sekonyong-konyong meneriakkan bunyi yang sungguh memekakan telinga. Terjadi bunyi ledakan sautu benda halus, dan suatu benda cair yang menyembur dengan begitu keras sampai membasahi bilik toiletmu. Warnanya merah, tetapi setelah dilihat lagi warnanya hijau.

    Kau menyeruput cairan itu. Rasanya seperti soda.

    Xxx​

    Akhirnya sebuah cara untuk minum soda dengan cukup normal. Kamu berada dalam ruangan apartemen milik kakak perempuanmu. Ia sedang pergi kencan dengan wanita idamannya, dan kau diminta untuk berdiam diri sejanak di tempat ini. Suatu tempat yang sungguh sepi. Kau begitu dirundung kesepian, sehingga kau segera menuju kulkas dan mengambil sebuah kaleng minuman soda – masih dingin dingin empuk. Kalengnya masih terutup rapat.

    Tidak ada kesibukan yang pasti, kau menyalakan televisi. Kebetulan sekali, siaran kartun favoritmu sedang tayang. Sebuah satria bertopeng pecinta gadis kecil, namanya Pedoman. Ia bertarung mati-matian melindungi segenap gadis kecil di seluruh kota dari ancaman para pedofil lainnya. Cita-citanya adalah membuat suatu harem gadis kecil terbesar di dunia. Sayangnya di episode ini, Pedoman telah tewas karena wasirnya kambuh - ceritanya langsung tamat begitu saja.

    Kau membuka saluran televisi yang lain. Berharap segala rasa shock yang kau alami tadi akan seketika sirna. Siaran televisi yang sedang diputar pada saat itu adalah – sebuah siaran mengenai televisi. Dua orang pembicara memakai setelan jas lengkap, namun muka mereka sungguh rata.

    Meski demikian, cara mereka menyampaikan pendapat dan berargumen satu sama lain membuatmu dipenuhi oleh decak kagum. Siaran televisi berlangsung selama satu setengah jam, dipotong iklan yang berdurasi kira-kira satu jam dua puluh lima menit. Kau sempat bingung, apakah kau menonton sebuah iklan ataukah benar-benar terdapat siaran televisi disitu.

    Acara itu diakhiri oleh kedua pembicara yang menusuk lubang pantat masing-masing hingga keduanya tewas seketika ditempat. Bunyi tepuk tangan penonton bergemuruh riuh sampai kau sendiri yang semata-mata menonton sampai menutup telinga. Kau kembali depresi karena melihat ada orang lain yang telah meninggal pada hari ini, meski muka mereka cukup rata seperti aspal jalanan.

    Ternyata acara itu belum selesai. Tubuh kedua orang itu meledak hebat, menimbulkan kerusakan sana-sini. Meski demikian, kamera televisi yang meliput kejadian tersebut tetap aktif. Dari sana...kamera tersebut terus membesarkan tampilan...sampai kau melihat dari sisa-sisa ledakan....

    Dua buah mayat gadis kecil bergelimpangan diatas panggung.

    Merasa begitu depresi, kau mengakhirinya kembali dengan minum soda. Merasa begitu muak dengan siaran yang berlangsung, kau mematikan televisi. Diliputi dengan rasa kantuk, nyaman, dan hangat yang diberikan oleh soda, kau pun tertidur diatas sofa. Kau mendapati sebuah mimpi yang begitu aneh bin ajaib.

    Tentang dirimu yang berubah menjadi kaleng soda, sekaligus menjadi seorang ninja yang bertekad kuat untuk menyelamatkan desa, juga tak akan menarik kata-katanya kembali. Ditambah lagi, selain menjadi semua diatas, kau juga mempunyai pekerjaan menjadi seorang dewa kematian yang berkelana dengan sekumpulan bajak laut untuk mendapatkan sebuah kaleng soda.

    Mengarungi lautan luas, luas, nan luas....

    Sampai kau terbangun oleh suara desahan nakal, kau melihat sekeliling, terdapat dua orang gadis dalam keadaan telanjang bulat, saling berpelukan. Mereka adalah kakak perempuanmu dengan wanita idamannya.

    Akhir kata, kamu ikut bergabung – untuk minum soda bersama mereka.

    Sebuah akhir yang indah.
     
    Last edited: Jan 27, 2014
  15. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 4 : Menunggumu

    Mungkin, hal pertama yang terpikir olehku ketika menulis cerita : adakah sesuatu yang menarik untuk dituliskan? Apakah hal tersebut sungguh pantas dan layak untuk dituliskan? Apakah hal tersebut cukup berharga, setimpal dengan kerja keras yang dikeluarkan ketika menuliskan semua itu? Entahlah, aku tidak tahu, dan aku tidak mengerti, bagaimana caranya untuk menuliskan sesuatu yang setidaknya bermakna bagiku.

    Sejauh ini, yang ada hanyalah kekosongan. Setiap hari dihabiskan tak tentu, mencari gambaran tentang siapa sebenarnya diriku. Menelusuri segala yang ingin kuraih selama aku masih hidup. Kusimpan tali gantung di laci meja paling bawah, dan kunyalakan lampu meja. Remang-remang cahaya membuatku terfokus untuk berkontemplasi. Atmosfir yang pas untuk merenung, dan terus merenung. Menunggu sesuatu yang tak pasti. Mungkin, ini sesuatu yang besar. Ataukah suatu harapan kosong yang tak akan pernah datang. Bagai pungguk merindukan bulan, aku terus menunggu.

    Menunggu siapa? Menunggu apa? Sampai kapan aku harus menunggu? Bersinarkan lampu remang-remang di meja, aku menundukkan kepalaku dan memejamkan mata. Kurebahkan tubuhku diatas kasur, lalu kutarik napas dalam-dalam. Menenangkan perasaan, membuangnya dalam-dalam menuju dasar relung jiwa. Apabila kesadaran ini mulai lenyap, aku akan berada pada suatu dunia gemerlap. Suatu dunia penuh harapan, dan untuk setiap harinya aku akan terus merasakan kehangatan ini.

    Aku tahu, kehangatan ini tidak nyata. Ini jauh lebih baik ketimbang tak ada kehangatan sama sekali sewaktu harus mengimbangi kesengsaraan yang nyata. Dimanakah letak suatu rasa hangat yang sungguh nyata? Apakah ia telah meninggalkanku pada suatu kehangatan semu untuk selamanya? Memang, aku kerap merasa hampa, dan hidup terasa begitu sukar untuk dilalui. Tetapi, hal ini masih lebih baik, ketimbang menatap segala kehancuran yang ada di depanku tanpa adanya sesuatu untuk bersandar. Aku membalikkan pandangan mata, lalu kembali tertidur.

    Suatu renungan di kala malam yang panjang. Rintik-rintik hujan turun kembali, dan angin berhembus kencang. Hembusan angin menimbulkan derit pelan pada lingkungan sekitar, menyeimbangi desing suara pendingin ruangan. Sedikit gaduhnya malam ini, tidak terlalu mengganggu istirahatku. Aku tidur, menggulingkan tubuh kesana-kemari. Memeluk guling, menatap remang-remang pancaran ungu-jingga dari lampu meja. Biarlah aku sekali lagi menetap pada kehangatan semu. Aku butuh dia. Aku tak tahu lagi bagaimana harus bersandar kala esok hari, tanpa hadirnya didekapku.

    Marilah bermimpi.

    Waktu aku masih kecil, kerjaannya mimik cucu. Ada galon aqua ngejual pentil di atas pohon. Langitnya hijau biru ungu pelangi kriwil kriwil kayak sate kecoak. Ingin rasanya kurebus pelangi dan kulemparkan bulan menuju April, Mei menuju Februari, begitu seterusnya sampai seluruh bulan berjumlah 69. Detik berganti detik, tahun berganti tahun - burungku belum terbang juga. Aku adalah seekor monyet gunung – selalu dirundung asmara. Apabila melihat mukamu, aku langsung menjadi lebih monyet lagi.

    Cintaku ini memang manis, monyet.

    Kembali aku melempar hatiku monyet ini menuju monyet hatimu monyet monyetku. Apakah tahiku monyet menjadi tahi monyet monyetku monyetmu? Aku ingin sekali, agar monyetku menjadi monyetmu. Marilah bentuk monyet keluarga monyet ku monyet monyet monyet. Karena kaulah yang paling manis, nyet.

    Hujan toilet, hore.

    Mimpi selesai.

    Saat tersadar, akupun menyadari bahwa ternyata aku ini adalah seekor jagung.
     
  16. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 5 : Reruntuhan

    Alkisah, kerajaan Aardvark memasuki masa kejayaannya pada abad pertengahan. Perdagangan berkembang pesat, baik perdagangan domestik maupun internasional. Banyaknya karavan dari berbagai kota padang pasir, juga banyaknya kereta kuda berseliweran kesana kemari. Seluruh negeri relatif aman, dengan berbagai pasukan siap siaga menjaga ketertiban. Begitu juga peningkatan ilmu pengetahuan dan ilmu sihir yang telah menunjang banyak sekali sektor di kerajaan.

    Populasi penduduk memuncak, dan angka kelahiran sama sekali tak dapat ditekan. Berbagai jaminan sosial telah dicanangkan. Meski demikian, populasi penduduk yang membeludak dan banyaknya imigran membuat kerajaan ini begitu dipadati penduduk. Segala hal yang aman dan tenteram menjadi sulit terkendali. Pengangguran meningkat, tingkat kejahatan bertambah pesat, dan kebijaksanaan sang raja yang sungguh tersohor bahkan tak mampu menyelamatkan seluruh kerajaan dari ambang kehancuran – sepuluh tahun setelah ia wafat.

    Sewaktu sang raja bijaksana memerintah, ia tetap dapat mempertahankan stabilitas negara. Ia mencanangkan program migrasi pada negara-negara tetangga, memberi keringanan tambahan pada para pekerja kelas menengah-bawah juga wiraswasta. Juga pemberian draf militer pada para pemuda untuk meningkatkan disiplin mereka. Selama puncak kejayaan dibawah sang raja, kerajaan ini telah diinvasi sebanyak tiga kali oleh kerajaan-kerajaan besar di negara tetangga. Mereka bersekongkok satu sama lain. Namun, seluruh serangan mereka dapat digagalkan dengan mudah.

    Sang raja wafat setelah memerintah selama 70 tahun. Ia wafat pada usia 110 tahun, dan digantikan oleh putra sulungnya. Tidak seperti sang raja, sang putra tidak bijaksana dalam memerintah. Tiba-tiba diberikan mandat kekuasaan yang sungguh besar, ia menghamburkan uang dengan minuman keras dan wanita, mencampakkan istrinya sendiri, dan sama sekali tidak peduli pada anak-anaknya. Sebenarnya, diantara keturunan sang raja bijaksana, terdapat salah seorang anak yang sungguh memiliki bakat dan kemampuan memerintah.

    Ia adalah putra raja yang paling bungsu, usianya kira-kira 35 tahun. Ia memiliki seorang anak bernama Asriel, yang mewarisi segala kebijaksanaan dan bakatnya. Beberapa tahun setelah putra sulung memerintah, kondisi kerajaan kian memburuk, dan karena putra bungsu mengkritik kebijakan yang ia keluarkan, sang putra bungsu diasingkan bersama segenap keluarganya. Segalanya menjadi sungguh tak terkendali. Mungkin, kerajaan besar yang dapat bertahan sampai sepuluh tahun – dengan segala kekacauan yang timbul – itu adalah suatu keajaiban.

    Salah satu faktor dari keajaiban tersebut adalah kemampuan sang abdi kerajaan untuk mengendalikan seluruh masalah yang ada. Meski demikian, saat sang abdi terbunuh, kehancuran tak dapat dielakkan lagi. Sepertinya salah satu negara tetangga telah mengutus seorang profesional untuk membunuh sang abdi dan mempercepat kehancuran yang ada. Kebetulan, sang abdi barusan beradu mulut dengan sang raja, dan ia ditempatkan dalam sebuah sel yang tak dijaga sebagai hukuman.

    Sang abdi dibunuh ketika sedang tidur.

    Yang menghancurkan kerajaan tersebut, tak lain adalah perang saudara dan berbagai pemberontakan yang terjadi. Sang raja digulingkan oleh adiknya sendiri, seorang dengan kekejaman tiada tara, seorang tanpa rasa kemanusiaan. Setelah menggulingkan pemerintahan dan menjadi raja, ia pun membunuh seluruh kakak dan adiknya, termasuk ayah Asriel.

    Asriel merupakan salah satu dari sedikit yang selamat dari kemelut tersebut.

    Tragedi itu terus membekas dalam benak Asriel, sampai akhirnya ia beranjak dewasa dan membuat sebuah guild pemberontak bernama Formosa.

    Untuk kelanjutan ceritanya, kapan-kapan aja. Mungkin kalau ingat bakal dilanjutkan.

    Mungkin.
     
  17. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 6 : Lampu Sorot

    Panggung itu kosong. Aku serasa seperti orang gila saja berdiri di atas panggung ini. Sebuah panggung yang gelap gulita, tak ada seorangpun di sana. Deretan kursi tersebut, sebutir jiwapun tak ada yang menempati. Sungguh hening, sampai derap langkahku sontak menggema pada seantero ruangan. Aku berdiri di bawah lampu sorot yang kunyalakan sendiri. Dalam pikiranku, terlintas berbagai macam caci maki yang telah dilayangkan padaku. Pada panggung ini, aku sungguh ingin berteriak sepuas hatiku. Tak akan ada yang marah, tak akan ada yang menimpali. Aku sungguh bebas, tanpa sedikitpun beban yang menggantung.

    Sungguh aku ingin berteriak, aku ingin marah sebesar besarnya. Ingin kuhujamkan tinjuku pada setiap musuh bayangan di depanku. Ingin kuhancurkan mereka, ingin kululuh-lantakkan segala kekuatan mereka. Biar seluruh musuhku tak bersisa sedikitpun, dan biar aku akhirnya dapat beristirahat dengan tenang. Bahwa, aku tak lagi mempunyai musuh, mereka semua telah kuhancurkan hingga tak bersisa sedikitpun. Tak ada yang akan menyerangku, tak ada yang akan mempermalukanku, tak seorangpun yang dapat...

    Segalanya diakhiri oleh rintikan air mata. Tak ada sedikitpun suara yang keluar, dan aku hanya berdiri mematung di bawah lampu sorot. Aku hanya dapat menangis semata. Inikah kebebasan yang aku inginkan? Tak ada yang akan menjawab panggilanku, tak ada yang akan menyadari bahwa aku ada, bahwa aku telah hidup dan telah melakukan sesuatu. Bahwa, di tempat ini, aku tak akan pernah memiliki musuh lagi. Aku tak akan pernah melawan siapapun, dan aku tak akan pernah dapat dikalahkan.

    Tidak.

    Ada suatu bagian dari diriku yang terus menggerogoti perasaanku. Ia adalah musuh terbesarku. Meski seluruh jiwa lain yang singgah daripadaku telah lalu, ia akan terus ada untuk menghantuiku. Aku tak dapat lari dari padanya, dan aku terus melawannya tiada akhir, tanpa adanya harapan untuk menang. Sedari dulu, aku tak dapat mengalahkannya, dan tiada akhir ia terus membuatku menderita. Salah satu bagian diriku yang tak dapat kusingkirkan, sekeras apapun aku berusaha melepaskan segalanya.

    Ia semata-mata bukanlah suatu sosok angkuh yang bersembunyi di balik cermin. Kau hancurkan seluruh cermin yang ada, tapi ia tak akan lenyap begitu saja. Ia berasal dari dalam hati, terus ada untuk sekarang dan masa depan. Mungkin ia adalah musuh yang begitu ingin kukalahkan, lebih dari apapun. Namun, aku tak dapat melihatnya, karena ia berada dari dalam hatiku. Mata ini hanya dapat melihat ke luar, mellihat rumput tetangga yang jauh lebih hijau.

    Kebencianku padanya dialihkan keluar, menjadikan segalanya musuhku. Sesuatu yang sangat berbahaya, yang harus dihancurkan. Aku ingin menghancurkan segalanya. Tidak kuketahui, bahwa aku mungkin telah diperalat olehnya, oleh musuh terbesarku. Di bawah lampu sorot, segala pertanyaan kini terjawab satu-persatu.

    Apakah yang kuinginkan? Aku menginginkan segalanya, aku ingin menguasai segalanya. Untuk apa, untuk siapa? Tak lain untuk diriku, dan tidak ada orang lain yang boleh menyentuhnya, bahkan berusaha untuk merebutnya. Aku tak akan pernah membiarkan mereka merampas kebahagiaanku. Aku ingin bahagia, tanpa mendapatkan segala yang ada, aku tak akan pernah dapat hidup bahagia. Aku ingin kekuatan, suatu kekuatan yang sungguh besar. Tidak ada yang dapat menghentikanku, dan tidak ada yang dapat menghalangiku mendapatkan segala yang kuinginkan.

    ....termasuk diriku sendiri, sepertinya.

    Meski hati kecil ini kerapkali meronta, aku tidak peduli. Seringkali, aku selalu merasa sebagai yang paling benar. Bahwa mereka semua palsu, dan aku akan selalu menjadi diriku sendiri. Bahwa kehidupan ini kosong, aku tak pernah meminta kehidupan seperti ini – berikanlah kehidupan yang kuinginkan, atau aku akan merampas segalanya.

    ...sungguh menyedihkan.

    Tidak akan ada yang mengerti dirimu, tidak akan ada hidup seperti yang kau inginkan. Semua bagian dirimu adalah kebohongan. Kau tidak akan pernah menjadi dirimu sendiri, karena kau tidak punya identitas, kau tidak memiliki ego yang sebenarnya. Segala dari itu hanyalah racun dunia luar. Segalanya adalah kebohongan – seluruh hidupmu adalah kepalsuan. Kau hanyalah topeng, kau hanyalah kain pembungkus sesuatu yang sungguh kosong.

    Adakah sesuatu yang sungguh nyata? Apakah aku benar-benar ada?

    Lampu sorot ini hangat.

    Siapa musuhku? Bagaimana aku dapat mengalahkannya?

    Aku tak dapat mengalahkannya. Aku tak dapat mengalahkan siapapun. Yang dapat kulakukan hanyalah berendam di bawah sinar lampu sorot. Kusapu air mataku, dan aku terus berdiri mematung hingga isak tangis ini terhenti. Kumatikan lampu sorot, kutinggalkan panggung, berlari menuju tempat peristirahatanku. Sebuah rumah, sebuah kamar. Setidaknya terdapat kasur dan tempat duduk, suatu tempat yang cocok ditinggali seorang diri.

    Meski aku hanya sendiri, tempat ini tidak serasa sepi. Karena kutahu, bahwa sedikit demi sedikit, aku mulai berjalan menuju tempat yang kuinginkan.

    Xxx​

    "Hei."

    Suara itu memanggilku. Sekonyong-konyong muncul dan menggetarkan jiwaku.

    "Siapa?"

    Aku hanya dapat menjawab lirih karena aku masih mengantuk.

    "Bukan siapa-siapa, hanya seorang teman."

    Suaranya yang ramah terdengar cukup dekat dari padaku.

    "Aku tidak memiliki teman, tak ada seorangpun." jawabku ketus.

    Sayup-sayup, kesadaranku mulai kembali. Aku tak begitu merasa mengantuk, dan aku dapat mendengarkan suaranya lebih jelas. Tidak ada seorangpun yang dapat masuk ke kamarku, karena aku menguncinya. Kalau, begitu siapakah dia?

    "Kamu jahat sekali."

    Aku ingat suara ini...

    "Meski aku sudah lama mati, bukan berarti aku bukan sahabatmu lagi!"

    Ingin segera kubuka mataku, melihat sosok yang menggunturkan jiwaku dengan suaranya yang menggelegar. Aku bangkit dari posisi tidurku dan...

    Aku tak sempat membuka mata. Sontak kurasakan sesuatu yang ditekan pada bibirku. Sesuatu yang halus lembut, dan dua buah tangan melingkari punggungku, memelukku erat-erat.

    Ciuman itu berlangsung cukup lama. Perlahan-lahan kubuka mataku, dan kutemukan dirinya...aku sungguh-sungguh tak percaya. Ia sama sekali tidak terlihat seperti hantu.

    "Apakah...ini....mimpi?" tanyaku.

    "Tidak, kamu tidak bermimpi." sahutnya pelan, berbisik pada telingaku.

    "...kamu hanya berada...dalam cerita fiksi."

    "...maafkan aku, telah mencuri ciuman pertamamu..."

    Aku tak mengatakan apa-apa. Aku hanya tersenyum simpul padanya.

    Saat ia sungguh terlihat tak berdaya, aku langsung mengecupnya. Berbeda dengannya, kujulurkan lidahku memasuki bibirnya, sampai lidahku bertemu dengan lidahnya. Air liur kami bercampur bersama. Aku memegang tangannya erat-erat, dan tak lama kemudian kami berpelukan di atas ranjang tempat tidurku. Ia tersenyum bahagia, dan aku terus memeluknya erat-erat.

    Sambil mengeluarkan senyuman nakal, ia pun berkata:

    "Pelan-pelan ya."
     
  18. Tezukayumu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Feb 24, 2011
    Messages:
    919
    Trophy Points:
    122
    Ratings:
    +693 / -0
    Baru kali ini baca kumpulan .. hmm apa ya... buah pikiran yang absurd?

    Saya juga bisa merasakan kematian penulis di bab 1 dan bab 2, sedikit bengong dengan segala absurdnya di bab 3. Tersentuh di bab 4, akhirnya menemukan yang logis di bab 5 dan berpikir mesum di bab 6..

    Oh well, ada sedikit typo di bab 3, deras jadi derss.

    Tapi enak juga ngikutin roller coaster absurd yang ga jelas ujung pangkalnya ini..

    :top:
     
  19. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    sebenernya bisa dibilang lebih dari setengah tulisan yang gw post modelnya mirip2 gini semua :lol: entah kenapa kalo bikin cerita dengan bentuk standar dengan alur plot karakter dsb malah sama sekali gak konek lel :XD:

    anyway thx buat fixnya, ditunggu lagi chap berikutnya yah :D

    kalo mau baca yang lain coba liat2 aja cerita di trit stories collection gw. modelnya rata2 mirip sama yang ginian :beer:
     
  20. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 7 : Sanctuary

    "Hei...."

    "Ada apa?"

    "Sepertinya aku tak bisa menuliskan cerita lagi. Karirku sebagai seorang penulis telah tamat."

    "Mengapa begitu?"

    "Entahlah, aku tidak tahu. Aku tidak merasa ada sesuatu yang spesial untuk dituliskan. Segala yang ingin kutuliskan rasanya menjadi hampa belaka, ketika aku mencoba menuliskannya."

    "Bagamana dengan ide-ide lain? Ide cemerlang dari penulis lain, yang dapat kau adaptasi menurut imajinasimu sendiri."

    "Nah itu dia masalahnya."

    "Apa sih yang bermasalah? Bagimu sepertinya semua hal menjadi masalah besar bagimu."

    "Dengar dulu."

    "...."

    "Kadang aku merasa, aku ini hanyalah seorang plagiat."

    "Tidak benar begitu. Banyak sekali ide yang berasal dari ide-ide sebelumnya. Tidak ada yang sepenuhnya baru."

    "Aku ingin menuliskan sesuatu yang sungguh berasal dari diriku sendiri."

    "...tapi konsep dasarnya juga kau dapat dari banyak cerita lainnya."

    "Ya, dan hal itu membuatku frustrasi. Aku tak tahu harus menuliskan apa."

    "Tuliskan saja sesuatu yang sungguh kau inginkan. Bebaskanlah dirimu dari segala batas yang ada."

    "Sebenarnya, banyak sekali hal yang ingin kutuliskan, namun aku sungguh takut untuk memperlihatkannya pada dunia luar."

    "Mengapa kau harus memperlihatkannya? Bukankah kau mulai menulis untuk dirimu sendiri? Untuk kesenanganmu sendiri? Mengapa untuk hal-hal yang kau inginkan, kau tiba-tiba menjadi terlalu peduli dengan orang lain?"

    "Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya."

    "Sudahlah, pelan-pelan dan santai saja. Semuanya akan keluar sendiri kok, saat kau dapat menenangkan diri dan mengatakannya satu-persatu. Sesungguhnya, sejujur-jujurnya. Jangan menghias atau memutarbalikkan kata-katamu, bilang saja apa adanya. Aku ini sahabatmu. Apabila dengan sahabatmu sendiri kau tidak bisa jujur, bagaimana aku bisa menologmu?"

    "Mungkin saja, aku tidak membutuhkan pertolongan. Mungkin saja, aku dapat menjalani semuanya seorang diri. Inilah jalan hidupku, dan meski jalan itu sungguh menyakitkan, aku harus tetap melaluinya."

    "Setiap orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan, telah mengatakan hal yang serupa. Kau membungkus kelemahanmu dengan kepura-puraan, bahwa kau adalah manusia paling tangguh di dunia. Ketahuilah, tak ada seorangpun yang dapat hidup sendiri."

    "...mungkin kau dapat makan enak, tempat tinggal yang cukup nyaman, kondisi finansial yang memadai, juga suatu jaminan kehidupan untuk masa depan. Ketahuilah, semua ini ada karena mereka yang bekerja keras untukmu. Apabila kau hanya menganggap bahwa kau berjalan sendiri – kau sungguh egois, kau sungguh tak tahu diuntung."

    "Aku tahu itu. Meskipun begitu, aku takut. Aku tak mau membuka hatiku pada mereka, dan aku tak dapat berjalan beriringan dengan mereka. Aku tak tahu, apakah aku masih dapat disebut sebagai manusia. Aku mungkin hanyalah sesuatu yang sungguh berbahaya di mata mereka semua."

    "Mengapa kau berpikir demikian? Apakah kau pernah sungguh mencoba mengutarakan dirimu apa adanya?"

    "Sudah pernah, dan sudah cukup sering. Ketahuilah, apabila aku dapat memutar balikkan waktu, aku tak akan pernah mau menjalani hal seperti ini lagi. Aku sungguh menyesal. Rasa sakit yang ditimbulkan sudah begitu tak terperi. Sekarang apa? Akankah aku ditangkap, disiksa, kemudian dibunuh karena aku berkeras menjadi diriku sendiri? Haruskah aku memakai topeng dan menjalani hari-hari dengan kepalsuan? Ya, aku takut! Aku takut akan semua itu! Yang dapat kulakukan seumur hidupku hanyalah berpura-pura!"

    "Tenanglah..."

    "Kau tak mengerti apa-apa tentang dirku! Kau menganggapku sahabat, tapi yang dapat kau lakukan hanya berceramah!"

    "Hei..."

    "Apa lagi?"

    "Pernahkah kau menyadari....apakah mereka akan mengerti dirimu, apabila kau tak pernah mengatakan isi hatimu pada mereka? Bahwa kau takut, bahwa kau marah, dan sebagainya."

    "....aku tak peduli lagi. Aku tak mau ada orang lain lagi yang mencampuri kehidupanku. Aku hanya ingin sendiri, tanpa ada yang dapat mengganguku."

    "Kau sungguh kesepian."

    "...dan tak ada yang dapat kau lakukan, untuk mengobati segala kesepian ini. Meski aku memliki banyak kasih sayang, aku tak yakin segala kehampaan yang kurasa akan seketika sirna."

    "Fiuuuhh....apabila tidak ada yang dapat kulakukan. Apakah yang ingin kaulakukan, untuk dirimu sendiri?"

    "Entahlah. Aku sendiri tak yakin."

    "Segala perkataanmu tadi juga membuatku bingung."

    "Hal yang kukatakan memang tidak untuk dimengerti orang lain. Aku hanya mengatakan sesuatu apa adanya. Aku tidak peduli kau mengerti atau tidak."

    "Ah, kau egois sekali."

    "Terserah."

    "Jadi? Kau sudah tahu apa yang sungguh ingin kaulakukan. Tak apa-apa, asal katakan saja."

    "Mengapa aku harus mengatakannya padamu? Sudah kubilang kau tak akan pernah dapat menolongku untuk hal ini."

    "Bagaimana aku tahu dapat tidaknya aku menolongmu, bila kau sama sekali tak membicarakan masalahmu?"

    "Ini adalah rahasiaku. Sesuatu yang tak ingin kuberikan pada siapapun, tak terkecuali dirimu."

    "Begini...anggap saja kau ingin melakukan sesuatu yang besar, dan apabila terwujud, kau akan hidup bahagia untuk selamanya. Namun, kau sekarang belum juga bahagia, setidaknya kau tak terlihat begitu olehku. Mungkin saja, kau sama sekali tak tahu bagaiman cara meraihnya, atau kau telah membentur suatu dinding keras atau tebing yang sungguh terjal, dan untuk mendakinya atau melompatinya, kau memerlukan bantuan seseorang yang dekat padamu."

    "...seorang yang bisa kau percaya dengan sepenuh hatimu. Sayang sekali – kau hanya memiliki aku untuk saat ini, dan untuk saat-saat lainnya, kesempatan bagi kita untuk bersama bisa jadi tak akan pernah muncul. Kamu boleh berharap, bahwa keesokan hari akan ada orang lain yang dapat membantumu lebih dari aku, tapi kita tak akan pernah tahu hari esok akan sungguh datang atau tidak."

    "Tepat sekali."

    "Apa yang tepat? Bicaramu sungguh tak jelas."

    "...aku menantikan esok hari – yang tak akan pernah tiba."

    "Hah?"

    "Bila saat itu tiba, siapa tahu kelak, aku akan terbangun pada tempat yang sungguh berbeda ketika aku tertidur. Suatu tempat yang indah, dan aku dapat menjadi segala sesuatu yang kuinginkan."

    "Hmm...aku tidak mengerti. Mengapa kau begitu yakin, bahwa kau pasti akan terbawa menuju tempat itu? Katakanlah, apabila dunia ini memiliki seorang penguasa, kau pikir ia akan serta-merta mengabulkan permintaanmu?"

    "Aku tidak tahu, aku hanya dapat berharap, dan seumur hidup akan terus berpegang teguh pada hal yang kuyakini. Sampai saat itu tiba, hal ini akan menjadi tumpuan harapanku."

    "Kau tak pernah berpikir bahwa hal ini mungkin saja akan melenceng jauh? Bahwa kau mungkin saja tidak akan mendapatkan hal yang kauinginkan, dan malah berakhir dengan hal yang sungguh ingin kau jauhi."

    "Ah...aku tidak ingin memikirkannya. Yang ada dalam pikiranku hanyalah harapan itu."

    "Bukankah lebih baik, ketimbang menunggu sesuatu yang tidak pasti di dunia sana, kau coba lakukan saja yang terbaik di dunia ini?"

    "Tidak....aku membenci tempat ini, aku tidak dapat melakukan apa-apa."

    "...kau ingin kekuatan."

    "Mungkin saja."

    "..kekuatan untuk melangkah maju, kekuatan untuk merubah arah nasib pada keuntunganmu sendiri. Masih banyak lagi yang kau inginkan...."

    "Tunggu....bagaimana kau bisa mengetahui semua itu?"

    "Ingat, aku ini sahabatmu, dan kau sungguh persis seperti buku yang terbuka lebar – sungguh mudah untuk dibaca. Aku dapat mengetahui apa yang kira-kira kau pikirkan, yang kau rasakan, dan sedikit banyak – hal yang kau inginkan. Aku juga pernah mengalaminya, aku juga pernah merasakan semua ini – maka aku tahu, lebih banyak hal tentang dirimu daripada yang kau pikir. Kau bukan seorang yang tersingkir, ada banyak sekali orang sepertimu di dunia ini – mereka juga memilih untuk menyendiri – mereka semua berpikir bahwa tak ada seorangpun yang dapat mengerti mereka."

    "Ini...absurd."

    "Kamu memang seorang manusia absurd. Mungkin, ada banyak orang yang cukup gila, tapi kau merupakan orang tergila yang pernah kutemui."

    "Terima kasih."

    "Sama-sama."

    "Mungkin benar, kalau aku sedang mencari kekuatan. Bukan sesuatu yang biasa, melainkan suatu yang sangat besar dan dahsyat. Hal yang dapat melindungiku untuk seumur hidupku, dan dapat menjadi tumpuan harapan sepanjang hayatku."

    "Awalnya, kau tak tahu apa yang kau cari. Maka, kau tak tahu bagaimana mencarinya. Sekarang, kau telah mengetahui banyak hal tentang itu, maka sepertinya aku tak perlu membantumu lebih lanjut lagi. Segalanya hanya masalah waktu. Cepat atau lambat, kau akan mendapatkan segalanya. Selamat tinggal, tugasku sepertinya telah selesai. Mungkin kita akan berjumpa kembali, mungkin tidak....sampai bertemu di puncak..."

    "Tunggu."

    "Sedari awal, kau tak pernah membutuhkanku. Bukankah kau bilang, ini jalan hidupmu? Sesuatu yang harus kau jalani seorang diri, betapa menyakitkannya itu? Biarkan aku pergi."

    "Kau tidak boleh pergi. Waktuku tidak banyak lagi. Aku ingin kau disisiku."

    "Aku bukan pacarmu."

    "Tidak apa-apa. Aku sendiri sama sekali tidak punya pacar."

    "Bodoh..."

    Ciuman itu berlangsung sungguh panjang dan lama.

    Memang, waktu yang tersisa tidak banyak, tapi...mereka akhirnya dipertemukan kembali tak lama kemudian - usai suatu perpisahan yang sepertinya tak berujung.

    Xxx​

    Dua tubuh mungil dan halus lembut berpelukan di sebuah ranjang empuk. Nafas mereka tersengal-sengal. Tanpa sedikitpun benang pada tubuh mereka, udara malam terasa begitu dingin. Hanya sebuah selimut menutupi bagian-bagian pembangkit hasrat. Salah seorang bangun, tubuhnya terlihat semi-transparan, meski tubuhnya hangat dan ekspresi wajahnya sungguh cerah.

    Ia menatap sahabatnya dalam-dalam, sosok tubuh lain, seorang manusia biasa. Ia sungguh ingin menyingkap selimut itu agar dapat melihat jelas keindahan tubuh sang sahabat.

    "Aku tak boleh melakukan ini lagi....harus tahan....setidaknya sampai aku selesai mengatakan segalanya....ehem..."

    "Kamu tahu? Pada saat waktuku telah tiba, memang aku terbawa oleh sebuah sinar terang, seperti tempat yang sungguh kuinginkan. Memang, aku terbawa begitu saja kesana suatu hari, sewaktu aku tertidur. Tidak ada beban realita di sana, dan segala sesuatu terasa begitu indah, dengan berbagai orang yang begitu ramah terhadapku. Segalanya sungguh membuatku merasa senang dan nyaman..."

    "...meski demikian, aku merasakan sesuatu yang hampa, dan begitu hampa, melebihi segala yang telah kurasakan di dunia ini. Aku ingin mengeluh, tapi aku sama sekali tak bisa mengeluh, aku ingin melepaskan diri dari segala kesenanganku, namun kesenangan ini selalu ada dimana-mana. Begitu banyak dan berlimpah – sampai sama sekali kehilangan makna."

    "...sampai aku bertemu denganmu di sana. Kau begitu bersinar hingga aku sungguh ingin memilikimu, dan memelukmu erat-erat, tak akan lepaskan dirimu untuk selamanya."

    "Tapi yah...aku tahu bahwa kau yang disana bukanlah kau yang sebenarnya. Aku ingin menemui kau lagi di sini."

    Sebuah kecupan halus pada kening sang sahabat mengakhiri malam tersebut.

    "......terima kasih telah menjadi sahabatku."

    Sayup=sayup suaranya mereda dalam keheningan malam. Sang sahabat terbangun dari tidurnya. Ia menyadari bahwa ia hanya sendirian di kamarnya. Tetap terasa kehangatan yang aneh pada sekujur tubuhnya. Ia meraba keningnya, ia meraba bibirnya dan seluruh bagian tubuhnya. Terdapat sesuatu yang membekas secara permanen, namun sama sekali tak terlihat.

    Ia tahu sesuatu yang pasti.

    Pada tubuhnya, terdapat sesuatu yang sungguh basah ketika ia terbangun. Jauh melebihi masa-masa sebelumnya.

    "Bodoh...."

    Setelah mengganti celana dan kemudian membilas tubuhnya dengan shower, ia pun tertidur lagi. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia menantikan kedatangan sahabatnya. Seiring ia menanti, ia dibalut berjuta mimpi indah.

    Sang sahabat selalu tersenyum padanya, dan ia telah hidup, jauh lebih hidup ketimbang orang-orang lain yang ia kenali.

    "Aku telah mendapatkan kekuatan itu. Kekuatanku adalah dirimu."

    Sebuah pelukan hangat antara dua sahabat di bawah pohon rindang.

    Mungkin, pertemuan ini absurd. Mungkin saja, segala percakapan ini sungguh tak bernalar. Tapi tak bisa dipungkiri, mereka berdua menjalin hubungan khusus, jauh melebihi sekedar sahabat. Hubungan yang menjadi kekuatan untuk mengubah seluruh alam semesta menjadi suatu tempat yang sangat indah.

    Tenggelam dalam senyuman masing-masing, segalanya terang-benderang menuju putih, dan mereka berdua bergulir pada kebahagiaan yang akan terus berlansung, selama hubungan ini dapat terus terjaga.

    Yah...begitulah...

    Semua ini tak dapat terlukis dengan jelas, hanya melalui kata-kata.
     
    Last edited: Jan 28, 2014
  21. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Bab 8 : Pertanyaan Sederhana

    Apa yang akan kamu lakukan, bila melihat sebuah pentil menggantung di langit-langit kamar?
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.