1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

SongFic My Biggest Fault [Raisa - Apalah Arti Menunggu]

Discussion in 'Fiction' started by mikdon, Jan 20, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. mikdon Gatotkaca
    Adventurer

    Offline

    Insinyur

    Joined:
    Aug 7, 2012
    Messages:
    1,860
    Trophy Points:
    246
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +767 / -1
    [video=youtube;nx_kW1f5W6M]http://www.youtube.com/watch?v=nx_kW1f5W6M[/video]


    Telah lama aku bertahan
    Demi cinta wujudkan sebuah harapan
    Namun ku rasa cukup ku menunggu
    Semua rasa tlah hilang

    Sekarang aku tersadar
    Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
    Apalah arti aku menunggu
    Bila kamu tak cinta lagi

    Namun ku rasa cukup ku menunggu
    Semua rasa tlah hilang

    Sekarang aku tersadar
    Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
    Apalah arti aku menunggu
    Bila kamu tak cinta lagi

    Dahulu kaulah segalanya
    Dahulu hanya dirimu yang ada di hatiku
    Namun sekarang aku mengerti
    Tak perlu ku menunggu sebuah cinta yang sama

    Sekarang aku tersadar
    Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
    Apalah arti aku menunggu
    Bila kamu tak cinta lagi

    Sekarang aku tersadar
    Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
    Apalah arti aku menunggu
    Bila kamu tak cinta lagi



    ***​

    "Tok Tok Tok", sayup-sayup aku mendengar suara pintu depan diketuk. Kulihat jam dinding, baru menunjukkan pukul 5 pagi. Ah mungkin hanya perasaanku saja, siapa pula yang mau bertamu pagi-pagi buta seperti ini. Kupeluk kembali gulingku dan kupejamkan mataku kembali.

    "Ting Tong", kini suara bel yang memanggilku, Sebelum sempat aku menggerutu dari luar terdengar suara,

    "Mbak Citra, Assalamualaykum!", kini ia memanggil namaku dengan suara beratnya.

    "Waalaykumsalam. Iya sebentar!" jawabku. Aku beranjak dari kasur dan mencuci mukaku. Segera aku menuju pintu dan mengintip dari lubang pintu. Wajar saja aku mengintip, pagi-pagi buta seperti ini ada laki-laki yang bertamu ke rumahku, siapa yang tidak was-was?. Hmm sepertinya aku mengenali wajah itu, tapi sudah lama aku tak melihatnya.

    "Ada apa ya Mas?" tanyaku dari dalam pintu.

    "Saya mau mengantarkan undangan Mbak, dari Mas Vito" jawab lelaki itu.

    "Kok pagi-pagi banget sih?" tanyaku lagi sambil membuka pintu.

    "Iya Mbak, soalnya acaranya hari ini jam 9"

    "Acara? Acara apa ya?"

    "Lho, Mas Vito belum bilang ke Mbak Citra to? Hari ini Mas Vito mau menikah, Mbak" ujarnya sambil menyodorkan undangan kepadaku. Sejenak aku terdiam namun aku tetap menyambut undangan itu dari tangannya.

    "Oh aku malah baru tau dari kamu, dia nggak bilang apa-apa tuh ke aku"

    dan suasana hening seketika

    "Mmm kalau gitu saya pulang dulu ya Mbak, mau bantu-bantu nyiapin acaranya. Maaf mengganggu pagi-pagi"

    "Oke, makasih Gas, aku usahain dateng deh"

    "Makasih Mbak, permisi, Assalamualaykum". Dia pun pergi meninggalkan apartemenku.

    Aku pun menutup pintu dan duduk di sofaku. Kulihat undangan itu, Vito menikah dengan seorang gadis jogja. Aku kenal gadis ini, ia adalah teman satu kosku saat aku mengambil spesialis dahulu. Waktu itu aku akan menyelesaikan studiku, ia baru menjadi mahasiswa baru. Oh Tuhan, sungguh dunia ini begitu sempit pikirku.

    Undangan itu terlihat agak kumal. Tak terlihat seperti undangan yang baru ditulis pagi ini. Sepertinya ia sudah menulisnya sejak lama namun belum sempat, ah bukan belum sempat, namun memang tak ingin memberikannya kepadaku. Sampai-sampai harus adiknya yang mengantar di pagi-pagi buta seperti ini. Kenapa ia tak berani mengantarkan ini sendiri? Kenapa harus Bagas yang memberikannya kepadaku? Apakah ia takut bertemu denganku? Atau memang tak sudi lagi melihat mukaku? Tapi kenapa ia masih menulis namaku di undangan ini?

    Kuletakkan undangan itu dan aku menuju ke kulkas. Kuambil susu dari kulkas dan duduk di meja makan. Perlahan-lahan kutuang susu itu ke gelas besar favoritku.

    Apa ia tak mau lagi menungguku? Mengapa ia menikahi gadis lainnya? Salahkah aku jika aku ingin menjadi wanita karir seperti impianku?


    ***​

    Begitu banyak pertanyaan yang mengawang di pikiranku. Teringat di masa itu, masa putih abu-abu. Ketika ia menyatakan cintanya kepadaku, aku sangat gembira. Dibalik tubuh gempalnya tersimpan kelembutan hati seorang ayah yang selalu kuimpikan menjadi sifat pasanganku. Teringat pula masa-masa ketika kami masih baru jadian. Berbagai respon menghinggapi hubungan kami. Mulai dari yang mendukung, menolak bahkan ada mantanku yang masih tidak terima aku jadian dengan Vito. Kalau saja aku jadi Vito, sudah kuhantam mukanya dengan tinjuku ketika ia mencoba menciumku di depannya. Laki-laki mana yang tidak marah ketika pacarnya mau dicium oleh lelaki lain? Namun sungguh ia bisa menjaga emosinya. Ia menarikku perlahan, menahan laki-laki itu dan membisiki kupingnya. Lelaki itu pun pergi dengan muka merah, entah marah atau malu.

    "Besok lagi lebih hati-hati ya Cit, laki-laki kayak dia memang susah diprediksi"

    aku mengangguk pelan

    "Atau kamu mau belajar bela diri? Biar kamu bisa jaga diri kalau nggak ada aku?"

    "Nggak usah Vit, makasih"

    Sungguh. Ia adalah laki-laki paling pengertian dan peka yang pernah kutemui. Aku sangat mencintainya saat itu. Hingga saat kami melakukan hubungan jarak jauh pun, dia masih sering mengunjungiku. Jogja - Surabaya menurutku bukanlah jarak yang bisa dianggap dekat. Aku mengejar impianku menjadi seorang dokter di sebuah universitas negeri ternama di Jogja. Sedangkan ia memilih kuliah di Surabaya agar lebih dekat dengan neneknya yang sudah uzur. Memang, ia kuliah di kampus swasta yang banyak orang pandang sebelah mata. Namun begitu sayangnya ia dengan neneknya, sampai-sampai ia melepas kesempatannya menjadi insinyur di institut mantap di Bandung hanya untuk menemani neneknya yang telah berjasa menyekolahkan ia dari SD hingga SMA.

    "Kamu nggak nyesel? Banyak lho orang yang mimpi diterima di Institut itu, tapi nggak keterima akhirnya"

    "Nggak Cit. Toh, dengan begini aku masih bisa menjadi insinyur sambil menemani nenekku. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui lah, hahaha"

    "Padahal kamu udah ditawari beasiswa sampe lulus kan?"

    "Iya, hehehe"

    Itulah percakapan langsung terakhirku dengannya di Stasiun Tugu Jogjakarta. Itulah terakhir kalinya ia mengunjungiku ke Jogja.

    ***​

    "Vit, aku kepengen fokus menjadi dokter, please jangan ganggu aku dulu"

    "Tenang Cit, aku ngga bakal ganggu kamu kok"

    "Tapi ngga bisa Vit, jadi dokter itu susah, aku butuh konsentrasi full"

    "Terus maumu gimana? :)"

    "Kita putus aja Vit, please"

    "Aku nggak bisa memaksamu Cit, tapi kalau aku boleh menyarankan, kita masih bisa melanjutkan ini"

    "Maaf"

    Bukan salahku jika aku ingin mengejar mimpiku menjadi dokter. Bukan salahku juga jika aku ingin fokus menyelesaikan studiku. Terserah apa yang orang bilang, aku tak peduli. Yang penting aku menjadi dokter. Tidak ada yang salah dengan itu. Itulah pikirku dulu.

    Sejak saat itu, ia masih sering menghubungiku. Mengucapkan selamat pagi, Menanyakan apa kabarku, Bercerita tentang kesehariannya, Menanyakan tentang hariku, namun aku tak pernah meresponnya. Ayolah, apa kau tak paham Bahasa Indonesia? Tinggalkan aku! Aku ingin menyelesaikan studiku tanpa gangguanmu! Kepedulianmu itu mengganggu konsentrasiku!

    Seminggu berlalu, ia masih terus mengirimiku sms-sms itu. Namun ia tak pernah sekalipun menelponku, khawatir itu akan menggangguku.

    Sebulan berlalu, ia tetap mengirimiku sms-sms itu, namun dengan intensitas yang lebih jarang daripada sebelumnya.

    Setahun berlalu, ia sesekali menghubungiku, namun tetap tidak kubalas.

    Hingga ketika aku sudah meraih gelar spesialisku, ia menceritakan neneknya meninggal dunia. Akupun melunak dan mengirimkan sms bela sungkawa. Tak ada keinginan untuk menelponnya apalagi melayat ke Surabaya. ia pun menceritakan akan bekerja di luar negeri sebagai staf ahli perusahaan pertambangan. Dia berkata dia masih mencintaiku. Ia menantiku di Bandara Adisucipto, Jogja. Ia sengaja mampir ke Jogja untuk berbicara denganku.

    "Aku mau berangkat ke Qatar hari ini. Dari Surabaya, aku mampir dulu di Jogja 5 jam. Maaf nggak bisa ke tempatmu, bawaanku banya banget, aku berangkat sendiri. Oh iya, Aku menunggumu, Cit. Jika kau masih mau membuka hatimu untukku, datanglah. Aku menantimu di depan bandara :)"

    begitulah pesan singkat yang kubaca. Bodohnya aku saat itu, aku sama sekali tidak ada passion untuk menemuinya. Padahal ia begitu bersemangat untuk berbicara denganku, menantiku membuka hatiku kembali. Entah kenapa saat itu aku benar-benar menutup hatiku. Bukan karena pria lain, tapi untuk mengejar karir yang lebih tinggi, tinggi dan lebih tinggi lagi.

    30 menit sebelum keberangkatan, hpku bergetar, itulah pertama kalinya ia mencoba menelponku sejak aku memutuskannya di waktu itu. Aku pun mengangkatnya karena kebetulan aku sedang istirahat.

    "Halo Cit"

    "Halo Vit, gimana?"

    "Kamu dimana?"

    "Lagi di kantin, istirahat. Ada apa?"

    "Oh, nggak apa-apa. Aku pikir kamu lagi perjalanan kesini, hehe"

    "Maaf aku sibuk"

    "Iya nggak apa-apa. Cit aku mau ngomong"

    "Apa?"

    "Maaf kalau selama ini aku sering mengganggumu dengan sms-smsku. Aku sungguh masih menantimu. Tapi jika memang kamu sudah menutup hati untukku, semoga kelak kau temukan laki-laki yang mampu membahagiakanmu lebih daripada aku. Terima kasih sudah mewarnai hari-hariku. Kamulah yang membuatku terpacu untuk mengejarmu. Kupikir dengan menjadi laki-laki yang selvel denganmu kau mau membuka hatimu kembali."

    "..................."

    "Kok diam Cit? Ini masih nyambung kan ya?"

    "Iya kok nyambung. Aku ndengerin"

    "Citra"

    "Ya?"

    "Kamu mau menikah denganku? Aku akan kembali ke perusahaan lamaku, membatalkan perjalanan ini. Kamu nggak perlu bekerja, tabunganku sudah lebih dari cukup untuk membuka usaha baru untuk kita kelola bersama. Gimana?"

    "Vito, maaf. Sekali lagi maaf. Menjadi dokter adalah impianku sejak kecil. Bagaimana bisa kau ingin membahagiakanku tapi memintaku memupuskan impian yang sudah kubangun susah-susah?!?"

    "Ya udah Cit, aku juga nggak maksain kok. Kalau memang ini jawabanmu, selamat tinggal"

    ***​

    Tak terasa kini usiaku udah 35 tahun. Memang aku sudah menjadi dokter spesialis ternama di Jogja, namun aku merasa ada yang kurang lengkap sebagai manusia. Adikku, Saskia bulan lalu baru saja menikah dengan teman SMAnya. Usia Saskia memang baru 25 tahun, namun suaminya sudah punya pekerjaan yang lumayan. Memang jauh dibandingkan dengan penghasilanku saat ini, tapi Saskia terlihat sangat bahagia. Entah apa yang kupikirkan saat itu. Seandainya saja waktu itu aku mau menjadi istrinya, tentu aku akan lebih bahagia dari Saskia.

    Kunyalakan TV untuk menenangkan pikiran. Susu di gelasku pun kubawa serta. Aku menekan nomor asal di remoteku, dan di channel itu sedang diputar lagu dengan suara yang indah. Entah siapa nama penyanyinya, aku tak tahu. Aku jarang sekali menonton televisi.

    " ...... Sekarang aku tersadar, cinta yang kutunggu tak kunjung datang. Apalah arti aku menunggu bila kamu tak cinta lagi..... "

    Ah. Liriknya mungkin menggambarkan perasaan Vito waktu itu. Hahahaha, bodohnya aku yang tak peka akan hal itu. Kulihat jam dinding kini sudah menunjukkan pukul 8. Sepertinya aku harus bergegas menuju pernikahan Vito. Aku ingin memberikan selamat padanya dan hanya satu pinta doaku :

    "Tuhan, bahagiakanlah dia dan istrinya melebihi ia kebahagiaan yang akan kudapatkan jika saat itu kami bersatu"


    mohon kritik dan sarannya :hmm:
     
    • Like Like x 9
    Last edited: Jan 20, 2014
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. 8lu35ky Members

    Offline

    Joined:
    Jul 13, 2009
    Messages:
    9
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +2 / -0
    cukup menggambarkan fakta yang ada saat ini... bagus
    dan untuk siapapun yang hidupnya seperti ini atau mengarah ke sini, tolong dipertimbangkan lagi. sia sia sekolah lama, bahkan hingga spesialis, jika tidak menyadari bahwa batas usia optimal untuk memiliki anak adalah 35 bagi wanita.
     
  4. mikdon Gatotkaca
    Adventurer

    Offline

    Insinyur

    Joined:
    Aug 7, 2012
    Messages:
    1,860
    Trophy Points:
    246
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +767 / -1
    terima kasih sudah mampir membaca karya ane dan memberikan pesan di dalamnya :hmm:
     
  5. _akbar Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 3, 2012
    Messages:
    133
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +4 / -0
    Ceritanya ringan dan menarik.
    Vito telah menunjukkan besarnya cinta dia kepada Citra, tapi entah apa yang dipikirkannya Saya masih tidak mengerti?
    Menyiayiakan seorang yang telah lama menunggunya!
    Kisah selanjutnya kalau boleh Songficnya Raisa, Terjebak Nostalgia atau Cinta Sempurna.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.