1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Melawan Kematian

Discussion in 'Fiction' started by chus, Jan 13, 2014.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. chus Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 17, 2011
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +24 / -0
    Lama ndak nge-post. Kali ini, aku berbagi cerpen tentang kematian. Silakan menikmati bacaan ini :ogcute:


    Tak pernah kuduga sebelumnya bahwa aku akan bertarung mati-matian dengan Kematian. Kugunakan satu tanganku untuk menghela tongkat maut Sang Kematian yang siap terayun dihadapanku. Entah siapa atau apa yang membuat tongkat maut yang berbentuk seperti gigi-gigi kunci itu tetap berdiri angkuh meski Sang Kematian tak memegangnya. Ia seharusnya tahu aku tak akan kalah dengan mudah, aku belum ingin mati. Ia menyipitkan matanya seperti mendengar apa yang aku pikirkan. Ini jelas tak adil, ia pasti mengerti serangan apa yang akan aku gunakan untuk melawannya, menyingkirkannya dari hadapanku untuk tiga bulan kedepan. Ya, aku hanya butuh waktu tiga bulan untuk menyelesaikan urusanku, lalu aku akan pasrah pada Kematian. Tapi, aku memang sial, Kematian tak mau mendengar omonganku sama sekali. Mungkin karena ia tak pernah hidup maka ia tak mengerti urusan orang hidup yang perlu penyelesaian.

    Bukankah dengan berserah diri padaku, masalahmu akan segera selesai? Tak ada yang perlu kau pikirkan lagi. Aku yakin suara itu berasal dari Sang Kematian meski aku tak melihat ia memiliki mulut. Kepalanya yang besarnya dua kali lipat besar kepala manusia hanya didedikasikan untuk satu bola mata saja. Ia tak berleher dan memiliki 4 tangan tanpa kaki. Bentuk badannya tak terlihat, setiap ia bergerak, kabut tebal selalu menutupi badannya. Aku pikir, bisa jadi ia tak memiliki badan. Lalu bersambung ke mana keempat tangan itu? Entahlah!

    Aku mencibir,
    "Coba saja hidup sekali, kau akan tahu ada masalah yang harus diselesaikan dengan tetap berada, bukannya pergi. Dan tidak semua masalah akan terselesaikan dengan kematian."

    Aku mendengar suara tawa menggelegar di ruangan ini, di kamar kos ku yang hanya berukuran 3x3 m. Gendang telingaku seperti mau pecah, rasanya seperti banyak paku masuk ke dalam telingamu dan memaksa masuk tanpa kompromi. Tubuhku bergetar mendengar gelegar tawanya. Seharusnya Kematian tak semenakutkan ini!

    Masih jelas dalam memoriku ketika aku masih kecil. Aku tahu dari guru ngajiku bahwa jika kita adalah manusia yang berlaku baik selama hidup dan terus menjalankan ibadah, maka ketika Sang Kematian datang, ia akan datang dengan cara yang baik, dengan cara yang halus. Aku ingat benar apa yang dikatakan guru ngajiku itu.

    Tapi, apa ini? Kenapa ia datang dengan bentuk yang menyeramkan dan menakutkan seperti ini? Kenapa ia sekasar ini? Bukankah selama ini aku hidup dengan baik? Bukankah aku menyembah Tuhannya dengan baik pula? Kenapa ia mendatangiku tanpa sopan santun seperti ini? Seharusnya aku mengajukan protes pada Tuhan mengenai utusannya ini, bahwa ia telah melakukan tugasnya dengan tidak benar.

    Suara terkekeh yang sinis menguasai kamarku. Aku menggenggam erat pisau yang sedari tadi aku gunakan untuk membela diri, menghalau serangan-serangan Sang Kematian.

    Kau bilang kau berbuat baik dan beribadah dengan benar selama ini? Duh, sombong sekali kau. Apa pantas seorang sombong mengadukan protes pada Tuhan? Manusia! hahaha...

    Nyaliku ciut, tapi aku tak mau hidupku berhenti meninggalkan masalah di umur 23 tanpa penyelesaian. Semakin erat kugenggam pisau di tanganku.

    Tak mau menyerah kau rupanya. Padahal aku tahu, apapun yang kau lakukan hasilnya akan tetap sama saja. Kau tak bisa mengalahkan kematianmu: Aku.

    Bisa! Tentu saja aku bisa. Memang kau pikir Tuhan selalu memihak padamu? Jangan merasa menang. Kau mungkin lupa, bahwa Tuhanmu adalah Tuhanku juga. Pergi kau dari sini Kematian sialan! Aku mengumpat tanpa menyuarakannya. Sebab, menyuarakannya akan membuatku seperti orang gila bagi manusia diluar kamarku. Sang Kematian ini harus segera pergi!

    "Tok tok tok!" Ketukan terdengar dari luar kamarku. Aku terkejut menatap pintu dan sesekali mengalihkan pandang pada Kematian, memastikan ia tak mencuri kesempatan untuk mengayunkan tongkat mautnya padaku.

    "Tok tok tok!" Suara ketukan itu lebih keras.

    "Kau di dalam kan, Bram?" Suara seorang perempuan yang aku kenal berseru berbarengan dengan pintu yang terbuka. Sial! Aku lupa mengunci pintu gegara Kematian lebih dulu datang. Sial!

    "Apa yang sedang kau lakukan?" Diana terkejut mendapatiku berdiri dengan posisi siap menyerang dengan pisau. Aku melihat pada Sang Kematian, meski ia tak mempunyai mulut, tapi matanya satu-satunya menyiratkan bahwa ia girang tiba-tiba. Aku was-was.

    "Jangan melakukan hal-hal bodoh. Letakkan pisau itu. Kau sudah berjanji padaku kalau kau akan bertanggung jawab dengan janin di perutku ini, bukan? Kau sudah berjanji untuk menemui orangtuaku untuk bertanggungjawab atas apa yang kita lakukan, bukan? Jangan melakukan hal gila. Jangan membuatkku harus menanggung ini seorang diri. Kau berjanji untuk segera menikahiku. Jangan membuatku malu seorang diri!" Diana menghujaniku dengan penyelesaian yang harus aku lakukan, rencana penyelesaian yang aku simpan sampai aku berani melawan Kematian saat ini.

    Oh... Kau benar-benar manusia yang berbuat baik selama hidup ya? Hahaha... Kematian mengejekku kali ini.

    "Aku tahu. Aku akan melakukannya. Sekarang keluarlah. Nanti aku akan menemuimu." suaraku bergetar ketika mengatakannya pada Diana. Tapi, wajahnya justru bertambah keras.

    "Apa sih yang kau katakan? Sekarang juga kau harus ikut pulang denganku ke Semarang. Aku tak mau menunggu lagi!" Diana bersikeras.

    Sedang aku semakin was-was, ada kematian di sini!

    Memang ada aku, Bocah. Lagi-lagi ia mendengar pikiranku. Kurang ajar!

    Jika kau membunuh kematian, kau yang mati. Mungkin ini menyalahi tugas dan akan membuatku diberhentikan sementara untuk mengambil jiwa yang lain. Tapi kupikir itu tak masalah. Sebab, aku ingin memberimu pelajaran, bahwa kematian tidak bisa kau lawan. Setelah suara itu bergema di kamarku, Sang Kematian melirik ke arah Diana lalu mengayunkan tongkat mautnya pada Diana. Aku panik. Tanpa pikir panjang, aku menancapkan pisau kepada Sang Kematian, ke arah yang kupikir letak jantung nya berada. Ayunan tongkat mautnya terhenti, ia menatapku dengan girang. Bocah pintar! katanya. Aku tertegun. Lalu, ia menghilang.

    Aku terduduk. Lega. Akhirnya Kematian pergi juga dari kamarku. Kutatap Diana yang berdiri mematung di depan pintu, kedua tangannya menutupi mulut, matanya mengatakan bahwa ia sangat terkejut, khawatir dan takut.

    "Sudah tidak apa-apa, aku akan menyelesaikan urusan kita," kataku pelan sambil tersenyum. Penglihatanku mulai kabur, mungkin ini akibat kelegaan yang terlalu menguasaiku. Tapi, sebelum aku kehilangan kesadaran, suara terngiang di telingaku: kau tak akan bisa melawan kematian. Aku menunduk, kulihat pisau tertancap di dadaku.
    "Penipu licik!" umpatku di akhir kesadaran.
     
    Last edited: Jan 14, 2014
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. orange_doughnut M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Dec 28, 2013
    Messages:
    1,738
    Trophy Points:
    57
    Ratings:
    +427 / -0
    hmm, good story :top:

    secara keseluruhan, penulisannya cukup bagus dan mengalir lancar. dialog antara kematian ama si aku jg nyambung. beberapa yg mgkin jadi perhatian adalah:




    Kepalanya yang besarnya dua kali lipat besar kepala manusia hanya didedikasikan untuk satu bola mata saja. Ia tak berleher dan memiliki 4 tangan tanpa kaki. Bentuk badannya tak terlihat, setiap ia bergerak, kabut tebal selalu menutupi badannya.


    pendeskripsian si kematian aku suka. bisa ngebayangin bentuk monsternya lah secara makroskopis. tapi, pas baca kalimat ini:

    ...ia tak mencuri kesempatan untuk mengayunkan tongkat mautnya padaku.


    aku jadi heran bin aneh. kenapa tiba-tiba ada tongkat disini? dimana letak tongkat tsb? apa ditangan atau melayang gt aja diudara.

    iya, iya. aku jg asumsi bakalan ada ditangan. tapi, pas bagian pendeskripsian karakter si kematian, gk ada disebut2 tongkat maut itu kan? :hmm:

    jadi, aneh aja. coba klo pas pendeskripsian paragraf itu ditambahkan jg pendeskripsian tongkat itu bentuknya, ada dimana, dan fungsinya jg. aku tau jg sih kyknya bakalan untuk nyabut nyawa manusia, tapi klo gk dijelasin dengan gamblang alias vague, pembaca bakalan gk ngerti jg, kenapa si aku menghindar dari tongkat si maut.

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    terus kalimat ini jga:

    Ia menyeringai seperti mendengar apa yang aku pikirkan.


    trus aku baca kalimat di paragraf selanjutnya:

    Sang Kematian meski aku tak melihat ia memiliki mulut.


    pertanyaanku: gimana sih aku bisa melihat si kematian menyeringai klo gk punya mulut? :dead:

    ------------------------------------------------------------------------------------------

    nah, disini aku asumsi build charanya masih agak mess jg, masih blum direncanain dengan matang. klo terdapat inkonsistensi satu dua/gk ngaruh ke plot sih masih gk masalah, tapi kadang2 kesalahan kecil itu jg bisa jadi besar kan?

    ------------------------------------------------

    selanjutnya, kalimat ini jga:

    Tanpa pikir panjang, aku menancapkan pisau kepada Sang Kematian tepat mengenai jantungnya.


    trus baca kalimat ini:

    Bentuk badannya tak terlihat,...


    sharusnya, kalimat pertama yg ada kata 'tepat mengenai jantung' itu miss bgt. soalnya, badan si maut gk keliatan kan?
    yah, paling gk bilang hilangin kata 'tepat'nya, yg bikin seolah2 akunya bener2 yakin disitu lokasi jantung si maut.

    bisa digantikan dengan kata 'kira-kira letak jantungnya' sehingga gak ada kesan si akunya emg yakin banget jantung si maut ada disitu, karena dari awal, bentuk badan si maut gk keliatan kan?.

    selain itu, aku suka. :nice:

    --------------------------------------------------------------------------------

    lanjut ke aspek cerita:

    secara keseluruhan jga, aku suka dengan storynya. singkat, padat, dan bisa mengungkapkan maksud tersirat yg penulis ingin sampaikan.

    +2 klo aku blg mah ini.

    trus pikiran naive sih aku yg selalu berpikir dia berbuat baik itu jg :top:

    tapi, yg aku agak aneh dikit sih, gimana bisa si aku bisa ngelawan si maut hanya dengan bermodalkan pisau doang? :swt:

    geh, jadinya aku mikirnya ini si maut apa bener2 dewa maut atau cuman cap kw doang? masak ngelawan manusia yg bawa pisau ketakutan doang kyk gitu? :lol:

    ---------------------------------------------------------------------------------------------------

    trus, pas kalimat ini aku agak bingung:

    Mungkin ini menyalahi tugas dan akan membuatku diberhentikan sementara untuk mengambil jiwa yang lain. Tapi kupikir itu tak masalah. Sebab, aku ingin memberimu pelajaran, bahwa kematian tidak bisa kau lawan.


    dia kenapa menyalahi tugas? bukannya si aku mati jg ya akhirnya? apa karena ada aturan harus pake tongkat gitu untuk ngebunuh manusia?

    ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    trus endingnya, aku nanya aja sih ini:

    kenapa dibikin si aku mati ya?

    soalnya aku mikirnya mah, di ending si ceweknya yang mati.

    kronologisnya, si aku nikam si maut, tapi karena badan si maut tembus pandang, maka pisaunya pun melancar ke perut ceweknya. Baaam!!.

    si aku jadi trauma, ceweknya mati dibunuh oleh tangannya sendiri, diapun akhirnya bunuh diri karena gk bisa menahan beban ini :yahoo:


    nah kan, pekerjaan dewa maut selesai jga? :lol:






    itu aja, yg lain oke kyknya.

    8/10 :top:

    klo ada waktu, bisa mampir ke lounge jg kk...:lalala:

    hee~, udh satu tahun lbh jg ya gk ngepost lagi kk :hmm:
    ssepuh ini dibandingin ama aku yg baru gabung :lol:
     
    Last edited: Jan 14, 2014
  4. chus Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 17, 2011
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +24 / -0
    Terima kasih sudah mampir dan memberikan koreksi.
    Duh, agan ini benar-benar pembaca yang teliti, ya..
    Sudah saya edit tulisannya, sekali lagi benar-benar membantu koreksinya :D

    Lalu, menjawab pertanyaan
    Kalo yang aku pikirin sih, namanya dewa kematian ya gk akan bisa dibunuh, kan dia bukan manusia. Jadi, ini bukan karena takut tentu saja, tetapi karena Kematian mengulur waktu dan ingin melihat seperti apa sih si aku ini.

    terus untuk pertanyaan
    Aku ndak mau bikin cerita ini jadi seperti alur sinetron :peace:

    Terima kasih atas kritik dan sarannya :)
     
  5. orange_doughnut M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Dec 28, 2013
    Messages:
    1,738
    Trophy Points:
    57
    Ratings:
    +427 / -0
    gak kok. aku kurang kerjaan aja sih sebnarnya :lol:

    ooo~, benar jg ya, bisa diterima :top:


    alur sinetron? aku gk pernah nntn sinetron lagi sih.

    tapi, emang endingnya jadi gk ketebak sih. aku awalnya emg mikir si cewk yg mati, ternyata cowoknya.

    yah, ending yg ini jg bagus, gk terlalu over drama klo dibandingin ama yg alternative ending yg satu lagi tadi.


    :oghormat:

    ditunggu next story nya kk :lalala:
     
  6. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    si diana bisa melihat si kematian kagak ?
     
  7. chus Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 17, 2011
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +24 / -0
    gk bisa, makanya dia sama sekali gk nyinggung Kematian. yang dia pikir mereka cuma berdua di kamar itu, makanya dia cuma ngomong sama Bram. Makanya juga, dia terkejut banget waktu tiba-tiba Bram mengarahkan pisaunya ke udara kosong yang kemudian malah menusuk dirinya sendiri tanpa sadar
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.