1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Serial igun!

Discussion in 'Fiction' started by argunpunk, Dec 18, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. argunpunk Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 17, 2010
    Messages:
    10
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +2 / -0
    permisi para mastah sekalian. newbie numpang sharing cerpan nih. monggo dikoment hehehehehe


    sedikit sinopsis :

    Kisah ini adalah tentang seseorang yang bernama Igun. Laki-laki yang memiliki lika liku hidup. Cinta sma hingga sekarang terus membayanginya. Kenapa bisa seperti itu? Dan apa yang akan dilakukan Igun? Banyak konflik yang terjadi dan banyak cara-cara yang dilakukan Igun. Mengambil setting cerita di kota kecil disumatera utara, tebing tinggi (2 jam perjalanan dari Medan) dan masa sma di awal tahun 2000 an. Cerita ini berseri aka bersambung. Monggo dibaca gan....

    ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------




    25 november 2013, malam hari

    Sepucuk surat undangan reuni dalam genggamanku. Acara kumpul-kumpul alumni smu negeri 1 tebing tinggi yang akan diadakan akhir minggu ini. Tidak ada keinginan terbersit dihatiku untuk menghadirinya sebelum aku melihat satu deret nama yang membuat semuanya menjadi bimbang.

    "Oi, jadi datang?" Sapa Amar membuyarkan lamunanku.

    "Maksudnya datang ke reuni?" Jawabku sambil tanganku meletakkan undangan itu dimeja.

    "Yup" singkat Amar.

    "Belum tau" jawabku.

    "Apa karena dia ada disana? Sebagai sekretaris ya?" Tanya teman sekosku dan juga sama-sama tamatan smu negeri 1 tebing tinggi angkatan 2003.

    Aku hanya diam. Pura-pura tidak mendengarkan.

    "Udah datang aja. Belum tentu dia juga datang. Sekretaris kan tuk kelangsungan acara tidak ada kewajiban tuk hadir, ya kan?"

    Aku masih diam menimbang segalanya. Bagaimana kalau yang dikatakan Amar benar dan bagaimana pula kalau yang dikatakan Amar salah. Jika aku datang dan dia ada disana, maka canggung rasanya. Apa aku mampu menatap kembali wajahnya setelah sekian lama terpisah?

    "Lebih baik kau memberanikan diri. Ini adalah kesempatan emas menunjukkan padanya bahwa dirimu bisa survive tanpanya." Tegas Amar.

    "Jangan pernah lari lagi gun" Amar menepuk bahuku sambil berlalu ke dapur.

    Kuhela nafasku. Menderu. Kuambil kembali undangan itu. Apakah aku harus datang atau menghindar seperti yang selama ini aku lakukan? Apakah aku pantas untuk bertemunya saat ini? Apakah aku siap? Ahhh.... Kepalaku pusing memikirkannya. Ada benarnya apa yang dikatakan Amar, aku harus berani. Berani. Yup berani. Beranikah? Hadeuhhh.....

    Pikiranku terlempar ke satu dekade yang lalu ....

    ******************************

    Chapter I : SEGALANYA BERMULA


    10 agustus 2002, smu negeri 1 tebing tinggi di kelas III IPS 2, istirahat 1


    "Udah siap cerpenmu untuk mading musholla gun?" Amar menanyakan janjiku seminggu yang lalu.

    "Udah. Nih" aku memberikan kertas double folio sebanyak 2 lembar yang kukeluarkan dari saku bajuku.

    "Woi, ini cerpen apa novel, panjang amat" sentak Amar.

    Aku hanya tersenyum. Aku masih asyik membaca manga detective conan ditanganku.

    "Ceritanya tentang apa nih? " Tanya Amar sambil membuka dan membaca judul cerpenku yang berjudul "mentari kian bersinar"

    "Standard cerita zaman sekarang. Anak sma. Yang ceweknya belum berhijab, jumpa dengan cowok majelis ta'lim kayak kita-kita inilah. Hehehe " tawaku.

    "Terus?" Tanya Amar sambil matanya terus menelusuri huruf demi huruf dalam tulisanku. Mudah-mudahan dia bisa membaca tulisan tanganku.

    "Ya akhirnya mereka menikah dan punya anak" jawabku sekenanya.

    "Hah?!"

    "Ya elah bro. Serius amat. Nggak lah. Ceweknya memutuskan berhijab. Sebelumnya ada konflik diantara mereka baik secara pribadi, hati sampai dengan keanggotaan anak emte lainnya" jelasku. Sedikit serius.

    "Hmmm.... Ntar aku bicarain sama anggota mading yang laen apa layak atau nggak" putus Amar

    Aku mengangguk.

    "Eh katamu kemarin mau ngasih cerita yang dimimpimu, mana? Berapa kali kau mimpiinnya? Sepuluh hari dalam 2 minggu?"

    "Nah, itu yang ente pegangkan memang itu. Cemananya?" Kesalku.

    "Owhhh ..... Jadi ini berdasarkan mimpi" Amar melipat kertas yang kuberikan dan memasukkan kedalam saku bajunya.

    Suasana pagi ini memang sedang senggang didalam kelas. Maklum, penerimaan siswa baru. Sebenarnya aku dan Amar adalah anggota OSIS mewakili dari majelis ta'lim tapi kami memilih istirahat dikelas daripada diuber-uber adik kelas meminta tanda tangan. Berbeda dengan anak-anak lainnya menggunakan waktu ini untuk tebar pesona ke siswi baru, siapa tau ada yang nyantol.

    "Eh jadi itu yang namanya indah?" Tanya Iwan pada Dian. Selain Iwan dan Dian ada Rendi dan Adi yang duduk tak jauh dari mejaku. Mereka baru saja masuk bersama-sama kedalam kelas.

    "Iya. Gimana? Cantikkan?" Jawab Dian bangga.

    "Dirimu memang paling pande lah milih yang bening-bening" timpal Rendi.

    Kulihat senyum mengembang di wajah Dian.

    Siapa yang tak tertarik dengan Dian. Wajah kearab-araban dan kepintarannya mengolah sikulit bundar selalu mendapatkan nilai lebih dari wanita-wanita disekolah ini. Bukan hanya itu saja, Dian juga sering berkunjung kemusholla untuk sholat dan yang paling membuat wanita penasaran ingin menjadi pendampingnya, dia masih jomblo. High quality jomblo! Pernah sih, aku melihat Dian mendekati windi, si bunga sekolah, tapi sepertinya Windi lebih memilih fokus sebagai sekretaris OSIS plus pacarnya ketua OSIS, Ridho. Setelah cinta Dian pupus malah membuat Dian semakin bersinar. Terbukti Dian terpilih mewakili tebing tinggi untuk seleksi masuk ke tim sepak bola PSMS medan di medan.

    "Ngomong-ngomong, si indah kelas berapa? Koq aku gak pernah liat?" Tanya Iwan.

    "Woooo....." Sorak mereka serempak.

    "Kemana aja lu" ledek Iwan.

    "Indah itu anak kelas II. Cuman baru sekarang aja kena radarnya dian" sambung Iwan.

    "Sialan " singkat Dian.

    "Indah memang anak kelas II. Selama ini kita sulit melihat potensi anak kelas I saat kita kelas II karena kelas kita saling berjauhan terpisah lapangan upacara segede stadion itu." Tambah Dian.

    Aku masih menguping dan tidak beranjak dari dudukku. Begitu juga Amar yang kali ini sibuk melihat-lihat komik detective conan yang jadi bacaan favoritku dikala senggang. Entah apa sebabnya aku menjadi tertarik dengan obrolan mereka.

    "Udah ikut nimbrung aja disana" sindir Amar yang menangkap basah diriku mendengarkan pembicaraan mereka.

    Aku tidak menanggapi sindiran Amar. Telingaku kupasang baik-baik mendengarkan pembicaraan keempat orang itu yang dikenal dengan "gear gank".

    "Jadi apa aja yang udah kau tau tentang indah yan?" Selidik Rendi.

    "Alamat rumah, pulang naik apa, teman-temannya dan masih banyak yang lainnya" jawab Dian.

    "Nama panjangnya siapa yan?" Kali ini Adi bertanya.

    "Men-ta-ri In-dah. Mentari indah" jawab Dian.

    "Eh jangan yang itu" spontan aku berkata yang mengagetkan keempat orang bersahabat itu.

    "Kenapa jangan gun?" Dian nanya berbalik. Semua mata tertuju padaku.

    "Eh nggak. Hehehe" aku mencoba menghindar. Mereka tidak bertanya lagi dan tenggelam kembali dalam pembicaraan mereka.

    Jantungku berdegub dengan kencang. Masih penuh tanda tanya dengan nama yang kudengar barusan. Mentari indah. Itu kan nama karakter cewek dicerpenku. Dan cerpen itu adalah gambaran dari mimpi-mimpiku selama ini. Apa memang benar ada sosok itu didunia nyata? Atau itu hanya kebetulan? Hah, bisa gitu ya?

    "Rencananya hari ini aku ngantar pulang indah. Setelah kita beres beres untuk 17 an dan dia menyelesaikan lomba debat kelas" kata Dian menutup pembicaraannya.

    "Dan kalian laki-laki satu kelas harus ikut semua ya. Kau dengar kan gun?!" Kata Dian sambil menatapku. Lagi-lagi jabatan ketua kelas digunakannya untuk menghimpun kekuatannya dan tentunya dia lebih fokus padaku yang paling males bergerombolan kayak mau tawuran gitu.

    "Ohhh .... Hari ini ya" batinku.
    Jadi penasaran, apa memang hanya kebetulan namanya saja atau memang ada didunia nyata. Benarkah dia adalah indah seperti sosok dalam mimpiku.

    (Bersambung.......)
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    ooo, teen-lit :matabelo:



    :top:

    oke, hmm, kyknya seputar kehidupan sekolah ya?

    organisasi masjid ya? nostalgia bgt, aku dulunya juga rohis sih pas sma.

    untuk cerita:

    aku cuman nanya kenapa di flaskback?

    soalnya, klo aku baca summary sih, ini bakalan jadi kisah cinta sma kan? klo konfliknya kebanyakan di sma sih aku rasa flaskback di atas gak terlalu berguna.


    selanjutnya, klo saran aku sih, di postnya setelah satu bagian selesai gitu. maksudnya, bersambung iya, tapi jangan bersambungnya bersambung yg masih jalan ceritanya itu.

    jadi, kyk di bikin part2 gitu supaya lbh mudh untuk dibaca nanti.


    dan ceritanya jga di spoiler ya?.
     
  4. argunpunk Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 17, 2010
    Messages:
    10
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +2 / -0
    terima kasih gan sebelumnya telah berkunjung dimari. hehehhe

    sebenarnya inti ceritanya dimasa sekarang gan. jadi perlu flashback untuk penguatan cerita karena berhubungan apa yang sekarang terjadi dengan masa lalu.


    memang ceritanya bersambung gan tapi jalan ceritanya beda koq. jadi chapter terdiri dari beberapa part gitu gan. hehehe...
     
  5. argunpunk Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 17, 2010
    Messages:
    10
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +2 / -0
    SERIAL IGUN! : Chapter I (part 2)

    masih chapter 1 bagian 2

    "Kakak janji ya jagain Indah dalam keadaan apapun?!" Gadis itu menatapku dengan tajam. Dibalik kacamatanya.

    Aku hanya diam. Terpaku. Hanya mampu memandang dengan suasana yang semakin gelap.

    Hujan pun turun. Membasahi aku, dia dan benda-benda disekitar kami. Suara langit diwakilkan guntur petir yang silih berganti. Pandanganku mulai tampak kabur dengan baluran air hujan. Indah masih berdiri lima langkah dariku yang termangu.

    "Kak? Jawab kak?" Bentak Indah.

    Pijakanku mulai bergoyang. Gempa. Mungkin kah? Bukannya gempa tak mungkin bersamaan dengan turunnya hujan? Namun goyangannya semakin terasa membuat aku terjatuh. Begitu juga dengan Indah. Tangannya seakan ingin meraihku yang semakin berjarak dengannya.

    "Kenapa aku harus berjanji?" Kata itu teruntai dari bibirku.

    "Tidak ada alasan. Hanya berjanji saja kak!" Jawabnya.

    Hembusan angin sudah tidak bersahabat. Menerbangkan segala yang dilaluinya. Pusaran angin puting beliung terbentuk sejauh mataku memandang. Apa yang terjadi? Apa ini yang disebut kiamat? Retakan tanah menggeretak menyusupkan apa-apa yang ada diatasnya. Raihan tangan Indah menyentuh ujung jari tengahku. Posisinya sudah berbeda. Tanah yang mulai retak dan amblas kebawah, membuat aku seperti berada diatas dan Indah dibawah. Saling menjangkau menghantarkan telapak tangan, berusaha berjabat tangan. Tak bisa.

    Mata indah itu menatapku nanar. Buliran air mengalir dipipi putihnya. Masih menggunakan seragam sekolah dengan name tag "mentari indah" tertera didadanya. Kuyakini aku tak pernah melihat gadis ini sebelumnya dalam hidupku. Apalagi sekarang dipaksa untuk menjaganya. Untuk apa? Dengan susah payah, tanganku berhasil menjabat uluran tangan itu. Menolong. Itulah yang terlintas dipikiranku.

    Suasana semakin hiruk pikuk. Grativasi menambah beban lenganku yang semakin tak kuasa menahan beban perempuan yang seperti bergelayutan pada lenganku. Tubuh Indah sudah tidak lagi berpijak pada tanah. Tanah itu sudah sempurna amblas kebawah. Aku telungkup mengeluarkan seluruh tenaga pada lenganku. Tak kuat lagi rasanya.

    "Kak, berjanjilah." Suara Indah terdengar jelas dibarengi guntur yang saling menyambar. Hujan semakin deras. Angin puting beliung yang jauh kini semakin mendekat.

    "Baiklah. Aku berjanji menjagamu" jawabku.

    "Tesss ...."

    Genggaman Indah terlepas. Seakan separuh hidupku terbang bersama senyumnya. Ya, dia tersenyum tenggelam kedalam lubang hitam jauh dibawah sana. Aku hanya menatap dalam. Hilang.

    "INDAH !!! " Teriakku.

    "Eh, gun. Bangun!" Terasa badanku digoyangkan.

    Kulihat sekitar anak-anak menggunakan baju putih abu-abu sedang menengadahkan tangannya seperti berdoa. Dedi disebelahku menyadarkan aku yang rupanya tertidur diacara majelis taklim. Sontak seluruh mata tertuju padaku. Untungnya aku duduk diteras musholla jadi tak begitu mengganggu acara. Aku mencoba tersenyum dengan keringat dingin yang mengalir didahiku. Memasang muka lugu tak bersalah. Menahan malu.

    Mimpi itu lagi.

    Fuihhh....

    ********************************

    "Mimpi dia lagi gun?" Tanya Amar setelah acara usai.

    Aku mengangguk.

    "Gak usah terlalu percaya sama mimpi. Belum tentu itu adalah yang baik." Nasehat Amar.

    Mimpi. Bunga tidur. Terlihat biasa saja jika hadir sesekali. Kadang mimpi itu membuat tidur kita lebih pulas dan tidak jarang mimpi itu melahirkan keseraman ketika terbangun. Mimpi juga bisa berupa firasat dan memiliki arti. Atau mimpi ya hanya sebagai bunga tidur belaka. Belum ada satu ilmu pun yang mampu menjelaskan mimpi dan kenyataan dalam dimensi yang mana. Sulit.

    "Gak jadi jalan sama anak-anak? Dah pada nungguin tu." Amar memecah lamunanku.

    "Ntah. Gak ada kabar" jawabku.

    "Tadi, pas ente tidur, dian kemari. Pesan untukmu, ditunggu di halte. Aku udah pamit bilang gak bisa ikut. Lagian kita masih ada rapat untuk pertemuan em te gabungan" jelas Amar sambil mengumpulkan piring plastik dihadapannya.

    "Ente gak pa-pa gak ikut rapat kali ini asalkan rabu nanti ente hadir. Aku pun paham ente paling males rapat-rapat ginikan. Okeee " tawar Amar.

    "Baiklah" jawabku. Kugerakkan badanku berdiri dengan malasnya.

    "Kirim salam ya sama ita" candaku pada Amar.

    "Ita? Ita mana? " Tanya Amar. Pipinya memerah. Matanya gak berani menatapku.

    "Ita anak smanda lah. Hehehe... Udahlah fren, gak usah ngindar" candaku semakin membuat Amar tersudut.

    "Hehehe... Ada-ada aja" jawab Amar. Ada senyum yang dipaksakan. Rona merah pipinya masih tertangkap dengan jelas dengan mata siapa saja yang memandang.

    Ita Diandry. Siswi sma negeri 2 yang sedang hangat dibicarakan dikalangan anak emte tengah dekat dengan Amar. Wajahnya aku tidak pernah tau sama sekali. Beberapa kali Amar mengajakku mengikuti rapat gabungan anak-anak emte se tebing tinggi tapi aku selalu menolaknya. Jadi, aku tidak pernah tau siapa ita yang katanya siswi tercantik di sma nya. Bukan hanya di sma nya saja tapi seluruh sma tebing tinggi. Berjilbab lagi. Nilai plus baginya. Kedekatan dengan Amar semakin santer dibicarakan dan Amar selalu berkilah itu hanya urusan organisasi semata. Aku percaya dengan Amar.

    Tak lama aku telah berada digerbang sekolah. Lihat kanan kiri memastikan tidak ada kendaraan lewat dan berjalan kembali untuk sampai ke halte bus diseberang. Gerombolan siswa sedang asyik duduk bercanda. Ada 10 orang mungkin. Mereka adalah teman sekelasku. Pakaian yang digunakan sudah tidak mencerminkan mereka anak sekolahan. Apalagi beberapa dari mereka ditemani rokok yang terselip dijemari atau dibibir mereka. Jono, yang hanya pake singlet doang dengan celana panjang abu-abu. Bobi, dengan kaos oblong dan celana pendek. Sementara yang lainnya dengan ujung baju dikeluarkan dari celana. Tampak semrawut. Persis seperti apa yang mereka kerjakan sore ini : mengecat ruangan kelas.

    "Gun, sini lama kali" sapa Dian sebagai komandan regu.

    Bukannya mempercepat langkah, aku malah melangkah santai.

    "Eh ni anak. Udah besawang nungguin kau" hardik Jono dengan gaya yang dipremankan.

    Aku masih tetap kalem.

    Koq gak ada perempuannya? Mana yang namanya indah?

    "Nyariin indah, gun?" Tebak Dian.

    "Dia masih didalam. Latihan volly. Yok, kita panggil kedalam. Sekalian aku mau minta tolong samamu" Dian menarik tanganku.

    Aku balik lagi kedalam sekolah bersama Dian. Berjalan menuju kehalaman belakang. Lapangan bola volly tepatnya.

    Berdiri dipinggir lapangan memperhatikan anak-anak yang sedang latihan. Mataku mencari-cari mana yang namanya Indah. Indah versiku. Menyesuaikan dengan mimpiku.

    Tinggi kira-kira sebahuku .... Tak ada.

    Rambut tergerai sebahu .... Juga tidak ada.

    Berkacamata...... Hmm tidak ada.

    Menggunakan bandana hitam.... Masih tetap tidak ada.

    Berarti Indah dalam mimpiku dan gebetan Dian adalah orang berbeda. Simpulku. Syukurlah.

    "Awas....!" Suara teriakan.

    Refleks mataku melihat kesuara berasal. Bola hasil smash yang terlalu kuat menujuku. Kearah wajah. Melaju kencang.

    "Kakak, gak apa2 kan?" Suara lirih terdengar.

    "Kalau Igun terkena bola seperti itu, mana bisa dia masuk ke tim inti sekolah, indah" sela Dian.

    Bola itu tak sempat menyentuh wajahku. Telapak tanganku berhasil menggenggam bola itu. Menempel. Kuturunkan bola itu. Terlihat sosok wanita dihadapanku.

    Dia kah yang bernama, Mentari Indah?


    (bersambung....)
     
    Last edited: Jan 9, 2014
  6. argunpunk Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 17, 2010
    Messages:
    10
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +2 / -0
    lanjutan ....
    [
    B]SERIAL IGUN! : Chapter I (part 3) [/B]

    Namaku Igun. Hanya Igun. Tanpa ada nama depan, nama belakang, marga atau kepanjangannya. Jangan tanyakan apa artinya karena memang tidak ada artinya. Sederhana. Sesederhana bagaimana aku hidup sekarang. Tidak ada tampang dilahirkan dari keluarga berada. Wajah standard anak kampung berkarakter tegas yang berkulit cokelat terbakar matahari. Dikenal sebagai teman yang cuek dan tampil adanya. Begitulah diriku.

    "Gun, nanti antar Indah sampe rumah ya. Aku cuman bisa ngantar sampe simpang semangat aja" kata Dian.

    Aku mengangguk.

    Seluruh penumpang angkot adalah anak IPS 2. Sesuai koordinasi Dian hanya untuk mengantar Indah. Kelihatan berlebihan. Wajah lain dari penujukkan rasa cinta. Mungkin. Sayangnya, angkot itu tidak sampai kedepan rumah Indah. Harus nyambung naik angkot lagi. Kebetulan satu jurusan denganku. Jadi, aku mendapat amanat dari Dian mengantar hingga kedepan rumahnya. Malasnya.

    Dentuman musik dari speaker angkot terus menderu. Dian yang duduk disebelah Indah harus berbicara keras mengimbangi hentakan house music. Aku duduk disudut bangku bagian dalam angkot. Indah duduk dihadapanku. Dian berada disebelahnya.

    Sesekali aku mencuri kewajah gadis satu-satunya diangkot ini. Alis yang tebal menghitam teratur diatas kelopak mata. Bulu mata lentik. Mata yang sendu. Hidung tiada mancung atau juga pesek. Pipi chubby tapi terlihat tiris. Dagunya bergantung begitu menawan dibawah bibir tipis. Ada tahi lalat dibawah sebelah kanan matanya. Kecil. Kulit wajah merona putih pualam. Tampak terawat. Rambut hitam lurus tergerai melewati bahu. Sejengkal kira-kira. Senyum terurai dengan canda yang diberikan Dian. Manisnya senyum itu.

    "Woi, gak segitunya kale liatinnya" ledek Iwan yang duduk disebelahku sambil menyenggolku.

    Dengan santainya aku mengabaikan ledekkan Iwan dan berpura-pura menggaruk kepalaku yang tak gatal.

    Setengah perjalanan sudah. Suasana didalam angkot benar-benar pengap. Gerah. Panas bercampur bau keringat laki-laki. Ditambah Jono, Ilham, Budi dan Ipul yang menebarkan asap rokok keseluruh penjuru. Kaca-kaca jendela tertutup rapat sehingga tidak ada perputaran udara. Indah menatapku. Mata kami saling bertemu. Tak sengaja. Karena posisinya dia berada dihadapanku. Mata itu seperti berbicara. Isyarat menggerakkan hatiku.

    Kuambil LKS tipis didalam tas ranselku. Kukipaskan ketubuhku yang juga merasakan gerah. Gerakan lambaian buku dari arah kanan pipiku menuju kehadapanku. Ya, aku bermaksud memberikan hembusan angin yang dihasilkan kipasan itu kesosok didepanku. Asap rokok yang mengepul mulai terurai. Tanganku pun mencoba membuka kaitan kaca jendela angkot agar angin dari luar bisa masuk. Indah tersenyum. Tidak dengan Dian. Kerapatan duduk Dian mulai sedikit renggang terhadap Indah.

    "Jon, rokoknya matikan napa" kataku datar.

    "Eleh, kau macam gak pernah bekawan sama perokok aja" balas Jono.

    "Bukan gitu jon. Ada cewek nih. Kasian liatnya kepanasan" asalku.

    "Ah... Banyak kali cakapmu!" Hardik Budi. Ada nada kemarahan disana.

    "Udah... Udah. Gak usah berantem kalian. Benar jon kata Igun. Kasian si Indah." Dian menenangkan.

    Dibantingnya puntung rokoknya. Berhenti merokok. Diikuti yang lain. Udara didalam angkot kembali normal. Wajah Indah berangsur nyaman, tidak kelihatan gerah.

    "Gun, titip ya." Kata Dian sambil matanya menuju ke Indah. Kami semua telah turun dari angkot.

    Dian mendekati Indah yang berdiri tak jauh dari kami. Tak terdengar apa yang mereka bicarakan. Mereka berpisah setelah bersalaman.

    Tak menunggu lama untuk kedatangan angkot yang menghantarkan kami kerumah masing-masing. Kupersilahkan Indah terlebih dahulu naik. Disusul denganku. Duduk. Dan aku duduk dihadapannya. Sama seperti diangkot sebelumnya. Eh ternyata tinggi anak ini sehidungku. Hmmm......

    Diam. Ya hanya diam. Tak ada pembicaraan. Menghilangkan jenuh aku ambil manga conan didalam tasku yang belum selesai kubaca. Sesekali kulirik Indah dan tertangkap dia juga memperhatikan apa yang kulakukan. Mesem sendiri.

    "Bang, minggir" kata Indah.

    Rupanya udah sampai didepan rumahnya.

    Besar juga rumahnya, batinku.

    "Kak duluan ya kak" pamit Indah. Lembut banget suaranya.

    "Eh iya" jawabku gugup.

    "Ongkosnya udah dibayarin kak dian tadi" tambahku.

    "Makasih ya kak" jawabnya tanpa mengurangi gerakan langkah kakinya menuju pintu keluar. Tanpa melihatku. Tanpa senyuman.

    **********************

    17 Agustus 2002, smansa, setelah upacara.

    "Hari ini adalah final. Alhamdulillahi, kelas kita masuk final 2 cabang diperlombakan di 17 an ini. Lomba debat dan sepak bola" buka Amar dalam rapat dadakan kelas.

    Semua siswa siswi III IPS 2 tepuk tangan. Riuh. Kecuali aku.

    "Cabang sepak bola, seperti biasa percayakan kepadaku. Kami gear gank siap mengalahkan tim II-1 sebagai tim kuda hitam. Tim kita hanya kehilangan Rahmat sebagai gelandang serang dan masih bisa ditutupi dengan permainanku" arogan Dian mulai keluar.

    Anak yang lain diam. Kecuali aku yang geleng-geleng. Dian mungkin lupa, Rahmat adalah otak serangan didepan berbeda dengan dirinya yang lebih bermain sebagai seorang winger.

    "Tapi yang menjadi masalah adalah lomba debat. Tim kita akan berjumpa dengan kelas II-5 yang mengalahkan tim juara III IPA 1. Sayangnya kita tidak bisa diperkuat dengan kekuatan penuh" jelas Dian didepan kelas.

    Terdengar bisik-bisik anak-anak yang lain. Apa yang terjadi.

    "Rini mewakili sekolah kita untuk menghadiri pemberian penghargaan siswi teladan sesumatera utara di Medan. Jadi formasi, Rini, Amar dan aku sendiri, Dian, tidak akan lengkap tanpa hadirnya Rini" kembali Dian menjelaskan.

    "Tapi kan ada cadangannya yan?" sela Jono.

    "Ini bencananya " singkat Dian.

    "Hah, maksudnya?" Hampir seluruh isi kelas mengatakan kalimat yang sama. Kecuali aku yang asyik membaca manga naruto.

    "Cadangannya adalah teman sekelas kita yang paling males ngomong didepan umum. Padahal ini adalah final. Bahkan kabarnya undangan dari pemerintahan kota tebing tinggi dan pemuka pendidikan hadir menyaksikan tradisi tahunan ini. Sepertinya kita harus bersiap berpesta menjadi runner up" imbuh Dian. Pesimis.

    Warna kekecewaan menghiasi setiap wajah.

    "Udah bilang aja siapa orangnya" celetukku santai. Mataku tetap serius menatap gambar anak kecil yang menjadi hokage.

    "Ya, orangnya kamu!" Dian meninggikan suaranya.

    "Hah, Igun!" Lagi-lagi isi satu kelas serempak meneriakkan namaku.

    Aku tersentak kaget.

    "Tunggu-tunggu. Koq bisa aku. Aku gak pernah mencalonkan lho. " Mukaku memucat. Koq bisa?

    "Saat pengumpulan nama-nama peserta, Rini memasukkan namamu sebagai cadangan dengan asumsi tidak ada yang absen. Lagian siapa yang tau dengan keadaan mendadak seperti ini" sambung Dian.

    "Gak bisa diganti sama yang lain? Tahun lalu bisa kan?" Nabila sebagai sekretaris kelas menimpali bertanya.

    "Gugur. Harus sesuai dengan nama yang dimasukan kepanitia. Tahun ini berbeda dengan tahun lalu" jawab Dian.

    Badanku lemas. Harga diri yang dipertaruhkan. Mana mungkin bisa aku yang paling enggan bicara didepan umum eh ini malah diajak berdebat. Haduehhh... Pingin rasanya kabur tapi itu juga bukan aku.

    "Jadi mau tidak mau kita harus menggunakan Igun. Kita bisa saja kehilangan point untuk kekompakan tim karena dominasi 2 orang saja yang berargumen tapi kita masih punya harapan meng ko mereka dengan argumen-argumen mematikan dari Dian" motivasi Amar sekalian menyanjung Dian.

    "Gimana gun? Kamu harus mau. Abis jumatan atau jam 2 acara dimulai" tawar Dian.

    Aku mengangguk. Pasrah. Seluruh mata tertuju padaku. Melemahkan.

    "Dian, anak kelas II-5 katanya juga tidak full tim. Akbar yang paling vokal berangkat ke Jakarta untuk ikut debat berbahasa Inggris. Apakah itu bukan sebuah kans?" Tanya Nabila memberikan sedikit harapan.

    "Yup bener. Akbar tidak ikut. Bahkan sejak kemarin. Perempat final. Dan penggantinya malah yang membuat aku khawatir" jelas Dian dengan cemas.

    Teman-teman yang lainnya juga berwajah cemas. Kali ini aku ikutan berwajah cemas.

    "Karena penggantinya adalah ....." Dian menggantung ucapannya.
    Mendebarkan.

    "Mentari indah" tutup Dian.

    Senyap. Suara angin sampai terdengar. Husshh....

    ********************************************

    17 Agustus 2002, Final Debat Antar kelas SMANSA.

    Lapangan upacara disulap menjadi arena pertandingan debat. Tenda-tenda berdiri terpasang. Kursi-kursi tertata mulai diduduki para undangan termasuk para guru. Barisan paling depan sebelah kiri adalah kursi untuk undangan non siswa seperti guru, pemuka pendidikan dan sebagainya sedangkan sebelah kanan adalah kursi untuk para tamu undangan dari siswa-siswi sma lain.

    Panggung terlihat megah dengan susunan bangku meja peserta yang bertanding saling berhadapan. 1 meja dengan 3 bangku dan 3 mig dimasing-masing sisi bagian, kanan dan kiri. Panitia terlihat sibuk mondar mandir. Audio system dipastikan baik dan jelas.

    Aku, Amar dan Dian berdiri tak jauh dari panggung. Dikerubuti anak-anak III IPS lainnya dan ada juga anak kelas III. Berbeda dengan lawan kami yang belum terlihat. Keringat dingin membasahi dahiku. Gila, baru kali ini aku akan berbicara didepan umum dihadapan ratusan orang. Bukan hanya berbicara tapi mempertahankan pendapat.

    Dian terlihat lebih rileks. Sudah terbiasa. Pakaian dan penampilannya juga terlihat telah dipersiapkan. Disisi lain, kuperhatikan mata Amar dari tadi tertuju kesatu arah, kebangku tamu. Tamu dari sma lain yang diundang. Lihat siapa sih?

    "Baiklah, acara segera kita mulai!" Sambut Arlan diatas panggung bertindak sebagai mc.

    Protokoler pun dimulai. Ucapan terima kasih dan lain-lainnya hingar bingar terlontar dari speaker. Aku masih saja deg-deg an.

    "Gun, ingat ya yang aku bilang tadi." Dian melirikku dan mengingatkan apa yang dikatakannya setelah bubaran rapat tadi pagi.

    Aku mengangguk.

    "Inilah para peserta final lomba debat sma negeri 1 tebing tinggi" suara Arlan menggelegar diikuti riuh tepuk tangan hadirin. Sekitar 300 orang lebih.

    "Dari kelas III IPS 2, dikenal sebagai raja diraja segala kompetisi. Mari kita sambut dengan meriah, Dian Anggara" Arlan mempersilahkan Dian naik keatas panggung. Dian melangkahkan kakinya dengan yakin, naik keatas panggung melalui tangga yang tersedia. Riuh tepuk tangan.

    "Dian, aku padamu" teriak salah satu gadis yang diikuti koor "wooo" dari siswa-siswi lain.

    "Dari kelas II-5, murid teladan smp tingkat nasional, siapa lagi kalau bukan, Risa Liani"
    Gadis berjilbab dengan anggun naik keatas panggung. Owhhh .... Ternyata mereka berada dikerumunan para suporter mereka yang tediri dari kelas I dan kelas II.

    Apa-apaan ini malah dipanggil satu persatu? Kataku dalam hati.

    "Selanjutnya kembali dari kelas III IPS 2. Popular adalah nama tengah pria ini. Selalu membawa nama sma negeri 1 disetiap ajang apa saja, mari kita sambut Amar Syahrial"
    Hiruk pikuk terdengar kembali. Terutama dari anak-anak III IPS 2. Amar melangkahkan kakinya tapi eh matanya sejenak melirik ke bangku tamu seperti meminta izin. Pada siapa?

    "Sang penantang dari kelas II-5, pria yang satu ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Runner up pidato berbahasa Inggris tingkat provinsi, Ilham Gunawan Batu Bara"

    Laki-laki berperawakan gagah menaiki anak tangga. Lagi-lagi siswi-siswi dipinggir panggung berteriak histeris. Cool.

    Giliranku. Kakiku seperti kesemutan. Gemetaran. Bagaimanapun harus bisa.

    "Selanjutnya bagian anggota dari Tim III IPS 2. Mohon maaf kami tidak mendapatkan informasi prestasi laki-laki satu ini, kita sambut dengan tepuk tangan, Igun"

    Namaku dipanggil. Aku melangkahkan kaki. Berat. Semua mata menujuku. Seperti ditelanjangi.

    "Gedubrakk...."

    Aku meloloskan 1 anak tangga. Terjatuh.

    "Huahahahaha......" Koor tawa terdengar.

    Malu.

    Dampak yang berbeda terjadi didetak jantungku. Malah lebih rileks. Aneh.

    "Dan kontestan terakhir dari kelas II-5. Anggota yang satu ini begitu memukau. Begitulah dia tunjukkan saat mengalahkan tim unggulan di babak semifinal. Runner up ratu puisi, juara I lomba karya tulis, dan finalis model foto shot, inilah dia, Mentari Indah"

    Riuh. Sangat riuh. Dian pun turut serta bertepuk tangan. Memberi semangat. Aku masih sibuk mengendalikan setruman-setruman listrik grogi. Mengabaikan gebetan Dian itu naik keatas panggung. Tertunduk melihat ujung sepatu.

    Seluruh peserta berjejer sebaris dengan MC. Sebelah kanan adalah III IPS 2 sebelah kiri adalah tim lawan.

    "Peraturan debat sederhana saja. Tim juri yang terdiri dari para undangan memiliki hak 1 suara. Jumlah dewan juri yang hadir saat ini ada sebanyak 50 orang. Point yang dinilai adalah kekompakan tim, penguasaan materi dan pengendalian emosi. Di kartu nilai yang dibagikan kepada tim juri terdapat poin-poin yang disebutkan dan silahkan diisi dengan nilai 1 - 10. Sehingga poin tertinggi adalah 30. Waktu yang kita gunakan adalah 45 menit. Tema yang diberikan akan diacak sebentar lagi. Agar lebih sportif, panitia menentukan terlebih dahulu mana tim yang pro atau kontra. Pro adalah tim II-5 dan kontra adalah tim III- IPS 2." Arlan menjelaskan aturan main lomba debat kali ini.

    "Silahkan mengambil tempat masing masing"

    Kami menuju meja sebelah kanan, tim lawan sebaliknya. Kemudian duduk dikursi yang disediakan.

    MC terlihat sibuk membuat pertandingan ini semakin seru dan serius dengan buaian-buaian hadiah yang ditawarkan dan popularitas yang menanti. Dan sampailah pada pengundian tema yang akan diperdebatkan dilakukan

    "Dan tema kita kali ini adalah tamat sma : kuliah atau bekerja"

    "Kami berikan waktu 5 menit untuk mempersiapkan argumen masing-masing grup. Silahkan"

    Hmmmm..... Judul yang memang pantas diperdebatkan.

    Seluruh peserta masing-masing grup terlihat serius mempersiapkan pandangan masing-masing. Sebagai tim kontra berarti kami berada pada pilihan setelah tamat sma adalah bekerja. Amar dan Dian terdengar berbisik mengatur strategi. Berbeda hal denganku.

    Mataku terpaku ke satu arah. Keseorang perempuan dihadapanku. Dia adalah Mentari Indah. Gebetan Dian itu berbeda total seperti saat pertama kali aku mengantarkannya pulang, ya walau hanya naik angkot. Bener-bener berbeda.

    Lomba debat telah berjalan 30 menit. Silih berganti kedua tim saling memberikan argumen. Tepuk tangan membuat lomba semakin hangat. Hanya aku yang diam. Tak berkata apa-apa.

    Mata yang kemarin tidak berlensa, kini dipadukan dengan kacamata baca.
    Rambut yang kemarin tergerai melewati bahu, kini tergerai rapi sebahu dengan hiasan bandana hitam sedikit diatas dahi.
    Wajah kemarin begitu dingin, kini wajah itu begitu hangat dan serius.
    Ditambah suara yang tak akan pernah kulupakan.
    Semuanya sama! Ya, mentari indah dihadapanku adalah mentari indah didalam mimpiku!

    "Jika tim anda hanya berargumen mengandalkan 2 orang saja maka untuk apa dibutuhkan 3 orang. Apa hanya sebagai pajangan saja?" Indah menyerang psikologis tim kami dengan sasaran pastinya adalah aku.

    "Jangan pernah berharap melindungi kalau bicara saja tidak mau!" tutup Indah. Nada bicaranya lebih keras tapi ada getaran suara.

    Jeder!

    Melindungi? Kenapa arahnya kesana? Tidak ada substansi dalam debat? Why? Apa mungkin? Pertanyaan muncul dikepalaku.

    Aku tersenyum. Tanganku meraih mig yang ada di meja. Perlombaan debat, bagiku, baru saja dimulai. Saatnya aku berbicara!

    (Bersambung.....)
     
    Last edited: Jan 9, 2014
  7. Wateria M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Oct 15, 2008
    Messages:
    2,760
    Trophy Points:
    147
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,495 / -0
    kk ceritanya di spoiler yah, edit post aja, abis itu tambahin spoiler...
    ada shortcut buttonnya kok :D
    hehehe..., kalau enggak di spoiler jadi panjang kebawah kk, bacanya susah... ^^
    thanks yaaa...

    comment nanti nyusul yah...
     
  8. argunpunk Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    May 17, 2010
    Messages:
    10
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +2 / -0
    Aihhh... dipanggil kakak saia :ogmatabelo::ogmatabelo: tapi gak apalah asal tak dipanggil om :oghoho:

    oke udah dispoiler. thanks ya atas sarannya. ditunggu kripik pedasnya. maklum masih newbie abis ... hehhehe :oghoho: :oghoho: :ogohno:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.