1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

FanFic Symphogear Legends ~Moonlight Melodia~

Discussion in 'Fiction' started by Rio_Shinn, Sep 24, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Rio_Shinn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 29, 2013
    Messages:
    502
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,393 / -0
    [​IMG]

    Fanfiction ini berdasarkan seri anime Senki Zesshou Symphogear & sekuelnya Senki Zesshou Symphogear G.

    Tema : Fantasy, Action, Tragedy, Yuri, Gore, Mecha, Magical Girl(?)

    Info tentang Symphogear bagi yang tidak familiar : http://en.wikipedia.org/wiki/Symphogear

    Setting cerita sekitar 200-300 tahun sebelum kisah animenya, sehingga kisah di fanfiction ini hampir samasekali tidak menyinggung karakter dan kisah asli di animenya, meski ada beberapa unsur yang cukup menyambung ke cerita anime.

    Jujur ini pertama kalinya aku membuat fanfiction, karena sebelumnya aku selalu membuat komik/doujin, berhubung aku lebih suka menggambar ketimbang mengarang cerita. Kisah ini pun sebenarnya ingin kubuatkan doujin, tapi melihat kesibukan kuliahku, tampaknya aku cuma bisa menuliskan skenarionya, serta sedikit gambar untuk menghidupkan suasana. Kritik dan saran dipersilahkan, dan terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita saya yang pertama ini.

    Note : untuk gambar, belum kuwarnai karena masih sketsa tanpa editan yang berarti, dan sebagian desain karakter penting belum dibuat, lain kali akan kuupdate. Mohon maaf kalau ada proporsinya yang kurang bagus, karena agak terburu-buru.

    Aku membuat ini karena... ngefans dengan cerita, chara, bahkan lagunya. Meskipun entah kenapa animenya agak underrated.


    Elegy of the Holy Sword arc

    [​IMG]

    Gatrandis babel ziggurat edenal.
    Emustolronzen fine el baral zizzl.
    Gatrandis babel ziggurat edenal.
    Emustolronzen fine el zizzl.

    Putih. Silau. Sylvia tak bisa melihat apa yang terjadi di hadapannya. Sekumpulan makhluk berbentuk aneh yang mengepungnya hilang termakan cahaya hangat yang disertai nyanyian sendu. Kemudian cahaya itu meredup dan kini terlihatlah seorang gadis berambut pirang panjang dan berarmor hitam ungu di tengah-tengah asal cahaya itu. Sylvia pun berlari tergopoh-gopoh menghampiri gadis tersebut dan berkata, "Lydia! Kamu tidak apa-apa? Lydia!!"

    [​IMG]

    Gadis itu pun berbalik dan memperlihatkan wajah yang mengenaskan. Mata dan mulutnya mengeluarkan darah segar yang seakan tak berhenti hingga habis tak bersisa. Dia pun jatuh ke pelukan Sylvia sambil terengah-engah. "Kenapa kamu lakukan ini Lydia? Aku... aku bisa melawan Noise itu sendirian meski jumlah mereka banyak! Kamu tidak perlu melakukan itu... menyanyikan Swan Song-mu!"

    Gadis itu pun menjawab dengan suara yang lirih, "Sylvia... a.. aku melakukan ini semua... untuk menebus dosaku padamu. Sesuatu yang membuatmu.. terus membenciku."
    Sylvia membalasnya dengan air mata yang berlinang, "Aku tidak pernah membencimu! Aku.. aku rela bila memang bukan aku yang dipilih! Aku tidak mau sahabatku mengorbankan dirinya demi aku! Aku bukan siapa-siapa yang..."
    Lydia memotong ucapannya, "Syl, aku paham perasaanmu, justru karena aku ingin kamu bahagia, aku lakukan ini... karena kamu adalah sahabatku... yang paling aku sayangi..."

    Lydia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Armor Arondight pun kembali menjadi Relic, yang berkilau sendu mengalungi leher Lydia yang sudah tak bernyawa lagi. Senyuman kaku masih tersisa di wajahnya yang mulai dingin dan ternoda darah. "LYDIAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" Sylvia menjerit sejadi-jadinya, seakan tidak percaya akan apa yang sudah terjadi di depan matanya sendiri.

    "Haaaaa...! Haaa.. Ha..." Sylvia pun terbangun dari tidurnya, yang tampaknya baru saja mengalami mimpi buruk. Nafasnya yang memburu, tubuhnya basah oleh keringat dingin.
    "Ah, sial... Tumben sekali aku bermimpi seperti itu. Seperti bukan aku saja." Sylvia pun bangkit dari tempat tidurnya, melihat cermin di ujung kamarnya dan terkejut melihat tampilannya berantakan.

    Sylvia pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, yang tampak kacau setelah melalui malam yang tidak begitu nyaman. Ditanggalkannya gaun biru yang ia kenakan, terlihatlah tubuhnya yang indah, sungguh berbeda untuk gadis yang belum menginjak umur 20 tahun. Dia pun masuk ke dalam jacuzzi, merendam tubuhnya di dalam air yang dicampur puluhan kelopak mawar merah yang harum.

    Sylvia merenungkan apa yang sudah terjadi selama ini, sambil menatap ke langit-langit kamar mandi yang mewah di mansionnya, rumah keluarga bangsawan Hartworth. "Dunia sudah berubah ya... dulu manusia saling berperang untuk mendapat kekuasaan tertinggi. Sekarang? Semuanya kelabakan dan bersatu setelah Noise muncul dan membunuh manusia, tak peduli siapa dan asal mereka." Noise. makhluk aneh yang tiba-tiba datang dan membantai manusia. Ada berita dari orang-orang asing bahwa makhluk sial itu juga muncul dimana-mana, tidak hanya di tanah Britania saja.
    "Entah apa aku harus berterimakasih pada makhluk-makhluk itu karena secara tidak langsung sudah membuat manusia jadi lebih akur dari sebelumnya, atau harus mengutuk mereka karena mereka adalah monster kejam tak berotak yang tidak pandang bulu dalam memangsa." "Bagaimanapun juga, sudah menjadi tugasku sebagai ksatria terpilih untuk menumpas mereka dari bumi Britania yang kucintai." Sylvia pun menyudahi saat-saat pembersihan tubuhnya itu, dan berdiri dari jacuzzi. Beberapa kelopak mawar masih menempel di tubuh serta rambut pirangnya yang ikal sebahu itu.

    Sylvia membalut tubuhnya dengan handuk, kemudian berjalan menuju kamarnya untuk mencari pakaian ganti. Butler(kepala pembantu)-nya yang kebetulan lewat, Frederick pun terkejut melihat seorang putri yang berjalan melenggang berkeliling rumah hanya tertutupi handuk saja.
    "Aduh Mistress Sylvia, kenapa anda begitu santai melangkah dengan busana yang... tidak pantas itu? Apa kata orangtua anda nanti kalau ada tamu yang melihat anda seperti ini? Anda bukan lagi anak kecil yang belum tahu malu, Miss. Saya sarankan ada tunggu saja di kamar mandi, biar saya yang ambilkan pakaian untuk anda" Sylvia hanya bisa mengorek telinganya yang tidak gatal, berpikir bahwa ceramah panjang lebar dan berisik dari pelayan tua ini malah membuatnya semakin menarik perhatian yang tidak diinginkannya saat dia sedang berbusana "tidak pantas" itu.
    Mau tidak mau dia kembali lagi ke kamar mandi, menunggu sang pelayan membawakan pakaian baru untuk dipakainya, sambil merenung lagi. Statusnya sebagai seorang putri bangsawan sekaligus ksatria Symphogear memang seringkali bertentangan dalam masalah perilaku. Orangtuanya bahagia saat mengetahui bahwa Sylvia adalah seorang "Attuned", yaitu wanita yang terpilih untuk menggunakan Relic(benda kuno yang memiliki kekuatan magis). Relic tidak bisa digunakan sembarang orang, tetapi yang memiliki kemampuan untuk menyanyikan nada khusus untuk mengaktifkannya. Menurut penelitian para ilmuwan dari Ordo Heaven's Cross, Relic yang aktif dapat digunakan untuk melawan dan memusnahkan Noise yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia. Sylvia yang terpilih pun diminta pihak kerajaan untuk menjadi petarung garis depan, memimpin pasukan untuk memukul mundur Noise yang menyerang kota-kota daerah Britania. Semakin lama dia merasakan semacam "kebebasan" dalam statusnya sebagai ksatria Symphogear. Bisa melihat dunia dalam berbagai sudut pandang, tidak terkurung sebagai putri anggun yang hanya bisa duduk manis di kamar menunggu dinikahkan dengan "pangeran berzirah putih" yang dipilih oleh orangtuanya.

    Suara ketukan dari luar kamar mandi mengembalikan pikiran Sylvia kembali ke kenyataan. Dia pun menerima pakaian yang dipilihkan oleh Frederick dan memakainya segera. Mumpung akhir-akhir ini tidak ada berita tentang serangan Noise, aku ingin menikmati waktu santaiku dengan berkeliling kota dulu, pikirnya.

    Sylvia berjalan menuju pintu depan mansionnya, yang terdiri dari 2 pintu yang tinggi dan mewah, berlapis tembaga. di taman depan rumah menuju gerbang luar, dia bertemu seorang maid(pembantu wanita)-nya yang bernama Anna, sedang menyapu daun-daun kering.
    "Hari ini cerah ya, Miss Sylvia. Apa anda ada urusan pergi keluar rumah?" sapa Anna dengan ramah.
    "Tidak juga, Anna. Aku hanya ingin melihat-lihat sebentar keadaan kota kita," balas Sylvia.
    "Wah, apa Miss tidak apa-apa berjalan sendirian? Tidakkah lebih baik minta tolong ikut sertakan satu dua orang penjaga untuk mengamankan diri?" kata Anna dengan khawatir, melihat rasa penasaran sang putri yang kian besar akan dunia luar sekitarnya.
    "Tidak perlu, Anna. Aku memang putri keluarga Hartworth, tetapi aku juga seorang ksatria terpilih. Aku mampu melindungi diriku sendiri," balas Anna dengan percaya diri. Sang maid pun hanya bisa tersenyum sambil melihat sang putri mengucapkan salam dan berlalu pergi.

    Kota London. Kota tua yang menyimpan banyak sejarah. Entah itu baik ataupun buruk. Meskipun yang seringkali yang diingat Sylvia hanyalah hal-hal buruk, semenjak dia menjadi ksatria terpilih dan sering melakukan kontak dengan masyarakat dan lingkungan yang lebih luas, terbebas dari belenggu royalitas seorang bangsawan yang menikmati kehidupan mewah di rumahnya tanpa peduli sekitarnya. Daerah pinggiran desa yang perumahannya masih menggunakan kayu, ancaman kebakaran adalah hal yang patut diwaspadai. Ditambah lagi masalah sanitasi yang masih belum dimaksimalkan pemerintah daerah, juga mengancam kesehatan masyarakat pinggiran. Sumber air yang tercemar, kotoran ternak yang menggunung, penyakit-penyakit yang belum diketahui pengobatannya, maraknya pencurian, perampokan, anak-anak kecil yang yatim piatu terpaksa bekerja keras demi sepotong roti, dan lainnya. Ditambah lagi serangan Noise yang menambah parah keadaan negeri, keputusan di hati Sylvia semakin bulat untuk mengubah negeri Britania, tanah kelahirannya yang ia sayangi.

    Namun tidaklah semuanya buruk. Sungai Holborn yang luas menjadikan London kota dagang dengan cepat. Banyak pendagang yang merantau dan mendirikan usahanya di beragam tempat di kota ini. Pedagang-pedagang kaya mendirikan guild/serikat masing-masing, bahkan anggotanya mempunyai seragam masing-masing. Nama jalan pun sampai dinamai sesuai dengan banyaknya pedagang yang menjual dagangannya di tempat tersebut. Kota tua yang semakin ramai, dikunjungi banyak orang dari berbagai belahan dunia. Sylvia berharap tempat ini semakin makmur dan teratur di masa depan nanti.

    Sylvia sampai di daerah Strand, tempat dimana banyak didirikan real estate milik tuan-tuan tanah kaya yang menguasai usaha perkebunan, pertanian, peternakan, segala macam pekerjaan yang melibatkan ladang untuk digarap. Terkadang juga mereka bertindak sebagai rentenir. Syukurlah reputasi keluarga Hartworth tidak seperti para tuan tanah yang haus akan materi itu.

    Di sudut jalan, Sylvia terkejut, ia melihat sesuatu yang mengejutkan. Seorang gadis berambut cokelat, berpakaian compang-camping, dengan kaki yang lecet tanpa alas kaki, dipukuli dengan tongkat oleh beberapa orang lelaki bertampang mengerikan, sambil disaksikan oleh kerumunan rakyat yang tak berdaya melihat kejadian tersebut.

    [​IMG]

    Sylvia tak bisa tinggal diam melihat penindasan tersebut. Dia pun bergegas menghampiri kerumunan dan berteriak pada para lelaki tersebut, "hentikan ini semua! Tidak bisakah kalian lihat gadis ini sudah tidak berdaya? Apa kalian mau jadi pembunuh, hah? Akan kulaporkan kalian pada keamanan jika kalian teruskan perbuatan kalian ini!"
    Pria pertama berang dan membalas, "apa maumu, gadis kecil? Kamu tidak tahu apa yang sudah diperbuat oleh tikus busuk ini? Dia sudah mencuri roti-roti yang harusnya jadi barang dagangan kami!"
    Pria kedua menambahkan, "hampir tiap hari dia mencari-cari kesempatan di sekitar toko kami dan kabur membawa dagangan kami! Dia perlu diberi pelajaran, di dunia ini tidak ada yang gratis! Semua orang harus berusaha untuk hidup!"
    Pria ketiga berkata, "saya lihat dari pakaian anda yang cukup mewah, anda adalah seorang yang cukup berada. Kami bisa saja menganggap ini semua tidak terjadi asalkan anda mau... yah, memberi kompensasi kerugian pada kami. Kalau anda pasti tidak keberatan, kan?"
    Sylvia setuju dengan hal tersebut, untung saja dia membawa uang saku, untuk berjaga-jaga bila dia perlu sesuatu di perjalanannya. Ketiga pria itu pun berlalu.

    Sylvia pun mendekati sang gadis, yang menangis menahan sakit di sekujur tubuhnya. Dia pun membopong sang gadis, membawanya ke bangku terdekat di dekat air mancur.
    Sembari membersihkan luka di tubuh si gadis, Sylvia pun bertanya, "dik, namamu siapa?"
    Gadis itu menjawab, "na..namaku Varlet. Varlet... Bjorkinova."
    "Oh, namamu terdengar asing. Apa kamu tidak berasal dari negeri ini?"
    Varlet menjawab, sembari menahan perih dari lukanya. "Iya, aku... berasal dari negeri seberang, cukup jauh dari Britania ini... Pada saat aku masih bayi, aku pindah dengan ibuku yang menjadi pembantu di rumah seorang tuan tanah kaya di kota ini. Hidup kami berjalan cukup mulus, saat aku cukup dewasa aku sendiri tidak keberatan untuk membantu pekerjaan ibuku. Namun beberapa tahun kemudian, tuan kami terlilit hutang yang besar, dia dan keluarganya pun... dibunuh oleh pesuruh dari sang penagih karena tidak mampu membayar. Aku dan ibuku sempat kabur sebelum hal itu terjadi. Namun, kami sendiri tidak tahan hidup terlunta-lunta. Ibuku yang kemudian menjadi buruh tani dimana-mana pun sakit keras karena kelelahan, akhirnya meninggal beberapa tahun yang lalu."
    Sylvia tersentuh mendengar penjelasan Varlet yang malang. Masih banyak orang yang tak dapat menikmati hidup yang tenang dan berkecukupan, pikirnya. "Jadi itu alasan yang membuatmu hidup seperti ini..."
    Varlet menjawab sambil tertunduk, "benar kak. Aku... aku jujur sudah tidak tahan hidup seperti ini, tolong, biarkan aku menjadi pembantu atau pesuruh di tempat kakak tinggal. Aku memang sudah lama jadi orang hina. Diberi makanan ternak pun aku tidak apa.."
    "Tidak! Aku tidak akan menjadikanmu seperti itu! Aku ingin meringankan penderitaanmu, Varlet.. Aku tidak ingin menganggapmu rendah. Aku... ingin kamu tersenyum bahagia!" potong Sylvia. Varlet terkejut, tidak menyangka bahwa masih ada orang yang peduli dengan manusia kotor dan rendah sepertinya di dunia yang kejam ini. Dia pun menangis, bukan karena luka memar dan lecet di tubuhnya, tetapi karena secercah harapan yang diberikan Tuhan melalui seorang gadis yang berhati mulia seperti Sylvia.

    Mereka pun berjalan pulang, menuju rumah keluarga Hartworth. Para penghuni dan pengurus rumah pun tercengang melihat seseorang yang tampak "tidak layak" untuk menginjakkan kaki di rumah keluarga bangsawan. Sylvia segera menjelaskan pada semua orang, bahwa ia ingin menjadikan Varlet bagian dari keluarga mereka. Tentu saja tidak selalu berjalan mulus, ia dihujani beragam pertanyaan. Ayah Sylvia, Jonathan Hartworth, pun tak tinggal diam.
    "Sylvia, papa hargai keputusanmu. Papa senang bahwa kamu peduli pada rakyat kecil dan ingin membantu mereka. Tapi coba kamu pikirkan lagi, Sylvia. Kalau orang-orang lain tahu kalau kamu mengambil anak tak dikenal untuk diurusi oleh keluarga kita, mereka juga pasti ingin diperhatikan. Kekayaan kita tidaklah infinite, nak. Jangan berlebihan dalam menolong orang lain."
    Ibu Sylvia, Martha Hartworth, menambahkan "betul apa kata Papamu, Sylvia sayang. Mama memang tidak keberatan untuk mengurus Varlet, tapi apa yang akan terjadi nantinya? Semua orang yang kurang mampu di sekitar kita akan meminta-minta kepada kita sampai kita juga tidak punya apa-apa untuk diberikan nantinya."

    Sylvia hanya mendesah. Dia pun mengutarakan sebuah ide, yang dipikirkannya sembari memapah Varlet ke rumahnya tadi siang. "Papa, Mama, itu masalah sederhana. Buat apa menyebarluaskan bahwa keluarga Hartworth mengambil anak yang kurang mampu untuk dijadikan anggota keluarga? Anggap saja dia dari awal memang sudah keluarga kita, sepupuku yang baru datang dari negeri seberang lah, misalnya." Akhirnya, kedua orangtua Sylvia pun setuju mendengar penjelasan solusi dari anak mereka yang tomboy, keras kepala dan mulai berpikir dewasa tersebut.

    Varlet pun diboyong oleh para maid, untuk segera mengurus penampilannya, sebagai anggota baru keluarga Hartworth. Dia dimandikan dan diberi pakaian yang "pantas" untuk keluarga bangsawan. Dia terlihat begitu berbeda dari sebelumnya, seorang gadis kotor berpakaian compang-camping yang terus membahayakan dirinya demi bisa terus hidup di jalanan yang kejam. Sekarang dia mengenakan gaun ungu berenda yang tampak cukup pas di tubuhnya yang agak kecil, sarung tangan kain yang menutupi lengannya, dan sepatu hak tinggi berwarna putih. Atribut yang tetap sama dari dirinya sekarang hanyalah kalung permata ungu yang selalu menggantung di lehernya.

    Sylvia yang sudah menunggu di ruang keluarga, bersama kedua orangtuanya pun takjub melihat sang gadis kecil yang kusut telah menjadi putri cantik yang menawan.
    Sebelum orang-orang yang menolongnya itu bicara sepatah kata, Varlet langsung merendahkan diri, menundukkan kepalanya sembari berucap, "kak Sylvia, tuan dan nyonya Hartworth, saya sungguh berterimakasih dari hati yang terdalam, karena kalian semua mau menerima saya yang hina ini sebagai anggota keluarga ini. Ini adalah sebuah berkah yang luar biasa, benar-benar tak terpikirkan oleh saya. Saya akan bekerja keras, biarlah saya menjadi orang yang berguna bagi keluarga ini, karena saya tahu kebaikan keluarga Hartworth sekalian tak dapat saya balas begitu saja."
    Varlet, meskipun memang tidak berasal dari keluarga yang berada dan terdidik, tampaknya masih tahu akan tata krama dan balas budi. Hal itu pun menambah impresi positif dari keluarga Hartworth. Varlet disambut dengan hangat oleh keluarga itu, ia pun berharap kiranya hari-hari keras yang sudah dilaluinya tak akan pernah terjadi lagi.

    [​IMG]
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Oct 6, 2013
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Rio_Shinn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 29, 2013
    Messages:
    502
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,393 / -0
    Part 2 - Meet the Mjolnir

    note : maaf kalau aku nggak tahu "transform incantation"nya, karena di animenya tiap hero chara punya kalimat unik sendiri(yang tampaknya berasal dari bahasa kuno, ada artinya ga sembarangan) setiap kali berubah memakai Relic.


    [​IMG]

    "Varly, kita keluar yuk? Aku dengar dari Anna, hari ini ada gelombang pendatang baru menuju London, termasuk keluarganya juga. Mau ikut melihat kapal transportnya di dermaga siang ini? Anna ikut juga kok." Ajak Sylvia, yang tiba-tiba datang ke kamar Varlet.
    Varlet yang sedang asyik membaca buku literatur -syukurlah dia diajari ibunya baca tulis sebelum kejadian buruk itu menimpanya- pun tersentak oleh kehadiran kakak angkatnya yang tak terduga itu. "ah, kak Sylvia. Maaf, aku sedang membaca buku pelajaran, bisakah kakak pergi tanpa aku?" tolak Varlet dengan halus. Sylvia cemberut. Tapi dia tidak kehabisan akal.
    "Varly, ayolah. Kamu kan sudah menjadi saudaraku. Sekarang sudah tidak asyik lagi kalau aku harus kemana-mana sendirian," ajak Sylvia dengan agak memaksa.
    Jawab Varlet, "kak, aku ingin menjadi orang yang lebih berpendidikan. Aku ingin menjadi orang yang berguna nantinya, demi keluarga kita juga kak. Karena itu aku..." belum selesai Varlet menjelaskan dengan rinci alasan kenapa dia harus tetap di kamarnya, dia ditarik oleh Sylvia ke luar, dipaksa untuk meninggalkan kegiatan akademiknya. Apa daya tubuh Varlet yang lebih mungil tak mampu berontak dari kekuatan sang kakak angkat yang tomboy dan cukup egois. Ia pun ikut keluar, menuju pelabuhan, mengikuti kehendak Sylvia untuk berjalan-jalan, sekalian menjemput keluarga sang maid.

    Kira-kira tengah hari di dekat sungai Holborn. Kapal-kapal besar dan kecil lalu lalang di perairan sungai itu, mengantarkan banyak orang berikut harapan mereka juga. Sylvia, Varlet, dan Anna yang memayungi mereka berdua, tiba di pelabuhan dengan menggunakan kereta kuda pribadi yang cukup besar. Tampaknya mereka berniat mengantarkan keluarga sang maid menuju rumah baru mereka di London sebelum mereka pulang. Terlihat sebuah kapal transportasi yang cukup besar, bertuliskan "S.S. Donna Marie" di bagian lambungnya.
    Anna berkata, "Miss Sylvia, Miss Varlet, kelihatannya itu adalah kapal yang dinaiki keluarga saya. Bagaimana kalau kita segera mendekat ke sana? Saya ingin bertemu dengan mereka."
    "Oke, ayo kita tunggu dekat jembatan menuju kapal itu." jawab Sylvia sambil menarik tangan Varlet lagi. Kapal Donna Marie pun menurunkan sauhnya, memasang jembatan untuk menyeberangi kapal menuju pelabuhan, dan menunaikan tugasnya untuk mengantarkan para penumpangnya menuju tanah tujuan mereka. Terlihat para kuli yang menurunkan banyak kargo bawaan dari kapal, seperti rempah-rempah dari Hindia, produk porselin dari Cina, wine dari Italia, bahkan ternak serta unggas seperti domba, kambing, babi, bebek, ayam, dan lain-lainnya. Para penumpang juga segera berkemas, lalu turun menuju tanah Britania.

    Dari banyaknya penumpang yang turun dari kapal tersebut, Terlihat seorang wanita muda yang cukup menarik perhatian. Dia berwajah cantik meskipun agak kaku, rambutnya hitam lurus tertata rapi yang diikat kuncir kuda, berpakaian mencolok yang kelihatan seperti yukata, pakaian tradisional rakyat negeri Matahari Terbit. Wanita itu membawa bungkusan kain yang tampaknya berisi perlengkapan dan pakaian gantinya, yang digantung pada sesuatu yang terlihat seperti tongkat namun dibungkus oleh kain berwarna merah. Di lehernya ada terlihat kalung yang dihiasi permata hijau berbentuk taring, mungkin zamrud atau giok. Wanita berkulit putih bagaikan salju itu berjalan dengan agak kesulitan, karena langkahnya agak terhalang oleh kerumunan ternak yang dihalau para kuli menuju kandang sementara di pelabuhan. Sembari agak terburu-buru dalam melangkah, ditambah kerumunan ternak di jembatan kapal, wanita itu pun kehilangan keseimbangannya saat hampir menginjak tanah. Dia pun jatuh terjerembab keras, dengan wajah yang mencium tanah. Hal itu menyebabkan keributan kecil di pelabuhan. Petugas keamanan yang bertugas mengawas aktivitas kapal pun segera menolongnya.
    Wanita itu bangkit dari jatuhnya, bergegas pergi sembari mengucapkan beragam kata yang tak dimengerti orang sekitarnya, "ano buta yaro! Baka no kemono-tachi da! Mitte, watashi no fuku wa... watashi no fuku wa...!!!!" Entah kenapa, meskipun Sylvia dan rombongannya tidak mengerti apa ucapan sang wanita Asia, hal itu membuat mereka tertawa.

    Setelah keributan itu berlalu, perhatian mereka kembali ke para penumpang yang menuruni kapal. Anna segera mengenali wajah keluarganya. Dia pun berseru, memanggil nama-nama mereka untuk segera menghampirinya. Keluarga tersebut terdiri dari pria dan wanita tua yang tampaknya adalah orangtua Anna, sepasang suami istri dan 3 orang anak laki-laki kecil. Anna menjelaskan bahwa sang pria beristri tersebut adalah kakaknya, dan 3 anak kecil itu adalah buah hati keluarga kakaknya. Namanya adalah Watson dan sang istri bernama Elena. Keluarga Anna ternyata ingin menetap di London untuk mencari peruntungan bisnis.

    "Mr. Watson sekeluarga, maukah kalian ikut kami dengan kereta kuda? Akan kami antarkan kalian ke tempat tujuan." kata Sylvia.
    "Oh, apakah tidak merepotkan nona nantinya? Kami bisa saja mencari kusir yang menawarkan jasa transportasi," jawab pak Watson dengan segan.
    "Ah, tidak apa-apa Mister. Sejak awal kami memang ingin mengantarkan anda sekeluarga." balas Sylvia.
    Varlet menambahkan, "saya bantu mengangkat barang-barangnya ya, Mister."
    "Ah, jangan Miss Varlet! Itu sudah tugas saya sebagai maid, anda ikut berteduh saja dulu dengan Miss Sylvia," sela Anna yang segera menutup payung dan mulai mengangkat barang-barang bawaan keluarganya.

    Singkat cerita, barang-barang pun selesai dikemas dan para penumpang siap untuk berangkat. Namun, saat Sylvia hendak meminta sang kusir untuk memacu kudanya, terdengarlah jeritan ketakutan dari arah pelabuhan. Sylvia dan rombongannya menoleh ke arah jeritan itu, dimana terlihat kerumunan orang lari tunggang langgang, dimana yang mengejar mereka adalah makhluk-makhluk aneh yang berniat memangsa mereka tanpa ampun.
    "NOISE!!" Sylvia bergegas turun dari kereta kuda, berlari ke arah kekacauan tersebut, sementara Watson sekeluarga panik melihat apa yang dilakukan sang nona muda. Anna menenangkan mereka semua, berkata bahwa Sylvia bisa menangani itu semua. Sementara Varlet hanya terdiam melihat kakak angkatnya pergi menuju pertarungan yang tak terhindarkan, meski hatinya khawatir akan kehilangan orang yang telah memberinya harapan hidup untuk sekali lagi itu. Kereta kuda pun segera melaju menjauhi pelabuhan.

    Terlihat para penjaga pelabuhan menembaki Noise yang kian mendekat dan berusaha melahap para warga, namun itu semua sia-sia. Noise tidaklah bisa dikalahkan semudah itu. Peluru yang mereka tembakkan dari senapan mereka hanya terpental mengenai tubuh Noise yang cukup elastis. Sylvia yang siap untuk bertarung, melompat ke depan barisan Noise yang jumlahnya cukup banyak. Para penjaga keheranan melihat gadis muda yang tak membawa apa-apa maju ke hadapan makhluk berbahaya tersebut.
    "Little lady, apa yang kamu lakukan? Sudah gila ya? Kamu tidak tahu makhluk itu bisa menghabisimu dalam sekejap?", kata penjaga muda. "Mundurlah! Kami harus bertahan sementara menunggu ksatria Symphogear untuk menangani makhluk itu!", tambah penjaga yang lebih tua, tampaknya dialah yang menolong si wanita Asia sebelumnya.

    Sylvia hanya tersenyum. Dia berkata pada dua penjaga yang kewalahan itu, "Kalau begitu kalian segera mundur, karena sang ksatria sudah hadir disini!" Sylvia tak mau buang-buang waktu lagi, ia pun melantunkan sebaris lagu yang dapat mengaktifkan Relic miliknya, Excalibur untuk melindunginya dari serangan Noise.

    Tubuh Sylvia bersinar. Di sekeliling Sylvia terbentuk lingkaran energi yang melindungi proses terciptanya zirah Symphogear di tubuhnya. Kedua penjaga tersebut hanya bisa terkagum melihat wujud baru Sylvia yang sekarang mengenakan pakaian berwarna merah tua dan biru setelah cahaya yang menyelimutinya memudar.

    [​IMG]

    Sylvia mengeluarkan Armed Gear-nya, pedang raksasa Excalibur dan menerjang ke arah kerumunan Noise. Tebasan pertama, Noise yang berbentuk gumpalan lendir pun hancur. Tebasan kedua, Noise yang berbentuk humanoid(mirip manusia) terpotong sebagian tubuhnya. Melihat serangannya tidak begitu efektif, Sylvia melompat, siap mengeluarkan jurusnya. Kedua mata pedang Excalibur bersinar, mengeluarkan sinar merah panas dan memperbesar jarak serangnya. Sylvia berteriak, "Might of Morgana!!!" Gerombolan Noise terkena tebasan raksasa dari Excalibur, meledak dan musnah.

    [​IMG]

    Sementara di tempat lain, kereta kuda yang dinaiki Varlet dan Anna sekeluarga tampak dikejar oleh dua Noise berbentuk seperti burung berwarna hijau. "Pak kusir, tolong percepat keretanya! Jika tidak, kita akan terkejar oleh monster-monster itu!" kata Anna dengan panik. "Ya, sudah saya usahakan! Tampaknya kuda-kuda tua ini sudah hampir mencapai batasnya!" jawab si kusir sambil kewalahan memacu kudanya.

    Varlet tak bisa tinggal diam. Dia berpikir, bahwa sudah saatnya dia melakukan "itu". Varlet berkata pada Anna sekeluarga, "kalian tetaplah di dalam kereta! Aku akan mengulur waktu entah bagaimana!" Anna yang sudah panik, semakin bingung dengan perkataan sang anak angkat keluarga Hartworth itu. Dia tak ingin tuannya, Sylvia bertambah sedih sekali lagi karena harus kehilangan seseorang yang dia sayangi demi melindungi orang lain.
    "Tapi, Miss Varlet, saya tidak bisa meninggalkan anda! Bagaimanapun anda adalah bagian dari keluarga Hartworth!" cegah Anna.
    "Anna, dirimu dan yang lain juga sudah kuanggap keluarga, orang yang harus aku lindungi. Aku harus berbuat ini, demi menebus kesalahanku yang sudah seringkali merepotkan orang lain di masa lampau!" jawab Varlet.
    Gadis kecil itu pun membuka pintu kereta kuda yang masih berjalan cepat, dan melompat tanpa ancang-ancang. Alhasil tubuh mungilnya terguling-guling di tanah dan bebatuan, tak sempat mengatur keseimbangan dirinya karena tumbukan yang keras. Sambil menahan sakit, yang dianggapnya tidaklah sebanding dengan pukulan dan hantaman yang seringkali dia alami dahulu, Varlet pun berusaha berdiri. Kedua Noise yang terbang itu pun berhenti di hadapan Varlet, tampaknya bersiap-siap menerkam si gadis kecil yang berani.

    "Kalian pikir aku akan melawan kalian tanpa persiapan, hah? Kalian akan kubuat menyesal sudah mencoba untuk menyakiti keluargaku!" tantang Varlet. Noise itu pun tampaknya terintimidasi oleh nada perkataan Varlet, dan menerjangnya.
    Varlet memegang kalungnya, sembari berkata, "Ibu, tolong lindungilah aku." Varlet pun menggumamkan suatu syair, lalu tubuhnya bersinar. Di sekelilingnya terbentuk lingkaran cahaya, sama seperti Sylvia saat memasang zirah ajaibnya.

    Gerakan para Noise itu pun terhenti, tampaknya mereka ingin mengamati apa yang ingin dilakukan calon mangsa mereka. Tapi tampaknya itu adalah langkah yang salah. Saat cahaya itu mulai memudar, tubuh Varlet kecil pun sudah terpasang pakaian berwarna merah muda dan putih yang terlihat unik... Symphogear!

    [​IMG]

    "I... inikah... kekuatan dari kalung warisan Ibu? Ibu memang berkata bahwa benda itu memiliki kekuatan luar biasa... namun tidak sembarang orang bisa memakainya. Tak disangka ternyata kalung ini adalah Symphogear itu sendiri!" kata Varlet, yang takjub melihat apa yang sudah terjadi pada dirinya sendiri.
    "Uoooooooghhhh!!!!! Aku bersemangat!!!!! Aku ingin sekali menghajar kalian para makhluk nggak jelas disini, sekarang juga!!!" jerit Varlet, sembari merasakan bahwa ia pasti akan menang dengan kekuatan barunya itu. Varlet pun melompat ke arah Noise terbang yang paling dekat dengannya, dan melayangkan pukulan bertubi-tubi. Noise itu pun jatuh ke tanah. Belum puas, gauntlet(pelindung tangan)nya pun berubah menjadi lebih besar, hampir sebesar tubuhnya, siap untuk meremukkan Noise yang tak sempat membalas tersebut.
    "JARNGREIPR CRUUUUUUUSSSHHH!!!!!!!!!!!" teriak Varlet sembari menggenggam tubuh Noise sampai retak dan hancur berkeping-keping.

    [​IMG]

    Noise yang satu lagi pun tak diam saja, makhluk itu menukik ke arah Varlet dari belakang. Varlet yang menyadarinya pun siap untuk meng-counter. Kedua gauntlet raksasa di tangannya pun berubah menjadi palu raksasa, Mjolnir. Palu tersebut menghantam Noise yang masih menukik dan memberikan efek aksi-reaksi yang sangat menyakitkan. Noise itu pun terjerembab ke tanah.
    Varlet pun menjerit sekuat tenaga, "MEGINGJARD OVERBOOOOOSTTTTTTTTTT!!!!!!!!!!!!!!!!!" Mjolnir pun berubah bentuk, ketiga piston diatasnya tertekan kebawah dan bagian belakang Mjolnir terbuka lalu mengeluarkan dua buah roket pendorong, yang memberikan kecepatan berlipat ganda dan menghasilkan tenaga hancur yang lebih besar. Noise itu tak sempat menghindar, terkena hantaman benda keras yang telak di bagian punggungnya. Noise itu meledak hebat.

    [​IMG]

    Varlet kelelahan, tubuhnya mengeluarkan keringat banyak. Dia tak menyangka bahwa semua itu selesai. Mjolnir pun kembali menjadi gauntlet di tangannya. Varlet terduduk di tanah, sambil terengah-engah.
    "Hhahh..haaah... haaah.. Syukurlah tidak ada korban jiwa. Semoga Anna dan keluarganya selamat, dan kakak juga..."
    Kakak? Ya, kakaknya, Sylvia seharusnya sedang bertarung menghadapi gerombolan Noise, jelas lebih banyak dan merepotkan ketimbang yang baru saja dia hadapi. Varlet berdiri, mengumpulkan tenaganya yang tersisa dan berlari kembali ke arah pelabuhan. Terlihat dua orang berpakaian penjaga pelabuhan berlari ke arah kota, berpapasan dengan Varlet yang masih mengenakan zirah Symphogear-nya.
    "Oh, ada ksatria lagi rupanya? Syukurlah, bisa tolong bantu ksatria satu lagi yang sedang ada di pelabuhan? Dia sendirian saja bertarung menghalau para monster itu di sana," kata si penjaga muda. Penjaga tua menambahkan, "kami harus segera pergi ke kota, kami harus meminta bala bantuan dari Ordo Heaven's Cross!"
    Balas Varlet, "baiklah, kalian segera pergi ke kota, amankan warga sebisanya dan datangkan bala bantuan!" Kedua penjaga itu pun meneruskan perjalanan mereka dengan bergegas.
    "Kakak... kakak sendirian bertarung! Aku akan datang dan membantu!" ucap Varlet dalam hatinya dengan gelisah.

    Di pelabuhan, Sylvia yang bertarung sendirian mulai lelah.
    "Apa-apaan ini? Kenapa jumlah mereka bertambah sedikit demi sedikit? Biasanya tidak pernah ada bala bantuan Noise jika mereka dihancurkan!" Sylvia pun gelisah, sambil berusaha bertahan sebisanya. Noise yang berkumpul, semakin beragam bentuknya, dari bentuk yang seperti lendir, manusia, ulat, burung, bahkan makhluk raksasa mengepung Sylvia di bagian dermaga pelabuhan.
    "Akankah nasibku sama seperti Lydia... Harus secepat inikah aku pergi meninggalkan dunia ini... Padahal... masih ada yang harus aku lindungi... Aku tidak mau..." gumam Sylvia yang semangatnya menurun kian waktu.
    "Papa.. Mama.. Varlet... Fred dan Anna juga... maaf bila aku harus pergi dari kalian... Semoga kalian semua.." belum selesai kalimat itu diucapkan Sylvia, sesosok gadis dengan palu raksasa sudah menghambur kerumunan Noise itu dari gerbang masuk pelabuhan. Sosok itu berlari sekuat tenaga sambil mengayunkan palunya ke arah monster yang berusaha menghalanginya.
    Sylvia kebingungan melihatnya, "kekuatan itu... Symphogear? Ada lagi ksatria selain aku di sini? Tapi... siapa?"
    "KAKAAAKK!!!!! KAK SYLVIAAAAA!!!!!!!!" suara yang familiar terdengar oleh Sylvia. Tak salah lagi. Itu adalah suara milik sang gadis kecil yang ditolongnya dahulu. Varlet. Gadis lemah yang tak dapat melawan saat tertangkap basah mencuri roti.
    "Hah? Varlet? Kamu... bagaimana kamu bisa...?" tanya Sylvia saat Varlet sampai di hadapannya, di belakangnya sisa tubuh Noise bergelimpangan, ada yang meledak dan menjadi abu.
    "Nanti saja pertanyaannya kak, kita bereskan makhluk-makhluk ini dulu!" potong Varlet. Sylvia setuju dengan adiknya, tak ada waktu untuk bertanya, nyawa mereka sedang dipertaruhkan.

    "Oke. Aku hajar yang paling besar itu, kamu urus yang kecil-kecilnya. Aku akan konsentrasikan sisa kekuatanku, untuk memberikan kerusakan sebesar mungkin. Siap, Varly?" komando Sylvia.
    "Siap laksanakan, kak! Akan kuulur waktu sebisanya," jawab Varlet dengan yakin. Kedua saudari itu pun maju, menghajar Noise yang menghalangi mereka. Sylvia melompat ke tiang terdekat, mengisi tenaganya untuk serangan level tinggi. Sementara Varlet menjadi umpan, mengalihkan perhatian para Noise sembari menghajar mereka semampunya. Noise berukuran raksasa mendekati Varlet, yang sibuk memukuli Noise kecil yang mengerumuninya. Raksasa berwarna merah itu siap menghantam tubuh kecil Varlet. Varlet tertolong oleh suara kakaknya yang menyuruhnya untuk segera menghindar jauh-jauh. Serangan raksasa itu luput, dia berusaha mengejar Varlet namun teralih perhatiannya oleh teriakan Sylvia, "ASCENSION TO AVALOOOOOOON!!!!!!!!!"

    [​IMG]

    Pedang Excalibur terbuka sedikit demi sedikit, memperlihatkan rangka dalamnya yang memiliki inti berkilauan seperti permata. Armed Gear-nya mengeluarkan cahaya keemasan, diiringi inti Excalibur yang memencarkan sinar berdaya penghancur besar ke segala arah. Noise raksasa itu terbakar, hancur berkeping-keping, disertai gerombolan Noise kecil di dekatnya yang musnah menjadi abu. Pelabuhan itu bersih dari Noise, meskipun ada beberapa bangunan yang rusak karena proses pertarungan.
    Sylvia pun roboh, tubuhnya lemas dan meluncur ke tanah di bawahnya. Namun itu tidak terjadi, karena Varlet dengan sigap menolongnya. Kesadaran Sylvia pun menghilang, matanya tertutup dan hal terakhir yang dia lihat hanya wajah Varlet yang menangis.


    "Syl...Syl... Ayo bangun, tukang tidur." Suara seseorang yang dikenal Sylvia pun membangunkannya. Seseorang yang dulu sangat berarti baginya. Seseorang yang dia sayangi. Seseorang yang sudah pernah membuat hatinya sakit. Seseorang yang seharusnya sudah tidak ada lagi di dunia ini.
    Mata Sylvia terbuka. Di sekitar dirinya ada cahaya terang, seakan dia sedang berada di tempat lain. Tempat yang jauh. Bukan di dunia yang ia tinggali. Sylvia menoleh ke samping, terlihat seorang gadis berambut pirang panjang bergaun putih sekaki duduk di samping tubuhnya yang terbaring. "Sudah bangun, Syl?"
    "Ly..dia..?" Sylvia masih belum percaya dengan apa yang dia lihat. Apa ini mimpi? pikir Sylvia. Lydia yang seharusnya sudah meninggal kini duduk dan berbicara dengannya. Atau... dia sendiri yang sudah mati?
    Belum habis pikir Sylvia, sang gadis berujar lagi padanya, "sekarang kamu sudah mendapat orang lain yang bisa kamu lindungi, ya? Hm, senangnya. Akhirnya kamu bisa mendapat alasan kembali untuk terus hidup"
    "Lydia... Lyddie...aku.. aku hanya melakukan apa yang aku bisa.. lagipula nggak ada yang bisa menggantikan kamu di hatiku." ucap Sylvia sambil mendudukkan tubuhnya.
    Lanjut Sylvia, "kamu adalah sahabatku yang paling baik, yang selalu perhatian denganku, kamulah yang memberikanku keinginan untuk melihat dunia ini dan menjadikannya lebih baik. Karena itulah kamu yang nomor satu di hati..." belum selesai Sylvia mengucapkan kata-katanya, jari telunjuk Lydia menutupi bibir Sylvia.
    "mm-hmm, Syl." katanya sambil tersenyum dan menggelengkan kepala.
    Dia pun melanjutkan, "aku sudah nggak bisa lagi hidup dan menemani kamu seperti dulu. Jangan terus bawa masa lalu kita di dalam hati dan pikiranmu. Majulah ke depan, lihatlah dengan siapa kamu hidup sekarang, siapa yang akan kamu lindungi, siapa yang kamu sayangi. Jangan kecewakan mereka ya, hmm?" Lydia pun menyudahi perkataannya dan berdiri, lalu berjalan menjauhi Sylvia yang masih memikirkan apa yang dimaksud Lydia. Tubuh Lydia pun memudar, terlingkupi cahaya terang.
    Sebelum dirinya menghilang dari pandangan Sylvia, dia sempat berbalik dan berkata, "kamu pasti tahu siapa itu, Little Silly..."
    "Little... Silly.. hmh, sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu, Lyddie." kata Sylvia sambil tersenyum. Sekelilingnya pun menjadi semakin terang. Kesadarannya seakan menghilang lagi, terbawa kehangatan yang semakin mengisi dirinya.


    Sylvia pun terbangun dari pingsannya. Tampaknya sudah cukup lama dia tak sadarkan diri. Dia melihat ke sekitar, ternyata tempat dia berbaring adalah tempat tidur di kamarnya. Terlihat Varlet yang berada di sisinya, tertidur di kursi dengan buku literatur tergeletak di pahanya.
    "Varlet..."
    "Oh, kak Sylvia? Kakak akhirnya bangun juga! Syukurlah..." Varlet yang terbangun langsung menyadari keadaan kakaknya yang sudah tak sadarkan diri selama dua hari itu.
    Dia pun berdiri dan memeluk sang kakak yang masih agak lemah, "kakak! Aku khawatir sekali dengan kakak, aku nggak mau kakak meninggalkan aku..."
    Jawab Sylvia sambil tersenyum lebar dan menepuk kepala adiknya, "haha... tenang saja Varly. Kakakmu ini kuat lho."

    [​IMG]

    [​IMG]
     
    Last edited: Oct 4, 2013
  4. Rio_Shinn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 29, 2013
    Messages:
    502
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,393 / -0
    Part 3 selesai, tunggu part selanjutnya ya

    Part 3 selesai juga. Yuri is so high in this story. Ditambah lagi 1 potensi cewek buat couple2an, meskipun masih aku agak bingung sama siapa nantinya, berhubung nanti partisipasi di cerita hanya sedikit di awal-awal. Nanti aku tambahkan gambar-gambar battle-nya.


    Sekitar satu minggu setelah kejadian itu, Sylvia mengantarkan Varlet ke gedung milik Ordo Heaven's Cross. Dia ingin mendaftarkan adiknya sebagai ksatria Symphogear, tentunya dengan persetujuan Varlet. Di gedung megah yang terbuat dari batu gunung yang dipahat, dan tingginya tiga lantai itu, penjagaannya cukup ketat. Karena di gedung itulah pasukan khusus pengaman negeri dibentuk dan dikelola.

    Sylvia masuk tanpa ditanyai oleh para penjaga, malahan mereka memberi hormat padanya. Nampaknya mereka sudah tahu status Sylvia sebagai Vanguard(pasukan garis depan) yang berjasa dalam perang melawan Noise. Varlet terkagum-kagum dengan apa yang ia lihat. Tak disangka orang-orang begitu mengandalkan ksatria Symphogear. Mereka pun masuk ke ruangan bawah tanah, melewati tangga yang diterangi lentera yang digantung di sepanjang jalan.

    Mereka pun sampai di ruangan bawah tanah, entah kenapa terang seolah-olah posisi ruangan adalah di luar dan tak beratap.
    Sylvia menyapa pria gemuk berjas coklat tua di hadapannya, "oi, Prof! Ada cewek baru nih, siap menendang bokong Noise itu sampai ke bulan!"
    Pria gemuk dengan janggut cukup lebat itu berbalik dan memakai kacamatanya, "oh, jangan-jangan... little lady, apakah kamu salah satu 'Attuned'?"
    "Attuned? apa itu maksudnya, Mister?" tanya Varlet balik.
    Pria itu menjawab dengan antusias, "Oh, apakah kamu mau tahu tentang Attuned? Attuned adalah orang-orang yang terpilih yang dapat mengaktifkan Relic, dan mengaktifkannya tidaklah dengan sembarang cara, namun dengan semacam nada yang teratur, membentuk semacam lagu yang bereaksi dengan Relic yang kemudian....." belum selesai pria itu berbicara, Sylvia memotongnya.
    "Oke oke, sudah cukup Prof. Hardy! Gadis ini bisa tertidur pulas sebelum anda menyelesaikan kuliah dadakan anda. Kita langsung saja ke pemeriksaannya."
    "Oh, ya! Pemeriksaan! Ya, ayo ikut saya, little lady. Kita laksanakan pemeriksaan fisik dulu, untuk memastikan apakah anda adalah seorang Attuned atau bukan! Hohoho, tenang saja, sama sekali tidak ada penyuntikan, pembedahan, pemotongan anggota tubuh, cangkok otak dan segala yang mengerikan di pemeriksaan nanti!" kata Prof. Hardy dengan antusias.
    Sementara Varlet berlindung ketakutan di belakang kakaknya, sambil membayangkan kata-kata terakhir yang diucapkan oleh si profesor.

    Akhirnya Varlet mau melakukan pemeriksaan, setelah dibujuk Sylvia untuk dibelikan cemilan saat pulang nanti. Pemeriksaan dilakukan di ruangan tertutup, diawasi oleh Prof. Hardy, dilaksanakan oleh beberapa anggota ordo yang berpakaian jas laboratorium.
    "Oke little lady, silahkan berubah!" Varlet menurut, dia pun melantunkan lagu untuk mengaktifkan Relic yang saat ini adalah kalungnya. Tubuhnya bersinar, dan sekitarnya terbentuk lingkaran bercahaya yang melindungi dirinya selama zirah Symphogearnya terpasang di tubuhnya per bagian. Saat cahaya di tubuhnya menghilang, Varlet sudah mengenakan pakaian unik berwarna merah muda dan putih. Anggota ordo yang lain terkejut melihatnya. Gadis sekecil itu sudah mampu mengendalikan Relic.
    Prof. Hardy terkesima, "Bravo! Bravo! Luar biasa little lady, anda bisa menggunakan Relic! Tampaknya ini kemajuan di penelitian saya, bahwa penggunaan Relic tidaklah terpaku oleh umur. Meskipun sampai sekarang belum bisa saya dapatkan jawaban, mengapa hanya wanita yang dapat memakai Relic. Entah kenapa Relic adalah sesuatu yang sexist ya? Hohoho..."
    Sylvia masuk ke ruangan pemeriksaan. "Bagaimana, prof? Aku dari awal sudah yakin bahwa dia memang seorang Attuned, karena aku sudah berpengalaman bertempur bersamanya satu kali."
    "Incredible, Miss Sylvia. Gadis ini memang Attuned. Kecil-kecil cabe rawit ya? Hohoho. Jadi, apakah little lady itu akan dimasukkan ke Vanguard? Meskipun aku kurang setuju karena umurnya yang masih sangat belia."
    Varlet menyela, "aku akan masuk Vanguard! Aku ingin melindungi semua orang yang aku sayangi, aku akan melindungi negeri ini juga dari para Noise!"
    Jawab Prof. Hardy, "Hoho, semangat yang besar! Saya suka akan hal itu. Itu semua pilihan anda, little lady. Anda yang menentukan masa depan anda."
    Sylvia menyudahi pembicaraan itu, "kalau begitu, kami permisi dulu prof. Saya sudah berjanji pada si kecil ini untuk mengantarnya ke suatu tempat."
    "Hoho. Silahkan, silahkan. Saya juga akan kembali ke kesibukan saya, tetap meneliti Relic."

    Sylvia dan Varlet berjalan keluar, menuju lantai pertama. Varlet yang sudah tidak sabar untuk jajan dengan kakaknya, berlari ke gerbang depan. Namun sial, dia menabrak seorang gadis seumuran Sylvia. Varlet jatuh terduduk, saat ia melihat siapa yang sudah dia tabrak, dia agak terkejut. Gadis yang dia tabrak ternyata berwajah agak masam. Ditambah lagi, dia menggunakan zirah Symphogear yang berwarna oranye-hitam-putih seolah itu pakaian sehari-harinya.
    "Hati-hati kalau berjalan, stupid brat. Are you blind or something? Beruntung hari ini aku tidak bad mood. Jika iya, kamu akan menyesal sudah menyentuhku."
    Varlet berdiri, lalu menunduk dan memohon maaf dari si gadis jutek.
    "Maaf Miss. Saya tidak sengaja. Saya yang salah sudah terburu-buru. Saya tidak akan melakukannya lagi." "Hmph... sudahlah, go away." Gadis berambut kemerahan berkepang dua, yang berjalan dengan gagahnya dengan zirah itu pun pergi menghilang ke dalam gedung ordo. Tampaknya dia salah satu pengguna Relic juga, pikir Varlet. Sylvia yang dari tadi hanya melihat dari belakang, menyusul Varlet. "Kamu nggak apa-apa, Varly?" "Kak, kenapa kakak nggak membantu aku tadi?" kata Varlet sambil meringis.

    Tengah hari yang cukup panas. Kedua bersaudari itu keluar dari gedung ordo dan berjalan mengarah ke kedai makanan di tengah kota yang ramai, sambil bercerita.
    "Gadis yang memakai zirah oranye tadi itu namanya Heather Cardigan. Relic-nya Gungnir. Dia yang paling kuat di squad kami, jadi dialah ketuanya. Tapi jujur selama pengalamanku menjadi anggota Vanguard, dia lebih banyak memberi kesan buruk ketimbang baiknya," kata Sylvia. "Seperti apa kak, buruknya? selain perangainya yang tadi.." Varlet penasaran.
    Sylvia mulai mengoceh, seperti ibu arisan. "Hhhhh... Sebenarnya aku malas membicarakannya. Dia itu keluarga kerajaan, meski bukan pewaris tahta. Tapi sombongnya minta ampun. Gaya bicaranya aneh dan mengintimidasi, ketawanya lucu, sok bersih, ditambah lagi pada saat dia lulus tes Attuned. Makin besar kepalanya. Setiap kali dia pergi ke gedung ordo, pakaian yang dipakainya itu zirah Symphogear. Seolah-olah dengan pongahnya dia ingin berkata, 'akulah ksatria yang menyelamatkan bokong kalian dari monster-monster terkutuk, pujalah aku, jilat sepatuku, blah blah blah. Aku tahu kalau dia memang keturunan keluarga royal, tapi ada batasnya juga kali..."
    "ah, kalau baiknya apa kak?" potong Varlet, mengetahui bahwa curhat itu akan makan waktu lama.
    "Baiknya? Pffft. Cuma kuat saat bertarung, dia beruntung punya Relic legendaris. Dan... dadanya yang seperti sapi itu.." jawab Sylvia yang agak depresi.
    "Ah, hehe...he..." Varlet tidak tahu harus menjawab apa. Ternyata kakaknya bisa sensitif juga mengenai hal-hal itu. Jarang sekali dia bisa melihat kakaknya bisa bicara lepas soal masalahnya, karena biasanya Sylvia lah yang selalu menghibur dirinya saat terkena masalah.

    Mereka melihat London Bridge yang masih dalam proses pembangunan, masih belum banyak kemajuan karena jalan menuju jembatan yang di masa depan nanti akan menjadi monumen yang megah, masihlah sempit dan masyarakat lebih suka menyewa kapal untuk menyeberangi Sungai Thames. Melewati Westminster Abbey, katedral sekaligus tempat pemakaman raksasa dan paling megah seantero Britania, peninggalan dari sekitar awal milenium pertama zaman Masehi, yang masih berdiri dengan kokohnya hingga sekarang, setelah dipugar berkali-kali oleh penguasa tiap zamannya. Mereka pun sampai di daerah pusat perdagangan, dimana sudah dijelaskan sebelumnya tiap jalan memiliki tipe dagangan masing-masing, seperti roti, produk susu, bahkan pakaian. Sylvia mencari kedai yang cukup bagus, yang menyediakan beragam panganan. Biasanya kedai tersebut dibuat satu bangunan dengan penginapan juga, supaya pelanggan tidak repot-repot mencari makanan keluar penginapan.

    Perhatian Sylvia tertuju pada penginapan dua lantai yang terbuat dari kayu oak, bukan karena bentuk bangunannya, tetapi karena harumnya aroma makanan yang berasal dari kedai penginapan tersebut.
    "Bagaimana kalau kita makan di sini saja, Varly?" tawar Sylvia.
    "Boleh kak, aku juga cukup lelah berkeliling kota. Lagipula kan tadi kakak bilang mau membelikan aku cemilan setelah urusan selesai." kata Varlet setuju.
    "Oke oke, kita makan yang banyak disini. Semoga rasanya memang sesuai dengan aromanya, atau siallah hidungku." Mereka berdua pun masuk ke dalam kedai tersebut, mencari meja yang kosong, dan memanggil pelayan untuk meminta menu.
    "Permisi, kami mau memesan," kata Sylvia sambil melambaikan tangannya. Datanglah seorang pelayan menuju meja mereka, gadis yang tampangnya cukup familiar.
    Varlet yang terlebih dahulu menyadarinya, "ah, anda kan, wanita yang terjatuh karena tersandung ternak di pelabuhan itu!"
    "Hah! Kenapa anda bisa tahu akan hal itu, tolong jangan keras-keras bicaranya, ojou-chan!" Gadis itu terkejut dan memberi isyarat untuk memelankan suara.
    "Heee. Kamu kan wanita Asia yang jatuh di pelabuhan itu, yang terjerembab setelah... tersandung babi, domba atau apalah itu?" tambah Sylvia, tak tahu akan keadaan.
    "Aduh, tolong jangan keras-keras, nanti pengunjung lain terganggu atau bahkan menertawakan saya, okyaku-sama! Ah, sudahlah. Ini menunya, panggil saya lagi jika sudah menentukan pesanan anda," si pelayan pun kabur ke ruang belakang. Tampaknya dia bukan tipe orang yang suka banyak omong dan diperhatikan orang lain.

    Sylvia dan Varlet memesan sup daging, serta roti dan madu. Pelayan tersebut mengantarkan pesanan mereka, sembari menyadari satu hal.
    "Chotto matte. Kimi-tachi wa... ah, kalian rupanya yang menertawakan aku di pelabuhan waktu itu ya?"
    "Ah, iya, hahahaha..." kata Sylvia tanpa rasa bersalah.
    Varlet memotong, "bukan aku, cuma dia yang tertawa."
    "Kenapa kamu mengkhianati aku, Varlet? Padahal kita kan..." Sylvia kesal.
    "Jujur itu indah, kak. Hanya kakak yang bertingkah seperti itu saat di pelabuhan." balas Varlet, sambil memakan rotinya dengan lahap.
    "Hhhh. Sudahlah. Cepat makan dan keluarlah dari sini." kata si pelayan kesal.
    "Pfffft. Pelanggan adalah raja. Tidakkah kamu tahu adat seperti itu di Timur sana?" balas Sylvia.
    Si pelayan hanya bisa cemberut, dan kabur ke ruang belakang lagi, disertai teriakan, "Mukatsuku desu waaaaaaaaaa!!!!!!!!!"
    "Tumben kakak hari ini cerewet," timpal Varlet.
    "Diam dan makanlah, Varly." Sylvia pun akhirnya bisa merasakan makanan di mulutnya setelah basa basi yang tak berarti tadi.

    Siang menjelang sore, mereka berdua berniat berjalan pulang ke mansion Hartworth di pinggiran kota. Namun, rencana itu tidaklah mulus seperti yang mereka inginkan. Tak jauh dari kedai itu, terdengar jeritan orang-orang. Pelanggan di kedai pun ribut, termasuk dua bersaudara ksatria. Mereka pun bergegas keluar, khawatir bahwa bahaya yang mereka pikirkan adalah kenyataan. Sylvia dan Varlet berlari ke arah plaza. Mereka berusaha untuk tak terkejut, karena tebakan mereka benar. Kepanikan terjadi di plaza, dimana banyak keluarga berkumpul untuk melepas lelah. Para penduduk kota lari kocar-kacir, berusaha menyelamatkan diri setelah melihat makhluk-makhluk aneh yang tiba-tiba datang dan menyerang mereka. Noise adalah sumber kekacauan tersebut.

    Beberapa orang tak sempat kabur, ada yang hancur menjadi abu, karena disentuh oleh Noise. hanya Symphogear yang dapat melindungi manusia dari serangan Noise. Bahkan ada anak-anak kecil yang bermain pun menjadi korban. Sylvia luar biasa geram melihat kejadian tersebut, bahkan Varlet yang seringkali menjaga perasaannya sekalipun pada akhirnya tak dapat menahan raut wajah yang menunjukkan ketidaksukaannya pada apa yang dia lihat. Saatnya untuk berubah. Namun niat itu urung, karena Noise menyerang berpencar kemana-mana, bahkan ada yang dapat menembakkan semacam peluru dari tubuhnya, merusak bangunan-bangunan di sekitarnya. Alhasil, reruntuhan jatuh menimpa orang-orang yang tak sempat menyelamatkan diri. Refleks kedua saudari itu untuk langsung menolong penduduk kota yang tertindih reruntuhan. Perhatian Varlet tertuju pada anak kecil yang kedua kakinya terluka, tertimpa bongkahan batu dari dinding bangunan. Dia pun berlari menuju sang anak yang tertelungkup, menangis menahan sakit di kakinya.

    Varlet berusaha mengangkat bebatuan yang menimpa kaki si anak. Namun dia tak dapat berubah, karena begitu banyak orang yang terluka di sekitar mereka, kehilangan darah setiap waktu yang terlewat, tak ada waktu untuk menggunakan zirah. Noise berbentuk humanoid mendekati Varlet, tampaknya makhluk itu ingin membuat Varlet seperti korban-korbannya yang lain, menjadi abu. Sylvia yang mengetahui hal itu, bingung harus melakukan apa. Di hadapannya ada pria dan wanita paruh baya yang terluka cukup parah, dia tak bisa memilih apakah harus meninggalkan para korban demi menyelamatkan adiknya, atau menyelamatkan penduduk sementara harus melihat adiknya sendiri hancur menjadi abu di hadapannya.

    Di dalam kekacauan besar, rintihan, tangisan dan teriakan minta tolong, terdengar suara syair yang merdu dari atas.

    "Imyuteus Ame no Nuhoko Tron"

    Kilauan hijau muda menyelimuti plaza yang hancur berantakan, berasal dari atas gedung terdekat. Sumber kilauan itu turun dengan cepat, dan saat cahayanya menghilang, tampillah seorang gadis berambut hitam panjang, dengan pakaian unik yang motifnya tidak begitu asing di mata Varlet dan Sylvia, yang perasaannya masih bercampur aduk tak karuan di dalam kekacauan itu.

    [​IMG]

    "Itu... zirah Symphogear??" ucap Sylvia keheranan. Saat gadis itu mencapai tanah, wajahnya terlihat cukup jelas. Gadis yang sekarang tampak siap bertempur dengan pakaian berwarna hijau muda dan putih itu adalah sang pelayan kedai yang ditemuinya tadi siang, yang sempat beradu mulut dengannya. "Kakak pelayan yang tadi... juga punya kekuatan itu?" kata Varlet tak kalah heran.

    Tanpa banyak basa basi, sang gadis mengeluarkan Armed Gearnya, tombak Ame-no-Nuhoko. Ia pun maju merangsek, menerobos ke arah kerumunan Noise yang mendekati orang-orang yang tak berdaya. "Susanoo no Ikari..." ucapnya dengan nada yang agak tenang.
    Mata tombaknya memanjang dua kali lipat, lalu ia menebas Noise yang berada di sekelilingnya dengan beberapa kali putaran, dan semua Noise yang berada di jarak serangnya terpotong-potong seperti sashimi, kemudian menjadi abu di tanah. Tombak sang gadis Asia itu kembali menjadi ukuran semula. Dia mendekati para penduduk yang tergeletak tak berdaya, menggunakan pangkal tombaknya yang tidak begitu tajam sebagai pengungkit untuk mengangkat batu-batuan yang menindih para korban.
    "Nani yattenda ga, ojou-chan? Ayo, cepat tolong mereka, bawa mereka ke tempat yang aman segera!" perintahnya pada Varlet yang melakukan usaha sia-sia untuk menolong tanpa kekuatan yang cukup. Varlet menurut tanpa berucap satu patah kata pun, ia membopong dua penduduk yang terluka semampunya. Kali ini ia bergegas ke arah reruntuhan dimana Sylvia berada. Ia pun melakukan hal yang sama pada bebatuan yang menindih penduduk kota di bawahnya.
    Selagi ia mengangkat bebatuan yang jumlahnya kali ini cukup banyak, Sylvia berkata padanya, "Ah.. anu... terima kasih, nona. Kamu sudah menolong kami di saat seperti ini."
    Gadis itu hanya menjawab, "Mondai de arimasen, tapi dengan ini kita impas ya, jangan mengata-ngatai saya lagi."
    "...ya, maaf soal itu. Ayo kita tolong orang-orang ini. Jangan sampai ada korban jiwa lebih jauh lagi, Noise masih belum semuanya ditumpas di lokasi kita berada," kata Sylvia dengan rasa penyesalan.
    Setelah pecahan batu-batu tersingkirkan, Sylvia pun membopong korban-korban, dibantu beberapa pria yang memberanikan diri untuk datang ke lokasi kejadian setelah jumlah Noise agak berkurang.

    Melihat jumlah penduduk terluka yang tertinggal di lokasi sudah mulai berkurang, sang gadis penombak pun maju, memburu sisa Noise yang berkeliling mencari mangsa lain. Terlihat ordo Heaven's Cross membantu menahan makhluk-makhluk tersebut, terus menebas dan menembak meskipun mereka tak dapat memberikan kerusakan berarti pada tubuh Noise.
    "Jyama da! Dokee! Jangan halangi saya!" teriak gadis itu melihat perlawanan sia-sia dari para pasukan. Melihat bahwa pakaian yang digunakan oleh gadis yang baru saja membentak mereka bukanlah baju ketat biasa, pasukan ordo pun mundur. Gadis itu maju, ke arah barisan Noise yang mencoba memasuki daerah perumahan penduduk. Ia melompat, dan mengucapkan, "Tsukuyomi no Urami..."

    Dia pun memutar tombaknya di hadapannya dengan sangat cepat, di bagian tengah pusarannya terbentuk bola energi berwarna kekuningan yang kian waktu semakin membesar. Gadis itu menghentikan tombaknya, mengambil ancang-ancang lalu memukul bola energi besar itu dengan batang tombaknya. Bola energi itu terlepas dari posisinya, menuju gerombolan Noise di hadapannya. Ledakan hebat terjadi, berikut tubuh Noise yang berantakan dan menjadi abu. Semua Noise pun musnah, disertai sorakan gembira para pasukan ordo yang menonton aksi luar biasa sang gadis Asia cantik itu dari belakang.

    Pasukan keamanan pun datang, membersihkan kerusakan yang ada dan mengantarkan penduduk yang terluka ke klinik terdekat, dibantu oleh orang-orang yang sempat menyelamatkan diri saat serangan terjadi. Sylvia menghampiri sang gadis Asia, yang kini terduduk di reruntuhan plaza, tanpa menggunakan zirah Symphogear-nya, hanya pakaian pelayan biasa.
    "Terimakasih atas semuanya. Apa yang kamu lakukan itu luar biasa, nona. Boleh saya tahu siapa nama anda?" tanya Sylvia dengan sopan kepada sang gadis penyelamat.
    "Akane. Kazanari Akane, desu. Nama anda sendiri?" jawab sang gadis disertai pertanyaan balik, menunjukkan bahwa dia juga penasaran dengan siapa Sylvia sebenarnya.
    "Sylvia Hartworth. Saya tidak menduga kalau anda juga seorang Attuned, bisa memakai Symphogear."

    Akane berkata,"'juga', anda bilang? Berarti... anda juga seorang uta no kishi seperti saya?"
    Sylvia bingung dengan perkataan Akane, karena dia begitu sering mencampurkan kata-kata yang tampaknya bahasa negerinya di kalimat yang ia ucapkan.
    "Uta no.. apaan?"
    "Uta no kishi, Hartworth-san. Ksatria yang menggunakan lagu sebagai pengiring pertempurannya, yang memperkuat dirinya, untuk memusnahkan makhluk-makhluk terkutuk itu," jawab Akane sambil menjelaskan.

    "Oh, itu. kami di Britania menyebutnya sebagai 'Attuned', yaitu orang-orang yang bisa memakai Relic untuk menjadi zirah tempur Symphogear dan bertarung melawan Noise, saya dan adik saya adalah salah satunya," kata Sylvia sambil manggut-manggut.
    "Relic? Symphogear? Hmm... tampaknya yang anda maksudkan adalah permata suci yang di kalung anda itu kan? Saya juga memilikinya. Ini adalah pusaka yang dijaga di kuil kami, diwariskan turun-temurun bagi para miko untuk memakainya melawan para oni yang jahat. Mungkin disini kalian lebih mengenalnya dengan 'Noise'," tanggap Akane.
    "Jadi di negeri kalian juga ada Noise, ya. Merepotkan sekali," kata Sylvia.
    "Makhluk itu memang ada dimana-mana, masih tidak saya ketahui mengapa mereka memangsa manusia lalu pergi begitu saja. Karena itu kami menganggap mereka sebagai oni, setan yang merusak."

    "Oke, berhubung kita sudah saling kenal begini, kita sudahi formalitasnya. Panggil saja aku Sylvia. Apakah kamu mau mengikuti kami sebagai pasukan Vanguard? Kami semua beranggotakan orang yang dapat menggunakan Relic seperti kamu, Akane." tawar Sylvia. "Kotowaru. Aku menolak. Aku punya tujuan tersendiri untuk datang dan melawan makhluk itu di tanah barbar ini," tolak Akane. Wajahnya tampak dingin, ia kembali ke imejnya yang dulu.
    "Ba... barbar? kenapa kamu berkata seperti itu?" kata Sylvia dengan agak tidak percaya. "Ya, barbar. negeri ini seisinya. Aku tak terbiasa dengan kebudayaan orang Barat. Gaya berpakaian, bicara, bahkan berkelakuan. Aku hanya terpaksa mencari pekerjaan sebagai penghidupan di tempat ini, supaya aku bisa memenuhi kebutuhanku sementara aku memenuhi tugasku di sini," Akane menjawab dengan agak kasar, kelihatannya dia serius. Mungkin itulah yang disebut shock culture.
    "Maaf saja ya, gadis sok suci. Aku tidak tahu bagaimana kehidupan kalian orang Timur sana, tapi kamu tidak tahu apa-apa tentang kehidupan kami, kamu kan baru saja datang ke negeri ini, tidak punya hak untuk begitu saja menilai sesuatu," jawab Sylvia, tak terima mendengar perkataan sang gadis Asia.
    "Tidak tahu apa-apa? Dengar ya ojou-sama, yang kemana-mana dengan pakaiannya yang mahal, yang jarang mengetahui bagaimana kehidupan rakyat sendiri. Negeri ini, terisi dengan beragam kenajisan yang sampai sekarang harus kuhindari supaya tubuhku tidak ternodai! Penduduknya berbahasa tidak sopan, kejahatan dimana-mana, dan apakah kamu tidak tahu, oh jelas kamu tidak tahu ya, bahwa pada saat aku berkeliling mencari tempat tinggal sementara, aku sudah ditawari sekumpulan ******** mesum untuk menjadi wanita penghibur, pemuas nafsu! Kamu tidak tahu bahwa kami, para miko, wanita penjaga kuil, harus bersih secara jasmani dan nurani? Betapa besarnya penghinaan yang diberikan oleh penduduk negeri ini kepada seorang pendatang asing! Tidak tahu tata krama! Itu yang kamu sebut 'tidak tahu apa-apa', hah? Kamu harusnya bersyukur sudah kubantu!" komplain Akane panjang lebar.
    "Jangan sembarangan ngoceh kamu, Asian doll! Kamu saja yang lagi sial, toh buktinya kamu mau saja bekerja di kedai itu? Kalau kamu memang najis dengan kami orang Barat, buat saja usaha sendiri dengan isinya orang-orang bermata sipit seperti kalian!" Sylvia sewot luar biasa dan mulai berkata-kata kasar. Tensi mulai meningkat dan orang-orang sekitar mulai memperhatikan. Syukurlah Varlet, yang baru saja selesai membantu membawa para korban ke klinik datang menengahi.
    "Kak Sylvia, kenapa kakak teriak-teriak begitu? Rasis lagi! Ini nggak seperti kakak yang biasanya!" lanjut Varlet sambil menundukkan kepalanya pada Akane, "maaf Miss, saya dan kakak saya akan segera pergi dari sini, saya sungguh mohon maaf bila perkataan kakak saya menyakiti hati anda." Sylvia pergi begitu saja tanpa berkata-kata, dan langkahnya mendepak-depak tanah dengan keras. This day is full of s**t, pikirnya.

    Akane mengalihkan perhatiannya pada Varlet, "siapa namamu, kawaii ojou-chan? Kamu tampaknya lebih berpendidikan dalam berkomunikasi ketimbang kakakmu yang tidak mau kalah itu."
    "Nama saya Varlet, Varlet Bjorkinova. senang bertemu anda, kak..." "...Akane. Kazanari Akane. Panggil saja aku Akane, ojou-chan." jawab Akane yang moodnya lebih santai, melihat masih ada generasi zaman sekarang yang kelakuan dan perkataannya masih dijaga. "Terimakasih sudah membantu kami tadi, kak Akane. Sungguh mulia perbuatan kakak, mau menolong nyawa orang-orang yang tak dikenal, meskipun kakak menganggap mereka adalah barbar," tampaknya Varlet sempat mendengar argumen mereka berdua tadi.
    "A... ah.. bukan apa-apa, Varlet-chan. Aku hanya melakukan apa yang harusnya dilakukan seorang manusia pada manusia lain," jawab Akane sambil malu-malu sendiri, tampaknya dia agak menyesal menyebut seisi negeri Britania adalah barbar. Setidaknya gadis manis di hadapannya sudah memberikannya nilai tambah untuk kepercayaannya pada kemanusiaan.

    "Varlet! Kamu ngapain lama-lama dengan Asian doll itu? Nanti ketularan sok sucinya, nggak usah dekat-dekat!" teriak Sylvia dari ujung jalan, tidak sabar menunggu obrolan adiknya dengan si gadis Asia selesai.
    "I...Iya kak! aku segera kesana..." jawab Varlet dengan agak terkejut, dia tahu bahwa mood si kakak hari ini sedang tidak baik.
    "Saya permisi dulu, kak Akane. Nanti kalau ada waktu kami mampir lagi ke kedai kakak, makanannya enak," ucap Varlet memohon permisi.
    "Oke, tapi jangan bawa kakakmu ya. Keselamatan kedai tempatku bekerja tidak terjamin nantinya," jawab Akane dengan sedikit bercanda. "Ah, kak Akane bisa saja," kata Varlet sambil berlari ke tempat kakaknya yang menunggu dengan kesal.

    "Kamu ngapain sih sok akrab dengan si Asian doll itu? Asli nggak banget mulut dengan penampilannya. Pffft. Jangan sampai kamu ikut-ikut gaya bicaranya, menular itu!" kata Sylvia dengan cemberut.
    "Hmm? Kakak cemburu melihat aku akrab dengan wanita lain?" goda Varlet, berusaha meringankan kekesalan si kakak.
    "H... H.. Heeee? Cemburu? Apaan? Demi apa aku cemburu sama Asian doll itu? K... kamu pikir aku cewek apaan coba?" kata Sylvia sambil salah tingkah. Mungkin dia berpikir 'cemburu' ke arah yang tidak-tidak.
    "A..aaah, sudahlah! Kita pulang! Aku malah jadi lapar lagi, seharian ada-ada saja kejadian yang tidak aku inginkan," Sylvia mengalihkan perhatian.
    "Iya kak, iya. Aku sayang kakak kok, nggak ada yang menggantikan kakak di hati aku," kata Varlet sambil memegang tangan kiri kakaknya. Pipi Sylvia hanya memerah, mendengar kata-kata dari adik angkatnya yang tak terduga itu. Mereka pun berjalan dibawah lembayung senja yang indah, menuju mansion mereka di pinggir kota.

    [​IMG]

    Kira-kira, pas berubah kayak gini liriknya, meski di kisah ini aku ubah sedikit, menyesuaikan nama Relicnya.
    [video=youtube;H13oiMw5fYE]http://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=H13oiMw5fYE[/video]
     
    Last edited: Oct 4, 2013
  5. Rio_Shinn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 29, 2013
    Messages:
    502
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,393 / -0
    Posting gambar scene untuk Part 2 lengkap juga akhirnya.
    Meskipun ini kesannya ga penting....

    RAYAKAN DENGAN POSTING GAMBAR WAIFU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!:oggenit:

    [​IMG]
     
    Last edited: Oct 2, 2013
  6. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    :top: pic armor epic dari varlet.

    uwah, battlenya keren kk. apalagi dilengkapi dgn ilustrasinya. Setting tempat digambarin dengan baik, karakter punya masing keunikan, dan dialognya juga lumayan lucu.

    untuk saran ane mungkin:

    - ane agak bingung dalam ngebayangin medianya nih. ane ngebaca fic nya kan kyk ngebayangin anime gitu, battlenya, noisenya dan lainnya2, namun settingan tempatnya di london abad jaman dulu itu biasanya nggak ada atau jarang dipake di anime kyknya. jadi, entah kenapa pas ane ngebayangin tempatnya, malah kebayang film hollywood dan pas ngebayangin karakternya dan battlenya malah berpindah ke anime lagi. :lol: jadinya pusing sendiri.

    - agak pusing juga baca dialognya. Bisa disusun dengan lebih rapi, dengan perjeda dan spasi gt kk. kyk:

    "Aku suka kamu," teriak cowok di depanku.

    ".........."

    "Kenapa diam?" tanyanya lagi.

    dsb.

    yah, kyk gitu lah, ada spasinya, klo dimasukin dalam satu paragraf dialognya, jadi pusing juga pembacanya.


    terakhir, mungkin penggunaan random kata2 b. inggris, b. japanese, dan bahasa indonesia juga sedikit aneh.
    memang sih, ada kata2 dalam b.ing yang jauh artiannya klo di indosia-in tapi, menggunakan EYD yg baik dan benar itu keren :fufufu:

    itu aja kyknya, dan untuk ilustrasinya nggak diragukan lagi, :top:



    ditunggu kelanjutannya dari yurinya, kk rio:lalala: ---> :peluk:
     
    Last edited: Oct 3, 2013
  7. Rio_Shinn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 29, 2013
    Messages:
    502
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,393 / -0
    Makasih banyak ya, sudah menyempatkan diri baca fanfic pertama saya. Jujur masih nervous karena pertama kalinya bikin karya seperti ini, makanya aku perlu kritik dan saran dari para user disini.

    Aku sendiri ngasih backgroundnya di London karena relicnya udah kuputuskan Excalibur, kan di animenya semua Relic udah pada rusak dan ditemukan di reruntuhan, sementara di fanfic ini Relic itu harta warisan keluarga turun-temurun. Meski pada akhirnya jujur serba salah dengan pengkarakteran tokohnya.:ogbingung:

    Aku naruh semua dialog di 1 paragraf habisnya ngikut2 gaya print di novel2 gitu, kan biasanya ga ada yang tulisannya per baris gitu untuk tiap kalimat yang dibicarakan, kesannya buang2 spasi.:ogrokok:

    Penggunaan random kalimat asing, sebenarnya aku bikin buat orang2 yang familiar sama anime atau istilah2 asing, ditambah lagi untuk membuat orang asing jadi terkesan lebih "asing" lagi. tapi kalau dirasa pembaca emang susah dimengerti/annoying, aku ubah aja sebagian besar jadi bahasa indonesia aja nantinya.:oghero:

    Aku perbaiki itu semua di part selanjutnya :semangat:
    sekali lagi thanks udah ngasih kritik & saran, I really need it. :ogterharu:

    btw kalau mau ngirim plot cerita yang kemarin itu, bisa aja kok. habisnya aku masih belum sibuk, jadi 1-2 gambar no problem aja :hoho:
     
  8. Rio_Shinn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 29, 2013
    Messages:
    502
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,393 / -0
    Part 4 selesai, tunggu part selanjutnya ya

    Di part 4 ini tidak ada fight scene, tetapi akan ada banyak pengenalan karakter baru, chara development dan yuri hints. :sayangku:
    Gambar karakter menyusul ya:elegan:

    [​IMG]
    [​IMG]
    [​IMG]
    [​IMG]

    Gedung pusat Ordo Heaven's Cross hari ini dipenuhi banyak pasukan khusus. Tidak biasanya hal ini terjadi karena pasukan khusus dipisah-pisah per area yang mereka lindungi. Bahkan para ksatria Symphogear pun berkumpul, termasuk Varlet.

    "Oke, oke, tenang semuanya. Rapat akan kita mulai," ujar gadis berkepang dua dan berambut kemerahan, ia menggunakan zirah Gungnir yang tampak indah.
    "Selamat pagi, ladies and gentlemen yang terhormat. Nama saya Heather Cardigan, pimpinan pasukan Vanguard, yang terdiri dari orang-orang yang menggunakan zirah Symphogear," gadis itu memperkenalkan dirinya dengan lantang pada orang-orang yang hadir di ruang rapat, disertai tepuk tangan.

    [​IMG]

    "Kita berkumpul di tempat ini, tidak lain untuk membahas aksi kita selanjutnya sebagai pasukan pelindung dalam menghadapi serangan Noise yang akhir-akhir ini semakin meningkat dan berbahaya. Mari kita mulai rapatnya," lanjut Heather.

    Rapat pun berlangsung, ada yang menyarankan beragam hal, mulai dari pendistribusian pasukan yang lebih banyak ke seluruh penjuru tangsi, pelatihan intensif, pelaksanaan jam malam, sampai hal yang cukup mengejutkan bagi para ksatria, yaitu penciptaan senjata mistis produksi masal yang mampu menyeimbangi Symphogear sendiri.

    Dalam hal itu, Profesor Hardy angkat bicara. "Ahehem, saya Profesor Hardy Bidesman, menjabat sebagai ketua grup peneliti Relic. Mengenai ide tentang senjata produksi masal yang baru saja dibahas oleh partisipan rapat tadi, saya akan memberitahukan satu hal. Proyek itu kini sedang dikembangkan oleh pihak kami, jadi akan ada pemberitahuan lebih lanjut jika ada kemajuan, hohoho... Maaf bila saya bicara seperti ini. Memang, mungkin diantara hadirin sekalian, yang bukan pengguna Relic merasakan hal yang sama. Tidak dapat berbuat banyak saat terjadi invasi oleh Noise. Merasakan bahwa peran kalian sebagai pasukan hanyalah nama belaka, sementara yang bertindak dalam perlawanan adalah para ksatria Symphogear. Namun kiranya hal itu jangan sampai menciptakan perpecahan di antara kalian, ya? Hohoho. Pihak ordo sebenarnya sedari dahulu sudah memberi perintah pada pihak peneliti untuk mengembangkan senjata ini, namun saat ini belum ada perkembangan yang berarti. Kiranya kalian sabar dalam menunggu terwujudnya teknologi ini. Sekian, hohoho..."

    Seisi ruangan rapat mulai ribut. Ada yang mulai berkomentar dan berpendapat, apakah proyek itu akan selesai dalam waktu dekat, apakah mereka akan mendapatkan senjata yang berbeda-beda, apakah teknologi itu bisa dipakai untuk melawan negara lain, dan hal-hal imajinatif lainnya.

    "Tenang, hadirin sekalian! Harap tenang! Mari kita lanjutkan rapatnya," ujar Heather, berusaha menenangkan para orang yang baru saja mendengar hal baru yang menarik. Rapat berlanjut, dengan diakhiri kesimpulan bahwa sementara proyek senjata yang dikembangkan Prof. Hardy belum membuahkan hasil, pasukan akan didistribusikan sebanyak mungkin oleh pihak ordo ke tiap tangsi yang ada di tanah Britania.
    "Sekian, rapat ditutup, hadirin dipersilahkan bubar dengan tertib," Heather mengakhiri rapat tersebut.

    "Pasukan Vanguard harap bertahan sebentar di ruangan, ada hal yang ingin saya bicarakan, " lanjutnya.

    "Eeeeeh, apaan coba, sudah mulai siang nih, aku lapar..." kata gadis berambut keriting pirang pendek yang duduk di barisan depan, tampaknya dia juga ksatria Symphogear.

    "Jeanett, kamu itu lapar terus. Ingat kalau perutmu mulai berlemak," kata gadis kecil berambut coklat lurus berkacamata seumuran Varlet yang duduk di sebelah si gadis keriting, dengan ekspresi datar.

    "Halah, cebol kayak kamu itu mana ada makannya banyak, aku kan sudah ABG, dalam masa pertumbuhan lebih lanjut," balas si gadis keriting yang tampaknya bernama Jeanett itu.

    "Kalau kamu mau 'perkembangan' yang 'itu', jangan makan terus, cobalah minum susu tiap hari," ujar gadis lain berambut hitam dipilin yang tubuhnya lebih besar di sebelah kirinya, sambil cekikikan.

    "EEEHHH? Kok aku baru tahu? Ah, selama ini aku tertipu dong! Caren tahu dari mana sih?" ujar Jeanett pada Caren.
    "Pastinya dia belajar, bukan main-main tiap hari seperti kamu," kata si gadis kecil berambut coklat.
    "Pffft. Felicia nggak asyik," ujar Jeanett cemberut.

    [​IMG]

    Varlet yang dari tadi mendengarkan pembicaraan mereka, hanya bisa menahan tawa. Caren yang melihatnya, melambaikan tangan sambil tersenyum. Varlet membalasnya dengan senyuman juga. Sylvia cuma cemberut dan mengeluarkan aura ofensif saat menyadari hal itu.

    "Oke oke, ladies. Cukup dulu ngerumpinya. Saya mau bicara," potong Heather sambil menepukkan kedua tangannya beberapa kali. Semua ksatria yang duduk memperhatikan Heather. Tampaknya partisipan lain sudah keluar dari ruangan, termasuk Prof. Hardy.

    Heather mematikan Relicnya, zirah Gungnir-nya hilang menjadi debu-debu berkilauan yang mengambang di udara. Sekarang ia memakai gaun mahal ala bangsawan berwarna oranye yang roknya mengembang lebar sampai ke lantai,menutupi kakinya sepenuhnya.

    "Ahem. Seperti yang tadi kalian dengar, profesor sedang mengembangkan proyek senjata khusus yang katanya dapat menyaingi kekuatan kita para pengguna Relic. Apa pendapat kalian tentang hal absurd itu?" kata Heather dengan sedikit kesal.

    "Menurutku itu adalah hal yang cukup bagus, supaya beban kita sebagai ksatria Symphogear bisa lebih ringan nantinya," kata Caren santai.

    "Pasukan pengaman milik ordo sejauh ini tidak pernah melakukan hal-hal yang berguna dalam pertarungan melawan Noise, bagus bagi mereka untuk bisa lebih mengangkat otot mereka yang loyo itu," kata Felicia dengan dinginnya.

    "Haah, asalkan senjata itu bisa membantu pekerjaanku lebih cepat, aku sih oke-oke saja," ujar Jeanett sambil menyandarkan punggungnya di kursi.

    Heather bertambah panas. Semua bawahannya setuju akan pengembangan senjata baru untuk orang-orang awam. Seharusnya mereka tahu status dan kemampuan ksatria Symphogear adalah sebuah kebanggaan, bukanlah sesuatu yang bisa didapat begitu saja oleh banyak orang.

    "Kamu! Newbie! Apa pendapatmu soal ini, hah?" Heather menunjuk Varlet dengan nada bicara yang tinggi. Tampaknya dia ingin melampiaskan amarahnya pada sang anggota baru di pasukannya.

    "Me...Me..menurut saya, itu adalah hal yang bagus, ketua! Akhirnya orang-orang biasa mampu membantu kita dalam perlawanan terhadap Noise! Saya setuju akan rencana pengembangan sen..." belum selesai Varlet bicara, sudah dipotong oleh Heather.

    "Aaaaaaaahhhhh! Jawaban tipikal lagi! Tidak adakah yang memberi pendapat lain selain setuju, setuju, setuju, begitu saja tanpa memikirkan hasil yang lebih lanjut setelah itu semua?" kata Heather sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

    "Apa sih maumu? Bukannya memang bagus kalau pasukan biasa juga bisa benar-benar berpartisipasi dalam pertempuran? Kamu mau mereka cuma menembaki dan memukuli Noise dengan sia-sia dan menjadi abu begitu saja?" tandas Sylvia, mulai naik pitam gara-gara ada yang membentak adiknya.

    "Diam kamu, Sylvia Hartworth! Aku samasekali tidak meminta pendapatmu!" kata Heather, mengalihkan perhatiannya pada kakak dari si anak baru.

    "Ya kalau begitu santai saja! Buat apa kamu komplain pada hal yang bahkan belum pasti? Sewot sendiri, orang lain yang kena,"balas Sylvia.

    "Nah, nah, mulai lagi mereka..." kata Jeanett.
    "Mereka berdua serasi sekali ya, ini bagaikan pertengkaran antar kekasih," kata Caren sambil tersenyum.
    Felicia tidak peduli. Dia hanya membaca buku novel yang ia keluarkan dari di tas kecilnya. Varlet kebingungan melihat "adegan panas" di hadapannya.

    "Sylvia Hartworth! Lancang sekali kamu bicara pada ketuamu, hah? Kamu itu berasal dari keluarga bangsawan, berbicaralah layaknya orang terhormat!" kata Heather.
    "Buat apa aku harus hormat dengan cewek yang cuma jual tampang seperti kamu, hah? Kamu jadi ketua cuma nama saja, tidak pernah turun tangan bertarung dengan Noise! Bacotmu saja yang besar, sama seperti dadamu yang tumbuhnya tidak terkontrol itu!" cerca Sylvia, sudah muak dengan kesombongan sang ketua.
    "Coba kamu ulangi sekali lagi ucapanmu itu, Sylvia Hartworth! Kamu beruntung tidak kukeluarkan dari Vanguard dan dicabut statusnya sebagai ksatria Symphogear, karena kamu itu aset yang masih diperlukan masyarakat!" kata Heather, menunjukkan kuasanya sebagai ketua.

    "Anuu, apakah ketua iri dengan rencana pengembangan senjata itu? Saya dengar ketua adalah keturunan keluarga kerajaan, tampaknya anda tidak ingin status anda disaingi oleh rakyat jelata...." sela Varlet mengalihkan topik, berusaha menghentikan aura panas yang dikeluarkan oleh dua gadis itu.

    "Haaaaahhh? Da... Da.. Dari mana kamu berkesimpulan seperti itu, newbie? Saya sebagai seorang berdarah biru dan ksatria yang dihormati rakyat, tidak mungkin merasakan hal yang seperti itu, ohohohohohohooh! Saya... saya cuma tidak ingin mereka melakukan hal-hal yang macam-macam bila senjata hebat itu nantinya terwujud dan didistribusikan begitu saja!" jawab Heather sambil mencoba mengatur kata-kata yang diucapkannya. Sepertinya pendapat Varlet benar.

    "Ketua, kita sudahi saja pertemuan ini, anggota lain tampaknya sudah lelah. Lagipula, itu kan masih rencana, kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya," kata Felicia yang tiba-tiba melibatkan diri.

    "Hmph. Kamu benar juga, Felicia. Kalau begitu cukup sampai disini, kalian dipersilahkan bubar." Heather berjalan keluar ruangan rapat dengan cepat. Pintu terbuka dan terlihatlah butler-nya menunggu di luar ruangan sambil membawa perlengkapan minum di kereta dorongnya.

    "Nick! Cepat sajikan aku segelas teh hitam, tambahkan susu juga, jangan terlalu banyak!" perintah Heather pada butler-nya yang berperawakan tinggi besar itu.
    "Baik, nona muda," kata Nick dengan tanggap, segera meracik minuman yang diminta sang putri di tempat. Dari wajah dan rambutnya, kemungkinan ia berumur 30 tahun-an.

    "Halah, minuman begitu saja harus dibuatkan oleh orang lain. Toh bahannya tepat di depan wajahnya begitu, kenapa tidak dia buat sendiri? Manja." cibir Sylvia, meskipun terkadang ia juga meminta tolong Anna untuk dibuatkan minuman dan berbagai macam hal lainnya. Tampaknya itu cuma perasaan tidak suka Sylvia terhadap sang putri berambut merah.
    "Hmhmhm.. Tampaknya Sylvia terus memperhatikan Heather ya?" kata Caren menghampiri Sylvia yang melipat tangan di dadanya sambil melihat Heather di luar ruangan dengan butler-nya.
    "Hah? A...Apanya? Ke..kelakuan manusia seperti itu mana mungkin lepas dari mataku?" jawab Sylvia gagap sambil memalingkan wajahnya.

    "Hmhmhm... hai adik manis, namamu siapa?" perhatian Caren tertuju pada Varlet yang tadi sempat disapanya dengan senyuman.
    "Ah, nama saya Varlet, Varlet Bjorkinova, kakak..." jawab Varlet dengan segan.
    "Oh, Varlet, nama yang asing namun terdengar indah. Nama kakak Caren, Caren Bilde, salam kenal ya..." kata Caren memperkenalkan diri dan menyalami Varlet.
    "Kalau aku Jeanett, Jeanett Umberlide. Si kecil pendiam yang satu ini namanya Felicia Somersen," kata Jeanett sembari memperkenalkan dirinya dan Felicia yang masih membaca bukunya.
    "Mohon kerjasamanya ya, Varlet." Jeanett pun berdiri dari kursinya dan menyalami Varlet juga.

    Varlet berjalan ke meja Felicia, yang dari tadi asyik sendiri. Dia mengajak Felicia untuk bersalaman, memulai perkenalan yang ia harap berkembang menjadi pertemanan.
    "Namaku Varlet Bjorkinova, mohon bantuannya ya, senior," kata Varlet sambil menyodorkan tangannya ke Felicia. Felicia diam saja sambil membaca bukunya. Sesaat kemudian ia berkata, "asalkan kamu tidak terluka atau mati di pertempuran pun sudah cukup bagiku."

    "Hey, Felly! Jangan bicara seperti itu, kamu menakuti Varlet," kata Jeanett, mengetahui kalau bercanda itu ada batasannya juga.

    "Dia perlu tahu kalau medan pertempuran itu kejam, bukan lapangan bermain dimana saat kamu terluka lecet maka kamu akan pulang sambil menangis cengeng lalu diobati orang tua sambil menghiburmu," lanjut Felicia sambil membaca bukunya.

    "Varlet santai saja ya, kami pasti akan melindungi kamu kalau ada masalah, kok!" kata Caren, menghibur Varlet yang menyadari usaha pendekatannya tidak berhasil. Felicia tampaknya jauh lebih dingin daripada Akane yang masih bisa bercanda, pikirnya.

    Mereka pun keluar dari ruang rapat, berpisah satu sama lain menuju tujuan masing-masing. Heather yang sudah pergi entah kemana, Caren yang menuju pabrik tekstil milik keluarganya, serta Jeanett dan Felicia yang pergi ke taman terdekat untuk bersantai.

    "Kak, kita ke kedainya kak Akane lagi, yuk?" kata Varlet pada Sylvia.
    "Ah, kenapa harus ke situ? Nanti kakak carikan restoran mahal saja sekalian," jawab Sylvia. Tampaknya ia malas bertemu dengan pelayan Asia yang cerewet dan dingin itu.
    "Ayolah kak, buat apa mencari tempat lain yang mahal-mahal, kan di situ makanannya enak juga," rayu Varlet dengan mata berkaca-kaca.
    Sylvia tidak bisa melawan. Dia tahu dia tidak bisa berargumen dengan adiknya itu.
    "Iya, iya. Kita ke sana. Tapi jangan makan banyak ya, kakak malas lama-lama disana," jawab Sylvia memelas.
    "Hore! Aku sayang kakak.." kata Varlet gembira. Hari ini ia banyak mengenal orang lain yang nantinya akan sering bersamanya. Ini harus dirayakan bagaimanapun juga,

    Sesampainya di kedai makanan dimana Akane bekerja, mereka pun masuk dan mencari meja yang kosong. Cukup banyak pelanggan pada hari itu, tampaknya. Mungkin karena beberapa hari lagi ada pertunjukan sirkus keliling yang akan dimulai di London.

    "Oh, rupanya kamu masih hidup, Sylvia-san," ucap Akane, menyadari bahwa wajah yang dikenalnya mampir di tempat kerjanya.
    "Ya, aku masih hidup dan siap merusak harimu," jawab Sylvia sambil tersenyum kecut.
    "Mau pesan apa, Varlet-chan?" Akane tidak mempedulikan Sylvia. Ia lebih suka bicara dengan si adik yang lebih menawan.
    "Ah, daging kuda panggang, roti dan madu, serta segelas teh camomile," jawab Varlet antusias, lupa dengan perkataan sang kakak untuk tidak memesan banyak-banyak.
    "Hoi Varly, kan sudah aku bilang jangan makan banyak, aku malas dengan atmosfir tempat ini!" bisik Sylvia.
    "Oh, kalau kakak tidak suka kan bisa menunggu di kursi luar kedai," jawab Varlet dengan santai. Sylvia cemberut, menyadari bahwa dia berhasil diakali dengan sukses.

    "...Heei! Aku juga mau memesan, Asian doll!" teriak Sylvia pada Akane yang berlalu begitu saja ke ruang belakang tanpa menanyai apa yang ingin ia pesan.

    Akhirnya Sylvia pun mendapatkan apa yang diinginkannya. Selesai makan, mereka menemui Akane melalui pintu belakang kedai. Terlihat ia sedang mencuci peralatan makan yang baru saja dipakai para pelanggan.

    "Kak Akane masih tidak mau ikut pasukan Vanguard?" tanya Varlet, memulai pembicaraan.
    "Sudah aku bilang, Varlet-chan, aku punya tujuanku sendiri untuk datang ke tanah asing ini. Dan aku akan pergi secepatnya setelah urusan itu selesai," tolak Akane, masih dengan alasan yang sama.

    "Jadi, apa tujuanmu itu?" tanya Sylvia penasaran,
    "...Bukan urusan kalian. Intinya bukan hal-hal yang berhubungan dengan kriminalitas," jawab Akane dengan singkat. Tampaknya ia emang tidak ingin membicarakan soal hal pribadi pada orang lain yang belum ia kenal baik.
    "Ya sudah kalau begitu. Maaf mengganggu, kak Akane. Kami permisi..." kata Varlet sembari menarik tangan Sylvia, membawanya keluar.

    "Sudahlah, Varly. Cewek begitu nggak usah dipaksa. Kalau dia tidak mau membantu kita, ya tidak apa-apa. Toh di Vanguard masih banyak ksatria lain. Kamu sendiri sudah melihat mereka kan?" kata Sylvia, menjelaskan bahwa usaha Varlet sia-sia.
    "Aku... ingin berteman dengan kak Akane. Aku melihat di matanya bahwa ia kesepian sekali. Ditambah lagi dia menyembunyikan sesuatu, membuatku ingin dia lebih terbuka pada kita," kata Varlet membeberkan tujuannya untuk terus mendekati Akane.
    "Kalau dia memang tidak mau, kamu lebih baik tidak usah terlalu akrab. Kamu malah bisa dianggap mengganggu. Harusnya kamu bersyukur bisa bersenda gurau dengannya," kata Sylvia, memahami perasaan si adik. Bisa mengenal dan berteman dengan orang lain adalah pengalaman yang berharga. Mereka pun berjalan pulang.

    Di jalan daerah Strand, tempat perumahan elit sekaligus tempat rentenir biasa ditemui, mereka melihat sosok yang mereka kenal, sedang berargumen dengan salah satu pemilik rumah.

    "Anda tidak bisa melakukan hal itu! Kembalikan pekerjaannya seperti semula!" orang itu adalah Heather Cardigan.
    "Maaf nona muda. Saya sendiri yang memergoki dia mengambil brankas rahasia milik saya! Pembantu ini tidak tahu terimakasih!" kata sang pria gemuk, tampaknya ia adalah si tuan rumah.
    "Tapi anda tidak perlu sampai melemparkan dia ke jalan tanpa apa-apa seperti ini! Setidaknya biarlah dia membawa pakaian dan bekal!" bela Heather. Si bekas pembantu wanita yang sudah berkeliaran di jalanan beberapa hari hanya bisa diam tertunduk di belakangnya.
    "Dia kan penjahat, sudah sepantasnya dia mendapat hukuman. Hei kamu makhluk tak tahu diuntung, harusnya kamu bersyukur sudah tidak saya laporkan pada pihak berwajib!" jawab si tuan tanah sambil memalingkan perhatiannya pada si bekas pembantu.

    Sylvia dan Varlet berdiri di kejauhan sambil mengamati kejadian itu. Varlet bergetar, ia menyadari bahwa keadaan orang itu hampir sama dengan dirinya dulu. Ia ingin sekali membantunya. Namun ia urung melakukannya karena Heather dengan tegas membela si bekas pembantu tersebut.
    "Tuan, biar saya jelaskan. Saya samasekali tidak bermaksud mencuri harta tuan, saat itu anak tuan yang masih kecil suka membongkar barang-barang di kamar tuan, saya bermaksud merapikannya saat ia sudah lelah, dan saya mendapati brankas itu tergeletak di lantai kamar. Mungkin anak tuan tidak tahu apa benda itu dan bermaksud menjadikannya mainan," si bekas pembantu berusaha membela diri, menjelaskan apa yang ia tahu.

    "Ah, omong kosong itu! Maling mana ada yang mau mengaku! Alasan saja supaya orang lain yang disalahkan dan kamu mendapat pekerjaan lagi! Sudah! Pergi sana sebelum saya panggil keamanan!" kata si tuan tanah mengusir mereka berdua dari kediamannya.
    "A... Anda tidak tahu siapa saya? Saya Heather Cardigan, anak keluarga kerajaan! Bila anda berani membentak saya seperti itu, keluarga saya tidak akan tinggal diam!" Heather berusaha menunjukkan kuasanya di hadapan sang tuan tanah.

    "Hmph. Keluarga Cardigan, ya? Ternyata kamu anak semata wayang mereka yang manja dan tidak bisa apa-apa itu. Kamu cuma memanfaatkan kekuasaan orangtuamu dimana-mana untuk hidup sesuai yang kamu inginkan, sementara kamu tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Kamu itu noda bagi keluarga Cardigan yang terhormat. Putri yang memakai zirah tapi tidak bisa mengangkat pedang adalah kesia-siaan belaka."

    Wajah Heather memerah, matanya menunjukkan amarah luar biasa. Tangannya mengepal dengan erat. Perkataan si tuan tanah telak meremukkan hatinya yang bagaikan kaca. Tak disangka dia akan dipermalukan begitu saja oleh orang yang tak dikenal.
    "Nona muda, ayo kita pergi. Kalau anda mau, saya bisa membawa orang ini mengikuti kita," kata Nick, yang datang dari kereta kudanya, menghampiri sang putri yang menguatkan wajahnya yang hampir menangis.

    "Ya Nick, kita pulang. Bu, mari ikut kami," Heather mengajak si bekas pembantu bersamanya, menuju kereta kuda pribadinya, dikendarai oleh Nick sang butler.
    "Bu, ladang milik keluarga saya masih memerlukan tenaga tambahan, tampaknya ibu bisa mencari pekerjaan di sana. Biar kami antarkan ibu ke lokasinya," kata Heather.
    "Ooh, terimakasih tuan puteri. Saya berhutang budi pada anda, entah ada mujizat apa hari ini, ada malaikat kecil yang membantu mengangkat saya dari cobaan hidup..." kata ibu itu pada Heather. Ia bahagia pada akhirnya ia bisa hidup normal lagi.
    Nick hanya tersenyum di kursi kusir. Ia sebagai butler yang sudah melayani Heather bertahun-tahun, tahu bahwa Heather bukanlah tipikal putri manja, tak peduli apa yang orang lain katakan padanya.
    Sylvia dan Varlet melihat kejadian itu, Varlet bersyukur bahwa orang itu terselamatkan dari kerasanya kehidupan jalanan, dan Sylvia pun akhirnya merasa simpati pada Heather, mengetahui sisi lain dari orang yang selalu adu mulut dengannya itu hampir tiap kali bertemu.
    Mereka pun kembali berjalan pulang, karena hari semakin siang dan panas. Sylvia berharap kiranya hari yang cukup tenang itu bisa terus berlanjut, atau lebih baik lagi.


    Di tempat lain,,,

    "Master, lokasi 'Vimana' sudah diketahui. Ternyata memang benar di gedung utama ordo Heaven's Cross. Benda itu tidak dijaga ketat," sosok gadis berdiri di balik pintu sebuah ruangan.
    "Bagus. Akhirnya salah satu kunci untuk membuka dunia baru sudah dekat dengan genggaman kita. Segera rebut benda itu dari tangan Heaven's Cross! Biar kita yang menggunakannya dengan lebih baik," kata sosok tua yang duduk di kursi dan meja kerja yang cukup besar di dalam ruangan itu.
    "Yes, my master," keberadaan sosok itu pun menghilang dari balik pintu.
    "Hmh. Lihat saja. Aku yang akan menyelamatkan dunia ini. DAN menguasainya juga. HAHAHAHAHAHAHAHAAA!!!"

    [​IMG]
     
    Last edited: Oct 13, 2013
  9. Fyyrdha Members

    Offline

    Joined:
    Nov 9, 2012
    Messages:
    5
    Trophy Points:
    2
    Ratings:
    +0 / -0
    Lumayan lah, dari pada nonton indosi*r.. hehe
     
  10. Rio_Shinn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 29, 2013
    Messages:
    502
    Trophy Points:
    107
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1,393 / -0
    wih, makasih udah mau baca fanfic saya.:xiexie: saya masih ngerjain part 5 dan gambar pelengkap part2 sebelumnya :belajar:
    btw lumayan apa nih? :bingung: dibandingin ama sinetron atau anime yang tayang di situ?:lol:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.