1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Edenaya ~Pertemuan dengan Sang Raja~

Discussion in 'Fiction' started by namami_amami, Jul 13, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. namami_amami M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Nov 8, 2008
    Messages:
    403
    Trophy Points:
    71
    Ratings:
    +46 / -0
    Puji Tuhan langkah awal dari perjalanan panjang Edenaya telah dimulai. Dengan meminta kritik, saran dan masukkan dari teman-teman, dan jika Tuhan berkenan saya ingin melanjutkan perjalanan saya di Edenaya.


    Edenaya ~Pertemuan dengan Sang Raja~

    Edenaya nama tempat dimanaku tinggal saat ini. Tempat yang sungguh indah, dimana rumput bisa bernyanyi, hewan bisa berbicara, cakrawala biru begitu indah, angin yang meniupkan kebahagiaan, dan air yang membawa kehidupan. Edenaya merupakan suatu kerajaan kecil dengan, jumlah rakyat Edenaya tidak melebih dari jumlah pepohonan disini, Edenaya dipimpin oleh sang Raja. Edenaya disebut sebagai surga di dunia yang fana ini.

    Edenaya surga dunia itu hanyalah sebuah cerita lama yang telah kudengar sejak aku dilahirkan, cerita turun temurun yang dibuat oleh nenek moyang kami. Kenyataannya saat ini Edenaya tidak seperti itu. Tidak pernah aku mendengar rumput bernyanyi, hewan berbicara, melihat langit begitu indah, merasakan angin kebahagiaan, ataupun minum air kehidupan.

    Bahkan kenyataan saat ini berbalik seratus delapan puluh derajat dari cerita tersebut. Edenaya sedang menghadapi masa kekelaman, kelaparan telah melanda negeri ini. Tidak ada yang dapat lepas dari cengkraman kelaparan ini, baik bangsawan, maupun setiap rakyat jelata merasakan kelaparan. Kelaparan yang membuat kami rakyat jelata harus menderita, tidak makan dalam waktu satu minggu itu sudah biasa, bahkan sering kali kami mendengar seseorang yang kami cintai telah meninggal karena kelaparan.

    Lima tahun silam seorang anak laki-laki berumur enam tahun dalam masa pertumbuhan dan perkembangan harus menghadapi kejamnya dunia dengan menderita kelaparan. Tidak makan selama seminggu membuatnya meninggal. Sungguh tragis dan menyakitkan melihat anak yang aku cintai meninggal karena kelaparan, tidak ada yang dapatku perbuat. Sebulan kemudian istriku yang kucintai memilih untuk segera bertemu dengan anak laki-laki kami, istriku memilih untuk menjadi santapan binatang buas dari pada mati karena kelaparan. Sekali lagi tidak ada yang dapatku lakukan. Aku sungguh ayah dan suami yang tidak berguna.

    Bangsawan di negeri ini jauh lebih beruntung dari kami rakyat jelata, mereka setidaknya dapat makan setiap tiga hari sekali. Terdapat beberapa bangsawan yang berbaik hati, mereka membagikan sebagian makanan mereka untuk kami rakyat jelata. Namun kebanyakan dari mereka hanya berhati busuk, dengan menyimpan makanan untuk mereka sendiri. Aku tidak bisa menyalahkan mereka, itu adalah hak mereka untuk membagikan makanan mereka atau tidak, namun nilai kemanusiaan di negeri ini sudah hampir zirnah.

    Banyak yang berpikir Raja dapat makan setiap hari dan tidak merasakan namanya kelaparan. Akupun berpikir seperti itu, mana mungkin seorang Raja akan kelaparan sangat tidak masuk diakal. Jika seorang Raja sudah kelaparan, pasti kami semua sudah meninggal, karena bagaimanapun rakyat jelata pasti yang akan menjadi korban pertama dalam setiap peperangan maupun malapetaka dalam sebuah kerajaan.

    Sejak bencana kelaparan yang terjadi sejak satu dekade yang lalu, Raja telah menetapkan beberapa titah, dimana makanan hanya bisa dijual dan diperdagangkan oleh prajurtit-prajurit kerajaan. Sehingga penjualan makanan dapat dilakukan secara merata untuk rakyat jelata maupun untuk para bangsawan. Sangat tidak masuk diakal jika makanan untuk rakyat jelata dan para bangsawan dijual dengan harga yang sama. Kami rakyat jelata dengan bersusah payah hanya dapat membeli persediaan makanan satu hari untuk keluarga kami, sedangkan para bangsawan yang hanya duduk berpangku tangan dapat membelinya dengan sangat mudah.

    Raja pernah mengusulkan untuk membedakan harga makanan untuk para bangsawan dan rakyat jelata, namun usulnya banyak dicela oleh para bangsawan. Sehingga usul tersebut tidak dapat terealisasi menjadi titah Raja.

    Waktu terus berputar sejak awal bencana kelaparan, banyak hal telah berubah, bahkan harga makanan yang dijual Rajapun semakin mahal dan bahkan semakin langka. Kami para rakyat jelata tidak mampu membeli makanan yang terlalu mahal, sehingga kami hanya sering makan seminggu sekali. Bangsawan memang mempunyai uang yang cukup, namun tetap mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan makanan, sehingga mereka juga menderita kelaparan dengan makan setidaknya setiap tiga hari sekali.

    Aku sering bertanya dalam pikiranku sendiri.

    “Mengapa Edenaya ini tidak adil?”

    “Mengapa aku hanya terlahir hanya sebagai rakyat jelata?”

    “Kenapa aku harus kehilangan anak dan istri yang kucintai dengan cara seperti ini?”

    “Apakah aku dapat bertahan sampai kesudahan ini?”

    Aku yakin banyak dari kami rakyat jelata Edenaya yang bertanya pertanyaan tersebut. Tidak banyak yang dapat kami lakukan, bahkan hampir tidak ada yang dapat kami lakukan. Apa aku harus menyalahkan para bangsawan yang dapat membeli makanan dalam waktu tiga hari sekali. Atau harus menyalahkan sang Raja atas ketidakmampuannya menghadapi kelaparan yang berkepanjangan ini. Atau harus menyalahkan Edenaya atas ketidakadilan yang aku derita ini. Aku merasa sungguh tidak berguna apalagi mengingat kejadian lima tahun silam.

    Tiga bulan sekali, tepatnya tanggal pertama bulan tersebut, sang Raja akan meminta untuk mengumpulkan setiap rakyatnya. Pertemuan dengan sang Raja harus dihadiri oleh setiap dewasa dalam kerajaan Edenaya. Pertemuan yang biasanya berlangsung di gedung pertemuan di tengah kota Edenaya. Hari ini tanggal satu, bulan keenam, tahun tiga ratus dua puluh tiga waktu Edenaya. Seperti yang kuduga sang Raja telah menyuruh prajurit kerajaan sejak tadi pagi, untuk mengumumkan pertemuan sore hari yang terletak di gedung pertemuan.

    Waktu yang ditentukanpun telah dekat, pukul empat sore aku melihat hampir semuanya sudah berkumpul di gedung pertemuan di tengah kota Edenaya. Raja akan tiba tepat pukul lima sore. Gedung pertemuan tengah kota cukup untung menampung setiap dewasa di Edenaya. Gedung ini merupakan bangunan terbesar di Edanaya setelah Istana Raja. Sambil menunggu kedatangan sang Raja aku melihat sekeliling dan mendapati beberapa teman yang juga mengalami nasib yang sama denganku. Tidak banyak yang kami ceritakan, karena tanpa berbicarapun kami sudah mengetahui keadaan masing-masing.

    Tepat pukul lima sore, sebuah kereta tiba di depan gedung pertemuan. Kereta berwarna putih yang dikendarai oleh empat kuda yang kelihatan perkasa. Semuanya sudah mengetahui Raja telah tiba. Raja Edenaya, tingginya hampir mendekati pintu gedung pertemuan, memiliki badan yang kekar, berjalan dengan menggunakan tongkat kerajaan dan menggunakan mahkota Raja. Tidak ada yang lebih bercahaya diruangan gedung pertemuan dari baju yang digunakan sang Raja. Sambil berjalan dengan tegap mengayunkan tongkatnya kedepan disesuaikan dengan gerakan kedua kakinya. Sang Raja telah masuk di gedung pertemuan, dan hendak memulai pertemuan sore hari itu, dikawal oleh beberapa prajurit kerajaan.

    Raja sudah mulai berbicara dan kebanyakan rakyat memilih untuk mendengarnya, namun aku tidak memperhatikannya. Pikiranku saat ini tidak sedang memikirkan pembicaraan di gedung pertemuan saat itu. Memang dari awal aku tidak bermaksud untuk mengikuti pertemuaan tersebut. Aku dan beberapa teman yang mengalami nasib yang sama sedang berusaha untuk mengubah keadaan kami. Ini adalah saat yang tepat bagi kami untuk mengubah keadaan hidup.

    Seorang bijaksana mengetahui nasib yang kualami dia memintaku untuk bergabung dengan mereka, akupun berpikir saat aku bergabung dengan mereka, tidak ada lagi yang perlu menderita lagi. Tidak ada lagi yang harus menangis melihat anak dan istrinya, yang harus meninggal karena kelaparan. Dia adalah pemimpin kami, seorang yang bijaksana, walaupun umurnya lebih mudah dariku. Aku dan pengikutnya yang lain sangat menghormatinya.

    Kami hendak memberi hawa segar bagi rakyat jelata yang saat ini mengalami kelaparan, menghapus para bangsawan yang tidak berperi kemanusiaan sehingga merasakan penderitaan rakyat jelata, dan mengambil alih kekuasaan sang Raja. Ini menjadi tujuan kami, mengambil kekuasaan sang Raja, mengambil mahkota dan tongkat sang Raja yang menjadi simbol kekuasanya. Saat ini kami semua telah hadir digedung pertemuan, termasuk pemimpin kami yang bijaksana, jumlah kami cukup banyak setidaknya mampu untuk melawan jumlah prajurit kerajaan saat itu. Kami menunggu tanda dari pemimpin kami untuk memulai serangan kami.

    Kelihatanya Raja telah berhenti berbicara, karena suasana sudah mulai gaduh. Biasanya pada bagian akhir dari pertemuan Raja akan meminta satu atau dua pendapat dari bangsawan atau rakyat jelata. Ini adalah rencana kami untuk menyerang saat bagian akhir pertemuan, suasana menjadi sedikit gaduh karena sang Raja akan memulai forum terbuka, para prajuritpun sudah mulai bosan dan tidak berjaga-jaga lagi. Pemimpin kami memberi tanda, aku sudah siap dengan sebuah pisau yang kusimpan di bagian belakangku.

    Ternyata benar sesuai dugaan pemimpin kami, para prajurit tidak berjaga-jaga. Pemimpin kami berhasil maju di depan dan menyandra sang Raja. Sebuah pisau saat ini berada di samping leher sang Raja. Aku sendiri memegang sebuah pisau dan berada di belakang salah satu prajurit didekatku. Kebingungan dan ketakutan muncul dari setiap wajah prajurit saat itu. Pemimpin kami memang bijaksana, dapat dikatakan Raja tidak dapat berkutik saat ini. Prajurit kerajaanpun tidak dapat mengambil langkah yang dapat mengancam nyawa sang Raja. Dibagian sudutpun telah terdapat pengikut pemimpin kami yang telah membidik sang Raja dengan busur dan anak panah di tangannya. Kami sangat yakin ini adalah kemenangan kami, tidak ada yang dapat menghalangi kami lagi. Kebebasan bagi rakyat jelata, tidak lagi ada isak tangis karena kelaparan.

    “Kami ingin mengambil kekuasanmu Sang Raja” suara pemimpin kami memecah keheningan di gedung pertemuan saat itu. Raja sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi takut atau terkejut. Bahkan di tengah keadaan terpojok seperti ini dia masih kelihatan bercahaya di gedung pertemuan.

    “Apa yang akan kau lakukan dengan kekuasanku?” Raja bertanya dengan nada yang tidak menunjukkan ketakutan sedikitpun. Suasana terdiam kembali, pemimpin kami berpikir untuk menjawab pertanyaan sang Raja.

    “Jika kau merasa benar dengan mengambil kekuasan Raja, maka aku dapat memberikannya kepadamu. Namun apakah kamu dapat menggunakan kekuasaan Raja dengan benar?” pertanyaan sang Raja kali ini membuat aku berpikir bagaimana jika pemimpin kami tidak menjadi lebih baik dari sang Raja saat ini.

    Disaat yang sama reaksi para prajurit menjadi lebih berani karena mereka melihat sang Raja tidak takut menghadapi pemimpin kami. Para prajurit saat ini menunggu tanda dari sang Raja untuk menyerang kami, merekapun bertindak dengan tidak gegabah karena kali ini taruhan mereka adalah nyawa sang Raja.

    “Kami ingin mengubah Edenaya, kami ingin melihat Edenaya bebas dari kelaparan” jawab pemimpin kami dengan tegas, sambil memegang pisaunya dengan erat di dekat sang Raja.

    “Apa kalian berpikir saya membuat Edenaya menderita kelaparan seperti ini, apakah saya berharap seperti itu?” Raja bertanya dengan suara yang nyaring.

    Suasana gedung pertemuan saat itu menjadi sangat tenang, dimana seorang Raja yang berdiri disamping seseorang yang memegang pisau, bahkan beberapa perempuan dewasa saat itu tidak tahu harus berkata apa, mereka ingin berteriak tetapi terlalu takut, mereka ingin menangis tetapi tidak bisa, mereka ingin lari tetapi kaki mereka seperti melekat ditanah. Hampir semuanya hanya berdiam, memilih untuk tidak bertindak, daripada bertindak gegabah dan merugikan diri sendiri. Tidak pernah aku melihat suasana gedung pertemuan setenang ini.

    “Kau tidak layak memakai mahkota dan memegang tongkat sang Raja” jawab pemimpin kami.

    “Jika kau berpikir dengan memakai mahkota dan menggunakan tongkat sang Raja bisa meluputkan kalian dari bencana kelaparan ini, maka aku akan memberikannya kepadamu.” kali ini Raja menjawab dengan lebih berani dari sebelumnya.

    Permainan kata-kata sang Raja sungguh luar biasa. Dari wajah pemimpin kami aku bisa melihat dia sedang berpikir. Pemimpin kami sedang berpikir mengapa sang Raja tidak menunjukkan ekspresi ketakutan sama sekali. Apakah sang Raja benar-benar akan menyerahkan kekuasaanya. Aku melihat sedikit keraguan mulai nampak diwajahnya.

    “Aku tahu yang kau pikirkan anak muda. Kau ingin setiap rakyat dinegeri ini terbebas dari kelaparan.” kelihatannya sang Raja bisa membaca pikiran kami.

    “Kau ingin setiap rakyat mendapatkan makanan secara merata.”

    “Kau ingin mengubah Edenaya menjadi lebih baik bukan?” kali ini Raja bertanya kepada pemimpin kami seakan-akan mengetahui pikiran dari pemimpin kami.

    Suasana gedung pertemuan masih sama dengan beberapa menit yang lalu, tidak ada seorang rakyat jelata maupun bangsawan yang bergerak saat itu. Bahkan untuk menarik napaspun akan terasa sangat sesak waktu itu. Prajurit kerajaan dan kami masih berada diposisi masing-masing menunggu waktu yang tepat untuk bergerak. Tindakan gegabah saat ini bisa berakhir dengan kehilangan nyawa.

    “Kami ingin Edenaya menjadi lebih baik. Kami ingin mengubah Edenaya. Kami ingin Edenaya terbebas dari kelaparan.” jawaban yang diutarakan oleh pemimpin kami.

    “Jika memang itu pemikiranmu, bukankah kita memiliki pemikiran yang sama. Aku berjanji kepadamu akan membuat Edenaya menjadi lebih baik, membebaskan Edenaya dari kelaparan yang diderita saat ini.” Raja menanggapi peryataan dari pemimpin kami.

    Saat itu aku tersadar jika memang dari awal Raja juga sudah mengetahui masalah ini, dia tidak menutup mata akan kelaparan yang melanda Edenaya. Mungkin tidak ada yang dapat dilakukannya saat ini untuk menghadapi kelaparan ini. Aku yakin seperti itu karena dari mata sang Raja tidak tampak satu kebohonganpun. Detik itu aku mulai mempercayai sang Raja. Ketika kumelihat wajah pemimpin kami, mulai nampak juga kepercayaan kepada sang Raja.

    “Anak muda, maukah kau membantuku melewati masa kekelaman Edenaya?” sang Raja bertanya kepada pemimpin kami.

    Suasana kembali hening, tidak ada yang menghiraukan lagi siapa didekatnya, semua mata dan telinga tertuju kepada sang Raja dan pemimpim kami yang sedang berbicara di tengah gedung pertemuan tersebut. Aku yang mulai mempercayai perkataan sang Raja saat itu mulai merasa sedikit bersalah didalam hati ini.

    “Tssshhhh” suara anak panah yang melesat dari sudut gedung pertemuan memecah keheningan tersebut.

    Anak panah yang di lontarkan tersebut melaju tepat kepada arah sang Raja. Waktu berlangsung sangat cepat dari anak panah tersebut dilontarkan dan menuju ke tengah gedung pertemuan. Tidak ada yang dapat melihatnya secara pasti. Aku berpikir sang Raja telah tertembak anak panah tepat didadanya. Ketakutan terjadi digedung pertemuan, seseorang tertembak dengan anak panah. Kebanyakan perempuan dewasa berteriak, beberapa lelaki dewasa pengecut telah berlari keluar dari gedung pertemuan untuk menyelamatkan tubuh mereka dari kekacauan di gedung pertemuan.

    Aku tidak percaya akan apa yang kulihat saat itu. Sang Raja tidak tertembak anak panah. Sang Raja berdiri tegak seakan-akan tidak terjadi apapun saat itu, disamping sang Raja terdapat pemimpin kami. Pemimpin kami yang tertembak. Pemanah yang memanah anak panah termasuk seorang pemanah yang hebat tidak mungkin sasarannya yang tidak terlalu jauh ini bisa meleset. Tidak ada angin yang bisa mempengaruhi bergesarnya arah anak panah, karena ini didalam ruang yang tertutup.

    “Kenapa kau melindungiku anak muda?” kulihat Raja masih berdiri tegak sambil menahan pemimpin kami yang tertembak anak panah di bagian dada sebelah kiri.

    Aku tidak percaya akan apa yang kudengar, kenapa pemimpin kami melindungi sang Raja. Akupun bertanya dalam hatiku. Ditengah kekacauan yang terjadi kelihatannya para prajurit menyadari ini adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk bertindak dan menyerang kami. Tidak ada yang dapat kupikirkan lagi saat itu pemimpin kami telah tertembak, beberapa teman kamipun kelihatan telah putus asa. Lari dari gedung pertemuan menjadi pilihan terbaik saat itu.

    “Hentikan semua ini, aku tidak ingin melihat pertumpahan darah lagi di Edenaya.” Raja berteriak menghentikan para prajurit yang hendak menyerang kami.

    “Aku… aku percaya kepadamu.. Raja, kau sanggup mengubah Edenaya.” pemimpin kami menjawab dengan kesakitan akibat luka anak panah didadanya.

    “Aku Raja Edenaya tidak akan sanggup mengubah Edenaya tanpa bantuan dari kalian anak muda, karena itu bertahanlah dari kesakitan ini.” sang Raja berkata dengan serius dibalik matanya terdapat cahaya kejujuran.

    “Apa yang akan kita lakukan terhadap para pemberontak ini?” seorang prajurit yang mungkin ketua dari para prajurit itu bertanya kepada sang Raja.

    “Mereka tidak bersalah kita tidak perlu menangkap dan memberi mereka hukuman. Mereka hanya tidak tahun cara mengutarakan pendapat mereka dengan baik dan benar. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, itu hanya memperuncing masalah yang ada.” sang Raja mengucapkan suatu kata-kata yang sangat benar, kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Saat itu aku menyadari bahwa dia memang seorang Raja yang tepat untuk memerintah Edenaya.

    Saat itu juga beberapa prajurit di perintahkan sang Raja untuk menolong pemimpin kami, melarikan pemimpin ke istana Raja dengan kereta kuda milik Raja untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Beberapa dari kami saat itu sudah melarikan diri karena takut tertangkap prajurit. Kakiku masih melekat di gedung pertemuan saat itu, hatiku terkesima dengan perbuatan sang Raja. Aku dan beberapa teman memilih untuk meminta maaf kepada sang Raja atas tindak kekerasan yang kami lakukan di gedung pertemuan itu.

    “Aku sama sekali tidak menyalakan kalian, dimataku kalian tidak bersalah, jadi aku tidak perlu memaafkan kalian. Edanaya membutuhkan jiwa muda seperti kalian, yang mau mengubah masa depan Edenaya menjadi lebih baik. Maukah kalian membantuku untuk mengubah Edanaya?” Sang Raja sama sekali tidak menyalahkan kita yang telah berusaha memanahnya dengan anak panah, hal ini bukan membuatku senang, tetapi malah menjadi semakin sedih. Dia memang sang Raja yang sangat baik, tidak ada yang dapat menggantikannya menjadi Raja Edanaya untuk saat ini.

    Kami sama sekali tidak dapat berkata-katam bahkan seorang teman kami menangis saat itu juga. Suasana seperti ini sangat menyedihkan, memalukan, tidak ada yang dapat berkata ia kepada sang Raja saat itu. Tidak lama kemudian sang Raja telah dijemput dengan kereta kudanya, kamipun segera pulang dari gedung pertemuan tersebut. Semuanya saat itu berpikir kami telah salah besar ingin mengalahkan sang Raja dan mengubah Edenaya, lebih muda bagi kami untuk mendukung sang Raja dan bersama-sama dengannya mengubah Edenaya menjadi lebih baik.

    Tidak beberapa lama sejak kejadian digedung pertemuan itu aku bertemu kembali dengan pemimpinku. Keadaan tubuhnya telah membaik. Satu hal yang masih ingin kutanya dari padanya sejak pertemuan dengan sang Raja. Kuhampiri pemimpin dan menyapanya.

    “Kau sudah baikkan?” tanyaku kepadanya.

    “Aku dalam keadaan paling baik saat ini.” pemimpin menjawab dengan wajah yang penuh senyum.

    “Ada yang ingin kutanyakan kepadamu, sejak kejadian di gedung pertemuan itu?” aku ingin segera menanyakan hal ini.

    “Silahkan bertanya kepadaku, jika itu bisa kujawab maka akan kujawab.” jawabnya padaku.

    “Kenapa saat itu kau melindungi sang Raja?” tanyaku kepada pemimpin dengan penuh rasa ingin tahu.

    “Jika kita tidak mempercayai sang Raja, siapa lagi yang dapat kita percaya di Edenaya ini?” pemimpin menjawab dengan pertanyaan balik kepadaku.

    “Dia seorang Raja yang baik, aku berdiri tepat disebelahnya di gedung pertemuan itu. Aku tahu matanya tidak mengandung dusta biar setitikpun. Dia juga sangat mempercayaiku saat itu, jadi aku tahu tidak salah untuk menerima kepercayannya.” ujar pemimpin.

    Sejak pertemuan dengan sang Raja saat itu aku berjanji untuk menjadi rakyat Edenaya yang baik, aku harus percaya kepada sang Raja. Mungkin aku telah gagal menjadi ayah yang baik dan suami yang baik, tetapi aku akan tetap berusaha menjadi rakyat Edenaya yang baik.

    Aku terus percaya kepada sang Raja menaruh harapanku padanya, walaupun di masa kekelaman di Edenaya. Namun aku masih berharap akan melihat Edenaya dimana rumput bisa bernyanyi, hewan bisa berbicara, cakrawala biru begitu indah, angin yang meniupkan kebahagiaan, dan air yang membawa kehidupan.

    Edenaya ~Pertemuan dengan Sang Raja~ FIN
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.