1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Sweet Torture

Discussion in 'Fiction' started by om3gakais3r, Jul 9, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Dumping cerpen....


    Akan banyak <<noise>> pada cerita ini.
    maksudnya, bayangkan scene ini:
    [video=youtube;C_zEaYghRoY]http://www.youtube.com/watch?v=C_zEaYghRoY[/video]


    <<Play>> Timestamp: 0

    Adakah cara agar bayangan yang bisa ditarik sehingga bisa kembali menjadi nyata? Kalau ada, aku ingin tahu bagaimana.
    Di setiap malamku, bayangan-bayangan masa lalu menghantuiku. Bukan dengan mimpi buruk, namun dengan cerita-cerita indah yang tidak bisa aku capai sekarang.
    Setan menciptakan mimpi buruk untukku, terbuat dari susu, gula dan vanila.
    Seperti malam ini, dia menciptakan dunia dimana aku dan orang itu berbahagia bersama anak-anak yang keberadaannya tidak mungkin ada.
    Ketika aku terbangun, mimpi itu tidak bisa lepas dari kepalaku. Aku hanya bisa bilang "Prioritasku sekarang adalah bekerja." Lalu berangkat ke studio sambil membawa kamera Canon yang sudah menjadi sahabatku sejak empat tahun lalu.

    <<FastForward>> Timestamp: 1

    Di balik cepatnya kereta melintas, aku dapat melihat sosok itu. Seorang perempuan dengan rambut panjang sedada terikat rapi, menggunakan switer kuning lusuh dan rok panjang. <<noise>>
    Tidak! itu adalah deskripsi penampilan Jihan, perempuan yang sempat aku cintai. Perempuan yang hanya akan membangkitkan ingatan lama yang tidak ingin aku ungkit kembali.
    Aku mengucak mataku sambil terus membiarkan kereta terus menderukan rodanya yang berhantam dengan rel.
    <<noise>>
    "Bukankah kau ingin waktu seperti ini berlangsung tanpa akhir?" Perempuan dengan deskripsi yang aku sebutkan tadi berdiri di sampingku.
    Tapi aku tahu dia bukan perempuan itu. Dia hanya bayang-bayangnya yang masih tertinggal di benakku .
    "Apa itu yang orang itu inginkan?" Tanyaku pada bayang-bayang itu.
    "Entahlah, aku hanya bayangan yang kau buat." Jawabnya.
    Dia jelas bukan Jihan,

    Epilogue End.

    <<Reverse>> Timestamp: -3
    Fotografi adalah hidup keduaku. Mengabadikan momen-momen yang tidak akan bisa kembali mungkin menjadi kepuasan terbesar dalam hobiku ini. Tapi sering kali aku merindukan sesuatu yang lain, rasa ingin mengabadikan sesuatu yang lebih dari momen. Sesuatu yang lebih dari kenangan dan ingatan.
    Walau begitu, aku masih tidak yakin apa itu.
    Bahkan hari penting seperti ini, aku memegang erat kameraku. Walau bukan kamera lama yang Ibu belikan, tapi kamera DSLR merk Canon baru ini lebih dari cukup untuk mengangkap momen-momen bahagia di hari ini.
    "Selamat atas kelulusannya, kak Randi!" JEPRET! dengan sigap aku rekam warna-warna itu ke media digital.
    "Haha, makasih Rin atas ucapan selamatnya." Kataku sambil mengecek hasil potretanku itu. "Sempurna" bisikku.
    Aku mendapatkannya, sudut sempurna dari model pertama hari ini. Gambar perempuan dengan wajah gembil dengan kulit putih mulus serta tubuh yang ramping dan badan yang pendek. Itulah yang aku dapat. Sekali lagi aku berkata "sempurna"
    "Kak, setelah lulus kakak mau kerja dimana? Jangan jauh-jauh ya, nanti Arin kesepian."
    Aku hanya mengangguk tidak yakin.
    <<Noise>>
    Seorang perempuan melintas, satu-satunya orang yang tidak menggunakan pakaian formal di acara kelulusan SMA itu. Dia adalah Jihan Farida. Tubuhnya tidak terlalu jauh berbeda dari Arin, tapi ekspresinya yang lembut dan ke-fotogenis-an nya lah yang berperan besar dalam karirnya sebagai model terkenal.
    <<Noise>>
    Baginya, mungkin aku adalah orang yang memberikan karirnya itu. Dua tahun lalu, aku kirimkan foto Jihan yang aku ambil dan memenangkan penghargaan. Sejak saat itu Jihan ditawari menjadi model di sana-sini.
    Dan bagiku, <<noise>> aku adalah orang yang paling <<noise>> mencintainya <<noise>>

    <<FastForward>> Timestamp: -2

    [Dasar bodoh! Kejar saja sana Jihan sampai ujung dunia sana! Aku nggak peduli! Arin nggak mau liat kak Randi sama Jihan!!]
    SMS itu secara bodoh aku balas dengan [Ya, nggak apa-apa. Aku juga nggak mau liat Arin.]
    <<Noise>>

    <<FastForward>> Timestamp: -1

    [Bisa ke rumah aku nggak, sekarang. Aku minta maaf. Anggap aja ini perpisahan kita, kak.] Tiba-tiba, SMS itu datang ke ponselku. Aku yang sedang berbenah untuk merantau ke Jakarta menghentikan kegiatanku dan segera menggenjot sepedaku untuk mencapai rumah Arin.
    Untuk mencapai rumahnya, aku harus melewati pintu perlintasan kereta. Di tempat itu ada sesosok orang yang tidak aku sangka akan ada di situ.
    "Jihan? Apa yang kamu lakukan di sini?" Teriakku dari jauh.
    Dia mengenakan berpenampilan sama, rambut panjang dikuncir, sweater kuning lusuh dan rok panjang.
    "Walaupun kamu nolak aku, aku tetep cinta kamu, Han." Aku berteriak sambil mendekatinya, semakin dekat dengan palang pintu kereta.
    "Kenapa..."
    "Kenapa walau kakak ditolak, tetep aja masih nggak mau tinggal di sini!"
    "A-Arin?!" Sentakku pada orang yang berdiri di seberang rel.
    "Jangan bercanda seperti itu! Nggak lucu!" Bentakku padanya.
    Arin menangis, menggunakan pakaian yang mengingatkanku pada Jihan.
    "Segimanapun kamu ngeyakinin aku, aku nggak akan tinggal di sini selamanya."
    "Tapi kak! Aku nggak mau kakak pergi" Paksa Arin.
    "Udah lah, kalau kamu cuma mau ngejek soal penolakan Jihan... jangan buang-buang waktuku."
    Aku berjalan kembali ke arah rumah. Menjauh dari tempat Arin berdiri. Membiarkannya tertegun sendiri.
    Setelah sekitar lima ratus meter aku pergi, Arin memanggilku.
    "Kak!" <<noise>>
    "Sejak waktu SMP dulu kakak selalu ada di samping Arin, dan Arin selalu ada buat kak Randi...." Teriak Arin. <<noise>>
    " Empat tahun, aku cinta sama kak Randi. AKU CINTA KAMU, KAK!"
    Teriakan Arin itu tidak aku hiraukan, terus berjalan karena kesal akan kelakuannya.
    <<noise>> suara kereta <<noise>>decitan rem kereta <<noise>>keramaian orang-orang yang panik <<noise>>
    <<noise>>
    <<noise>>
    <<noise>>

    <<FastForward>> Timestamp: 1
    Di balik cepatnya kereta melintas, aku dapat melihat sosok itu. Seorang perempuan dengan rambut panjang sedada terikat rapi, menggunakan switer kuning lusuh dan rok panjang. <<noise>>
    Tidak! itu adalah deskripsi penampilan Jihan, perempuan yang sempat aku cintai. Perempuan yang hanya akan membangkitkan ingatan lama yang tidak ingin aku ungkit kembali.
    Aku mengucak mataku sambil terus membiarkan kereta terus menderukan rodanya yang berhantam dengan rel.
    <<noise>>
    "Bukankah kau ingin waktu seperti ini berlangsung tanpa akhir?" Perempuan dengan deskripsi yang aku sebutkan tadi berdiri di sampingku.
    Tapi aku tahu dia bukan perempuan itu. Dia hanya bayang-bayangnya yang masih tertinggal di benakku .
    "Apa itu yang orang itu inginkan?" Tanyaku pada bayang-bayang itu.
    "Entahlah, aku hanya bayangan yang kau buat." Jawabnya.
    Dia jelas bukan Jihan
    , tapi sosok Arin yang terakhir aku lihat.
    "Orang itu¸Arin sudah meninggal. Bentuk penyesalanmu adalah aku, bayangan yang selalu mengingatkanmu pada hari itu setiap kali kau di tempat seperti ini" Lanjutnya.
    "Apa aku bisa dimaafkan?" Tanyaku pada bayangan itu.
    <<noise>>
    Ah, aku ingat dengan jelas mimpiku semalam. Setelah lulus SMA, aku kuliah. Menetap di kota tempat Arin berada. Ketika lulus kuliah, aku bekerja di kantor dan akhirnya menikahi Arin. Di dalam mimpiku, aku bermain bersama anak-anakku sedangkan Arin memasak dan memperhatikan kami yang bermain.
    <<noise>>
    "Apa aku bisa dimaafkan?" sekali lagi aku tanyakan pada bayangan itu.
    "Entahlah."
    Aku melompat ke depan, berharap kalau mimpi memang gambaran diriku di dunia paralel. Setidaknya di dunia itu Arin bahagia.
     
    Last edited: Jul 9, 2013
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.