1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Family Portrait

Discussion in 'Fiction' started by high_time, May 17, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    hanya sebuah kisah sederhana tentang happy family :lalala:

    ===

    Story Index

    Episode 1 : Matahari Terbit

    Page 1

    Prolog
    Episode 1-1
    Episode 1-2

    Page 2

    Episode 1-3
    Episode 1-4
    Episode 1-5

    Page 3

    Episode 1-6

    Page 4

    Episode 1-7
    Episode 1-8

    Episode 2 : Sajak di Pagi Hari

    Page 4

    Episode 2-1
    Episode 2-2

    Page 5

    Episode 2-3
     
    • Like Like x 2
    Last edited: Jul 7, 2013
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Episode 1 : Matahari Terbit

    Prolog

    Untaian kata-kata ini sebetulnya sudah lama sekali ingin kutulis, namun isak tangis selalu menghantui diriku setiap kali aku memikirkan mengenai sebuah tema penting yang ingin sekali kuusung. Aku tahu bahwa aku tidak bisa terus seperti ini, menjadikan kesedihan yang kualami selama empat tahun penuh, sebagai suatu alasan untuk terus menangis dan hidup pada masa lampau.

    Kesedihan ini memang menyakitkan, tapi pada sisi lain, rasanya sungguh nikmat. Bahwa aku dapat berlagak seperti orang yang paling lemah di muka bumi ini, dan menganggap bahwa bunuh diri adalah sesuatu hal yang suci; dengan anggapan bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang mengerti mengenai berbagai kepedihan yang aku alami. Mereka hanya bisa tertawa, dan mengumbar kalimat simpati palsu karena hanya itulah yang bisa mereka katakan...bukankah benar begitu?

    Hidupku adalah untaian dari berbagai proses untuk membohongi diri sendiri, bahwa segalanya akan baik-baik saja. Meski demikian, hal yang paling membuaku sakit hati bukanlah kepedihan itu sendiri, melainkan suatu keadaan dimana segala sesuatu yang membuatku sangat bahagia berada pada tempat yang sangat dekat denganku....tetapi, seberapa keras aku berusaha menggapainya, kebahagiaan itu tak akan pernah kugapai untuk selama-lamanya.

    Isak tangis ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, dan menyisakan roman muka yang sungguh mmalukan apabila terlihat oleh orang lain. Dalam rentang waktu demikian, ingin sekali kutuliskan betapa sakitnya perasaanku pada momen itu, tapi tangan ini tak mampu bergerak...diriku hanya dapat merenung mengenai segala pengalaman bahagia yang telah berlalu, suatu pengalaman yang tak bisa diulang kembali karena waktu terus bergulir maju. Saat tangis ini telah usai, aku sungguh tak dapat menuliskan kisah ini kembali...diliputi oleh berbagai rasa enggan yang terbersit di hati.

    Tak peduli akan realita, aku ingin terus tenggelam pada kesedihan, ditambahi dengan suatu perasaan bahwa setiap orang yang mendengar keadaanku ini malah akan menertawakan diriku, bahwa mereka semua adalah iblis laknat tanpa perasaan, yang hanya bisa pura-pura merasakan iba, padahal di belakang mereka telah menganggapku sebagai seseorang yang jauh lebih rendah daripada sampah!

    Apabila segala kepedihan ini diketahui oleh mereka, dan aku mendengar segala suara cemooh yang bergaung di luar sana, sangat mungkin bahwa aku akan mengambil pisau guna menusuk lambungku sendiri hingga diriku mati. Persetan dengan pendapat mereka yang mengedepankan pemikiran rasional, APAKAH KALIAN TIDAK PERNAH TAHU SEGALA BEBAN YANG HARUS KUPIKUL SELAMA INI? Bangsat, kalian semua hanyalah ******** yang akan menganggapku sebagai seorang lemah yang tak mampu menghadapi realita, seorang yang tak akan pernah bisa beranjak dewasa.

    Meskipun berat...harus kuakui bahwa kalian semua ini benar, bahwa seorang sampah masyarakat sepertiku ini, yang tak mampu berbuat apapun sudah sepantasnya mati saja, bukan? Aku tak dapat berbuat sesuatu yang berarti, dan hanya menjadi benalu....toh apabila aku sudah tiada, mengapa harus pusing-pusing memikirkan keberadaanku?

    Ah...aku ingat, bahwa aku masih memiliki keluarga.

    Sebuah keluarga yang berdiri atas dasar kepura-puraan, dimana tiada seorangpun yang betul-betul mengasihi satu sama lain, namun harus kuakui, bahwa dalam kepura-puraan inilah aku pernah merasakan satu-satunya bulir kehangatan dan cinta. Saat dimana terdapat orang-orang yang rela membantuku, dan membuat hidup ini menjadi indah; tak perlu pusing memikirkan berbagai macam hal yang tak penting, yang ada hanyalah belajar dan bermain, juga menyongsong hari esok dengan penuh kedamaian.

    Aku ingin mengenang masa-masa dimana aku dapat merasakan suatu kehangatan palsu, dibawah lindungan orangtua yang pura-pura mencintaiku.

    Ini adalah kisah tentang sebuah kebohongan terbesar, yakni sebuah keluarga yang bahagia. Kisah inilah yang akan terus kukenang, sebelum aku mengakhiri hidupku begitu saja...

    Karena kisah mengenai keluarga bahagialah, yang pada akhirnya membuatku dilanda isak tangis yang begitu bertubi-tubi; sebuah kisah paling menyakitkan yang pernah ada, setidaknya untuk diriku sendiri. Ada baiknya, dunia terus tersenyum dan tertawa, meski diriku harus dirundung malang dan kesedihan...

    Tak seorangpun yang akan mengerti, betapa kerasnya mereka berusaha menaruh empati, karena pada dasarnya keberadaan mereka sungguh palsu.

    Baiklah hidup ini dihuni dengan kepalsuan, apabila untuk sekali sewaktu, aku dapat tersenyum kembali.

    Xxx​

    Suatu memori di masa lampau, tepatnya memori paling awal yang dapat kuingat di masa kecilku. Aku ditempatkan pada kamar mandi yang berukuran cukup besar, dan di lantai kamar mandi itu terdapat suatu bak mandi kecil yang dapat dipindahkan kesana kemari. Mungkin pada saat itu aku masih berusia sekitar dua tahun, aku tak begitu ingat.

    Seorang baby-sitter tengah berjalan; ia terlihat tinggi sekali seperti raksasa, setidaknya untuk diriku yang masih begitu kecil. Ia menuntun seorang anak kecil yang rasanya seumuran denganku, dan setelah anak itu ditempatkan pada bak mandi kecil berisi air setengah penuh, diriku juga dituntun olehnya masuk ke bak tersebut. Tubuhku rasanya menjadi begitu hangat, ah jadi ini rasanya mandi dengan air hangat. Anak yang berada di depanku ini tersenyum gembira entah kenapa, aku tidak mengerti.

    Karena kami masih kecil, baby-sitter itu memandikan kami berdua; dengan suatu sarung tangan yang lembut membasuh badan kami dengan sabun, dan rambut kami dengan shampo hingga kami berdua terlihat bersih. Aku dan anak tersebut kini berdiri berhadap-hadapan, dan serta merta aku langsung merasakan ada sesuatu yang aneh ketika melihat tubuhnya, tepatnya pada bagian bawah dekat pangkal paha.

    Mengapa burung anak ini tidak ada? Pikirku pada saat itu.

    Aku melihat pada bagian bawah diriku dan terdapat burung yang biasa kugunakan untuk buang air kecil, apabila anak ini tidak mempunyai burung, bagaimana ia dapat buang air kecil? Apakah suatu saat nanti burung anak ini akan tumbuh seketika dalam waktu dekat? Benakku dipenuhi dengan berbagai tanda tanya untuk waktu yang cukup lama, tetapi terdapat suatu hal yang tetap menjadi misteri.

    Diriku tidak mengetahui siapa anak yang mandi bersamaku pada saat itu, dan akan menjadi apakah dia setelah dewasa. Yang aku tahu adalah, pada saat itulah aku pertama kali melihat wanita telanjang, dan itu adalah seorang loli berusia dua tahun.
     
    Last edited: May 18, 2013
  4. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    Uh... saya lupa mau komen apa pas pertama kali baca ini.

    Awalnya sih bagus. Feel frustasi si "aku"-nya kerasa banget. Cuma pas adegan setelahnya... hem... entah ya... kesannya aneh. Umur dua tahun tapi memorinya sejelas itu. Saya aja nggak hampir ga inget sama sekali umur dua tahun itu ngapain aja. Tiga tahun ke atas baru mulai ada. dan itu pun samar-samar. Tapi pas baca ni fic, dunno why, daripada ada kesan si "aku" nginget-nginget memori lama dia, lebih kayak nyeritain sesuatu yang baru terjadi kemarin dengan ingatan yang masih fresh.

    Trus, yang ini masalah selera, tapi pas ngomongin 'burung' bener-bener bikin saya ilfeel sama apa yang dirasain tokohnya. Not your fault. Salah satu yang bikin saya raeg pas baca novel absurd karangan someone itu salah satunya gara-gara topik begini juga. Emang masalah selera.
     
  5. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    memang kalo orang coba mengingat sesuatu, hal2 yang terjadi pada masa lalu bisa terasa kayak baru terjadi kemaren aja sih. feel 'fresh' nya bisa jadi ada karena ada bagian yang 'ditambah-tambahin' biar keliatan jelas :hihi:

    ah masalah burung yah, itu sih yang pikiran gw inget pas dolo, lol absurd....kalo udah gini bisa dibilang kehidupan gw sendiri udah absurd to the max. anyway thx buat komeng nya ya :XD:
     
  6. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Episode 1-1

    Pagi ini indah, ayah.

    Malam ini damai, ibu.

    Aku sungguh bahagia telah datang ke dunia ini untuk menemani kalian.

    "Tuan, anak anda lahir normal dan sehat sempurna. Seorang anak laki-laki yang sehat, kelak suatu saat nanti ia akan menjadi orang yang dapat membangun suatu keluarga yang kokoh."

    Memori ini samar-samar, tidak seperti memori awal ketika aku mandi bersama seorang anak lain. Mungkin ini hanyalah rekaan belaka, ataupun sebuah kilasan fiksi; mungkin beginilah gambaran tentang kehidupan pada saat aku lahir, suatu gambaran tentang sebuah ruangan di rumah sakit yang begitu putih bersih. Kalender yang terpampang di ruangan ini menunjukkan suatu tanggal yang nantinya akan menjadi hari ulang tahunku.

    23 Juli.

    Entah kenapa, tanggal ini terasa begitu spesial. Pada hari itu, aku dipenuhi oleh perasaan bahagia, jauh melebihi hari apapun di tahun ini. Hari yang menandakan bahwa aku akan tumbuh semakin besar, kuat, dan juga dewasa.

    Pada tempat tidur di sebuah ruangan rumah sakit telah terbaring seorang wanita muda, dengan tatapan yang begitu lembut. Pandangannya tak lain tetuju hanya padaku seorang, putra sulungnya. Ia menggendong tubuhku yang kecil, dibalut dengan kain yang lembut. Awalnya aku menangis terus menerus karena telah dibawa pergi oleh orang-orang berseragam yang menggunakan masker; mereka terlihat begitu mengerikan. Aku kemudian ditempatkan pada suatu tabung besar untuk beberapa saat, sebelum aku akhirnya dikembalikan dalam pangkuan seorang wanita muda yang tak lain adalah ibuku.

    "Marilyn, bagaimana keadaan anak kita sekarang? Aku sungguh khawatir akan keputusan keluarga kita untuk melakukan operasi caesar. Praktis ia berada sekitar 9 bulan 20 hari dalam kandungan, dan saat aku pertama kali melihatnya...kulitnya terlihat kering sekali! Errr...syukurlah...ternyata ia baik-baik saja. "

    "Kamu tak perlu khawatir, Benedict. Anak kita adalah seorang anak yang sehat dan kuat."

    Seorang pria muda yang berpostur tinggi tegap memasuki ruangan tempat aku berada dalam pangkuan ibuku. Pada awalnya, aku takut akan perangai pria ini, yang ternyata adalah ayahku. Ia memancarkan suatu rasa aman bagi diriku, dan apabila aku berada dalam lindungan tangannya, aku percaya bahwa segala marabahaya dapat dikalahkan oleh dirinya. Karena ayah adalah yang terkuat di muka bumi ini.

    "Kau belum mengendongnya bukan...Ben....ummm, maksudku...Papa?"

    "Iya kau benar juga, Mama."

    "Pelan-pelan, ia masih bayi."

    Pertama kali aku merasakan berada dalam pelukan ayahku; berada dalam suatu lindungan yang begitu nyaman. Tangannya yang kuat dan berotot membopong tubuhku yang masih kecil, berusaha untuk menggendong tubuhku dengan selembut mungkin.

    "Ben, anak kita belum diberi nama."

    "Tidak masalah, Mary. Aku sudah memikirkan sebuah nama yang cocok sewaktu menatap langit yang begitu cerah dan permai saat ia dilahirkan."

    Ayah membawa diriku pada sebuah tempat yang begitu terang, dimana cahaya mentari terpancar jelas mengenai wajahku. Pancaran tersebut begitu hangat dan lembut, membuatku terbaring nyaman dalam gendongan ayahku. Pada saat itulah aku mendengar namaku pertama kali diucapkan.

    "Mathias, nama anak ini. Ia seperti pemberian dewa matahari pada keluarga kita, seorang anak yang lahir tepat pada saat matahari telah terbit."

    Aku melihat ibuku tersenyum dari pojok sana, lalu kemudian aku dikembalikan pada pangkuannya lagi. Ya, namaku Mathias, dan aku menyukai nama ini, suatu nama yang mmberikan terang di kala hatiku tengah terasa gelap.

    "Anak ini adalah terang dalam keluarga kita, Mary. Semoga aku dan dirimu dapat menjadi orang tua yang terbaik bagi anak ini. Aku melihat bahwa masa depannya akan begitu cerah seperti matahari terbit, mungkin saja ia akan menjadi orang besar pada suatu saat kelak. Seorang yang akan menyinari dan menghangatkan dunia yang dingin ini dengan uluran tangannya. Aku akan sungguh bahagia apabila aku dapat menimang seorang cucu darinya..."

    Kata-kata yang keluar dari mulut ayahku sama sekali tidak kumengerti, namun aku tahu bahwa ia bahagia karena aku telah dilahirkan. Perkataan ayahku disambut oleh decak tawa yang keluar dari mulut ibu; mereka terlihat begitu serasi, dan hal tersebut membuatku senang.

    "Kau ini ada-ada saja, dia 'kan masih bayi. Jangan berpikir terlalu jauh, masih ada banyak sekali tahun yang anak ini perlu lalui sebelum dia tumbuh menjadi terang yang dapat bersinar bagi dunia."

    Beberapa orang kemudian datang menjenguk di ruangan tempat ayah dan ibu berada. Apa mereka kakek dan nenekku? Aku juga melihat ada beberapa orang lelaki dan wanita yang usianya masih muda, dan seorang masih anak-anak, apa merekalah yang akan menjadi saudara sepupu, juga bibi dan pamanku?

    Anggota keluarga yang datang menjadi begitu banyak, dan aku seketika diliputi oleh rasa takut, sehingga aku kembali menangis keras. Aku tak tahu apa yang membuatku berhenti menangis, apakah itu kesunyian, ataupun suara nyanyian ibuku yang begitu lembut, dan mungkin saja perkataan ayahku yang begitu hangat? Semua itu pada akhirnya membuatku tertidur lelap.

    Xxx​

    Apakah yang kira-kira terjadi pada saat sebelum diriku dilahirkan? Kata mereka, segala sesuatu akan terlihat gelap, dan kau sama sekali tak bisa menggerakkan tubuhmu karena otot dan tulangmu belum terbentuk utuh. Kau akan dilindungi oleh suatu cairan yang berfungsi meredam benturan sehingga tubuhmu yang lunak akan terjaga hingga saat kelahiranmu tiba. Beberapa mengatakan, bahwa mereka melihat sebuah terowongan yang begitu terang di atas sana pada saat kelahiran mereka tiba, namun tidak pada diriku.

    Awal kelahiranku adalah sesuatu yang dipenuhi oleh pertumpahan darah. Diriku lahir dengan berlumur darah, dan ibuku terlihat seperti orang yang hampir mati pada saat mereka mengobrak-abrik perutnya. Diawali pada 23 Juli sekitar dini hari; beberapa jam setelah tengah malam lewat. Operasi tersebut memakan waktu yang cukup lama, dan proses kelahiranku sebetulnya cukup sukar, namun akhirnya harapan telah tiba dan aku dengan selamat telah lahir di dunia.

    Perut ibuku mengangga lebar, dan hal itu membuatku sungguh diliputi rasa ngeri. Tapi orang-orang berseragam tersebut telah menutup perut ibu kembali dalam hitungan jam.

    Hari itu masih pagi, dan matahari masih bersinar cerah.

    Tapi kutahu bahwa tidur lelap ini tak akan berlangsung selamanya.

    Mungkin berapa tahun telah lewat pada masa itu, dan aku mendapati diriku berada pada sebuah tempat tidur yang dikelilingi oleh pagar kayu. Di tempat tersebut diletakkan beberapa mainan, seperti sebuah benda yang berbentuk seperti kepala bebek dengan suatu pegangan panjang; apabila digerakkan akan menimbulkan bunyi gemerincing yang membuat diriku senang.

    Ada juga sebuah boneka lembut, dengan rupa seperti gabungan antara beruang dan tapir, warna kulitnya putih bersih dan bulunya sungguh nyaman dipegang. Sebetulnya ada satu lagi boneka beruang disini, yang biasa kumainkan dengan cara menabrakkan yang satu dengan yang lain dan meninju boneka tersebut berulang kali.

    Alhasil, aku melihat banyak mainanku telah rusak karena tingkah lakuku yang sungguh kasar dalam memperlakukan benda-benda itu demi kesenangan belaka – mungkin ini karena aku terlahir sebagai anak lelaki.
     
  7. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Episode 1-2

    Mathias.

    Sebelum diriku dilahirkan, nama ini sepertinya telah melekat padaku. Suatu nama yang disebut dengan lantang setiap kali seorang kakek tua berjanggut putih, dan juga berpakaian serba putih melihat matahari terbit di atas sana. Mungkin aku merupakan suatu entitas tak berbentuk pada masa itu, sebuah makhluk yang dapat melayang di atas permukaan tanah sambil mengikuti si kakek tua.

    Aku melihat pada lantai bawah, dan ketimbang menemukan lantai ubin seperti yang biasa berada di rumah para manusia pada umumnya, lantai tersebut terbuat oleh suatu batuan aneh, dengan suatu ukiran yang menandakan kesakralan. Tempat dimana aku berada saat itu tidak dibatasi dinding sama sekali, hanya beberapa pilar yang berjejer satu sama lain, bentuknya seperti pilar yang berada pada jaman Yunani kuno, dengan suatu sentuhan yang agak modern.

    Di balik deretan pilar, terlihat beraneka bangunan yang membuatku takjub, terlebih setelah melihat bangunan tersebut semata-mata disangga oleh kumpulan awan. Langit di atas sana terlihat begitu indah, benar-benar biru, dengan terik matahari yang terlihat menyilaukan, namun begitu hangat. Ada yang berupa suatu bangunan dengan arsitektur Romawi dan Yunani kuno, beserta bangunan peradaban kuno lainnya.

    Salah satu yang paling menarik adalah miniatur kota Uruk berlapiskan emas yang terletak di tengah-tengah formasi bangunan yang lain. Pada dinding bangunan tersebut tulisan hieroglif seperti pada jaman Mesir kuno. Jalan masuknya berbentuk seperti jalan masuk istana, dengan suatu lantai batuan yang juga terbuat dari emas. Di depan jalan masuk, terdapat dua buah patung Gilgamesh, penguasa Uruk, yang sedang mengendarai sebuah binatang yang berbentuk seperti naga bertanduk duapuluh. Sayapnya membentang luas, dan patung tersebut berukuran sedang sehingga tidak menghalangi jalan masuk, meski jalan masuknya cukup lebar.

    Setelah masuk sedikit, terdapat sebuah pijakan tangga yang akan mengarah pada suatu tempat berupa alun-alun, dimana terdapat beberapa manusia bersayap yang menari disana, ditambah beberapa orang berpakaian seperti yang ada pada jaman prasejarah. Pada alun-alun miniatur kota Uruk, terdapat beberapa bangunan yang lebih kecil, lebih tepatnya bisa disebut sebagai kios.

    Pada salah satu menara besar yang terletak di pinggir, aku dapat melihat raja Gilgamesh tersenyum pada rakyatnya, namun aku merasakan sesuatu hal yang begitu mengganjal, mengapa ia terlihat begitu cantik seperti seorang gadis perawan pada hari ini dengan rambut pirangnya yang tergerai panjang sebahu, dan mengapa ia mengenakan baju wanita meskipun kutahu jelas bahwa raja Gilgamesh adalah seorang pria?

    Gaun yang ia kenakan tersebut membalut sekujur tubuhnya sampai pada lutut, dijahit dengan benang emas dan juga sutra yang begitu lembut, sehingga aku akhirnya sadar mengapa sang raja merasa begitu nyaman sewaktu mengenakan pakaian itu; ia juga memakai kaus kaki hitam panjang tanpa sepatu; aku mendapati dirinya sedang menginjak dengan salah satu kaki, tubuh seorang pelayan wanita, masih muda dan wajahnya begitu imut, yang sedang berada dalam posisi tertelungkup seperti sedang push-up. Muka pelayan wanita tersebut terlihat memerah seperti sedang mabuk, dan sepertinya baik sang raja dan si pelayan sama-sama terlihat begitu menikmati permainan yang aneh ini.

    Mungkin kau akan bertanya bagaimana aku dapat melihat sesuatu dengan sedemikian detil di sini, tetapi tenang saja, disini penglihatanku sungguh baik, tidak seperti pada dunia nyata sana...

    "Tunggu apa lagi, Mathias! Kau bisa menikmati pemandangan ini dan juga berjalan kesana-kemari sewaktu pekerjaan kita telah selesai." bentak kakek tersebut dengan suara yang cukup keras, sehingga suaranya menggema di seantero tempat, gemanya terdengar sungguh menusuk terutama saat ia meneriakkan namaku. Suara bergaung 'Mathias....Mathias....Mathias' membahana di seantero lingkungan, dan hal itu membuatku tertunduk malu.

    "Maafkan aku...kakek." balasku pelan, sambil mengikuti dirinya yang tengah meracau tidak jelas di sela-sela amarah. Sepertinya tidak begitu logis apabila ia marah hanya karena diriku tidak begitu menaruh perhatian, dikarenakan sedang terpana oleh pemandangan sekitar.

    "AKU BUKAN KAKEKMU, panggil aku Paman!" seru kakek itu lagi, kali ini ia mengucapkan sebuah mantera dengan suara yang begitu pelan, lalu ia mengarahkan tongkat sihirnya padaku. "Indil-Indil!" teriaknya, dan seketika, cahaya berwarna kehijauan yang dikelilingi dengan kilatan yang menyilaukan mata langsung menyambar diriku. Ia ternyata telah memberiku suatu tubuh manusia, lengkap dengan tangan dan kaki, dan sebelum aku mulai terkagum-kagum pada perubahan yang terjadi padaku, kakek tersebut berkata lagi...

    "Telah kuberi kau suatu tubuh agar kau tidak bisa kabur kesana kemari, menembus dinding sesuka hati, dan juga kau akan memiliki deru nafas, suara langkah kaki, dan juga keberadaan yang lebih kentara sehingga aku dapat dengan mudah mendeteksi dirimu. Anggaplah ini sebagai suatu hukuman....hah, dasar anak aneh, bisa-bisanya kau ini tersenyum pada saat dihukum! Sekarang ikutilah aku, kita punya banyak pekerjaan disini."

    Dengan patuh akupun mengikuti sang kakek; suara derap langkahnya yang khas, dengan suara tongkat yang diketukkan dengan mantap pada lantai setiap kali ia melangkah seperti telah menjadi iringan musik bagiku, dikarenakan ritme langkahnya yang begitu asyik didengar. Kami berdua menaiki suatu tangga melingkar, dan sepertinya kami sedang berada dalam suatu bangunan seperti sebuah menara besar, yang tingginya dapat mencapai ruang angkasa.

    Sambil mengikuti sang kakek, mataku menyusuri pemandangan interior menara yang dihiasi dengan berbagai hiasan dinding, ditambah lagi dengan pilar-pilar pembatas yang dengan jelas menunjukkan pemandangan disekitarnya, baik di sebelah kanan maupun kiri. Pada suatu sisi dimana terdapat suatu pilar besar ketimbang pilar-pilar kecil, jalanan yang aku dan kakek ini lewati dihiasi oleh siluet perpaduan cahaya antara terang dan gelap, bersilang-silangan seperti sebuah ruangan di dalam gelap dengan jendela berteralis yang gordennya terbuka.

    Berjalan menapaki tangga melingkar untuk sekian lama, ketimbang hanya melayang sejenak, ternyata betul-betul melelahkan. Deru nafasku menjadi demikian berat, beserta banjir keringat yang mulai membasahi keningku, mengalir deras pada sekujur tubuhku yang dibalut suatu jubah berwarna putih. Kakiku mulai terasa ngilu, dan aku merasa bahwa diriku tidak akan kuat lagi apabila aku harus berjalan terus menerus.

    "Marilah kita beristirahat sejenak." ucap sang kakek sambil membalikkan badannya padaku dan menghentikan langkahnya seketika. Ia pun bersandar pada suatu pilar besar dan mulai duduk dengan posisi bersila, dengan isyarat tangan, ia mempersilahkan diriku untuk duduk disebelahnya. "Tidak akan kugunakan sihir guna membuat dirimu bugar kembali, oke? Untuk segala sesuatu tidak baik terlalu mengandalkan sihir." kata-katanya kali ini sama sekali tak kumengerti. Menggunakan sihir, apa maksudnya? Diriku hanya dapat duduk diam disebelahnya, dan mendengarnya bercerita tentang suatu hal yang membuatku tertegun sejenak.

    "Hei, Mathias. Apakah kau tahu tentang pekerjaan yang kita lakukan, dan mengapa tangga yang kita naiki rasanya panjang dan tinggi sekali? Pernahkah kau berpikir, bukankah jauh lebih mudah apabila kita terbang dengan menggunakan sihir dari bawah sampai ke lantai atas, tempat kita melakukan pekerjaan bersama-sama? Atau lebih baik, tangga ini tak perlu dibuat begitu panjang dan tinggi, langsung pendek saja sampai tujuan."

    Aku hanya dapat menggelengkan kepala pada perkataannya, bukan karena aku setuju dengan perkataannya, melainkan karena aku sama sekali tidak mengerti apa yang ia katakan.

    "Bocah, meski kau begitu penasaran..."

    Tidak, aku tidak penasaran sama sekali.

    "....segala pertanyaanmu akan kujawab..."

    Aku sama sekali tidak bertanya kok, dasar kau kakek tua sinting.

    ".....dan jawaban tersebut hanya dapat kuberikan, sewaktu kita telah mencapai lantai atas. Istirahat sudah selesai, cepat ikut aku."

    Hah? Istirahatnya sebentar sekali! Sialan, tahu begini lebih baik aku tadi terus-menerus bertanya padanya saja, dan memintanya untuk menceritakan berbagai kisah membosankan agar aku dapat tertidur pulas sejenak. Yah, meski demikian, aku merasa bahwa kakek ini tidak akan menjawab segala pertanyaan yang kulontarkan.

    Begitulah, aku terus mengikuti kakek itu sampai pada akhirnya kami mencapai lantai atas tempat pekerjaan kami berada. Disanalah aku akan dihadapkan pada suatu misteri yang berisi mengenai rahasia kehidupan....mungkin saja.
     
  8. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    coba komen ya bang momod :peace:

    Absurd as always. Sasuga momod high :swt:

    Erm, pertanyaan pertama yang muncul di pikiran ane, itu mathias bayi super ya? mantap banget baru lahir udah inget apa yang terjadi di sekelilingnya. Waaw.

    Tapi, disini ane salut banget sama caranya momod high nyeritain detail setting, feel, dan ini itu. Mantap banget, rasa2nya ane baru liat deskripsi yang detail kek gini. Serius :matabelo:

    Ini ane kira setting di dunia real, tapi ternyata masuk genre fantasi juga ya?

    Plot n ceritanya sendiri masih mengundang rasa penasaran dari ane, n ane personally berharap chapter selanjutnya segera terbit :top:

    Mengenai penulisan, erm, ane serahkan ke jombibubu deh :ngacir: tapi kalo dari bahasa yang digunakan, no complaints. Mantap :top:
     
    Last edited: May 27, 2013
  9. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    jawab komen agan lalat

    kalo soal bayi super, mungkin ada dua spekulasi.

    1. Pertama dia memang punya persepsi khusus yang pekanya luar biasa, bisa jadi termasuk kemampuan mengingat banyak hal yang terjadi, dan bisa menyadari detil2 yang banyak orang bisa miss, mungkin juga ntar dia bisa ngeliat makhluk halus juga :haha:

    2. Kedua, dia mereka-reka apa yang sebenarnya terjadi dari cerita-cerita yang dikasih tau ama orangtuanya pas dia udah mulai gede, dan imajinasinya yang bener2 liar membawanya masuk kembali pada masa lalu.

    gimana benernya gw kasih lagi ke interpretasi pembaca aja deh :XD: soalnya gw sendiri juga gak tau, ini cerita lebih ke asal tabrak pake feel sih ketimbang ngikut konsep yang ada :haha:

    soal awal2 berasa ke dunia rill, tadinya sih gw mau bikin ini semacam kayak catatan pengalaman seseorang kayak di kehidupan RL, cuman akhirnya gw ngerasa kalo gw bisa lebih banyak mengeksplor lagi ke bagian lain supaya gak ngebosenin, makanya gw tambahin unsur Fantasynya juga deh :malu2: kerasa banget stucknya pas nulis Episode 1-1, gara2 ngelimit diri fokus pada konteks RL. :XD:

    mungkin chapter2 kedepan bakal lebih banyak mindfuck lagi, jangan kaget yah :peace:

    anyway thx a lot buat komen + masukannya, I'm glad that I could somehow entertain the readers, moga2 buat kedepannya gw bisa melakukan peningkatan lagi.
     
    • Like Like x 1
    Last edited: May 27, 2013
  10. serafim M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    1,244
    Trophy Points:
    127
    Ratings:
    +874 / -1
    ane suka diksinya,tepat guna jadi yang baca bisa paham maksud yang mau disampaikan penulis
    ceritanya nggak masuk akal banget ya :peace: tapi yang namanya cerita mau dibawa kemana pun itu kan 100% hak penulis
    o iya momod high kan absurd to the max,wajarlah klo tulisannya yang niatnya normal tapi jadi kayak gini ___________ :ngacir:
     
  11. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    yup namanya juga ujung2 absurd jadi wajar lah kalo kesannya bener2 gak masuk akal :cambuk:
     
  12. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Episode 1-3

    "Mathias, rahasia alam semesta telah terukir jelas pada ingatanmu sewaktu kita melalui suatu jalan yang begitu panjang dan melelahkan ini." kata sang kakek padaku saat kami tiba di akhir perjalanan, mencapai sebuah puncak menara yang dibatasi oleh sebuah pintu dengan suatu desain yang sungguh futuristik.

    Pintu tersebut tingginya sekitar dua kali tinggi kakek tersebut, dan lebarnya sekitar tiga kali tubuhnya. Jadi bisa dibilang pintu tersebut berukuran cukup besar dan diriku yang kini berbentuk seperti anak lelaki kecil hanya dapat menggapai gagang pintu yang terlihat begitu berat, tanpa dapat membukanya sama sekali.

    Sebuah pintu yang bernuansa futuristik dengan ukiran yang persis ada pada sebuah pesawat ruang angkasa buatan alien, identik dengan huruf ukiran yang didominasi oleh berbagai bulatan yang beraneka ragam ukuran dari besar hingga kecil, dihiasi garis-garis putih yang berseliweran sedemikian rupa seperti yang berada pada chip komputer. Gagang pintu tersebut berbentuk seperti sebuah kipas yang berada pada sebuah kartu grafik, berjumlah sepasang yang terletak di tengah-tengah pintu.

    Gagang pintu kipas dengan hiasan luar berwarna keperakan, juga kipasnya sendiri berwarna jingga, ukuran gagang pintu kipas tersebut bisa dibilang sama seperti kepala seekor gorilla yang sedang berada pada musim kawin. Pada pusat lingkaran kipas tersebut, tercantumlah tulisan berwarna hijau dan putih yang berbunyi 'Avidia', aku tak tahu apa maksudnya.

    "Aku tak mengerti sama sekali, kakek....maksudku...paman. Apakah ini ada hubungannya dengan kata Avidia?"

    "Tentu saja." jawab si kakek dengan mantap, lalu ia kemudian menghantamkan tongkat emasnya pada lantai, lalu berteriak "AVIDIA!" seketika pintu tersebut terbuka lebar, memunculkan suatu ruangan yang terlihat begitu gelap, sehingga isi ruangan tersebut tidak dapat terlihat olehku sama sekali. Aku tak suka berada pada ruangan yang begitu gelap, dimana tak ada sesuatu hal pun yang dapat terlihat mata, sehingga diriku seringkali dinaungi oleh perasan yang begitu mencekam hati.

    Pandanganku terpaku kedepan, dan aku tak dapat maju selangkahpun, ditambah lagi dengan keringat dingin yang mengucur dari dahiku, juga badanku yang demikian gemetar karena rasa takut. Si kakek mendengus keras padaku; ia lalu menarik tanganku dengan segera, membuat diriku terseret beberapa langkah di atas lantai.

    "Cepat masuk, apabila pintu ini sudah tertutup kembali sebelum kita masuk, maka kita harus berjalan kembali dari pintu masuk menara sampai pada tempat ini lagi. Ingat, bukan aku saja yang capek karena harus berjalan begitu jauh." perkataan kakek itu membuatku mengangguk pelan, lalu aku bergegas mengikuti dirinya dari belakang memasuki tempat gelap ini.

    Mungkin pada awalnya aku merasa begitu ketakutan, namun dengan genggaman tangan yang erat dari sang kakek, diriku seakan telah menemukan sebuah pelita di dalam gelap, sehingga perasaanku menjadi tenang kembali. Tepat saat kami berdua telah masuk ke dalam ruangan, pintu tersebut tertutup dengan bunyi debum keras seperti telah dibanting oleh suatu tenaga yang jauh lebih kuat daripada manusia biasa.

    Aku secara refleks menutupi telingaku dari suara keras tersebut yang begitu memekakan telinga. Kurasa kakek tersebut tidak kaget sama sekali dengan suara tersebut karena ia sungguh berpengalaman dengan....

    "Ibuuu.....aku takut sekali....suara itu....suara itu....hiks...hiks..."

    Kurasa tidak. Yah, melihat kakek tua sepertinya saja merasa ketakutan bila dihadapkan dalam kondisi seperti ini pada akhirnya membuatku tidak begitu takut lagi akan gela---

    Ah, lampu di tempat ini telah dinyalakan, sepertinya secara otomatis. Kemudian aku melihat kakek tersebut meringkuk di lantai sambil menangis ketakutan, yang entah kenapa membuatku tertawa geli. Aku tidak habis pikir mengapa kakek tua yang terlihat begitu sangar ini sampai begitu takutnya akan gelap...

    "Ahahahaha..." tawa kecilku membuat kakek tersebut langsung berdiri dan berbalik ke arahku, lalu menatapku dengan tajam. Aku seketika menutup mulutku dengan kedua tangan, sambil membalas tatapannya dengan pandangan yang dibuat agak serius, meski di dalam hati aku benar-benar ingin tertawa.

    "Aku tidak melihat apa-apa kok." jawabku pada kakek tersebut setelah ia memberiku pandangan yang terlihat agak menakutkan, namun pada sisi lain, ia juga terlihat jenaka.

    "Baguslah." jawabnya pelan sambil mendengus kecil.

    Hah? Tidak salah nih? Harusnya ia marah padaku, atau setidaknya menaruh rasa curiga meski sedikit. Ya sudahlah, mungkin ia begitu terfokus akan pekerjaannya sehingga detil-detil seperti ini kerapkali ia anggap remeh.

    Ia lalu mengelap hidungnya dengan cukup pelan, sambil berbalik membelakangi diriku dan bergegas menuju ruang yang sepertinya merupakan suatu tempat dimana kita akan memulai 'pekerjaan' yang akan kami lakukan nanti. Aku lalu berjalan mengikuti dirinya yang melangkah dengan cukup santai di sebuah ruangan berbentuk koridor yang cukup lebar, diterangi dengan lampu yang memancarkan sinar berwarna putih-kekuningan.

    Dinding koridor ini memiliki motif putih kecoklatan, juga lantai yang beralaskan karpet lembut seperti yang berada pada hotel kelas atas. Karpet tersebut memiliki motif coklat kemerahan, dengan corak seperti yang ada pada permadani terbang. Pada dinding koridor, terpampang satu atau dua lukisan dinding yang tidak begitu terlihat menarik, hanya gambar pemandangan yang biasa saja. Terdapat juga beberapa meja yang diatasnya ditempatkan berbagai ukiran dan patung kecil berbentuk cukup unuk, dan didalamnya seperti tersimpan suatu kekuatan magis yang begitu dahsyat.

    Koridor tersebut sepertinya memanjang cukup jauh seperti yang ada pada hotel sungguhan, mungkin saja ada tangga yang menuju lantai atas dan bawah; membuatku berpikir bagaimana pemandangan suatu kedai minum di lantai bawah tanah, ataupun pemandangan di langit malam yang bisa dilihat menggunakan teleskop bintang pada bagian atap tempat ini, apabila bagian tersebut benar-benar ada.

    "Mathias, kita telah sampai." kakek tersebut berhenti pada sebuah pintu kamar pada koridor. Aku yang mengikuti si kakek sembari menyibukkan diri dengan mengamati lingkungan sekitar langsung seketika tersentak oleh perkataannya yang muncul tiba-tiba, namun ia serasa tak mempedulikan hal itu dan menyuruhku begitu saja untuk memasuki ruangan ini.

    Xxx​

    Ruangan yang sedemikian gelap, namun tidak sepenuhnya gelap, karena ada sebuah tabung silinder besar yang memancarkan cahaya berwarna kehijauan dari tengah ruang. Selebih dari tabung tersebut, segala sesuatu terlihat begitu samar-samar; sepertinya ada beberapa benda menjijikan yang tergantung di langit langit, beserta bunyi derit mesin seperti suatu komputer berukuran raksasa, juga suara air dan gelembung udara yang terdengar paling menonjol diantara semua suara yang telah kudengar.

    Tabung silinder yang mengeluarkan cahaya hijau terang. Cahaya tersebut tampak menakutkan dalam sekali pandang, namun hal itu bukanlah sesuatu yang membuatku bergidik, tetapi sesuatu di dalamnyalah....sebuah otak manusia yang melayang di dalam tabung silinder berisi sebuah cairan berwarna hijau terang yang menerangi samar-samarnya kegelapan di tempat ini.

    Pada tabung tersebut terdapat sebuah panel kontrol dengan berbagai macam tombol dan sebuah layar tampilan yang sama sekali tidak kumengerti. Cairan dalam tabung tersebut juga seketika mengeluarkan beberapa gelembung, yang pada akhirnya dialirkan melalui sebuah pipa yang tak begitu terlihat jelas arahnya mengalir kemana, karena ruangan ini demikian gelapnya.

    Sebuah suara tetesan keras mengenai lantai, seperti menumbuk sesuatu yang berlendir dan berderit. Diriku langsung melompat ketakutan sambil berteriak, tetapi – melihat kakek tersebut kali ini berdiri begitu saja di depan tabung silinder berisi cairan dan otak manusia dengan begitu tenang, aku juga terpaksa harus menenangkan diri kembali.

    Aku kembali melangkahkan kaki, tak ingin mempedulikan pijakan yang berlendir dan berbau aneh, juga sesuatu benda ataupun makhluk aneh berkaki banyak di atas sana, makhluk tersebut kakinya bergerak-gerak secara serabutan seperti sedang panik, ia lalu menjulurkan suatu benda panjang yang menyentuh tanah, lalu dirinya terkulai lemas entah kenapa.

    "Kau tak perlu melakukan apapun, Mathias. Pekerjaanmu kali ini hanyalah mengamati, camkan baik-baik ingatan ini di kepalamu - inilah arti kehidupan."

    Kakek itu kemudian mengangkat tinggi-tinggi tongkat emasnya, dan tongkat tersebut diliputi dengan sinar terang berkilauan; menerangi seluruh ruangan sehingga aku dapat melihat jelas setiap jengkal yang terdapat di dalamnya. Ini adalah suatu pengalaman pertama dimana aku merasakan, bahwa jauh lebih baik berada di tempat gelap nan samar-samar, ketimbang tetap berada dalam terangnya pemandangan sekitar.

    Aku tak mau mengingatnya kembali, tapi sesungguhnya yang kulihat adalah suatu ruangan dengan corak seperti sebuah organ manusia, dan tepat di depanku terpampang sebuah wajah berlumuran suatu cairan lengket berwarna seperti darah, bercampur dengan kumpulan makhluk aneh bergerak merayap diatasnya. Mata merahnya yang seperti terkena iritasi tingkat lanjut menatap kearahku, dan mulutnya mengangga lebar seperti ingin mencoba menghisap segala-galanya ke dalam suatu lubang hitam, tapi tidak ada sesuatu yang terjadi, selain dari rasa takut mencekam yang ada dalam benakku.

    "Tenanglah, ini tak akan berlangsung secara lama."

    Sinar yang kian menguat pada tongkat tersebut membuat mata merah yang menatap tajam kearahku serasa dibutakan, sehingga matanya langsung terpejam. Binatang-binatang aneh yang merayap di atas wajah itupun hilang seketika, menjelma menjadi kepulan debu berwarna emas yang terlihat begitu indah – sungguh kontras dengan pemandangan sekitar yang terlihat begitu mengerikan.

    Banjir darah berhamburan dari berbagai penjuru dinding, namun – seakan telah dilindungi oleh sebuah dinding transparan, sebuah lapisan berwarna keemasan melindungi diriku dan sang kakek dari limpahan darah berbau busuk yang memenuhi seluruh ruangan. Limpahan darah tersebut tak dapat menembus dinding energi yang terbentuk, jadi aku seketika dapat bernafas lega.

    Tongkat emas yang dipegang kakek tersebut kembali menguatkan sinarnya, hingga aku seketika melihat sebuah petir kilat yang berseliweran di atasnya. Ia lalu kembali mengangkat tongkat tersebut, kali ini dengan kedua tangan, dan dengan sekuat tenaga menghantam silinder berisi otak manusia yang berada tepat di depannya.

    Aku tak tahu pasti mengenai apa yang baru saja terjadi, sepertinya aku melihat suatu ledakan besar, dimana cairan hijau tersebut tertumpah ke seluruh ruangan, bercampur dengan darah hingga cairan tersebut menjelma menjadi monster, tapi kemudian sinar yang berada pada tongkat sang kakek mengalahkan monster tersebut.

    Tidak...yang kulihat bukanlah monster, namun suatu gambaran memori seorang manusia dari ia kecil hingga saat-saat kematiannya.

    "Sebagian orang begitu menentang alur hidup dan juga suratan takdir manusia, yakni kematian dan penderitaan itu sendiri. Hal inilah yang menciptakan suatu monster mengerikan di dalam diri mereka. Tak perlu kau ketahui apa nasib mereka nanti, kau hanya perlu ingat satu hal, Mathias."

    "A...apa itu?"

    "Keluarga, mereka adalah pelita bagi hati. Kau mungkin akan membenci mereka sedemikian rupa, dan merasa bahwa mereka adalah kumpulan manusia paling kolot yang ada di dunia, namun kau harus ingat akan satu hal – mereka tidak ada di sisimu hanya karena suatu kebetulan semata."

    .............

    ...........................

    ..........................................

    "Mathias bangun ya...waktunya minum susu."

    Pada akhirnya, aku dikembalikan pada dunia nyata oleh suatu suara yang begitu indah, lembut, dan hangat – suara ibuku.
     
    Last edited: Jun 4, 2013
  13. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    anu :keringat: lum bisa komentar banyak deh, selain perkembangan ceritanya yang cukup lambat juga :keringat:

    tapi dari cerita, ane masih suka meski masih absurd :swt: ada anak tau gimana perilaku gorila. btw, di awal disinggung tentang alien juga ya? wah, jadi penasaran kira2 mau dimana nih orifict dibawa ya? kita tunggu kelanjutannya dari bang momod high :top:
     
  14. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    perkembangan ceritanya memang mau dibikin rada lambat sih supaya bisa lebih nyantai dalam ngembangin plot dan lebih fokus ke detil2 yang ada dari cerita lol :malu

    buat chapter2 kedepan mungkin bakal diwarnai oleh suasana yang agak berbeda meski masih bisa dibilang bener2 surreal + absurb, ato apalah. yup, ditunggu aja dan thanks buat komengnya ya :xiexie:
     
  15. serafim M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    1,244
    Trophy Points:
    127
    Ratings:
    +874 / -1
    yang episode 1-3 ini nggak sesuai harapan :nangis:
    awalannya agak ngebosenin, terlalu banyak deskripsi yang menurut ane nggak penting
    padahal chapter2 yang sebelumnya keren banget
    dan belum nyambung juga fict ini sebenarnya bercerita tentang apa, mungkin karena otak ane yang nggak nyampe kali ya :suram:
     
  16. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    artinya rada miss nih target gw yang mau disampaikan gara2 kurang feel kali yah :bloon: tadinya sih gw mau banyakin deskripsi supaya pembaca bisa ikutan ngayal mengenai dunia apa yang berada di situ, dan soalnya 'kan si Mathias juga suka melakukan observasi kesana kemari jadinya ya begitulah.

    buat kedepannya artinya dibikin lebih pada interaksi antar karakternya aja yah. oh iya, kalo tentang tema ini cerita masih tentang family kok, yang itu cuman sekedar intermezzo aja :haha:
     
  17. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Episode 1-4

    Kehidupan di ranah fantasi mungkin terlihat begitu menyenangkan, cuman hal yang sama tak dapat dirasakan pada realita. Kalian pikir kehidupan ini pernah adil? Tidak, keadilan tidak pernah terjadi di dunia ini sama sekali! Setidaknya tidak pada diriku. Apa yang kuinginkan, dengan apa yang terjadi pada realita seringkali bertolak belakang.

    Kekecewaan, itulah yang kudapatkan. Aku seringkali dirundung oleh emosi bergejolak, tentang segala keinginan untuk bebas, namun diriku selalu merasa tak dapat bangkit berdiri entah kenapa. Tak ingin kujawab telepon dari orangtuaku, mereka yang selalu memaksakan pendapat dan tak mau mendengar. Pendapat mereka sendiri mereka rasa paling benar!

    Suara telepon itu menghantui diriku setiap malam, mengingatkan padaku bahwa aku jauh dari mereka, dan semakin diriku menjauh, semakin sulitlah bagi diriku untuk pulang kembali. Aku sama sekali tak mempunyai teman, yang ada di depan sana hanyalah sekelompok manusia busuk bermulut manis dan berwajah tampan serta cantik. Mereka berjalan kesana-kemari bersama orang-orang lainnya, yang mereka anggap sebagai teman?

    Buat apa berteman? Untuk apa sahabat? Hei brengsek, jangan campuri lagi urusan hidupku. Aku tak sudi dengan kalian yang berada di dalam keseharianku, keberadaan kalian hanyalah suatu proses membuang buang waktu oleh suatu becandaan yang sama sekali tak lucu, obrolan murahan oleh kalian manusia bermental kerdil!

    Apabila aku bisa membunuh kalian, akan kubunuh kalian sekarang juga, setidaknya pada saat dimana tidak ada hukum yang berlaku, dan aku dapat melakukannya tanpa harus melakukan tindak pembunuhan sekalipun. Yah, kubunuh kalian dan kucabik-cabik....ya...terus....sampai kalian...berlumuran darah.....AHAHAHAHAHAHA..!

    Ibu...tidak kah kau ketahui...bahwa aku hanya ingin kau memberikan padaku uang yang secukupnya untuk makan! Persetan dengan bekerja, yang ada hanyalah para bedebah sialan dengan tampang seperti babi jelek yang menyebut diri mereka sebagai atasan. Aku hanya ingin bebas...tanpa aturan, tanpa ada yang dapat mengaturku, kau tahu itu.

    Tak mau lagi telepon ini kuangkat. Ibu, sejak saat ini aku tidak pantas menjadi anakmu lagi, biarlah aku bebas bergentayangan di dunia hitam, dimana pada sisi lain hidup kau akan memakamkan diriku begitu saja pada liang kubur seperti anak sulungmu yang ini sungguh telah mati. Aku tak dapat membanggakan dirimu sama sekali, dan untuk mengurus diriku sendiri saja aku tidak becus. Aku hanya dapat menjadi beban dan aib keluarga, membuat kalian semua menjadi begitu malu, terutama dirimu yang telah membesarkan diriku dengan begitu banyak uang yang dikeluarkan.

    Sungguh ibu...apabila aku harus memilih, aku ingin agar segala utangku padamu dapat dibayar lunas, sehingga aku dapat menjadi manusia bebas, dan hubungan kita sebagai keluarga yang palsu tak harus berlangsung kembali. Keluarga kita hanya dihuni dengan kepura-puraan, kau tahu itu? Aku hanya bersikap baik karena keadaan itu memaksa diriku untuk bersikap baik – mereka dan juga dirimu hanyalah kumpulan manusia kolot yang hanya melihat dunia ini dari sudut hitam dan putih.

    Tidak ada yang dapat mengerti diriku dan juga penderitaanku, aku sepi tanpa teman yang dapat mengerti...tentang kesedihan yang kupendam sekian lama, tanpa adanya seseorang yang dapat mendengar, ketimbang berceloteh bahwa segala hal yang kulakukan itu salah. Mereka hanya mau mendengar apa yang mau mereka dengar, dan aku sudah tak kuat lagi dengan pemaksaan seperti ini, sehingga kutinggalkan mereka begitu saja.

    Hidup ini sepi dan begitu membosankan; dahulu kala, aku masih menjadi seperti boneka, dimana aku berjuang keras menggapai suatu cita-cita palsu, yang diberikan secara cuma-cuma oleh keluarga, lembaga pendidikan, dan juga masyarakat. Hidup dalam kepalsuan yang begitu menyenangkan; berlandaskan suatu predikat 'manusia normal' akupun menyongsong hari esok dengan gembira.

    Mempelajari hal-hal tidak berguna, juga menaruh hormat pada para manusia tengik yang hanya dapat mengontrol seseorang dengan rasa takut, ketimbang membuat seseorang menjadi respek pada mereka. Aku sungguh membenci saat-saat dimana aku harus belajar untuk segala hal; dimana-mana terdapat ancaman yang memalukan seperti tidak naik kelas, dan juga dihantui dengan nilai jelek yang membuatku merasa rendah diri – padahal akhirnya aku sama sekali tidak mempelajari apapun yang berharga.

    Segala itu hanyalah sia-sia belaka, tidak berguna sama sekali, hidup di dalam lingkaran setan penderitaan dimana setiap manusia menderita karena suatu alasan yang begitu bodoh. Berdasarkan pemaksaan absolut, diriku dibesarkan sebagai seorang boneka, kambing hitam, dan juga sansak tinju pelampiasan kekesalan orang yang berkuasa. Sungguh, aku merasakan suatu rasa lega apabila aku dapat terlepas dari suatu keharusan untuk mempelajari segala sesuatu dengan berbagai aturan yang membuatku sungguh muak.

    Ketahuilah ibu, aku tak mau belajar lagi, dan aku tak mau bekerja. Aku hanya ingin hidup bebas, siapa yang berani menentangku hendaklah langsung pergi ke neraka! Tapi yah, apakah kuasaku! Aku hanyalah seorang cecunguk, bocah ingusan yang tak mampu melakukan apapun. Hendaklah aku mati dan kalian semua pasti akan bahagia, ya...baiklah, aku ingin mati, dan aku sungguh mengharapkan bahwa kematian ini akan hadir begitu saja di tempatku.

    Membawa diriku naik menuju tempat dimana aku dapat menjadi bahagia, damai sentosa, dan paling baik....aku tak perlu bertemu lagi dengan kalian. Aku tak perlu lagi bertemu dengan kalian, para manusia tengik penuh dengan kepalsuan. Biarlah keluarga menjadi sesuatu yang dapat dipilih, ketimbang didapat, begitu juga dengan teman dan segala hal lainnya. Hidup ini merupakan sebuah pilihan bukan? Bisa jadi karena kalian tidak menganggapku sebagai seorang anak yang berbakti, maka kalian akan menelantarkanku begitu saja!

    Baiklah, sepertinya tak ada alasan bagi diriku untuk tetap tinggal di dunia ini! Selamat tinggal...

    Tidak.

    Kematian ini bukan menjadi hak diriku, dan segala yang dapat kulakukan hanyalah menjadi gila, dan semakin gila, seiring bergantinya hari. Hati ini diliputi oleh rasa pedih tak terperi; aku ingin menangis, tapi aku tak mau ada seorangpun yang melihat, bahwa diriku tengah diliputi oleh isak tangis. Mereka hanya akan tertawa di atas penderitaanku, dan segala rasa empati yang ada pada diri mereka hanyalah suatu benih atas kepalsuan.

    Mereka berkata "Aku mengerti." namun pada dasarnya mereka tak akan pernah mengerti. Aku ingin berkata "Apakah kalian pernah berusaha untuk menggapai impian kalian dengan sekuat tenaga, ataukah kalian pernah berusaha jujur untuk diri kalian sendiri?" kalian hanya akan berkata 'Terima saja dengan lapang dada." ataupun "Itu mustahil, janganlah kau berpikir terlalu besar." camkan itu baik-baik, kebencianku terhadap kalian bukan tanpa dasar, ataupun sekedar racauan kosong.

    Biarlah rasa sakit ini tetap bergelimang di hati, karena aku hanya sendiri. Menyendiri tanpa tujuan maupun arah yang pasti selain yang terpampang dalam suatu takdir. Betapapun aku keras berusaha, apakah mungkin segalanya pada akhirnya akan menjadi seperti yang kuinginkan? Sebetulnya, harapan itu hanyalah menjadi harapan belaka, sebuah omong kosong yang tak berdasar, lebih mendasarkan diri pada suatu iman yang tak pernah ada padaku sejak dahulu kala.

    Apabila, suatu saat nanti, ada saat dimana sebuah keluarga diluar sana dapat bersatu dalam kedamaian, tanpa adanya kepura-puraan sama sekali, apakah aku akan menjadi begitu bahagia? Ataukah aku akan merasa begitu sedih karena aku tak dapat mencapai hal itu dengan keluargaku yang sekarang ini? Namun, yang pastinya aku tahu..dalam keluarga tersebut mereka mencintai satu sama lain secara tulus.

    Sebuah keluarga bahagia, namun entah mengapa kita semua berusaha menghancurkan momen-momen yang sempurna. Karena segala sesuatu yang sempurna adalah membosankan dan tidak bermakna; setiap sisi harus terdapat suatu penderitaan dan gejolak emosi agar hidup ini menjadi suatu petualangan yang demikian menarik, juga mendebarkan, dan meyayat hati.

    Kalian semua gila, begitu juga dengan diriku. Kalian jauh lebih memilih rasa sakit dan penderitaan, beserta kehidupan yang jauh dari sempurna. Tetapi aku...memilih untuk merangkak lebih dalam lagi, menuju suatu jurang penderitaan terdalam, dengan suatu delusi yang begitu kuat mengenai sebuah keluarga yang bahagia.

    Yang pada akhirnya akan berakhir pada kehancuran total, yang lebih dalam dari kehancuran itu sendiri.

    Tetapi yah, harus kuakui...bahwa diluar sana, pasti terdapat suatu keluarga bahagia, yang kerapkali diguncang oleh berbagai macam petaka....setidaknya agar kita dapat mengamati mereka secara seksama untuk suatu hiburan yang nikmat.

    Ah...hidup ini indah sekali.
     
  18. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    selesai baca yang terbaru :yahoo:

    anoo, ini lebih berupa curhatan orang galau ya? refleksi penuliskah? hehe :peace:

    btw, ceritanya ini loncat ya bang mod? kan di bagian sebelumnya si aku masi bayi? sekarang udah jadi gede lagi :bloon:

    ettooo, kalo dirangkai jadi agak susah juga ya :keringat:

    kalo dari gaya penulisan ane masih suka, tapi entah kenapa dari isi ceritanya terkesan langsung loncat. IMO, inti ceritanya bagus sih, tapi serasa loncat gitu dari bag sebelumnya ke adegan ini.

    nunggu lanjutannya deh. penasaran juga :swt:

    :nikmat:
     
  19. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    iya nih masih rada payah di bagian transisi tiap adegan gara2 kebanyakan kena pressure nulis pas dolo :swt:

    okelah nanti gw benahin dolo pelan-pelan, mungkin update bakal rada lama soalnya mau dirombak total sepertinya :peace:
     
  20. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Episode 1-5

    Bubur panas, rasanya seperti ayam.

    Diramu dengan bermacam-macam hal yang tak kuketahui, tapi rasanya sungguh enak, dan karena makanan itulah, aku dapat tumbuh sehat dan kuat. Senyum ramah seorang wanita – ia membungkuk padaku, sambil menyuapi diriku sedikit demi sedikit dengan suatu sendok makan kecil. Tidak, ia bukan ibuku. Ada seorang wanita lain, selain ibuku, yang telah berjasa begitu besar dalam membuatku tumbuh menjadi seseorang yang dapat tumbuh dengan sehat dan kuat.

    Namanya suster Joyce, ia dipekerjakan oleh orangtuaku semenjak aku berusia sekitar satu tahun. Ayah dan ibu sepertinya lumayan sibuk bekerja, sehingga mereka harus mengandalkan seorang tenaga pengasuh anak, dan untungnya, suster Joyce adalah seorang yang sungguh amat baik dan perhatian padaku. Ayahku seringkali bercerita padaku, tentang ketekunan suster Joyce dalam mengasuh diriku, terutama pada saat aku tak ada nafsu makan sama sekali, dan tubuhku berangsur-angsur menjadi lemah karena kurang makan.

    Ramuan ajaib berupa bubur ayam, dengan ekstrak berbagai macam bahan yang dihaluskan, sehingga diriku yang masih kecil ini dapat melahap semuanya dengan mudah, juga membuat nafsu makanku kembali sehingga aku dapat makan dengan lahap. Sayangnya, memori mengenai suster Joyce terasa begitu kabur, dan segalanya hanya tersisa sebagai kumpulan cerita yang ayahku berikan padaku setelah aku tumbuh menjadi lebih dewasa. Memori ini mungkin terasa samar-samar, tapi aku tahu bahwa hal ini telah terjadi, sewaktu diriku melihat suatu foto keluarga, dengan seorang suster yang menggendongku.

    Apabila memori ini tidak diabadikan dalam sebuah foto, mungkin saja jasanya hanya akan menjadi sesuatu yang terasa seperti sebuah cerita fiksi. Tapi untunglah, berkat keajaiban sebuah foto keluarga, rasa hangat itu dapat terbersit kembali dalam sanubariku.

    Terima kasih, suster Joyce.

    Pada akhirnya, aku mengetahui bahwa ia telah meninggalkan diriku beberapa tahun kemudian, pada saat aku dapat mengingat semuanya secara lebih baik. Pantas saja ingatanku pada saat itu sedemikian kaburnya. Aku tak tahu mengapa ayah dan ibu menyuruhnya pergi begitu saja, seorang pengasuh anak yang begitu rajinnya mengasuh diriku sepanjang hari, pada saat mereka bekerja.

    Kemudian aku mendengar bahwa, ayah dan ibu sedang mengalami kesulitan uang, dan bayaran seorang pengasuh anak ternyata cukup mahal. Untuk selanjutnya, keluarga kami mempekerjakan pembantu rumah tangga untuk mengurus rumah dan juga mengasuh diriku, namun tak ada seorangpun diantara mereka yang sebaik suster Joyce. Sangat jauh dari kata baik, malahan. Ada seorang pembantu yang malah meracuniku dengan obat tidur sehingga aku tertidur pulas selama dua hari penuh, kemudian ia mencuri barang-barang berharga dari lemari keluargaku, lalu melarikan diri begitu saja.

    Untungnya tindak tanduk pembantu tersebut telah diketahui oleh tetangga sebelahku. Ia dengan sigap melapor polisi, dan tak lama kemudian pembantu tersebut kemudian ditangkap dengan mudah. Aku tak begitu tahu menahu mengenai motif yang ada pada diri sang pembantu rumah tangga, mengenai alasannya harus meracuniku dengan obat tidur dan mencuri barang-barang dirumahku begitu saja. Kata ayahku, ia merupakan seorang yang masih muda, dan ayahku membutuhkan sebuah tenaga pembantu yang dapat digaji rendah dengan segera.

    Lantaran disibukkan oleh pekerjaan, ayahku tak begitu memperhatikan tindak-tanduk sang pembantu rumah tangga, sehingga tindak kejahatan ini pun berlangsung. Hasil interogasi dari pihak kepolisian menunjukkan bahwa, sang pembantu rumah tangga dilanda gejala stress berlebihan karena mengurus pekerjaan rumah tangga, terlebih lagi pada saat ia mengurus diriku. Ia menyebutku sebagai seorang 'anak setan' dan hal tersebut membuatku bergidik, meski aku tak begitu mengerti apa makna dari perkataannya tersebut.

    Sekali lagi, seluruh bagian dari cerita ini dikisahkan oleh ayahku pada saat aku sudah tumbuh agak besar untuk mendengar seluruh runtutan kejadian, dan dapat mengerti sedikit demi sedikit mengenai segala apa yang terjadi.

    "Nak, sisanya tak perlu lagi kauketahui. Cukup sudah, bahwa pembantu itu telah tertangkap, dan barang yang telah dicuri telah dikembalikan pada kita." begitulah demikian, suatu momen dimana ayahku mengakhiri ceritanya dengan begitu tiba-tiba. Aku tahu, bahwa detil terpenting ada pada bagian yang disembunyikan olehnya, tapi sungguh tak disangka, bahwa tak lama kemudian, aku telah mendapatkan jawabnya.

    Hal tersebut muncul begitu saja pada saat aku bermimpi, pada suatu malam, beberapa hari setelah cerita ini dikisahkan padaku. Mungkin, hal ini sungguh terlalu aneh untuk dideskripsikan sebagai kenyataan, tapi yang jelas, hal tersebut terlihat begitu nyata, dan hal itu menjadi begitu mengerikan.

    ......pembantu rumah tangga itu, bunuh diri dengan menggantung dirinya, tak lama setelah ia dijebloskan dalam penjara.
     
  21. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    ih waw, udah ada lanjutannya ya :nongol:

    ini...si tokoh utamanya ngelamun lagi ya? kalo iya, dikit2 ane mulai ngerti kenapa plot di chapter 4 itu loncat :bingung:

    penulisan no comment, masi bagus kek dulu. jalan cerita, hmm, nice. ane suka (dalam konteks kalo emang si tokoh utama lagi ngelamun)

    cuma satu hal yang masih ane ga ngerti tu, hmm, hubungannya dengan fantasy yang di chapter sebelumnya ma kehidupan nyatanya dia apa ya? imo, pace ceritanya rada lambat juga, jadi makin penasaran ma kasus pas si tokoh utamanya belum dilahirin.

    kalo kurangnya, hmm, mungkin yaa itu tadi, development ceritanya masih agak blur. meskipun emang bikin penasaran sih :keringat:

    nunggu chapter berikutnya lagi deh :hmm:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.