1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Sumirno and Smirnov

Discussion in 'Fiction' started by Fairyfly, Apr 4, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    akhirnya lepas dari tarsok juga :swt:

    “Letnan Luke, Letnan Mac, lima menit!”

    “Yeah, lima menit, boys.”

    Entah untuk alasan apa aku ikut bersorak, tapi para anggota baru ini pasti masih gugup, jadi mungkin dengan berteriak, aku bisa memecah tensi yang ada. Meski pada kenyataannya teriakanku sama sekali tidak berguna. Sersan Irwin, sang anggota termuda, terus-menerus mengelap popor senapannya, sementara Sersan Johnson berdoa komat-kamit.

    Empat orang akan terjun ke sebuah desa di negara yang aku tidak kenal betul : Indonesia. Operasi kali ini memiliki tujuan menyelamatkan seorang sandera penting, dan karenanya operasi ini diberi sandi “Saving Captain Ryan.” Mirip judul film, memang, tapi masa bodoh. Steven Spielberg boleh saja menggugat kami, tapi kami punya senjata dan dia hanya punya roll film. Kami akan menang kalau dia main kasar.

    “Jadi anggota US 10th Recon Division, semua bisa gabung. Tak ada bonus, tunjangan, gaji sering telat dibayar, tapi setiap momennya muuaaantaaaaaaapp.“

    “Berhenti ngoceh, Mac.”

    Yang baru saja memotong kata-kataku adalah rekanku, Letnan Luke. Perawakannya yang tinggi besar, berotot, dan brewokan membuatnya lebih mirip beruang hutan daripada seorang komandan operasi. Ya, betul. Yang akan memimpin operasi Saving Captain Ryan ini adalah dia, si beruang.

    “OK, semua personel, cek senjata, amunisi, dan perlengkapan. Pastikan juga parasut kalian terpasang dengan baik.”

    DIbelakang si beruang, aku ikut membuka mulut, menirukan kata-kata si beruang tanpa suara. “OK, semua personel, cek senjata, amunisi…” dan lain-lain. Seolah tahu sedang diejek, si beruang menoleh. Aku senyum sambil menonjolkan gigi.

    “Kau ada masalah denganku, Mac?”

    Aku menggeleng. Si beruang, setelah menggerutu dan mencibir macam-macam, kembali berbalik dan melanjutkan. Cukup bercanda, bisikku dalam hati. Saatnya serius.

    “Letnan Luke,”

    “Ya, Irwin?”

    “Kenapa operasi ini dinamakan Saving Captain Ryan?”

    Hahaha, pertanyaan yang sudah kutunggu. Dan jika si beruang ini tidak bersedia menjawab, aku akan dengan senang hati menjawabnya.

    “Saving Captain Ryan, ya, pertanyaan bagus.” Karena Letnan Luke menjawab, jadi aku memutuskan diam saja.

    “Semua dimulai setahun lalu. Untuk pertama kalinya sejak perang Irak, Pemerintah AS memberi perintah penculikan.”

    Ya, perintah penculikan itu, aku masih ingat. Si bedebah itu mengirim Luke dan aku ke neraka.

    ***

    “Mac! Hei, Mac, bangun!”

    Luke tidak mengerti bagaimana ngantuknya aku setelah 16 jam mengawasi tanah pertanian di lembah hijau sialan ini. 16 jam, dan itu bukan waktu yang sebentar. Tidur empat jam tidak bisa menggantikan rasa lelahku.

    “Kau tidur delapan jam! Sialan, pulas amat!”

    “Ah, delapan jam?”

    “Lihat. Ini sudah malam. Giliranmu mengawasi area. Bangunkan aku jika target sudah didapat.”

    Tanpa sempat, dan tanpa berniat meminta maaf, aku segera beranjak merapikan laras senapan dan menyiapkan bidikan. Senapan yang kupegang merupakan salah satu senapan tercanggih di dunia, Sniper Mauser .25 with ACOG sight, bolt-action system. Hulu ledaknya yang tinggi bahkan bisa menembus pelat baja setebal 10mm, atau menembus lapisan tank bahkan hingga ke pusat tanki bahan bakarnya. Tapi tak perlu kuceritakan banyak-banyak mengenai senapan, karena yang lebih penting lagi adalah target kami, seorang teroris dengan nama sandi Smirnov.

    Aku tidak pernah tahu mengenai Smirnov. Luke juga tidak tahu. Komandan kami bilang bahwa Smirnov merupakan seorang mesin genosida, seorang maniak, anjing gila, dan karenanya seseorang – atau mungkin dua orang – perlu menyeretnya ke pengadilan internasional, dan bahwa dua orang itu adalah Luke dan aku, anggota US 10th Recon Division.

    Didepan mataku terpampang dengan jelas sebuah rumah warga dan area pertanian padi. Perlahan aku menggeser senapan ke kiri. Tak ada pergerakan. Ke kanan, lapangan padi kosong. Sialan! Smirnov benar-benar licin! Tiga hari ini ia membuat kami mengejangkan urat. Tiga hari dari tanggal misi, dan masih belum ada pergerakan dari Smirnov sama sekali. Brengsek!

    “Anvil 0-1, Pusat Komando disini. Bagaimana keadaan disana? Apakah kau sudah dapatkan Smirnov?”

    Luke mengerang. Aku tahu ia sudah malas menjawab radio dari pusat komando, jadi aku memutuskan menggantikannya.

    “Pusat Komando, disini Anvil 0-2. Negative. Aku ulang, negative. Kami belum mendapatkan apapun dari Smirnov.”

    “Belum dapat apapun? Ini sudah tiga hari! Apa saja yang kalian lakukan disana? Ngopi?”

    “Maaf Pusat Komando, tapi kami benar-benar belum menemukan apapun. Saat pagi kami hanya mendapati beberapa petani di sawah, serta sejumlah bebek. Keadaan menjadi sepi di siang, sore, dan malam hari.”

    “Sialan! Si Smirnov itu…”

    “Pusat Komando, izin untuk bertanya.”

    “Silakan, 0-2.”

    “Smirnov itu, ciri-ciri orangnya seperti apa? Kami akan melakukan pencarian kembali hingga besok malam. Kami curiga ia menyamar menjadi—“
    Aku tak meneruskan pesanku, karena kini kudapati pergerakan di lensa senapanku.

    “0-2, bisa kau teruskan? 0-2? 0-2, bisa kau dengar aku?”

    Seorang petani. Seseorang dengan baju warga sipil. Mungkin ia memang hanya petani, tapi tetap saja aku harus waspada. Yang ada di pikiranku adalah bahwa Smirnov bisa saja menyamar menjadi petani lokal. Dengan dugaan itu aku memutuskan untuk membidik lensa senapanku tepat mengarah ke dada sang petani sambil terus memperhatikan gerak-geriknya.

    “0-2, kau masih disana?”

    “Pusat Komando, kita teruskan ini nanti. Aku ada pergerakan. Out.”

    Radio kumatikan. Sambil tetap memperhatikan sang petani misterius, aku menendang tubuh Luke, berkali-kali hingga ia bangun.

    “Nnggg, apa sih?”

    “Kita ada pergerakan.”

    “Masa?”

    Luke segera beranjak bangun, menggenggam senapannya, membersihkannya dari tanah, mengokang, membidik, mengecek laras dan peluru, mengokang lagi, meniup lensa, mengokang lagi, dan kembali membidik. Aku menoleh padanya kesal.

    “Kamu heboh banget deh.”

    Tanpa mengacuhkan rasa kesalku, ia bertanya polos. “Apa yang kita dapat?”

    “Ultraman.”

    “Serius, goblok!”

    “Lihat tuh,” aku menunjuk. Luke melihat ke tempat dimana aku menunjuk. Awalnya dengan mata telanjang, lalu dengan lensa senapannya. Ia kemudian menarik napas panjang sesaat setelah mengintip lensa senapannya.

    “Itu petani, Goblok! Kau tembak dia, kau jadi orang yang akan kubawa ke pengadilan internasional. Argh, berhenti bercanda, dungu!”

    “Luke,” kataku sambil tetap mengintip lensa. “Selalu waspada setiap saat.”

    “Bego!“ Luke menggerutu, kembali mengomel kesana kemari, tentang petani, tentang Smirnov, tentang Pusat Komando, dan terutama tentang misi menyebalkan ini.

    “Kalau sampai nanti pagi Smirnov tidak muncul, aku lebih baik membatalkan mi—“

    “Sshh.”

    Luke diam, ogah-ogahan. Aku menyuruhnya diam bukan tanpa alasan karena kemudian aku mendengar sebuah kata yang sangat penting untuk misi ini.

    “^&%*(&*$# Sumirno, Sumirno -#$#@#, I love you Sumirno. Sumirno good boy.”

    “Kau dengar itu, Luke? Aku tak tahu bagian lain yang aku dengar, tapi Sumirno?”

    “Sumirno…” Luke bergumam perlahan. Beberapa saat kemudian ia menatap mataku tajam. Aku yang mengerti maksud Luke segera saja membidik senapanku ke arah petani tadi yang kini berteriak-teriak, ah, bukan, lebih menyerupai bernyanyi keras-keras. “Sumirno, Sumirno,” begitu katanya.

    “Smirnov! Sumirno, Smirnov. Betul! Itu pasti Smirnov!”

    “Kena kau!” bisikku perlahan. Sumirno, mungkin begitulah caranya orang-orang di negeri ini memanggil Smirnov.

    “Petani itu pasti bodyguardnya. Sialan!”

    “Bisa kulumpuhkan jika mau.” Bisikku. Luke menjawab bahwa kita tak bisa melakukannya. Terlalu terekspos, katanya.

    “Kita harus tetap menjadi hantu. Mac, coba kau dekati target kita dari sisi kanan, aku akan melindungimu dari sini. Aktifkan radio.”

    “Segera laksanakan.” jawabku, meski dalam hati aku menjerit, “Kenapa aku sih? Dasar beruang panuan!”

    Kuturuni bukit penuh pepohonan ini. Alot, tanah yang kulalui benar-benar terasa alot dan basah. Tiba di area pertanian, aku merunduk.

    “Bodyguard masih disana. Aku tak bisa mendekat. Bagaimana kalau kita lumpuhkan saja?”

    “Negative, Mac.” Luke menjawab lewat radio. “Kita tak bisa menembak warga sipil. Lanjutkan dengan merangkak.”

    Susah payah aku mendekat, dan kini aku juga harus merangkak. Bagus. Dasar beruang goblok.

    “Merangkak, dimengerti.” Jawabku. Ogah-ogahan aku tiarap dan merangkak melewati batang-batang padi yang sudah tinggi, berusaha berada sedekat mungkin dengan Smirnov.

    “Mac, ini pasti hari keberuntungan kita. Bodyguard menjauh! Tak ada rintangan apapun antara kau dengan Smirnov. Dia ada di sebuah gubuk di sebelah kananmu, 35 derajat ke selatan. Cek kompasmu.”

    “Aku mengerti. Aku mendapat visual dari target.”

    “Tak ada penghalang, Mac! Serbu!”

    Aku bangkit, melihat sekeliling. Aman!

    Inilah saatnya balas dendam! Aku akan menghajar Smirnov habis-habisan setelah ini usai! Tiga hari mengintai, tanpa cukup makan, minum, bahkan tanpa buang air. Sialan! Smirnov harus membayar untuk ini semua.

    Sesaat setelah menyusup dengan cepat, aku tiba di lokasi. Pintu gubuk segera kubuka dengan cepat, namun dengan tetap tidak menimbulkan kegaduhan. Senapan segera kutodongkan, bersiap menghadapi yang terburuk. Smirnov mungkin bersenjata, dan aku tak mau tewas ditangannya.

    Segera aku mengecek setiap sudut ruangan. Tidak ada pergerakan manusia sama sekali. Misterius. Kemana Smirnov lenyap?

    “Tok…tok…petoook…”

    “Sumirno,” kembali aku mendengar suara sang petani. Panik, aku segera bersembunyi di salah satu sudut gubuk yang paling gelap.

    “Mac, bodyguard kembali! Kau harus sembunyi!”

    Bodoh. Betul-betul sersan bodoh. Aku sedang sembunyi, dan aku sangat memerlukan keheningan. Luke si beruang dengan polosnya malah menghubungi radioku. Dungu! Segera kumatikan radio dan kubuang ke tanah.

    Sang petani membuka gubuk. Aku sudah siap dengan pisauku. Jika ketahuan, akan kutusuk leher sang petani hingga tewas.

    Sang petani kemudian menggenggam sang ayam. “Ah, Sumirno, I love you, my boy. Sumirno, %^$%#@, *&*&^ %#!@ ^%()-* Sumirno.”

    “Tok…petooookk…”

    “Sumirno, Sumirno…”

    “Petookkk!”

    Sang petani tampak mengelus-elus sang ayam sambil berkata Sumirno berkali-kali. Aku menatap adegan itu sambil menelan ludah, pahit. Mungkin hanya dugaanku saja, tapi, apa mungkin Smirnov yang kami cari itu, seekor ayam?

    “Apa maksudmu ia seekor ayam? Bisakah kau berhenti bercanda?”

    “Luke, aku serius! Smirnov yang kita cari, ia hanya seekor ayam. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana sang petani memanggil namanya berkali-kali.” Gerutuku.
    Aku memang senang bercanda, tapi aku tahu kapan saatnya bercanda dan serius.

    “Masa iya Smirnov itu ayam? Akh, ini misi apa sih?”

    Aku garuk-garuk kepala sesaat. “Luke, bisa kau cek pusat komando untuk keterangan lebih lanjut? Benarkah ayam kampung ini Smirnov yang kita cari?”

    “Ah, sial.” Katanya. Setelahnya dapat kudengar baik-baik percakapan radio yang terjadi antara Luke dengan pusat komando.

    “Pusat komando, masuk. Disini Anvil 0-1.”

    “Silakan, Anvil 0-1.”

    “Pusat komando, kami berhasil menemukan Smirnov. Anu, Smirnov itu manusia?”

    “Apa maksudmu? Jangan bertanya yang tidak-tidak!”

    “Smirnov yang kami temukan, ia—“

    “Berhenti bertanya! Kalian menemukan Smirnov, segera bawa dia ke Landing Zone. Demi tuhan, ini sudah tiga hari. Kami akan menjemput kalian disana.”

    “Ya, tapi—“

    “Sersan, kau bawa Smirnov keluar dari sana hidup-hidup. Ia akan tinggal di penjara untuk waktu yang lama. Jika kalian gagal, maka kalian yang akan tinggal di penjara. Pusat komando selesai. Out.”

    “Pusat komando, tapi…pusat komando, masuk! Damn!”

    Aku menghela napas panjang. Ini benar-benar tidak masuk akal. Kami berdua harus membawa ayam ke zona pendaratan?

    “Luke, bagaimana?”

    Dapat kudengar Luke menghela napas panjang. “Bawa dia keluar dari sini, Mac. Low profile.”

    Segera aku mendekati sang ayam. Dengan sebuah pistol di tangan, aku berbisik. “Smirnov, aku akan membawamu pergi. Kalau kau berisik, lihat nih.” Kataku mengacungkan pistolku. Ayam itu masih diam. Kurasa ia takut dengan pistol yang kutodongkan di kepalanya.

    Perlahan, kurangkul sang ayam. Sambil tetap dengan pistol terpasang di kepalanya, aku bergegas keluar. Namun beberapa saat kemudian Smirnov berkokok keras, membuatku panik.

    “Mac, suruh dia diam!”

    “Smirnov! Hei! Diam atau kutembak kau. Lihat pistol ini, sialan. Kau mau kutembak?”

    “Petoookk. Tok, tok, petookk!”

    Smirnov tetap saja berisik. Aku tak berpengalaman degan ayam, jadi aku terus saja mengancamnya dengan harapan ia berhenti berkokok. “Akan kutembak kau! Akan kutembak kau sialan!”

    “Sumirno?”

    “Mac, ada musuh di arah jam dua, segera keluar dari sana!”

    Aku menoleh kebelakang. Samar-samar sosok petani itu tampak dimataku, membuatku panik dan segera berlari. Smirnov sialan! Dia membuatku ketahuan.

    “Mac, kau ketahuan! Kita lari! Plan B, kawan. Plan B!”

    “Aku mengerti, Luke.”

    Dari belakang sang petani berteriak-teriak tak karuan, marah. Kenpa ia tak menembakku aku juga tak tahu, tapi ini kesempatan bagus untuk kabur. Perlahan dapat kudengar ia berteriak dalam bahasa yang tidak aku kenal. “***! Bangsat! Wong edan! Maling! Maling!” kurang lebih itu yang kudengar, tapi aku tak tahu apa artinya.

    “Luke, carikan rute teraman untuk lari.”

    “Aaahh, belok ke timur dan naik keatas bukit. Ayo, kawan. Sepertinya makin banyak saja warga yang bermunculan.”

    “Bajing luncaaatt!” Kembali terdengar teriakan sang petani gadungan. Aku sedikit menoleh ke belakang, dan astaga, sejak kapan para warga menjadi sedemikian banyak?

    Kuikuti nasihat Luke, belok dan naik ke atas bukit. Yang menghadangku kemudian adalah rumah-rumah warga yang makin banyak. Beberapa warga yang ada melihatku lugu. Namun mereka segera menunjukkan amarah setelah mendengar sang petani berteriak. Bangsat! Aku harus kabur.

    “Sialan, Luke. Makin banyak musuh. Aku terjebak.”

    “Ah, lanjutkan lari ke timur. Aku akan menemuimu disana.”

    “Maliiinngg!”

    Teriakan itu kembali terdengar. Aku tak tahu kenapa, tapi teriakan-teriakan itu terasa lebih menyeramkan dari desingan peluru. Lucu, aku dilatih untuk tidak takut apapun, tapi aku merasa ngeri dengan teriakan-teriakan para warga yang mengejarku. Kurasa kini aku mengerti mengapa kakekku sering merasa ketakutan dengan teriakan Banzai saat Perang Dunia dulu.

    Smirnov tak berhenti bersuara. Ia terus saja berkokok atau bernyanyi. Kembali kuketuk-ketuk pistolku ke kepalanya. “Smirnov! Jangan buat aku naik darah! Kau benar-benar bisa kutembak!”

    “Petooookk!!”

    “Luke, ini menyebalkan. Aku akan membunuh Smirnov.”

    “Jangan, Mac. Nanti misi kita akan sia-sia!”

    “Kalau begitu akan kutembak penduduk-penduduk jahat itu!”

    “Negative, Mac. Dilarang menembak warga sipil. Terus berlari, kawan.”

    “Damn!” Tanpa bisa melakukan apapun lagi, aku terus berlari. Beberapa benda mulai beterbangan. Sandal, batu, aku yakin benda-benda itu takkan bisa membunuhku, tidak seperti peluru AK-47, tapi entah mengapa itu mengerikan.

    “Mac, kau bisa lihat aku didepan?”

    Aku menoleh sedikit ke kanan saat melewati jalanan yang cukup lebar. Ya, Luke tampak dihadapanku, sekitar seratus meter dari tempatku berada.

    “C’mon, Mac. Ayo!”

    “Yeah!”

    Luke mulai menodongkan Mauser miliknya ke arah warga. “Diam ditempat! Berhenti! Diam ditempat kataku!”

    “Maliiing!”

    “Mac, mereka tak takut senapan?”

    “Baru tahu? Lihat, si Smirnov juga!”

    Luke menggeram, lalu ikut berlari denganku. Disekeliling kami berbagai benda terus beterbangan. Sapu, sandal, baju bekas yang lebih mirip lap pel, dan yang terakhir aku melihat wajan. Sialan! Aku tak menyangka bodyguard Smirnov begitu banyak. Meskipun mereka lumpuh karena tak punya senjata, mereka tetap menakutkan.

    “Anvil 0-1, bagaimana kondisi kalian?” Tiba-tiba saja Pusat Komando memanggil. Mendapat panggilan dari Pusat Komando di saat seperti ini benar-benar menyebalkan.

    “Pusat Komando, kami diserang musuh dalam jumlah besar! Kuulang, musuh dalam jumlah besar!”

    “0-1, tetap tenang. Kami tak bisa mengirim bantuan udara sekarang.” Kata Pusat Komando lagi, dan pernyataan itu membuatku menggerutu dalam hati. “Kalau begitu tak usah memanggil, idiot!” Gerutuku.

    “Maliiing! Maliing ayam!”

    “Mac, terus berlari kawan!”

    “Petoookk!”

    Ah, sial! Aku benar-benar ingin menembak si Smirnov ini. Membawa ayam yang kini kupegangi kakinya benar-benar menjengkelkan. Smirnov mungkin menderita, bergoyang terus-menerus dengan kepala dibawah. Tapi masa bodoh. Aku ingin ini segera berakhir.

    “Mac, sebelah sini!”

    Luke melompat melewati sebuah semak-semak, dan segera tiarap. Aku ikut langkahnya meskipun aku tak percaya tindakannya bisa menyelamatkan kami. “Tetap diam, Mac.” Katanya. Aku mengangguk.

    Para warga yang mengejar kami berhenti, kebingungan. Dapat kudengar mereka berdiskussi dari balik semak-semak. “Sampean nang kono, aku nang kene! Maling Uancuk!”

    Sekali lagi, aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Tapi ajaib! Para warga itu menjauh dari tempat Luke dan aku sembunyi. Untuk pertama kalinya aku mempertaruhkan kepercayaanku padanya, dan ia berhasil mendapat kepercayaanku.

    “Mac, lihat keadaan!”

    “Aye!” jawabku mantap. Dengan pistol teracung aku bangun, bangkit. Para warga sudah tak ada.

    “Aman, Luke.”

    “Bagus!”

    Luke ikut bangun, melangkah sedikit, dan masih dengan Mauser di tangannya, ia menoleh ke kiri dan ke kanan. Situasi benar-benar menguntungkan. Para musuh membelakangi kami sehingga kami bisa lari.

    “Peetttoooookkkk!”

    “Sialan, Smirnov! Mac, bisakah kau suruh dia diam?”

    “Aku sudah mengancamnya! Kau kan tahu dia tidak takut sama pistol!”

    “Kau todong seekor ayam dengan pistol?"

    "Ya."

    "Bego!”

    Luke melepas jam tangan miliknya, dan dengannya ia mengikat mulut Smirnov. Smirnov kini tak bisa bicara, tapi mungkin juga tak bisa bernapas.

    “Nah, begini caranya.”

    “Dia bisa mati, tolol!”

    “Ah, dia akan baik-baik saja.” Luke tersenyum. Ia baru akan kembali berjalan ketika sebuah benda menghantam kepalanya.

    “Shit!” Aku menoleh ke kiri, dan beberapa warga tampak dihadapan kami. “Maliiinnggg!”

    Luke jatuh tersungkur dengan kepala berdarah, meski ia masih sadar dan belum pingsan. Aku segera menyeretnya.

    “Maliing! Maliiing!”

    “Luke, aku harus menembak mereka!”

    Luke tidak menjawab. Ia memegangi kepalanya yang berdarah sambil mengerang kesakitan. Kehabisan ide dan panik, aku terus menyeretnya. Para warga bergerak makin mendekat.

    “Mac…kau…kau tinggalkan saja aku…”

    “Apa?”

    “Tinggalkan saja aku, kau harus bawa Smirnov pergi!”

    “Tidak mungkin!” Jawabku. Perlahan kurangkul tubuhnya. Kuangkat dan kubopong ia. “Kita melakukan ini bersama, Luke! Ayo!”

    “Mac, tinggalkan aku! Kau bisa tertangkap!”

    “Diam dan percaya saja padaku, Luke!”

    Dengan Luke di punggungku, aku berlari sekuat tenaga. Berbagai benda masih beterbangan di sekitar kami, sialan! Yang terakhir datang pada kami adalah kotoran kuda. Untung saja mereka masih belum menembaki kami.

    Beberapa saat kemudian kurasakan sebuah benda menusuk kakiku. Aku mengerang, sakit sekali.

    “Mac, kakimu kena! Tinggalkan saja aku Mac! Tinggalkan aku, kau harus bawa Smirnow pergi dari sini!”

    “Ya ampun, Luke, kau diam saja, sialan!”

    Untuk pertama kalinya aku merasa aku dan Luke ibarat saudara yang harus saling melindungi. Kami tak bisa mati disini. Luke bilang kakiku terkena sabetan pisau yang dilempar. Dalam keadaan normal aku mungkin takkan bisa berjalan, namun kini dengan tekad membara, aku membawa Luke dan Smirnov lari. Aku dan Luke harus selamat! Kami tak boleh mati disini!

    “Mac, kau…”

    Aku tak menjawab. Beberapa saat kemudian kami melewati sebuah bukit kecil. Itu jalan keluar kami, pikirku. Kami akan meluncur menuruni bukit, dan berlari secepat mungkin.

    Tiba di tepi bukit, segera saja aku melempar tubuh Luke meluncur menuruni bukit landai tersebut. Aku menyusul beberapa saat kemudian. Tubuhku terasa amat sakit saat bergesekan dengan tanah dan bebatuan kasar di bukit landai. Aku tak peduli lagi.

    Kami tiba di dasar tak lama kemudian, dan kembali aku membopong Luke. Sementara di sekitar kami teriakan Maling terus terdengar, lengkap beserta berbagai benda yang masih melayang disekitar kami.

    “Ayo, Luke!”

    “Maliiingg!”

    Kami kembali bergerak menjauh. Para warga tampaknya tak ada yang menyusul kami dengan meluncur menuruni bukit landai. Ini kesempatan bagus. Kami bisa lari agak jauh.

    Tetapi baru saja aku berjalan sekitar lima meter, sebuah sepeda motor menghadang kami bertiga. Sang warga yang mengendarainya tersenyum menang.

    “Technical inbound! Luke, mati kita!”

    “Technical? Para warga itu punya tank?”

    “Bukan tank, Luke.”

    Sang pengemudi sepeda motor mendekati kami, melihat kami senang, mengelus-elus motornya, dan tersenyum. Aku masih menatap sang pengemudi dengan waspada.

    “Hello mister. Ojek, mister?”

    Aku melongo. Apa yang dilakukan sang warga? Mengancamku?

    “Ojek?”

    “Luke, kau tahu apa itu ojek? Aku mengerti apa itu hello dan mister, tapi ojek?”

    Kuletakan Luke di tanah. Sang pengemudi berusaha menyalami kami sambil kembali menyapa. “Ojek, mister. Let’s go!”

    “Mac, sabotase!”

    “Dimengerti, Luke.”

    Kutinju sang pengemudi sepeda motor. Ia jatuh pingsan dengan wajah penuh senyum. Kunci motornya masih menggantung. Nice.

    “Pusat komando, disini 0-2, masuk!”

    “0-2, silakan!”

    “Pusat komando, kami berhasil lepas dari kejaran musuh. Sekarang kami mendekati Landing Zone dengan kendaraan musuh dari selatan, ganti.”

    “Dimengerti. Kru, perhatikan arah selatan. Anvil 0-1 dan 0-2 datang memakai jip musuh!”

    “Bukan, bukan Jip.” Jawabku kesal sambil berusaha menyeimbangkan kemudi sepeda motor tua ini. Naik sepeda motor tak pernah menjengkelkan seperti sekarang. Biasanya aku sering kebut-kebutan di Manhattan, tapi sepeda motor yang kupakai kali ini benar-benar rongsokan. Pasti kendaraan ini tak pernah di servis.

    “Dimengerti, waspadai tank musuh datang dari selatan.”

    “Bukan tank!”

    “Err, kuda?”

    “Kami datang menggunakan…”

    “Toookk! Took! Petoookkkkk!”

    “Mac, Smirnov!” Luke berteriak. “Tali jam tanganku lepas.”

    “Sialan, aku tak bisa bergerak. Aku mengemudikan ini. Bisa kau buat dia diam, Luke?”

    “Petoookkk!”

    Dapat kudengar suara kokangan pistol dari arah belakang, dan beberapa saat kemudian terdengar Luke bersorak. “Smirnov, diam atau kutembak kau!”

    “Petoookkk!”

    “Smirnov! Bangsat! Aku tak main-main.”

    Luke benar-benar goblok! Beberapa saat sebelumnya ia antusias mengajariku bagaimana membuat Smirnov diam. Kini ia mengikuti cara lamaku yang jelas-jelas tak berhasil, benar-benar sersan goblok.

    “Petoookkkk!”

    “Smirnov bangsat! Lihat pistol ini! lihat!”

    “Luke, bangsat! Itu cara lama. Kau bilang cara itu tidak berhasil!”

    “Ada ide lain?”

    Aku diam sejenak. “Well, bagaimana kalau—“

    Syut! Sebuah batu kembali terbang di sampingku, dan itu benar-benar membuatku kaget.

    “Incoming! Mac, motor arah jam enam!”

    “Maliiinnggg ayaamm!”

    “Lebih cepat, Mac! Lebih cepat!”

    “Aku tahu!”

    Aku tancap gas. Para warga ini benar-benar ngotot. Kini mereka mengejar kami dengan sepeda motor. Luke menggenggam pinggangku erat-erat saat aku menuruni jalan berbatu. Landing Zone tinggal lima ratus meter ke utara.

    “Maliiing!”

    “Luke, coba tembak mereka, sialan!”

    “Tak bisa, Mac!”

    “Apa salahnya kau hiraukan hukum…”

    “Aku tak bisa membidik mereka! Sialan, Mac! Aku lebih ingin menembak mereka daripada kau!” Luke menggerutu. Tak lama kudengar suara senapan yang dibuang ke tanah.
    “Pergi saja, Mac. Pergi!”

    Aku mengangguk dan makin menancap gas. Para warga tertinggal cukup jauh.

    “0-2, apa itu tadi? RPG?”

    “Musuh dibelakang kami, Pusat Komando. Siap-siap, kami akan tiba dalam 30 detik!”

    “Dimengerti.”

    “Aku lihat helikopter kalian.” Kataku saat kini kudapati sebuah helikopter Black Hawk Stealth terbang rendah, bersiap memawa kami pergi. “Mendaratlah! Kami datang menggunakan sepeda motor!”

    “Siap.”

    Aku semakin tancap gas, sementara teriakan-teriakan maling terdengar makin menjauh. Tiba di sebuah pantai yang cukup luas, helikopter jemputan kami tampak meraung.

    “Anvil 0-1 dan 0-2, kami senang melihat kalian!”

    “Simpan itu untuk nanti, Pusat Komando. Kami masih belum aman.”

    Helikopter tersebut makin mendekat. Dapat kulihat beberapa orang kru berteriak. “Ayo, cepat! Kita pergi dari sini!”

    Aku tersenyum kecil sambil memberhentikan motor. Tepat saat Luke dan aku baru turun dari sepeda motor, para musuh kembali berteriak dari arah belakang. “Maliiing!”

    “Sial!” kataku kemudian. “Pusat Komando, musuh dibelakang!”

    “Cepat kesini!”

    Beberapa buah batu kembali terlempar, membuatku panik. Aku tak mau kepalaku menjadi sasaran lemparan batu. Meski aku takkan mati, tapi tetap saja batu yang menghantam kepala itu mengerikan.

    Smirnov terus berteriak, dan Luke masih mengerang karena kepalanya bocor. Segera kubopong Luke yang memegangi Smirnov. Dengan terseok-seok, kami segera memasuki helikopter. Komandan misi, Kapten Ryan, segera menarik kami berdua begitu kami tiba di ambang pintu helikopter.

    “Kapten Ryan!”

    “Ayo, nak! Naik!”

    Luke naik terlebih dahulu. Aku baru memegangi badan pintu helicopter ketika sebuah benda keras menghantam kepalaku. Sial. Aku kena.

    “Mac is hit! Mac kena!”

    “Bawa dia naik!”

    “Maliiinnggg!”

    “Aarrgghh!” Kapten Ryan menarik tanganku naik helicopter. Tiba di dalamnya, helikopter inipun segera naik. Deru mesinnya terdengar dengan jelas di telingaku. Para musuh yang mengejar kami tampak kecil kini. Makin lama makin kecil, dan semenit kemudian, yang tampak dimataku hanya lautan luas.

    Semua selesai. Semua sudah berakhir. Perburuan Smirnov selesai.

    “Haha…hahaha…kita berhasil!” Teriakku. “Luke, kita berhasil kawan. Kita akan pulang!”

    “Ya, kawan. Senangnya.”

    “Mana Smirnov? Mana target kita?” Kapten Ryan memotong kesenangan kami. Luke menggeliat. Ia mengeluarkan tangan kanannya. Smirnov masih menggantung terbalik. Ia sekarat.

    “Ini?”

    “Ya, ini. Orang disini memanggilnya Sumirno.”

    Kapten Ryan melongo untuk sesaat, memperhatikan Smirnov, sang ayam yang kini tampak sekarat. Ia menghela napas panjang, lalu menepuk keningnya.

    “Kenapa, kapten?”

    “Kalian berdua benar-benar tentara goblok! Mana mungkin ini Smirnov? Smirnov itu teroris, bukan ayam!”

    “Ini Smirnov, pak! Aku kan sudah coba konfirmasi lewat radio, dan kau bilang jangan banyak bertanya!”

    “Aduh! Benar-benar tentara idiot! Akan kupotong gaji kalian!”

    Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Kubiarkan Luke melakukan diskusi.

    “Pak, Smirnov yang kita cari, apa benar ada di negara ini? Kami mengintai tiga hari, tak ada pergerakan Smirnov sama sekali! Hanya ini yang paling mendekati. Sumirno, para warga memanggilnya.”

    “Kalian payah! Dungu! Lihat surat perintah ini! ini ada foto Smirnov!”

    Kapten Ryan menunjukkan kepada kami sebuah surat perintah yang ia dapat. “Kolonel Lewis, ia yang memerintahkanku menangkap Smirnov ini! Sekarang, apa dia mirip dengan ayam kampung ini? Argh, bego!”

    “Anu, pak.” Kataku kemudian. “Bukannya itu, Elvis Presley?”

    “Hah?”

    “Itu Elvis Presley, pak. Penyanyi era 70-an, kan ya?”

    “Masa iya?”

    Sang kapten menatap foto itu kikuk. Ia tak mungkin tahu Elvis Presley. Ia hidup dalam negeri teletubies! Elvis Presley baginya mungkin sama saja dengan kami berdua.

    “Hei, kamu, tanggal berapa sekarang?” Tanyanya lagi padaku.

    “Err, tiga April?”

    “Tiga April?”

    Tanpa diduga-duga sebuah telepon datang. Kapten Ryan segera meraih telepon genggamnya.

    “Kapten. April mop! Haha, kena kau, Ryan. Tahun lalu kau menjahiliku, sekarang aku yang menjahilimu. Smirnov yang kau cari itu tak pernah ada. Jangan marah ya, haha!” Terdengar suara Kolonel Lewis dari telepon yang berbunyi nyaring. Kenapa Kapten Ryan membuat teleponnya berbunyi nyaring aku juga tidak tahu, tetapi hal itu membuka kenyataan yang ada, bahwa misi berburu Smirnov itu tidak pernah ada. Smirnov tidak nyata.

    “Anu, Kolonel…”

    “Ya, Kapten. Sekarang segera pulang, liburanmu sudah usai. Out.”

    Wajah Kapten Ryan mendadak memerah. Ia segera menghela napas panjang. Luke, aku, dan beberapa kru lain menatapnya tercengang.

    “Kita dikutuk.” Katanya kemudian. Ia lalu menatap Sumirno, sang ayam sekarat, yang kini kami tahu ternyata bukanlah Smirnov.

    “Peristiwa ini akan membawa perang bagi AS dan Indonesia. Ah, malangnya aku.”

    “Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?”

    Kapten Ryan menatap sang ayam yang sudah hampir meninggal, lalu kembali menghela napas. “Kita harus kembali. Kita harus kembalikan ayam ini.”

    “Kapten, ke arah warga-warga gila itu?”

    “Pilihan apa yang kita punya?”

    “Aku tidak kembali ke sana. Kau saja, Luke.”

    “Mac!”

    “Luke, ini gila!” Kataku menggeleng. Aku tak mau kembali ke neraka itu. Itu semua omong kosong.

    “Mac, kita harus kembalikan ayam ini!”

    “Aku lebih suka menggorengnya. Argh, sial. Kenapa kita terjebak misi bodoh ini?”

    “Pokoknya kkita harus kembalikan ayam ini.”

    “Tidak mau!”

    “Mac!”

    Aku tetap kokoh pada pendirianku. Aku tak mau kembali. Itu mengerikan.

    “Ini salahku, tanggung jawabku.” Kata Kapten Ryan kemudian, memecah kebuntuan antara aku dan Luke. “Aku yang akan mengembalikan ayam terkutuk ini.”

    “Kapten?”

    Kapten Ryan memberi sinyal untuk kembali kepada pilot. Ragu-ragu sang pilot menurut. Tiba kembali di Landing Zone, para warga masih menunggu dengan marah.

    “Nah, dengarkan aku, kalian berdua.” Kapten Ryan kembali berkata. “Ingatlah kita semua.”
    Ia menghela napas panjang dan tersenyum kecil. “Remember us. Kalian ceritakan apa yang terjadi disini. Ceritakanlah kepada Amerika, apa yang dilakukan Kolonel Lewis. Dan juga…” ia memotong kata-katanya sejenak. Beberapa kru helikopter tampak sedih.

    “Katakan pada istriku, bahwa aku mencintainya.”

    “Kapten!”

    “Selamat tinggal, anak-anak.”

    “Kapteeennn!” Luke dan para kru ikut berteriak. Sang kapten tersenyum sebelum keluar dari helicopter dengan Sumirno di tangan. Hal yang terakhir kulihat sebelum helicopter ini kembali terbang adalah seorang warga yang meninju Kapten Ryan hingga roboh. Aku tak begitu suka terhadapnya, namun melihat pemandangan itu tetap saja menyakitkan.

    ***

    “Remember us! Begitulah apa kapten Ryan.” Luke menyudahi ceritanya pada para anggota baru yang kini menatap Luke dengan mata berbinar.

    “Remember us, tentang apa yang kita alami, tentang apa yang terjadi.”

    “Cerita yang menyedihkan.” Irwin terhenyak perlahan sambil menggenggam senapannya kuat-kuat. Sang pilot kembali berteriak. “Tiga puluh detik!”
    Luke tersenyum kecil. “Sekarang, kita akan terjun disini. Kita akan menyelamatkan Kapten Ryan dari penjara paling mengerikan disini. Nusa Kambangan. Semua siap?”

    “Yaaa!” para anggota baru berteriak antusias. Luke tersenyum. aku tak menghiraukannya dan segera membuka pintu helicopter.

    “Sekarang!” Sang pilot berteriak. “Go!”

    “Untuk Kapten Ryan.” Kataku perlahan, tersenyum, dan segera terjun dari helikopter. Aneh, Luke dan lainnya tak segera menyusul. Segera saja aku menghubunginya lewat radio.

    “Luke, ayo cepat turun.”

    “Anuu, Mac…”

    “Apa?”

    Terdengar Luke dan anggota lainnya berteriak. “April mop!”

    Aku hanya bisa melongo di udara.

    ditunggu cabe merahnya,soalnya ane ngerasanya ini setengah jadi :swt:
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    :lol: ceritanya lumayan kocak, meskipun sebagian besar terkesan konyol sih tapi tetap cukup menghibur. :hehe: klo minta cabe sih, berhubung saya nda punya cabe (harga cabe mahal dan saya juga ga suka makanan pedes :haha:), jadi nda bisa bagi2 cabe cuma bisa kasi komentar aja. sebelumnya maaf kalo saya kasi komentarnya kebanyakan ato kepanjangan, :maaf: bukan bermaksud menggurui, hanya ingin mengungkapkan komentar sebagai pembaca aja.

    ok, komentarnya dimulai dari hal yang sederhana sampe yang agak ribet :XD:
    1. penulisan kata 'di', antara kata depan dan kata imbuhan masih sering tertukar (herannya hanya terjadi di tengah sampe akhir chap 1, chapter 2, dan chap 3 :hehe: jgn2 nulisnya buru2 neh)

    2. tanda baca seru (!) atau pentung, ada beberapa yang kurang ditambah sebagai penutup kalimat perintah, seperti di kalimat:
    Itu kan kalimat perintah atau himbauan, jadi sebaiknya menggunakan tanda seru.

    3. ada kalimat yang menggunakan banyak tanda koma (,) :onion-07: saya jadi nda ngerti gimana cara bacanya dengan benar (mala jadi terkesan seperti orang yang sedang sekarat ngomongnya :dead:). seperti kalimat:
    4. untuk perpaduan kalimat-kalimat:
    klo kalimat-kalimat itu ditulis dalam kisah yang bertema melankolis sih saya mengerti bahwa yang sedang dideskripsikan adalah satu orang. tetapi dalam cerpen ini temanya humor atau komedi di mana hampir semua deskripsi akan ditangkap dengan maksud tersurat. Bingung juga jadinya, yang dikisahkan itu seorang petani yang mengenakan baju warga sipil atau seorang petani dan seorang warga sipil??

    5. cara pandang tokoh 'aku' terhadap warga terlihat kurang konsisten. seperti
    dalam kalimat itu, yang saya tangkap Mac memandang orang-orang yang mengejarnya adalah warga sipil, tapi kemudian beberapa kalimat di bawahnya menyebutkan
    dalam kalimat ini yang saya tangkap si Mac menganggap orang-orang yang mengejarnya adalah para komplotan dari teroris Smirnov

    :peace: segitu aja deh, uda kepanjangan. semoga membantu

    pro:
    :lol: orang bule mana tau artinya ojek, yang bagian ini emang kocak bgt.
    :lol:smirnov sama sumirno emang mirip sih, pantesan aja orang amrik bisa sala nangkep
    kontra:
    :hehe: itu Mac sama Luke belom perna liat ayam ya?? kok ayam aja di ancem pake senjata
    :lol: trus masa motor dibilang tank sih
     
  4. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    yay~ ga perlu komen soal penulisan \:v/

    'kay, komen ceritanya... well, mungkin karena mood saya lagi ga pas buat baca genre comedy, saya sama sekali nggak ngerasa ada yang lucu di cerita ini.
    konyol sih iya. kesannya fak logic banget. nggak masuk akal sama sekali. masa tentara/pasukan/apaan sih sebutannya elit bisa seidiot itu. ayam aja ditangkep.. swt.
    diancem pake senjata pula. itu mereka mikirnya pake otak apa pake dengkul sih...

    trus adegan ojek muncul juga.. wtf... tau ada yang lagi dikejar warga, diteriakin maling, ngapain tu orang muncul nawarin ojek? mana bawa senjata lagi tu dua.
    ini bodohnya nular kali ya. dari mereka berdua ke si tukang ojek. dan ternyata misi stupidnya cuma tipuan april mop. lucu? meh. I don't like april mop. Dan sejak kapan maling ayam nyasarnya ke nusakambangan.. hiperbola tingkat tinggi wew. endingnya balik ke april mop lagi. oh shii... stupid. this is too stupid for me.

    terlalu banyak kebodohan yang dipaksa muncul biar ceritanya lucu. comedy emang biasanya lebay, penuh hiperbola, dramatis najis. tapi ini keterlaluan. lucu itu bukan bodoh.
    naburin keidiotan di sepanjang cerita nggak menjamin bikin cerita jadi lucu, for god's sake.

    minta cabe kan?:ngacir: keep writing, bro:ngacir: ceritanya bisa jadi lumayan lucu kalau sedikit masuk akal aja kok:ngacir:
     
  5. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    thanks udah mampir. hmm ini dia makanya kenapa ane bilang fict setengah jadi :hiks:
    untuk yang kesatu, ane emang pas nulis awal2 lagi fokus2 nya, eh jatuh sakit seminggu di RS, pas nerusin jadi gitu deh :hiks:
    2,3,4,5, idem ama no 1 :dead:

    thanks masukannya agan tetem, mudah2an ane bisa nulis lebih baik lagi :peace:

    huwwooo, cabe onna datang :shock:
    hmm, iya sih, ane banyak maksain adegan, tapi sebetulnya maksud ane mau bikin cerita ini se absurd mungkin. hmm jadinya malah agak aneh :dead:
    makanya ada adegan mereka nangkep ayam n nodong ayam pake pistol :haha:
    sebetulnya bisa diperhalus di beberapa plot, sayangnya ane pas tiba2 ilang ide n keburu2 nulisnya :hiks:

    thanks cabenya agan merpati. tulisan selanjutnya pasti bisa lebih baik lagi :onfire:
     
  6. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    gw cuman baca sekilas dari awal hingga akhir. sebenernya ceritanya lumayan menarik sih, cuman rasanya ini cerita terlalu kebanyakan dialog yang sebenernya cuman bikin risih aja makanya gw jadi males ngikutin ceritanya. buat dialog gak penting gitu 'kan bisa diringkas jadi sebuah deskripsi. dialog yang ditulis itu mending yang bener2 penting aja biar ceritanya to the point gak ngalor ngidul. suer ini premisnya menarik cuman gw bingung ceritanya arahnya kemana toh dari tadi cuman ngebaca orang ngobrol molo :swt:

    misalnya ada banyak dialog gak perlu gitu 'kan bisa diringkas jadi

    'beberapa tentara itu membicarakan mengenai strategi penyergapan mereka, salah seorang mengumpat, dan yang lain kian menggerutu'

    cuman personal preference, tapi ada baiknya kalo antara dialog, deskripsi, ama narasi bisa seimbang jangan berat sebelah di dialog melulu, inget ini fiksi bukan script drama. sekian komen sotoy dari gw :peace:
     
    Last edited: Apr 5, 2013
  7. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    hohoho iya nih agan high, ane bingung soalnya nambahin script dimana, bawaan moodnya bikin dialog mulu n kepepet bikinnya :swt:

    thanks agan high udah mau mampir, fict berikutnya ane perbaiki :peace:
     
  8. Melonn M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Oct 17, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    37
    Ratings:
    +437 / -0
    gilak ini lucu banget. serius, ane baca ini ngakak terus, gak kurang sarap ceritanya :lol:

    tapi... bahasanya agak kacau ya. maksudnya kacau, kadang bahasanya baku kadang nyablak. imho, kalo emang mau lucu pake nyablak ya nyablak aja semua.
    yah, ane sendiri sih emang kebanyakan ketawa gara2 bahasa kacau itu sih. apalagi pas bagian si Mac sama Luke lari2 itu dikejar warga, itu kacau banget.
    jadi sebenernya, kalo kata2nya gak nyablak mungkin gak ketawa :ngacir:

    terus, di bagian 1 si Mac gak bisa denger sama sekali (jadi simbol2 itu) ucapan yang non-Inggris. di bagian seterusnya kok muncul, bahasa Jawa juga ada pula, jelas tulisannya.

    dialognya kebanyakan gak dikasih penjelas siapa yang ngomong, kadang suka nggak ngeh itu siapa. terus banyak banget, di bagian terakir itu...

    err, logic aside, ngancem ayam pake pistol itu kocak banget. apalagi pas bagian si Luke yang ngancem, dia sendiri udah ngewanti2 si Mac padahal :lol:

    overall ceritanya sih enak buat dibaca. ketawa terus. sayang endingnya kurang masuk, entah kenapa ane mulai kurang frekuensi ketawa nya pas masuk akhir2. :ngacir:

    oh...
    let's play logic.

    April Mop? lelucon nya misi keluar negeri? si kolonel Lewis juragan? eh, rela ngabisin biaya buat sebuah lelucon? itu gila banget.

    misi besar, perburuan teroris, cuman dua orang yang ditugasin?

    nyelamatin kapten di Nusa Kambangan? kalo seorang tentara bikin masalah di negara laen, penyelesaiannya ya secara hukum. diselamatin pake nerjunin tentara? emangnya tawanan perang?
    oh, nyolong ayam masuk Nusa Kambangan?

    yah, buat nikmatin komedi sih kadang emang gak perlu pake logika. :ngacir:

    eniwei, nice story gan~ maap kalo kebanyakan bacotnya panjangan. :ngacir:
     
  9. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    thx agan melonn dah mampir. hehe awalnya emang mau bikin cerita se absurd mungkin ini tu, makanya banyak ga logisnya. tapi malah aneh ya :bloon:

    masalah bahasa, hmm, ane kecolongan nih. awalnya bikin banyak dialog yang ga jelas biar ngalir gitu banyolannya. malah aneh juga ya :dead:

    well, seneng juga kalo ternyata ini bisa bikin ketawa :peace:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.