1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

FanFic Persona : Timeless Clock

Discussion in 'Fiction' started by Grande_Samael, Mar 20, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    Oh, akhirnya saya memberanikan diri untuk ngepost cerita...

    Silakan dinikmati :hahai:

    Aku tertidur!

    Dengan langkah-langkah lebar, aku terus berlari tanpa henti di bawah sinar bulan yang kehijauan. Semilir angin terus berhembus – tidak, akulah yang berpacu menembus angin.

    Kuperhatikan sekeliling, jalanan tampak sepi. Tidak ada siapa pun juga tak terdengar suara apa pun. Daripada sepi, mungkin lebih tepat jika dikatakan waktu telah berhenti. Karena saat ini adalah Dark Hour, tiga jam yang hilang di antara pukul 00:00:00 hingga 00:00:01, di mana hanya beberapa orang tertentu yang mampu menyadarinya. Orang-orang sepertiku.

    Setelah beberapa saat, akhirnya aku berhenti dengan tersengal-sengal. Sambil menunduk mencengkram kedua lutut, kucoba mengatur napas.

    Hirup...

    Lepas...

    Setelah agak tenang, kuangkat wajahku di hadapan sebuah menara raksasa yang menjulang hingga ke awan. Menara yang menjadi tempat tinggal para shadow, Tartarus.

    Sebenarnya Tartarus tidak selalu ada di sana. Pada siang hari bangunan gedung sekolahku lah yang seharus berdiri di atas tanah ini. Tapi ketika Dark Hour tiba, gerbang neraka itu akan muncul. Ada banyak sekali shadow yang akan datang menyerang kota melalui Tartarus. Karena itulah, sudah tugas kami – orang-orang yang sadar akan keberadaan Dark Hour – untuk mencegahnya.

    Dan aku pun teringat bahwa tidak seharusnya aku berdiri bengong di sini seorang diri. Tanpa membuang waktu lagi aku segera bergegas memasuki gerbang Tartarus – sepasang pintu besi raksasa dengan ukiran iblis di depannya.

    02:45:17

    “El, kau terlambat! Kau kena denda, traktir kami makan besok siang!”

    Bahkan sebelum aku sempat meminta maaf, orang itu sudah berseru memberiku hukuman. Tapi aku memang salah, karenanya aku hanya tertawa ringan sambil menggaruk-garuk kepala. Pemuda berjambul itu pun tersenyum puas lalu mengulurkan tangannya. Langsung saja kujabat tangan itu.

    “Haha, maaf!” kataku padanya, Masif. “Akan kutraktir apapun yang kau inginkan!”

    Ia adalah seorang yang sangat populer di sekolah. Semua orang mengenalnya, bahkan siswa-siswa dari kelasku. Ia sangat aktif dalam kegiatan OSIS, juga unggul dalam bidang akademik. Selain itu ia ramah dan pandai bergaul. Tidak sedikit yang memprediksikan bahwa ia akan menjadi pengganti Ketua OSIS tahun depan.

    Dan faktanya, orang populer sepertinya nyaris tidak mungkin bergaul denganku yang bukan siapa-siapa di sekolah. Kurasa makan siang bersamanya di kantin tidak akan buruk.

    “Kalau begitu besok kau traktir aku steak sapi ya!” Kali ini seorang gadis cantik berambut coklat meninju lenganku.

    “Aw!” Spontan aku melangkah mundur sambil mengusap-usap lengan. “Itu terlalu mahal! Tapi baiklah...”

    “Eh??! Aku kan cuma bercanda!” gadis itu membuat ekspresi panik yang menggemaskan, tapi kemudian menyeringai. “Jangan menyesal ya...”

    “Tidak apa, tidak apa. Kebetulan aku sedang banyak uang,” kataku pada gadis itu, Angel.

    Bisa dibilang ia adalah primadona di sekolah. Ia baru kelas X sepertiku, namun reputasinya sudah terkenal hingga para senior. Ia cantik, pintar, juga tergabung dalam ekstrakurikuler girldband. Melihatnya menyanyi dan menari saja sudah membuat darahku mendidih, apalagi makan siang bersamanya di kantin.

    Mungkin ini juga salah satu kesempatan yang sangat langka. Karena sama seperti Masif, gadis populer sepertinya nyaris tidak mungkin bergaul denganku pada hari biasa.

    “Bagaimana denganku? Kau akan mentraktirku juga kan?” Seorang pemuda jangkung yang membawa tongkat baseball besi memanggilku dari kejauhan.

    Ia adalah Tony, teman sekelas, teman sebangku, juga mungkin sahabat terbaikku. Sejak mulai menjelajahi Tartarus bersama, kami menjadi dekat. Dan mungkin juga sejak ia sering menyalin pekerjaan rumahku.

    “Tenang saja!” Aku mengacungkan jempol untuknya. Kemudian aku teringat seorang lagi, gadis pemalu bertubuh kecil bernama Juni. “Jun, kau juga akan kutraktir!”

    Gadis itu pun mengangguk pelan dengan agak sungkan. Mungkin hanya ia orang di tempat ini yang mengikhlaskan keterlambatanku.

    “Oke, jika semua sudah berkumpul,” tiba-tiba terdengar suara dalam membahana dari arah tangga menuju ke lantai atas. Seorang pemuda bertubuh besar dengan rambut cepak. Ia menatap kami dengan tatapan serius. “Lupakan tentang masalah traktir mentraktir, karena kalian ingat? Malam ini kita akan menaklukkan lantai terakhir Tartarus!”

    Ia bernama Dorius, kakak kelas yang sangat kuhormati. Meski di sekolah ia hanya orang biasa sepertiku, tapi di sini ia adalah pemimpin yang sangat berwibawa. Ialah yang selama hampir setahun ini membimbing kami untuk menaklukkan lantai demi lantai Tartarus.

    “Tapi apa kau yakin, lantai dua ratus adalah lantai terakhir?” tanya Masif berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

    “Juni, kau yang lebih tahu,” jawab Dorius sambil melempar pandangan pada gadis kecil itu.

    “Eh, iya... “ gadis itu menjawab dengan gugup. “Eidothea tidak merasakan ada lantai lagi setelah dua ratus. Tapi...” Juni berhenti sejenak. “Ada aura shadow yang luar biasa kuat menjaga tempat itu...”

    Jantungku langsung berdebar-debar mendengar pernyataan Juni. Shadow yang akan menunggu kami di puncak Tartarus, shadow dengan kekuatan luas biasa? Aku benar-benar tak bisa membayangkan betapa sulitnya pertarungan yang akan kami hadapi. Begitu juga dengan yang lainnya, karena kusadari ketegangan mulai menghinggapi mereka.

    “Bagus, kalau begitu perjuangan kita akan segera berakhir!” Dorius berseru sambil menepuk tangannya keras sekali. Suaranya bergema mengisi seluruh ruang dasar Tartarus ini. “Akhirnya semua yang telah kita lakukan akan membuahkan hasil. Dengan ini, Tartarus pasti akan hancur dan kita akan menyelamatkan seluruh kota... Mungkin seluruh dunia!”

    Keberanian yang luar biasa. Tiba-tiba ketenangan dan harapan kembali tumbuh dalam hatiku.

    “Ya, aku juga tidak mau menghabiskan tiap malamku di tempat ini!” timpal Angel sambil menyibakkan rambut panjangnya.

    “Kita kembalikan kedamaian kota ini!” sambung Masif.

    “El!” Teriak Tony lantang tepat di samping telingaku, lalu ia merangkulku. “Siapkan dompetmu! Karena besok kita juga akan makan-makan untuk merayakan kemenangan kita!”

    Mereka begitu bersemangat. Rasanya aku juga jadi ingin berseru.

    “AYO KITA SELESAIKAN!! UNTUK SEKALI INI DAN SELAMA-LAMANYA!!!”

    Bahkan aku merasa mendengar seruan dari Juni. Pasti ia juga sudah berapi-api.

    Kemudian Juni menakupkan kedua telapak tangannya di dada, dan muncullah sesosok bidadari transparan dengan aura kehijauan. Tubuh bidadari itu – Eidothea – tampak melingkupi Juni. Bidadari itu tidak lain merupakan Persona milik Juni, suatu makhluk proyeksi jiwa yang memiliki kekuatan untuk melawan shadow.

    “Bersiaplah,” kata Dorius seraya bangkit dari duduknya.

    Memang, dikirim dengan teleport itu agak memuakkan. Tapi itu lebih baik daripada kami berlari dari lantai satu hingga dua ratus. Praktis memang. Sayangnya, Eidothea tidak mampu mengirim kami pada lantai yang belum pernah dijelajahi. Karena itu kami terpaksa menghabiskan hampir satu tahun untuk menelusuri setiap lantai.

    “Roh suci, berikan aku kekuatan,” Juni membisikkan mantranya. Cahaya kehijauan segera meliputi kami. Aku dan Tony pun berpandangan, lalu saling memberikan jempol sebagai penyemangat. “Teleport! Lantai dua ratus!!”

    02:37:01

    Akhirnya aku mendarat setelah berputar-putar sesaat dalam lingkaran hijau Eidothea. Tapi... di mana ini?

    Suatu lorong gelap keunguan dengan ribuan cermin berbagai ukuran menempel di dinding. Seingatku, lantai yang memiliki desain lorong seperti ini adalah lantai seratus sembilan puluh satu hingga seratus sembilan puluh lima.

    Aneh, mengapa aku dikirim ke lantai ini? Dan... di mana yang lain?

    Untuk beberapa saat aku melihat dan berkeliling di sekitar tempat ini, tapi tak kutemukan siapapun.

    El! El! Kau dengar aku?” tepat ketika aku mulai panik, Juni menghubungiku dengan perantara Eidothea. “El?

    Juni!” jawabku dengan perasaan lega. “Apa? Apa yang terjadi? Di mana yang lain? Mengapa aku berada di lantai ini? Apa yang...” Kemudian aku teringat, Juni akan panik jika diberondong pertanyaan seperti ini. Aku pun berhenti. “Juni?

    Maaf El...” kata Juni kemudian. Seperti ada rasa bersalah pada nada suaranya. “Ada energi asing yang mengganggu energi Eidothea... Aku sendiri tidak mengerti... Maafkan aku El...

    Yah sudahlah,” jawabku cepat. Aku tak ingin berlama-lama mempermasalahkan apa yang sudah terjadi. “Bisakah kau mengembalikanku ke lantai dasar?

    Aku sudah mencobanya sejak tadi... Tapi energi asing ini menghalangiku... Dan lagi...

    Mendadak perasaanku menjadi tidak enak. “Ada apa?

    Aku tidak dapat melacak lokasi yang lainnya...

    Mendadak rasa ngeri menjalari tubuhku. Kehilangan kontak dengan Juni di dalam Tartarus adalah mimpi buruk. Itu berarti mau tidak mau kita harus menuruni tangga dan menghadapi iblis hingga ke lantai dasar. Entah berapa lawa waktu yang dibutuhkan untuk itu. Dan jika sedang sial, mungkin kita akan mati kelaparan atau terbunuh sebelum mencapai lantai dasar.

    Ma... Maaf... Maaf... Aku... Aku...

    Kudengar Juni mulai terisak-isak jauh di bawah sana. Mungkin sebenarnya ialah yang saat ini paling ketakutan. Ditambah sifatnya dan rasa bersalah yang ditanggungnya, hatinya pasti sangat terbebani.

    Juni, tenanglah,” kataku berusaha terdengar setenang mungkin. “Aku akan ke atas dan mencari yang lainnya. Sementara itu kau temukan cara untuk mengembalikan kami.

    Tapi...” ujar Juni masih terisak. “Mengapa ke atas..?

    Sejak awal tujuan kita untuk menaklukkan shadow di lantai dua ratus kan? Aku yakin, tekad mereka tidak akan berubah hanya karena kesalahan teleport seperti ini!

    Tidak ada jawaban dari Juni.

    Percaya pada kami,” sambungku lagi yang sebenarnya juga tidak terlalu yakin. “Aku akan mentraktir kalian semua besok. Lengkap tanpa kurang siapapun!

    Kembali hening untuk beberapa saat, hingga suara kecil Juni terdengar. “Aku... mengerti.

    Meski begitu aku tahu jelas, gadis bertubuh kecil itu tengah mengumpulkan semua keberaniannya. Aku pun bersumpah pada diriku sendiri, aku tidak akan mengcewakannya. Aku akan menepati janjiku!

    Cring... Cring... Cring...

    Tapi tiba-tiba saja terdengar sura gemerincing logam yang diseret, juga suara langkah-langkah kaki keras yang membuat lantai berketuk. Samar-samar muncul sesosok makhluk putih raksasa dari ujung lorong. Berbulu putih dan tanduk emas melengkung, dengan keempat kaki yang terikat rantai. Lalu sosok itu menatapku melalui kedua bola matanya yang merah menyala.

    Guilty Goat.

    Juni, kita sudahi dulu,” kataku sambil terus mengawasi shadow berwujud kambing itu. “Ada yang harus kuhadapi.

    Baiklah,” jawab Juni singkat. “Ber... Berjuanglah!

    Oh... Kalau ingatanku tidak salah... Ini pertama kalinya gadis kecil itu memberikan kata-kata penyemangat sebelum aku bertempur. Hahaha, ternyata ia manis juga.

    Hubungan komukasi kami pun diputuskan, dan Guilty Goat mulai berjalan kencang ke arahku. Suara gemerincing rantainya makin keras, membuat permukaan lantai seperti bergetar tiap kali ia melangkah. Shadow itu pun mulai mengembik dan menunjukkan gigi-gigi besarnya yang seperti palu.

    “Aku pasti akan mati kalau sampai tergigit,” Aku bicara pada diriku sendiri. “Tapi tidak hari ini...”

    Segera kuraih sebuah pistol berornamen yang kuselipkan pada ikat pinggang celana. Namanya Evoker, suatu alat yang berfungsi untuk memberikan tekanan emosi untuk memanggil Persona secara instan. Cara pakainya, dengan mengarahkan larasnya di kepala, lalu tekan pelatuknya.

    “CHRONOS!!!”

    Tiba-tiba jantungku terasa seperti berhenti berdetak. Pandanganku bergetar, dan untuk sesaat telingaku menjadi tuli. Tapi kemudian gejolak emosi dan perasaanku mulai meluap-luap. Energi dahsyat terus mengalir keluar tanpa henti.

    Detik berikutnya, sesosok pria bertelanjang dada dengan jenggot yang sangat panjang sudah melayang tepat di hadapanku. Sebuah sabit raksasa tergenggam di tangan kanannya, dan ia mulai memainkan sabit itu seperti menggerakkan tangannya sendiri.

    “Chronos... Habisi shadow itu!”

    ***

    Ternyata mengalahkan beberapa Guilty Goat seorag diri tidak terlalu sulit. Mungkin karena aku yang sekarang sudah jauh lebih kuat daripada beberapa minggu yang lalu.

    Dan tanpa terasa aku juga sudah mencapai tangga besar menuju ke lantai atas. Langsung saja aku menitinya, selangkah demi selangkah hingga memasuki suatu rangkaian lorong-lorong hitam pekat dan cahaya kekuningan yang berasal dari lampu di langit-langit.

    Bagus, aku sudah memasuki lantai seratus sembilan puluh enam. Rupanya aku tidak terteleport terlalu jauh. Tiba-tiba aku mendapatkan firasat baik. Jika aku yakin, sepertinya hal baik lainnya akan terjadi.

    Aku pun segera berlari menyusuri lorong. Tidak ada satu shadow pun yang berpapasan denganku. Untunglah. Jika begini terus, aku bisa segera naik ke lantai berikutnya.

    Hingga sampailah aku pada tikungan terakhir – jika tidak salah ingat. Dan memang, hal baik berikutnya terjadi. Tampak seorang pemuda bertubuh besar di depan sana, dekat tangga menuju lantai berikutnya.

    “Dorius!” panggilku dari jauh.

    Dorius menoleh dan ia tampak terkejut melihatku. Sementara aku semakin mempercepat langkah. Senang, lega, bersemangat, perasaan-perasaan itu menjadi satu dan membuatku ingin segera membicarakan semua keanehan yang terjadi pada Dorius.

    Tapi... tunggu dulu.

    Mengapa Dorius mengeluarkan Evokernya?

    Lantas aku melihat ke sekeliling, tapi tidak ada satu shadow pun di sekitar.

    Jadi, kenapa Dorius menembak kepalanya sendiri dengan Evoker?

    “Hades!!!”

    Api hitam segera membakar tubuh Dorius. Kemudian api itu berputar-putar dan membentuk sesosok transparan yang membara. Lalu dengan revolver raksasa di kedua tangannya... Hades... Ia menembakku...

    02:06:55

    Sakit... Sakit sekali... Cairan hangat terasa terus mengalir keluar dari tubuhku. Apa itu darah? Apa aku akan mati kehabisan darah?

    Tidak...

    Mengapa... Mengapa... Mengapa Dorius... menyerangku...

    Masif... Di mana Masif... Aku membutuhkan pengobatan...

    Ah... Sial, mengapa semua jadi seperti ini...

    Mengapa... Mengapa... Padahal... Padahal harusnya semua akan selesai malam ini...

    Mengapa... aku harus mati...

    Di tangan... Dorius...

    Diriku, kau belum ingin mati?

    Siapa yang bicara? Chronos?

    Diriku, kau belum ingin mati?

    Tentu... Tentu saja. Aku belum... Aku tidak mau mati! Aku tidak mau mati di tempat ini... Aku tidak mau menghilang dalam Tartarus untuk selamanya.

    Tapi itu tidak gratis.

    Ambillah. Ambillah apapun yang kau mau. Lagipula, kau adalah aku. Apapun yang kau ambil dariku akan tetap menjadi milikku.

    Baiklah kalau begitu. Perjanjian telah dibuat. Terimalah takdir yang telah kau pilih dengan kesadaranmu sendiri...

    02:02:31

    Sial, apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa Dorius menyerangku? Apa ia berada di bawah pengaruh shadow? Tapi kurasa itu tidak mungkin. Sebelum ini tidak pernah kami temukan shadow dengan kemampuan seperti itu.

    Atau jangan-jangan –

    Tiba-tiba hatiku bergetar tak tentu arah. Ketika pikiran itu berkelebat dalam benakku, semua menjadi kacau. Sama sekali tak pernah terbayang olehku jika Dorius...

    Tunggu, ada seseorang di depan sana! Terkapar tanpa daya, tak bergerak sedikit pun. Perasaanku menjadi makin tidak enak.

    Semakin dekat, semakin jelas siapa sosok yang sudah terbujur kaku dengan bersimbah darah itu. Jambulnya... Ia adalah... Masif.

    “TIDAAAAAKKK!!!”

    Kulihat dua buah luka menganga di perut dan dadanya. Tipe serangan yang menyisakan aura hitam, yang tidak lain merupakan bekas tembakan Hades.

    Langsung saja tubuhku terasa lemas. Aku pun jatuh berlutut di samping tubuh Masif. Matanya masih terbelalak, seakan ia baru saja melihat hantu sesaat sebelum ajal menjemputnya.

    Ini tak bisa dipercaya. Ini tak mungkin benar. Apa yang harus... Apa yang harus kulakukan? Aku...

    Bunuh Dorius...

    Apa?

    Balaskan dendamnya...

    Tapi, Dorius adalah...

    Iblis.

    Tiba-tiba seluruh tubuhku terasa panas. Suatu beban besar seperti bersarang di dadaku. Ingin aku berteriak, ingin aku berlari. Ingin aku mencabik-cabik Dorius dengan sabit raksasa Chronos.

    “Masif, maafkan aku!” seruku pada jasad yang sudah tak mungkin bisa mendengarku. “Akan kubalaskan dendammu!”

    Aku segera berlari secepat mungkin, seperti tiupan angin. Beberapa kali muncul shadow yang menghalangi jalanku, tapi mereka bukan masalah. Mereka tidak lebih dari lalat di depan kemarahanku.

    Tanpa terasa aku sudah mencapai lantai seratus sembilan puluh delapan.

    Lalu seratus sembilan puluh sembilan.

    Tapi, sekali lagi langkahku terhenti. Berserakan di hadapanku potongan-potongan daging yang hancur berantakan di atas genangan darah. Aku tidak akan tahu sisa tubuh siapa ini jika bukan karena kulihat selapis kulit yang ditumbuhi helaian rambut panjang berwarna coklat.

    Angel...

    Kurang ajar.

    Gigiku mulai bergemeletuk. Tanganku terkepal dengan gemetar kuat.

    Dorius... Dorius...

    “AAAAAHHH!!!”

    Seperti kerasukan, aku kembali berlari menyusuri lorong. Cepat, cepat sekali. Hingga waktu terasa berhenti di sekitarku. Kini aku tidak perlu berhenti untuk mengalahkan shadow yang menghalangi, karena mereka bahkan tidak sempat untuk menyentuhku.

    Seakan, hanya waktuku yang bergerak.

    Tangga. Akhirnya aku menemukan tangga menuju lantai teratas, lantai dua ratus. Aura kuat memancar dari sana, tapi aku bukannya merasakan aura shadow penghuni lantai itu. Aura yang kurasakan, tidak lain adalah... Aura Dorius.

    “El!”

    Tapi tiba-tiba saja ada sesuatu yang mencengkram pergelangan kakiku. Dalam kecepatan ini, sedikit gangguan akan membuatku goyah. Aku pun hilang keseimbangan dan hanya bisa pasrah, membiarkan tubuhku terjungkal ke depan.

    “Akh!” seruku saat tubuhku jatuh menghantam permukaan lantai yang dingin. Lalu buru-buru aku bangkit sambil menyiapkan Evoker, bersiap untuk menghancurkan apapun yang menghalangi. Namun kemudian aku segera mengurungkan niat itu saat melihat sosok di hadapanku. “Tony?”

    Ia, tergeletak dengan dua luka menganga seperti Masif. Hanya saja Tony lebih beruntung. Ia masih bernapas, dan bahkan masih bisa meraih untuk menghentikanku.

    “Tony, apa kau baik-baik saja?!” Aku langsung menyerbu ke arahnya. Kulihat darah segar sudah membasahi mulutnya. Wajahnya nyaris pucat seperti mayat. Tatapannya hampir kosong. Dan saat itulah aku tahu. Ia... Sahabat terbaikku... Akan menemui ajalnya...

    “El...” Tony berusaha mengangkat tangannya untuk menggapaiku, tapi ia sudah terlalu lemah. Buru-buru kutangkap telapak tangannya. Terus kutatapi ia penuh arti, menanti apa yang ingin ia katakan. “Dorius... bukan... Dorius...”

    Ya, ia adalah iblis... Tapi aku tak bisa mengatakan itu di depan Tony, aku tak –

    “Jangan... gegabah...” usai mengucapkan itu, tiba-tiba genggaman tangannya di telapak tanganku seakan menghilang. Seluruh tenaganya menguap, dan genggaman itu jatuh tanpa daya.

    Tony telah pergi menyusul Masif dan Angel. Ketiga orang itu... Ketiga orang itu... Tiga dari sedikit sekali orang yang kuanggap sebagai teman...

    DUAKKK

    Aku tak kuasa untuk menahan amarah ini. Kuhantam permukaan lantai keras-keras hingga tinjuku terasa sangat nyeri. Ingin sekali kusarangkan tinju ini di wajah Dorius. Apalagi, ketika kulihat keadaan Tony yang seperti ini.

    Rasanya... Rasanya...

    Aku tidak boleh gegabah!

    Tiba-tiba saja pikiran itu terlintas dalam benakku, persis seperti kata-kata terakhir Tony. Tapi mengapa aku tidak boleh gegabah? Semua fakta yang ada ini telah... Tapi, mengapa Dorius melakukannya sekarang? Dorius yang kami kenal sebagai pemimpin yang bijaksana, tidak mungkin melakukan hal ini.

    Ya, itu benar. Pasti ada penjelasan di balik semua ini.

    Tony, Angel, Masif, aku... Aku akan menemukan penjelasan itu.

    Sadar telah banyak waktu yang berlalu, aku pun bangkit. Kutatap jasad Tony untuk terakhir kalinya, dan aku menundukkan kepala sebagai penghormatan terakhir. Lalu aku berbalik, mulai meniti anak tangga demi anak tangga. Dengan dada berdebar-debar, aku maju tanpa menoleh lagi ke belakang.

    Menuju lantai terakhir, di mana semua ini harusnya akan berakhir.

    01:20:44

    “Tak kusangka kau masih hidup,” ujar orang itu menyambut kedatanganku melalui punggungnya, karena tampak tengah fokus memandangi sebuah gerbang emas raksasa di hadapannya. Pintu gerbang menuju shadow terakhir penguasa Tartarus.

    “Dorius...” panggilku setengah berbisik. Aku tak tahu lagi bagaimana harus berbicara dengannya. “Dorius, kenapa... Aku... Oh, pasti... shadow itu telah menguasai pikiranmu... Dorius, sadarlah...”

    Dorius terdiam. Tapi kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala sambil memutar-mutar Evoker di tangannya. Baru setelahnya ia berbalik untuk menatapku.

    Wajah Dorius, yang sama seperti biasa. Ia tidak tampak tertekan atau gila. Sama sekali tidak tampak berada di bawah pengaruh shadow. Wajah Dorius yang... biasa saja.

    “Shadow tidak pernah menguasai pikiranku,” ujar Dorius sambil menempelkan mulut Invoker di keningnya. “Aku adalah aku...”

    “Lalu, lalu kenapa...” tanpa sadar aku juga ikut menempelkan mulut Evoker di kepalaku. Tampaknya pertarungan tak terhindarkan. “Mengapa kau membunuh semuanya?! Di saat sedikit lagi semua ini akan berakhir!”

    “Huh... Karena semua ini akan berakhirlah... Kulakukan itu.”

    Hawa dingin segera menyerang bulu kudukku. Apa maksudnya itu? Mengapa Dorius melakukannya karena semua ini akan berakhir? Bukankah itu berarti semua perjuangan kami selama ini menjadi sia-sia?

    Tanpa memberi penjelasan apapun lagi, Dorius menarik pelatuk Evokernya. Terdengar suara nyaring yang memekakkan telinga, dan sesaat kemudian sang Persona yang berselimut api hitam sudah berdiri di hadapannya.

    “HADES!!!”

    Aku tak bisa tinggal diam. Kutarik pelatuk Evokerku, dan untuk kesekian kalinya kupanggil Persona dengan sabit raksasa itu.

    “CHRONOS!!!”

    Seakan pikiran Persona dan pemiliknya terhubung, kedua makhluk itu segera mengambil langkah pertama tanpa perlu kami perintah. Hades segera mengarahkan kedua revolver raksasanya, sementara Chronos maju dengan sabitnya. Dua letusan tembakan terdengar, tapi berikutnya terdengar suara dentingan peluru yang menghantam logam. Chronos berhasil menepis peluru neraka itu dengan sabit bulannya semudah menepis lalat.

    “Chronos, maju terus!!” akhirnya aku tak tahan untuk tidak berseru.

    Chronos pun maju sambil terus menepis semua peluru yang ditembakkan Hades. Sekilas kulihat Dorius agak panik, tapi ia segera menguasai keadaan.

    “Agidyne!” teriak Dorius sambil mengibaskan tangan kanannya.

    Hades pun meraung nyaring, sebelum mengeluarkan jurus andalannya.

    Celaka.

    Tiba-tiba sebuah pilar api hitam raksasa jatuh menghujam Chronos. Terjadi ledakan besar yang membahana tepat di hadapan kami. Serangan dahsyat itu, setahuku tidak ada satu shadow pun yang masih mampu berdiri tegak setelah menerimanya. Karena itulah, sebisa mungkin aku mencoba membuat Chronos menghindarinya.

    “Timeless Clock...”

    Sejatinya Chronos adalah sang Titan penguasa waktu. Ketika waktu berlaku sama pada semua makhluk yang ada di semesta ini, hanya Chronos yang dapat memperlakukan waktu sesuka hatinya. Bagi Chronos, mengembalikan waktu bukanlah hal sukar.

    Dapat kulihat betapa terkejutnya Dorius menyaksikan Chronos yang masih berada di belakang, tepat di belakang hantaman pilar api hitam Agidyne.

    Tanpa membuang waktu, Chronos pun kembali maju dengan sabit raksasanya. Sementara Hades, tapi bisa langsung menggunakan jurus dahsyat berikutnya setelah yang pertama. Ia butuh waktu untuk mengisi ulang energi.

    Maka tak terelakkan, tubuhnya akan menjadi santapan empuk Chronos.

    Terus menembak dan meraung-raung, tapi itu percuma. Chronos terus menangkis tiap peluru yang datang sambil mendekat, sampai akhirnya cukup dekat untuk memenggal kepala Hades dari tubuhnya.

    “UAAAAAGH!!!” Dorius menjerit kesakitan tepat bersamaan ketika Chronos memenggal Hades. Memegangi lehernya sendiri, ia jatuh dan berguling-guling kesakitan di atas permukaan lantai.

    Tapi itu wajar. Karena Persona adalah belahan jiwa pemiliknya, maka ketika Persona itu mati, sebagian dari jiwa pemiliknya pun akan ikut mati bersamanya.

    Pelan-pelan aku melangkah mendekati Dorius. Setelah meyakini semuanya, aku tidak bisa lagi merasa ragu atau kasihan. Orang di hadapanku ini... memang iblis... Aku harus membunuhnya... Sama seperti aku membunuh para shadow.

    “El...” Aku mendengar suara Dorius memanggilku. Seperti geraman binatang buas. “Tidak... Jangan... Semua... bisa diperbaiki...”

    Meski masih menahan sakit, Dorius memaksa untuk berbicara padaku. Sambil meringkuk seperti anjing, memegangi lehernya, ia menatapku dengan bola mata yang nyaris keluar.

    “Semua sudah tak bisa diperbaiki,” balasku geram. “Kau sudah membunuh semuanya!”

    “El...” ujar Dorius lagi dengan geraman yang semakin serak. “Harusnya, kau yang paling mengerti... Saat ini semua berakhir... Kau pikir... Akan jadi apa dirimu...”

    Aku tersentak. Saat semua ini berakhir, akan jadi apa diriku?

    “Sama sepertiku, kau bukan siapa-siapa... Kau berbeda dengan mereka... Kau bukan bintang sekolah... Kau bukan atlet... Ketika semua ini berakhir... Kau hanya akan menjadi butiran debu...”

    “Jangan bicara yang tidak-tidak! Aku... Aku melakukan ini untuk melindungi – “

    “Omong kosong,” Dorius memotong kata-kataku dengan nada merendahkan. “Kau menyukai ini... Karena di sini kau bisa menjadi pahlawan... Hanya di sini kau lebih unggul dari mereka... Dan... kau merasa nyaman... ketika berpikir bahwa... kau adalah... pahlawan...”

    “Aku...”

    Aku terdiam. Aku terdiam memikirkan kata-katanya. Tapi, kenapa aku terdiam? Apakah itu berarti... kata-katanya... mengandung kebenaran?

    “El,” nampaknya rasa sakit pada leher Dorius mulai berkurang. Perlahan-lahan ia mencoba bangkit. “Kita ulangi ini dari awal... Kita cari siswa-siswa baru yang akan memuja kita. Kita mulai penaklukkan Tartarus dari lantai satu.”

    “Itu gila... Bagaimana jika tahun depan tidak ada yang – “

    “Pasti ada!” Sekali lagi Dorius memotong kata-kataku. “Sama seperti tahun ini. Kau pikir, ini pertama kalinya aku mencapai lantai dua ratus?”

    Kuperhatikan ia terus mendekatiku, dan aku bergerak mundur. Meski aku bisa menghabisinya kapan saja jika aku mau. Tatapannya yang seperti biasa terasa sangat mengintimidasi.

    “Tahun lalu... Tahun ini... Dan tahun depan... Lalu aku akan berhenti, tapi kau masih bisa pada tahun depannya lagi... Kau akan menjadi seorang pemimpin karismatik. Hebat bukan? Dipuja oleh para bintang di siang hari. Menjadi penguasa jam kegelapan. Kau, kau akan menjadi pahlawan!”

    “Tapi... Tidak... Kau... Kau pembunuh!”

    “Pembunuh? Kau juga pembunuh. Berapa shadow yang telah kau bunuh?”

    “Tapi mereka itu shadow...”

    “Dan mereka juga makhluk hidup!”

    Tubuhku terasa semakin bergetar. Keyakinanku pun semakin terkikis. Orang di hadapanku ini... Ia... Aku tak bisa...

    “El! Masih ada kesempatan!”

    Aku tak bisa...

    “El!”

    Aku...

    “EL!!!”

    “CHRONOS!!!”

    Sesuai perintahku, Chronos mengayunkan sabit untuk kedua kalinya. Untuk memenggal pemilik dari Persona yang telah ia penggal sebelumnya.

    Hades yang sebenarnya, sang iblis sejati.

    00:59:23

    Aku duduk termenung seorang diri memandangi gerbang emas berkilauan di hadapanku. Tidak mungkin aku bisa menaklukkan shadow di dalamnya seorang diri. Untuk saat ini, aku harus kembali dan mengatur semuanya dari awal.

    Tapi...

    “Juni!” Aku berseru bukan pada apapun yang ada di lantai ini. “Aku tahu kau bisa mendengarku! Aku tahu kau menyaksikan semua ini! Aku tahu kau yang membantu Dorius menyebabkan semua ini! Cepat, kembalikan aku!!!”

    Hanya keheningan yang menjawabku.

    “Juni, apa kau tidak dengar?!” teriakku lagi. “Atau aku akan ke bawah dengan kekuatanku sendiri, dan akan kupenggal lehermu!!!”

    Ia tak juga menjawab. Aku tahu, gadis pengecut itu pasti ketakutan, dan akan semakin takut jika kuancam seperti ini. Tapi aku tak peduli. Ia telah membantu Dorius melakukan hal yang sangat mengerikan.

    “Tenang saja!” aku berteriak semakin keras. “Aku tidak akan menyakitimu! Tapi jika kau tidak mengembalikanku, aku akan benar-benar turun! Dan mengejarmu! Sampai kapan pun!!!”

    Aku sengaja memberi beberapa penekanan pada kata-kata terakhirku. Semoga saja itu meluluhkan pendiriannya.

    Be... Benarkah..?

    Akhirnya Juni membuka jalur komunikasinya denganku.

    Kau pikir aku pembunuh macam apa... Jangan samakan aku dengan Dorius.

    Ba... baik,” jawab Juni akhirnya. Tampaknya aku telah berhasil membuatnya berpikir jika ia sudah tidak punya pilihan lain. Tapi yah, ia memang tidak punya pilihan lain.

    Cahaya hijau segera menyelimuti diriku. Aku pun memejamkan mata, untuk mencegah rasa mual yang berlebihan akibat teleportasi.

    00:54:57

    “El... El... Maaf... Aku... terpaksa...” gadis bertubuh kecil itu tampak merengut ketakutan di balik tubuh Eidothea.

    Gadis itu, Juni, yang karena begitu pengecutnya... termakan begitu saja oleh ucapan Dorius. Ia yang membantu Dorius merenggut segalanya dariku. Masif, Angel, Tony... Meski sebelumnya aku bilang tidak akan menyakitinya, tapi apa aku bisa menjamin ia tidak akan melakukan apa-apa di masa yang akan datang? Bagaimana jika suatu saat ia menikamku dari belakang?

    Dan yang lebih penting, aku... tidak bisa memaafkannya begitu saja.

    “El... El... Apa yang... Apa yang kau lakukan?”

    “Maaf, tapi aku tak bisa memaafkanmu,” pelan-pelan kuangkat Evoker dan kuacungkan ke kepalaku. Pada saat kutarik pelatuknya, itulah saat-saat terakhir di mana kepala Juni masih menempel di tubuhnya.

    00:52:41

    Aku sungguh tak mengira. Berangkat menuju Tartarus seorang diri, dan kini pulang seorang diri. Dark Hour masih berlangsung, dan aku benar-benar berjalan sendirian.

    Hingga beberapa saat yang lalu aku masih bersama mereka. Tapi besok, keberadaan mereka akan menghilang dari muka bumi ini. Tidak ada lagi yang akan kutraktir karena keterlambatanku. Mati di dalam Tartarus, itu berarti bahkan orang tua mereka tak akan bisa menguburkan tubuh mereka.

    Ini semua, karena pengkhianatan Dorius! Aku tak percaya... Bagaimana bisa, selama ini ia telah menipu kami. Selama ini, semuanya hanya sandiwara. Sejak awal, ia tidak pernah berniat untuk menghancurkan Tartarus.

    “SIAL!!!”

    Ketika tersadar, tinjuku sudah menghantam sebuah tiang listrik hingga menghasilkan suara dentingan yang menggema.

    Brengsek. Dorius brengsek.

    Aku tidak mungkin bisa mengalahkan shadow terakhir Tartarus seorang diri. Aku perlu seseorang untuk membantuku. Juga orang yang memiliki kemampuan seperti Juni, sebagai pusat komunikasi dan teleportasi.

    Tapi kurasa tidak ada lagi siswa di sekolah yang memiliki kesadaran akan Dark Hour. Mungkin, aku harus menunggu hingga penerimaan siswa baru. Kemudian aku harus mengulang semuanya dari awal, membimbing mereka, sampai akhirnya mereka cukup tangguh untuk menaklukkan shadow di lantai dua ratus.

    .

    .

    .

    Eh?

    Perasaan apa ini... Memikirkan itu semua... Kenapa sedikit ada rasa senang dalam hatiku?

    Ah, sudahlah.

    Yang terpenting sekarang adalah pulang. Aku perlu menenangkan diri.

    Tartarus, bisa menunggu...

    00:00:00
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    hooo persona dark hour :top:

    cerita dan plotnya membuat penasaran sampe akhir :top:

    endingnya .... :top: new dorius eh :tampan:

    hanya pacenya aja fast foward banget :oghoho: battle yang singkat dan to the point :oghoho:

    dan gw masih ga tau apa yang dibayar el untuk odup kembali :tampan:
     
  4. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    berhubung ane belum pernah maen persona, ane nangkep chapter awal tu malah lebih kek silent hill :hmm:

    bahasanya menarik, meski bukan ane banget karena ane kadang rada pusing baca kalimat panjang2, tapi ceritanya itu lo gan, bikin penasaran :sebel:

    nice :top:
     
  5. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    makasih dah mampir :hahai:

    hihihi saya males sih bikin berlama-lama, takut juga jadi kelamaan malah ngebosenin :hahai:

    yang dibayar El itu gak penting sih, cuma untuk keren-kerenan ajah :hahai:

    makasih dah mampir :hahai:

    yihaa...

    tahu nih saya kebiasaan bikin kalimat panjang-panjang, pake penjelas di sana-sini...
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.