1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen My Diary entry for : Secrets of the Missings :: [FdC-JU]

Discussion in 'Fiction' started by ayanokouji, Feb 18, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. ayanokouji M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Sep 17, 2009
    Messages:
    239
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +51 / -0
    Cerpen ini dibuat untuk ikut kontes Fanfic Jakarta Underground dari thread berikut

    Fiction de Contest : Jakarta Undercover

    Langsung aja deh ya

    # JURNAL ENTRY PERTAMA
    KEDATANGAN SANG PEMBURU
    (Dan awal nasib sialku)

    Namaku, hmm, panggil saja aku Gun, aku adalah seorang detektif swasta dari sebuah perusahaan swasta di Jakarta yang bergerak di bagian penyelidikan dan keamanan, aku mulai bekerja disini setelah berhenti dari profesi polisi.

    Yah, bukan sebuah profesi yang seperti biasa di ceritakan di novel-novel atau di komik-komik, dimana seorang detektif digambarkan selalu melalui petualangan-petualangan seru dan menegangkan.

    Sayang sekali, bukan begitu kejadiannya, kerjaan sebagai seorang detektif swasta sepertiku, kebanyakan hanyalah duduk bosan di kantor, merokok, minum kopi, makan siang, dan kemudian pulang. Betul-betul bagaikan pencuri gaji saja. Pokoknya, betul-betul pekerjaan yang sangat damai dan membosankan.
    Tapi, hal itu hanya sampai ketika aku bertemu dengan dua orang itu, yang benar-benar mengubah pandanganku terhadap profesiku ini.

    Bahkan aku masih gemetar mengingat peristiwa itu…

    Aku masih mengingat dengan jelas hari itu, seperti biasa, aku sedang duduk terkantuk-kantuk di depan mejaku yang berantakan, ditemani dengan secangkir kopi Americano hangat.

    Yang tidak biasa, adalah ketika atasanku, atau bisa disebut sebagai boss-ku memanggilku ke ruangannya. Tidak, bukan masalah panggilannya yang tidak biasa, boss biasa memanggil untuk sekadar mengobrol, atau, sangat jarang sekali, memberiku pekerjaan-pekerjaan sepele, seperti menyelidiki perselingkuhan, menyelidiki apakah anak seorang kaya terlibat narkoba atau tidak, dan sebagainya.

    “Boss memanggil saya?” tanyaku kepada orang yang bertubuh gempal dihadapanku.

    “Oh, Gun, kemarilah” jawabnya.

    Setelah aku mendekat, dia menyodorkan dua foto kepadaku, foto seorang bule berumur sekitar empat puluh-lima puluh tahun yang rambut mulai menjadi kelabu, dengan seorang gadis berumur sekitar empat belas sampai tujuh belas tahun, cantik, dan berambut blonde.

    “Apakah ini seperti biasa?” tanyaku “Kasus selingkuh lagi? Namun kali ini korban untuk ditelanjangi adalah pria bule ini?”

    “Tidak, bukan begitu Gun” jawab boss Benny, yang anehnya, dikatakannya dengan serius, tidak dengan malas-malasan seperti biasa dia berbicara denganku.

    “Kamu harus ke bandara sekarang, dan menjemput mereka, tuan Nikolai Green dan putrinya Vanessa Green”

    “Maksudnya? Apa sekarang aku menjadi supir untuk tamu mancanegara Boss?” tanyaku heran.

    “Tidak.. tidak, bukan begitu Gun, aku ingin kau membantu mereka, ayah-beranak Green ini, dalam penyelidikan mereka” jawabnya lagi “Dan tenang saja, mereka berjanji menanggung semua biaya dan asal kau tahu saja, apabila kasus ini sukses kau tangani, kau dan aku, kita berdua bisa memperbesar kantor ini” tambahnya lagi.

    “Kasus? Penyelidikan? Dan bagaimana mungkin satu kasus bisa dibayar sebegitu besar? Apakah ini berhubungan dengan Narkotik? Atau, jangan-jangan, Teroris?” tanyaku, tiba-tiba aku merasa kalau kasus ini adalah ide buruk, instingku mengatakan seperti itu “Nah boss, aku tidak mau terlibat dengan hal-hal semacam itu, aku masih sayang pada nyawaku”

    “Tidak-tidak, tenang saja, aku rasa, ini hanya kasus konyol saja, aku jamin tidak berbahaya, ini hanya, hmm… seperti kasus iseng-iseng seperti keinginan orang kaya saja” ujar boss Benny, dan aku tidak terlalu yakin soal itu, tapi, yah aku tidak bisa berbuat apa-apa soal itu bukan?

    “Baiklah, tapi aku akan langsung mundur ketika kasus ini berhubungan dengan Narkotik atau Teroris” jawabku setelah mengingat kalau sekitar dua minggu lagi sewa kost ku sudah harus dibayar.

    “Bagus!” jawab boss Benny sambil tersenyum lebar.

    Kemudian dia memberikan kartu kredit khusus penyelidikan dan data-data yang diperlukan kepadaku dan memerintahkan agar aku cepat-cepat pergi, tidak ingin sampai terlambat menjemput tamu-tamu bule itu.

    Dan akupun berangkat, tanpa menduga kalau itu adalah awal petualangan besarku, atau mungkin awal kesialan terbesarku.

    # JURNAL ENTRY KEDUA
    BERTEMU DENGAN PARA PEMBURU
    (Senang bertemu dengan anda! Dan saya harap kita tidak pernah bertemu)

    Aku bahkan tidak sempat bersantai dulu sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta. Aku melihat data yang diberikan dan menyadari kalau pesawat yang ditumpangi oleh orang-orang yang harus kujemput, sudah mendarat sekitar dua puluh menitan yang lalu.

    Akupun tergopoh-gopoh lari menuju bandara setelah memarkir mobilku dengan terburu-buru di tempat yang seharusnya hanya diperbolehkan untuk taksi, dan tentu saja, aku dihadiahi oleh makian dari supir-supir taksi bandara yang baik hati.

    Aku meraih ponselku dan mulai menekan nomor telepon Mr. Nikolai Green yang sudah tertulis di data-data milik beliau, yang termasuk data-data lain yang ada ditanganku saat ini, data yang dinilai perlu untuk kuketahui demi penyelidikan, termasuk hobby dari Vanessa, anak dari Mr. Green juga disebutkan disini.

    Sayang mereka tidak memberitahu tiga ukuran dari Ms. Green.

    Mr. Green mengangkat telepon dariku, dan menjawab dengan bahasa Indonesia dengan logat khas yang entah kenapa dimiliki oleh semua orang bule.

    Sepertinya Boss Benny sudah menghubungi Mr. Green sebelumnya dan sudah mengabarkan tentangku dan memberikan nomor ponselku kepadanya, bahkan memberitahu keterlambatanku padanya.

    Aku segera menghampiri Mr. Green yang sedang makan siang dengan putrinya di salah satu kedai kopi di bandara.

    “Maaf, saya terlambat!” ujarku sambil terengah-engah.

    “Tidak apa-apa, Tidak apa-apa..” ujar Mr. Green dengan senyuman ramah, dia memiliki rambut kelabu perak yang tebal dan kumis yang hampir sama tebalnya, menggunakan kacamata Rayban, dan berpenampilan mirip seorang koboi.

    “Kemarilah, Mr. Gun, duduk disini dan bersantailah dulu, anda tampak sedikit… kepayahan” ujar gadis yang duduk disebelah Mr. Green, dia menyebut namaku dengan cara baca bahasa Inggris untuk pistol, Gun, namun aku terlalu terpukau dengan kecantikannya, sehingga aku membiarkan hal itu, namun, diluar itu, dia berbicara dengan bahasa Indonesia yang lebih baik dari ayahnya.

    Aku menarik bangku dan duduk berhadapan dengan kedua orang itu.

    Cuaca sangat itu sangat panas, sehingga kedai kopi yang sejuk itu betul-betul bagaikan anugrah bagiku.

    “Nah Mr. Gun, adakah sesuatu yang ingin anda makan dulu?” tanya Mr. Green

    “Oh, tidak, saya akan baik-baik saja, Sir” jawabku.

    “Kau yakin?” tanya Vanessa, wajahnya nampak sedikit khawatir.

    “Ya, saya yakin nona, tenang saja” jawabku menenangkannya.

    “Kau… bukan tidak makan karena takut, atau semacamnya kan?” tanya Vanessa lagi, terdengar masih ragu pada jawabanku.

    “Takut?”

    Vanessa menjawab pertanyaanku dengan anggukan kecil disertai dengan pandangan skeptisnya.

    “Mengapa saya harus takut?” tanyaku, yang entah mengapa aku merasakan kegelisahan mulai naik ke leher atasku.

    Mr. Green dan putrinya saling berpandangan bingung.

    “Mr. Gun” ujar Mr. Green tak lama kemudian.

    “Ya, Sir?”

    “Aku hanya ingin tahu… yah, apakah Mr. Benny sudah memberitahumu apa sebenarnya tugasmu?”

    Aku menggeleng.

    Mereka kembali saling menatap, kemudian saling berbisik sambil sesekali melirik kearahku, dan jujur saja, aku benci saat mereka melakukannya.

    Selang beberapa saat kemudian, Mr. Green, mewakili keduanya.. atau mungkin ketiganya apabila ditambah dengan boss Benny, untuk berbicara padaku.

    “Mr. Gun” katanya, kentara sekali nada ragu dalam caranya berbicara padaku “Apa.. kau percaya pada hantu atau sejenisnya?”

    “Hantu?”

    “Ya.. atau semacam fenomena-fenomena supranatural lainnya”

    Aku menggeleng.

    “Dan kau tidak ada masalah dengan hal-hal semacam itu..”

    Kali ini aku mengerutkan keningku, perlahan-lahan, sepertinya sebuah jawaban mulai terbentuk perlahan-lahan di benakku.

    “Tunggu dulu… maksud kalian…” Mr. Green dan putrinya menatapku dengan tajam, sekaligus cemas ketika aku mulai mengatakan empat kata itu.

    Yah, sayangnya, aku tetap harus mengatakannya, bukan? Lagipula, aku ‘kan harus tahu, hal apa yang sebenarnya sedang aku lakukan, “Kalian… bukan semacam pemburu Alien, kan?” tanyaku

    “Tidak, kami tidak berburu mahkluk yang disebut dengan Alien itu” jawab Vanessa tegas.

    “Jadi, setan?” tanyaku kemudian.

    “Bukan juga” jawab Mr. Green

    “Hmm? Bukan Setan juga? Lalu apa?”

    “Hantu” jawab keduanya bersamaan.

    “Hantu?” tanyaku, dan dijawab keduanya dengan anggukan ragu “Tapi, tadi kalian menjawab tidak berburu Setan..”

    Vanessa menatapku heran “Setan kan berbeda dengan hantu..” jawabnya

    “Beda?”

    “Beda”

    “Baiklah kalau begitu” jawabku pada akhirnya. Namun, sepertinya wajahku betul-betul tidak dapat menyembunyikan perasaanku saat ini, kebingunganku pasti sangat kentara, sehingga Vanessa merasa perlu untuk menjelaskan lebih lanjut soal itu “Setan itu, hmm.. apa istilahnya dalam bahasa Indonesia? Jejadian? Sedangkan Hantu lebih seperti roh atau lebih tepatnya disebut spirit, dalam bahasa Inggris”

    “Oh begitu, selama ini aku kira sama saja antara keduanya”

    “Untuk lebih jelasnya…” Mr. Green beranjak dari bangkunya “Kau bisa lihat langsung saja..”

    Vanessa mengikuti ayahnya dan beranjak dari tempat duduknya, kemudian dia meraih tanganku dan menarikku untuk ikut bangun juga.

    “Siap untuk ketakutan?” godanya, senyum jail mengembang di bibirnya.

    Perasaanku saat itu? Entahlah…

    Pekerjaan yang berhubungan dengan Teroris atau Narkoba? Tidak, aku masih sayang nyawaku, terimakasih.

    Pekerjaan yang berhubungan dengan penyelidikan penyuapan dan perselingkuhan? Tidak, aku sudah cukup bosan dengan semua itu.

    Pekerjaan sebagai pemburu hantu? Yah, aku tidak pernah berpikir sampai sana, jadi jawabannya : aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini.

    # JURNAL ENTRY KETIGA
    PERBURUAN DIMULAI
    (Dan aku baru saja sadar kalau aku alergi hal-hal aneh..)

    “Oh ya!?” ujarku.

    Mr. Green dan Vanessa memintaku untuk mengantarkan mereka ke suatu tempat, maaf aku tidak bisa mengatakan dimana tempat itu di Jurnal milikku ini, karena hal ini benar-benar sangat kontroversial sekali apabila sampai diketahui umum.

    Sekadar petunjuk saja, tempat itu adalah perumahan yang sangat sering di dengar, dan tidak, bukan perumahan yang terkenal oleh keangkeran atau semacamnya, hanya perumahan besar yang cukup terkemuka di Jakarta.

    Menurut Mr. Green, maksudku Mr. Nikolai (beliau bersikeras membuatku memanggilnya dengan Nama depan saja, demi keakraban sebagai partner kerja, katanya), dia mendapatkan berita tentang tempat ini, rumah yang akan kami datangi ini, dari kelompoknya yang mempunyai cabang di Indonesia, di Jakarta untuk lebih tepatnya.

    Oh, yang kumaksud dengan kelompok, adalah semacam tim pemburu hantu professional yang berpusat di Rumania, dan yang tidak kupercaya (Sekarang sih percaya, karena aku sudah melihat sendiri), mereka mempunyai jaringan yang sangat besar, dan banyak perusahaan-perusahaan ataupun beberapa tempat terkenal di Jakarta, seperti hotel dan beberapa gedung terkenal merupakan basis kelompok mereka.

    Nah, kembali di masalah perumahan tadi, menurut sumber Mr. Nikolai, rumah yang menjadi masalah ini, merupakan rumah dimana pembantaian besar-besaran yang tidak pernah diketahui oleh dunia terjadi.

    Cenayang dari kelompok pemburu hantu ini (Ya, anda tidak salah baca, betul, aku mengatakan Cenayang) sudah lama mendapatkan penglihatan mengenai rumah ini, dan akhirnya, setelah kira-kira enam belas tahun (sang Cenayang mendapat penglihatan pada tahun 1997), akhirnya kelompok ini mengetahui keberadaan rumah ini. Dan ini bukan satu-satunya, masih banyak rumah lain yang sejenis dengan rumah ini, masih tersembunyi di suatu tempat di Jakarta, sama sekali tidak dicurigai oleh dunia mengenai kebrutalan dan kesadisan yang pernah terjadi di dalamnya (Uhh, bulu kudukku tidak bisa lebih berdiri lagi dari sekarang ini), dan maksud dari Mr. Nikolai dan putrinya diutus kemari, selain untuk membereskan masalah Hantu-hantu yang mungkin ada disitu, juga untuk mencari petunjuk mengenai rumah-rumah pembantaian lainnya di Jakarta ini.

    ---

    Memerlukan kurang lebih tiga setengah jam untuk mencapai tempat itu, dikarenakan oleh kemacetan dan keruwetan Jakarta, ditambah lagi dengan kegiatan mencari-cari alamat. Sehingga kami baru sampai di rumah itu saat senja menjelang malam.

    Ketika akhirnya kami sampai di rumah yang menjadi masalah itu, kesan pertama yang kudapat adalah bahwa rumah itu sama sekali tidak menunjukkan keangkeran apapun, bahkan bisa dikatakan cukup mewah untuk ukuran rumah yang sudah cukup lama tidak terawat.

    Namun cat-catnya yang cerah dan terkesan ceria, bahkan tamannya, yang walaupun kelihatan sangat tidak terawat, menunjukkan keanggunan yang masih terasa, dengan air mancur, yang walaupun tidak aktif lagi, yang dipenuhi dengan ukiran menawan berada tepat di tengah-tengah taman itu.

    “Wow” ujarku kagum.

    “Yeah, wow” sambung Vanessa.

    “Kalian yakin di sini tempatnya?” tanyaku sambil mengedarkan pandanganku ke sekeliling, melihat keindahan yang masih tersisa dari rumah itu “disini tidak tampak angker sama sekali”

    Mr. Nikolai mengeluarkan sesuatu, sebuah kompas kurasa, melihatnya sejenak, dan kemudian menjawabku dengan sangat yakin “Tidak salah lagi”

    “Aku bahkan bisa mencium bau ‘mereka’ dari sini, Dad” sembur Vanessa bersemangat.

    Keduanya melangkah memasuki halaman setelah membuka pagar yang sudah tidak terkunci.

    Aku menengadah menatap langit yang sudah mulai menjadi sangat gelap, samar-samar, aku bisa mendengar suara burung-burung gagak (Pada saat itu aku tidak merasa aneh sama sekali, tapi sekarang setelah kupikir-pikir lagi, seharusnya tidak ada burung gagak di situ). Aku mulai merasa resah, dan ingin sekali berkata pada para pemburu hantu yang mulai mengotak-atik pintu gerbang utama rumah itu dengan peralatan yang mereka bawa, untuk memulai pekerjaan ini besok saja, ketika hari sudah terang. Saat ini, istirahat bersantai di tempat manapun selain di sini terdengar sebagai ide yang sangat bagus sekali bagiku.

    Tepat saat itulah Vanessa memanggilku untuk ikut dengan mereka, rupanya mereka sudah berhasil, entah bagaimana caranya, membuka pintu gerbang itu, dan berniat untuk masuk. Aku hanya bisa menelan rasa takutku dan menghembuskan napas dengan berat, kemudian berusaha melangkahkan kakiku yang mulai terasa sangat berat untuk mengikuti mereka (Setelah kejadian ini aku baru tahu beberapa hari kemudian, kalau hari itu hari Kamis tanggal 12, yang berarti keesokan harinya adalah hari Jumat tanggal 13, Kliwon).

    ---

    Kami beruntung, karena kebetulan Listrik masih bisa digunakan disitu, karena siapapun yang pernah tinggal disini, meninggalkan generator listrik yang masih penuh bahan bakarnya. Sehingga, untuk malam ini, kami tidak perlu mengkhawatirkan soal penerangan.

    “Ya.. itu diletakkan disitu” ujar Vanessa.

    Kami sedang memasang beberapa perlengkapan yang diperlukan bagi Vanessa dan ayahnya untuk mendeteksi hantu.

    Bukan, perlengkapan itu bukanlah benda-benda klenik, tapi benda-benda berteknologi tinggi seperti video camera, digital thermometer, dan beberapa perlengkapan canggih lainnya.

    Kesemuanya itu disambungkan dengan kabel ke halaman, ke sebuah terminal yang tersambung ke laptop yang diletakkan di tengah ruangan paling besar dirumah itu, ruang tamu yang terletak di paling luar dari rumah itu, tepat setelah pintu masuk, disitulah para pemburu hantu memasang seluruh peralatan mereka, yang menurut pendapat pribadiku, lebih seperti perlengkapan FBI dibandingkan pemburu hantu yang pernah kulihat di televisi.

    ---

    Kami selesai memasang seluruh perlengkapan yang dibutuhkan menjelang jam sepuluh malam.

    Aku dan para pemburu hantu ‘berkemah’ di ruangan besar yang sudah lama tidak berpenghuni itu, dengan empat loyang Pizza ukuran besar sebagai makan malam kami (aku masih tidak dapat mempercayai, bagaimana tubuh langsing Vanessa dapat menampung dua loyang Pizza sendirian).

    “Jadi, tidak dibutuhkan kemampuan supranatural atau semacamnya untuk memburu hantu?” tanyaku.

    “Kemampuan itu bukannya tidak dibutuhkan sama sekali” jawab Mr. Nikolai “Kemampuan-kemampuan demikian bisa sangat berguna dalam berbagai kondisi, namun, bukan merupakan suatu keharusan untuk memiliki bakat spesial seperti itu”

    “Meskipun” tambah Vanessa “Kami diwajibkan belajar sedikit dasar-dasar ilmu ‘pengusiran’ , tentu saja”

    “Ilmu pengusiran? Seperti yang ada di film-film itu?” tanyaku penasaran

    “kebanyakan Film terlalu melebihkan tata-cara pengusiran-pengusiran yang dilakukan” jawab Mr. Nikolai “Tapi ilmu pengusiran memang berguna, setidaknya tidak lucu sekali kalau pemburu hantu malah dirasuki oleh apa yang seharusnya diburu bukan?”

    Sebagian besar percakapan kami selanjutnya berkisar di pengalaman-pengalaman mereka berburu hantu. Hantu-hantu seperti poltergeist, beberapa kasus kesurupan atau dalam bahasa inggris disebut possession, doppelganger (untuk yang ini, aku berkata kalau doppelganger termasuk ke dalam jejadian, kenapa bisa disebut hantu? Dan mereka menjawab, yang dimaksud oleh hantu, adalah semua mahluk yang terbuat dari raga astral, bukan daging atau apapun yang bisa disentuh) dan hantu gentayangan atau yang mereka sebut sebagai Specter.

    Setelah acara makan malam selesai, kami mulai mengawasi semua ruangan melalui kamera-kamera yang sudah terpasang sebelumnya. Vanessa dan ayahnya terus mencatat keadaan demi keadaan dari masing-masing kamar, yang berjumlah kurang lebih sekitar 7 kamar.

    Catatan mereka terdiri atas denah posisi barang secara mendetail (yang dilukis dengan baik oleh Vanessa), perubahan temperatur dan suara-suara termasuk di dalamnya suara infrasonic dan ultrasonic. Sementara aku merasa kalau nyaliku semakin lama semakin ciut karena situasi ini…

    Sepertinya sesuatu bisa saja muncul dari pojok ruangan dan menerkamku…

    # JURNAL ENTRY KEEMPAT
    PESAN DARI SEBERANG SANA
    (Kalian salah alamat, terima kasih, dan cepatlah menjauh dariku!!)

    Saat itu sepertinya sekitar beberapa menit menuju tengah malam ketika satu kamera yang terletak di kamar yang paling barat dan paling ujung dari rumah itu, tiba-tiba mengalami kerusakan atau semacamnya.

    “Dad!!” teriak Vanessa sembari menekan tombol yang menyambungkan mikrofon yang terhubung ke kamar tersebut langsung ke speaker.

    Terdengar suara-suara seperti gangguan radio dari speaker. Dan aku merasa mendengar kata “Tolong..” yang sayup, namun setelah kupikir lagi, kurasa tidak mungkin hal itu terjadi.

    Mr. Nikolai langsung berlari mendekat untuk mendengar lebih jelas suara-suara itu, “Sudah dimulai” katanya dengan mimik muka serius.

    “Vanessa, kau siap!?” tanya Mr. Nikolai kepada Vanessa, yang pada saat itu sedang memasang peralatan-peralatan di pinggang dan rompinya.

    “Siap!” Vanessa menjawab singkat, kemudian meraih tanganku dan berkata ayo! Sembari menarikku keluar dari ruangan itu.

    ---

    Dan tak lama kemudian aku mendapati diriku sedang berusaha menyesuaikan kecepatan lariku dengan Vanessa yang tidak kusangka bisa berlari secepat itu.

    Tak lama kemudian kami sampai di depan pintu kamar yang bermasalah tersebut.

    “Dad, kami sudah sampai” lapor Vanessa melalui alat komunikasi yang terpasang di telinganya dan juga terpasang di telingaku.

    “Berhati-hatilah Vaness, temperatur disitu sudah mulai turun” ujar Mr. Nikolai dari balik alat Komunikasi kami.

    “Baiklah Dad” jawab Vanessa, kemudian dia berbalik kearahku “Mari kita masuk” katanya.

    Aku memegang gagang pintu kamar itu dan merasakan pegangannya yang sangat dingin.

    Kudorong pintu itu perlahan-lahan, menghasilkan bunyi berderit yang menandakan pintu itu sudah lama tidak pernah diminyaki lagi, atau bahkan tidak pernah dibuka lagi untuk beberapa waktu lamanya.

    Aku memberanikan diriku untuk melangkah masuk terlebih dahulu, bagaimanapun juga, sebagai lelaki aku harus menjaga wibawaku bukan?

    Kami menemukan bahwa kamera Video yang kami tempatkan di kamar itu dalam kondisi terjatuh.

    “Ternyata kameranya jatuh, pantas saja gambarnya hilang, mungkin tidak sengaja tertekan tombol mati ketika terjatuh”

    Aku merasakan sesuatu berhembus di telingaku ketika kata ‘mati’ kuucapkan, namun perasaan itu segera kubuang jauh-jauh karena saat itu kupikir hal itu mungkin perasaanku saja.

    “Mungkin” lanjutku “Ada angin besar bertiup dari jendela yang terbuka itu dan mendorong jatuh kamera kita” aku menunjuk ke arah jendela yang terbuka tepat di seberang ruangan untuk menunjukkan maksudku.

    “Jendela!?” ujar Vanessa.

    “Ya, jendela yang disitu” ujarku sambil menunjuk ke jendela yang kumaksud.

    “Tidak ada jendela di Kamar ini!” teriaknya

    “Hah!? Tapi jelas-jelas ada jendela di si….tu!?”

    Dan jendela itu hilang…

    “Hah?” kataku bingung “Seharusnya ada jendela di situ tadi…”

    “Ayo keluar dari sini!” ajak Vanessa seraya menarik tanganku.

    Dan *BLAAMM* pintu kamar terbanting keras di hadapan kami, diikuti dengan matinya lampu yang mengakibatkan kegelapan total di ruangan itu.

    Selama beberapa menit, aku dan Vanessa bertahan dalam kegelapan itu, sebelum akhirnya Vanessa mengingat kalau dia membawa senter diantara semua barang-barang yang tergantung di badannya.

    “Eh? Aneh…” katanya berbisik.

    “Kenapa?”.

    “Aku yakin sekali kalau aku menggantungkan senter itu di pinggang kananku ini…”.

    “Lalu? Hilang?”.

    “Entahlah, aku tidak menemukannya di tempatnya”.

    “Apa ada kemungkinan kau menjatuhkannya? Atau lupa membawanya?” tanyaku.

    “Percayalah padaku, aku sudah bertahun-tahun melakukan hal ini tanpa pernah melakukan kelalaian semacam itu” jawabnya.

    “Baiklah” kataku “Kalau begitu, apakah kita bisa menghubungi Mr. Nikolai?”.

    Dan Vanessa pun segera mencobanya “Tidak-tidak bisa, alat ini rusak, atau mungkin terganggu oleh sesuatu”.

    Aku tidak merasa ingin atau perlu mengetahui apa maksudnya dengan ‘sesuatu’ itu…

    Tidak dapat berbuat apa-apa, kami hanya bisa diam sambil berpegangan tangan dalam gelap. Selama beberapa menit, suasana sangat sepi, tidak ada suara apapun, hanya kesunyian yang total, satu-satunya hal yang masih dapat kurasakan adalah Vanessa..

    Aku masih dapat merasakan napas gadis itu dari punggungnya yang menempel dengan punggungku, atau merasakan tangannya yang mendingin dari telapak tangannya yang sedang kugenggam dengan erat.

    Sementara itu, kurasakan udara semakin mendingin, namun bukan dingin seperti yang kau rasakan di kulitmu, dingin ini terasa dalam tulangmu, dan menjalar sampai ke belakang tengkuk.

    *Trakk..

    Aku merasakan sesuatu mengenai sepatuku “Apa itu?” kataku, kemudian setelah memberitahukan hal itu pada Vanessa, aku mengulurkan tanganku untuk mengambil barang yang ada dibawah kakiku.

    “Senter…” bisikku.

    Aku mengambil senter itu, dan menyalakannya..

    “Hey, Vanessa, aku menemukan sentermu… hey.. apa kau tidak apa-apa?”

    Wajah Vanessa sangat pucat, aku memegang keningnya dan merasakan keningnya sangat dingin bagaikan memegang batu es, dan matanya nampak menerawang, seakan-akan melihat sesuatu yang jauh..

    “Hey!!” teriakku sambil menepuk-nepuk ringan pipinya.

    Sesaat matanya yang awalnya tidak focus, mulai terfokus lagi menatapku..

    Vanessa mengerjap-kerjapkan matanya sebelum tersadar sepenuhnya “Aku… tidak apa-apa…” bisiknya lirih “Hanya sedikit syok tadi..”

    “Ayo.. kita segera keluar dari sini” ajakku.

    # JURNAL ENTRY KELIMA
    MERASAKAN PENGALAMAN DI NERAKA
    (Mulai sekarang aku akan berbuat baik supaya tidak merasakan hal itu lagi..)

    Aku mengarahkan senter ke sekelilingku, menemukan pintu dan menarik Vanessa untuk keluar dari sana.

    “Terkunci… aneh sekali” gumamku ketika mendapati pintu itu tidak dapat terbuka.

    “Hey!” ujar Vanessa sambil menarik lengan bajuku “Coba arahkan sentermu kesana, aku seperti melihat sesuatu sekilas tadi”

    Aku menurutinya dan mengarahkan senterku ke arah yang ditunjuk Vanessa.

    “!!”

    “A.. apa itu!?”

    “Itu…. Cetakan tangan yang terbuat dari…. Darah….” Gumamku.

    Di sana, tepat di tengah-tengah dinding putih yang diwarnai cat berwarna putih polos, tercetak dengan jelas telapak tangan yang berwarna merah, yang sepertinya masih sangat baru, karena cairan merah yang membentuknya masih meleleh, mengotori dinding putih yang terletak di bawah cetakan tangan itu.

    Dan kemudian semua menjadi kacau dan ramai.

    Kami mendengar jeritan kuat, seakan-akan jeritan itu diteriakkan langsung ke dalam gendang telinga kami.

    Lalu, dengan cepat, satu-dua… banyak cetakan tangan berdarah lain mulai bermunculan di dinding..

    Bukan hanya tangan… aku mendapati ada semacam tulisan.. yang ditulis oleh darah yang menetes dari tangan-tangan berdarah itu..

    “Tolong…” kataku membaca tulisan yang terbentuk dari darah itu.

    *AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!*

    Sebuah suara jeritan memilukan kembali terasa seakan menembus tengkorak kami, aku kehilangan kekuatan atas lututku dan terjatuh lemas, Vanessa sepertinya mengalami hal yang sama, dia terduduk di sampingku. Tubuhnya bergetar hebat, aku memeluknya, membawanya di dalam dekapanku, berharap dapat menenangkan dia, sekaligus menenangkan diriku sendiri.

    Kemudian, suara demi suara terdengar dari seluruh penjuru kamar itu, mulai dari rintihan kesakitan, rintihan minta tolong, suara teriakan yang menggambarkan kesakitan yang amat sangat, dan bisikan-bisikan lirih yang meminta semuanya dihentikan, mereka ingin semua penderitaan mereka dihentikan, mereka ingin agar mereka dapat merasakan kematian yang mudah dan tanpa penderitaan.

    Sayup-sayup, aku mendengar suara seperti air yang meluap ditambah dengan suara rembesan air..

    Perlahan-lahan, tangan-tangan berdarah itu bergerak-gerak, dan mulai terlihat olehku seakan-akan bagaikan lukisan tiga dimensi, berusaha keluar dari dinding yang mengurungnya.

    Dan sekonyong-konyong, tujuh sosok manusia keluar dari dinding.. kalau kau bisa menyebutnya manusia, karena keadaan mereka yang sangat menyedihkan, transparan namun kau bisa melihat luka-luka di seluruh tubuh mereka..

    Dengan langkah-langkah tertatih, mereka mendekatiku menyeret kaki mereka..

    Salah satu dari mereka menyentuhku.. dan seketika itu, aku merasakan penderitaan sang hantu, aku melihat dan merasakan diriku terikat di tempat tidur, disekelilingku, beberapa orang berpakaian seperti dokter bedah mengelilingi tempat tidurku. Salah satu dari mereka membawa golok besar, dan dengan perlahan, salah satu yang lain dari mereka memegang kepalaku sehingga leherku terlihat dengan jelas.

    “Tu..Tunggu..” kataku

    Namun, golok itu tetap mendarat di leherku, aku merasakan sensasi dingin besi yang menggorok leherku tanpa ampun dan melihat darah dari leherku sendiri muncrat di depanku.

    “AAAHH!!” aku tersadar sambil terengah-engah. Di sebelahku Vanessa sepertinya merasakan hal yang sama, beberapa hantu berkumpul di sebelahnya, salah satu dari mereka sedang menyentuh kening Vanessa, dan aku melihat badan gadis itu kejang-kejang, sedang merasakan penderitaan sebelum kematian yang dirasakan hantu itu.

    Aku berusaha mengulurkan tanganku untuk menolong Vanessa, namun tiga hantu lainnya menyentuh badanku dan akupun merasakan pengalaman mereka..
    Aku merasakan tiga pengalaman yang berbeda sekaligus..

    Aku merasakan mataku dicongkel dari rongganya, merasakan dikuliti hidup-hidup, merasakan di cemeti dengan menggunakan cambuk duri..

    Kemudian aku juga merasakan satu persatu bagian badanku ditembus peluru yang dingin, yang diikuti oleh rasa sakit yang amat sangat..

    Penderitaan ketiganya bahkan belum berakhir dengan penderitaan setelah penyiksaan mereka. Dengan keadaan sekarat mereka diangkut, kemudian, mereka dikuburkan dengan semen.

    Dikuburkan di tembok-tembok rumah ini…

    # JURNAL ENTRY KEENAM
    AKHIR PEMBURUAN
    (dan.. apa aku sudah bilang kalau aku ini idiot?)

    Saat aku tersadar, aku sudah berada di tempat tidur di rumah sakit, Vanessa terbaring disebelahku, dan Mr. Gree… maksudku Mr. Nikolai sedang duduk di sebelahnya.

    “Oh, kau sudah tersadar..” ujar Mr. Nikolai ketika melihatku tersadar.

    Dia berpindah ke sebelahku dan menanyakan keadaanku, dan berkata, apabila tidak keberatan, untuk berbagi cerita dengannya.

    Akupun menceritakan semuanya pada Mr. Nikolai, semua yang aku, dan Vanessa alami. Lalu Mr. Nikolai menceritakan juga padaku apa yang terjadi setelah kami berdua menghilang.

    Dia berusaha menghubungi kami yang tidak membuahkan hasil, pada akhirnya, saat hari menjelang pagi, dia memutuskan memanggil orang-orang untuk menjebol kamar tempatku dan Vanessa terkurung, dan kemudian menyelamatkan aku dan Vanessa.

    Keesokan harinya, Mr. Nikolai memanggil organisasinya untuk membongkar kamar tempat pembantaian itu, dan menemukan tujuh mayat yang terkurung di tembok.

    Kemudian kami mengeluarkan mayat-mayat tersebut, dan menguburkan mereka dengan layak.

    “Lalu.. bagaimana sekarang?” tanya Mr. Nikolai.

    “Bagaimana apa?” tanyaku kembali padanya.

    “Apakah kau mau bergabung dengan kami? Supaya.. hal ini tidak terjadi lagi.. dimanapun?”.

    “Ya…” jawabku tegas.

    Lihat.. aku betul-betul idiot kan? Mulai sekarang, aku menjadi salah satu dari pemburu seperti Vanessa dan ayahnya, dan merasakan penyesalan yang amat besar sekarang…

    Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca cerita seadanya dari saya ini, mungkin bagi beberapa pembaca yang jeli sadar, apa yang menjadi masalah utama dari cerpen ini...

    Ya, ending yang terlalu di percepat.. :ogsedih:

    Ini karena cerita dan drama yang mengalir di kepala saya begitu deras, hingga pada saatnya seharusnya saya menggambarkan klimaks yang bisa menggambarkan penderitaan yang membuat pembaca merinding, saya menyadari kalau saya sudah menembus 3500 kata...(kalau diteruskan, sepertinya bisa tembus sampai 9000 kata...) :ogsedih:

    Panik, karena dalam peraturan sudah jelas dibatasi 4000 kata untuk maksimal Cerpen ini, maka akhirnya dengan sangat terpaksa, adegan penyiksaan dan penderitaan di Jurnal Entry kelima terpaksa dipersingkat hingga tidak terasa lagi kengerian dan tidak mampu membawa pembaca untuk ikut merasakan kengerian yang seharusnya jadi klimaks.... :ogsedih:

    Dari keterbatasan tersebut, mohon kritik, saran dan penilaian yang ketat dari semua penghuni SF-FIC

    Terimakasih
    Ayanokouji
     
    • Like Like x 2
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. ayanokouji M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Sep 17, 2009
    Messages:
    239
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +51 / -0
    dibuat sebagai selingan Novel Cerbung saya yang masih belum selesai

    War Of Lion <=== Baca ya :ogmatabelo:

    Mudah-mudahan karya ini bisa bersaing dengan peserta lainnya
     
  4. LuciferScream Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jan 15, 2011
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +865 / -0
    hmmm... sebetulnya premisnya menarik, cuma gw sebagai pembaca ngerasa cerita ini ga kemana-mana, terlalu bertele-tele di awal, mengingat ini cerpen, dan seharusnya padat langsung pada intinya. untuk struktur kalimatnya beberapa pengulangan kata dalam jarak yang dekat sedikit bikin ganggu. dan endingnya terlalu datar, cenderung turun malahan.
    skornya 7 untuk ide cerita yang sangat menarik.
    btw, jadi itu si Gun disitu tugas utamanya ngapain yah?
     
  5. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    nggg.. mulai dari mana dulu ya. :keringat: rasanya cukup banyak yang ingin saya komentari.
    ide ceritanya menarik, dan berhubung saya juga bukan orang yang berani terhadap hantu, jadi saat membaca timbul juga perasaan merinding :takut: (meskipun karena ada beberapa kesalahan dalam penyajian sehingga membuat perasaan takut itu segera menghilang :hehe:)

    beberapa hal yang menurut saya kurang pas dalam penyajiannya:
    1. mengenai pemilihan kata, menurut saya agak kurang tepat sih. tapi mungkin juga karena penulisnya yang masih belum terbiasa dengan bahasa indonesia ya :)hehe: di threat War of Lion saya sempat baca) jadi bisa dimaklumi.
    contohnya dalam kalimat:
    Aku segera menghampiri Mr. Green yang sedang makan siang dengan putrinya di salah satu kedai kopi di bandara.
    kata 'menghampiri' memiliki arti yang sama dengan mendekati. mungkin lebih tepat digunakan untuk target yang sudah terlihat kemudian baru didekati. tetapi dalam deskripsi sebelumnya, si 'aku' belum melihat Mr.Green jadi mungkin lebih tepat bila menggunakan 'menyusul', karena sudah jelas Mr dan Ms Green sedang menunggu.

    2. banyak kata yang memiliki arti hampir sama disajikan secara berulang :)hehe: mungkin ini salah satu penyebab kamu bisa melebihi batas kata yang ditentukan)
    salah satu contohnya dalam kalimat:
    “Kalian yakin di sini tempatnya?” tanyaku sambil mengedarkan pandanganku ke sekeliling, melihat keindahan yang masih tersisa dari rumah itu
    dalam kalimat itu tertulis 'mengedarkan' kemudian ada lagi kata 'ke sekeliling', padahal kalau dipikir lagi mengedarkan sudah pasti ke sekeliling :hehe: dan bila 'ke sekeliling' itu dihilangkan pun artinya juga akan tetap sama.

    3. :hehe: banyak tanda koma (,) bertaburan seperti bintang-bintang di langit.
    contoh dalam paragraf:
    Oh, yang kumaksud dengan kelompok, adalah semacam tim pemburu hantu professional yang berpusat di Rumania, dan yang tidak kupercaya (Sekarang sih percaya, karena aku sudah melihat sendiri), mereka mempunyai jaringan yang sangat besar, dan banyak perusahaan-perusahaan ataupun beberapa tempat terkenal di Jakarta, seperti hotel dan beberapa gedung terkenal merupakan basis kelompok mereka.
    mungkin lebih baik bila kata 'dan' dihilangkan dan diganti dengan titik. :hehe: jadi bisa menghemat penulisan kata juga kan.

    4. di chapter 3, 4, dan 5. seharusnya chapter itu bisa membuat saya merinding (apalagi saya bukan orang yang berani pada hantu). sayangnya ekspresi tokoh saat mengucapkan dialog tidak digambarkan dengan jelas. sehingga saya membayangkan Mr.Gun mengucapkan kalimatnya dengan gaya santai dan tampang polos yang akhirnya malah membuat saya tersenyum-senyum saat membacanya.

    segitu dulu :peace: sebenarnya masih banyak yang ingin saya komentari sih. tetapi sepertinya sebagian telah di komentari secara ringkas oleh bang luci
    semoga membantu :hmm:

    nilai: 7.5:hihi:
     
    Last edited: Feb 18, 2013
  6. ayanokouji M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Sep 17, 2009
    Messages:
    239
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +51 / -0
    Thank you buat masukannya...
    Iya nih, maaf, kebanyakan saya belajar penggunaan kata dari novel2 terjemahan dan kamus jadi agak masih gamang pakai kata2 Indonesia lagi... :maaf: :maaf: :maaf:

    Tanda baca koma, Well, maaf juga untuk yang ini, karena saat saya menggunakan Bhs Inggris untuk penulisan, beberapa kalimat gak perlu pakai koma, tapi kalau bhs Indonesia, kesannya malah seperti apa istilahnya, ngerocos terus aja? seperti kereta api kalau tidak dibatasi tanda koma, sedikit aneh memang.

    Untuk chapter 3,4,5 itu memang buat saya saja sudah sangat mengecewakan... :nangis::nangis:

    Itu karena hasil perombakan besar2an dari hasil sebelumnya yang udah over quota, akhirnya demi bisa ada Endingnya.. terpaksa dirombak dari 10 chapter jadi 6 Chapter.... :keringat: :keringat: :keringat:
     
  7. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    Ghost Hunt? Pernah baca Ghost Hunt? atau emang ini terinspirasi dari sana? :va

    em.. saya setuju sama yang lain: soal tanda koma yang bertaburan, kata yang sering diulang, dan sebagainya.
    trus, kalimat yang di akhir judul subchapter sebetulnya lucu. Tapi mungkin terlalu ngabisin kata. Dan buat cerpen pembukaan bertele-tele di awal itu sebetulnya ga perlu.

    Plotnya begini jadinya kan: perintah atasan--bertemu pemburu hantu--perburuan--akhir perburuan

    harusnya bagian perburuan(yang jadi klimaks) itu yang mendetail. Tapi sayangnya, kata-nya udah keburu dihabisin buat part sebelumnya. Dan endingnya juga jadi terkesan ga menyimpulkan apa-apa. Kenapa si Gun pengen jadi pemburu hantu? saya ga dapet resolve apa-apa dari dia dan tiba-tiba dia berubah pikiran aja. Dari detektif swasta gabut jadi pemburu hantu.

    keseluruhan, ceritanya menarik. saya ga bisa bilang idenya bagus banget. soalnya masih bingung apa cuma kebetulan mirip, atau terinspirasi.

    score: nanti...:dead:

    Edited

    Score: 7/10
     
    Last edited: Mar 13, 2013
  8. red_rackham M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jan 12, 2009
    Messages:
    757
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +355 / -0
    :nongol:

    Hmm...sebenarnya sih cerpen ini cukup menarik, tapi bagian klimaks-akhir bikin mood baca saia drop. :swt:

    Oke. Bagian awal (part 1-3) ini sebenarnya cukup menarik. Ada suspense yang dibangun dan karakterisasi karakter2nya (menurut saia) menarik, walaupun sebenernya harus dipertanyakan sih kenapa detektif harus bantu2 memburu hantu. Dan sialnya sampai akhir si Gun ini kayak ga punya peran dalam plot memburu hantu/menguak misteri kematian para hantu, padahal di bagian akhir (part 6) bisa dipertegas perannya si Gun ini dalam perburuan sebagai semacam bantuan untuk menyelidiki siapa pembunuh hantu2 itu atau semacamnya. Dan sama seperti yang dibilang bang merpati98, endingnya ga menjelaskan apa yang disebutkan di awal chapter, yaitu awal si Gun mengubah profesinya dari detektif swasta ke detektif pemburu hantu (moga2 ga salah tangkap). Di akhir soalnya kayak si Gun slesai membantu Nikolai dan anaknya mengusir hantu...that's it...terasa ga ada konklusi sama sekali. Ga juga dijelaskan alasan kuat kenapa si Gun mo jadi pemburu hantu, soalnya waktu ditawarin, dia cuma bila 'Ya' tanpa ada keterangan bagaimana pikiran/pendapat/perasaannnya saat itu (yg jadi alasan kuat kenapa dia bilang 'Ya').

    Tapi jujur saja...saia suka karakterisasi si Gun di cerpen ini :top:

    Masalah koma dimana2...well...saia pernah denger teman saia bilang jangan jadi Comma-Kaze. Klo kira2 kalimat udah jadi majemuk, jangan dibikin jadi super-majemuk. Pisahkan saja dengan titik. Yah...baca lagi pedoman EYD deh ( <-- juga jadi pengingat buat saia).

    PS: seperti kata merpati98, plotnya ini mirip anime Ghost Hunt. Tapi di bagian mereka terkurung dan jendelanya pake hilang segala bikin saia inget film horor 1408 dan game Silent Hill The Room :elegan:

    :ehem:

    Nilai saia: 7

    Keep on writing~! :elegan:
     
  9. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    Ini cerpen horror kan yak? Tapi selama baca ini saya bawaannya pengen ketawa mulu :hahai: Atau mungkin syaraf saya yang lagi konslet jadi baca adegan seremnya juga fun2 aja... ^^

    Tapi saya enjoy sih bacanya, paling suka ma adegan awal-awal.

    7!
     
  10. ivan245 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 20, 2009
    Messages:
    296
    Trophy Points:
    221
    Ratings:
    +14,656 / -0
    Saya punya masalah pribadi kalau cerita detektif ngebahas hantu. Kind of takes away the fun. Not my cup of tea.
    Tapi mari kita objektif. :p

    Ceritanya bagus, tapi deliverynya yang memang bertele-tele. Selain itu, dengan porsi dialog sebanyak itu si tokoh utama impactnya masih kecil buat pembaca (setidaknya, buatku) justru vanessa yang lebih dig-able.

    Still, great job. Cerita ini kukasih 7,5
     
  11. ayanokouji M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Sep 17, 2009
    Messages:
    239
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +51 / -0
    Thank you buat smua comment, begitu balik ke Jakarta (on the States @ the moment), saya akan Post cerita versi lengkapnya dari Secret of the Missings (Director's cut version) :obhaha:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.