1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Ulsud tei Gurlm ~People's Home~

Discussion in 'Fiction' started by om3gakais3r, Feb 9, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Nggak bisa tidur, jadilah seperti ini.. :swt:

    Di balik jendela kastil, terlihat pasar dalam kota kastil. Orang-orang berlalu lalang memenuhi kewajibannya masing-masing. Sebagian dari mereka menjual, sebagian lain membeli dan sebagian lain membantu pedagang dan pembeli dengan caranya masing-masing.

    Ada pula orang-orang yang membangun sesuatu di kejauhan. Entah rumah atau toko, orang-orang itu saling membantu membangun bangunan itu. Suara bising yang mereka keluarkan terdengar sebagai musik bagi kota ini.

    Sungguh, betapa damainya jaman ini.

    Mengingat perang baru saja berakhir, tragedi baru saja melewati kota ini… sungguh, betapa damainya.

    “Tuanku, harap kembali ke rapat.” Seorang dengan baju rapi, topi dengan bulu di kepalanya, serta kerah yang terlihat begitu mahal memanggilku.

    “Beri aku waktu sedikit saja, August.” Aku sekali lagi melihat ke arah jendela, meletakkan jariku di atasnya dan mengusap ke bagian yang disinari warna biru langit. Begitu indahnya hari ini, namun seakan sesuatu mengganjal dalam hatiku, sebuah perasaan yang tidak bisa hilang sebagaimanapun aku berusaha menghilangkannya.

    Perasaan apa ini? Tanyaku di dalam hati.

    “Tuanku, para tamu berharap pemilik dari kastil ini untuk segera memulai rapat!” August memaksaku.

    “Haah.” Setelah mendesah panjang, akhirnya aku kembali ke ruangan rapat.

    Di sana, telah menunggu beberapa orang dengan pakaian yang mencolok. Di kepala mereka masing-masing, ornamen emas melingkar. Tanda bahwa mereka adalah seorang bangsawan dengan strata sosial yang tinggi. Mereka duduk di kursi yang menghadap sebuah meja persegi dengan ukuran yang mungkin bisa dibilang raksasa.

    “Maafkan saya.” Kataku sambil duduk di sisi penjamu dari meja tersebut.

    “Ah, tidak. Tuan Erigal… nikmati saja waktu anda, kami tidak keberatan.” Seorang pria tua dengan rambut paling tipis menggeleng. Dia adalah Joseph, pemimpin dari negara di sebelah utara, Claimoare.

    “Ya, saya setuju dengan Tuan Joseph. Kedamaian ini adalah tropi bagi anda, tidak ada salahnya untuk menikmatinya.” Seorang pria yang terlihat jauh lebih muda dari pria sebelumnya mengambil anggur dari meja dan memakannya sambil mempersilahkanku untuk kembali. Dia adalah pangeran dari kerajaan Cobalte, Edwarad.

    “Haha! Benar! Benar! Nikmatilah, nikmati.” Pria dengan perawakan besar ini adalah Johannes. Seorang kepala suku perkampungan besar di timur, Victorete.

    “Ya… ” Perempuan dengan rambut sangat panjang ini adalah Octavei, dia satu-satunya perempuan dalam rapat ini. Pemimpin koloni penyihir di pegunungan barat, Ego.

    “Ah, tidak. Saya hanya akan mendapat marah dari August.” Jawabku sambil mengambil gelas yang sudah penuh dengan air murni.

    “Air ini sangat lezat, kalau boleh tahu… dari mana air ini berasal?” Joseph yang dari tadi menikmati air yang berulang kali dituangkan oleh pelayan akhirnya mengutarakan alasan kenapa wajahnya menunjukkan ketertarikan akan sesuatu.

    “Ego.” Octavei menjawabnya.

    “Ah, hasil lelehan es dari pegunungan Ego.” Lanjutku menjelaskan jawaban Octavei.

    “Hah! Dan kita kira es itu adalah kutukan dewa awan! Hahaha! Melihat ke belakang, kami merasa bodoh!” Tawa Johannes itu diikuti tawa kecil yang lainnya.

    Mereka berkata “ya, benar.”, “bodohnya kita”, “air senikmat ini kutukan? Aku terima kutukan itu selamanya di negaraku.” Sambil tertawa pada satu sama lain.

    “Tapi, bisa juga dibilang kutukan. Ketika seseorang merasakan nikmatnya air ini, pasti ada yang merasa ingin menguasainya secara utuh. Egoisme itu mungkin adalah kutukan.” Kata Edwarad.

    “Ya, maka itulah guna kota ini. Tempat pertukaran barang spesialisasi di setiap negara.” Kataku setelah meneguk air yang dinamai Egozuht ini.

    “Benar, Erigal! Dengan adanya kota ini, kaumku bisa makan tebu! Kaum Claimoare bisa makan ikan paus tangkapan kami! Kaum Ego bisa dapat minyak! Kaum Cobalte bisa dapat dokter!” Johannes mengangkat gelasnya dan mengajak bersulang pada para peserta rapat lainnya.

    Aku dan yang lain mengangkat gelas kami dan bersulang.

    “Air yang lebih nikmat dari anggur, dapat menyembuhkan penyakit…” Joseph terpaku pada air itu.

    Tidak aneh, tiga tahun lalu dia sakit keras, namun setelah meminum air ini dia kembali sehat. Mungkin itulah alasan dia sangat tertarik pada air ini.

    “Kembali ke topik rapat hari ini. Tiga tahun sudah terlewati tanpa masalah dan rakyat dari setiap negara setuju memberi kehormatan pada anda untuk menamai tanah ini. Tanah dimana kebodohan leluhur kami berhenti.” Edwarad menatap padaku, mengingatkanku agenda kenapa pemimpin keempat negara berkumpul hari ini… ah, lima negara.

    “Saya sudah mendapat namanya.”

    “Ulsud tei Gurlm” Aku mendeklarasikan nama itu dengan lantang.

    “Dalam bahasa bangsaku itu artinya ‘Rumah Manusia’”

    “Nama yang terdengar membawa kedamaian… kalau boleh tahu, bahasa apakah itu?” Tanya Edwarad.

    “Kaum Julsik.” Jawabku.

    “Ju-.. ah.. jadi Tuan adalah satu-satunya yang selamat dari kaum itu. Saya mewakili Claimoare meminta maaf sebesar--”

    “Cukup, Joseph. Saya sudah maafkan sejak lama.” Kataku sambil menahan sesuatu yang kembali naik ke permukaan emosiku.

    Memang, kaum Claimoare dahulu pernah menjarah desa-desa kaum Julsik hingga pada akhirnya tidak lagi terdengar kabar dari kaum Julsik. Aku diselamatkan oleh seorang ksatria Claimoare yang memberontak.

    Tapi, perasaan ini bukanlah marah. Sesuatu yang sangat lain.

    Rapat itu berubah menjadi perbincangan antara sekumpulan kawan yang seperti saudara.

    Menceritakan kembali bersatunya empat negara dengan sebuah rantai yang dahulu disebut dengan Tanah Naga, namun sekarang adalah negara yang disebut Ulsud tei Gurlm.

    Bagaimana tiga tahun lalu keempat pemimpin negara masing-masing aku culik dan dibawa bertemu di Tanah Naga. Bagaimana mereka menyadari bahwa yang mereka lawan selama ini adalah manusia, bukan makhluk lain seperti yang diceritakan leluhur mereka.

    Memang, dalam pertarungan setiap negara memiliki baju perang mereka masing-masing yang membuat mereka terlihat bukan seperti manusia.

    Kami menceritakan bagaimana kami sadar bahwa kami saling membutuhkan. Menceritakan bagaimana susahnya mencapai satu sama lain karena setiap negara terbatasi jurang dan pegunungan yang tidak mungkin ditembus serta laut yang berbahaya.

    Kami menceritakan… segala hal.

    “Menjadikan negara ini sebagi pusat… ide yang sangat baik. Tapi dari ibukota negaraku, tempat ini sangat jauh. Dengan kuda, butuh waktu satu minggu.” Kata Joseph.

    “Persatuan… semua negara… ibukota… Ulsud tei Gurlm…” Octavei akhirnya mengatakan sesuat yang cukup panjang.

    “Ah, ide yang bagus. Aku yakin rakyatku pasti senang menerima Tuan Erigal sebagai pemimpin mereka.” Kata Edwarad. Dijawab oleh afirmasi ketiga orang lainnya.

    “Tidak, itu tidak mungkin. Ketika saya kembali ke bumi, siapa yang akan menggantikan? Apakah dari utara? Selatan? Timur? Barat? Mungkin perang akan pecah lagi. Saya rasa dewan empat perwakilan dari setiap negara adalah jawaban yang baik. Untuk pemimpin Ulsud tei Gurlm adalah orang yang lahir dan besar di tempat ini serta dipercaya oleh dewan empat tersebut” Kataku yang menolak tanggung jawab yang terlalu besar itu.

    Pertemuan itu diakhiri dengan ditandatanganinya sebuah perjanjian yang diukir di atas batu. Dengan sihir Octavei, batu itu berubah menjadi benda yang lebih keras dari besi dan hampir tidak mungkin dihancurkan.

    Sungguh, jaman yang damai.

    Tapi, perasaan apa ini yang mengganjal dalam sisi terbesar hatiku?

    Sekali lagi aku melihat keluar, matahari sudah terbenam dan menunjukkan warnanya yang kemerahan. Anak-anak yang tadinya bermain di daerah pasar kembali ke rumahnya di sudut kota. Disambut oleh ibunya.


    “Ah, jadi itu perasaanku.” Kataku pada diriku sendiri.

    Setelah menunggu para tamuku ke ruangan yang disediakan, aku berkata pada August: “Selama aku pergi, pimpinlah negri ini seperti kau memimpin prajuritmu dulu. Dengan kasih sayang dan cinta.”

    Aku segera bergegas mengambil Stolfe, kuda kesayanganku dan pergi di atas pelananya ke arah tenggara. August mengejarku dari belakang, namun kecepatan Stolfe jauh dibanding kuda yang August tunggangi.

    Ketika jalan buntu di daerah hutan, aku meninggalkan Stolfe dan mengikatnya ke dahan.

    Aku memanjat salah satu pohon lalu melihat arah.

    Di kejauhan ada sebuah bukit kecil, itulah tujuanku.

    Berlari menuju tempat itu, aku bergegas tanpa berhenti sedikitpun. Bermanuver di tengah hutan seperti dulu aku belajar oleh keluargaku. Menhindar dari rerumputan beracun seperti Ibu ajarkan padaku. Mencari pijakan yang tepat seperti Ayah ajarkan padaku.

    Memetik anggrek liar, seperti yang Sofie ajarkan padaku.

    Ah, dalam langkah cepatku, aku mengingat saat-saat aku bermain bersama Sofie, teman sebayaku. Hari-hari yang sangat damai.

    Ah, dalam langkah cepatku, aku mengingat memetik bunga anggrek liar, memasangnya di dada untuk keberuntungan.

    Ah, dalam langkah cepatku, airmataku mengalir.

    Akhirnya aku sampai ke tempat yang aku tuju. Bukit yang kini hanya berisi reruntuhan.

    “Aku… aku ingat di sinilah tuan Jonojo menjual sayuran. Di… disini nyonya Fuelte…. Nyonya Fuelte… hhh.. *hik*” Aku tidak bisa menahan perasaanku. Menunjuk ke tempat kosong seperti anak kecil yang sedang bermain dengan imajinasinya.

    Namun untuk orang yang tidak anak-anak sepertiku, aku menunjuk pada ingatanku.

    “Agu bulag… ”

    “Snrrrtt” menghisap ingus dari hidungku, aku berusaha menenangkan diri.

    “Aku pulang…”

    Aku duduk pada dinding yang sudah hancur.

    Aku memejamkan mata.

    Selamat malam. Sampai jumpa lagi hingga matahari menyinari bumi. Tidurlah dengan nyenyak, bersama cahaya bulan.

    Lagu itu mengantarku ke dalam tidur.

    “Aku ingin istirahat… sebentar saja.” Bisikku.
     
  2. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    nice strory gan :hmm:

    sebetulnya kalo menurut ane, pas awal2 agak rancu pas agan menggambarkan perasaan aneh yang dialami si tokoh aku, dan lebih aneh lagi pas di akhir ternyata perasaan anehnya ternyata kontradiktif ama yang digambarkan sebelumnya. kesannya mau menampilkan hal negatif, ternyata malah hal positif.

    tapi kalo yang lainnya, ceritanya menarik kok. plot juga berkembang.

    oya, mungkin perasaan ane aja, tapi dialog antar tokohnya kek yang kurang mengalir gitu ya? maksud'e, keknya dari satu tokoh, trus tokoh anu bilang, trus tokoh, anu, trus tokoh anu. Kenapa ga dibikin misal :

    “Haha! Benar! Benar! Nikmatilah, nikmati.” Pria dengan perawakan besar ini adalah Johannes. Seorang kepala suku perkampungan besar di timur, Victorete. Ia tertawa lebar, tak sadar dengan kehadiran seorang wanita disampingnya yang menoleh padanya dengan ketus, risih. Sang wanita amat yakin ia bisa memasukan kepal tinjunya ke mulut Johannes.

    “Ya… ” Wanita dengan rambut sangat panjang ini adalah Octavei, dia satu-satunya wanita dalam rapat ini. Pemimpin koloni penyihir di pegunungan barat, Ego.


    mungkin penggambarannya bakal lebih kerasa gan :listen:

    keep on writing :ogpeace:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.