Cerpen Orang Ketiga Pertama

Diniatkan untuk mengikutu tantangan om3ga's Valentine Challenge. (Tapi kayaknya temanya gak cocok deh... oh well.)

Sekalian mengisi kekosongan hiatus Korona

Spoiler: Orang Ketiga Pertama

Aku menguap lebar-lebar. Sembari mengusap air mata, kusapukan pandangan ke pemandangan di sekitar. Berbagai kegiatan dilakukan orang-orang di taman ini. Didukung cuaca yang mendung namun jauh dari pertanda hujan, sore ini mereka kelihatan sangat ceria. Dan di bangku kayu ini, aku merasa sangat bosan.

Di sebelah kiriku, ada seorang wanita berusia dua puluhan. Wajahnya manis dan berperangai lembut. Rambutnya yang hitam panjang tergerai halus melewati bahunya. Bahasa tubuhnya malu-malu di dalam baju putih bersihnya. Pertemuan pertama kami adalah di masa bangku kuliah. Usai perkenalan singkat kami langsung menjadi sahabat akrab. Namanya adalah Sarah. Ia kini mendekatkan bibirnya ke telingaku, lalu berbisik.

Aku mengangguk singkat, lalu menoleh ke kanan dan berbisik pada pria yang duduk di sana.

“Sarah bilang, hari ini kamu ganteng sekali.”

Di sebelah kananku, ada seorang pria berusia dua puluhan. Ia lelaki bertubuh tegap dan sangat rupawan. Badannya yang berkulit kecoklatan dipenuhi otot-otot indah. Dia temanku Rafael. Kami pertama kali bertemu di tempat fitness, tepatnya sebagai personal trainerku. Setelah berbulan-bulan membimbingku, kami akhirnya jadi sangat dekat. Namun, kontras dengan segala kemachoannya, ia terlihat malu-malu. Wajahnya memerah saat mendengar ucapanku. Ia lalu mendekatkan bibir ke telinga dan berbisik padaku.

Aku mengangguk singkat, lalu berbisik pada Sarah di kiriku.

“Kata Rafael, makasih sayang, kamu juga luar biasa hari ini.”

Benar. Sarah dan Rafael adalah pasangan. Tepatnya, sepasang suami istri.

Dan aku berada di tengah mereka, orang ketiga, menyampaikan tiap pesan layaknya seekor merpati pos.

Wajar kalau kalian heran. Sarah dan Rafael adalah orang-orang yang sangat pemalu, terlebih pada orang yang sangat mereka sukai. Jangankan berbicara, untuk saling bertatapan saja mereka tidak kuat. Hanya beberapa detik mata keduanya bertemu, lalu dalam sekejap mereka mengalihkan pandangan bersama pipi yang bersemu. Maka, sebagai teman yang luar biasa baiknya, aku berperan sebagai semacam perantara bagi mereka berdua. Aku bahkan sampai tinggal bersama mereka.

Saat sarapan, aku ada di sana.

Saat jalan-jalan, aku ada di sana.

Saat candle light dinner, aku ada di sana.

Saat mereka bercinta, aku ada di sana. Namun, mereka langsung menendangku keluar kamar.

Aku sangat menikmati peranku ini. Tetapi lama-kelamaan, aku mulai merasa bosan. Kemesraan kedua sahabatku itu perlahan membuatku sangat iri. Beberapa kali aku mencoba menjalin asmara, namun semuanya kandas. Biasanya, karena aku terlalu perhatian dengan kedua sahabatku, dibanding pacarku sendiri. Demikian, aku merasa sesuatu perlu dilakukan.

Malam itu, kami bertiga sedang duduk-duduk di sofa ruang tengah. Sarah di kanan, Rafael di kiri dan aku duduk di tengah. Kami menonton film drama komedi yang membuat kulitku gatal. Hingga Sarah bergerak mendekatiku dan berbisik,

“Tolong tanya Rafael, apakah perempuan di film ini lebih cantik dari aku?”

Aku mengangguk singkat dan menoleh ke kiri.

“Sarah nanya, mana lebih cantik, dia atau cewek di film ini?” bisikku.

Rafael langsung sumringah, ia mantap berbisik di telingaku.

“Bilangin, buat aku Sarah itu wanita sempurna dalam hidupku.”

Bisa kurasakan perutku memulas, namun aku langsung tersentak. Batinku berkata inilah dia kesempatannya. Kudekatkan bibirku ke telinga Sarah, dan berbisik padanya.

“Kata Rafael, cewek di film ini kan artis. Jelas beda dong, levelnya.”

Sarah merengut. Bibirnya mengerucut. Perempuan ini jelas kelihatan tidak senang. Ia kemudian berbisik kembali padaku.

“Oh, jadi dia lebih suka artis daripada aku, gitu?”

Aku kembali menoleh ke kiri, berusaha menahan tawa.

“Kata Sarah, cowok di film ini imut juga. Beda kayak kamu yang terlalu berotot,” bisikku padanya.

Kali ini giliran Rafel yang merenggut. Ia mencuri pandang pada Sarah, dan kelihatan tidak senang. Sepertinya perkataanku barusan melukai harga dirinya. Mulutnya kemudian menabrak telingaku, dan berbisik marah. Kalian tidak perlu tahu apa yang ia katakan. Toh, yang akan kubisikkan pada Sarah tetap saja:

“Rafael bilang, kamu gemukan sih say.”

Dan kemurkaan Sarah pun memuncak. Ia bangkit dari sofa dan menjerit-jerit pada Suaminya. Didorong-dorongnya dada Rafael, yang membuat Rafael ikut mengangkat pantatnya dari sofa dan membentak Sarah. Mereka mengamuk, berteriak, dan melempar barang-barang.

Aku, perlahan berjinjit ke ruang makan. Toples kaca berisi kacang kuambil dan kubuka, lalu satu persatu isinya kumakan.

Begitulah. Di kursi meja makan, diiringi lemparan cemilan, aku tertawa menonton percakapan sekaligus pertengkaran Rafael dan Sarah yang pertama.

Kripik, kritik dan saran boleh dibagi-bagi.

 

Hai, IDWS Mania! Mohon bantuannya supaya IDWS berkembang dengan ikuti sosial media kami di:
Discord Forum IDWS - Facebook IDWS - Instagram IDWS - Twitter IDWS