1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Korona

Discussion in 'Fiction' started by ivan245, Jan 27, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. ivan245 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 20, 2009
    Messages:
    296
    Trophy Points:
    221
    Ratings:
    +14,656 / -0
    Kali ini coba-coba beneran bikin orific. Semoga ceritanya cukup bagus dan akunya gak kehilangan minat.

    Korona​


    Episode 1: The Overture
    Chapter 1-1
    Chapter 1-2
    Chapter 1-3
    Chapter 1-4

    Mohon komentar, kritik dan sarannya.

    Terima Kasih.
     
    Last edited: Feb 4, 2013
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. ivan245 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 20, 2009
    Messages:
    296
    Trophy Points:
    221
    Ratings:
    +14,656 / -0
    Sakit kepalaku ini benar-benar tidak tertahankan. Denyut di kening dan perut yang mual-mual memaksa diriku meringis pedih. Mataku yang berkunang-kunang coba kukerjapkan, berusaha meraih setitik kesadaran yang terkumpul sedikit demi sedikit. Begitu pandanganku sedikit jelas, benda itu menjadi hal pertama yang menarik perhatianku. Kecil, bulat, dan berseri dengan indahnya. Merah, layaknya api unggun dalam kegelapan malam,

    Dan memori itu sontak berdesak-desak masuk kepala.

    “Oh, iya…” batinku pilu.

    Dua belas jam sebelumnya

    “Oke Aruna, cukup. Latihan hari ini selesai,” Kakek berucap padaku dengan tegas, namun penuh kasih sayang. Wajar saja, aku memang cucu favoritnya. Sejak kecil aku sudah tinggal bersamanya di rumah sederhana ini. Bagiku, beliau adalah Kakek, Ayah sekaligus Ibu yang tidak akan terganti.

    Oh iya, Namanya Danurwenda.

    “Baik, Kek. Aku pergi mandi dulu,” jawabku sembari membungkuk padanya. Detik berikutnya aku telah berjalan masuk ke dalam rumah sebelum diteruskan menuju kamar mandi.

    Kakek, meski umurnya sudah di atas kepala lima, namun di mataku ia masih terlihat perkasa. Kerut belum jelas menghiasi wajahnya. Raut wajahnya masih penuh dengan semangat. Badannya tegap dan dipenuhi otot-otot yang bertonjolan. Jangan heran, Kakek memang seorang guru bela diri yang sangat terampil. Kakek menguasai seni bela diri kuno yang bernama Ihtara, ilmu yang saat ini kutekuni darinya. Faktanya, saat ini akulah murid Kakek satu-satunya. Jangan tanya, aku juga tidak tahu kenapa.

    Setelah selesai membersihkan diri dari keringat, aku kembali menemui Kakek. Dia sedang sibuk menebar beras-beras ke tanah halaman rumah. Beras-beras itu tidak lama tergolek di sana. Hanya beberapa detik berselang ayam-ayam sudah berebut mematukinya dengan semangat. Melihat tingkah ayam-ayam itu, Kakek sedikit tergelak.

    “Sudah masak nasi Kek?” tanyaku padanya.

    “Belum, Na. Tolong masakin ya!” jawabnya tanpa rasa bersalah. Dia tidak sadar telah membuatku terlambat pergi sekolah. Aku melangkah lesu menuju dapur lalu mulai menanak nasi. Satu jam kemudian, Kakek yang juga telah selesai mandi duduk bersamaku di meja makan. Kami sarapan tanpa banyak kata. Salah satu wejangannya, untuk tidak banyak bicara selagi bersantap.

    “Oh, iya, Aruna,” Kakek mengabaikan wejangannya sendiri. “Kamu ingat hari ini hari apa?”

    “Kamis,” jawabku singkat. Sedikit heran, karena setahuku Kakek belum pikun.

    “Bukan, bukan nama hari yang Kakek tanya,” decah Kakek tak sabar. “Kamu tahu apa yang spesial hari ini?” lanjutnya kemudian. Kukerutkan kening untuk beberapa lama. Kemudian, aku menggelengkan kepala.

    “Ulang tahunmu!” seru Kakek tidak percaya. Aku sendiri juga kaget mendengarnya. Tanggal tujuh bulan Juli. Bagaimana aku bisa lupa? “Hari ini ulang tahunmu, Aruna!”

    “Lupa, Kek,” cengirku sambil memukul jidat. Kakek tertawa. “Selamat ulang tahun yang ketiga belas, Aruna! Sekarang, cepat habiskan makananmu atau kau akan terlambat sekolah.” Beliau benar. Segera isi piring ini kutandaskan.

    Kini, aku sudah rapi berbalut seragam sekolah. Sekali lagi kuperiksa isi tas supaya yakin tidak ada yang tertinggal, terutama ponselku. Saat ransel sudah mendarat di bahu, ketukan terdengar dari pintu kamarku.

    “Masuk Kek,” Ia kemudian membuka pintu dan melangkah masuk. Hendak kuulurkan tangan untuk pamit padanya, namun urung melihat kotak kecil hitam yang ia bawa. Kuberikan pandangan bingung padanya. “Apa itu Kek?” tanyaku penasaran.

    “Ini” Kakek meletakkan kotak itu di telapak tanganku, lalu mengatupkan jari-jariku. “Kado untukmu,” lanjutnya kemudian. Aku tersenyum padanya.

    “Makasih Kek!” aku berseru senang, namun senyumku tidak ia balas. “Bukalah,” ucapnya kemudian.

    Maka kotak itu kubuka. Mulutku melafalkan ‘wow!’ tanpa suara saat melihat isinya. Benda itu berbentuk bulat, berwarna merah dan sepertinya terbuat dari kaca. Ukurannya kira-kira sebesar bola golf dan jauh lebih ringan. Namun, yang paling menawan adalah, bola itu bercahaya terang. Sinar bola ini tidak seperti lampu manapun yang pernah kulihat. Justru, menurutku lebih mirip bara api unggun. Tidak, ada yang lebih mirip.
    Bola ini bagaikan matahari kecil.

    “Nah,” ujar Kakek kemudian. “Pergilah sekolah.”

    ****

    Siang itu, aku menjadi pusat perhatian di sekolah. Teman-teman sekelas mengerumumi meja belajarku. Bahkan, beberapa anak yang tak kukenal ikut datang menemuiku. Tebakanku, mereka berasal dari kelas lain dan penasaran bagaikan kuntilanak. Tentu saja, hal ini dikarenakan bola matahari kecil yang kupamerkan dengan bangga (dan agak sombong). Kado ulang tahun Kakek ini telah membuatku jadi selebriti dalam sekejap saja.

    “Keren banget!” seru teman sebangkuku.

    “Iya! Seperti asli!” teman yang lain menimpali.

    “Run, elu beli di mana? Aku juga mau!”

    “Ini hologram kan? Realistis banget!”

    “Gua beli ya Run? Berapapun harganya gua kasih!”

    Aku cengar-cengir saja melihat muka-muka iri mereka. Kumain-mainkan bola kecil ini dalam tangkupan tangan. Nyala cahayanya semakin membesar. Teman-temanku makin terpesona.
    Kehebohan ini berlanjut hingga jam pulang tiba. Aku masih dikerubungi anak-anak lelaki seumuranku hingga membuatku kesulitan untuk keluar kelas. Karena harus buru-buru ke perpustakaan, dengan susah payah aku mencoba kabur sembari terus membujuk mereka.

    “Nanti aku tanya di mana Kakek belinya. Janji deh,” sahutku pada mereka, sembari berlari di koridor sekolah. Sepertinya mereka puas, karena tidak ada satupun yang mengejar. Setelah itu, jalanku cukup santai sampai kakiku berhenti di depan pintu perpustakaan.

    Pandanganku menyusuri buku-buku yang berderet di lemari. Satu-persatu kutimbang-timbang judul novel-novel itu. Kira-kira, yang mana kupinjam untuk menemani aktivitas sebelum tidurku? Setelah beberapa menit berkutat dalam kebingungan, akhirnya aku menyerah. Pasrah saja pada dewa kebetulan.

    “Cap cip cup kembang kuncup. Buku mana yang aku pinjam hari i-“ tepat sebelum kalimatku selesai, ruangan perpustakaan ini mendadak gelap. Aku sontak kaget. Mati lampu? Sampai segelap ini? Meski siang telah lewat, sebelumnya matahari masih bersinar cukup terang. Namun saat ini, semuanya terlihat hitam seakan berada di tengah malam.

    “Halo?” sahutku tertahan. Perpustakaan ini selalu sepi. Namun seingatku, selalu ada pegawai yang setia duduk di balik loket peminjaman buku. Anehnya, aku tak mendengar jawaban siapa-siapa. Mungkin mereka sedang keluar?

    “Halo! Ada orang?” kali ini, aku berteriak agak lantang. Masih tidak ada jawaban. Sepertinya aku memang sendirian di sini. Bagus.

    Bagus sekali.

    Kuraba lemari untuk menuntunku di dalam kegelapan. Otakku berusaha mengingat-ingat denah ruangan ini. Perlahan kulangkahkan kaki menuju rak tempat ranselku berada. Perpustakaan ini menjadi sangat menyeramkan. Aku benar-benar ingin segera pergi dari sini.

    “Aduh!” jeritku untuk kesekian kali saat lututku membentur sesuatu, entah apapun itu. Sambil meringis terus kuseret kakiku yang terasa pedih. Setelah beberapa menit perjuangan, akhirnya aku berhasil mencapai rak yang menyimpan ranselku. Dengan penuh sukacita tas itu kuambil dan kubuka. Tanganku merogoh isinya dan meraba-raba mencari kotak kecil yang tersimpan di dalamnya. Tak lama berselang, kotak itu sudah berada dalam genggaman. Perlahan kotak itu pun kubuka, dan bola matahari mini pemberian Kakek seketika memancarkan sinar merah. Ruangan ini menjadi agak terang. Aku bisa melihat sekelilingku dengan lebih baik sekarang. Meja, kursi, lemari, semua terlihat lebih jelas.

    Termasuk sosok mengerikan di hadapanku saat ini.
     
    Last edited: Jan 30, 2013
  4. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    Hahaha, tokoh utamanya lucu. Alurnya enak dan menarik untuk diikuti nih, ditunggu part 2 nya!
     
  5. LuciferScream Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jan 15, 2011
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +865 / -0
    hell ooo there, baru baca, dan ternyata baru sadar kalo gw uda baca cerita ini di forum sebelah, my bad. -_____-
    mmmm cukup bikin penasaran ceritanya, gaya penceritaanya santai dan maksimal.

    Imo, ada sedikit adegan yang mnurut gw ga perlu bro, disamping itu pas dia di perpus kan gelap tuh, sampe item smua, ko dia bisa nemu tasnya yah?
     
  6. ivan245 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 20, 2009
    Messages:
    296
    Trophy Points:
    221
    Ratings:
    +14,656 / -0
    makasih komennya. chapter 2 on progress. Nyicil sih nulisnya, haha :p

    Adegan yang mana bro? Trus Tas itu... iya juga, rada skip fitu ya.
    ntar kuedit dah. Thx masukannya
     
  7. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    bener-bener masih pendek banget:bolakbalik: komen apa ya..:puyeng:
    well, kalau liat penulisannya, yang ini udah jauh lebih bagus dibanding fict kamu yang Raka.:top:
    Cuma.. ngeliat ni 1st POV, saya berharap deskripsi feelnya lebih kerasa. Kadang narasinya berasa terlalu formal, jadi kurang "wah".
    Contohnya kayak pas Aruna kaget soal dia lupa hari ulang tahunnya. Atau pas terakhir dia ngomong soal ngeliat sosok mengerikan.
    saya pikir itu bisa dibuat lebih dramatis. Lebay dikit gapapa lah:ngacir:

    Dan setuju sama Lucifer, pas adegan di perpus gelap gulita gimana caranya dia bisa tiba-tiba langsung nemu tasnya? IMO ni adegan bisa diperpanjang dikit.
    gitu aja. Ditunggu lanjutannya ya:xiexie:
     
  8. spinx04 Veteran

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 22, 2009
    Messages:
    1,675
    Trophy Points:
    217
    Ratings:
    +2,539 / -0
    tak di sangka....menarik!!! :shock1:

    mana kelanjutannya ini??!! :onfire:




    untuk gaya bahasa ga ada yang istimewa IMO, tapi penceritaannya menarik n bikin keterusan baca, nice :top:

    n aq setuju dengan pendapatnya merpati98, cerita fantasi ginian gapapa lah kalo di lebay kan sedikit untuk pengungkapan ekspresinya :hehe:
    #soalnya aq juga suka gitu :hihi:

    btw, untuk usia aruna, kayaknya 13 tahun kemudaan...or ada rencana lain? :iii:

    keep writing :top:
     
  9. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    ikut komentar ya :nongol:

    ceritanya mantap dan mudah dicerna :top: ditunggu kelanjutannya

    satu pertanyaan,
    kalimat 'mereka berasal dari kelas lain dan penasaran bagaikan kuntilanak'
    emangnya mak kunti itu suka penasaran ya? :???:
    cuma untuk menambah wawasan saya aja sih, mungkin ada info mengenai makhluk tersebut yang saya belum tahu, jadi bisa untuk referensi saya ke depan jg :belajar:
     
  10. ivan245 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 20, 2009
    Messages:
    296
    Trophy Points:
    221
    Ratings:
    +14,656 / -0
    Update. Sedikit pengenalan tokoh utama.
    Seutas senyum tipis terkembang di bibirku. Kulihat punggung pria kecil berbalut seragam putih-biru itu, saat buru-buru melompati pagar karena sudah terlambat sekolah. Dadaku pun disesaki rasa haru. Ada alasan kuat mengapa dia adalah cucu kesayanganku.

    “Tantri, kau lihat anakmu itu? Dia sudah besar sekarang,” aku membatin pilu. Setetes air mata lalu jatuh dari pelupuk.

    Cucuku itu bernama Aruna Rahmat Wijaya. Hasil dari pernikahan anakku, Tantri, dan seorang lelaki hebat bernama Surya. Aruna mewarisi mata berwarna merah marun milik ayahnya, sementara rambutnya yang hitam dan berkilau adalah salinan dari ibunya. Ia juga memiliki sifat persis ayahnya: keras kepala dan berkemauan kuat. Sedangkan kalau tertawa, ia sangat mirip ibunya. Tak ada sedikit pun jejak keberadaanku pada tubuh Aruna. Satu-satu hal yang kuwariskan padanya, adalah ilmu bela diri kuno yang sedang kuajarkan.

    Tunggu, coret yang tadi:

    Yang HARUS kuajarkan.

    Untuk anak seusianya, dia tergolong pendek. wajar saja, dia tidak pernah minum susu dan hal itu bukan kesalahannya. Pernah sekali, ketika Aruna masih kecil, aku membelikannya es krim vanilla di restoran. Terpaksa, karena dia terus-menerus merengek memintanya. Namun, hanya dalam sedikit cicipan, Aruna langsung muntah-muntah. Panik, ia langsung kularikan kepada dokter terdekat. Setelah diperiksa, Dokter mengatakan bahwa Aruna mengidap lactose intolerant.

    Meskipun memiliki hambatan dalam postur tubuh, Aruna adalah murid yang brilian. Dia selalu cepat dalam menangkap ilmu yang kuberikan. Aku ingat, saat pertama kali mengajarkan kuda-kuda Indra padanya, sukses ia lakukan dengan sempurna hanya dalam sekali coba. Sebulan kemudian, kami bahkan sudah bisa latih tanding. Di sekolah Aruna juga pelajar yang baik. Meski jarang mendapat ranking, nilainya selalu di atas rata-rata. Nilai matematikanya juga selalu yang terbaik di kelasnya.

    Aku beranjak memasuki rumah, berjalan melalui ruang tamu dan memasuki ruang tengah. Satu-persatu kutelaah foto-foto yang tergantung di dinding. Gambar-gambar berpigura itu bagai dokumentasi pertumbuhan Aruna. Mulai ulang tahun pertamanya, hingga saat ia mengangkat piala juara satu turnamen futsal yang diselenggarakan empat bulan yang lalu. Aku sedikit terkekeh. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin tangan-tangan mungil Aruna menarik-narik janggutku. Kemurungan lalu menghampiri benakku. Sekali lagi, kusapukan mataku menuju sekeliling ruangan. Bagi mereka yang memiliki keluarga normal, tentu akan bisa menyadari adanya keganjilan di rumah ini. Dari puluhan foto yang terpajang di ruangan ini, tidak ada satupun foto kedua orangtua Aruna yang terlihat.

    Ya. Aruna tidak pernah mengetahui wajah kedua orangtuanya.

    Pernah sekali dia bertanya perihal mereka, dan kukisahkan padanya sebuah cerita. Namun, cerita itu jauh dari kenyataan. Aku masih ingat mimik wajahnya yang sangat kecewa saat itu. Terpantul sangat jelas kesepian dari kedua bola matanya. Ingin sekali kubeberkan kebenaran yang berhak diketahuinya. Tetapi, waktu itu Aruna masih terlampau kecil untuk mengerti, dan fakta sebenarnya akan sangat menyakitkan diri.

    Dan hari ini adalah ulang tahunnya yang ketiga belas. Belum dewasa, tapi waktu yang ia miliki tidak banyak lagi. Setelah Aruna pulang dari sekolah nanti, akan kubeberkan semua. Mulai dari awal sampai akhir. Terkait ibunya, ayahnya, dan misi yang harus ia emban. Telah kubekali Aruna agar mampu bertahan hidup. Sudah kuwariskan padanya pusaka dari ayahnya. Selepas senja, seusai makan malam, akan kuungkapkan semua rahasia.

    Dan seisi ruangan mendadak gelap gulita.

    “Astaga!” aku membatin panik. Bulu kudukku meremang.

    Abyss? Ternyata aku terlambat!”

    ***

    “Aaahhhh!!!!” aku menjerit penuh ketakutan sembari melarikan diri. Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan kengerianku saat ini. Makhluk itu, bermuka merah bagai belum lama dikuliti terlihat sangat mengerikan. Tidak ada bola dalam rongga-rongga matanya. Hidungnya… Aku bahkan tidak yakin makhluk ini memilikinya. Dia terbalut oleh helaian kain-kain hitam yang lusuh, dengan sepasang tangan kurus kehitaman menyembul dari baliknya. Astaga, makhluk apa itu? Mengerikan sekali! Hantu? Dan kenapa dia mengejarku? Apa yang terjadi???

    Aku terus berlari sekuat tenaga menyusuri koridor gelap ini. Perhatianku terfokus ke lantai, agar aku tidak tersandung sesuatu yang dapat membuatku jatuh. Sialnya, karena panik dan gelap, dalam waktu singkat aku sudah kehilangan arah. Setiap ada belokan aku langsung menikung tajam. Otakku terlalu ketakutan untuk peduli ke arah mana aku harus melarikan diri. Pokoknya, yang penting kabur!

    “Tolong!” sahutku mecoba mencari bantuan. Tidak ada jawaban.

    Ke mana semua orang? Kenapa tidak ada siapapun di sini? Apa mereka semua dibunuh? Astaga! Aku tidak berani membayangkannya.

    “Tolong! Siapapun, tolong!” kali ini, suaraku pecah. Dadaku terasa sesak dan mataku mulai berkaca. Rasa letih perlahan menghampiriku. Kepasrahan kini menggerogoti hatiku. Hawa dingin yang menjalari punggungku semakin terasa, pertanda makhluk itu makin mendekat. Percuma. Apa aku menyerah saja?

    Akan tetapi, keberuntungan ternyata masih berpihak pada diriku. Rute pelarian acak yang kuambil secara ajaib telah membawaku menuju ruangan ini. Kebetulan kulihat papan namanya yang terbaca setelah diterangi cahaya matahari kecil.

    “Ruang UKS!” pekikku tertahan. Secercah harapan kini mulai timbul. Segera pintunya kubuka dan beranjak masuk. Setelah menutup kembali pintunya, aku menyapukan cahaya ke seluruh ruangan. Sepintas, ruangan ini tidak ubahnya ruangan UKS di sekolah-sekolah lain. Sepasang tempat tidur, selembar tirai penyekat, lemari obat-obatan yang selalu terkunci, dan meja kerja perawat. Hal-hal yang biasa.

    Kulangkahkan kaki menuju dinding yang berseberangan dengan lemari obat-obatan. Setelah kuraba sebentar, dinding itu kemudian kuketuk dan menghasilkan suara nyaring. Senyumku pun mengembang. Entah karena alasan apa, ruang UKS ini telah dipersempit menggunakan tripleks oleh Kepala Sekolah. Maka dari itu, antara dinding batu dan tripleks, terdapat ruangan kosong. Oleh siswa yang nakal, ruangan ini menjadi tempat favorit mereka untuk membolos. Pernah, suatu waktu saat aku terbaring sakit di sini, kulihat beberapa siswa berbondong-bondong masuk melalui celah di sudut dinding ini. Berdasarkan ingatan itu, dibantu oleh cahaya dari matahari kecil dinding ini kuteliti sudutnya. Benar saja, hanya sebentar berhasil kutemukan lekukan untuk menggeser papan tripleks ini.

    Akan tetapi, masih terlalu cepat untuk bernafas lega. Tiba-tiba telingaku menangkap suara campuran desisan dan rintihan yang terdengar sudah sangat dekat. Astaga! Makhluk itu sudah ada di balik pintu! Bulu kudukku langsung berdiri, saat kulihat gagang pintu itu mulai berputar. Gegas kugeser dinding tripleks itu, masuk ke dalamnya dan cepat-cepat kembali menutupnya. Tergesa-gesa kumasukkan matahari mini kembali ke kotaknya, lalu kutangkupkan kedua tanganku menutupi hidung dan mulut.

    Nafasku tertahan, saat terdengar suara pintu terbuka. Kurapatkan tubuhku yang bergetar hebat ke dinding batu. Suara rintihan mendesis aneh itu semakin dekat. Mataku mulai berkaca-kaca, namun terus menatap lekat papan pintu tempatku masuk tadi. Hatiku terus berdoa, semoga makhluk apapun itu tidak menyadari kehadiranku di sini. Akan tetapi, suara aneh itu kini terdengar sangat jelas. Makhluk itu pasti berdiri tepat di depan dinding tripleks ini. Aku memejamkan mata. Tubuhku bergetar semakin hebat. Setengah mati isakku berusaha kutahan. Saat itu, satu detik bagai puluhan tahun rasanya.

    Namun, perlahan suara itu makin menjauh. Terus, hingga akhirnya tidak kedengaran sama sekali. Setelah sedikit merasa agak tenang, kucoba mengumpulkan keberanian dan sedikit menggeser pintu tripleks untuk mengintip. Aku akhirnya benar-benar merasa lega, saat makhluk itu tidak ada lagi di ruangan UKS.

    Kurebahkan tubuhku di lantai. Rasa capek yang sempat terlupakan kini berbondong-bondong datang. Untuk sementara, aku bisa merasa aman. Kukeluarkan bola matahari mini dari kotaknya. Cahayanya seketika memenuhi seisi ruangan. Tempat ini ternyata cukup luas. Satu kali tiga meter, tebakku. Kemudian pandanganku terjatuh pada ranselku yang sempat terbaikan. Lama tas punggung itu kupandang lekat-lekat, kemudian mataku kupejamkan. Setelah mampu kembali berpikir dingin, aku lalu membatin pelan.

    “Oke, saatnya menyusun rencana.”
     
    Last edited: Jan 31, 2013
  11. ivan245 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 20, 2009
    Messages:
    296
    Trophy Points:
    221
    Ratings:
    +14,656 / -0
    Makasih reviewnya. Terlalu formal ya? Dilebay-in itu gimana sih? Boleh minta contoh gak? :malu:


    Makasih komentarnya. Berikutnya akan saya coba dilebaykan. Supaya tidak kaku kan?
    Btw 13 tahun wajar kok. Percy Jackson di novel Lightning Thief kan umurnya 12 tahun. Lagian nanti ada time skip.


    hahaha, iya lho. Kunti itu kan hantu penasaran. Di twitter kan sering tuh, becandaan pakai hashtag #penasarantingkatkuntilanak :lol:
     
  12. s3mar M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 16, 2012
    Messages:
    1,012
    Trophy Points:
    112
    Ratings:
    +287 / -0
    keren nih ceritanya, ada unsur bela diri n makhluk menyeramkan, saya suka :top:
    di cerita selanjutnya banyakin adegan berantemnya ya kalau bisa :hehe: plus adegan makhluk2 menyeramkannya juga :ogtop:

    gak sabar buat baca next chap :ogterbang:
     
  13. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    j-jadi.. Aruna itu laki-laki? o_O MY WHOLE LIFE IS A LIEE!!*caps**noh lebay:ngacir:

    chap 2-nya bagus. Hem. Iya bagus.:puyeng:
    tapi rasanya ada yang kurang...:bolakbalik: ah, ga masalah sih.
    emang susah soalnya:bolakbalik:
     
  14. frick M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 1, 2008
    Messages:
    3,641
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,734 / -0
    Gw kira juga cewek.
    Hancur hatikuuu :terharu:

    ====================:ngacir:
     
  15. LuciferScream Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jan 15, 2011
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +865 / -0
    gw yang ketiga yang nyangka cw . wkwkwkwkk
    anyway, bagian dimana aruna mendadak mempunyai keberanian untuk bales dendam mnurut gw sedikit ganjil bro..
    jadi pnasaran ttg rahasia yang mau diceritakan si grandpa.
    :D
     
  16. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    :nongol: wah, berarti saya sendiri dung yang berpikir dari awal bahwa Aruna itu laki2

    mantap nih, :takut: suasana tegangnya cukup berasa

    ditunggu kelanjutannya :peace:
     
  17. s3mar M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 16, 2012
    Messages:
    1,012
    Trophy Points:
    112
    Ratings:
    +287 / -0
    gak sendirian kok kak :ognongol:
    saya juga dari awal udah nyangka laki2, kenapa ya? gatau juga :peace: :hehe:
     
  18. ivan245 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Oct 20, 2009
    Messages:
    296
    Trophy Points:
    221
    Ratings:
    +14,656 / -0
    @ all : bukannya Aruna itu umumnya nama cowo ya? Atau jangan-jangan aku salah informasi :swt:

    Boleh tau kurangnya apa kaka? Aku mau tau dong, namanya juga belajar.

    maksudnya yang 'saatnya pembalasan' itu ya? Aku juga ngerasa agak ganjil, so kuedit jadi 'saatnya ronde kedua'

    Chapter 3 besok. Soalnya udah fix banget yang mau ditulis, plus lagi semangat :lalala:
     
    Last edited: Jan 30, 2013
  19. s3mar M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 16, 2012
    Messages:
    1,012
    Trophy Points:
    112
    Ratings:
    +287 / -0
    iya, begitu baca namanya Aruna aku langsung membayangkan sosok cowok tuh :hero:

    nah, kalau diganti jadi 'saatnya ronde kedua' menurut saya agak kurang sreg. emang kapan ronde pertamanya? :hehe: dibanding diganti mending tetep aja 'saatnya pembalasan' lebih bikin penasaran :elegan:
     
  20. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    yang bener Aruna itu bukan nama umum:ngacir: kalau Garuda baru umum:ngacir: dan saya malah kebayang Eruna masalahnya:ngacir:

    well... actually.. I couldn't feel a thing when I read this. It's good. But.. I don't know.:puyeng:
    Bagus sebenernya. Tapi kalau buatku kurang berasa, ketakutannya, ketegangannya. Jadi agak.. kurang. Bagus tapi.
    Bukan berarti aku bisa jg bikin yang ada feelnya sih:swt:

    ah.. setuju juga sama Lucifer(again).. kalau saya di posisi Aruna sih mendingan mikirin kabur daripada mikirin pembalasan or sejenisnya.
    IMO sih scene dia mikirnya lebih diperpanjang, trus kesimpulannya dia cuma bisa kabur dari hantu(or monster) itu dengan ngalahin(atau sejenisnya) hantu itu sendiri. Misalnya.
    Soalnya pertamanya dia kayak takut banget gitu. Kalau tiba-tiba berani kan jadi agak.. aneh emang:puyeng:
     
  21. frick M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 1, 2008
    Messages:
    3,641
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,734 / -0
    Gugel Aruna; di bagian hasil gambarnya, foto cewek semua :haha:

    Aruna nama dewa (bukan dewi) India/Hindu, tapi dipake kebanyakan untuk cewek sepertinya karena terdengar feminin...
    :hmm:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.