1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Lim Xiang Lin

Discussion in 'Fiction' started by kirih, Dec 3, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    agan" sekalian.. neh aku mo share cerita yang aku buat..
    Cerita ini merupakan sebuah kisah panjang yang terinspirasi dari sebuah kisah yang menimpa temanku,,
    namun nama orang maupun tempat telah ku ubah..
    jika tempat dan nama ada kesamaaan.. itu bukanlah unsur yang sengaja..
    mohon bimbingannya.. yorosiku onegai simas...


    Silahkan dibaca... dan mohon komentarnya..
    berikut daftar isinya

    Terima kasih
     
    • Like Like x 2
    Last edited: Jan 16, 2013
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. fos_arunz Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 17, 2011
    Messages:
    28
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +145 / -0
    keren...
    penceritaan nya dah bagus
    cuma kurang panjang az untuk dinilai
    :semangat:
     
  4. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    Chapter 1
    Permulaan

    Masyarakat tentu sudah sering mendengar tentang kawin kontrak. Kawin jenis ini sering dilakukan oleh warga asing agar memperoleh visa menetap di suatu daeerah. Inilah yang terjadi di daerah-ku.

    Namaku Lim Xiang Lin atau biasa di pangil Johana. Aku tinggal di sebuah desa di provinsi Kalimantan Barat. Desa itu terletak tidak jauh dari kota Singkawang, namanya Desa Sekawi . Umurku 14 dan duduk di sebuah sekolah dasar negeri. Orangtuaku berkerja buruh untuk menafkahi keluarga kami. Hasil yang diterima oleh mereka sangat sedikit. Rp 20.000,00 bahkan kurang dan dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

    Disekolah aku terkenal dengan anak yang sangat pandai. Mulai dari kelas 3 sekolah dasar aku sudah mendapatkan juara 2 di kelas dan mendapat beasiswa 6 bulan bebas SPP (Sumbangan Penyelegaraan Pendidikan). Beasiswa ini sangat membantu untuk meringankan penderiataan orang tuaku. Tentu saja mama ku sangat bangga ketika ia harus ke sekolah untuk menemui kepala sekolah, namun tidak dengan papaku. Papaku sangat membenci anak perempuan. Ia mengangap anak perempuan merupakan benalu dalam keluarga.

    Memang dalam mitos cina, anak perempuan sering dianggap sebagai kaum yang tidak dapat berbuat apa-apa. Dianggap sebagai pemutus marga/keturunan keluarga. Tidak hanya itu, anak perempuan dianggap hanya sebagai pemuas kaum lelaki saja. Sehingga setiap kali aku mendapat beasiswa ayahku selalu mencemooh ku dengan berkata “Sepandai-pandainya anak perempuan, nanti juga akan kembali ke dapur (聪明的女孩学习研究如何将回到厨房)”. Ungkapan itu berarti sepandai apapun perempuan ia akan kembali menggurusi keluarga dengan memasak di dapur, melayani suami ketika ia pulang dari pekerjaannya yang melelahkan.

    Jujur saja ku tidak dapat menerima ungkapan itu. Sebagai seorang perempuan yang sudah belajar, ungkapan ini menjadi cambuk bagiku untuk membuktikan bahwa aku bisa keluar, dan mendapatkan perkerjaan yang lebih baik serta keluar dari jeratan ungkapan tersebut. Menurutku, seorang istri tidak hanya harus berada di dalam rumah untuk mengurus anak dan makanan bagi suaminya. Yang harus di perhatikan adalah bagaimana seorang istri menjaga keharmonisan dalam keluarga.

    Singkawang adalah sebuah kota kecil yang terletak di sebelah utara kota Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. Untuk sampai di daerahku membutuhkan waktu kurang lebih 3 sampai 4 jam. Walaupun kota ini kecil, kami memiliki banyak sekali turis asing yang datang ke kota kami terutama pada bulan Januari ataupun Febuari. Di kota kami ini terdapat sebuah event yang belum tentu terdapat di daerah lain. Event ini hanya terjadi satu tahun sekali, yaitu pada hari pertama imlek atau tanggal 1 penanggalan cina dan hari ke-limabelas imlek atau tanggal 15 penanggalan cina (biasa di sebut Cap Go Meh). Ketika di hari itu, para tatung (sebutan cina untuk dukun) turun kejalan untuk pamer kebolehan. Unjuk kebolehkan tersebut antara lain dengan melakukan atraksi menusuk diri dengan menggunakan benda tajam, duduk diatas parang, meminum darah ayam, dan melakukan banyak tindakan-tindakan ekstrim.

    Pada saat-saat seperti inilah, banyak orang tua mencarikan suami untuk anak mereka yang telah menginjak usia 16-17 tahun. Mereka menikahkan anak mereka dengan turis-turis asing dengan harapan mereka mendaptkan banyak uang dari hasil pernikahan anak mereka dan turis asing. Orang tua malah akan lebih bahagia apabila anak mereka dibawa oleh turis asing ke negara mereka dan diberikan pekerjaan. Setuju atau tidak setuju si anak harus menyetujui pernikahan yang telah di setujui.
     
    Last edited: Dec 27, 2012
  5. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    Chapter 2
    Larangan

    Perayaan imlek telah berakhir. Keramaian di daerah ku sudah menghilang. Aku tidak tahu apa yang dilakukan oleh ayah dan ibu selama perayaan imlek berlangsung, karena mereka berdua selalu tidak ada di rumah. Ketika imlek, ada tradisi orang tua atau orang yang telah berkerja diharapkan memberikan sebuah amplop merah yang berisikan uang (洪保; Hóng bǎo) kepada anak-anak yang bertandang kerumah mereka. Ini merupakan sebuah tradisi yang menandakan bahwa orang yang lebih tua memberikan sedikit rejeki mereka kepada anak agar mereka kelak dapat sukses, walaupun saat ini sudah sering disalah artikan oleh masyarakat. Masyarakat lebih mengartikan hong bao sebagai sarana untuk mendapatkan uang dari orang tua.

    Sekarang sudah memasuki bulan maret, waktu ku telah dekat untuk menempuh UAN (Ujian Akhir National). UAN akan menentukan apakah aku layak untuk lulus dari bangku sekolah dasar. Menurut guruku, soal UAN sangat susah, bahkan tahun lalu hampir 20% siswa sd kami yang tidak lulus.

    Banyak alasan yang membuat hal itu terjadi. Salah satunya karena bulan maret adalah bulan panen padi. Hampir semua anak menjadi buruh untuk membantu ayah mereka di sawah. Membantu memanen padi yang hektar-hektar luasnya hanya dengan sabit dan pisau. Untuk membantu mendapatkan nafkah tambahan untuk makan.

    Xing Xia Mei atau Meilinda, sahabatku di kelas, ia juga mengalami nasib yang sama dengan ku. Ayahnya menyuruh untuk membantu memanen padi milik tetangga yang merupakan juragan tanah di daerah kami. Ayahku dan ayah Mei memiliki sifat dan kerakter yang sama. Oleh karena itu, kami merasa senasib.

    Aku dan Mei tidak memiliki banyak pilihan selain mengikuti kemauan dari ayah kami. Walaupun pada hari yang ditelah ditentukan tersebut, kami harus mengikuti ujian nasional. Para guru kami telah menjelaskan hal ini pada ayah, namun hasilnya nihil, ayah tidak mengijinkan kami mengikuti ujian nasional.

    Sehari sebelum ujian nasional berlangsung, aku bertandang kerumah Mei. Aku menenangkan Mei yang sedang nagis, mungkin karena di pukul oleh ayahnya karena ia melakukan sedikit kesalahan. Wajahnya yang memar membuat hatiku sakit. Ia menceritakan padaku, bahwa ayahnya pulang dalam keadaan mabuk, kemudian ia disuruh untuk mengambil untuk membasuh muka. Menurut ayahnya, air yang diambilkan oleh Mei terlalu dingin, dan Mei pun disiram dan dipukuli oleh ayahnya. Malam ini kami merencakan untuk ke sekolah diam-diam, namun diketahui oleh ibu Mei. Aku kira ibu Mei akan melarang kami melakukan hal ini, namun ternyata tidak, ibu Mei malah mendukung kami untuk ikut ujian nasional.

    Hari ujian tiba, aku pagi-pagi sekali telah berangkat ke sawah dengan pakaian sederhana, dan membawa sebuah tas. Tas itu berisi seragam sekolah dan juga peralatan untuk mengikuti ujian. Mengetahui hal itu, ibu sangat mendukungku. Sebelum berangkat kesawah, ibu memberikan dukungan padaku dan juga ia akan merahasiakan kebaradaanku ketika di sawah.

    Dari kejauhan aku sudah melihat Mei dan teman-temanku yang lain, mulai memanen padi. Akupun menyusul dan mulai memotong padi. Orang tuapun mulai ikut turun memanen padi. Ketika sudah waktunya akan mulai ujian, aku memberikan isyarat pada mei. Kamipun melarikan diri melalui semak-semak untuk sampai ke sekolah.

    Sampai di sekolah kami di tegur oleh ibu guru, dan bertanya kenapa kami bisa ke sekolah padahal orang tua kami tidak mengijinkan. Setelah menjelaskan dengan baik, ibu guru ternyata mau membantu kami. Kami segera berganti pakaian dan membersihkan diri, dan masuk keruang kelas.

    Soal-soal ujian mulai di bagikan. Hari ini, hari ujian pertama dengan mata pelajaran matematika yang ku sukai. Soal-soal ujian kurasakan cukup mudah. Hampir semua soal telah diberikan oleh ibu guru dalam mengajar kami. Hanya cukup dengan membolak-balikan rumus-rumus yang telah ada, alhasil pun didapat. Dalam waktu 120 menit, aku berhasil menjawab semuanya dan yakin kalau hampir semua jawabanku benar.

    Begitu pulang, aku dan Mei tidak langsung pulang kerumah. Kami berganti pakaian terlebih dahulu dengan pakaian yang kami kenakan tadi pagi dan menuju sawah tetangga yang masih belum terselesaikan. Kami kembali membantu memunguti batang-batang padi yang berserakan.

    Pukul 6 tepat kami pulang dengan keadaan lelah. Ayah tidak menyadari bahwa aku dan Mei mengikuti ujian. Akupun mandi dan tidak lama kemudian ibupun memangil aku dan ayah untuk makan. Selesai makan, aku langsung masuk ke kamar dan mulai membaca buku pelajaran bahasa Indonesia, karena besok akan di ujikan. Ketika aku sedang serius membaca, aku mendengar pintu kamarku dibuka. Aku kaget dan pura-pura tidur, namun ternyata yang mendekatiku adalah ibu. Ibu bertanya tentang ujian matematikan yang tadi aku ikuti. Setelah mendapat penjelasanku, ibu kembali ke kamarnya, dan akupun kembali membaca buku bahasa Indonesia. Dan entah kapan akupun terjaga.

    UAN yang berlangsung 3 hari itu benar-benar membuat aku dan Mei kelelahan, dan merasakan perasaan bersalah telah membohongi ayah kami, namun setelah kami melewatkan 3 hari itu, kami merasakan perasaan teramat lega.
     
    Last edited: Dec 27, 2012
  6. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    Chapter 3
    Kesedihan atau kebahagiaan

    Bulan mei, bulan dimana angin bertiup dengan sangat kencang, menandakan bahwa musim tanam sudah dimulai. Sapi-sapi mulai dikerahkan untuk membajak sawah. Kamipun ikut turun kesawah hanya sekedar untuk membawakan makan siang untuk ayah dan menemaninya makan. Aku dan mei masih menunggu pengumuman dari hasil ujian. Dengan harapan kami dapat melanjutkan sekolah kami ke bangku yang lebih tinggi. Namun, harapan itu mesti kami tinggalkan. Tanggal 17 mei, tepatnya hari ulang tahun mei yang ke 15. Ayah Mei memberitahu bahwa mei telah bertunangan dengan seorang pria yang berasal dari Taiwan. Aku terkejut dengan berita itu. Mei mau menolak, namun ayahnya yang keras, membuat dia merenungkan niatnya untuk membantah perkataan orang tuanya. Ia hanya bisa menangis di kamarku dan meceritakan kisahnya yang menyedihkan itu. Aku tidak dapat berbuat apa-apa untuk Mei, dan sampai sekarang aku menyesali hal itu.

    Ketika ayahku memberitahuku hal yang sama, aku pun shok. Ternyata ayahku juga menjodohkan aku dengan seorang pria dari Shanghai. Aku tidak menolak hal itu, tapi aku juga mulai berpikir tentang nasibku kedepannya. Aku banyak mendengar dari teman-teman dan ibu guruku. Menikah dengan orang asing yang tidak kita kenal belum tentu kita dapat bahagia. Banyak hal yang aku pikirkan sehingga aku tidak dapat tidur dan jatuh sakit. Ibuku mulai merawatku, namun ayah melarang dan malah menyuruhku untuk menyapu. “你为什么不扫地?(Nǐ wèishéme bù sǎodì?; kenapa kamu tidak menyapu lantai?)”,kata ayah. Ibu menjawab pertanyaan ayah,”如果你没有看到你的孩子生病,还是收费他扫 地?(Rúguǒ nǐ méiyǒu kàn dào nǐ de hái zǐ shēngbìng, háishì shōufèi tā sǎodì?; apakah kamu tidak melihat anakmu sakit, masih saja menyuruhnya menyapu lantai?)”. “她是个女孩, 生病是没 有任何借口(Tā shìgè nǚhái, shēngbìng shì méiyǒu rènhé jièkǒu; dia anak perempuan, sakit bukan alasan)”. Mendengar hal itu akupun bangkit dari tempat tidur, dan mulai mengambil sapu. Walaupun badanku sakit semua, aku terpaksa mengerjakannya. Kalau ayahku mengamuk, ia dapat mengambil gagang sapu dan memukul sampai gagang itu patah. Aku tahu ibuku menangis tersedu, karena ketika aku keluar kamar untuk menmgambil sapu, ayahku memarahi Ibu. Tidak ada yang bisa ku perbuat untuk melindungi Ibu. Aku hanya dapat menahan kesedihanku di dalam hati.

    31 Mei, tanggal pembagian SKHU(Surat Keterangan Hasil Ujian), Aku dan Mei kembali datang ke sekolah. Aku lihat keadaan Mei yang cukup mengenaskan, matanya sembab, pipinya merah, tangannya penuh luka, entah apa yang dialaminya selama 2 minggu ini. Dia tidak dapat datang kerumahku karena ayahnya melarangnya untuk keluar, dan akupun begitu. Ayahku melarangku untuk bertamu dengannya. Ia tidak begitu berani melihat ke arahku, namun aku tahu, ia mau berbicara banyak denganku. Upacara bendera, telah selesai di lakukan, saatnya para guru untuk mengumumkan yang lulus dan tidak lulus bangku SD. Tidak berapa lama, Kepala Sekolah maju kedepan dan mulai mengumumkan. “Selamat Pagi”, teriak Kepala Sekolah, “Selamat pagi”, jawab kami serempak. “Hari ini Bapak berdiri didepan dengan sangat bangga. Belum pernah Bapak sebangga ini ketika melaporkan hasil ujian kalian. Ada dua orang murid, tahun ini mendapat peringkat 1 dan 2 untuk regional Kota Singkawang. Mereka ada anak murid yang pintar, mereka adalah Meilinda dengan nilai rata-rata 9,25 dan Johana dengan nilai rata-rata 9,5. Tepuk tangan dan silahkan Johana dan Meilinda untuk maju ke depan”, kata Kepala Sekolah. Tepuk tangan dan teriakan riuh membuat ku tersadar dari lamunan ku dan berjalan pelan dari tempat ku berdiri menuju kedepan barisan.

    “Selamat Johana, kamu berhasil”, kata Kepala Sekolah sambil menjabat tanganku

    “Selamat Meilinda”, kata Kepala Sekolah sambil menjabat tangannya

    Kemudian Kepala Sekolah memberikan kami piagam penghargaan dan Ijazah kami. Aku bahagia, namun tidak dengan Mei, ia masih sembab dan tidak berani memandang teman-teman yang lain. Aku tidak dapat membaca pikirannya, apakah dia senang ataukah dia sedang sedih. Dia tidak pernah dipukul oleh ayahnya sampai sememar itu. Selesai upacara pemberian hadiah dilanjutkan dengan pembacaan nama-nama yang lulus. Setelah itu kamipun bubar dan pulang. Aku mengandeng tangan Mei sambil berjalan pulang. Tidak sepatah katapun yang terucap dari mulut kami, namun kami tahu perasaan diantara kami.
     
  7. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    cerita klasik berlatar belakang historis

    menarik, kalau ditambahkan beberapa emosi dari tokoh utama mungkin bakal jauh lebih menarik. Dari 3 chapter ini aku merasa ini masih prolog jadi hanya garis besar awal mula cerita panjang perjuangan Lim Xia Ling...potensi cerita yang bagus mengenai perjuangan seorang wanita

    ---

    banyak kali tulisan mandarin.... ga isa baca walaupun orang keturunan :haha:

    untunhg aja terjemahannya :lalala:

    sengkawang kota seribu kuil
     
  8. 1c4ru5 Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Mar 9, 2010
    Messages:
    6,687
    Trophy Points:
    267
    Ratings:
    +6,223 / -1
    busyet cerita nya nyentuh ke hati :terharu:
    benar2 kena budaya dan kebiasannya walau sbnrnya ada yg diluar pemikiran dan pengetahuan gw :malu

    dari yang gw baca dari keterangan TS,ini berarti ada kisah asli ny kan? :bloon:
    gw baru tau bahwa singkawang separah itu :swt:
    selama ini gw malah mengaggumi *maaf,tidak bermaksud sara* sodara2 seetnis, karena budaya yang berasmilasi dan berakulturasi di sana :iii:
    ditambah dengan anggapan etnis di singkawang termasuk etnis peranakkan(sudah lama mendiami nusantara ini) :iii:




    overall gw sama dengan yg di atas,keturunan tapi tidak menguasai mandarin :lol:
    untuk bahasa suku gw aja gw memiliki banyak kendala(FYI : hokku/hokkien) :XD:
    maklum keturunan peranakkan(yang mana sudah lama di nusantara dan bisa dibilang salah 1 suku bangsa asli indonesia),bukan totok(datang belakangan yg benar2 bisa dibilang "FRESH" dari sana tanpa ada pembauran atau perkembangan tersendiri kayak peranakkan)


    maaf kalau jadi oot dan kepanjangan gini :facepalm:



    btw untuk TS
    tempat yang diubah?maksudnya tempat kejadian aslinya bukan di singkawang? :???:
    terus,TS sendiri orang singkawang kah?soalnya menguasai benar tentang deskripsi lokasi :XD:
    btw itu tokoh johana aslinya benaran marga LIM?(marga loh mksdnya bkn namanya :XD:)

    tolong dijawab ya TS :hihi:


    btw overall ceritanya mantap :top:
    izin subcribe ya sekalian :XD:
    ayo ditunggu update nya om TS :lalala:
     
  9. renzhe M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 12, 2009
    Messages:
    923
    Trophy Points:
    148
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +3,632 / -0
    Mantap :ogtop:

    saya jadi penasaran sama cerita selanjutnya...

    sudah ane ctrl+d dan absen nih...

    saran buat TS...

    kalo bisa ceritain lebih detail dong kehidupan masyarakat serta lingkungan masyarakat didaerah tersebut seperti apa biar lebih padat...

    cuman saran aja... :XD: yang penting lanjut terus gan,,, :ogtop:
     
  10. fos_arunz Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 17, 2011
    Messages:
    28
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +145 / -0
    Top banget dah buat TS
    bahasa dan alurnya ga ngalor ngidul :ogtop:

    nunggu chapter 4 nya dulu :peace:
     
  11. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    muuv baru baca..

    ia gan base on that.. hehe..
    tempatnya emang bukan di singkawang, tp lebih sedikit kepedalaman.. terus grapic explanationnya juga ku ubah.. tp masih di mirip-miripin.. jadi gag 100% tempatnya bener.. 50-60% yang benernya..
    saya orang yang lumayan dekat dengan lokasi.. tp buka di TKP... XD
    ia gan.. binggung mo pake marga apa.. soalnya klu marga khan mayoritas lebih ke LIM.. (*sry klu nyinggung)
     
    Last edited: Dec 27, 2012
  12. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    Chapter 4
    Persimpangan

    Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna, sesempurna apapun manusia pasti ada kekurangannya. 14 Juni, aku dikenalkan dengan seorang pria yang dinyatakan sebagai calon suamiku. Aku melihat dia sebagai seorang laki-laki yang sudah berumur. Kumis yang tipis, badan yang proporsional, rambut yang berbelah kiri, jam yang berlapis emas di tangan kirinya serta pakaian yang perlente. Namun dibalik wajahnya yang ganteng dan membuatku sedikit terpana, atau lebih tepatnya membuatku terpana. Sekarang aku binggung, aku masih belum memikirkan tentang pernikahan, aku masih ingin mengapai impianku untuk menjadi dokter. Jadi aku harus bagaimana? Haruskah aku membuang impianku dan menurut dengan perkataan ayah? Ataukah aku pergi dari rumah?

    Hati nurani ku mengatakan aku harus pergi dari rumah. Aku tidak mau seperti temanku yang menikah muda. Aku juga takut hal yang tidak benar terjadi padaku karena guruku pernah menceritakan pengalaman temannya yang menikah dengan pria yang berasal dari taiwan. Akupun bertekat untuk kabur dari rumah. Aku memutuskan untuk kabur pada saat Ayah dan Ibu tertidur lelap.

    Waktu menunjukan pukul 01.00, aku menjalankan rencanaku. Aku membuka pintu kamar untuk memastikan ayah dan ibu telah tertidur. Aku mengambil tas sekolahku yang sudah ku masukan beberapa helai baju dan uang tabungan yang sudah ku siapkan dari siang. Aku tinggalkan sebuah surat untuk memberitahukan keluh-kesahku kepada Ayah dan Ibu.

    Aku berjalan mengendap-endap, dan kabur melalui pintu belakang yang jaraknya tidak jauh dari kamarku. Di luar langit masih gelap. Suara jangkrik dan kodok masih sangat jelas terdengar. Tiada orang yang lalu lalang sehingga akupun enak untuk berjalan. Hanya dedaunan padi yang melambai padaku ketika angin sepoi datang menerpa. Udara yang dingin tidak membuat ku menyerah. Walaupun kedinginan, aku tetap berjalan menelusuri jalan setapak yang becek menuju ke pusat kota, lebih tepatnya menuju terminal bis. Menunggu tidak menunggu berapa lama bis antar kota pun berangkat, dan aku terlelap di dalam bis.
     
    Last edited: Dec 27, 2012
  13. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    Chapter 5
    Surat

    Chen Ling Ling adalah ibu Johana yang sabar sangat menyayangi anak sematawayangnya. Ia bangun jam 4 subuh untuk memasak dan mengurus keperluan suaminya untuk mencari nafkah. Ia memulai semua perkerjaannya dari mencari kayu bakar, menanak nasi dan mencuci baju. Ia juga sering membangunkan anaknya untuk membantu menyapu, karena kebiasaan buruk suaminya, anak perempuan tidak boleh tidur sampai siang (jam 7 pagi). Jika anaknya bangun sebelum suami bangun, maka tidak akan terjadi apa-apa, namun sebaliknya jika suaminya, Lim Xia Khow lebih cepat bangun dari anaknya, maka sang anak akan di bangunkan dengan cara yang cukup unik yaitu disiram air kemudian disusul pukulan bertubi-tubi dengan mengunakan rotan ataupun gagang sapu.

    Seperti biasa, pagi ini Ling Ling bagun dari tidur langsung ke belakang, ia terkejut karena pintu belakang rumah yang selalu dikuncinya, tidak terkunci. Ia merasa ada yang janggal kemudian Membangunkan Johana. Ketika ia masuk ke kamar Johana, ia tidak menemukannya. Ia berteriak histeris yang membangunkan suaminya yang masih tertidur lelap. Segera saja Xia Khow berlari menuju ke kamar Johana. Melihat anaknya hilang, ia segera berlari menuju pintu belakang yang tidak terkunci, namun tidak ada jejak Johana. Tidak lama kemudian Ling Ling memangil suaminya untuk melihat sebuah surat yang di tingalkan Ling Ling di atas meja.


    爸爸, 妈妈
    Bàba, māmā,
    Ayah, ibu

    我真的很抱歉
    Wǒ zhēn de hěn bàoqiàn
    Aku sangat minta maaf

    我不能留在家里
    Wǒ bùnéng liú zài jiālǐle
    Aku tidak dapat bertahan di rumah lagi

    我想你能理解我
    Wǒ xiǎng nǐ kěyǐ lǐjiě wǒ
    Aku rasa kalian dapat mengerti diri ku

    我不想成为一个妻子,在这个年轻的年龄,
    Wǒ bùxiǎng chéngwéi yīgè qīzi, zài zhège niánqīng de niánlíng
    Aku belum mau menjadi seorang istri, pada umurku sekarang

    我想成为一名医生,可以挽救生命
    Wǒ xiǎng chéngwéi yī míng yīshēng, kěyǐ wǎnjiù shēngmìng
    Aku ingin menjadi seorang dokter, yang dapat menolong orang

    我听说,我的朋友,返回台湾在死亡状态
    Wǒ tīng shuō, wǒ de péngyǒu, fǎnhuí táiwān zài sǐwáng zhuàngtài
    Aku mendengar temanku yang ke Taiwan dan kembali dalam keadaan sekarat

    我认为它是成功的,打破规则,女孩必须回到厨房
    Wǒ rènwéi tā shì chénggōng de, dǎpò guīzé, nǚhái bìxū huí dào chúfáng
    Aku ingin menentang bahwa seorang gadis harus kembali ke dapur

    这就是为什么我离开家
    Zhè jiùshì wèishéme wǒ líkāile jiā
    Itu alas an kenapa aku meninggalkan rumah

    爸爸,妈妈,我真的很抱歉
    Bàba, māmā, wǒ zhēn de hěn bàoqiàn
    Ayah, Ibu, maafkan aku

    我没有给你什么,我保证我成功,我会再次见到你。
    Wǒ méiyǒu gěi nǐ shénme Wǒ bǎozhèng wǒ chénggōng, wǒ huì zàicì jiàn dào nǐ.
    Aku belum dapat memberikan apapun, tapi aku ingin sukses, dan kembali ke rumah

    你的女孩
    Nǐ de nǚhái
    Anakmu

    林美菱
    Lín měilíng


    Setelah mereka membaca surat itu, Xia Khow duduk tertegun dan Istrinya tidak lagi dapat berkata apa-apa yang ada di benak mereka adalah bagaimana mereka dapat menemui kembali anak mereka.

    Mendengar tentang surat yang ditinggalkan Johana, Mei meminta ijin ayahnya untuk pergi ke rumah Johana, namun tidak diijinkan oleh ayahnya. Ayahnya melarang karena pada hari itu orang yang datang dari Taiwan akan datang untuk menjemputnya selain itu dia juga takut kalau Mei juga akan kabur mengikuti jejak Johana.

    Tidak berapa lama kemudian, orang Taiwan itupun datang dengan membawa sebuah koper dan menyerahkannya pada ayah Mei dan kemudian membawa pergi Mei yang masih menangis meneteskan airmata karena sedih meninggalkan sahabat dan orang tuanya.
     
    Last edited: Dec 27, 2012
  14. 1c4ru5 Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Mar 9, 2010
    Messages:
    6,687
    Trophy Points:
    267
    Ratings:
    +6,223 / -1
    oh gitu :lol:
    berarti bnran ya kr2 kyk gini kebiasaan di daerah sana :keringat:
    bold :ooh thx info ny soal lokasi ny jd sdkit tmbh paham dgn cerita ny :xiexie:
    soal marga gw rasa gk nyinggung deh :lol:
    emg marga Lim salah 1 marga yg mayoritas di indonesia diantara tionghoa indonesia:hihi:

    btw dah bc sampai ke update 4 dan 5 :top:
    cerita nya makin dalam ya :iii:
    tp kesan dari part-part sblmny msi terasa dan konsisten :haha:

    btw itu TS pakai mandarin tradisional atau gmn y?(gk pandai mandarin gw :XD:)
    soalny yg papa,mama(yg dari surat johana) tulisannya sedikit berbeda yg dr yg gw tw (dan dr yg gw tw itu kyknya mandarin modern/yg sudah disederhanakan) :iii:


    btw keep posting y TS :top:
     
  15. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    sry gan,,, emang salah ketik saya...
    ayah ibunya aku gag sengaja ketekan bahasa cantonese.. jadinya tulisan keak gt... tp artinya tetep sama kok.. cmn bacanya beda

    thanx gan.. ud ku ubah jadi ke bahasa yang bener..

    ada kebiasaan yang keak gt.. ada juga yang ud maju gag keak gt.. klu yang keak gn agak ke pedalaman gan.. yang ortunya masih agak kolotan gt
     
    Last edited: Dec 27, 2012
  16. 1c4ru5 Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Mar 9, 2010
    Messages:
    6,687
    Trophy Points:
    267
    Ratings:
    +6,223 / -1
    :lol:
    gpp gan
    ooh pantasan,kanton gw kira apaan,soalnya klo dipkir2 mand.tradisional jg kgk :haha:
    iy psti la artinya sama tp bc nya beda :lol: kan cm beda bahasa doang :XD:


    ooh begitu y bro :keringat: btw thx banget atas info ny :xiexie:
    jadi rumor yg dulu2 bhw di daerah sana msi ada yg keluarga yg berpikiran tertutup/tertinggal dan masih mementingkan ekonomi itu benar adanya ya :keringat:

    btw sm2 gan :xiexie:

    keep posting gan TS :top:
     
  17. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    Chapter 6
    Mimpi

    Aku sekarang berada disebuah rumah yang sangat besar. Dihiasi oleh pernak pernik merah, tanda tahun baru imlek telah tiba. Aku tinggal sendiri disebuah mansion 2 lantai dengan taman nan hijau yang begitu luas. Di tengah-tengah taman terdapat sebuah jalan panjang menuju gerbang, dan dikanan kirinya terdapat tanaman pinus yang telah di bentuk menyerupai bentuk binatang-binatang yang unik dan aneh. Di taman terdapat ayam yang memiliki 1 kaki, dinosaurus tipenya mungkin velociraptor, dan angsa yang berpasangan dan saling ciuman. Wangi rumput yang baru dipotong, membuat hatiku senang.

    Aku sendiri mengunakan sebuah gaun yang aku impikan. Sebuah gaun yang berwarna merah muda ditambah dengan untaian mutiara membuatku bak seorang putri raja. Akupun mulai menari-nari diatas rerumputan. Berputar-putar layaknya seorang putri yang sedang berdansa dengan seorang pangeran yang sangat tampan dan akhirnya aku rebah direrumputan. Dan akupun memenjamkan mataku.

    Ketika aku membuka mataku, aku melihat sahabat karibku. Aku melihat dia disebuah rumah yang kumuh, dengan lantai yang beralaskan tanah, tungku kayu yang digunakan untuk memasak, pakaian yang banyak lobang dan kotor, rambutnya yang acak-acakan tidak karuan, luka memar di pipi kanan dan kiri, benjolan di kepalanya, dan luka bakar di tangannya.

    Ia menangis tersedu-sedu sambil menyalakan api di tungku dan mengangkat dandang yang sangat besar untuk menanak nasi. Tidak berapa lama ada seorang pria datang dan memarahi dia. Aku sendiri hanya menangkap beberapa kata yang sangat kasar untuk memarahi dia. Aku ingin membela temanku, sekeras apapun aku berteriak suaraku seakan tertahan oleh ruang hampa yang terletak di antara diriku dengan sahabatku. Akupun kembali memejamkan mata.

    Tidak berselang lama aku kembali melihat sahabatku, kali ini rambutnya kelihatan lebih bagus dan teratur. Pemandangan yang tadi kulihat seakan kabur tak berbekas. Aku melihat dia menggunakan sebuah baju tradisional Chinese, yaitu baju Chong Sam. Baju Chong Sam merupakan sebuah baju tradisional Chinese yang ketat dan sangat indah. Namun, ketika sahabatku yang memakainya dia sangat cantik.

    Aku melihat dia melakukan beberapa tarian yang menurutku sangat indah. Tarian yang sahabatku bawakan di lihat oleh banyak sekali pria yang bias dikatakan seumuran dengan ayahku atau mungkin lebih tua dari ayahku. Tidak ada suara music yang mengema ketika tarian itu ditarikan. Yang ku dengar hanyalah suara para pria yang sedang meneriakan harga. Akupun sadar, saudaraku di lelang untuk dijual. Akupun tidak tahan melihat sahabatku di lelang dan berlari untuk memeluknya.

    Semakin aku berlari, jarak-ku dan dia pun semakin jauh. Semakin cepat aku berlari, semakin lebar pula jarak antara diriku dan dirinya. Sampai pada akhirnya semuanya menjadi gelap dan aku mendengar suara yang memangilku.
     
  18. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    Chapter 1
    Permulaan

    Masyarakat tentu sudah sering mendengar tentang kawin kontrak. Kawin jenis ini sering dilakukan oleh warga asing agar memperoleh visa menetap di suatu daeerah. Inilah yang terjadi di daerah-ku.
    Namaku Lim Xiang Lin atau biasa di pangil Johana. Aku tinggal di sebuah kota di provinsi Kalimantan Barat. Kota itu bernama Singkawang. Umurku 14 dan duduk di sebuah sekolah dasar negeri. Orangtuaku berkerja buruh untuk menafkahi keluarga kami. Hasil yang diterima oleh mereka sangat sedikit. Rp 20.000,00 per hari dan dipergunakan untuk keperluan ku.
    Disekolah aku terkenal dengan anak yang sangat pandai. Mulai dari kelas 3 sekolah dasar aku sudah mendapatkan juara 2 di kelas dan mendapat beasiswa 6 bulan bebas SPP (Sumbangan Penyelegaraan Pendidikan). Beasiswa ini sangat membantu untuk meringankan penderiataan orang tuaku. Tentu saja mama ku sangat bangga ketika ia harus ke sekolah untuk menemui kepala sekolah, namun tidak dengan papaku. Papaku sangat membenci anak perempuan. Ia mengangap anak perempuan merupakan benalu dalam keluarga.
    Memang dalam mitos cina, anak perempuan sering dianggap sebagai kaum yang tidak dapat berbuat apa-apa. Dianggap sebagai pemutus marga/keturunan keluarga. Tidak hanya itu, anak perempuan dianggap hanya sebagai pemuas kaum lelaki saja. Sehingga setiap kali aku mendapat beasiswa ayahku selalu mencemooh ku dengan berkata “Sepandai-pandainya anak perempuan, nanti juga akan kembali ke dapur (聪明的女孩学习研究如何将回到厨房)”. Ungkapan itu berarti sepandai apapun perempuan ia akan kembali menggurusi keluarga dengan memasak di dapur, melayani suami ketika ia pulang dari pekerjaannya yang melelahkan.
    Jujur saja ku tidak dapat menerima ungkapan itu. Sebagai seorang perempuan yang sudah belajar, ungkapan ini menjadi cambuk bagiku untuk membuktikan bahwa aku bisa keluar, dan mendapatkan perkerjaan yang lebih baik serta keluar dari jeratan ungkapan tersebut. Menurutku, seorang istri tidak hanya harus berada di dalam rumah untuk mengurus anak dan makanan bagi suaminya. Yang harus di perhatikan adalah bagaimana seorang istri menjaga keharmonisan dalam keluarga.
    Singkawang adalah sebuah kota kecil yang terletak di sebelah utara kota Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. Untuk sampai di daerahku membutuhkan waktu kurang lebih 3 sampai 4 jam. Walaupun kota ini kecil, kami memiliki banyak sekali turis asing yang datang ke kota kami terutama pada bulan Januari ataupun Febuari. Di kota kami ini terdapat sebuah event yang belum tentu terdapat di daerah lain. Event ini hanya terjadi satu tahun sekali, yaitu pada hari pertama imlek atau tanggal 1 penanggalan cina dan hari ke-limabelas imlek atau tanggal 15 penanggalan cina (biasa di sebut Cap Go Meh). Ketika di hari itu, para tatung (sebutan cina untuk dukun) turun kejalan untuk pamer kebolehan. Unjuk kebolehkan tersebut antara lain dengan melakukan atraksi menusuk diri dengan menggunakan benda tajam, duduk diatas parang, meminum darah ayam, dan melakukan banyak tindakan-tindakan ekstrim.
    Pada saat-saat seperti inilah, banyak orang tua mencarikan suami untuk anak mereka yang telah menginjak usia 16-17 tahun. Mereka menikahkan anak mereka dengan turis-turis asing dengan harapan mereka mendaptkan banyak uang dari hasil pernikahan anak mereka dan turis asing. Orang tua malah akan lebih bahagia apabila anak mereka dibawa oleh turis asing ke negara mereka dan diberikan pekerjaan. Setuju atau tidak setuju si anak harus menyetujui pernikahan yang telah di setujui.


















    Chapter 2
    Larangan

    Perayaan imlek telah berakhir. Keramaian di daerah ku sudah menghilang. Aku tidak tahu apa yang dilakukan oleh ayah dan ibu selama perayaan imlek berlangsung. Ada kebiasaan waktu imlek orang tua atau orang yang telah berkerja diharapkan memberikan sebuah amplop merah yang berisikan uang (angpau) kepada anak-anak yang bertandang kerumah mereka. Ini merupakan sebuah tradisi yang menandakan bahwa orang yang lebih tua memberikan sedikit rejeki mereka kepada anak agar mereka kelak dapat sukses, walaupun saat ini sudah sering disalah artikan oleh masyarakat.
    Sekarang sudah memasuki bulan maret, waktu ku telah dekat untuk menempuh UAN (Ujian Akhir National). UAN akan menentukan apakah aku layak untuk lulus dari bangku sekolah dasar. Menurut guruku, soal UAN sangat susah, bahkan tahun lalu hampir 20% siswa sd kami yang tidak lulus.
    Banyak alasan yang membuat hal itu terjadi. Salah satunya karena bulan maret adalah bulan panen padi. Hampir semua anak menjadi buruh untuk membantu ayah mereka di sawah. Membantu memanen padi yang hektar-hektar luasnya hanya dengan sabit dan pisau. Untuk membantu mendapatkan nafkah tambahan untuk makan.
    Xing Xia Mei atau Meilinda, sahabatku di kelas, ia juga mengalami nasib yang sama dengan ku. Ayahnya menyuruh untuk membantu memanen padi milik tetangga yang merupakan juragan tanah di daerah kami. Ayahku dan ayah Mei memiliki sifat dan kerakter yang sama. Oleh karena itu, kami merasa senasib.
    Aku dan Mei tidak memiliki banyak pilihan selain mengikuti kemauan dari ayah kami. Walaupun pada hari yang ditelah ditentukan tersebut, kami harus mengikuti ujian nasional. Para guru kami telah menjelaskan hal ini pada ayah, namun hasilnya nihil, ayah tidak mengijinkan kami mengikuti ujian nasional.
    Sehari sebelum ujian nasional berlangsung, aku bertandang kerumah Mei. Aku menenangkan Mei yang sedang nagis, mungkin karena di pukul oleh ayahnya karena ia melakukan sedikit kesalahan. Wajahnya yang memar membuat hatiku sakit. Ia menceritakan padaku, bahwa ayahnya pulang dalam keadaan mabuk, kemudian ia disuruh untuk mengambil untuk membasuh muka. Menurut ayahnya, air yang diambilkan oleh Mei terlalu dingin, dan Mei pun disiram dan dipukuli oleh ayahnya. Malam ini kami merencakan untuk ke sekolah diam-diam, namun diketahui oleh ibu Mei. Aku kira ibu Mei akan melarang kami melakukan hal ini, namun ternyata tidak, ibu Mei malah mendukung kami untuk ikut ujian nasional.
    Pada hari yang telah ditentukan, aku pagi-pagi sekali telah berangkat ke sawah dengan pakaian sederhana, dan membawa sebuah tas. Tas itu berisi seragam sekolah dan juga peralatan untuk mengikuti ujian. Mengetahui hal itu, ibu sangat mendukungku. Sebelum berangkat kesawah, ibu memberikan dukungan padaku dan juga ia akan merahasiakan kebaradaanku ketika di sawah.
    Dari kejauhan aku sudah melihat Mei dan teman-temanku yang lain, mulai memanen padi. Akupun menyusul dan mulai memotong padi. Orang tuapun mulai ikut turun memanen padi. Ketika sudah waktunya akan mulai ujian, aku memberikan isyarat pada mei. Kamipun melarikan diri melalui semak-semak untuk sampai ke sekolah.
    Sampai di sekolah kami di tegur oleh ibu guru, dan bertanya kenapa kami bisa ke sekolah padahal orang tua kami tidak mengijinkan. Setelah menjelaskan dengan baik, ibu guru ternyata mau membantu kami. Kami segera berganti pakaian dan membersihkan diri, dan masuk keruang kelas.
    Soal-soal ujian mulai di bagikan. Hari ini, hari ujian pertama dengan mata pelajaran matematika yang ku sukai. Soal-soal ujian kurasakan cukup mudah. Hampir semua soal telah diberikan oleh ibu guru dalam mengajar kami. Hanya cukup dengan membolak-balikan rumus-rumus yang telah ada, alhasil pun didapat. Dalam waktu 120 menit, aku berhasil menjawab semuanya dan yakin kalau hampir semua jawabanku benar.
    Begitu pulang, aku dan Mei tidak langsung pulang kerumah. Kami berganti pakaian terlebih dahulu dengan pakaian yang kami kenakan tadi pagi dan menuju sawah tetangga yang masih belum terselesaikan. Kami kembali membantu memunguti batang-batang padi yang berserakan.
    Pukul 6 tepat kami pulang dengan keadaan lelah. Ayah tidak menyadari bahwa aku dan Mei mengikuti ujian. Akupun mandi dan tidak lama kemudian ibupun memangil aku dan ayah untuk makan. Selesai makan, aku langsung masuk ke kamar dan mulai membaca buku pelajaran bahasa Indonesia, karena besok akan di ujikan. Ketika aku sedang serius membaca, aku mendengar pintu kamarku dibuka. Aku kaget dan pura-pura tidur, namun ternyata yang mendekatiku adalah ibu. Ibu bertanya tentang ujian matematikan yang tadi aku ikuti. Setelah mendapat penjelasanku, ibu kembali ke kamarnya, dan akupun kembali membaca buku bahasa Indonesia. Dan entah kapan akupun terjaga.
    UAN yang berlangsung 3 hari itu benar-benar membuat aku dan Mei kelelahkan, dan merasakan perasaan bersalah telah membohongi ayah kami, namun setelah kami melewatkan 3 hari itu, kami merasakan perasaan lega yang teramat.
































    Chapter 3
    Kesedihan atau kebahagiaan

    Bulan mei, bulan dimana angin bertiup dengan sangat kencang, menandakan bahwa musim tanam sudah dimulai. Sapi-sapi mulai dikerahkan untuk membajak sawah. Kamipun ikut turun kesawah hanya sekedar untuk membawakan makan siang untuk ayah dan menemaninya makan. Aku dan mei masih menunggu pengumuman dari hasil ujian. Dengan harapan kami dapat melanjutkan sekolah kami ke bangku yang lebih tinggi. Namun, harapan itu mesti kami tinggalkan. Tanggal 17 mei, tepatnya hari ulang tahun mei yang ke 15. Ayah Mei memberitahu bahwa mei telah bertunangan dengan seorang pria yang berasal dari Taiwan. Aku terkejut dengan berita itu. Mei mau menolak, namun ayahnya yang keras, membuat dia merenungkan niatnya untuk membantah perkataan orang tuanya. Ia hanya bisa menangis di kamarku dan meceritakan kisahnya yang menyedihkan itu. Aku tidak dapat berbuat apa-apa untuk Mei, dan sampai sekarang aku menyesali hal itu.
    Ketika ayahku memberitahuku hal yang sama, aku pun shok. Ternyata ayahku juga menjodohkan aku dengan seorang pria dari Shanghai. Aku tidak menolak hal itu, tapi aku juga mulai berpikir tentang nasibku kedepannya. Aku banyak mendengar dari teman-teman dan ibu guruku. Menikah dengan orang asing yang tidak kita kenal belum tentu kita dapat bahagia. Banyak hal yang aku pikirkan sehingga aku tidak dapat tidur dan jatuh sakit. Ibuku mulai merawatku, namun ayah melarang dan malah menyuruhku untuk menyapu. “你为什么不扫地?(Nǐ wèishéme bù sǎodì?; kenapa kamu tidak menyapu lantai?)”,kata ayah. Ibu menjawab pertanyaan ayah,”如果你没有看到你的孩子生病,还是收费他扫 地?(Rúguǒ nǐ méiyǒu kàn dào nǐ de hái zǐ shēngbìng, háishì shōufèi tā sǎodì?; apakah kamu tidak melihat anakmu sakit, masih saja menyuruhnya menyapu lantai?)”. “她是个女孩, 生病是没 有任何借口(Tā shìgè nǚhái, shēngbìng shì méiyǒu rènhé jièkǒu; dia anak perempuan, sakit bukan alasan)”. Mendengar hal itu akupun bangkit dari tempat tidur, dan mulai mengambil sapu. Walaupun badanku sakit semua, aku terpaksa mengerjakannya. Kalau ayahku mengamuk, ia dapat mengambil gagang sapu dan memukul sampai gagang itu patah. Aku tahu ibuku menangis tersedu, karena ketika aku keluar kamar untuk menmgambil sapu, ayahku memarahi Ibu. Tidak ada yang bisa ku perbuat untuk melindungi Ibu. Aku hanya dapat menahan kesedihanku di dalam hati.
    31 Mei, tanggal pembagian SKHU(Surat Keterangan Hasil Ujian), Aku dan Mei kembali datang ke sekolah. Aku lihat keadaan Mei yang cukup mengenaskan, matanya sembab, pipinya merah, tangannya penuh luka, entah apa yang dialaminya selama 2 minggu ini. Dia tidak dapat datang kerumahku karena ayahnya melarangnya untuk keluar, dan akupun begitu. Ayahku melarangku untuk bertamu dengannya. Ia tidak begitu berani melihat ke arahku, namun aku tahu, ia mau berbicara banyak denganku. Upacara bendera, telah selesai di lakukan, saatnya para guru untuk mengumumkan yang lulus dan tidak lulus bangku SD. Tidak berapa lama, Kepala Sekolah maju kedepan dan mulai mengumumkan. “Selamat Pagi”, teriak Kepala Sekolah, “Selamat pagi”, jawab kami serempak. “Hari ini Bapak berdiri didepan dengan sangat bangga. Belum pernah Bapak sebangga ini ketika melaporkan hasil ujian kalian. Ada dua orang murid, tahun ini mendapat peringkat 1 dan 2 untuk regional Kota Singkawang. Mereka ada anak murid yang pintar, mereka adalah Meilinda dengan nilai rata-rata 9,25 dan Johana dengan nilai rata-rata 9,5. Tepuk tangan dan silahkan Johana dan Meilinda untuk maju ke depan”, kata Kepala Sekolah. Tepuk tangan dan teriakan riuh membuat ku tersadar dari lamunan ku dan berjalan pelan dari tempat ku berdiri menuju kedepan barisan.
    “Selamat Johana, kamu berhasil”, kata Kepala Sekolah sambil menjabat tanganku
    “Selamat Meilinda”, kata Kepala Sekolah sambil menjabat tangannya
    Kemudian Kepala Sekolah memberikan kami piagam penghargaan dan Ijazah kami. Aku bahagia, namun tidak dengan Mei, ia masih sembab dan tidak berani memandang teman-teman yang lain. Aku tidak dapat membaca pikirannya, apakah dia senang ataukah dia sedang sedih. Dia tidak pernah dipukul oleh ayahnya sampai sememar itu. Selesai upacara pemberian hadiah dilanjutkan dengan pembacaan nama-nama yang lulus. Setelah itu kamipun bubar dan pulang. Aku mengandeng tangan Mei sambil berjalan pulang. Tidak sepatah katapun yang terucap dari mulut kami, namun kami tahu perasaan diantara kami.



    Chapter 4
    Persimpangan

    Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna, sesempurna apapun manusia pasti ada kekurangannya. 14 Juni, aku dikenalkan dengan seorang pria yang dinyatakan sebagai calon suamiku. Aku melihat dia sebagai seorang laki-laki yang sudah berumur. Kumis yang tipis, badan yang proporsional, rambut yang berbelah kiri, jam yang berlapis emas di tangan kirinya serta pakaian yang perlente. Namun dibalik wajahnya yang ganteng dan membuatku sedikit terpana, atau lebih tepatnya membuatku terpana. Sekarang aku binggung, aku masih belum memikirkan tentang pernikahan, aku masih ingin mengapai impianku untuk menjadi dokter. Jadi aku harus bagaimana? Haruskah aku membuang impianku dan menurut dengan perkataan ayah? Ataukah aku pergi dari rumah?
    Hati nurani ku mengatakan aku harus pergi dari rumah. Aku tidak mau seperti temanku yang menikah muda. Aku juga takut hal yang tidak benar terjadi padaku karena guruku pernah menceritakan pengalaman temannya yang menikah dengan pria yang berasal dari taiwan. Akupun bertekat untuk kabur dari rumah. Aku memutuskan untuk kabur pada saat Ayah dan Ibu tertidur lelap.
    Waktu menunjukan pukul 01.00, aku menjalankan rencanaku. Aku membuka pintu kamar untuk memastikan ayah dan ibu telah tertidur. Aku mengambil tas sekolahku yang sudah ku masukan beberapa helai baju dan uang tabungan yang sudah ku siapkan dari siang. Aku tinggalkan sebuah surat untuk memberitahukan keluh-kesahku kepada Ayah dan Ibu.
    Aku berjalan mengendap-endap, dan kabur melalui pintu belakang yang jaraknya tidak jauh dari kamarku. Di luar langit masih gelap. Suara jangkrik dan kodok masih sangat jelas terdengar. Tiada orang yang lalu lalang sehingga akupun enak untuk berjalan. Hanya dedaunan padi yang melambai padaku ketika angin sepoi datang menerpa. Udara yang dingin tidak membuat ku menyerah. Walaupun kedinginan, aku tetap berjalan menelusuri jalan setapak yang becek menuju ke pusat kota, lebih tepatnya menuju terminal bis. Menunggu sekitar 1 sampai 2 jam bis pun datang, dan aku terlelap di dalam bis.



    Chapter 5
    Surat

    Chen Ling Ling adalah ibu Johana yang sabar sangat menyayangi anak sematawayangnya. Ia bangun jam 4 subuh untuk memasak dan mengurus keperluan suaminya untuk mencari nafkah. Ia memulai semua perkerjaannya dari mencari kayu bakar, menanak nasi dan mencuci baju. Ia juga sering membangunkan anaknya untuk membantu menyapu, karena kebiasaan buruk suaminya, anak perempuan tidak boleh tidur sampai siang (jam 7 pagi). Jika anaknya bangun sebelum suami bangun, maka tidak akan terjadi apa-apa, namun sebaliknya jika suaminya, Lim Xia Khow lebih cepat bangun dari anaknya, maka sang anak akan di bangunkan dengan cara yang cukup unik yaitu disiram air kemudian disusul pukulan bertubi-tubi dengan mengunakan rotan ataupun gagang sapu.
    Seperti biasa, pagi ini Ling Ling bagun dari tidur langsung ke belakang, ia terkejut karena pintu belakang rumah yang selalu dikuncinya, tidak terkunci. Ia merasa ada yang janggal kemudian Membangunkan Johana. Ketika ia masuk ke kamar Johana, ia tidak menemukannya. Ia berteriak histeris yang membangunkan suaminya yang masih tertidur lelap. Segera saja Xia Khow berlari menuju ke kamar Johana. Melihat anaknya hilang, ia segera berlari menuju pintu belakang yang tidak terkunci, namun tidak ada jejak Johana. Tidak lama kemudian Ling Ling memangil suaminya untuk melihat sebuah surat yang di tingalkan Ling Ling di atas meja.























































    Setelah mereka membaca surat itu, Xia Khow duduk tertegun dan Istrinya tidak lagi dapat berkata apa-apa yang ada di benak mereka adalah bagaimana mereka dapat menemui kembali anak mereka.
    Mendengar tentang surat yang ditinggalkan Johana, Mei meminta ijin ayahnya untuk pergi ke rumah Johana, namun tidak diijinkan oleh ayahnya. Ayahnya melarang karena pada hari itu orang yang datang dari Taiwan akan datang untuk menjemputnya.
    Tidak berapa lama kemudian, orang Taiwan itupun datang dengan membawa sebuah koper dan menyerahkannya pada ayah Mei dan kemudian membawa pergi Mei yang masih menangis meneteskan airmata karena sedih ditingalkan sahabatnya dan orang tuanya.



























    Chapter 6
    Mimpi

    Aku sekarang berada disebuah rumah yang sangat besar. Dihiasi oleh pernak pernik merah, tanda tahun baru imlek telah tiba. Aku tinggal sendiri disebuah mansion 2 lantai dengan taman nan hijau yang begitu luas. Di tengah-tengah taman terdapat sebuah jalan panjang menuju gerbang, dan dikanan kirinya terdapat tanaman pinus yang telah di bentuk menyerupai bentuk binatang-binatang yang unik dan aneh. Di taman terdapat ayam yang memiliki 1 kaki, dinosaurus tipenya mungkin velociraptor, dan angsa yang berpasangan dan saling ciuman. Wangi rumput yang baru dipotong, membuat hatiku senang.
    Aku sendiri mengunakan sebuah gaun yang aku impikan. Sebuah gaun yang berwarna merah muda ditambah dengan untaian mutiara membuatku bak seorang putri raja. Akupun mulai menari-nari diatas rerumputan. Berputar-putar layaknya seorang putri yang sedang berdansa dengan seorang pangeran yang sangat tampan dan akhirnya aku rebah direrumputan. Dan akupun memenjamkan mataku.
    Ketika aku membuka mataku, aku melihat sahabat karibku. Aku melihat dia disebuah rumah yang kumuh, dengan lantai yang beralaskan tanah, tungku kayu yang digunakan untuk memasak, pakaian yang banyak lobang dan kotor, rambutnya yang acak-acakan tidak karuan, luka memar di pipi kanan dan kiri, benjolan di kepalanya, dan luka bakar di tangannya.
    Ia menangis tersedu-sedu sambil menyalakan api di tungku dan mengangkat dandang yang sangat besar untuk menanak nasi. Tidak berapa lama ada seorang pria datang dan memarahi dia. Aku sendiri hanya menangkap beberapa kata yang sangat kasar untuk memarahi dia. Aku ingin membela temanku, sekeras apapun aku berteriak suaraku seakan tertahan oleh ruang hampa yang terletak di antara diriku dengan sahabatku. Akupun kembali memejamkan mata.
    Tidak berselang lama aku kembali melihat sahabatku, kali ini rambutnya kelihatan lebih bagus dan teratur. Pemandangan yang tadi kulihat seakan kabur tak berbekas. Aku melihat dia menggunakan sebuah baju tradisional Chinese, yaitu baju Chong Sam. Baju Chong Sam merupakan sebuah baju tradisional Chinese yang ketat dan sangat indah. Namun, ketika sahabatku yang memakainya dia sangat cantik.
    Aku melihat dia melakukan beberapa tarian yang menurutku sangat indah. Tarian yang sahabatku bawakan di lihat oleh banyak sekali pria yang bias dikatakan seumuran dengan ayahku atau mungkin lebih tua dari ayahku. Tidak ada suara music yang mengema ketika tarian itu ditarikan. Yang ku dengar hanyalah suara para pria yang sedang meneriakan harga. Akupun sadar, saudaraku di lelang untuk dijual. Akupun tidak tahan melihat sahabatku di lelang dan berlari untuk memeluknya.
    Semakin aku berlari, jarak-ku dan dia pun semakin jauh. Semakin cepat aku berlari, semakin lebar pula jarak antara diriku dan dirinya. Sampai pada akhirnya semuanya menjadi gelap dan aku mendengar suara yang memangilku.





























    Chapter 7
    Kehidupan

    Aku dibagunkan oleh supir bus yang membawaku. Katanya aku tertidur pulas selama perjalanan. Dan sekarang aku sudah sampai di Pontianak. Sebuah kota yang memerlukan perjalanan selama kurang lebih 3 jam dari tempat kelahiranku. Ketika aku turun dari bus aku melihat sekelilingku. Semuanya tampak asing bagiku. Aku kembali mengecek uangku yang tinggal dua ratus lima puluh ribu rupiah untuk membayar bus.

    Pontianak merupakan sebuah kota yang merupakan ibukota dari Kalimantan Barat. Sebuah kota yang cukup besar yang dilewati oleh Sungai Kapuas sebagai sungai terpanjang di Kalimantan Barat. Sungai Kapuas memiliki panjang 1.143 km dan lebarnya kurang lebih 400-700 meter. Banyak juga bangunan-bangunan pencakar langit, namun tidak ada rumah-rumah yang masih beratapkan pelepah daun. Semua rumah sudah menggunakan atap seng ataupun atap bata. Banyak sekali kendaraan yang terparkir disepajang jalan.

    Selama beberapa saat, aku duduk termenung di terminal yang berukuran tidak lebih dari 2 x 3 meter. Aku sekarang memikirkan tempat tingal untuk bermalam. Aku berjalan menuju ke sebuah hotel yang tidak jauh dari tempat tinggal. Setelah aku bertanya, ternyata uang yang kupunya tidak mencukupi untuk membayar tempat tinggal. Harga tempat menginap di Pontianak jauh lebih mahal dari pada Singkawang. Dan sekarang aku bingung. Kemana aku harus pergi. Dengan uang dua ratus ribu rupiah. Apa yang bias aku perbuat?

    Seharian aku berjalan menelusuri jalanan yang berada di Pontianak. Aku sendiri tidak tahu dimana aku sekarang berada. Aku tidak pernah sekalipun datang ke Pontianak. Sampai perutku berbunyi, baru aku menyadari bahwa aku belum makan dari pagi. Aku kemudian mencari tempat singah untuk makan dan menghabiskan uang sebesar Rp. 30.000,- dan aku berjalan ke sebuah rumah yang sangat besar. Dan sepertinya banyak orang yang berdatagan ketempat itu. Akupun mencoba untuk masuk ke rumah tersebut. Baru berjalan beberapa langkah, aku merasakan udara sejuk yang membelaiku. Tentu saja aku kaget, karena di luar ruangan serasa panas seperti di neraka.

    Pertama kalinya selama hidupku, aku merasakan udara yang berasal dari pendingin ruangan/AC. Selama ini aku hanya mendengar apa yang diceritakan oleh ibu guru di sekolah. Ibu guru yang berasal dari Pontianak. Dia becerita tentang Mall dimana sebuah tempat berkumpulnya toko-toko yang menjual barang-barang mereka. Mall ini begitu besar, begitu ramai, dan begitu dingin.

    Memang apa yang aku lihat sama seperti yang diceritakan oleh ibu guruku disekolah. Tepat di tengah, aku bisa melihat seluruh toko yang ada disana. Aku sampai tidak percaya kalau tempat seperti ini memang ada. Aku berjalan berkeliling di dalam rumah itu. Ada toko baju, ada toko aksesoris, ada rumah makan, ada toko olahraga dan yang paling menarik toko buku.

    Ketika aku memasuki toko buku, aku sempat di cegat oleh penjaga yang meminta tasku. Aku sempat kebingungan dan bertanya soal itu. Ternyata memang sudah peraturan bahwa tas harus dititipkan terlebih dahulu. Setelah tas dititipkan aku pun masuk untuk melihat-lihat. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada membaca buku.
     
  19. ayanokouji M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Sep 17, 2009
    Messages:
    239
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +51 / -0
    Seriously, I've lost my words for this amazing work.
    Truthfully, I have a similar experience with a girl from Singkawang, so I can relate to this story.
    And this story is good to the point I have to read it continuously and find myself really looking forward for the next issues.

    Thanks for sharing this amazing work for us Kirih, I am really curious for what will happen in the next chapters
     
  20. kirih Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 6, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    62
    Ratings:
    +39 / -0
    ayano.. what are u expecting, sad or happy ending?
    actually i haven't think for the ending yet, do u like happy or sad ending?
     
  21. ayanokouji M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Sep 17, 2009
    Messages:
    239
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +51 / -0
    Hmm.. as the story progress, I think you can presume what would be the best ending for your story.
    Either sad or happy is good for me, as long as I can feel the heartfelt moment within it

    EDIT : By the way, I smelled plot twist in upcoming chapter, Can't wait to read it...
     
    Last edited: Jan 7, 2013
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.