Cerpen Angkat Tangan!

“Masih jauh Dul?”

“Enggak. Bentar lagi nyampe.”

Namaku Felix. Ini temanku Vincent, tapi kami lebih sering memanggilnya dengan julukan ‘Gundul’. Tentu saja, panggilan itu ia dapatkan karena kepalanya yang punya fungsi ganda sebagai cermin. Aku berteman dengannya karena dia tajir.

“Emangnya mau kemana kita?”

Hari ini ulang tahunku yang ke-18. Gundul dan dua temanku yang lain: Kito dan Bejo, berencana memberiku surprise party di suatu tempat. Diiming-imingi makan gratis, tentu saja aku pasrah. Setelah diberondongi alasan-alasan konyol, maka inilah kami: duduk berempat di atas motor tuaku di tengah malam menuju entah ke mana.

“Jam dua belas teng nanti, elu tambah umur Lix. Kita mesti ngerayain ulang tahun lu secara special.” Kito tiba-tiba berkomentar.

“Iya. Kita bikin momen yang tak terlupakan.” Bejo ikut-ikutan nyeletuk, dengan nada yang sangat-sangat mencurigakan .

Demi tuhan turunkan aku sekarang.

“Creepy abis lo dua.” Jawabku dengan suara yang ditenang-tenangkan. Aku sudah lama kenal mereka, dan tahu betul keanehan duo gendeng ini. Tapi entahlah, pengakuan gay bisa datang kapan saja.

Setelah itu, kami lebih banyak diam selama perjalanan. Ketika malam semakin larut, udara pun terasa makin dingin. Pelukan empat orang di atas motor itu jadi semakin kencang. Terlalu kencang.

“Nah, sampai juga kita.” Kata Gundul akhirnya, sambil memberhentikan motorku di tempat parkir.

Rahangku jatuh melihat tempat itu. Ada papan neon besar yang kelap-kelip terpasang di bagian depan. Pintu masuknya dijaga dua pria kekar nan sangar. Ada banyak orang berpakaian glamor mengantri di depannya.

“Strip club?” aku bertanya sembari melempar pandangan murka ke ketiga temanku.

“Iya. Lu masih virgin kan? Yuk, kita lewat pintu belakang. Temen gue udah nunggu di dalam.” Jawab Gundul setan santai.

Aku mencari-cari ke sekelilingku. Siapa tahu ada parang.

“Dul, ada yang minta elu ngambil keperjakaan gue? Gue gak mau kepolosan adek gue ilang hari ini. Makasih.” ujarku dingin, sambil masih mencari-cari chainsaw.

“Ya udah gak ilang gapapa. Kita nonton aja. Yuk buruan!”

Aku pun mengalah. Ketiga temanku ini sudah susah payah menyiapkan acara khusus untuk ulang tahunku. Rasanya tidak sopan kalau kutolak begitu saja. Seorang pria sejati harus menghargai usaha temannya. Benar. Ini demi sahabat-sahabatku. Bukan semata untuk diriku sendiri.

Who am I kidding. I love topless girls!

Maka aku, Kito dan Bejo pun mengikuti Gundul masuk klub malam itu. Ia menuntun kami menyusuri gang untuk masuk lewat pintu belakang. Setelah mengetuk pintu sesuai irama ‘Go Go Power Ranger’, seorang pria tampan berpostur kurus dan tinggi membuka pintu. Ia dan Gundul saling sapa, tass toss, lalu sun kiri kanan.

“Bebs, kenalin temen gue. Namanya Sigit.” Gundul memperkenalkan pria itu kepada kami.

“Frigid?” celetuk Kito.

Serempak kami langsung ngakak. Cuma Sigit yang mesem-mesem sendiri. Habis gimana? Mau disuntik mati kan kasihan.

Setelah bersalaman, kami diajaknya masuk ke dalam. Suasana klub itu sangat gemerlap. Musik yang kelewat keras berdentum-dentum memekakkan telinga. Gadis-gadis cantik berseliweran di atas panggung, berjalan bak peragawati ngondek.

“Lix, lu langsung aja pilih yang lu suka. Kami traktir!” seru Gundul bersemangat.

“Kami?” tanya Bejo kaget.

Mataku pun langsung menelusuri panggung. Kulihat satu-persatu gadis-gadis cantik itu di sana. Mereka semua benar-nemar membangkitkan gairah. Ada yang indo tulen, ada yang pirang, ada yang campuran latin-afrika, ada yang dari galaksi Andromeda.

Pandanganku pun jatuh pada gadis di sudut panggung. Perempuan itu berambut hitam pendek dan bertubuh tinggi langsing. Senyumnya semanis Anne Hathaway dan seramah Pak Bondan. Aku pun melangkah untuk mendekatinya. Namun baru setengah jalan, tiba-tiba terdengar suara gebrakan keras yang dating dari arah pintu masuk.

“ANGKAT TANGAN!”

Puluhan polisi tiba-tiba masuk menyerbu klub ini. Mereka berteriak-teriak sambil mengacungkan senjatanya. Semua orang panik. Mereka kocar-kacir berlarian mencoba kabur, namun sia-sia. Strip klub ini sudah terlanjur dikepung. Akhirnya, seiring musik yang berhenti, seisi klub mengangkat tangan. Tak terkecuali kami.

“Mati kita Lix. Bisa masuk penjara kita!” bisik Kito panik. Dari nadanya ia jelas sangat ketakutan.

“Aku ngompol.” Sambung Bejo.

Aku sendiri tak jauh berbeda. Seumur hidup baru kali ini aku setakut ini. Kakiku gemetaran, jantungku berdegup kencang. Belum pernah aku membayangkan diriku akan masuk penjara. Rasanya mau nangis.

Sampai salah satu polisi berteriak lantang.

“SEKARANG, GOYANG PINGGULNYAAA!!!!”

Musik pun kembali berdendang.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

Hai, IDWS Mania! Mohon bantuannya supaya IDWS berkembang dengan ikuti sosial media kami di:
Discord Forum IDWS - Facebook IDWS - Instagram IDWS - Twitter IDWS