1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic The Voice of Endless Soul

Discussion in 'Fiction' started by rad_dreamer, Sep 20, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. rad_dreamer Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 25, 2012
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +9 / -0
    just want to share, my fantasy :ogngacir:


    Prolog​


    Hujan malam di puncak bukit Valias turun dengan sangat menggebu-gebu, tetesannya seakan berlomba satu sama lain untuk mencapai permukaan tanah.

    Ophelia, ia berdiri kokoh dihadapan seekor Freohr. Pandangannya tajam menembus rintik hujan yang lebat. Sebuah pedang panjang yang berkilau karena pantulan cahaya bulan sihir tergenggam erat di kepalan tangannya.

    Wanita berparas cantik itu tengah bimbang, kewajibannya sebagai seorang Ksatria Anima mengharuskan ia untuk membunuh Freohr tanpa pandang bulu. Namun kenyataan yang ada didepan matanya kini benar-benar menguji rasa tanggung jawabnya. Freohr bermuka monster dan berbadan hitam kekar yang selalu diburunya itu ternyata adalah Gryn Graniel – yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri.

    Suatu saat waktu pasti akan merebut kekuatan dari seseorang, lalu menggantinya dengan sebuah kelemahan yang menyedihkan. Sebuah kenyataan pahit yang harus dialami oleh sang perkasa - Gryn Graniel. Tidak ada penduduk Losna Lifa yang tidak mengenal Gryn Graniel, seorang Ksatria Anima yang sangat diagungkan karena jasanya menumpas ribuan Freohr. Sebuah kisah mengatakan bahwa Gryn sanggup membinasakan puluhan Freohr hanya dengan sekali tebasan pedang. Kisah luar biasa itu telah tersebar diseluruh penjuru Losna Lifa. Kemanapun Gryn pergi, dirinya selalu disanjung dan dipuja.

    Namun masa-masa kejayaan itu telah lama berlalu. Waktu telah merubah Gryn menjadi seorang Vara tua yang lemah dan tak berdaya. Orang-orang sudah mulai melupakan julukan “Gryn sang perkasa”. Kini hanya julukan “Gryn si pahlawan tua” yang mereka kenal. Kerinduan akan masa lalu membuat Gryn memutuskan untuk menyerahkan dirinya pada kegelapan demi kekuatan yang abadi. Sekarang, Gryn bukan lagi seorang Vara yang sangat dibanggakan. Kini ia hanyalah seorang mahluk menyedihkan yang haus akan kekuatan. Sangat ironis ketika kini Gryn telah menjadi bagian dari mahluk yang pernah ia tumpas di masa lalu.

    Keheningan ditengah hujan deras itu tidak berlangsung lama, Ophelia mulai membebaskan suaranya yang tertahan di dalam hati.

    “Aku tidak percaya kau adalah ayahku…!!” sayup-sayup terdengar sebuah suara yang kuat diantara bising hujan.

    Mata buas Gryn menatap tajam Ophelia, “Itu adalah kenyataannya, aku telah menemukan kembali kekuatanku yang pernah hilang…!!”

    “Tidak mungkin…!! ayah yang kukenal tak akan membiarkan dirinya dirasuki oleh kabut hitam…!!” teriak Ophelia dengan nada kecewa.

    Gryn menyeringai, “Heh… Tidak ada yang dapat merasukiku… aku hanya memanfaatkan kekuatan terkutuk ini… ”

    “Sadarlah ayah…! Kau telah dirasuki…! Kekuatan bukan segalanya didunia ini…!!” teriak Ophelia seraya menebaskan pedangnya.

    “Kau dapat berbicara seenaknya karena kau tidak tahu apa yang kurasakan…!!”

    Ophelia terdiam, berusaha untuk mencerna kata-kata ayahnya. Memang dalam hidupnya dimasa lalu, Gryn selalu membanggakan kekuatan atas dirinya. Namun setelah tua tidak ada yang dapat ia lakukan selain duduk di kursi goyang dan mengenang kejayaannya dimasa lalu.

    “Menjadi tua dan lemah, lalu mati… sebuah takdir yang menyedihkan untuk kita, bangsa Vara…!! Namun kini, Gryn sang perkasa… akan menentang takdir yang menyedihkan itu…!!” teriak Gryn dengan mata buas yang terbakar oleh ambisi.

    “Kekuatan telah membutakan hatimu… ayah. Kita tidak dapat menentang takdir yang telah ditetapkan oleh Anima.” Bisik Ophelia seraya menegakan tangan kirinya, hendak mengeluarkan sebuah sihir.

    “HAHAHAHA!! Kau ingin melawanku…?! Kau ingin melawan Gryn si perkasa ini…?! BODOH…!! Kau adalah seorang ksatria BODOH…!!” teriak Gryn dengan nada yang mengerikan.

    “Simpan kata-katamu untuk dewa neraka… Freohr…” Ophelia terpejam sesaat dengan wajah senyap. Saat matanya terbuka, tangan kirinya segera mengeluarkan sebuah segel sihir cahaya dua layer.

    “ILLUMINATE…!!”

    Tiba-tiba ledakan cahaya yang sangat terang keluar dari tangan kiri Ophelia. Ledakan itu menerangi seluruh penjuru bukit Valias. Gryn meraung kesakitan karena cahaya terang yang tiba-tiba membutakan matanya untuk sesaat.

    Ketika cahaya mulai redup, tiba-tiba Ophelia dengan pedang yang terangkat sudah berada tepat di depan Gryn. Ia menebaskan pedangnya dengan kuat, namun tangan kanan Gryn berhasil menahannya. Tangan kanan sekeras besi itu mengenggam bilah pedang Ophelia. Ophelia dapat merasakan perbedaan kekuatan yang besar di antara mereka.

    Gryn menyeringai, ia mengayunkan tangan kirinya – hendak memukul bagian perut Ophelia. Namun dengan tangkas Ophelia melompat kebelakang dan berhasil membuat jarak yang cukup jauh dengan Gryn. Ophelia meninggalkan pedangnya di genggaman tangan kanan Gryn. Setelah maju beberapa langkah Gryn melempar pedang Ophelia ke dasar jurang.

    Melihat hal tersebut, Ophelia segera menegakan kedua tangannya. Segel cahaya dan kegelapan tujuh layer muncul dari kedua telapak tangannya.

    Tanpa menghiraukan hal itu, Gryn menghirup udara disekitarnya kuat-kuat. Segel api lima layer muncul di sekitar mulutnya.

    INFERNOS…!!

    Dari mulut Gryn menyembur api yang sangat dahsyat, api itu menghanguskan segala sesuatu yang dilewatinya. Rumput yang basah tiba-tiba terbakar dan menjadi abu. Hujan deras tak dapat menjinakan api sihir yang brutal tersebut.

    Segel cahaya ditangan kiri Ophelia tiba-tiba menghilang dan berubah menjadi sebuah portal.

    GATE OF CELESTIAL…!!

    Api yang menyembur liar ke segala arah itu terhisap ke sebuah portal cahaya besar dengan ukiran diagram suci. Dengan sigap Ophelia merubah segel kegelapan tujuh layer di tangan kanannya menjadi sebuah portal baru.

    GATE OF CATASTROPHE…!!

    Portal kegelapan yang baru itu mengeluarkan sihir api yang baru saja dihisap oleh portal Gate of Celestial. Kini portal Gate of Catastrophe menyemburkan sihir api Infernos kepada pemiliknya.

    Gryn tidak dapat menghindar dari semburan apinya sendiri. Seperti sebuah ombak besar yang menelan mangsanya, Api itu melahap seluruh bagian tubuh Gryn. Ia meronta-ronta kesakitan karena api yang menjalar hingga ke bagian wajahnya.

    “Ugh… sihir menyebalkan… aku lupa kau memilikinya…” desah Gryn dengan api yang masih menyala-nyala di tubuhnya.

    “Ini adalah sihir yang diwariskan oleh ibu… bagaimana mungkin kau lupa…” jawab Ophelia seraya mengeluarkan sebuah pedang pendek dari pinggangnya.

    Gryn hanya terdiam, ucapan Ophelia seakan menyadarkannya pada sesuatu.

    “Cukup… aku tidak ingin kau menghalangiku lagi…” ucap Gryn dengan suara yang melemah.

    “Apa yang kau bicarakan…? Aku tidak akan pernah mengampuni seekor Freohr-pun…! Meskipun ia adalah ayah kandungku sendiri…!!” teriak Ophelia.

    “Ophelia… kabut hitam tak merasukiku… aku masih dapat mengendalikan diriku… jangan samakan aku dengan Freohr lainnya… lepaskan aku…” cahaya ganas mata Gryn kini memudar.

    “Jika dibiarkan kau hanya akan memangsa jiwa mahluk yang tak berdosa… aku tak dapat membiarkan itu terjadi…!” Ophelia mengacungkan pedang pendeknya pada Gryn.

    Gryn terpekik kecil, “Itu memang benar… Freohr akan mati jika tidak mengkonsumsi jiwa mahluk hidup…”

    “Karena itu aku akan membunuhmu sekarang juga…!”

    “Kau benar-benar keras kepala… sama seperti ibumu… Solane…”

    Tiba-tiba Ophelia melangkahkan kakinya dengan cepat, pedang pendek tergenggam erat di tangan kanannya.

    Setibanya di hadapan Gryn, Ophelia segera melompat, “Jangan panggil nama ibu dengan suara menjijikan Freohr-mu itu…!”

    CLEB!!

    Sebuah pedang pendek menancap tepat di kening Gryn, Ophelia sempat memandang mata Gryn yang berlinang air mata. Untuk sekilas rasa hangat timbul dihati Ophelia. Mata yang kini di tatapnya adalah mata lembut ayahnya. Bukan mata ganas Freohr yang ia lihat saat bertarung beberapa saat yang lalu.

    “Ophelia… cepat pergi… a-aku…” pinta Gryn.

    Ophelia terdiam lalu mundur beberapa langkah.

    “A-aku tak dapat mengendalikannya…!! Cepat pergi…!!” Gryn memegangi kepalanya dengan kedua tangan, matanya berubah menjadi merah menyala.

    Tiba-tiba rasa ketakutan yang dahsyat menyeruak di hati Ophelia, tangan dan kakinya bergetar. Tidak pernah ia merasakan ketakutan seperti ini selama hidupnya.

    “AAAAGGGGGHHHHHH…..!!!” teriakan Gryn mengalahkan suara derasnya hujan.

    Secara perlahan tubuhnya berubahnya menjadi lebih besar, kuku di tangannya memanjang dan berubah menjadi cakar yang kuat. Muncul tiga pasang sayap hitam dan dua ekor yang panjang di punggungnya. Mukanya berubah menjadi naga monster dengan dua tanduk besar. Kini rupa Gryn sudah benar-benar menyerupai Freohr yang ganas.

    Ophelia mencoba untuk tetap berdiri, namun lututnya lemas sehingga ia pun harus susah payah mempertahankan keseimbangan. Belum pernah dilihatnya Freohr dengan aura menakutkan seperti ini. Hati kecilnya mengatakan untuk lari, namun jiwa ksatrianya yang kuat menghalangi niat tersebut. Ophelia berusaha untuk menghadapinya.

    Tanpa pikir panjang Ophelia hendak mengeluarkan jurus terlarangnya. Sebuah segel cahaya sepuluh layer terlihat di kedua tangannya. Namun setelah segel tercipta, Ophelia sempat ragu untuk melepaskannya… Gryn memanfaatkan kelengahan Ophelia, dengan kecepatan luar biasa ia sudah ada tepat didepan Ophelia. Gryn mengayunkan tangan kanannya yang besar kearah tubuh Ophelia, Serangan kali ini jelas berbeda dengan serangan sebelumnya. Ophelia tidak sempat lagi menghindar…

    DRUAAK!!

    Kuku yang kuat itu mencakar dan merobek baju besi dan juga perut Ophelia. Tubuh Ophelia terpental jauh lalu terjatuh ke dasar jurang. Melihat hal itu Gryn segera melesat terbang ke angkasa, membelah langit hitam yang mendung berawan.

    ***

    Untuk perkembangan gamenya (WIP) bisa dilihat disini http://www.rpgmakerid.com/t6138-wipthe-voice-of-endless-soul

    terima kasih sudah membaca :oghoho:
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Nov 24, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. rad_dreamer Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 25, 2012
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +9 / -0
    Chapter 1 : Malaikat yang Terjatuh​


    Saat itu diluar gelap gulita dan hujan turun dengan sangat lebat. Dibalik sebuah jendela kecil, Elrad berdiri dengan wajah yang gelisah.

    Di belakangnya Milodia tak henti-hentinya merengek. Ia lapar, hanya sebuah ubi kecil yang mengisi perutnya hari ini.

    “Lapaaar…!! Elrad, kapan sih Shion pulang…?!” Rajuk Milodia.

    “Ck, Sabar nona kecil…! Shion pasti pulang tidak lama lagi…!” jawab Elrad, berusaha untuk menenangkan Milodia. Namun dalam hatinya ia menggerutu karena Shion telah pergi terlalu lama.

    Elrad mengelap embun di permukaan jendela dengan telapak tangannya lalu mendekatkan wajahnya ke jendela. Ia menerawang dengan seksama pemandangan malam yang ada didepannya.

    Beberapa jam yang lalu Shion pergi ke dalam hutan untuk mencari makanan. Ia memerintahkan Elrad untuk menjaga Milodia selama kepergiannya. Semenjak kematian orang tua mereka akibat perang - Shion, Elrad dan Milodia memilih untuk hidup bersama. Shion adalah anak yang paling tua diantara mereka, usianya saat ini 16 tahun. Sebagai anak yang paling dewasa, Shion merasa mempunyai tanggung jawab atas kehidupan “adik-adiknya”. Ia rela menembus hujan dan kegelapan malam untuk mencari beberapa ubi jalar atau jamur hutan demi Milodia.

    Elrad masih memandang situasi di luar jendela. Rasa khawatir mulai menjalar dalam hatinya. Ia tahu bahwa hutan saat malam hari adalah tempat yang sangat berbahaya. Freohr dapat saja muncul tiba-tiba dari kegelapan. Menyergap lalu mencabik-cabik mangsanya tanpa peringatan. Terbesit niat dalam pikiran Elrad untuk menyusul Shion, namun niat tersebut langsung ia urungkan. Elrad tak mungkin meninggalkan Milodia seorang diri, ia pun tak mungkin mengajaknya untuk menyusul Shion. Sekarang yang hanya dapat ia lakukan adalah menunggu, berharap agar Shion dapat kembali kerumah dengan selamat.

    Namun lima belas menit berlalu, dan Shion belum kembali.

    Firasat Elrad semakin memburuk, pintu masuk hutan seakan memanggilnya untuk menyusul Shion. Elrad pun memutuskan untuk menuruti kata hatinya, ia menyuruh Milodia untuk diam dirumah selama ia pergi. Milodia pun mengangguk menurutinya.

    Setelah membawa obor sihir dan memakai jubah hujan, Elrad pergi menembus kegelapan hutan. Ia melangkah dengan cepat, ternyata hutan malam hari yang diguyuri oleh hujan deras lebih menyeramkan dari yang ia pikirkan. Selama di dalam hutan Elrad memperhatikan sekelilingnya dan meneriakan nama Shion. Tak terasa ia semakin jauh melangkah ke dalam hutan.

    Hujan mulai mereda, Elrad duduk di depan sebuah genangan air besar untuk melepaskan rasa lelahnya. Ia berpikir akan kembali ke rumah, karena mungkin saja shion sudah pulang. Selain itu ia juga mulai mengkhawatirkan Milodia, seharusnya ia tak pergi meninggalkannya. Milodia tak dapat melindungi dirinya sendiri seperti Shion. Elrad mulai menyadari bahwa keputusannya untuk menyusul Shion dan meninggalkan Milodia adalah keputusan yang salah. Setelah cukup beristirahat, ia pun mulai berdiri. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat sesuatu yang aneh di genangan air dihadapannya…

    Sebuah cahaya putih terpantul di permukaan genangan air. Elrad segera mengadahkan wajahnya ke atas, spontan ia terkesima ketika melihat apa yang dilihatnya di atas sana.

    Sesosok tubuh wanita terjun bebas dari atas tebing, memancarkan sinar putih cemerlang yang menerangi angkasa malam. Sebuah segel cahaya tujuh layer tergambar di sekeliling raganya.

    WING OF GABRIEL…!!

    Tiba-tiba sepasang sayap putih terbentang lebar di punggung sang wanita yang terjatuh. Elrad tak dapat melepaskan sorot matanya dari pandangan menakjubkan itu. Sayap indah yang berkilauan berusaha melawan gaya gravitasi kuat yang menarik tubuh sang wanita kebawah. Perlahan, sosok wanita bersayap itu turun dan mendekati permukaan tanah. Sampai akhirnya ia terlihat berdiri dengan sangat anggun di atas tanah yang tergenang air hujan. Hujan dan udara disekitarnya terhempas karena kepakan kuat sayapnya.

    Elrad menaikan tangannya untuk melindungi wajahnya dari hempasan udara dan air hujan. Dengan mata setengah terpejam ia melihat sebuah sosok bersayap yang diselimuti oleh cahaya putih terang.

    Bidadari…?!

    Sosok wanita “bidadari” itu menatap Elrad dengan cahaya lembut mata birunya. Sesaat keheningan tercipta antara Elrad dan sosok wanita tersebut. Lalu tanpa diduga wanita itu batuk dan mengeluarkan banyak darah dari mulutnya. Cahaya terang tubuhnya semakin meredup dan akhirnya hilang bersamaan dengan sayap di punggungnya. Tubuh sang wanita itu akhirnya tergolek lemas dan jatuh ke atas tanah berlumpur.

    Secara naluriah Elrad segera mendekati wanita tersebut untuk memeriksa keadaannya. Wanita berwajah cantik itu tak sadarkan diri, baju besi yang dikenakannya setengah hancur. Melihat hal itu Elrad segera melepas jubah hujannya, ia menyelimutkan jubah kulit itu pada tubuh sang wanita. Ia tidak ingin hujan deras terus membasahi tubuh lemah wanita itu.

    Elrad memutuskan untuk membawa wanita yang terluka itu pulang kerumah. Luka parah diperut sang wanita harus segera di obati, Elrad tahu itu. Namun, ketika tangan kecilnya berusaha untuk mengangkat tubuh tak berdaya tersebut, sebuah hawa membunuh yang mencekam terasa pekat dibelakangnya.

    Sret… sret…

    Seekor Freohr berbentuk serigala muncul dari balik semak-semak, mulut bertaringnya mengeluarkan air liur yang menandakan rasa lapar untuk memangsa jiwa. Mata buas Freohr itu menyala merah terang, terlihat sangat kontras dengan latar belakang hitam dibelakangnya.

    Elrad memandang Freohr itu dengan wajah terkejut, “Garm…!”

    Elrad bisa saja melarikan diri, namun ia tak melakukannya. Ia tak tega meninggalkan seorang wanita pingsan yang tergeletak tak berdaya dibelakangnya. Elrad pun mengeluarkan sebuah pedang besi panjang, ia berniat untuk melawan seekor Garm yang kelaparan.

    Tanpa basa-basi Garm itu segera berlari ke arah Elrad, ia melompat dan membuka rahangnya lebar-lebar. Namun Elrad dengan instingnya berhasil menahan rahang Garm itu dengan pedangnya.

    BRUKK!

    Dorongan kuat dari terkaman sang Garm berhasil membuat Elrad jatuh ke atas tanah berlumpur. Ia pun sempat bergulat dengan Garm, walau itu tak bertahan lama. Pedang yang menahan rahang Garm tersebut patah. Kini Elrad harus menahan sekuat tenaga rahang Garm dengan kedua tangannya. Perlahan rahang mengerikan itu mendekati wajah Elrad yang berlumpur…

    Sampai sini sajakah…?

    Tiba-tiba…

    CLEBB…!!

    Sebuah belati terbang dan menusuk tubuh Garm, ia meraung kesakitan lalu melompat jauh ke kanan, menghadap arah datangnya serangan tersebut. Sesosok tubuh muncul dari balik kegelapan hutan.

    Shion…?!

    Air wajah Elrad menunjukan kelegaan. Shion baru saja menyelamatkan hidupnya.

    “Bodoh, kenapa kau bisa berada disini…?” Tanya Shion tanpa melepaskan pandangannya kepada Garm.

    “Ada wanita yang terluka parah disana…! Kita harus segera mengobatinya…! Sisanya akan kujelaskan nanti…!” ucap Elrad, sambil berusaha untuk berdiri.

    Shion melirik sekilas sesosok tubuh wanita yang sedang terbaring.

    “Urusi dia, biar aku yang melawan mahluk ini…” Shion berjalan beberapa langkah menuju Garm yang sedang kesakitan.

    “Tidak…! Aku yang akan melawannya…! urusanku dengannya belum selesai…!” teriak Elrad.

    “Kau membantahku…?!” Shion melirik tajam Elrad.

    Elrad hanya dapat mengeraskan kepalan tangannya, ia pun segera pergi menghampiri wanita yang terluka lalu menyeretnya ke tempat yang aman. Sementara Shion menarik sebuah pedang dari pinggangnya.

    Gram berlari dan berusaha untuk menerkam Shion, namun Shion berhasil menghindar. Gram berbalik lalu berlari lebih kencang, masih berusaha untuk menerkam Shion dengan cakarnya. Shion segera memasang kuda-kuda, pedangnya siap untuk menebas apapun.

    SLASH!!

    Gram itu terjatuh, aura kabut hitam keluar dari dalam luka diperutnya. Tanpa melihat kebelakang, Shion segera menyarungkan pedangnya. Muka Elrad terlihat kesal, ia merasa bahwa ia pun sanggup untuk membunuh Freohr tersebut.

    Shion berjalan mendekati tubuh wanita yang terluka. Ia berjongkok disamping tubuh sang wanita dan mengamati lukanya.

    “Kita harus segera membawa dia kerumah…” ucap Shion dengan tenang.

    Elrad segera berbalik lalu menurunkan tubuhnya.

    “Cepat, sandarkan dia di punggungku! Aku yang akan menggendongnya!” ujar Elrad, seraya menawarkan punggungnya.

    “Apa kau yakin? dia berat.” ucap Shion, sangsi.

    “Tidak apa-apa! Apa kau lupa? Aku sudah terbiasa mengangkut benda berat!” Elrad bersikeras menggendong wanita itu.

    Dulu, sebelum ayahnya dipaksa untuk menjadi tentara kerajaan, Elrad sering membantu ayahnya yang pemahat untuk memikul batu gunung yang beratnya bisa puluhan kilo. Karena itu ia yakin dengan kekuatan punggungnya.

    Shion mengangkat lalu menyandarkan tubuh wanita itu ke punggung Elrad. Setelah tubuh wanita itu menempel dipunggungnya, Elrad berusaha untuk berdiri. Ternyata wanita itu lebih berat dari yang ia bayangkan. Namun meski begitu Elrad berusaha untuk melangkah maju. Sementara Shion memimpin didepan dengan menggengam sebuah obor sihir.


    ***


    Dari kejauhan Milodia dapat melihat bayang-bayang sosok Shion dan Elrad. Semakin dekat sosok bayangan itu semakin jelas. Milodia senang sekaligus lega melihat mereka kembali dengan selamat. Namun rasa leganya itu mendadak berubah menjadi rasa penasaran. Ketika ia melihat Elrad berjalan bungkuk karena tengah menggendong seorang wanita berbaju zirah lengkap. Sekujur tubuh wanita itu mengeluarkan banyak darah. Ia sedang terluka, sangat parah. Dengan segera Milodia membukakan pintu, berdiri di ambang pintu dengan paras khawatir.

    “Cepat siapkan kotak obat…! Dia terluka parah…!” teriak Elrad saat memasuki rumah.

    “I-iya…!” Milodia segera masuk ke dapur untuk mencari kotak obat.

    Setelah merebahkan tubuh wanita itu diatas tempat tidur, Elrad duduk di lantai sembari menghela nafas berat. Tubuhnya kelelahan karena harus memikul tubuh yang lebih besar dari dirinya, lengkap dengan pakaian perang besi yang setengah hancur namun masih terpasang kokoh. Tak lama kemudian Milodia masuk dengan membawa sebuah kotak obat, sementara Shion sedang mengamati luka wanita tersebut.

    Milodia duduk di samping tubuh wanita itu lalu membuka tutup kotak obat.

    “Milo, apa yang akan kau lakukan…?” tanya Shion kepada Milodia.

    “Mengobatinya…!” jawab Milodia dengan mata yang penuh rasa khawatir.

    “Tidak, kau tidak dapat melakukannya. Biar aku saja.” Shion menggeser tubuh Milodia dengan lembut lalu mulai melepas baju besi wanita yang terluka. Milodia terlihat sedikit kesal.

    Dengan sedikit usaha Shion berhasil melepas baju besi yang terpasang kuat di tubuh sang wanita. Sebuah dentuman yang menggetarkan terasa ketika baju besi retak tersebut dijatuhkan ke lantai. Elrad melihatnya dengan wajah menyesal, kenapa ia tak meminta Shion untuk melakukan hal tersebut sejak awal? Setidaknya dengan baju besi yang tidak terpasang, berat wanita itu akan menjadi lebih ringan.

    Dengan cekatan Shion mulai membersihkan luka sang wanita. Ia terkejut ketika melihat sebuah simbol ksatria Anima didada sang wanita. Namun ia lebih terkejut lagi ketika melihat dalamnya luka diperut sang wanita.

    “Milo, bawakan sebaskom air panas. Aku harus segera mengoperasinya.”

    “baik…!” mendengar itu Milo segera pergi kembali ke dapur.

    “Lukanya sangat parah, aku tak yakin dapat menyembuhkannya.” Keringat dingin mulai menetes dari kening Shion.


    ***​
     
    Last edited: Nov 24, 2012
  4. rad_dreamer Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 25, 2012
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +9 / -0
    Chapter 2 : Tanda Takdir


    Milodia duduk di depan meja makan, bersenandung sambil mengoyang-goyangkan kaki mungilnya. Disebelahnya terlihat Elrad yang duduk termenung seakan sedang memikirkan sesuatu.

    “Bisakah kau diam, aku sedang berpikir. ” ucap Elrad kesal.

    Milodia tak menghiraukannya, karena ia sudah tak sabar lagi menunggu makanan yang sedang dibuat oleh Shion. Aroma sedap sup jamur hutan mengepul dari dalam dapur. Hanya dengan menghirup aroma tersebut, Milodia sudah dapat membayangkan kelezatan sup jamur yang akan disantapnya nanti.

    Tak lama kemudian Shion keluar dengan membawa semangkuk kecil sup jamur panas. Dengan sebuah senyuman dingin ia meletakan sup jamur yang dibawanya itu dihadapan Milodia.

    “Hanya satu…?” alis Milodia terangkat.

    “Ya… jamur yang kudapat hanya cukup untuk satu mangkuk. Maaf, aku tak sempat mencarinya lebih banyak…” ujar Shion.

    “Bagaimana dengan yang lain…?” tanya Milodia sembari melirik Elrad.

    “Makan saja Milo, kami dapat menahan lapar hingga esok pagi…!” ucap Elrad, ia berusaha untuk bersikap dewasa didepan Milodia.

    Milodia terdiam beberapa saat, lalu beranjak dari tempat duduk sambil membawa mangkuk sup jamur. Ia berjalan berhati-hati agar sup jamur tidak tumpah.

    “Kau mau kemana?” tanya Shion yang kebingungan dengan sikap Milodia.

    “Aku akan memberikan sup ini kepadanya!” jawab Milodia, seraya berjalan pelan ke arah kamar wanita yang terluka.

    Berkat keahlian Shion, wanita yang terluka berhasil diselamatkan. Ia pun tersadar dari pingsan tepat setelah operasi selesai. Namun ia masih tak dapat berbicara banyak karena tubuhnya yang kelelahan. Hanya tinggal menunggu waktu hingga tubuh dan lukanya benar-benar pulih.

    “Dia sedang beristirahat, sebaiknya jangan diganggu…!” Elrad berusaha mencegah Milodia.

    “Orang yang terluka harus makan banyak…! Biar cepat sembuh…!” Milodia mengacuhkan Elrad dan terus melangkah. Shion memandang Elrad dan mengangguk kecil.

    Setibanya di depan kamar, Milodia mengetuk pelan. Tangan kecilnya sedikit gemetar menahan mangkuk sup jamur yang panas. Tak lama kemudian wanita yang terluka membukakan pintu kamarnya. Ia sedikit terkejut melihat kedatangan Milodia.

    “I-ini untukmu…!” ucap Milodia sembari menyerahkan semangkuk sup jamur kepada sang wanita. Setelah wanita itu menerimanya, Mliodia segera beranjak pergi kembali ke ruang makan.

    “Tunggu, kau sudah makan…?” ucapan lemah wanita itu menghentikan langkah Milodia. Milodia berbalik lalu menggeleng pelan. Wanita itu tersenyum.

    “Tolong antar aku ke halaman…” pinta wanita itu. Milodia keningungan namun mengangguk pelan.

    ***

    “Namaku adalah Ophelia…” wanita itu memperkenalkan dirinya seraya berjalan dibelakang Milodia.

    “Aku Milodia.” Balas Milodia, sedikit gugup.

    Mereka berdua sampai di halaman depan rumah. Dinginnya angin malam membuat Milodia mengigil. Namun rasa dingin itu mendadak hilang setelah Ophelia membuat sebuah api sihir hangat yang melayang di udara.

    Tiba-tiba saja Ophelia menumpahkan mangkuk sup jamur yang dibawanya ke atas tanah. Milodia terperanjat kaget melihat hal tersebut.

    “A-apa yang kau lakukan! Jamur itu susah payah didapatkan oleh kakakku!” bentak Milodia, menatap tajam kepada Ophelia.

    Seakan tidak menghiraukan perkataan Milodia, Ophelia mengambil sesuatu dari kantong kecil di pinggangnya. Sebuah Kristal bulat bersinar kuning terang di dalam genggaman tangan Ophelia.

    “I-itu…” Milodia terpukau melihat Kristal yang bersinar dihadapannya.

    “Ini adalah Kristal Jiwa… kau tahu tentang Kristal ini…?” tanya Ophelia seraya memperlihatkan sebuah kristal bulat itu dihapan Milodia. Milodia menggeleng cepat.

    “Kristal jiwa tercipta dari jiwa yang telah terlepas dari tubuhnya, ini adalah Kristal yang menyimpan energi kehidupan. Kristal ini didapatkan melalui proses penangkapan jiwa, tidak semua orang dapat melakukannya. Oh ya, kau tahu sphere yang mengitari planet kita…?” Ophelia kembali bertanya.

    “Hm… ya, Lunatic dan Lunaciel.” Milodia menjawab ragu sambil menahan rasa kesal.

    “Ya, ada dua sphere raksasa yang berputar di atas langit planet kita. Yang satu hitam dan yang satu lagi putih, Lunatic dan Lunaciel… Jika sphere hitam yang sedang berada di atas langit, maka malam hari tiba. Tapi jika Sphere putih yang berada di atas langit, itu artinya siang hari…” Ophelia menambahkan.

    “lalu kau pasti tahu sphere itu tercipta dari jiwa para mahluk hidup. Mahluk hidup yang telah mati jiwanya akan melayang ke langit lalu menyatu dengan Sphere. Jiwa yang baik akan menyatu dengan sphere putih, sedangkan jiwa yang jahat akan menyatu dengan sphere hitam…”

    “Iya aku tahu…!”

    Ophelia tersenyum, “Nah kristal jiwa ini sama seperti sphere, hanya saja ukurannya lebih kecil dan bersifat netral. Selain itu Kristal jiwa ini hanya terdiri dari satu jiwa saja. Berbeda dengan sphere raksasa di langit yang terdiri dari jutaan jiwa. Kau tahu kegunaan Kristal ini…?”

    Milodia kembali menggeleng cepat.

    “Kami Chrono Reis menggunakan Kristal Jiwa untuk memberikan energi pada Anima, jiwa planet ini. Kami tidak dapat bergantung terus pada energi Sphere putih Lunaciel. Tapi sekarang para peneliti tengah meneliti kegunaan lain Kristal Jiwa. Mungkin di masa depan Kristal Jiwa akan di gunakan untuk banyak hal.” Ophelia kembali menjelaskan.

    Milodia hanya mengangguk pelan. Matanya menatap Ophelia, menunggu ia untuk menjelaskan sesuatu yang lain.

    “Ah, maaf… aku sangat senang menjelaskan sesuatu kepada anak kecil manis sepertimu… sekarang kau pasti bertanya-tanya kenapa aku menumpahkan sup itu…?” ujar Ophelia.

    Ya! Itu yang daritadi ingin ku ketahui…! teriak Milodia di dalam hati.

    Ophelia menurunkan tubuhnya, lalu mengubur Kristal Jiwa di dalam tanah. Setelah itu ia membuat sebuah segel tanah dan membaca mantera.

    “Sebenarnya, ada satu lagi kegunaan Kristal Jiwa yang belum banyak diketahui…”

    Kristal jiwa yang dikubur di dalam tanah itu tiba-tiba bersinar. Perlahan rumput dan tumbuh-tumbuhan tumbuh dengan cepat dari dalam tanah. Begitupun jamur yang ditumpahkan Ophelia, jamur yang telah direbus itu tiba-tiba hidup kembali. Akar jamur itu menyatu kembali dengan tanah. Lalu perlahan muncul jamur-jamur lain disekitarnya, makin lama makin banyak. Milodia takjub melihat hal tersebut, ia belum pernah melihat tumbuhan tumbuh dengan cepat seperti itu.

    “Dengan segel tertentu, Kristal jiwa dapat memberikan kehidupan pada tanaman dan mempercepat proses pertumbuhannya… dengan kata lain, kristal jiwa dapat memberikan kita makanan yang melimpah.” ucap Ophelia. Milodia masih terkesima melihat pemandangan didepannya.

    Ophelia terseyum kecil dan mendekatkan dirinya pada Milodia, “Ayo kita bertanding mengumpulkan jamur…?”

    Milodia menatap Ophelia dan membalas senyumannya, “Ayo…!”

    Milodia segera berjongkok dan memunguti jamur satu persatu. Seakan tidak mau kalah Ophelia pun melakukan hal yang sama. Mereka berdua mencabuti jamur dengan senyuman yang menghiasi wajah mereka. Meskipun baru pertama kali bertemu, Ophelia dan Milodia sudah terlihat sangat akrab.

    ***

    Di dalam rumah, Milodia segera menghampiri Elrad dan Shion yang tengah membicarakan sesuatu di ruang makan. Wajah Milodia berseri-seri, roknya menampung begitu banyak jamur hutan. Elrad dan Shion kaget melihatnya.

    “Whoaa! Banyak sekali!” mata Elrad melotot melihat jumlah jamur di atas rok Milodia.

    “Darimana kau mendapatkan jamur-jamur itu…?” tanya Shion.

    “Kak Ophelia mengubur Kristal ke dalam tanah lalu WOSSH, jamur yang ada di atas tanah tumbuh banyak…!” Milodia berusaha menjelaskan.

    Tak lama Ophelia muncul dan berjalan menghampiri meja makan.

    “Boleh aku bergabung…?” ucapnya seraya mengelus kepala Milodia.

    “Ah, anda baik-baik saja…?” tanya Shion agak cemas.

    “Aku baik-baik saja…” ucap Ophelia seraya duduk di salah satu bangku meja makan. “Tubuhku telah terlatih untuk pulih dari luka dengan cepat…”

    “Oh, begitu…” gumam Shion.

    “Oh, ya kita belum berkenalan. Namaku adalah Shion, dan dia adalah Elrad. Kami dan Milodia telah tinggal bersama sejak orangtua kami tewas akibat perang. Dulu kami tinggal disebuah panti asuhan di kota Ruth. Namun, kami tidak betah dan memutuskan untuk hidup mandiri di rumah kosong ini.” Lanjut Shion.

    Ophelia tersenyum, “Namaku adalah Ophelia Graniel. Seperti yang telah kalian ketahui, aku adalah seorang ksatria Anima. Aku pergi ke puncak bukit Valias untuk menumpas seekor Freohr yang telah lama kuburu. Freohr yang paling ingin kuhabisi… Tapi, tanpa diduga Freohr tersebut berubah menjadi sangat kuat. Kekuatanku tak sebanding dengannya…”

    Sesaat suasana menjadi hening. Mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan.

    “Shion! Sebaikanya kau segera menyiapkan makanan! Jamur sebanyak ini cukup untuk kita semua!” suara Elrad memecahkan keheningan.

    “Ya, baik! Ayo Milodia, bantu aku!” Shion beranjak ke dalam dapur.

    Milodia segera berlari kecil mengikuti Shion. Kini hanya ada Elrad dan Ophelia di meja makan.

    Tak lama Ophelia mulai membuka percakapan, “Jadi, kalian bertiga adalah saudara kandung…?”

    “Eh? Tidak, kami bertiga bertemu di panti asuhan. Kami sama-sama tidak betah tinggal disana, peraturannya sangat ketat dan pengurusnya yang bernama Helga sangat galak. Saking galaknya anak-anak disana memberikan julukan Ogre kepada Helga. Karena itu kami memutuskan kabur dan tinggal bebas disini.” Jawab Elrad.

    Ophelia sedikit tersenyum, “Kalian bertiga hidup sendiri disini, bukankah itu sulit? Tempat ini sepertinya terpencil. Aku tidak melihat rumah yang lain disekitar sini.”

    “Asalkan kami dapat hidup bebas, itu tidak masalah. Lagipula aku dan Shion sering berlatih pedang untuk menjaga diri.” Jawab Elrad, sambil memandang Shion yang sedang asik memasak didapur.

    “Oh begitu? Kalian masih kecil tapi sudah dapat hidup sendiri. mengesankan.” Ophelia menyandarkan punggungnya.

    Kali ini giliran Elrad yang bertanya, “Ehm… Nona Ophelia, ada sesuatu yang sedang aku pikirkan…”

    “Apa?”

    “Tanda di dadamu itu… apakah sudah ada sejak kau lahir…?”

    Ophelia terdiam sejenak, lalu mulai menjawab, “Ya… ini adalah tanda bahwa sejak lahir aku ditakdirkan untuk menjadi seorang ksatria Anima… tanda ini adalah takdir.”

    “Tanda takdir…” tatapan Elrad perlahan jatuh kebawah.

    “Kenapa kau bertanya…?” Ophelia mulai penasaran.

    “Karena…” perlahan Elrad membuka kancing bajunya.

    “Ini… akupun memiliki tanda yang sama denganmu… aku ditakdirkan untuk menjadi ksatria Anima…” terlihat tanda merah berbentuk setengah lingkaran dan sebuah garis tengah di dada Elrad.

    Ophelia sedikit terkejut melihatnya, “Lalu… kenapa kau tidak pergi ke Chrono Reis…? Kau dapat memenuhi takdirmu dengan menjadi ksatria Anima disana…”

    Elrad memandang langit-langit, “aku tidak ingin menjadi seorang ksatria Anima…”

    “Kenapa…?” Tanya Ophelia singkat.

    “Karena aku ingin menentang takdir...” Jawab Elrad.

    Ophelia hanya terdiam. Ia telah dua kali mendengar kalimat yang sama.

    ***​
     
    Last edited: Nov 24, 2012
  5. rad_dreamer Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 25, 2012
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +9 / -0
    Chapter 3 : Milodia Menghilang

    Keesokan harinya, tubuh Ophelia sudah hampir sepenuhnya pulih. Bagian atas dan tengah tubuhnya dililit perban yang cukup tebal. Ophelia berniat akan segera melanjutkan perjalanannya untuk memburu Gryn. Ia harus segera pergi mengejar Gryn sebelum kehilangan jejaknya. Ophelia pun mulai melatih tubuhnya untuk persiapan melawan Gryn kembali. Pagi itu, di halaman belakang rumah yang cukup luas, Ophelia melatih ilmu sihirnya.

    Elrad yang saat itu kebetulan lewat langsung terkesima, ketika melihat aura sihir putih menyilaukan terpancar keluar dari tubuh Ophelia. Ia kagum, penasaran dan juga ketakutan, ketika mengetahui bahwa wanita yang ditolongnya kemarin malam ternyata mempunyai kekuatan sihir yang sangat besar. Perlahan Elrad mendekati Ophelia, bermaksud untuk melihat aura sihirnya lebih dekat.

    “Illuvatar…”

    Seketika itu Elrad menghentikan langkahnya. Ophelia yang daritadi terlihat diam dan berkonsentrasi tiba-tiba bersuara.

    “Kekuatan ini adalah berkah dari Illuvatar, kekuatan yang hanya dimiliki oleh para Believer.”

    Elrad mulai melemaskan tubuhnya yang tegang, ia mencoba untuk mengendalikan dirinya.

    “Believer…? Maksudmu… para pendeta dari Chrono Reis…? Tapi, bukankah kau adalah seorang Ksatria Anima…?” Tanya Elrad dengan kening yang berkerut.

    Ophelia mulai menghilangkan aura sihirnya lalu mengalihkan pandangannya kepada Elrad, “Aku memang seorang ksatria Anima, tapi diam-diam aku juga mempelajari ajaran Believer. Jika bukan karena panggilan takdir, mungkin sekarang aku sudah menjadi seorang Believer dan tinggal di tempat suci kuil Chrono Reis.”

    Elrad berpikir sejenak, “mengapa kau harus mengikuti takdir…? kau mempunyai pilihan untuk menolaknya…!”

    Ophelia tersenyum, “Kau tidak mengerti Elrad, kita mempunyai tujuan hidup didunia ini, dan takdir akan memperlihatkan jalannya. Kita mempunyai tugas yang harus diselesaikan, tugas yang diberikan oleh Anima kepada kita saat kita lahir. Tugasku adalah menjadi seorang ksatria Anima dan menciptakan ketenangan di dunia ini. itu adalah alasan mengapa aku diciptakan.”

    “Tidak. Kau yang tidak mengerti…! dulu ayah pernah berkata kepadaku, manusia bebas ketika ia dilahirkan…! Tidak ada yang dapat menghalangi kebebasan kita…! Aku tidak percaya dengan takdir atau tanda lahir sialan ini…!” setelah mengatakan itu Elrad segera pergi. Meninggalkan Ophelia yang perlahan mengadahkan kepalanya ke langit.

    Bocah keras kepala. Tapi aku suka itu.

    ***​

    Di atas bangku meja makan, Elrad masih memikirkan kata-kata yang keluar dari mulut Ophelia. Entah mengapa kata-kata itu langsung mengingatkan Elrad kepada almarhum ibunya, yang meninggal karena menjalankan tugas sebagai seorang ksatria Anima. Dulu Elrad pernah sangat membenci ibunya, karena telah meninggalkan ia dan ayahnya demi menjadi seorang ksatria Anima. Namun setelah tahu ibunya telah tiada, Elrad tak dapat lagi membencinya. Yang ada hanyalah rasa penyesalan karena ibunya lebih memilih takdir dibandingkan keluarganya sendiri. Hal tersebut membuat Elrad bersumpah untuk tidak mengikuti kesalahan ibunya, ia lebih memilih untuk hidup bersama “keluarganya” dibandingkan pergi ke Chrono Reis dan menjadi seorang ksatria Anima.

    Tak lama kemudian Ophelia masuk ke ruang makan dari pintu belakang. Elrad melirik Ophelia, namun pandangan Ophelia lurus tanpa menengok Elrad sama sekali. Langkahnya terhenti ketika Shion menyapanya.

    “Selamat pagi. Makanan untukmu telah kusediakan.”

    Ophelia sedikit tersenyum, “Tidak usah repot-repot, aku tidak lapar.”

    Shion mengangguk kecil, “Baiklah, tapi tidak usah sungkan untuk mengambil makanan dari meja kami.”

    Ophelia kembali tersenyum, “Kalian telah sangat baik kepadaku, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk berterima kasih.”

    “Tidak usah dipikirkan, kami senang melakukan hal yang baik.” Ucap Shion.

    “terima kasih.” Balas Ophelia singkat.

    Ophelia kembali melangkah namun terhenti saat akan meninggalkan ruang makan.

    “Elrad, bisa ikut aku…?” pinta Ophelia tanpa menoleh.

    Tanpa mengucapkan sepatah katapun Elrad berdiri lalu mengikuti Ophelia. Sementara Shion pergi ke kamar Milodia untuk membangunkannya.

    ***​

    Elrad tiba di kamar Ophelia, ia melihat Ophelia sedang mencari sesuatu di kantong bajunya yang robek. Setelah menemukan benda yang dicarinya, Ophelia segera menghampiri elrad.

    “Kau tahu benda ini…?”

    Ophelia memperlihatkan sebuah benda aneh berbentuk lingkaran pipih dengan kristal berwarna ungu ditengahnya.

    Elrad memperhatikannya dengan keheranan, “Apa ini…?”

    “Ini adalah dimension storage, sebuah alat yang diciptakan oleh para peneliti Alraviz.”

    Elrad masih terlihat kebingungan, “Apa artinya…?”

    Ophelia tersenyum, “sebenarnya bukan alat ini yang ingin kuperlihatkan…”

    Ophelia menyentuh bagian tengah dimension storage dengan jarinya, lalu tiba-tiba keluar pancaran cahaya ungu bersamaan dengan sebuah benda yang terihat seperti sebuah tongkat sihir. Elrad hanya dapat menganga ketika melihat tongkat sihir panjang keluar dari sebuah benda kecil.

    “Dimension storage adalah alat yang hanya dimiliki oleh orang tertentu, termasuk para ksatria Anima. Tidak semua orang dapat memilikinya karena benda ini tidak dijual bebas. Tapi terkadang pasar gelap di Dior menjual benda ini, namun harganya sangat mahal.” Ophelia berusaha menjelaskan.

    “Lalu apa hubungannya denganku…?” Tanya Elrad.

    Ophelia meletakan dimension storage diatas meja lalu mendekatkan tongkat sihir yang digenggamnya kearah dada elrad.

    “Dan ini adalah tongkat berbisik, terbuat dari kayu pohon terlarang Ikonoka. Dengan tongkat sihir ini aku dapat berkomunikasi dengan isi hati seseorang…” Ophelia memejamkan matanya dan menyentuhkan tongkat berbisik ke dada Elrad.

    “H-hei, apa yang kau lakukan…?!” Elrad segera menepis tongkat kayu tersebut.

    Ophelia membuka matanya, “aku mengerti…”
    Alis Elrad terangkat sebelah, “apa yang kau mengerti…?”

    “Alasanmu, alasan sebenarnya mengapa kau tidak ingin menjadi ksatria Anima.” Ophelia berjalan pelan dan mengembalikan tongkat berbisik ke Dimension storage.

    Elrad hanya terdiam menunggu Ophelia melanjutkan kata-katanya.

    “Kau tidak ingin meninggalkan Milodia dan Shion, satu-satunya keluargamu saat ini. sepertinya kematian ibumu telah mengajarkanmu sesuatu, Elrad.” Ucap Ophelia.

    “i-itu bukan urusanmu…!” sergah Elrad. “Lagipula aku tidak pernah mengijinkanmu untuk berkomunikasi dengan isi hatiku…!” Elrad meninggikan nada suaranya.

    Ophelia menghiraukan kata-kata Elrad, “kehidupan didunia ini hanya sementara, jika kau mati maka jiwamu akan melayang terbang ke angkasa dan menetap disuatu tempat selamanya. Tidak ada yang perlu ditakutan akan kematian, Elrad.”

    “Kau tidak menger-“

    Tiba-tiba Shion datang dengan tergopoh-gopoh. Kemunculannya yang mendadak mengagetkan Elrad dan Ophelia.

    “Gawat!! Elrad, terjadi lagi…! Milodia menghilang dari kamarnya…!”

    Muka Elrad mendadak pucat, “terjadi lagi?! Oh tidak…”

    Ophelia kebingungan melihat Elrad dan shion yang mendadak panik. Ia berusaha memahami situasi.

    “tenanglah, apa yang terjadi…?” tanya Ophelia.

    “Milodia, dia menghilang dari kamarnya…” ucap Shion berusaha untuk menenangkan diri.

    “Menghilang…? Maksudmu… dia pergi dari rumah…?” kening Ophelia berkerut.

    “Tidak, dia benar-benar menghilang tanpa jejak… ini sudah sering terjadi…” Shion menyandarkan tubuhnya ke dinding dan memijat keningnya.

    “Terakhir kali Milodia menghilang seperti ini, kami panik dan tak henti mencarinya di sekitar rumah. Tiga hari kemudian kami menemukan ia sedang terbaring kelaparan di dalam sebuah hutan. Saat kami bertanya apa yang terjadi, ia malah menjawab tidak tahu apa-apa. Ini sangat aneh.” Elrad menambahkan.

    Ophelia menyilangkan lengannya dan berusaha memikirkan sesuatu.

    “Lebih baik kita tidak membuang waktu disini, kita harus segera pergi mencari Milodia.” Shion mulai beranjak pergi.

    “Tunggu, kau tahu kemana harus mencarinya…?” Tanya Ophelia.

    Shion berbalik dan menggelengkan kepalanya.

    “Baik, aku dapat membantu kalian. Tapi aku membutuhkan sebuah benda milik Milodia.”

    “benda…? Untuk apa…?” Tanya Elrad bingung.

    “Lakukan saja apa yang kuminta.” Jawab Ophelia seraya berjalan melewati Elrad.

    ***​

    Dari dalam rumah Elrad membawa sepasang sepatu milik Milodia. Ia agak terkejut ketika melihat Ophelia sedang melakukan ritual pemanggilan monster. Lima layer diagram sihir Summon terbentuk disekeliling Ophelia.

    “Aku memanggilmu…”

    “Lukia…!!”

    Tiba-tiba seekor mahluk bebentuk serigala besar muncul dari portal yang terbuka di tanah. Mahluk itu mempunyai bulu putih yang tebal dan ekor yang panjang. Ia mempunyai bola mata yang merah menyala.

    Lukia segera merebahkan dirinya ketika berada dihadapan Ophelia.

    “KAU MEMANGGILKU…? NONA OPHELIA…” suara Lukia terdengar lembut seperti seorang wanita.

    Karena penasaran, Elrad mencoba untuk mendekati Lukia.

    “WOOOAH…! Anjing yang sangat besar…!” ucapnya kagum.

    “GRRRRAAAAGH…!!” tiba-tiba Lukia menyalak buas kepada Elrad.

    Karena kaget Elrad segera melompat mundur.

    “Tidak apa Lukia, dia bukan musuh.” Ophelia membelai tubuh Lukia.

    “Bisakah kita segera berangkat…?” ucap shion yang daritadi sudah tidak sabar untuk segera mencari Milodia.

    Ophelia mengalihkan pandangannya kepada Lukia, “Kita membutuhkan bantuanmu untuk mencari seseorang…”

    Lukia menegakan tubuhnya, “TENTU SAJA, TAPI AKU MEMBUTUHKAN SESUATU…”

    Ophelia mengangguk dan memberikan isyarat kepada Elrad untuk mendekatkan sepatu Milodia kehidung Lukia. Lukia dengan enggan mendekati Elrad dan mengendus sepatu itu untuk sesaat, lalu mengendus udara disekitarnya.

    “AKU MENEMUKANNYA…!”

    “Bagus, bawa kami kesana…!” Ophelia segera menaiki tubuh Lukia.

    Elrad memandang Lukia dengan penuh keraguan.

    “Apa yang kalian tunggu…? Cepat naik…!” Ophelia menggerakan kepalanya, memberikan isyarat kepada Elrad dan Shion untuk naik.

    “Ehm… Tapi…” Elrad melirik tatapan Lukia yang tak bersahabat kepadanya.

    Tanpa menghiraukan Elrad, Shion segera melompat dan duduk di belakang Ophelia.

    “Kau mau ikut atau tidak…?” Tanya Shion.

    Elrad menghela nafas, “baiklah… sebentar…”

    Elrad berusaha menaiki tubuh Lukia, namun ia kesusahan karena tubuh Lukia hampir tiga kali lipat tinggi tubuhnya. Kedua tangan Elrad mencengkram erat bulu tebal Lukia, sedangkan sebelah kakinya terus bergerak berusaha untuk memanjat.

    “CK, MENYUSAHKAN SAJA…!”

    Tanpa memperdulikan Elrad, Lukia segera melesat berlari menuju arah bau Milodia. Elrad bergelantungan dan berteriak ketakutan di sisi tubuh Lukia. Ophelia segera membungkuk dan meraih tangan Elrad lalu menariknya keatas.

    ***​

    Mereka tiba di depan sebuah menara tua. Menara itu adalah bekas pos penjaga perbatasan tentara Arkavaz. Dulu menara itu berfungsi sebagai penjaga perbatasan antara Arkavaz dan Evergrandia, namun karena banyaknya Orc yang menghuni hutan sekitar, pos itu dutinggalkan begitu saja. Kini menara itu berubah menjadi markas para Orc.

    “Kenapa tadi kau tiba-tiba berlari…?! Kau ingin membunuhku hah…?! Dasar anjing gila…!!” Elrad gusar karena perbuatan Lukia barusan.

    “KAU SENDIRI YANG BODOH…!! AKU TIDAK MEMPUNYAI WAKTU UNTUK MENUNGGUMU MEMANJAT TUBUHKU…!! VARA DUNGU…!!” Lukia membalas.

    Selagi Elrad dan Lukia saling melontarkan ejekan, Shion mengamati bangunan besar didepannya.

    “Menara Orc…” gumam Shion.

    “Apakah kau yakin Milodia ada didalam sini…?” Tanya Ophelia kepada Lukia yang langsung mengacuhkan Elrad ketika Ophelia bertanya kepadanya.

    “YA… AKU YAKIN SUMBER BAU ITU ADA DI DALAM SINI…” jawab Lukia sambil mengadahkan moncongnya ke arah menara.

    “Baiklah…! Tunggu apa lagi…? Cepat kita masuk…!” Elrad menarik pedang dari pinggangnya dan melangkah maju ke depan pintu menara.

    “Tunggu Elrad, aku merasakan aura Freohr yang cukup besar dari dalam sini…” ujar Ophelia khawatir.

    “SEPERTINYA AWAKENING FREOHR… KITA HARUS BERHATI-HATI, NONA OPHELIA…” Lukia menambahkan.

    Ophelia menjadi teringat ketika Gryn berubah menjadi Awakening Freohr, tiba-tiba saja bulu kuduknya berdiri. Ia pun segera mengeluarkan sebuah baju zirah Diabolos dan pedang besar Orc Slayer dari Dimensional Storage lalu segera memakainya. Baju Zirah itu berwarna hitam dan mengeluarkan hawa kegelapan yang cocok untuk mengelabui Orc. Sedangkan pedang besar Orc slayer memang telah didesain khusus untuk menumpas para Orc.

    “Kalian bisa menjaga diri…?” Tanya Ophelia kepada Elrad dan Shion.

    “Tentu saja…!” jawab Elrad cepat.

    Ophelia pun mengeluarkan dua pedang perak dan dua buah perisai besi.

    “Ini, kalian tidak akan dapat melawan para Orc dengan pedang besi tua.”

    Ophelia memberikan pedang perak dan perisai besi kepada Elrad dan Shion.

    “Wooah… pedang perak…! Aku sering melihat ayah menggunakan pedang perak untuk melawan Orc gunung…!” decak Elrad kagum.

    “Ugh… perisai ini berat… apakah tidak ada yang lebih ringan…?” keluh Shion.

    “Maaf, tapi hanya itu yang kupunya… aku jarang menggunakan perisai.” Sahut Ophelia.

    “Baik, kita semua sudah memakai perlengkapan, ayo masuk…!” ucap Elrad bersemangat. Sepertinya ia tidak mengalami kesulitan mengangkat perisai besi yang berat.

    Elrad berusaha untuk mendorong pintu menara sekuat tenaga. Namun pintu itu tidak terbuka sedikitpun.

    “Tolong minggir…” Ophelia menggeser tubuh Elrad dan mengangkat pedang besarnya. Lalu…

    DRUAAK!!

    Pintu itu hancur berkeping-keping. Ia pun segera masuk ke dalam menara, Elrad, Shion dan Lukia mengikuti dibelakangnya.

    Ketika masuk mereka di sambut oleh belasan Guardian Orc.

    “Sial, kalian berdua tetap didekatku dan Lukia…!” perintah Ophelia.

    “Apa? Memangnya Anjing itu dapat berkelahi…?!” sahut Elrad sangsi.

    “SIAPA YANG KAU SEBUT ANJING, VARA INGUSAN…?” Lukia menatap tajam Elrad.

    “Lukia, tempat ini tidak cocok untuk mode tubuh serigalamu…” Ophelia membelakangi Lukia.

    “AKU MENGERTI NONA OPHELIA…”

    Tiba-tiba sihir transform satu layer mengelilingi tubuh besar Lukia. Ruangan sesaat menjadi terang ketika secara perlahan tubuh Lukia berubah menjadi menyerupai tubuh bocah manusia. Telinga, ekor dan cakar Lukia masih menyerupai serigala, namun bagian tubuh lainnya sama seperti tubuh manusia. Lukia berubah menjadi seorang gadis serigala, dengan bulu putih tebal yang menutupi sebagian tubuhnya.

    Elrad dan shion terkesima melihat perubahan tubuh Lukia.

    “Lihat…! Ternyata kau adalah seekor anjing ingusan…!! Hahaha…!!” Ejek elrad.

    “Jaga mulutmu…! Aku adalah putri dari bangsa Garm…!!” Lukia membalas.

    “Hentikan kalian berdua…! Tetap fokus kepada Musuh didepan…!” Ophelia menyudahi pertengkaran mereka.

    Tiba-tiba saja dua Guardian Orc menghampiri Ophelia, namun dengan sigap Ophelia menebaskan pedang besarnya. Tubuh dua Orc itu langsung terbelah dan musnah seketika.

    “Wow…!!” Elrad kagum dengan kekuatan Ophelia.

    Lalu tanpa disadari seekor Guardian Orc hendak menyerang Elrad dengan kapaknya.

    “Elrad…! Di depanmu…!” teriak Shion.

    “Ops…!”

    TRAAANG…!!

    Elrad berhasil menahan serang kapak Orc dengan perisai besinya. Lalu ia segera membalas dengan menebaskan pedang peraknya.

    SLASH…!!

    Baju zirah besi yang dipakai Orc itu terbelah, Ophelia sedikit kaget melihat kekuatan Elrad.

    Seakan tidak mau kalah Shion mulai menyerang Guardian Orc yang ada dibelakang, kecepatannya sangat luar biasa.

    “Shion…! Apa yang kau lakukan…! jangan berpencar…!” teriak Ophelia.

    Namun Shion terlalu percaya diri dengan kemampuannya. Ia mampu menumpas dua Guardian Orc dengan serangan yang cepat. Setelah Orc itu tumbang ia segera kembali ke sisi Ophelia.

    “Kita tidak bisa hanya bertahan…” gumam Shion.

    Ophelia mengamati situasi dengan cepat, hanya empat belas Guardian Orc yang tersisa. sembilan ekor menjaga gerbang menuju lantai dua, dan sisanya ada disamping kanan dan kiri.

    “Aku akan mengatasi Orc didepan, Lukia kau atasi sebelah kiri, Elrad dan Shion sebelah kanan…!” perintah Ophelia.

    “Baik…!” jawab Lukia, Elrad dan Shion serentak. Mereka pun segera menuruti perintah Ophelia.

    Lukia melawan tiga Orc seorang diri, sihir angin tiga layer muncul disekitar mulutnya.

    WOLF ROAR…!!

    Hembusan angin dan suara keras yang dahsyat keluar dari mulut Lukia. Ketiga Guardian Orc itu langsung terhempas ke dinding. Disaat para Orc itu lengah, Lukia segera menghabisi mereka dengan cakar serigalanya.

    Elrad dan Shion dapat menumpas dua Orc tanpa kesulitan. Walau sebenarnya mereka agak enggan bekerja sama.

    SLASH…!!

    Dengan sekali ayunan Ophelia dapat menghabis dua Orc sekaligus.

    SLASH…!!

    SLASH…!!

    SLASH…!!

    SLASH…!!

    Semua Guardian Orc musnah. Walau memakai pedang besar namun Ophelia tidak mengalami kesulitan saat mengayunkannya.

    “Mereka hanya Orc lemah…” Ophelia mengatur nafasnya.

    “Sepertinya kita dapat menghabisi seluruh Orc di menara ini dengan mudah…!!” sahut Elrad optimis.

    “Jangan lupa, tujuan kita datang kesini adalah untuk mencari Milodia.” Gumam Shion sembari menyarungkan pedangnya.

    “Ya… Lukia, apakah kau dapat menebak dimana Milodia berada…?” Tanya Ophelia.

    Lukia mengendus udara yang datang dari arah lantai dua.

    “Sepertinya dia ada di lantai paling atas… namun aku tidak begitu yakin karena baunya tercampur oleh bau Orc…” jawab Lukia.

    “Bau Orc…? Memang seperti apa bau Orc…?” Tanya Elrad polos sambil menarik ekor Lukia yang bergerak-gerak.

    “UGRR!! SEPERTI INI NIH…!!”

    WOLF ROAR…!!

    “GYAAAAAAAAHH…!!” tubuh Elrad terpental ke dinding dekat pintu masuk.

    “Ck, sudahlah kalian berdua…” kesah Ophelia.

    ***​
     
    Last edited: Nov 24, 2012
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.