1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Helel Ascensus (Diablo Falling 2nd Book) ~ Reprise

Discussion in 'Fiction' started by Heilel_Realz012, Sep 13, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    Prakata:
    ini adalah trit sekuel dari fict lama saya yang telah dibukukan "Diablo Falling - After inctum". Menceritakan mengenai kelanjutan kisah para survivor yang bertahan hidup di ganasnya dunia dan juga orang-orang yg mengetahui benar apa yang menjadi alasan/sebab mengapa dunia bergerak menuju ke arah kehancuran.

    Fict yg berlabel Revelation ini, akan mengupas lebih dalam mengenai kisah perjalanan manusia yang menuju ambang Hari Penghakiman.

    Versi Reprise ini mengambil perspektif dan rute lain dari yang sebelumnya telah dituliskan (artinya berbeda dengan tulisan yang lama). Merupakan sekuel resmi dari Diablo Falling versi novel yang dibukukan.

    Warning : 21+


    Primo Cecidit Excitandis

    [​IMG]

    Diablo Falling The Second Book

    Part I

    By Heilel_Realz012

    Another title name : The First Fall Awaken “Lucifer Rising”​

    PROLOGUE

    Dunia seperti apa yang sekarang kita tinggali ini…?

    Dunia seperti apakah yang coba kita lindungi..?

    Tidak ada yang tersisa dari apa yang manusia nikmati dahulu. Tahun 2015 adalah waktu di mana semuanya bermula. Perang dunia ketiga terjadi meluluhlantakkan segala hal menyisakan hanya puing-puing kesedihan. Apa yang kuingat dari semua itu? Jatuhnya pilar kobaran api yang membakar jiwa-jiwa tak bersalah. Mengingat semua teriakan meminta pertolongan mereka dan melihat jelas nyawa lenyap dengan begitu mudahnya.

    Aku berteriak di dalam hati…

    Menjadi sebagian kecil manusia yang selamat tidaklah membawa berkah. Dunia menjadi lebih buruk dari yang pernah ada. Pertikaian sepele melahirkan pembunuhan. Moral yang dijaga dikejar-kejar oleh kehendak bebas. Persamaan hak menghilang melahirkan perbudakan.

    Apa yang manusia harapkan dari dunia yang seperti itu?

    Engkau tiba, membawaku pada society yang terlindungi lingkaran tembok putih yang menjaga nilai-nilai Ketuhanan. Berlumuran darah dengan menyeret pedang hitam, melindungiku seorang wanita yang menyimpan dalam-dalam rahasia mengenai sihir. Berjuang membela kemanusiaan tanpa nama agama. Menjadi figur pahlawan yang memikul beban berat dan juga rasa bersalah yang besar. Kau hidup dalam kehormatanmu sendiri.

    Aku kehilangan sandaran pundak itu, menyadari bahwa tindakannya telah menyayat hatiku dengan cukup dalam. Dia mengorbankan dirinya, membiarkan tubuhnya terbakar bersama dengan puing-puing Vatikan demi melenyapkan mimpi buruk manusia yang telah menjadi nyata. Terbakar hidup-hidup bersama dengan setan yang memaksa masuk dari celah gerbang orkus.

    Aku menunggu..

    Dalam sepanjang penantian ini, aku menunggumu. Tapi, kau tidak pernah kembali. kau tidak pernah kembali menemui aku dan anak yang berada dalam kandunganku ini.

    *******​

     
    • Thanks Thanks x 2
    Last edited: Jan 3, 2013
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    * Diablo Falling SAGA

    Servus Dei Gabriel "prequel Diablo Falling" (ongoing) Timeline 4108 B.C - before 2278 B.C http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=147688

    Diablo Falling Trilogy :

    - After inctum 1st Book (end) Timeline 2015 A.D after impact http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=148840

    - Helel Ascensus 2nd book (ongoing) Timeline 2015 - 2023 A.D

    - Deus Adversarium Symbol 3rd Book (in concept) Timeline 2023 - 2025 A.D


    * Diablo Falling side story

    The Three Code (end) timeline 1999 A.D http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=148805

    Coup De Grace (ongoing) timeline 2012 A.D http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=256605

    Zeitgeist Anthologie :

    - Beyond the Promised land (in concept) Timeline 1016 - 1936 A.D

    - Witchcraft (in concept) timeline 1998 A.D

    - Harvest Blood (in concept) timeline 2006 A.D

    - Origin of The Sect (in concept) timeline 2000 - 2014 A.D

    - Le Noire Saint Croix (in concept) timeline 2012 - 2013 A.D

    - Operation Subject Zero (in concept) timeline 2014 A.D http://forum.indowebster.com/showthread.php?t=268493

    * Diablo Falling Alternative World

    Diablo Rising (ongoing) Timeline unknown http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=190047
     
    Last edited: Sep 26, 2012
  4. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    ****INDEX STORY****

    ACT 0 - PROLOGUE page 1

    ACT I - VIATOR REBELLION page 1
    Act 1.1 Snow fall into the ashes
    Act 1.2 Remember The Scenery
    Act 1.3 Servus Cecillia Marceau
    Act 1.4 Order of Silver Court
    Act 1.5 Elenna Magdalena Trial
    Act 1.6 Accept Your Sin
    Act 1.7 Path of Traitor
    Act 1.8 Rebellion against The Order
    Act 1.9 Armilus The Anti Mashiach
    Act 1.10 In Sanctus Et Damnati
    Act 1.11 Lost Name From Ars Goetia
    Act 1.12 Forecast From Sefer Zerubbabel
    Act 1.13 Raziel HaMal’akh

    ACT II - LA SUPERVIVENCIA page 3
    Act 2.1 I Am Alive
    Act 2.2 The World After Apocalypse
    Act 2.3 Realism Versus Conscience
    Act 2.4 Nightmare In The Past, Alaska Incident
    Act 2.5 La Vita Nuova
    Act 2.6 Stranger With The Black Cloak
    Act 2.7 The Gate Of Orkus
    Act 2.8 Trial For Survive
    Act 2.9 Trigger Mortis
    Act 2.10 Gehinnom Distortion
    Act 2.11 Spirit In The Prison
    Act 2.12 I Remember

    ACT III - DIABLO FALLING page 5

    Act 3.1 Black Dot On Surface Moon
    Act 3.2 Symbol Of Faith And Hate
    Act 3.3 Sanctuary We Believe
    Act 3.4 Le Murs Survivre
    Act 3.5 Struggle For Your Life
    Act 3.6 Act of Survive and Suffer
    Act 3.7 Devil May Cry
    Act 3.8 Corruptum Mundi
    Act 3.9 Elenna Magdalena
    Act 3.10 Libertas Invenire Responsum
    Act 3.11 Story who never tell
    Act 3.12 The Wrath Within
    Act 3.13 Remnant of Black Cross
    Act 3.14 Dual Gun and Black Sword
    Act 3.15 Diablo La Caida
    Act 3.16 Standing at the storm
    Act 3.17 Requiem Pour Le Saint Graal
    Act 3.18 The Last Word
    Act 3.19 Act of Promise

    ACT IV - SANTA MAGDALENA

    Act 4.1 Cinema Paradiso
    Act 4.2 Goat of Mendes
    Act 4.3 Silent Child
    Act 4.4 Basilica San Lorenzo
    Act 4.5 Deus Tenebrae
    Act 4.6 Anno Satanas
    Act 4.7 Ibrahim and Berhala Statue
    Act 4.8 Shachor El Saddai -TBA
    Act 4.9 Because we are human -TBA
    ACt 4.10 Divided Order of Silver -TBA

    ACT V - OPERATION JERUSALEM -TBA
     
    Last edited: Jan 3, 2013
  5. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    index fict part 2
     
  6. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    added act 1.1 :matabelo:


    ACT I
    VIATOR REBELLION



    Act 1.1 Snow fall into the ashes

    Hembusan nafas hangat terbang melayang di udara dingin yang menusuk jiwa. Mentari yang terbit menghangatkan dunia yang tertutupi hamparan salju putih, tidaklah membuat dirinya merasakan kenyamanan. Tubuhnya terlihat sedikit mengigil karena merasakan udara dingin menyentuhnya. Tapi itu merupakan salahnya yang tidak mengenakan mantel hangat dan hanya mengenakan gaun putih disertai kain hitam panjang yang digunakan menutupi tubuh, di musim yang telah berganti ini.

    Elenna Magdalena memandang dengan tersenyum ke arah pelataran kota yang sepi. Rambut hitam miliknya yang tergerai di sekitar pundaknya, tertiup angin musim dingin dan memperlihatkan rosario hitam miliknya yang dikalungkan. Rosario yang menurutnya sangat berharga itu mengingatkan dirinya pada sosok pemuda yang terus dikenangnya. Ingatan yang terkenang ketika musim gugur itu tiba, cinta yang lahir dalam tangisan bahagia, kesedihan dalam kepedulian, dan amarah.

    Kini waktu telah berganti menjadi musim dingin. Daun-daun yang berguguran itu pergi jauh entah ke mana. Air mata yang jatuh rasanya telah kering, tapi luka dalam hatinya masih juga belum pergi. Kenapa semuanya harus pergi. Orang-orang yang berharga dalam hidup kenapa semuanya menghilang?

    Mata Elenna berlinang, mengingat raut wajah terkahir yang dia ingat. Wajah lelah dengan tubuh berlumuran darah yang berjuang untuk melindungi dunia yang telah rusak. Apa yang tersisa dari dirinya? Hanya harapan untuk tetap hidup. Tapi untuk apa? Untuk apa tetap hidup dan kehilangan semua yang berarti. Hidup hanya untuk kehilangan, apa yang indah dari itu semua.

    “Kamu menangis lagi?”

    Menolehlah dirinya memandang ke arah asal suara. Pierre Fabvre Yehezkiel ternyata berdiri diam di belakangnya dengan mata lelah dan senyuman kecil. “Pierre?”

    Pemuda dengan perawakan badan tinggi, dengan model rambut belah tengah panjang yang diikat, berjalan pelan mendekat ke arah tubuh mungil itu. Kedua matanya yang terhalangi oleh lensa kacamata berbingkai kotak, membuat dia dapat melihat dengan jelas raut wajah terkejut dan sendu dari wanita di hadapannya. Pria berkebangsaan Prancis yang memiliki rambut pirang dan bola mata berwarna biru ini, tertunduk ketika dia telah cukup dekat dengan Elenna. Rasa bersalah itu tetap ada walaupun telah coba diabaikan. Apa yang telah dilakukannya pada wanita di depannya ini tidaklah bisa termaafkan. Bukan hanya karena Elenna, tapi bagi dirinya sendiri dia mengutuk tindakan yang telah dia pilih.

    “Ini terlalu pagi untuk mulai bersedih. Mentari tidak akan bisa melihat paras kecantikanmu yang terpancar itu.”

    “Bagiku ini terlalu pagi untuk menggodaku seperti itu, Pierre.”

    Bibir merah merekah itu tersenyum kecil membuat pemuda gagah dengan mantel hitam panjang terdiam sejenak. “Bisa kita duduk berdua dan berbincang sejenak, Elenna?”

    Senyuman itu hilang memperlihatkan rasa heran. Elenna melihat Pierre seperti sedang berada dalam tekanan yang berat. Kedua teman yang telah lama tidak bertemu itu lalu berjalan bersama di areal Monument of Faith dan akhirnya duduk pada kursi hijau panjang yang tersedia di sana.

    Monument of Faith adalah obelisk yang berada di bukit Avalon yang menjadi tempat di mana kesedihan, duka, dan kerinduan itu berada. Monumen hitam yang menjulang tinggi itu, mengukir nama-nama korban tidak bersalah yang tewas akibat ledakan nuklir di masa lalu. Dan sekarang nama baru telah terukir di sini. Nama seseorang yang telah mengorbankan diri dalam misi pengungkapan di Kota Roma.

    “Apa yang ingin kau bicarakan denganku, Pierre?”

    “Aku ingin membicarakan mengenai anak itu..”

    “Anak dalam rahimku?”

    Mata keheranan itu memandang dengan jelas pemuda yang sedang tertunduk diam. Detak jantung Elenna tiba-tiba menjadi cepat karena menduga sesuatu yang tidak enak akan dia dengar. “Apa yang Order inginkan dari anakku? Katakan Pierre!”

    Pierre menjadi ragu. Kedua tangannya yang tersimpan di kedua pahanya menjadi gemetar karena tidak sanggup untuk mengucapkan kata-kata yang dia bawa dari Grandmaster Order. “Gugurkanlah.. Gugurkanlah anak itu..”

    “Kau ingin aku membuangnya?”

    “Dengarkan penjelasanku, Elenna..”

    “Kau ingin aku membunuh darah dagingku sendiri!” Elenna tersentak kaget dengan menolehkan pandangannya ke arah pemuda di sampingnya.

    Pierre yang melihat wajah dengan amarah tertahan itu, mencoba menyentuh tangan sang wanita dengan lembut berusaha menenangkan. “Jangan sentuh aku!!” Elenna menepis tangan Pierre. Wajah manis itu mengigit bibir bawahnya dan melepaskan pandangan tajam pertikaian.

    “Teganya.. setelah apa yang kalian lakukan pada Shade, kau menginginkanku untuk membunuh keturunannya juga. Aku telah diam untuk tidak bertindak setelah mengetahui apa yang Grandmaster Order rencanakan. Mengorbankan kita untuk mati di Vatican, menutup rapat-rapat rahasia yang sebenarnya telah mereka ketahui. Jika perintah eksplorasi itu tidak diberikan, dia tidak akan mati! Jika bom atom itu tidak diluncurkan, dia tidak akan mati!”

    “Elenna…”

    “Aku tidak mau mengugurkannya. Aku akan melahirkan dan merawatnya. Bagaimanapun juga dia adalah anakku..darah dagingku!”

    “Kau tidak tahu apa yang terjadi pada dunia ini sepeninggalannya! Gerbang itu terbuka lebih lebar, memuntahkan Mereka Yang Tercemar yang meluas ke berbagai daerah. Banyak korban jatuh yang tidak bisa kami selamatkan. Pernahkah kau lihat darah tergenang begitu banyak hingga membuat kanal? Tapi itu bukanlah hal yang terburuk. Petaka yang sebenarnya itu lahir dalam rahimmu! Aku berusaha untuk melindungimu!”

    “Apa salah anak ini! Dia tidaklah pantas disalahkan untuk sesuatu yang tidak dia lakukan! Ramalan, kalian tidak menyukai anak ini hanya karena ramalan?”

    “Anak itu memang tidak tahu apa-apa. Tapi segala ramalan yang tertulis itu telah terjadi. Banyak hal yang tidak bisa kami cegah, banyak hal yang telah kami sesali. Million pergi untuk menebus dosanya padamu. Membaktikan diri untuk mati karena beban bersalah kepergian Shade yang tidak bisa dia cegah. Tidakkah kau mengerti? Kami mencintaimu, kami ingin hal yang terbaik untukmu.”

    “Kalau kau tetap memaksaku, bunuhlah aku bersama dengan anak ini. Apapun yang coba kau katakan, aku akan tetap melindunginya!”

    Tamparan keras terlepas di udara. Pertikaian kata itu terhenti, memperlihatkan darah merah segar mengalir dari sela-sela bibir merah merekah. Elenna shock dengan apa yang dilakukan Pierre padanya. Pemuda ramah eksentrik dengan candaan yang membuat suasana menyenangkan, kini telah tiada. Elenna menundukkan kepalanya dan kemudian menangis terisak.

    Telapak tangan kiri Pierre yang--dibalut sarung tangan kulit hitam--menampar pipi sang wanita, kini terlihat bergetar kecil. Pierre tidak menyangka dengan tindakan yang baru saja dilakukannya. Dia menggeram, menyesali apa yang baru saja dilakukannya pada wanita dengan hati rapuh ini.

    “Maafkan aku.. Aku tidak ingin kamu terluka. Tolong mengertilah.”

    “Kau dan Million telah lebih dulu membuatku terluka..”

    Pierre menahan nafas. Kata-kata itu dia rasakan melesak menusuk begitu dalam ke hatinya. Dia dengan hati yang terluka pula, beranjak dari tempat duduknya dan berdiri. “Bencilah.. jika itu yang memang kau rasakan padaku. Kutuklah jika itu dapat melegakan hatimu. Tapi ketahuilah Elenna, aku dan Million melakukan semua ini demi untuk menjagamu.”

    “Jika kalian tidak bisa mengerti, biarkan aku melawan Kehendak Tuhan dan menanggung semua ini sendirian. Walaupun sebelumnya aku tidak pernah berharap akan memiliki anak dari insiden itu, tapi ketika sekarang aku mengetahui benih itu tumbuh dalam rahimku, aku bahagia. Aku tidak bisa membenci anak ini, bagaimanapun juga dia tidak memiliki kesalahan apapun. Kamilah yang telah memberikan jalan padanya untuk lahir. Kamilah yang seharusnya bertanggung jawab bukan anak ini.”


    ******​
     
  7. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update

    Act 1.2 Remember the scenery

    Penyesalan meliputi diri mereka yang ditinggalkan. Membekas dalam hati mereka masing-masing, suatu luka tak terlihat dengan beban bersalah yang menghantui. Persahabatan yang dahulu terjalin erat, kini terpisah oleh jarak. Terkenang sosok yang telah hilang menghancurkan cermin keindahan yang kini menjadi serpihan kaca ketidakpercayaan.

    Isakan tangis itu kembali terdengar di telinga Pierre. Isakan dari calon Ibu yang berusaha mempertahankan anaknya. Pierre mengetahui dengan jelas, bahwa dia telah kembali menyakiti hati kekasih dari sahabatnya yang telah tiada. Dia merasakan telah menjadi orang yang sangat jahat.

    Florentia, Italy
    District Scientist, Avalon Library.

    “Jika kau membantah perintah Grandmaster Order, itu mengartikan pemberontakan.” Ucap pelan wanita yang sedang sibuk menulis dengan banyak tumpukan buku serta file-file laporan yang bertumpuk di meja kerja antiknya.

    Perpustakaan Avalon adalah tempat di mana wanita bertudung hitam itu sedang bekerja. Keadaan ruangannya tidak terlihat cukup baik. Peperangan yang sebelumnya terjadi di tempat ini masih menyisakan pemandangan semerawut sebagian bongkahan tembok yang runtuh berantakan. Lantai dua terlihat masih luluh lantak, sedangkan lantai pertama telah cukup bersih memperlihatkan para librarian berpakaian hitam yang memindahkan buku.

    “Jadi kau menyetujui untuk melukai Elenna, Cecillia?!” Ucap Pierre yang sejak tadi berdiri di depan meja dengan nada sedikit keras.

    “Aku tidak mengatakan seperti itu…” Cecillia tidak melihat lawan bicaranya. Dia mengambil salah satu laporan dengan amplop hitam di sisi kirinya dan kemudian membaca isinya.

    “Aku mengerti perasaanmu Pierre. Tapi bisakah kau meninggalkan semua ini padaku? Order membutuhkan figurmu untuk hal penting lainnya. Bukan hanya Elenna yang menjadi sorotan Order sekarang ini, tapi juga penyebaran Mereka yang semakin meluas.”

    “Gerbang Orkus tidak hanya terbuka di Italia. Aku tahu itu, tapi..”

    “Dia telah rela mati untuk, Elenna. Apa kamu pikir aku mengabaikan perjuangannya itu? Aku merasakan perasaan yang sama sepertimu dan juga Million.”

    “Dia masih membenciku atas apa yang telah kulakukan pada , Shade.”

    “Suatu hari nanti Elenna akan memaafkanmu, Pierre. Percayalah.”

    Pierre berdiri tidak bergeming. Kedua telapak tangannya dia rapatkan keras-keras, disertai raut wajahnya yang menjadi sedikit berubah memperlihatkan sedikit kerutan pada kedua alisnya. “Aku rasa aku telah tewas bersama Shade di Vatican. “

    Cecillia membuang nafas pendek. Menyandarkan diri pada kursi berukiran rumit, dia memandang Pierre rekannya yang telah berjuang cukup lama bersamanya. “Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri.”

    Lelah terlihat jelas dari wajah pucat pemuda Prancis berambut pirang itu. Mengingat kembali ingatan lampau pundak dari sosok bermantel hitam panjang yang tetap berdiri ketika dirinya telah putus asa menyadari keterbatasan yang ada.

    Cahaya yang muncul ketika itu cukup terang. Namun bukanlah cahaya yang menyejukan tetapi cahaya yang menebarkan teror. Beelzebub The Fallen, Pierre mengingat kembali mengenai pertikaian besar itu. Pahlawan yang berlumuran darah itu telah pergi meninggalkan dunia yang semakin buruk. Meninggalkan lebih banyak masalah yang belum terselesaikan dan juga ketakutan yang tidak ingin manusia hadapi.

    Mereka Yang Tercemar telah tiba dan menyebar ke berbagai arah. Mereka manusia yang tersisa yang tetap bertahan hidup, ketakutan dan berpindah-pindah untuk menyelamatkan hidup mereka dari makhluk asing yang memburu. Para setan ingin menelan jiwa mereka. menghabisi sisa-sisa manusia yang mulia yang masih berpijak di tanah pemberian-Nya.

    Kemelut peperangan di garis depan dapat disadari Pierre. Walaupun tidak terlihat dari tempatnya sekarang berada, dia tetap merasakannya karena hampir sebagian besar anggota Order kini terpencar ke berbagai tempat.

    “Aku harus pergi, Cecillia. Tim Samaria membutuhkanku di garis depan.”

    “Aku dan Grandmaster berharap banyak pada dirimu dan Million. Berhati-hatilah.”

    “Jaga Elenna untukku…”

    “Jangan khawatir, tanpa kau bilang pun aku akan menjaganya.” Cecillia membesarkan hati Pierre. Senyuman yang dia berikan diperuntukan untuk membuat hati pemuda itu tenang. Selepas semua yang terjadi, Cecilia sadar bahwa Pierre seharusnya retired. Tapi, dunia ini tidak bisa membiarkan pemuda itu melakukannya.

    Pierre menundukan kepalanya seraya memberi hormat dan kemudian melangkah pergi dari tempat itu. Cecillia memandang punggung terbalutkan mantel hitam panjang yang telah berjasa besar pada Order itu telah semakin menjauh. Dia yang hanya bisa duduk pada meja kerja dan melawan banyak laporan menggunakan pena berisi tinta hitam, menetapkan hatinya untuk berjuang pula bersama mereka dengan cara lain.

    ***​

    “Maaf seharusnya anda tidak melakukan ini.” ucap seorang pemuda dengan topi hitam berpakaian kemeja putih lusuh bercelana jeans hitam. “Kenapa?” Elenna yang sedang memegang dus berwarna coklat dengan kedua tangannya terheran-heran.

    “Anda sedang hamil. seharusnya anda berisirahat dan membiarkan pekerjaan berat seperti ini hanya dikerjakan oleh kami.”

    Elenna tersenyum mendengar ucapan salah satu survivor yang sibuk menurunkan barang dari mobil angkutan. “Aku ini belum mengandung sembilan bulan. Jangan menganggapku telah tidak berdaya seperti itu.”

    “Ahh.. maaf.”

    Suasana di salah satu blok jalan Avalon itu terlihat cukup ramai. Beberapa mobil angkutan yang membawa makanan ke dalam kastil perlindungan yang dibangun di dalam kota Florence yang terlah hancur, tiba ketika para survivor telah cukup khawatir dengan makanan di saat musim dingin seperti ini.

    Entah apa yang terjadi pada manusia yang masih terpencar mengembara di luar sana. Elenna tidak sanggup memikirkan kesulitan mereka untuk tetap hidup dan menghindari para pemburu dari kegelapan yang mengejar.

    Dia dulu sama seperti orang-orang yang membutuhkan perlindungan ini. Hidup sendirian di Kota London sebagai sisa-sisa manusia yang selamat dari perang besar di akhir tahun 2014. Elenna ingat, bagaimana dia hanya bisa makan dengan cemilan ringan yang masih bisa diselamatkan dari supermarket yang telah runtuh. Bagaimana air bersih menjadi hal yang sulit dan butuh perjuangan untuk mencari dan mengumpulkannya.

    Kau datang padaku dan mengenalkanku dengan tempat perlindungan ini.​

    Elenna yang telah sampai pada salah satu bangunan tempat penyimpanan makanan, tersenyum kecil mengingat kembali kenangan sosok pemuda kasar yang dahulu menembak dirinya. Shade Linecore masih terkenang jelas dalam pikirannya, menjadi suatu dahaga kerinduan tersendiri yang ingin wanita itu legakan dengan segera.

    Di dalam hiruk pikuknya pemindahan cadangan makanan untuk musim dingin, terlihatlah di sana sebarisan golongan berpakaian hitam dengan hoodie yang dikenakan di kepalanya berjalan pelan mendekat.

    “Miss Elenna, anda harus ikut dengan kami sekarang.” ucap salah satu sosok hitam yang kini telah berbaris memanjang di belakang Elenna. “Pertemuan akan segera dilaksanakan. Grandmaster Order meminta agar anda hadir pada acara tersebut.”

    Pertemuan? Elenna ragu dengan hal itu. Dia lebih percaya bahwa pengadilanlah yang sekarang sedang dipersiapkan untuknya. Tanpa memandang mereka, tanpa memperlihatkan ekspresi letih dan tidak berdaya, Elenna menjawab titah itu. “Aku mengerti…”

    Sentuhan tangan lepas dari permukaan meja tua. Gaun putih yang terlihat tergerai itu akhirnya berjalan pergi dengan ditemani oleh sekawanan pria berjubah hitam. tindakan itu menjadi sorotan publik, hingga mereka yang terlihat sibuk lalu menghentikan pekerjaan mereka sejenak. Pandangan mereka mengarah seluruhnya pada dewi yang dahulu menyelamatkan Avalon dari peperangan besar.

    Elenna Magdalena, penyihir terakhir yang melindungi tempat ini dari para pemuja setan dan juga monster besar Behemoth, saat ini berjalan untuk menerima hukumannya. Suatu pegadilan sepihak dari manusia yang sangat takut dengan sesuatu hal yang belum terjadi.

    Elenna berharap, pemuda itu datang menyelamatkannya. Tapi tidak, hal itu tidaklah mungkin. Dia sendirian sekarang. Sendirian untuk menjalani kehidupan menanggung anak yang menjadi bukti keberadaan Shade.

    Indah ketika melihat salju menghiasi seluruh permukaan kota. Indah ketika mengingat kenangan yang manis dalam keheningan seperti sekarang ini. Nafas hangat sirna menjadi embun, langkah kaki berubah menjadi sepi, perasaannya telah mati sejak jauh hari.

    ********​
     
  8. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update lagi

    Act - 1.3 Servus Cecillia Marceau

    Avalon adalah tempat perlindungan besar yang dibangun oleh kelompok Order of Silver di dalam kota Florence, Italia. Mengambil nama dari legenda Arthurian, Avalon memiliki makna sebagai tempat pertahanan terakhir umat manusia yang melindungi dari segala ancaman apapun yang datang. Tempat indah yang menjadi titik awal pembangunan kembali tatanan kehidupan manusia yang telah rusak.

    Wanita yang mengetahui baik seluk beluk pembangunan areal ini, berjalan pada lorong panjang dengan deretan kaca besar yang memperlihatkan dunia luar. mengenakan mantel hitam panjang sepanjang kaki dengan hoodie yang menutupi kepalanya, dia melangkah dengan memegang dua buku hitam yang disimpan di depan dadanya.

    Cecillia Marceau, adalah orang terpercaya yang menjadi tangan kiri Grandmaster Order. Dengan jabatan yang dia pegang sebagai Servus---jabatan kedua tertinggi setelah Master---Cecillia menjadi membrum dengan jabatan tertinggi yang bertanggung jawab pada masalah di Avalon ketika kedua Master Order tidak ada.

    Sekarang ini, dia bertanggung jawab pada pertemuan besar yang akan diselenggarakan. Pertemuan yang akan membahas mengenai banyak hal dari perihal fenomena spiritual yang menyebar, masalah mengenai pencarian survivor, juga mengenai Elenna.

    Langkah kakinya yang menuju ke arah Hall utama Order terhenti sejenak. Cecillia yang mengenakan shirt blouse putih dengan rok hitam pendek dibalut mantel hitam panjang berhoodie, memandang ke arah kiri dirinya dan melihat areal taman belakang---markas besar --- yang sepi dipenuhi hamparan salju.

    Cecillia mengingat sosok pemuda itu. Pemuda berpakaian serba hitam berbola mata merah yang berdiri di lapangan yang sedang dilihatnya ketika dirinya masihlah menjadi divisi scientia. Pertemuan pertamanya dengan Shade Linecore yang mengenakan pakaian hitam pembunuh suci Le noire saint croix selintas terbayang.

    Sebagian tanggung jawab kematian Shade adalah kesalahan dirinya. Cecillia tidak bia menepis pula rasa bersalah itu. Dialah yang pertama kali mengetahui rencana Grandmaster Order untuk menjadikan Shade, Elenna, Pierre, dan Million sebagai martir dalam misi terakhir. Seandainya saja dia berupaya dan mau untuk mencegah peluncuran bom itu, mungkin Shade dapat terselamatkan dan seluruh kesedihan yang ditumpahkan Elenna itu tidaklah perlu ada.

    “Cecillia..?”

    Suara lembut terdengar dan membuat Cecillia menolehkan wajah. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Elenna muncul dari pesimpangan lorong dengan disertai para pengawal berpakaian hitam yang berdiri di belakangnya. “Elenna..?” rasa terkejut dari wanita berumur 28 tahun itu terlihat.

    Rantai atau borgol tidaklah terlihat melingkari kedua pergelangan tangan Elenna. Tapi walau begitu, Cecillia menyadari bahwa wanita di depannya itu diperlakukan layaknya tahanan oleh enam orang membrum Order yang mengawalnya. Cecillia melangkah cukup cepat dengan kegeraman di hatinya. Dia yang sampai pada tempat Elenna berdiri lalu memerintahkan kepada para pengawal itu untuk pergi.

    “Miss Cecillia, kami mendapatkan perintah langsung dari Grandmaster Order. Jadi..”

    “Aku yang akan membawanya langsung ke tempat pertemuan!”

    “Tapi..”

    “Dengarlah, apapun yang sekarang terlimpahkan pada dirinya. kalian harus ingat apa yang telah dia lakukan untuk Order dan Avalon! Apapun hal buruk yang sekarang melabelinya, itu tidak memungkiri jasa besarnya untuk kita semua! Dia adalah wanita yang menyelamatkan hidup kalian, ingat itu!”

    Ucapan Cecilia membuat keberanian para pengawal itu ciut. Mereka yang terlihat menjadi salah tingkah lalu kemudian menundukkan kepalanya memberi hormat dan kemudian bergegas pergi meninggalkan Elenna. Elenna yang mendengarkan percakapan itu diam saja. Mungkin karena letih atau mungkin sudah tidak peduli yang membuatnya terdiam.

    “Bagaimana perasaanmu Elenna?” tanya Cecillia khawatir dengan sikap kawannya.

    “Aku… tidak baik-baik saja..”

    ***​

    Hall of Justice, Avalon Headquarter

    Wanita dengan gaun putih duduk pada kursi coklat panjang bersebelahan dengan anggota Order yang berpakaian serba hitam. Di tempat ini, di mana sekarang dirinya berada terpampanglah dengan jelas pemandangan cukup ramai suatu rapat besar. Anggota Order dengan pakaian serba hitam dengan hoodie yang menutupi kepalanya dan tidak, duduk pada barisan kursi panjang yang diatur melingkar dengan bagian tengahnya yang dibiarkan lowong untuk menggelarkan karpet merah menuju pintu utama.

    Elenna yang duduk di sisi kanan di barisan tengah, memandangi pemandangan sekeliling dirinya. Arsitektur indah dengan gaya gothic terlihat jelas. Beberapa sentuhan romawi juga dapat dirasakan sang wanita ketika melihat beberapa patung roman setengah terbuka yang dipajang di aula itu.

    Ruangan besar dan megah ini juga memperlihatkan koleksi barang-barang antik indah yang merupakan cerminan percampuran seni gereja abad pertengahan, ukiran kaligrafi indah yang biasa ditemukan di mesjid, dan juga gaya arsitektur sinagog.

    Elenna merasakan kekagumannya dengan ruangan ini. Tempat ini memang bukanlah tempat ibadah, tapi tempat ini telah mencerminkan Order of Silver itu sendiri. Kelompok besar yang bergerak dalam kabut yang didirikan oleh ketiga pemuka besar agama samawi di masa lalu.

    Tidak ada perselisihan tentang agama yang biasanya terlihat di dunia luar sana, tidak ada peninggian agama tertentu ataupun penistaan agama tertentu. Ketiga agama itu bersatu di tempat ini bukan untuk mendirikan suatu agama baru, tapi bersatu untuk mencegah sesuatu yang telah terkubur di masa lalu agar tidak kembali bangkit.

    Mereka orang yang bersedia untuk masuk haruslah dapat melepaskan keegoisan dalam keimanan yang dipegangnya dan saling merangkul untuk mengembalikan keadaan dunia yang telah hancur berantakan agar kembali indah seperti dahulu kala. Mereka haruslah orang-orang yang mengerti arti perbedaan dan bukanlah orang-orang yang memaksakan kehendak.

    Zargon indah yang dia ketahui dari Ordo ini. Walaupun terdengar indah dan baik tapi tidaklah sebaik itu secara keseluruhan.

    Elenna mendengar suara beberapa membrum wanita yang berada di belakangnya berbisik cukup pelan tapi dapat terdengar. “Psst.. Jadi dia yang mengandung anak setan itu? Psst.. kenapa dia tetap mempertahankan anak yang akan membawa bencana?”

    Bisikan itu mengganggu Elenna. Hardikan pelan orang-orang itu menyakiti hatinya. Elenna dengan kain hitam yang dikenakan menutupi kepalanya, menggeram dengan serta merta mengepalkan kedua tangannya yang tersimpan di atas pahanya. Dia mengigit bibir bawahnya, menahan rasa gejolak amarah untuk membela diri dari omongan orang-orang itu.

    Tapi untuk apa? Tindakan itu tidak akan mengubah apapun. Anak yang ada di dalam rahimnya ini memang memiliki garis darah terkutuk. Garis darah Sammael yang dimiliki pula oleh Shade yang merupakan ayah dari anak yang dikandungnya.

    Elenna mengingat tiga minggu telah berlalu sejak misi terakhir itu. Mata Elenna berlinang, dia merasakan tidak sanggup bila harus menanggung beban ini sendirian.

    Aku merasakan kembali rasa kehilangan. Mencoba untuk mengerti bahwa dia telah hilang dan telah kembali kepada-Nya. Walaupun coba menyangkal, walaupun rasa hati tidak kuasa untuk menerima, aku tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi.

    Sekalipun Aku inginkan dia kembali dalam hidupku, seperti keajaiban yang dahulu Tuhan perlihatkan padaku dengan mendatangkan pelayannya, aku tidak bisa. Aku tidak bisa mengharapkan hal yang benar-benar mustahil. Siapa aku? Bukanlah orang yang benar-benar suci dan juga bukan perawan Maria. Aku hanya manusia biasa yang hanya bisa berharap pada-Nya.

    Tapi walaupun begitu aku benar-benar berharap agar Engkau memberikan kembali dia nafas kehidupan ya, Tuhan. Aku ingin bertemu kembali dengannya. Aku ingin melihat wajah dinginnya dan juga senyumannya, bukan wajah khawatir yang berlumuran darah yang terakhir aku lihat sebelum aku menutupkan mata ketika itu.

    Aku merindukan, Shade.. Aku merindukannya.


    ******​
     
  9. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update :idws:

    Act 1.4 Order of Silver Court

    Nuansa hening menunggu kedatangan pemimpin besar Order terlihat jelas di aula. Mimbar bertingkat yang berada di ujung tengah ruangan terlihat masih kosong memperlihatkan hanya benda-benda seperti lilin dan dekorasi berukiran gothic.

    Di pintu besar lain selain pintu utama yang menggelar karpet merah yang memanjang hingga ke mimbar, berdiri Servus Cecillia yang terlihat menyender pada permukaan dinding yang dingin. Cecillia yang memegang dua buku hitam di depan dadanya, berusaha melakukan sesuatu hal yang dahulu disesalinya. Intrupsi yang tidak pernah dia lakukan, kini wanita ini pikirkan baik-baik karena menyangkut dari seorang wanita.

    Suara langkah yang mengetuk lantai terdengar dari kejauhan. Dari sisi kanan Cecillia terpampanglah sosok pria paruh baya dengan badan tegap berpakaian jubah putih berjalan mendekat. Dia adalah Grandmaster Order. Pemimpin yang dihormati oleh Ordo ini dan orang yang bertanggung jawab penuh atas segala keputusan yang ada.

    Pria paruh baya itu terlihat heran dan menghentikan langkahnya. Cecillia yang sebelumnya bersender, kini bergerak menghalangi jalan sang pemimpin dengan menundukkan kepala seraya terlihat agak kebingungan. “Ada yang ingin kau katakan padaku, Cecillia?”

    Cecillia yang sedikit takut memberanikan diri mengangkat kepalanya. Dia melihat raut wajah paruh baya dengan rambut keseluruhan beruban disisir ke belakang yang memiliki kumis dan jenggot putih tebal, seakan-akan menunggu sesuatu terucap dari mulutnya.

    “Bolehkan saya berbicara dengan anda sebentar, Grandmaster?”

    “Mereka telah menunggu di aula…”

    “Tapi ini penting sekali!”

    Terheran-heran dengan sikap dari sekretaris yang paling dirinya percayai. Grandmaster Order melepaskan raut heran memandang Cecillia yang terlihat berbicara dengan berapi-api. “Bicaralah… Aku akan mendengarnya.”

    “Maafkan atas kelancanganku ini. Aku ingin agar anda mempertimbangkan lagi keputusan perihal Elenna.”

    “Aku telah mengatakan sebelumnya di depanmu juga Master Pierre bahwa keputusan itu sudah bulat.”

    “Tapi apa pantas dia menerima hukuman atas perbuatan yang tidak dia lakukan!? Pengadilan manapun tidak memperkenankan hal itu! Aku tidak menyetujui hukuman yang diberikan atas sesuatu hal yang belum dilakukan! Tuduhan tanpa bukti hanya akan melahirkan korban yang tidak bersalah!”

    “Apa kamu lebih senang melihat banyak korban berjatuhan lagi?”

    “Aku.. Tidak..”

    “Jerusalem telah merasakannya. Million yang sekarang berada di sana mengerti benar pemusnahan manusia yang sedang terjadi. Karena apa semua itu? Karena kedatangan Mereka Yang Tercemar dengan wujud nyata di dunia ini. Aku tidak ingin lagi melihat umat manusia menderita atau melihat mereka ketakutan dan mati. Jika suatu pencegahan memang dapat dilakukan, maka aku akan melakukannya.”

    “Bagaimana bila anak yang dikandung Elenna tidak seperti apa yang dikatakan dalam ramalan? Bagaimana bila apa yang kita takutkan itu salah?”

    Grandmaster Order terdiam sejenak melihat raut wajah penuh ekspresi yang jarang sekali diberikan oleh bawahannya yang paling dipercayainya ini.

    “Bukankah selain nilai-nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan juga adalah hal yang Ordo ini pegang? Jika anda memaksakan untuk melenyapkan anak itu sebelum lahir, anda akan kehilangan dua nyawa yang tidak berdosa. Elenna menginginkan anak itu, dia rela mati untuk itu.”

    Cecillia membungkukkan kepalanya memberi hormat. Dia yang cukup lama menahan posisi itu kemudian berbicara. “Aku mohon pertimbangkan lagi keputusan anda, Grandmaster.”

    Langkah pelan mengetuk lantai kembali terdengar. Grandmaster Order melangkah pelan pergi meninggalkan Cecillia yang sedang membungkuk hormat. Cecillia tidak mendengar jawaban dari Grandmaster Order. Dia yang telah berusaha mengubah keputusan tetap tidak bisa melakukan apapun untuk temannya.

    “Aku menyayangi Elenna sama seperti kalian semua menyayanginya.”

    Ucapan pelan terdengar dan membuat Cecillia kaget. dia yang sebelumnya membungkuk lalu menolehkan pandangannya dan melihat Grandmaster Order telah berjalan masuk melewati pintu menuju aula utama.

    Grandmaster Order tidaklah dingin. Cecillia tahu di luar dari semua keputusan beratnya, pria paruh baya itu adalah orang yang hangat.

    ***​

    Rapat besar di Hall utama akhirnya dimulai ketika Grandmaster Order dan Cecillia tiba dan duduk pada kursinya di belakang mimbar. Grandmaster Order yang telah duduk pada tahtanya, memandang ke arah seluruh anggota Order dan kemudian bersiap memulai rapat yang ada.

    “Kita semua berkumpul di tempat ini dengan melepaskan perbedaan yang ada dan menjadi satu satuan utuh yang kokoh dan kuat. Berbeda agama, berbeda keimanan, berbeda ras, berbeda golongan darah, tapi semuanya satu dalam tujuan besar yang mulia.

    Kita melihat dunia dari mata yang bukan orang-orang biasa lihat. Melihat perkembangan sejarah, peradaban, dan akhirnya kehancuran yang terjadi yang tidak dapat dielakkan. Kita percaya bahwa kondisi yang sekarang terjadi pada dunia adalah kehendak-Nya. Percaya bahwa ini adalah bentuk teguran langsung agar manusia tersadar akan kesalahannya yang selama ini mereka lakukan dan kembali ke jalan yang diridhoi-Nya.

    Tidak bisa lagi disembunyikan, keadaan telah bertambah buruk sekarang. Mereka Yang Tercemar yang telah terkubur ribuan tahun yang lalu, kini bangkit berjalan bebas dengan tubuh fisik yang mereka miliki dan menebarkan teror bagi seluruh manusia yang tersisa yang mencoba bertahan hidup.

    Kehormatan disandang mereka orang yang telah gugur sebelum kita. Pengorbanan terbesar dan pembaktian yang telah mengukir nama mereka sebagai pahlawan akan terus terkenang juga untuknya, sang pemilik gelar Master Order yang telah berupaya untuk menghentikan nubuat yang direncanakan oleh mereka kelompok pemuja setan yang kini telah musnah.

    Tujuan, tanggung jawab, pengorbanan, dan kedamaian telah mereka coba lakukan dan capai bukan demi kelompok ini. Tapi semuanya telah dilakukan demi umat manusia.

    Kita semua di tempat ini bertempur bermandikan darah demi manusia dan bergerak di jalan Tuhan yang kita imani masing-masing. Segalanya belum berakhir, pengorbanan orang-orang terdahulu masih belum dapat mengembalikan cahaya kembali ke dunia ini. Manusia adalah makhluk yang lemah, kita tahu itu. Tapi kita semua di sini memiliki Tuhan yang menguatkan diri dan hati kita, kita harus tetap bertahan dan bertempur melawan mereka. Kita harus bertempur melawan para Setan!”

    Kalimat panjang pidato pembuka yang diucapkan Grandmaster Order, diakhiri dengan kalimat yang lantang. Dia sosok paruh baya yang dihormati sedang membuka hati mereka para anggotanya yang gemetar dengan kondisi yang sedang terjadi di luar sana.

    Elenna yang mendengar ucapan itu mengingat kembali ingatan di dalam kepalanya. Bagaimana dia melihat setan dengan mata kepalanya sendiri. Bagaimana sebenarnya bentuk nyata kekejaman yang mereka lakukan dan pertikaian berat yang harus dilakukan untuk mempertahankan hidup ketika itu di Vatikan.

    “Sebelum agenda pertemuan ini dimulai, kita akan berdoa pada-Nya dan memohon perlindungan serta kekuatan untuk bisa bertahan dengan kondisi dunia yang ada saat ini. Berdoalah menurut kepercayaan kalian masing-masing di dalam hati.”

    Elenna menggenggam kedua tangannya rapat-rapat tepat di depan dadanya. Dia yang menunduk itu lalu memejamkan matanya seraya mulai berdoa dalam hati. Apa yang dipanjatkan wanita ini dalam hatinya? Adalah doa bagi keselamatan seluruh manusia yang tersisa. Keselamatan dan perlindungan bagi mereka yang mengenal Tuhan dan tidak mengenal Tuhan.

    Ketika mata yang terpejam itu perlahan terbuka, butir air mata jatuh mengenai kedua tangannya yang sedang mengenggam. Air mata tulus itu jatuh ketika Elenna berharap bahwa tidak ada lagi manusia yang merasakan ketakutan seperti yang pernah dialaminya. Shade pernah mengatakan bahwa Tuhan telah meninggalkan manusia. Tapi wanita ini tetap percaya bahwa Tuhan sebenarnya sedang menguji manusia.

    Tuhan.. Tanpamu apalah artinya hidup ini..
    Kegundahan akan melahirkan kebingungan yang menyesak
    Ketidakrelaan akan menghasilkan kebencian bukannya keikhlasan.
    Tanpamu manusia akan tersesat.
    Tanpamu manusia akan hilang dalam kabut kegelapan.
    Tetaplah bersama kami… Tetaplah lindungi kami.


    *******​
     
  10. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update lagi :yahoo:

    Act 1.5 Elenna Magdalena Trial

    Doa yang kupanjatkan di dalam hati selesai. Untuk mengakhiri ritual doa yang kulakukan pada Tuhan, aku melepaskan genggaman erat kedua tanganku sendiri lalu menggerakan jari tangan kananku menyentuh dahi, kedua bahu, dada, dan kemudian mengecup dengan bibir.

    Ritual penerimaan salib dalam diri Signum Crucis ini selalu kulakukan ketika selesai berdoa sebagai simbol imanku pada kristus. Hal yang diajarkan sejak kecil oleh ibuku yang selalu kuingat, walaupun ketika itu orang-orang desa tetap memanggilku sebagai golongan heretic karena darah penyihir yang kumiliki.

    Pertemuan dimulai. Grandmaster Order membicarakan masalah yang saat ini sedang terjadi dan dihadapi oleh Order. Kejadian yang terjadi di Vatikan dahulu adalah penyebab segalanya. Peluncuran bom atom ternyata tidaklah berguna sebab setan-setan yang baru muncul menggantikan mereka semua yang telah hilang menjadi abu.

    Kota Fogia, Salermo, Taronto dikabarkan telah mengalami penyerangan besar. Mereka manusia yang dapat terselamatkan---yang telah dibawa masuk ke Avalon, berada dalam kondisi histeris dengan kondisi kejiwaan yang labil. Setan muncul secara tiba-tiba memperlihatkan kekejaman tiada tara. Kemunculan Mereka Yang Tercemar bukanlah bentuk migrasi besar-besaran melainkan hal yang lebih buruk lagi. Para setan muncul dari balik kegelapan, merangkak memburu ketika siang hari tiba dan melakukan teror lebih mengerikan ketika hari berganti malam.

    Order belum mengetahui sejauh mana retakan gerbang orkus yang terbuka di Vatikan itu telah melebar. Mereka saat ini sedang kebingungan untuk mengetahui sejauh apakah para setan akan bermunculan dan di manakah tempat yang aman dari kedatangan makhluk terkutuk itu.

    Laporan evaluasi yang dipaparkan perwakilan masing-masing divisi memaparkan bahwa Tim terdepan Zeboim dengan backup Tim Samaria saat ini sedang bergerak menuju ke Messina. Mereka berupaya mencoba melakukan perlawanan dan melakukan evakuasi terhadap para survivor yang masih tercerai berai di Italia.

    Avalon berada dalam keadaan waspada. Grandmaster Order mengatakan bahwa sebagian divisi Order dikirim untuk membuat pertahanan di Kota Arezzo, Foligno, dan Peruggia. Pengiriman itu mengakibatkan pusat kekuatan di Avalon menjadi berkurang cukup signifikan.

    Terlepas dari suara lantangnya yang terdengar dan kecemasan dari raut wajahnya yang terlihat, Grandmaster Order mengharapkan seluruh membrum agar selalu siap menghadapi hal buruk yang mungkin akan terjadi secara tiba-tiba. Menjaga rahasia ini pada survivor di dalam Avalon adalah prioritas utama untuk mencegah munculnya kepanikan yang dapat membuat kekacauan.

    Menutupi kembali sesuatu hal yang telah diketahuinya…

    Aku membenci sikap itu.

    Di sisi lain hal itu memang menjadi suatu kebaikan untuk menjaga kedamaian, tapi di sisi lain hal itu menyakitkan. Apa dia telah melupakan hal yang telah dilakukan dirinya padaku dan juga Shade? Bagaimana penyimpanan rahasia itu telah melahirkan kematian.

    Kebohongan bukanlah jalan terbaik bagi manusia. Mereka harus mengetahuinya dengan baik. Mereka harus mengetahui keberadaan para setan dan cara untuk mempertahankan diri.

    ***​

    Segala pembicaraan rumit mengenai masalah dan solusi yang sedang dihadapi akhirnya ditutup dengan ketukan palu kayu yang dipegang oleh Grandmaster Order. Keputusan telah dibuat untuk menghimpun kembali membrum yang tersebar diseluruh daratan eropa untuk kembali dan mengisi tempat-tempat pertahanan yang ditentukan.

    Permintaan pengiriman pasukan ke Jerusalem yang diminta Master Million sementara ini ditangguhkan. Selain tetap menjaga rahasia mengenai terbukanya gerbang orkus dikalangan Ordo, Grandmaster juga menerapkan jam malam di dalam Avalon bagi para survivor yang harus ditaati mulai hari ini.

    Elenna yang duduk mendengarkan, menyadari bahwa kekhawatiran yang kini melanda tidaklah bisa disalahkan. Tapi untuk berkomentar bahwa tindakan yang telah diputuskan itu benar, dia tidaklah bisa mengatakan apa-apa. Elenna adalah seorang membrum yang belum lama masuk dalam Ordo ini dan dia merasa tidak memiliki kelayakan untuk mengeluarkan pendapatnya apalagi dikondisi dirinya seperti sekarang.

    “Elenna Magdalena, aku memintamu untuk berdiri di tengah-tengah kami sekarang.”

    Suara Grandmaster Order terdengar dan membuat Elenna terkejut. Ya, itu ternyata benar adanya. Masalah mengenai kandungannya telah menjadi masalah penting yang juga dipantau oleh Order. Elenna menundukkan kepalanya merasakan kekhawatiran muncul karena takut dengan apa yang selanjutnya mungkin terjadi.

    “Berdirilah Elenna..” Suara Grandmaster Order kembali berbicara.

    Pandangan para membrum Order tertuju seluruhnya pada wanita yang mengenakan long dress celtic berwarna putih yang juga memakai kain hitam yang ditudungkan di kepalanya. bisikan terdengar di sekeliling dirinya. Elenna merasakan bahwa saat ini seluruh anggota Order yag hadir sedang membicarakan dirinya.

    Elenna yang masih dalam keadaan agak takut lalu kemudian perlahan berdiri dari tempat duduknya. Dia yang sejak tadi menunduk, lalu menegadahkan wajahnya memandang ke arah Grandmaster Order yang sedang melihatnya.

    “Pengadilan untukmu dibuka…”

    Wajah Cecillia yang sedang duduk pada kursinya berubah seketika setelah mendengar ucapan itu. Elenna yang telah berdiri merasakan jantungnya berdegup dengan kencang. Dia berusaha untuk tetap tegar dalam persidangan ini, dengan tidak memperlihatkan emosinya. Raut wajahnya tidak melepaskan senyum, matanya sayu memandang ke arah pria paruh baya berpakaian putih itu dengan berkaca-kaca.

    Lacrimosa Dies illa, (The day of tears and mourning,)
    Qua resurget ex favilla, (when from the ashes shall arise,)
    Judicandus homo reus. (All humanity to be judge)
    Huic ergi parce, Deus (Spare us by your mercy, Lord)
    Pie Jesu Domine, (Gentle Lord Jesus)
    Dona eis requiem. Amen (grant them eternal rest, Amen)

    ~ Mozart lacrimosa lyrics​


    “Elenna, kau berdiri di antara kami sekarang ini adalah untuk mempertanggung jawabkan perbuatan yang telah kau lakukan. Kau telah melanggar salah satu hukum Ordo ini. Hukum yang diambil dari norma agama mengenai lelaki dan perempuan.

    Kau telah hamil di luar pernikahan. Memiliki anak secara tidak sah, mencoreng kertas putih dengan tinta hitam legam di tempat di mana hukum Tuhan itu penting.

    Anak yang berada dalam rahimmu adalah anak dalam ramalan yang tertera dalam manuscript kuno. Anak setan yang lahir di tengah-tengah kehancuran yang akan membawa petaka. Terkutuk sejak nafas pertama dihembuskan dan terkutuk pula dari darah yang mengalir dalam nadinya.”

    “Cukup menghardik anakku!” potong Elenna dengan keras.

    Seluruh ruangan terkesima dengan wanita yang berani memotong perkataan Grandmaster Order. Mereka diam tidak ada satu pun yang berbisik, menunggu kelanjutan persidangan yang sedang dilakukan. “Apa yang sebenarnya anda inginkan? Apa yang Order inginkan dari anak yang kukandung ini?”

    “Kami ingin agar kau melepaskannya..”

    “Melepaskan…?”

    “Anak itu tidak seharusnya hadir di dunia ini. Dia akan membawa bencana besar bagi umat manusia. Dia akan menjadi hal yang lebih berbahaya dibandingkan setan yang telah muncul saat ini.”

    “Anda mengatakan bahwa Ordo ini memegang teguh hukum Tuhan, dan sekarang anda memintaku melakukan aborsi yang merupakan perbuatan yang dibenci Tuhan? Aku menolaknya! Aku menolak untuk membunuh anak ini!”

    “Kau tidak mengerti situasi yang terjadi. Jika ini adalah cara untuk mencegah petaka di masa depan, maka ini haruslah dilakukan. Melahirkannya dengan mengorbankan kematian jutaan orang, apakah itu yang kau inginkan, Elenna?”

    “Tidak adakah di sini yang berpikir bahwa anak ini tidak berdosa? Kalian ketakutan akan suatu ramalan dan menyalahkan padanya. Aku tahu aku tidaklah suci, aku tahu aku berdosa. Jika memang harus ada seseorang yang menanggung beban kesalahan itu, maka aku akan menerimanya. Aku sebagai ibu dari anak ini akan menanggung dosa yang belum dia lakukan. Aku...”

    Elenna tetep bersikeras mempertahankan anaknya. Dengan keterbatasan yang dia miliki untuk menyanggah dan mengetahui bahwa dirinya memang bersalah dia tetap melindungi anak dalam rahimnya. Dia berharap bahwa satu diantara sekia banyak orang yang duduk di sini dapat mengerti perasaannya. Ya, perasaan seorang ibu yang tulus mencintai darah dagingnya.

    Ruangan itu diam membisu, seluruh membrum yang hadir diam memperlihatkan hanya keberadaan seorang hakim dan juga wanita terdakwa yang melakukan pembelaan. Grandmaster Order yang cukup lama memandangi Elenna dan tidak berbicara, memejamkan kedua matanya seraya mengerutkan keningnya.

    “Pembelaanmu adalah pembelaan dari seorang penzinah berdosa, yang telah memiliki hukuman tersendiri. Tanggungan apa pun yang kau tahan itu tetap tidak akan mengubah keputusan yang ada. Anak itu tetap tidak diperkenankan untuk lahir. Anak itu harus mati.”


    ********​
     
  11. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update :matabelo:

    Act 1.6 Accept Your Sin

    Ucapan Grandmaster Order membahana di ruangan besar---dengan dome di atapnya yang menggambarkan kaligrafi arab dengan tampilan kaca berbeda warna dan juga lukisan bergaya eropa mengenai malaikat. Menyudutkan dia wanita yang sedang berdiri sendirian, memaksanya untuk menitikkan air mata. Segala bentuk pembelaan diri yang dilakukan, segala bentuk pengharapan pada mereka yang memandang dirinya rendah tetap tidak bisa membuat perubahan pada masalah anaknya.

    Suara meringis keluar dari mulut manis itu. Mata yang sedang terpejam tanpa tertahan menjatuhkan air mata. “Rajam-lah… jika kalian menginginkan anak ini mati, maka rajam-lah aku bersamanya.”

    Kata-kata yang tidak pernah terpikirkan akan muncul dari mulut wanita yang didakwa, membuat seluruh orang yang berada di dalam aula terhenyak. Cecillia yang mendengar ucapan itu dengan jelas, serta merta berdiri menggebrak meja dengan keras. “Banding! Aku meminta banding untuk Elenna!”

    Suasana tempat pertemuan berubah dengan seketika. Keadaan berubah menjadi riuh karena muncul banyak bisikan dari audiens yang sedang duduk, berbisik satu sama lainnya ketika melihat suatu tindakan yang tidak pernah dilakukan oleh Servus mereka. Grandmaster Order menoleh dengan kaget, menghadap pada sosok wanita berpakaian mantel hitam dengan tudung yang menyelimuti kepalanya yang berdiri di tengah-tengah persidangan bersama dengan wanita yang dianggap bersalah.

    “Duduklah kembali pada kursimu, Cecillia.”

    “Tidak! Aku membelanya atas limpahan kesalahan yang kalian berikan padanya!”

    “Dengan sikap seperti ini kau telah mencoreng pengadilan ini Servus Cecillia. Aku memintamu untuk segera duduk atau kau akan menerima dera 100 kali sebagai peringatan!” Perintah Grandmaster Order dengan nada tinggi menggema membuat diri Cecillia merasa tertampar oleh keyakinan dan kemampuan yang tertahan oleh jabatan.

    Elenna yang mengetahui bahwasannya dirinya yang dianggap bersalah, tidak memiliki kekuatan lebih untuk melakukan perlawanan. Tapi hatinya tidak bisa menerima apa yang diputuskan itu. Begitu tega orang-orang itu menutup mata dan tidak mau melihat dari sisi dirinya, seorang ibu yang mencintai anak yang sedang dikandungnya.

    “Cukup..” Elenna memotong pembicaraan yang ada. “Duduklah Cecillia. Aku mohon padamu duduklah.” Senyuman dalam rasa sakit Elenna berikan pada temannya itu. Mencoba memperlihatkan pada sang Servus bahwa dirinya baik-baik saja walaupun sebenarnya tidak.

    Cecillia dalam rasa haru dan juga ketidaksetujuan menundukkan kepala seraya berbicara dengan sedikit menggeram. “Pernahkah kalian mendengar kisah mengenai Iesus dan Pezinah?”

    Dengan kedua tangan yang memegang meja dan menjadi tumpuan tubuhnya, Cecillia meremas kertas putih yang tersedia. “Kisah mengenai tertuduh perzinahan yang menunggu hukuman diberikan pada dirinya.”

    “Terkisahkan bahwa, datanglah kepada Dia (Iesus) ahli torah beserta orang-orang farisi. Datang untuk mengujinya mengenai hukum yang tertera pada Torah, meminta pendapatnya untuk menyelesaikan perkara perzinahan yang dilakukan seorang wanita sebagai seorang Sanhedrin.

    Rajam adalah hukuman yang tertulis pada kitab yang dibawa Musa. Keberadaan mereka para ahli torah yang hendak mengujinya, tidak luput dari sepengetahuannya. Untuk masa itu, hukum yang ada di masa Iesus hidup adalah hukum Romawi. Melihat dari penegakan hukum rajam, tentu hal itu tidak diperkenankan di mana hukum sipil Romawi ada. Iesus menyadari bahwa apapun tindakan yang akan dia pilih untuk mengatasi perkara ini, akan membawanya pada kondisi tertentu.

    Iesus mengatakan bahwa “Jika di antara kalian ada yang merasa tidak pernah berdosa, maka lemparilah dia (wanita) itu dengan batu.”. Tidak ada satu orang pun yang berani melemparkan batu dan semuanya pergi meninggalkan hanya Iesus dan sang wanita yang tertuduh. Iesus mendekati wanita itu dan tidak pula melemparkan batu padanya. Dia menyuruh wanita itu pergi tanpa terkena hukuman rajam dengan pesan agar tidak melakukan dosa lagi.

    Apakah Iesus mencoreng hukum Torah? Tidak, dia tidak melakukannya karena dua hal. Pertama, semestinya kedua orang yang melakukan hubungan itu mendapatkan hukuman yang sama. Hal kedua adalah seminimalnya ada 2 - 3 saksi untuk perbuatan itu. Dan dari mereka yang menuduh sang wanita, tidak ada satu pun yang mau menjadi saksi dan tidak adanya pria yang melakukan perzinahan untuk mendapat hukuman.

    Tidak ada Master Shade di sini, maka aku bertanya pada kalian, siapa yang menjadi saksi atas perbuatan yang dilakukan Elenna? Berdirilah di antara kalian yang menjadi saksi. Berdirilah 2 - 3 saksi maka lemparlah dia dengan batu sebagai hukuman yang memang pantas diberikan untuknya.”

    Aula menjadi hening setelah Cecillia menceritakan kisah cukup npanjang mengenai Perzinahan. Dia wanita yang berdiri untuk membela Elenna, menunggu kemunculan saksi di tengah-tengah mereka namun tidak ada satu pun anggota membrum yang berdiri.

    “Pengasingan… itu adalah hukuman yang dapat diberikan pula pada mereka yang berzinah. Aku membela Elenna untuk tidak mendapatkan hukuman rajam.”

    “Pengasingan tidak dapat dilakukan.” Jawab pelan Grandmaster Order.

    Pria paruh baya yang terlihat gagah ini menarik nafas panjang dengan serta merta memikirkan apa yang Cecillia katakan. “Terlepas dari masalah perzinahan, masalah anak itu adalah hal utama. Order tidak bisa membiarkan anak itu lahir dan berkeliaran di luar sana.”

    Suara palu kayu diketuk dengan keras. “Hukum diberikan pada Elenna Magdalena sebagai tahanan rumah. Dia akan dikurung dalam ruangan tanpa boleh menghirup udara luar dalam waktu yang tidak ditentukan. Terdakwa akan dipisahkan dengan bayinya ketika telah melewati 9 bulan dan perihal mengenai anak itu akan dibicarakan kembali pada waktunya.”

    Keputusan akhir telah diberikan. Cecillia diam membisu setelah mendengar ucapan itu yang disertai ketukan palu. Kedua tangannya yang memegang meja untuk menahan tubuhnya, terlihat bergetar kecil. Dia telah berusaha semampunya untuk melindungi Elenna. Dia telah berusaha mencegah hukuman berat yang akan diberikan dan berakhir tetap dalam perasaan gagal.

    “Anda dipersilahkan kembali duduk, Elenna.”

    Suara Grandmaster terdengar di telinganya namun wanita itu merasakan tubuhnya serasa membatu. Pada akhirnya melakukan pembelaan apapun, dia akan tetap dipisahkan dengan anaknya. Kenapa begitu sulit untuk melindungi apa yang berarti bagi dirinya.

    Hatinya tersayat begitu dalam. Inderanya terasa perlahan memudar. Dia merasakan hilang ditelan kegelapan kepedihan hatinya sendiri. Tanpa suara, tanpa isakan tangisan, air mata itu tetap jatuh dengan derasnya.


    Jangan membencinya… Jika dia lahir dalam rahimmu, biarkan dia hidup.​


    Kata-kata Shade kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Suatu bentuk rasa bersalah akibat tindakan yang dilakukan pada dirinya secara paksa. Elenna tidak membenci anak ini, Elenna menyayangi anak yang sebelumnya tidak pernah ia harapkan. Kasih ibu sepanjang masa, mungkin itulah ungkapan yang tepat yang sekarang sedang dirasakan olehnya.

    Secara perlahan tubuh yang membatu itu kehilangan tenaganya. Elenna kembali duduk pada kursinya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Keletihan berubah menjadi rasa pasrah, nafas yang sebelumnya lancar berubah menjadi berat dan membuat dadanya sesak. Elenna mencoba mengikhlaskan diri menerima apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya.



    *******​
     
  12. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update :yahoo:

    Act 1.7 Path of Traitor

    Lamunan mengisi keseluruhan pikiran Cecillia diiringi oleh suara Grandmaster Order yang sedang berbicara memaparkan mengenai hukum dan juga kepatuhan. Cecillia yang merasakan kehampaan kembali duduk pada tempatnya dengan rasa kecewa. Dia tidak membenci keputusan yang diberikan oleh Grandmaster Order, tetapi dia sangat kecewa dengan keputusan yang baru saja didengarnya itu.

    Cecillia yang telah duduk pada kursi antiknya, menolehkan kepalanya ke arah pintu utama yang tiba-tiba saja terbuka lebar. Sesosok manusia berpakaian hitam terlempar masuk dengan paksa ke dalam aula. Tubuh yang melayang dan akhirnya jatuh terseret di atas karpet merah itu meringis dengan posisi tubuh menyamping merembeskan darah merah segar yang menggenang.

    Terkejutlah setiap kepala yang melihat pemandangan itu. Ucapan yang sedang dikatakan Grandmaster Order tiba-tiba berhenti dan fokus pembicaraan dalam pertemuan itu teralihkan pada sosok yang melangkah pelan memasuki ruangan.

    Pedang hitam berlumuran darah diseret berdecit pada lantai marmer putih, memperlihatkan sosok pria bermantel hitam panjang dengan tudung yang menutupi wajahnya. Dia tidak bersuara, dan hanya berjalan dengan pelannya menuju ke arah anggota Order yang sedang terbaring kesakitan.


    Act of Traitor​



    Tikaman dilepaskan pada tubuh yang tidak berdaya. Korban yang melengkingkan suara kesakitan yang lirih tidak menghentikan sosok bertudung itu yang semakin menekan lebih dalam pedang hitam yang sedang dipegangnya.

    Dengan serentak berdirilah mereka membrum Order yang sebelumnya duduk dalam pertemuan. Raut wajah kaget terlihat dari mereka semua tak terkecuali Grandmaster Order dan juga Servus Cecillia. Dia, wanita yang sebelumnya menangis dalam keadaan letih, merasakan rasa ketidak percayaan dengan apa yang dilihat oleh kedua mata kepalanya sendiri.

    Dia yang telah hilang, dia yang begitu dirindukan kini ada tepat di depan matanya. Pria yang dahulu memeluknya dengan hangat dan tersenyum padanya ketika telah tidak berdaya.


    Shade…?​


    Semua audiens yang berada dalam ruangan menahan nafas melihat pemandangan itu. Untuk beberapa detik waktu seakan berhenti bagi Mereka semua. Mata terbelalak tidak berkedip, suasana menjadi hening dan yang terdengar adalah suara pedang yang dilepaskan dari tubuh yang telah kehilangan nyawa. Melihat bola mata merah menyala bersinar di balik celah tudung yang menutupi wajah sosok berjubah hitam, membuat bulu kuduk beberapa orang di sana merinding.

    Dia telah kembali. Pahlawan yang terkenang berjasa pada Order kembali dengan rupa yang berbeda.

    “Apa yang telah kau lakukan!!!!” Suara keras Grandmaster Order bergema keras dengan pula berdiri menggebrak keras meja di depannya dengan kedua tangannya.

    Pemuda dengan tudung itu tersenyum kecil, dan kemudian dia menurunkan lengan kanannya yang memegang pedang. “Aku mencarimu.. Grandmaster Artaban.”

    Grandmaster Order yang mengenakan pakaian jubah putih dengan selendang emas yang memanjang di kedua pundaknya menggeram memandangi sosok pembunuh itu. “Tidak dapat dipercaya, kamu masih hidup..?”

    Pria bertudung hitam itu mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat sosok paruh baya itu lebih jelas menggunakan mata merahnya. “Aku tetap hidup untuk dapat membalaskan dendamnya.”

    “Dendam..?”

    “Kau bertanggung jawab atas kematian Sannael.”

    Elenna berdiri dari kursinya dengan rasa yang benar-benar tidak percaya. Apakah ini adalah ilusi fana dari rasa rindunya ataukah benar-benar suatu kenyataan?

    Aku terpaku memandangnya, bergetar hatiku tidak kuasa percaya dengan apa yang kulihat sekarang. Pengharapan semu dalam impian, aku benar-benar sadar aku sedang tidak bermimpi sekarang ini.

    Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri. Lelaki yang mengenakan mantel hitam panjang dengan hoodie yang menutupi wajahnya, berjalan pelan dengan memegang pedang hitam berlumuran darah di tangan kanannya.

    Mantel hitam yang begitu kukenal yang dahulu aku peluk dengan erat dan pedang hitam kuno yang telah menyelamatkan hidupku, telah menarik tubuhku dan jiwaku kembali pada ingatan masa lalu.

    Dia lelaki yang menyangkal Tuhan begitu keras namun memandang dengan sedih dan keharuan ketika melihat Al-Quran, ada di sini di tempat di mana aku berharap pada Tuhan agar diperkenankan bertemu kembali dengannya.

    Dia hidup.. Shade masih hidup.


    ***​


    “Katakan padaku mengenai kebenaran… Katakan apa itu Project Nephilim dan juga Last Fallen!!” Suara lantang Shade terdengar disertai dengan bola mata merahnya yang tertutup tudung berpijar menjadi terang.

    “Aku tidak mengerti dengan apa yang sedang kau katakan, Shade.” Grandmaster Order melepaskan tekanan kedua telapak tangannya yang menyentuh meja dan dengan segera berdiri tegap.

    “Pendusta… Sannael sangat mempercayaimu dan telah melindungi Ordo ini sejak lama dengan hidupnya. Tapi kenapa kau membiarkannya mati tersalib pada salib hitam? Kenapa kau membiarkan tahta suci membunuhnya!!”

    Ruangan yang sebelumnya hening mulai kembali memperlihatkan kehidupan. Bisikan terdengar di setiap sudut, mereka semua kebingungan dan bertanya-tanya dengan masalah yang sekarang muncul. Bukan hanya mengenai pembunuhan anggota Order, tetapi juga mengenai Servus Sannael.

    “Setiap makhluk yang hidup pasti akan mati, itu telah menjadi Kehendak-Nya. Sepuluh tahun telah berlalu, kau seharusnya telah merelakan kepergiannya, Shade.”

    “Jangan mengkambing hitamkan Tuhan atas pekerjaan kotor yang kalian lakukan!! Dia tidak mati karena Tuhan mengambilnya!! Dia mati karena kalian membunuhnya!!”

    Shade mengangkat pedangnya secepat kilat mengarah lurus pada Grandmaster Order dalam kemarahan yang meluap. “Aku akan menghancurkan Ordo penuh kebohongan ini, sebagaimana kalian berani menghancurkan hidup dan seluruh kepercayaannya.”

    “Kau mendeklarasikan pemberontakan, Master Shade?” dengan nada berat pemimpin Order itu berbicara disertai mata setajam elang.

    “Shade Linecore telah mati di Vatikan…”

    Dia yang penuh amarah mengibaskan pedang hitamnya, seraya berlari tegak lurus pada Setan yang seharusnya telah dia bunuh jauh hari. Setan yang begitu dibencinya yang terbalutkan jubah putih kesucian yang memimpin kelompok suci untuk membela atas nama Tuhan dan membunuh pula atas nama-Nya.

    Barisan pengikut taat berjubah hitam bergerak dari tempatnya. Mereka dengan sekejap membuat barikade pertahanan seraya mengambil senjata tajam yang mereka simpan masing-masing pada tubuhnya. Namun barikade itu tidaklah bisa menahan tabrakan amukan dari dia pemuda yang telah kehilangan dan selama 10 tahun ini hidup dalam kebencian.

    Wanita dengan tudung hitam yang memegang dua bilah pisah melingkar, menahan tebasan Shade dan berupaya mendorongnya. Namun hal itu sia-sia karena tenaga sang Master lebih kuat dari yang dia miliki.

    Pertahanan goyah, pedang hitam Pembunuhan Pertama menebas dada sang wanita cukup dalam membuatnya shock hingga jatuh rubuh di atas lantai. Mereka yang terpana dalam momen itu terdiam sejenak, sedangkan mereka yang juga dalam kemarahan tetap mengangkat pedang dengan bergerak berusaha menjatuhkan sang penyerang.

    Shade memegang pedang di atas bahu kirinya, menusukkan pembunuhan pertama pada anggota Order yang melompat menyerang dari belakang. Tusukan keras itu kemudian dengan segera dilepaskan dan memuncratkan cipratan darah yang membutakan sejenak pandangan anggota Order yang menyerangnya secara frontal dari depan.

    Empat tebasan dilakukan dalam waktu 2.5 detik merubuhkan empat orang anggota Order dengan diakhiri tikaman keras pada paru-paru kanan lawan yang memegang flamberge.

    Bau darah menyeruak, tubuh yang tertusuk bilah pedang bergetar dengan suara nafas yang sesak..

    Dia sang penyandang gelar Master yang memiliki bola mata merah, menggerakkan lengan kirinya seraya mencengkram wajah lawan yang sedang ditusuknya. Shade kemudian melemparkan lawannya ke samping dengan disertai pula mencabut pedang hitam miliknya dengan paksa.

    Kemampuan dari dia mantan Pembunuh Suci Le noire saint croix tidaklah berkurang. Refleks dirinya dalam menghadapi serangan dari arah mana pun, membuat takjub seluruh membrum dalam aula yang disertai pula rasa takut untuk menghadapinya.

    “Menyingkir dari jalanku..” ujar Shade memandang pada barisan barikade tersisa yang masih menghalangi jalannya menuju ke arah Grandmaster Order.

    “Hentikan semuanya!! Hentikan pertikaian yang ada!! Kita di Ordo ini adalah saudara!! Jangan membunuh antara satu sama lainnya!!” teriak Cecillia dengan histeris hingga berdiri dari tempat duduknya.


    ********​
     
    Last edited: Sep 18, 2012
  13. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update :nongol:

    Act 1.8 Rebellion against the Order

    Grandmaster Order tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Di tempat pertemuan suci ini, baru saja terjadi pembantaian manusia tepat di depan matanya. “Kegilaan apa ini!! Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu?! Kenapa kau membunuh mereka saudaramu sendiri!!”

    “Aku tidak pernah mengingat memiliki ikatan persaudaraan apa pun dengan kalian…”

    “Tindakanmu telah melewati batas, Master Shade Linecore!! Kau harus mendapatkan hukuman untuk kepatuhan dan penyadaran hukum perkumpulan!! Angkat senjata kalian semua, membrum Order!!”

    Cecillia yang berada dalam pergolakan perang saudara berusaha untuk menghentikan kekacauan yang terjadi. “Semuanya cukup!! Hentikan pertikaian!! Grandmaster Order batalkan perin---“

    “Cepat ringkus pembelot itu dan bawa dia ke hadapanku!!”

    Suara senjata diayunkan. Dalam hitungan detik anggota Order berlari serentak dari tempatnya dan memulai penyerangan untuk melumpuhkan lelaki yang telah melakukan pembunuhan di tempat ini.

    Terdiam pada tempatnya tidak berusaha menghindar, Shade tidak mengalihkan pandangannya pada Grandmaster Order dan mulai menetapkan hatinya untuk membunuh semua orang yang berusaha menghalangi jalannya.

    Dan segala pertikaian akhirnya kembali dimulai…

    Shade menggerakkan pelan lengan kirinya ke samping dan tanpa memperlihatkan emosinya dia kemudian melepaskan tembakan dan membunuh salah satu anggota yang berlari menggunakan senjata tua Mauser M712 Schnellfeuer. Bagaikan gelas kaca yang jatuh dari tempat tinggi dan pecah berhamburan, Elenna yang melihat itu dari kejauhan kembali kaget dengan apa yang dia lihat.

    Teeengggg!!! suara tebasan yang muncul dari arah belakang tertahan. Shade yang tidak bergeming mengangkat pedangnya di atas pundaknya dan menangkis serangan yang tiba-tiba datang dari belakang itu.

    Mendengar suara yang begitu dekat dari arah kanannya, dia melihat anggota Order bertubuh besar hendak mengayunkan kampak besar yang dipegang kedua tangannya mengarah langsung pada tubuhnya.

    Mengangkat pedang yang dia tahan, Shade kemudian bergerak berputar ke arah kiri menghindari tebasan kuat itu. Bersamaan dengan putarannya yang mengibaskan mantel hitam panjangnya, dia mengarahkan lengan kirinya lurus pada kepala orang yang memegang kapak besar.

    Tembakan keras dilepaskan tepat pada dahi orang bertubuh besar, memberikan lubang yang cukup besar dengan memperlihatkan darah yang bercipratan keluar dari lukanya.

    Rangkaian waktu yang memanifestasikan kehidupan dan kematian berada berputar di sekelilingnya. Warna merah dari darah yang dominan, mengembalikan ingatannya kepada sosoknya yang berdosa dan misinya ketika mencari Subject Zero.

    Orang-orang yang dahulu mengejarnya atas apa yang tidak dia lakukan, para penegak hukum yang hanya menjalankan tugasnya untuk menangkap subjek yang diduga membunuh orang-orang penting di pemerintahan, harus dia bunuh dengan begitu kejam dengan menyingkirkan rasa kemanusiaannya sendiri.

    Tindakan mencerminkan diri seorang manusia. Shade sadar ketika melakukan hal itu, dia telah jauh berbeda dan perlahan keluar dari Order of Silver. Walaupun dalam keadaan tertentu pengorbanan nyawa orang lain adalah diperkenankan demi kehidupan khalayak banyak seperti apa yang dia pahami ketika berada di Le noire saint croix, tapi dalam hatinya dia tidak bisa menyangkal bahwa dia adalah seorang pendosa.

    Lumpur hitam penyesalan menghisapnya, lumuran darah yang berada di tangannya menariknya semakin jauh dari cahaya. Ketika Shade menyadari semua dosa-dosanya, dia telah jatuh dan berubah menjadi sosok yang paling dia benci.

    Dia menjadi setan itu sendiri…

    Shade berlari dari tempatnya, menerjang dan menebas barisan anggota Order yang berusaha menyerangnya secara bersamaan. Tidak memandang bahwa mereka adalah orang-orang yang dahulu berlatih bersamanya ataupun orang-orang yang dahulu pernah dia latih, tanpa belas kasih dia renggut satu persatu nyawa mereka.


    Jika memang aku adalah seorang pendosa.. biarkanlah aku tetap menjadi seorang pendosa..​


    Tusukan keras menembus jantung dilanjutkan dengan tebasan berputar, membelah tubuh orang-orang itu dan membuat para penyerang lain terdorong jatuh dengan luka sayatan yang cukup dalam.

    Seorang wanita dengan rambut panjang yang diikat dengan mengenakan pakaian jubah serba hitam, mengayunkan pedang perak berkilau miliknya mencoba menghentikan kebrutalan Pemimpinnya yang begitu dia kagumi. Namun hasilnya ditentukan oleh pengalaman dan teknik yang dimiliki masing-masing.

    Wanita itu terjatuh terbaring di lantai dengan bagian perut kiri yang terluka. Meringis dalam kesakitan, dia memandang ke arah Shade Linecore yang sedang diam memandangnya.

    “Master Shade..”

    Tanpa mempelihatkan emosi apapun dan tanpa melihat wajah sayu wanita yang sedang terbaring itu, Shade menggerakkan lengan kanannya membalikkan posisi pegangan pedangnya lalu kemudian menghujamkan dengan keras pedang hitam itu menusuk tubuh sang wanita.


    Lex Divina​



    Cahaya terang benderang berwarna kebiruan muncul di depan diri dia, pria yang memberontak pada kaumnya sendiri. Bola mata merahnya melihat jelas permukaan transparan Kristal itu dengan jelas. Susunan dari puluhan pedang kristal transparan bercahaya yang membentuk Salib Patriarchal besar yang dikenal pula sebagai crux gemina.

    Ledakan cukup besar menghempaskan cahaya kebiruan mengenai tubuh sang pembelot. Angin yang ditimbulkan dari luapan energi itu, menghempaskan rasa kekagetan pada semua orang yang yang sedang dalam ketegangan. Crux Gemina lenyap disertai dengan terlemparnya tubuh Shade cukup jauh dengan tubuh terbakar yang terbalut api kebiruan.

    Di balik kabut asap yang tersisa dari ledakan sebelumnya, terlihatlah tubuh Shade Linecore dengan posisi memegang pedang hitamnya menyamping di samping kanan, dengan tubuh agak membungkuk dan wajah yang menunduk disertai asap yang melayang-layang dari tubuhnya.

    Tudung hitam yang sebelumnya menutupi wajahnya kini tersibak ke belakang memperlihatkan rambut hitam miliknya yang agak ikal yang kontras dengan warna kulitnya yang berwarna begitu putih pucat.

    Pria berbola mata merah itu menyadari benar apa yang telah menyerangnya.

    Dia tahu apa itu sebenarnya.. Dia tahu perasaan itu..

    Dia tahu wangi tubuh itu…

    “Elenna…”


    ***​


    Wajah ayu yang berparas cantik memandang tubuh terluka dari pria yang begitu dicintainya. Senandung indah dalam hati yang memeluk erat kebahagiaan dalam momen pertemuan kembali, hancur luluh lantak dengan semua kejadian nyata yang terpampang jelas.

    Wanita yang menyimpan tiga kata dalam hatinya yang begitu dia simpan dalam-dalam, memandang dengan begitu tak percaya.

    Raut wajah manisnya yang memperlihatkan rasa kekecewaan, mata indah yang berkaca-kaca, dan juga bibir bawah merekah yang digigitnya, memperlihatkan curahan hati yang tak tersampaikan.

    “Hentikan semuanya.. hentikan semua pembunuhan ini, Shade…”

    Momen itu menghentikan waktu..

    Suara pelan itu terdengar dan menggetarkan hati sang pemberontak yang keras…

    Luka yang membebani tubuhnya, rasa sakit yang perlahan menjalar, kebencian, dan amarahnya yang terpendam, tidak membuatnya lupa dengan sosok itu dan menyadari benar apa yang sekarang sedang menghalanginya.

    Pemuda berbola mata merah yang menahan sakit, perlahan menggerakkan tubuhnya untuk kembali berdiri tegap, dan mengangkat kepalanya yang sebelumnya tertunduk untuk melihat sosok yang sekarang ada di depan dirinya.

    Terkejutlah wanita yang tidak berharap melukai siapapun di tempat ini, bersama dengan seluruh orang yang hadir karena melihat jelas wajah dari pengkhianat Order itu.

    Pria dengan rambut hitam agak ikal dengan kulit putih pucat, memperlihatkan rupa wajahnya yang tidak sempurna. Mata kanannya memperlihatkan bola mata merah Viator semerah darah yang begitu mengerikan, sedangkan mata kirinya terlihat buta berwarna putih keabuan dengan selaput tipis yang menutupi kornea matanya.

    Elenna benar-benar terkejut hingga menutup mulutnya refleks begitu saja dengan tangan kanannya. Luka terbakar yang terlihat di samping mata kiri Shade yang menjalar meluas mengenai telinga kiri hingga bergerak ke bawah lehernya, mengingatkan gadis itu pada peledakan terakhir tahta suci oleh misil yang dikirimkan Order.

    Luka yang dideritanya.. rasa sakit yang ditanggungnya… membuat hati wanita itu teriris. Pengorbanan berat dan juga beban besar yang dia tanggung sendirian telah membuat tubuh Shade menjadi sangat memprihatinkan.

    Shade yang telah bisa bernafas kembali lancar, memandang lurus pada wajah Elenna yang terlihat sedih. Matanya yang dituju yang terlihat begitu bening dan murni, membuat hatinya haru dan merasakan tamparan keras kekecewaan yang diperlihatkan gadis itu.

    Hati wanita bagaikan kristal kaca yang begitu tipis. Ketika kristal itu dapat dijaga baik–baik, keindahannya akan dapat terjaga dan menentramkan hati. Namun ketika kristal itu jatuh hancur bertebaran, sebagaimanapun berusaha untuk menyatukannya kembali, keindahannya tidak akan pernah sama.

    Bayangan wanita yang memberikannya kebahagiaan itu perlahan menghilang tergantikan dengan sosok wanita yang terantai kaku tersalib pada salib tua hitam besar. Suasana itu, aliran darahnya yang tidak berhenti, tombak suci yang menembus lambungnya, dan wajah tenangnya yang memejamkan mata, kembali membuat pikiran Shade melupakan perasaan cinta.


    *******​
     
    Last edited: Sep 19, 2012
  14. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update

    Act 1.9 Armilus The Anti-Mashiach

    Idea of Mashiach adalah salah satu basic fundamental yang merupakan bagian dari Yudaisme Tradisional. Dalam kepercayaan yahudi, kedatangan Mashiach adalah salah satu poin dalam 13 prinsip keimanan yang harus di imani di mana kepercayaan itu dibawa setiap kali melakukan ibadah Shemoneh Esrei, tiga kali setiap harinya.

    Dalam kepercayaan Yudaisme dan juga Nasrani, mereka mempercayai akan kedatangan Mashiach yang membawa keselamatan dan juga keadilan. Namun selain dari legenda mengenai dia yang diurapi, terdapat pula legenda mengenai sosok lain yang juga penting.


    Armilus The Anti-Mashiach​



    “Pria bermata satu…” ucap Grandmaster Order ketika melihat rupa Shade dengan jelas.

    Suara Grandmaster merubah suasana keheningan sejenak yang tercipta di antara kedua insan yang saling berharap bertemu itu. Pria paruh baya itu melihat dengan begitu serius ke arah Shade Linecore dan memulai kalimat yang akan mengguncang semua audiens yang berada di ruangan ini.

    “Nubuat yang tidak bisa dihentikan… Aku telah benar-benar salah membiarkanmu hidup.

    Dahulu aku pernah menyangsikan keberadaan dirimu untuk masuk ke dalam Ordo ini. Entah mengapa Sannael sangat melindungimu. Aku tidak pernah bisa percaya pada mereka yang memiliki darah terkutuk dalam aliran nadinya. Namun wanita itu terus bersikukuh membuatku agar percaya bahwa kalian para viator adalah manusia. Ya, manusia yang diberikan pilihan oleh Tuhan untuk menapaki hidupnya sendiri dalam kejahatan atau kebaikan.

    Takdir yang berusaha Sannael cegah terjadi pada akhirnya itu tetap tidak terelakkan. Aku telah berusaha membuatmu menjauh selama 10 tahun dari Kota Vatican dan membuatmu tidak menginjakkan kaki di tanah perjanjian, tapi semuanya percuma.

    Sosok yang telah diperingatkan oleh orang-orang terdahulu. Sosok manusia yang menahan kuasa gelap di tangannya, sang penyebar benih kesesatan, pembawa surga dan neraka di dalam genggamannya, dan menjadi tanda dari akhir jaman itu sendiri, tak dapat dipercaya akhirnya muncul di tempat ini.

    Pendosa terbesar sepanjang zaman yang dikenal sebagai Armilus, Anti Christos, atau Al Masih Ad Dajjal adalah kau Shade Linecore!!! Kaulah sang pembawa bencana bagi dunia!!!”

    Shade terhenyak dari lamunannya dibarengi dengan kekagetan yang di alami pula oleh semua orang di tempat itu tidak terkecuali Elenna. Kata-kata lantang yang begitu percaya diri yang terlontarkan dari mulut Grandmaster Order, membuat semua orang di dalam ruangan sekarang tertuju pikirannya pada sosok Shade yang sedang berdiri.

    Lelaki yang memiliki darah terkutuk Viator dalam tubuhnya, sosok laki-laki penyangkal Tuhan yang dapat bertransformasi menjadi Setan hitam yang nyata, dan semua prilaku pembantaiannya yang terlihat jelas di tempat ini, membuat tidak ada seorang pun yang meyangsikan kata-kata pemimpinnya itu.

    Bahkan gadis yang begitu mencintainya pun ragu dengan perasaannya dan kepercayaan hatinya sendiri..

    Shade memalingkan pandangannya ke arah Grandmaster Order dan kemudian tersenyum. “Jadi kau sekarang menyebutku sebagai wakil dari ketiga sosok besar yang menjadi musuh besar orang-orang yang beriman? Sekalipun apa yang kau katakan itu benar!! Kau tidak akan bisa menghentikanku karena kau bukanlah Putera dari Perawan Maria!!”

    Shade menjawab tuduhan itu dan menantang langsung Grandmaster Order yang sekarang dipenuhi emosi. Tidak ada seorang pun yang mau menyela, beberapa detik terlewati dengan pemandangan saling menatap antara Shade dan Grandmaster Artaban. Suasana berubah menjadi lebih tegang. Tidak ada seorang pun yang mengetahui siapa yang benar dan salah, juga tidak ada yang mengetahui pula siapa yang sebenarnya berdusta.

    “Menyingkir dari jalanku, Elenna…” suara pelan Shade berbicara dibarengi dengan langkah pelannya yang bergerak maju.

    Wanita yang mengenakan gaun celtic panjang berwarna putih dan juga kain hitam panjang yang munutupi kepalanya hingga tergerai menutupi sebagian tubuhnya itu, tidak ragu dan menjawab dengan cepat dan berani. “Tidak! Hentikan semua ini Shade! Kau menjadi gila… Apa yang terjadi pada pikiranmu! Kenapa kau menyerang kelompok yang kau naungi sendiri!!!”

    Shade Linecore berhenti melangkah dan mengerutkan dahinya memandang Elenna. Wajah emosi bercampur dengan kekecewaan juga kesedihan terpancar dari rupa cantiknya itu.

    Begitu cepatnya dengan kecepatan sepersekian detik, Shade tiba-tiba telah menodongkan senjata api di tangan kirinya mengarah lurus pada tubuh cantik itu. Elenna kaget dengan apa yang dia lihat. Dia sekarang masuk persis dalam posisi yang sama seperti di masa lalu. Kondisi yang serupa ketika berada di museum London yang gelap dan mengingatkannya pada pertemuan pertama dirinya dengan pemuda ini yang harus ditandai dengan darah yang mengalir dan tergenang.

    Shade yang terlihat tidak main-main dan menodongkan pistolnya itu tepat ke arah jantung Elenna, kembali berbicara dan berupaya untuk membuat wanita yang dikenalnya minggir.

    “Aku bukan lagi bagian dari Order of Silver. Sosok Shade Linecore yang kau kenal, telah tewas dalam misi terakhir di Vatican. Aku, Said Ibrahim menginginkan kebenaran juga pembalasan dendam.”

    Elenna memejamkan matanya. Tidak ada pilihan lain, itu adalah kata yang terucap dalam hati wanita yang merasakan perasaan yang campur aduk sekarang ini. Dia tidak ingin bertempur lagi, apalagi menumpahkan darah orang yang begitu berarti baginya.

    Sebuah pilihan sulit mulai saling bertikai dalam sanubarinya. Pilihan untuk diam tanpa melakukan apapun dan tidak melukai orang yang dia cintai, atau bertarung demi hidup khalayak banyak dan menyakiti seseorang yang sebelumnya sangat dia harapkan untuk kembali.

    “Dia bukanlah Shade Linecore lagi, Elenna!! Kau harus melumpuhkannya!!” perintah Grandmaster Order.

    Ucapan Grandmaster Order membuat pikiran Elenna lebih bergejolak. Dia menjadi lebih bingung dengan apa yang harus dilakukannya sekarang.

    “Aku tidak akan membiarkanmu membunuh orang lagi Shade…” bola mata biru mengkilau yang indah bersinar terang. Elenna yang telah membuka matanya telah memilih apa yang selanjutnya harus dia lakukan.

    Walaupun bertentangan dengan keinginan hatinya yang begitu dalam, dia meneguhkan hati seraya memegang rosario di dadanya dan bersumpah untuk menghentikan Shade dan menyadarkannya.

    Shade yang melihat perubahan diri itu, membuang nafas dan mengerutkan dahinya. Suasana yang begitu tegang yang mengeluarkan keringat dingin bagi orang-orang yang tidak bergerak dari tempatnya, tiba-tiba saja dilatari dengan dentangan lonceng yang bergema berulang-ulang yang menandakan telah masuknya tengah hari.


    TEEENGGG!!! TEEENGG!!!! TEEENGGG!!! TEEENGGGG!!!​



    Pertempuran antara orang yang saling mengenal akan terjadi di Hall ini. Mereka yang dahulu saling berbicara, bercanda tawa, memeluk, menangis, dan meluapkan perasaan hati mereka masing-masing, harus bertikai atas ego dan ketetapan hati yang mereka yakini.

    “Menyingkir atau kau akan mati di tempat ini, Elenna…”

    “Bunuhlah aku jika itu bisa meredam semua kebencian dan memuaskan hasratmu…”


    ***​


    Aku melihat kedalam matanya…
    Melihat surga yang dahulu diucapkan menjadi abu kematian yang tertiup angin.
    Cermin merah kelabu yang memantulkan visi, mengikat erat tubuhku pada dirinya.
    Setan berteriak, para malaikat menyanyi lirih…
    Senyum itu harus hilang, kerinduan itu harus tertahan.

    Letusan dilepaskan. Peluru yang terbuat dari timah panas yang berputar pada porosnya itu terlepas dari laras senjata tua dan bergerak lurus ke arah Elenna.

    Ketika peluru itu semakin dekat dan dekat, munculah medan energi sihir yang memantulkan peluru itu jauh melenceng dari arah yang sebelumnya di tuju.

    Kain hitam panjang yang dikenakan menutupi kepala sang gadis terlepas pelan dan rambut hitam miliknya yang indah itu menjadi tergerai melambai-lambai tertiup angin.

    Jantung itu berdegup, nafas hangat itu dilepaskan…

    Lelaki yang tidak pernah mencapai cahaya dan jatuh terkubur dalam kubangan kegelapan memulai segalanya. Senjata api yang dia tahu tidak berguna, dia simpan kembali pada tempatnya dibarengi dengan langkahnya memulai berlari dengan menyeret pedang hitamnya di lantai.

    Suara decitan mengganggu telinga itu menjadi simfoni yang menyelaraskan suara lonceng yang berdentang-dentang. Orkestra kematian berkumandang menjadi latar dengan genangan darah yang menjadi saksi.

    Elenna menggigit bibir bawahnya dan memunculkan dua buah pedang Kristal sihir yang dia genggam erat di kedua tangannya.


    Anima Noir..​



    Wangi tubuh itu semakin tercium di udara. Elenna membungkukkan badannya perlahan dan kemudian bergerak berlari juga dari posisi tempat dia berdiri.

    Pertikaian diantara kedua insan manusia yang saling memendam perasaannya masing-masing itu tidak dapat dihindarkan. Tebasan penuh kebencian dan tebasan penuh pengharapan diayunkan menyuarakan dentangan pedang yang begitu keras.

    Bertahan pada posisi mereka masing-masing, pedang hitam berlumuran darah dan juga pedang transparan bagaikan kaca yang indah itu saling mendorong bergesekan satu sama lain.

    Wanita yang tidak ingin lagi bertempur itu yang menahan kedua pedang kristal yang dia dorong sekuat tenaga hingga membentuk huruf x, memandang wajah lawannya dan mencoba menghentikan semua pertempuran yang seharusnya tidak terjadi.

    “Untuk apa yang pernah kita lalui bersama dahulu, aku minta hentikanlah semua pembantaian ini, Shade..”


    *********​
     
  15. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update

    Act 1.10 In Sanctus Et Damnati

    Kenapa menjadi seperti ini? Bukankah di tempat ini kita berada untuk menjalin persaudaraan? Dari banyak hal yang berbeda kita bersatu untuk membangun kembali dunia ini, dan memberikan cahaya kedamaian. Bukankah itu yang kita percaya?

    Cecilia memandang kedua insan itu dari kejauhan. Memandangi pasangan yang telah menjalani hal berat bersama dalam tangisan yang kini saling berhadapan satu sama lainnya. Salah, semua yang terjadi sekarang adalah kesalahan.


    ***​


    “Menyingkir dari jalanku!!” Shade melepaskan dorongannya mengubah arah tebasan pedangnya melesat dari arah bawah ke atas dan memecahkan pertahanan Elenna.

    Tubuh sang gadis terdorong ke belakang akibat dorongan yang kuat. Berusaha tetap berpijak berdiri pada lantai, Elenna melihat Shade kembali hendak melancarkan tebasan ke arah dirinya yang masih dalam keadaan sempoyongan.

    Serangan berantai dilepaskan. Pedang hitam yang menjadi manifestasi dosa putra Adam yaitu Cain, mengayun dengan penuh kemarahan dan kebencian.

    Pelan dan juga teratur, sang gadis yang memegang dua bilah pedang pada kedua tangannya, bergerak mundur langkah demi langkah sembari menangkis semua serangan yang tertuju padanya.

    Mengamati dan terus mengamati, sang gadis terus memandangi wajah Shade yang dingin namun memancarkan amarah itu dengan tetap dalam irama pertahanan dirinya. Ayunan pedang di tangan kanan yang menangkis dan ayunan pedang di tangan kiri yang berusaha menebas, memberikan dorongan pada hatinya agar lawannya ini berhenti. Namun setiap kali Irama gerakan itu dilakukan, Shade membalas dengan lebih kuat dan lebih berbahaya.

    Elenna sadar, dia tidak bisa menghentikan Shade hanya dengan cara seperti ini saja. Tidak ada pilihan lain, dia harus ‘mendorong’ pemuda ini lebih keras.

    Dorongan keras tebasan dua pedang Kristal disertai dengan cahaya bias berwarna kebiruan yang bersinar sekejap, menghentikan rangkaian tebasan yang dilepaskan sang viator dan membuat tubuhnya terpelanting cukup jauh.

    “Cukup Shade.. jangan biarkan aku melakukan ini semua!!” Ucap Elenna dengan tubuh yang diliputi sphere-sphere biru mengkilau begitu indah.

    Shade yang sedang berusaha kembali berdiri dengan tubuhnya yang setengah membungkuk kemudian bertanya. “Kenapa Elenna? kenapa kau bersikeras memihak pada Order?”

    “Aku tidak memihak pada sisi manapun. Aku hanya melindungi nyawa manusia. Itu saja..”

    Shade tersenyum dalam ketertundukannya mendengar jawaban dari gadis yang dikenalnya. “Hatimu begitu murni Elenna.. tapi dunia ini tidak sesimpel seperti apa yang kau pikirkan.”

    Shade bergerak kembali tegap dan kemudian memandang lurus ke arah Elenna dengan memperlihatkan wajah itu. Wajah dari sosok yang dia kenal yang rela menggendongnya dan mengobati lukanya. “Shade…”

    Pria berbola mata merah dengan mata kiri yang buta mengerutkan keningnya. “Shade Linecore telah mati…” Pengkhianat itu berlari dari tempatnya dengan cepat. Elenna yang melihat semua itu, bersiap dengan posisi bertahan dan memegang kedua pedangnya dengan kuat.

    Lompatan dilakukan. Shade melepaskan teknik tebasan bawah yang dibarengi dengan rangkaian teknik akrobatik yang dikuasainya. Elenna yang menjadi lawannya cukup kewalahan dengan ritme kecepatan serangan yang dilakukan Shade. Namun walau begitu dengan perlahan tapi pasti, sang gadis berusaha belajar melakukan deflect dan juga melakukan charge di saat yang tepat.

    Mengalir bagaikan suatu pemandangan pertunjukan dansa yang indah terlihat di mata orang-orang yang melihat pertikaian. Anggota Order yang berkumpul di sana dan juga Grandmaster Order yang sedang berdiri tidak ada satu pun yang masuk dan ikut campur dalam pertempuran itu.

    Tempat yang luas yang dihuni oleh banyak sekali orang ini, serasa tidak berarti ketika pemandangan yang ramai itu terkesampingkan dan dunia hanya berada di antara mereka berdua.

    Elenna yang belum lama belajar menggunakan pedang, sadar bahwa dia tidak memiliki cukup kemampuan untuk melukai Shade. Tidak, ternyata dalam hatinya dia tidak mau sedikit pun melukai lawannya ini walaupun bisa.

    Sayatan berhasil dilakukan dan melukai bagian lengan kanan Elenna. Darah segar mulai merembes keluar. Rasa sakit yang tiba-tiba muncul menghancurkan fokus yang telah dibangun dan membuat gadis itu semakin terpojok.

    Irama pertahanan hancur seketika. Elenna terdorong kuat dengan pedang yang terlepas dari tangannya dan terpelanting ke arah samping membentur deretan kursi panjang yang berantakan. Elenna terbaring menyamping di lantai. Meringis menahan rasa sakit di tubuhnya akibat benturan dan juga rasa nyeri yang muncul dari luka di tangannya.

    Perlahan dia mencoba bangun dengan posisi setengah duduk dengan memegang luka itu dengan tangan kirinya. Sang gadis yang menundukkan kepalanya dan mengigit bibir bawahnya itu berusaha tetap sadar walaupun kepalanya sedikit pusing akibat benturan yang terjadi.

    Di penglihatan yang lain, Shade yang berhasil mengenyahkan penghalangnya, hanya memberikan ekspresi dingin dengan memandang ke arahnya.

    “Sakit…” Suara Elenna terdengar pelan.

    “Sekarang kau mulai mengerti mengenai rasa sakit..” dengan nada dinginnya sang pemuda ikut berkata.

    “Tidak.. bukan mengenai luka ini. Tapi hatiku.”

    Shade terdiam setelah mendengarkan suara perih dari Elenna. Sang gadis yang sedang terluka itu tidak bergerak dari posisinya, dia hanya menggenggam lebih erat luka di tangan kanannya, menyesali dengan apa yang sekarang telah terjadi.

    “Kau tahu? ketika kau menyadari bahwa kau berada di persimpangan jalan dan melakukan apa yang sebenarnya kau tidak mau, itu sangatlah menyakitkan. Aku tidak mengerti apa yang membuatmu seperti ini Shade. Tapi kenapa kau harus mengakhirinya dengan kebencian dan kemarahan? Kenapa kau tidak mengakhiri semuanya dengan cinta kasih?”

    “Ketika sesuatu yang paling berharga dalam hidupmu direnggut begitu saja, apakah kau masih akan tetap menggenggam rasa cinta kasih itu? Ketika kita berjalan pada jalan kebaikan namun dibohongi dengan kebohongan besar dan pengkhianatan, cinta kasih itu tidak berarti apa-apa. Aku hidup dalam luka kematian dirinya dan juga pembalasan dendam.“

    “Untuk apapun alasan yang kau pegang, membunuh hanya akan memunculkan dendam dan kebencian yang lain. Hal itu akan terus berulang dan tidak akan ada akhirnya. Kenapa kau tidak berpikir ke arah itu? Kau akan menjadi sosok yang dibenci Shade.”

    “Dan mulailah sekarang untuk membenciku…”

    Elenna kehabisan kata-kata mendengar jawaban dari Shade. Dia ingin mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukannya, tapi segala kata-katanya tertahan dalam hatinya.

    Perubahan yang terjadi ini terlalu besar untuknya. Sekalipun dia menginginkan pemuda di hadapannya ini untuk kembali, tapi tidak seperti ini yang dia inginkan. Ini sama menyakitkannya dengan kematian itu sendiri, ketika melihat seseorang yang dahulu kita kenal telah berubah menjadi sosok lain yang tidak pernah kita bayangkan.

    “Uhuuk!! Uhukk!!” Shade tiba-tiba saja terbatuk-batuk. Elenna yang melihat pemuda itu menutup mulutnya dengan tangan kiri, melihat aliran darah muncul dari sela-sela jari.

    “Shade, kau baik-baik saja?!”

    Shade tahu dengan jelas apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Dia sudah menekan lebih jauh dari apa yang telah seharusnya. Waktu, dia tidak memiliki banyak waktu lagi.

    Pemuda berbola mata merah dengan mata kiri yang buta, melepaskan tangan kirinya pada mulutnya dan memperlihatkan bekas darah menempel di sana. Dia yang mulai merasakan rasa sakit muncul kembali di berbagai bagian tubuhnya, dengan mata letih memandang pada dia, Grandmaster Order yang diam pada tahtanya.

    Shade memuncratkan darah segar keluar dari mulutnya dan kemudian jatuh berlutut dengan terbatuk-batuk keras. Batas waktu hidup sebagai seorang viator kini telah mencapai batasnya. Kenapa disaat dia mencoba untuk mengungkap segalanya, waktu mendesaknya untuk menyerah.

    “Kau tidak memiliki banyak waktu lagi, Shade…”

    Shade yang tertunduk dalam nafas sesak, mendengar orang yang dibencinya bicara.“Berikan jawaban padaku… Hah.. Hah.. Berikan alasan mengapa kau membunuh Sannael..”

    “Kau benar-benar ingin tahu mengapa?”

    “Katakan padaku!! Uhukk!! Uhukk!!”

    “Karena dia terlalu kudus---”

    “Kudus…?”

    “---dan juga terkutuk.”


    *******​
     
    Last edited: Sep 20, 2012
  16. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update :yahoo:

    Act 1.11 Lost Name From Ars Goetia

    “Beraninya mulut kotormu menghujat Sannael!!”

    “Apa kau pikir kau benar-benar mengenalnya? Kau tidaklah mengenal Sannael, Shade!”

    “Aku mengenalnya!! Dia adalah sosok dewi yang membaktikan dirinya pada Tuhan!! Wanita sempurna yang membawa kebaikan dan kasihnya pada mereka yang merasa dilupakan!!”

    “Kau salah… kau hanya melihat Sannael dari luar tanpa mengetahui rahasia di dalamnya. Dengarlah Shade Linecore, Sannael bukanlah manusia. Dia adalah golongan Bani Elohim. Itulah kebenarannya.”

    Kemarahan Shade mereda seketika. Matanya terbelalak memandangi lantai marmer yang terkotori oleh noda darah.

    “Dia adalah salah satu dari Bani Elohim yang tercemar. Mereka yang kehilangan kekudusan dengan terbakar sayapnya dan pada akhirnya menjadi pengembara abadi di tanah ini. Dia adalah malaikat jatuh di masa kehancuran Menara Babel.”

    Bani Elohim yang berarti anak-anak Tuhan adalah sebutan yang diberikan kepada mereka, para pelayan yang diciptakan untuk taat. Mereka adalah “Terang” ciptaan yang tidak diperkenankan untuk memiliki kehendak bebas dan terkekang oleh hukum Tuhan. Dikenal dengan sebutan Mal’akh (dalam bahasa ibrani), Angelo (dalam bahasa latin), dan Malaikah (dalam bahasa arab) ciptaan ini menjadi perpanjangan dari tangan Tuhan untuk membantu manusia.

    Bani Elohim…” Shade mengetahui benar arti kata dari sebutan itu. Kisah mengenai para pelayan Tuhan yang hidup dalam kedamaian dan akhirnya pecah saat kelahiran Adam. Sannael menggambarkan kisah mengenai peperangan yang terjadi di antara keluarga. Bukan hanya mengenai kejatuhan dia sang pemilik “Terang” tapi juga bagaimana akhirnya para Grigori (Pengamat) ikut terbujuk jatuh dalam lembah dosa. Malaikat yang bersinar terang meredupkan cahayanya, membiarkan sayap indah mereka terbalut oleh akar hitam berduri.


    Apa mereka yang memiliki sayap itukah yang disebut sebagai malaikat?
    Kamu salah Said, sayap mereka yang sebenarnya adalah kepatuhan.
    Ketika malaikat yang tidak pernah berdosa mulai mempertanyakan Kehendak-Nya,
    maka keraguan akan muncul dan kehendak bebas akan menjalar.
    Hal itu, mencoreng arti sebenarnya mengapa mereka diciptakan.
    Tidak ada kesempatan kedua untuk memohon pengampunan.​


    “Pembohong!! Sannael mempercayai Tuhan lebih dari siapa pun!!”

    “Itu tidak akan menggantikan kebenaran bahwa dia adalah setan itu sendiri! Dia adalah salah satu perintis besar yang menciptakan Ordo ini. Wanita yang melihat perjalanan sejarah, perubahan masa, dan juga mengetahui mengenai kehancuran di masa depan!!”

    “Dia tidak pernah mengkhianati Tuhan dalam hatinya!! Dia yang mengajarkan padaku mengenai arti dan Keberadaan Tuhan yang kusangkal dengan keras!!”

    “Dia adalah Fallen terakhir yang jatuh ke dunia ini!! 1/3 bintang di langit yang ikut jatuh bersama dengan Lucifer!! Pemilik dari tubuh yang dikutuk dan jiwa yang kudus!!”

    “Pembohong!!”

    “Itulah kebenarannya. Yang menyatukan agama menjadi satu dalam nama Tuhan untuk melawan pemuja setan adalah setan itu sendiri.

    Sannael adalah cahaya redup yang tidak berada dalam hierarki kekuasaan. Walaupun banyak tuhan-tuhan masa lampau yang menjadi raja, tapi dia tidak mendirikan bait pemujaan untuk dirinya sendiri. Dia adalah dewi tanpa nama yang dipuja manusia masa lampau. Setan yang tidak tertuliskan dalam Ars Goetia ataupun Pseudomarchia Daemmonum.”

    “Tidak, aku tidak mempercayainya. Dia adalah malaikat… Sannael adalah malaikat untukku!!”


    Aku telah berdosa Said, aku selalu berharap agar dimaafkan…
    Aku tidak mengerti kenapa manusia selalu saja memohon ampun dan mengulangi kesalahan mereka kembali.
    Ketika mereka tahu bila tidak ada lagi kesempatan untuk mendapatkan ampun, akankah mereka bisa seperti itu?
    Hidup dalam murka Tuhan adalah rasa sakit yang paling menyesakkan.
    Hidup dalam lindungan dan kasih-Nya adalah kebahagiaan yang tiada tara.
    Kenapa banyak dari manusia yang belum menyadari itu?​


    “Kau tidak bisa menerima kenyataannya? Dan itulah alasan mengapa aku tidak pernah mengungkapkan ini semua padamu.”

    Bukan manusia? Perkataan dalam hati yang membuat bingung Servus Cecillia. Seorang Servus yang selama ini banyak berkorban untuk Ordo, wanita yang membaktikan dirinya secara penuh untuk Tuhan, dalam kenyataannya dia adalah setan?

    “Kemarahanmu tidak ada artinya, Shade. Kenapa kau tidak melihat kebaikan dari tindakan itu? Karena kematian Sannael, kau menjadi figure Saviour bagi dunia ini. Kau melindungi dunia ini dari kegelapan dan melawan ‘Mereka Yang Dijatuhkan’ dan mengirimnya kembali pada penjara suci. Kau telah menyelamatkan kami semua.”

    “Tidak ada artinya? Kalian membunuhnya dengan kejam karena Sannael bukanlah manusia? Dan, kenapa kalian membiarkanku hidup sampai saat ini? Karena aku dapat dimanfaatkan? Aku dan Sannael hanyalah pion yang digunakan untuk menyelesaikan peran dan dibuang ketika tidak dibutuhkan?”

    Shade yang sebelumnya berlutut tertunduk dengan terbatuk-batuk pelan, perlahan terlihat menggerakkan badannya yang sempoyongan dan kemudian berdiri. Dia pria berbola mata merah yang berada dalam amarah, membidikkan dengan cepat Mauser M17 Schnellfeuer menggunakan tangan kirinya pada barisan anggota Order yang melindungi pemimpinnya.

    Mereka anggota yang kaget, mengangkat kembali pedang mereka melepaskan ketegangan yang sebelumnya mereda.

    “Dengar brengsek!! Aku tidak pernah berniat menjadi Saviour ataupun Pahlawan!! Aku memberikan hidupku pada apa yang Sannael percaya dan inginkan!! Aku ingin melindungi mimpinya!! Aku ingin melindungi senyumannya!! Aku tidak pernah peduli dengan apapun yang terjadi pada dunia ini!!”

    “Kenyataannya dengan memanipulasimu, kami membuatmu menjadi seorang Saint, Shade. Ordo ini telah sejak lama melindungi takdirmu!!”

    “Aku bukan boneka yang bisa kau mainkan dan kau arahkan ke manapun yang kau mau!! Aku membenci Tuhan yang telah menempatkanku pada takdir itu!! Aku juga membenci kalian yang mengarahkan takdirku demi kepentingan kalian!! Takdir adalah milikku dan hanya aku yang berhak menentukannya!!”

    “Kau akan menjadi penghancur bagi dunia, kau tidak mengerti apa yang telah kami lakukan demi kebaikanmu!!”

    “Jika dengan memilih menjadi Anti Mashiach itu dapat mencegah kematian Sannael, maka aku akan memilihnya…”


    TEEENGGGGG!! TEEEEENGGGGG!! TEEEENGGGGG!! TEEEENGGG!!​



    Dentangan lonceng dalam pikiran terdengar begitu kencang. Manusia yang mendengar itu dari dalam kepala mereka sendiri, rubuh berlutut di atas lantai sembari memegangi kepala mereka. Laras tua dari senjata api yang dipegang Shade, kini mengarah lurus pada Grandmaster Order. Pria paruh baya itu menggeram sambil memegangi kepalanya menggunakan tangan kanannya, mencoba menahan rasa sakit akibat suara kencang yang terus berdentang-dentang.

    “Terdapat banyak setan dalam Ars Goetia yang patuh karena terkekang oleh sigil. Dan kau lebih memilih membunuh dia yang tercemar yang tidak menyakiti umat manusia? Tanpa sigil apapun yang mengekang, Sannael membaktikan diri membela makhluk Tuhan yang bergelar paling sempurna!! Kau membunuh dia yang kudus di antara golongan mereka yang tercemar!! Aku tak akan memaafkan semua itu!!”

    Ruangan aula pertemuan Order tiba-tiba bergetar. Gempa terjadi ditempat itu merubuhkan patung-patung yang berdiri dan memecahkan kaca-kaca yang terpampang di sana. Kepanikan melanda, beberapa bagian dari atap mulai berjatuhan menghancurkan kursi-kursi coklat yang sebelumnya telah di tata rapih.

    “Shade hentikan!!!” ujar Cecillia dengan keras berusaha mendekat namun akhirnya rubuh berlutut di samping mimbar.

    Elenna yang dalam keadaan kesakitan, melihat wajah itu. Bola mata merah yang menyala terang dengan tubuh yang diliputi uap hitam yang melayang-layang. Secara samar Elenna melihat perubahan itu. Sosok lain dari manusia, sosok hitam dengan tanduk empat dengan dua sayap yang patah terbayang-bayang dalam figur Shade.

    Dengan terhuyung-huyung di antara gempa terjadi, Elenna bergerak berdiri sambil memegangi lukanya. “Sadarlah Shade!! Kau tidak harus melakukan ini semua!!”

    “Hentikan dia!! Hentikan pria bermata satu itu!!” perintah Grandmaster Order berkumandang.

    “Ini adalah pembalasan dendam demi Sannel!! Matilah kalian semua Bani Adam!!”


    **********​
     
  17. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    update lagi.

    Act 1.12 Forecast From Sefer Zerubbabel

    Di masa kuno, terdapat suatu ramalan masa depan yang mengisahkan mengenai akhir dunia. Dalam kisahnya, dikenalah dua figur yang saling bertentangan satu sama lain yang memiliki peran penting pada waktu akhir. Yang pertama adalah Armilus The Anti Mashiach dan yang kedua adalah Mashiach Ben Ephraim.

    Zerubbabel anak dari Shealtiel dan cucu dari Jehoiachin adalah pemimpin yang pertama kali kembali dari pembuangan Babel pada tahun 538 sebelum masehi. Menurut Scripture Ibrani, Zerubbabel memerintah Yehuda selama lebih dari dua dekade. Dalam kepemimpinannya, dia bersama dengan orang-orang, bekerja untuk membangun kembali kuil kedua dan memberikan visi mengenai restorasi Jerusalem, Hari akhir, dan pembentukan kuil ketiga.

    Kehancuran menurut ramalan Zerubbabel di deskripsikan ketika dia membawa roh dari Nineveh, Kota darah di mana Mal’akh Mikha’el dan Metatron mengungkapkan padanya mengenai akhir dunia. Buku yang ditulisnya Sefer Zerubbabel, mengisahkan mengenai peperangan di antara kebaikan dan kejahatan. Peperangan itu akan diakhiri dengan kematian yang di dapatkan oleh Mashiach Ben Ephraim sebagai takdir dan dia sang Armilus pembawa bencana dan kesesatan akan mendapatkan kemenangan sesaat.

    Armilus adalah anak yang lahir dari patung seorang wanita dengan setan yang menjadi ayahnya. Menyimpan darah setan yang dikutuk, dia yang memiliki mata yang buta dan tuli akan memiliki kuasa atas seluruh dunia.

    Dalam Visi Zerubbabel, Masa Kegelapan tidaklah berlangsung untuk selamanya. Akan datang dia, sosok yang dirindukan dan dipercayai yang akan membawa terang dan mengalahkan kegelapan. Dia adalah Mashiach Ben David.

    Saat ini kehancuran terbesar telah menimpa bumi Assiah. Manusia berperang dan saling membunuh antara satu sama lainnya. Hukum Tuhan telah dilupakan tergantikan dengan hukum rimba. Di masa yang penuh kesedihan dan pengharapan, telah muncul dia. Pria bermantel hitam panjang dengan bola mata merah dan mata kiri yang buta.

    Dia memegang pedang hitam pembunuhan pertama yang memiliki hubungan dengan Cain putera Adam, dan membawa kemarahan juga kebencian pada mereka Ordo yang dibentuk dari persekutuan tiga agama samawi.

    Pahlawan yang bersimbah darah dan naik mendapatkan gelar Saint, kini jatuh dalam jurang gelap yang begitu dalam. Menjadi setan yang jatuh (Diablo Falling), dia menangis dan membenci segala kepalsuan yang ada di dunia ini.

    Dia telah membenci Tuhan… Dan kini dia membenci manusia pula.

    “Sh-Shade..Akhh..” suara terbata-bata dari Elenna yang merasakan nafasnya berat karena tercekik.

    Shade dengan mata merah yang menyala, berdiri dengan tegap mencekik leher Elenna menggunakan tangan kirinya dan mengangkat tubuh sang wanita agar tidak menyentuh tanah. Gempa dan suara dentangan lonceng kini telah menghilang, namun memperlihatkan kerusakan besar yang terjadi. Aula besar yang sebelumnya tersusun rapih, kini berantakan memperlihatkan kesemerawutan.

    Bongkahan tembok berserakan di mana-mana, beberapa bagian atap jatuh menghalangi jalan dan memberikan lubang cukup besar di langit. Namun hasil dari gempa itu bukanlah mimpi buruk yang sebenarnya. Sebab ada hal mengerikan lain yang terpampang jelas.

    Genangan darah di berbagai sudut ruangan memperlihatkan tubuh-tubuh manusia berpakaian hitam dengan tudung terbaring tidak bernyawa. Beberapa dari mereka masih ada yang bergerak-gerak dalam kesekaratan dan sebagian besar dari mereka telah terdiam dengan perut terburai mengeluarkan isinya.

    Pembantaian dengan sekejap terjadi begitu cepat. Mereka yang sebelumnya berdoa bersama di tempat ini, kini telah tewas dengan pandangan kosong.

    Shade dengan tubuh yang dibaptis oleh darah dari korban-korbannya, dengan amarah yang tak terkendali sekarang berusaha membunuh wanita yang peduli padanya dengan mencekiknya sampai mati.

    “Cinta… Ketika aku mengobarkan perang pada langit dan menghancurkan keimananmu pada Tuhan yang kau percayai, apakah kau masih akan tetap mencintaiku, Elenna?”

    “Sh--ade.. le--pa.. lepas--kan..” Elenne menggunakan tenaganya yang tersisa berusaha melepaskan cekikan itu dengan kedua tangannya.

    “Kau memeluk erat tubuhku dan mengatakan bahwa aku adalah manusia. Tapi kau salah Elenna… Aku adalah setan itu sendiri.”

    Shade dengan tiba-tiba melemparkan tubuh Elenna ke samping membuat wanita itu jatuh terseret cukup jauh dari tempatnya berdiri. Pemuda berbola mata merah itu tersenyum mengerikan. Uap hitam melayang yang keluar dari tubuhnya masih dapat terlihat. Jika melihat bayangan miliknya, bayangan itu tidaklah nampak menyerupai diri Shade. Tapi bayangan hitam yang tercetak pada lantai itu membentuk sosok setan bertanduk yang memiliki sayap.

    Cecillia yang terbaring dengan tangan kiri berlumuran darah, berusaha mengesampingkan rasa sakitnya berupaya tetap sadar dan melihat situasi yang ada. Wanita yang rubuh tak berdaya dekat mimbar itu melihat Shade sekarang berada di depan tubuh Grandmaster Order yang meringkuk memegangi pundak kirinya yang terkena luka tembakan.

    “Bagaimana rasanya mengalami saat-saat menyakitkan? Kau pikir aku akan membiarkanmu mati dengan mudah?” nada sinis keluar dari mulut Shade. Pemuda bermantel hitam itu dengan pelan mengambil senjata api miliknya dari holster di belakang pinggangnya seraya menodongkannya pada pria paruh baya yang sedang meringis.

    Kedatangan Kedua akan tiba… Dia akan menghentikanmu… ukhh..”

    “Aku tidak peduli…”

    Tembakan dilepaskan melukai paha kiri Grandmaster Order. Pria tua itu mengerang cukup keras merasakan rasa perih teramat sangat yang mengoyak dagingnya. “Rasa sakit yang kau alami tidak setara dengan rasa sakit yang Sannael rasakan. Rasa sakit akan pengkhianatan!!”


    Aku menyayanginya ya Tuhan. Tapi bentuk kasihku ini harus kuberikan dengan melukainya..​


    Ucapan kasih itu terucap dalam hati. Elenna yang mencoba berdiri dengan sempoyongan, membenci apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia yang memegang Rosario hitam di dadanya berdoa dalam hari pada Tuhan. Mengharapkan pengampunan atas apa yang akan dia lakukan. Sekali lagi dia harus melakukan apa yang dia benci.

    Shade yang merasakan perubahan aliran udara disertai munculnya cahaya terang kebiruan, menolehkan pandangannya. Pemuda itu melihat Elenna yang sedang memejamkan mata, memegang Rosario dengan dikelilingi oleh puluhan salib kebiruan---yang ternyata adalah pedang kristal.

    Elenna membuka matanya dengan perlahan-lahan dan memperlihatkan bola matanya yang berwarna biru terang berkaca-kaca mengalirkan air mata..

    “Maafkan atas apa yang akan kulakukan padamu, Shade…”


    ***​


    Aku mengalirkan air mata di depan dirinya, melihat raut wajah seriusnya berubah ketika memandangku.

    Perlahan kulepaskan pegangan tanganku pada rosario yang menjadi simbol imanku dan memanggil kekuatan terdalam dalam jiwa dan menciptakan pedang sihir yang indah di kedua telapak tanganku.

    Aku melihatnya menggerakkan tubuhnya mengangkat pelan pedangnya hitamnya ke depan.

    Tidak ada kata yang dia lontarkan, tidak ada pula suara bujukan pelanku padanya lagi.

    Aku tidak bisa membendung lagi perasaan seorang wanita yang mencoba melesak keluar dari hatiku sendiri. Sebelum benar-benar tidak kuasa lagi menahan rasa piluku untuk menangis sekencang-kencangnya, kulepaskan ratusan pedang kristal yang melayang itu bagaikan anak panah yang telah mengunci sasarannya.

    Shade memantapkan posisi di tempat dia berdiri. Menunggu ratusan pedang yang melesat bersamaan menuju ke arahnya. Aku melihat mata kanannya yang tidaklah buta berubah. Iris merah miliknya menyala dan sclera putih di matanya berubah menjadi berwarna hitam legam, membuat sosoknya menjadi menyeramkan layaknya setan yang telah mendapatkan tubuh fisiknya di dunia ini.

    Ratusan hujan pedang itu sampai pada sasarannya. Bergeraklah dia dari posisinya menangkis semua pedang yang berusaha melukainya sebisa yang dia bisa, namun jumlah yang kukerahkan tidaklah sedikit.

    Banyak pecahan pedang kristal melayang-layang dan tidak sedikit juga pedang-pedang itu menancap kuat di lantai dan memperlihatkan pemandangan bagaikan kuburan pedang di sekitar dirinya.

    Dia tidak berteriak sedikit pun walaupun darah miliknya sendiri terpencar ke udara. Beberapa pedang yang kulepaskan telah menusuk tubuhnya hingga menembus, memperlihatkan kengerian yang tidak pernah ingin kulihat pada orang yang kukenal.

    Aku menggigit bibir bawahku dan bergerak dalam kisruhnya pertikaian dengan berlari ke arah dirinya.

    Di akhir hujan serangan itu yang membuat tubuhnya terluka, dia tetap berusaha berdiri dengan pedang-pedang yang masih menancap pada bagian-bagian tubuhnya.

    Air mata yang jatuh tertinggal di udara.

    Aku melihat dia memandangku di kala kesakitan diri yang sedang menyelimutinya. Ketika jarakku semakin dekat ke arahnya, uap hitam mulai muncul dari dalam tubuh Shade lebih banyak dan melumerkan pedang yang tertancap di tubuhnya.

    Tubuh yang sempoyongan mengeluarkan banyak darah itu mencoba tetap bertahan dan dengan segenap kekuatannya, dia melangkah satu langkah dan mengambil ancang-ancang untuk menyambut kedatanganku.


    **********​
     
  18. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    end of ACT 1 :yahoo:

    Act 1.13 Raziel HaMal’akh

    Pada mulanya semuanya adalah gelap gulita. Tidak ada cahaya ataupun kerlap-kerlip bintang yang mewarnai alam. Ketika semuanya adalah keheningan tanpa wujud. Maka kemudian Kehendak menciptakan.

    Terlepas dari anggapan kesepian atau kesendirian, Dia memberikan kasihnya menciptakan jagad raya beserta makhluk yang berada di dalamnya. Akar-akar kehendak itu saling mengakar dan akhirnya mengerucut pada satu titik. Dia terbaring di sana, dia yang dipilih yang terselimuti oleh kegelapan pekat.

    “Tindakan seperti inikah yang benar-benar kau pilih…?”

    Suara pelan yang menggema dalam kesunyian berkata padanya. Ketika Dia sang pemilik bola mata merah yang merupakan Cambion menyadari, dia tidaklah bisa melihat apa-apa. Berusaha melihat ke sekelilingnya tapi yang ada hanya kegelapan di mana-mana. Tidak ada apapun, tidak ada siapa pun.

    “Tempat apa ini?!” Dengan nada bicara sedikit gugup dan takut sang viator bertanya.

    “Tempat ini adalah ruang Ketiadaan…” Suara yang menggema itu menjawab pertanyaan yang dilontarkan.

    “Ruang Ketiadaan? Apa yang kau inginkan dariku?”

    “Aku dikirim menemuimu atas ijin-Nya untuk pilihan yang kau buat.”

    “Pilihan?”

    Berpijarlah cahaya dalam gelap bersinar terang memperlihatkan rupa sang viator yang sebelumnya tertutupi gelap, kini terlihat dengan jelas tanpa mengenakan sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.

    Dia pria berbola mata merah dengan mata kiri buta yang memiliki rambut hitam agak ikal dan memiliki kulit putih pucat, memandang begitu aneh pada cahaya terang benderang yang berada beberapa meter di depannya.

    Cahaya terang benderang itu memijarkan ledakan dan kemudian meredup memperlihatkan sosok berjubah putih bertudung dengan 4 lapisan kain putih yang dikenakan di tubuhnya yang menjalar hingga tergelar memanjang. Dia yang memegang batu tulis persegi dengan ukiran pada bidang datarnya, bertanya pada pemuda yang dalam kebingungan itu. “Benarkah kau telah memilih jalan sebagai Anti Mashiach, Said Ibrahim?”

    “Kau pelayan Tuhan?” ucap Said Ibrahim.

    “Kau bisa menyebutku seperti itu.”

    Alis mata hitam yang sebelumnya memperlihatkan rasa terheran-heran, kini mengkerut memperlihatkan kemarahan. “Aku tidak peduli dengan opsi yang Dia berikan.”

    “Benarkah…? Sekalipun itu akan berdampak pada orang yang mencintaimu?”

    “Apa maksudmu?!!”

    Sosok berjubah putih itu mengangkat kepalanya dan memperlihatkan sebagian muka manusia yang dapat dilihat oleh Said Ibrahim. Bagian itu adalah batang hidung dan mulut dengan kulit putih seputih susu.

    “Aku adalah Raziel The Keeper of Secret. HaMal’akh yang diperintahkan untuk mengajari Adam mengenai hukum spiritual dari alam dan kehidupan di bumi. Mengajari pula mengenai planet, bintang, dan hukum spiritual dari penciptaan sebagai ilmu pegangan.

    Dengarlah Said Ibrahim, kau adalah manusia yang dipilih Tuhan sebagai pion rencananya. Manusia yang juga dipercaya oleh Seraphim Gabri’el hingga harus mendapatkan hukuman berat. Aku dapat mengajarimu kekuatan bicara, pikiran, dan kekuatan jiwa pada batas-batas dunia fisik ini, agar kau dapat menyelaraskan keberadaan fisik dan rohani pada dunia material.”

    “Aku tidak tertarik untuk itu.”

    “Kenapa? Kau lebih tertarik bergerak atas Kehendak Bebas dan juga Kebencian yang meluapkan amarah tak terkendali? Kau adalah manusia yang menyimpan secerca cahaya dari Seraphim Gabri’el, dan bukanlah makhluk yang sejak awal diciptakan sebagai penghancur dunia. Kau bisa memilih dua jalan yang ada. kau bisa berada pada sisi yang baik.”

    “Perkataanmu sama seperti Selvandor yang menginginkanku memilih satu dari dua jalan yang diberikan. Tapi untuk apa? Untuk memenuhi keinginan Tuhan ataupun Sammael? Aku tidak peduli dengan pertikaian yang terjadi di antara kalian!!”

    “Kau tidak peduli walaupun Sannael sangat peduli pada dirimu dan pilihan yang kau akan buat?”

    “Apa yang kau--!!”

    “Jiwamu bukan hanya menjadi milikmu sendiri. Kau memikul banyak pengharapan dari ciptaan Tuhan. Manusia yang dapat mengubah keadaan dan menentukan akhir dari segala perjalanan panjang. Sannael menyelamatkan hidupmu karena mengetahui hal itu. Dia dapat membunuhmu pada pertemuan pertama, tapi dia lebih memilih memberikanmu kesempatan.

    Ada makhluk terakhir yang dipersiapkan sebagai pembawa kiamat besar. Sannael percaya bahwa itu bukanlah dirimu. Kepercayaan yang sama pula yang dipercayai oleh Seraphim Gabri’el.”

    Langit hitam kelam tiba-tiba saja bercahaya dipenuhi bintang-bintang yang bertebaran. Said Ibrahim menyadari dia sekarang berada di alam semesta. Dia berada dalam lautan Keberadaan yang diciptakan oleh Tuhan.

    “Lihatlah kedua tanganmu yang dilumuri oleh darah. Darah itu adalah darah dari orang-orang tak berdosa yang mengagumimu dan mempercayaimu sebagai sosok seorang penyelamat.”

    Shade Ibrahim mengangkat kedua tangannya di depan dadanya. Diam melihat darah segar melumuri kedua tangannya itu hingga menetes jatuh. Dia yang kaget melihat hal itu akhirnya menyadari bahwa seluruh tubuhnya dipenuhi oleh simbahan darah. Dia mengingat mengenai pembunuhan yang selama ini dia lakukan. Mengingat dosa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan umat manusia dan juga dosa dalam rasa bersalah ketika membunuh mereka yang tidak tahu apa-apa.

    “Jawab aku Said Ibrahim… Benarkah kau lebih memilih kehilangan sisi kemanusiaanmu dan menjadi sama dengan Mereka Yang Tercemar?”

    Salah satu telinga milik sang viator yang tidak tuli, berdengung dengan keras. Pandangan matanya tiba-tiba saja menjadi bergetar, fokus kesadarannya terguncang hebat. Matanya yang melihat telapak tangan yang dilumuri darah segar, melihat warna telapak tangan itu mulai berubah perlahan menjadi hitam. Warna hitam kelam yang menjalar itu semakin menyebar ke seluruh tubuhnya menyisakan lumuran darah merah yang semakin terang.

    Dia mengingat rasa ketika memotong dan menebas orang-orang yang tidak berdosa itu untuk merenggut nyawa mereka.

    Keadaan disekitarnya tiba-tiba berubah dengan sekejap. Kegelapan pekat dan juga pemandangan semesta, kini tergantikan dengan aula besar yang porak poranda dipenuhi oleh mayat dan juga genangan darah. Shade yang telah tersadarkan, masih berada dalam kebingungan,

    “E-Elenna…?

    Bola mata merah itu terbelalak memandang sosok yang terbaring lemah di depannya.


    Aku tidak bisa memberikan kabar gembira pada Shade
    bahwa dia akan menjadi seorang Ayah…​


    Gadis dengan rambut hitam panjang yang tergerai berantakan, terlihat kesulitan untuk bernafas. Tubuhnya yang lunglai mengenakan dress putih dipenuhi darah memperlihatkan darah merah segar merembes keluar dari luka sayatan di dadanya. Mata sayunya yang memancarkan kesedihan memandang ke arah pemuda bermantel hitam di depannya. Walaupun sulit, mulut indahnya yang dipenuhi darah berusaha bergerak untuk berkata walaupun tak ada satu kata pun yang terucap.


    Kenapa Shade? Kenapa?​


    Detak jantung Shade berdetak dengan kencang melihat hasil dari semua luapan kebencian dan amarahnya yang tak terkendali. Dia tidak mempercayainya… Shade tidak mempercayai apa yang baru saja dia lakukan pada Elenna.

    Tangan kanannya yang memegang pembunuhan pertama dengan erat seketika kehilangan tenaganya dan membiarkan pedang hitam itu jatuh membuat suara bergema ketika menyentuh lantai.

    Rasa dendam, kebencian, dan amarah akan kematian orang yang dicintainya kini tergantikan dengan kesedihan dan penyesalan yang tidak termaafkan.



    “ELENNAAAAAAAA!!!!”




    *********​
     
  19. lawren M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Jun 4, 2009
    Messages:
    428
    Trophy Points:
    222
    Ratings:
    +8,683 / -0
    DAFUUQQQ!!!
    Kenapa pas saat terakhir lu baru sadar alayyy??

    *sorry ga bisa nahan emosi pas bacanya :peace:*

    :ehem: jadi fic yg ini sebagian besar menggunakan POV Elenna dan Cecilia (pihak Order),
    nice job :top: om,
    sehingga pembaca bisa tau apa yang terjadi pada Elenna saat itu,
    walau kenyataannya tidak begitu menyenangkan, yg penting porsinya lebih banyak disini :terharu:

    BTW yg Helel Ascensus satu laginya gimana nasibnya om?


    edit: oh ya fic ini berbeda ya dari 1 nya, pantes baru nyadar koq ada pengadilan disini, disana gak ada :hammer:
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Sep 25, 2012
  20. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +825 / -0
    wogh udah dibaca gan? yuup emang beda.. makanya dibaca aja. :matabelo/
    Di versi reprise ini lebih kumplit. Masalah Sannael (siapa dia?) disini diungkapin + mengenai Armilus :malu

    buat fict lama Helel Ascensus bakalan wa minta locked ke moderator.
    2nd Book Diablo Falling jadi di sini tritnya. pantengin aja updatenya gan :peace:
     
  21. lawren M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Jun 4, 2009
    Messages:
    428
    Trophy Points:
    222
    Ratings:
    +8,683 / -0
    Armilus bukannya cuma kisah di dalam ramalan aja ya :bingung:

    sip, ganti subscription dulu deh, semangat updatenya.. :ngacir:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.