1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Renaissance

Discussion in 'Fiction' started by Morffelflox, Aug 25, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    Genre : Fantasy, Adventure

    Mohon kerjasma dan komentarnya, saya masih baru di dunia tulis.


    Dan ketika seorang anak manusia membuka matanya, kenyataan membawa hidupnya menjadi tak nyata, dia tak perlu kaget lagi dunianya sudah berubah. Pada tanggal 29 Februari 2015 bumi menjadi 'mati'. 99.97% manusia yang hidup di bumi harus menghadapi kematian secara tak wajar, satu gigitan dari sesamanya-yang-sudah-mati akan menginfeksi sang tergigit menjadi sesuatu yang tak layak lagi disebut manusia. Orang-orang menyebutnya Deadman. Yang dimaksud 'orang-orang' adalah 0.3% manusia yang masih hidup secara wajar dan bersembunyi di kegelapan yang jauh lebih gelap dibandingkan Jaman kegelapan. Namun manusia tak pernah tahu kisah mereka sendiri, Infasi Deadman adalah sebuah akhir dari rencana 'Bumi' itu sendiri untuk memperbaharui dirinya. Dan seorang anak lelaki, Morf Felflox, yang bersumpah akan terus hidup, didampingi Elizabeth Crois, menghadapi kegelapan dan cahaya yang dapat membunuh. Lalu ketika harapan pergi, lidah api menjadi sinar harapan hidup manusia.

    Aku berdiri diatas menara pemancar radio dengan tinggi sekitar 100 meter.
    Lautan Deadman berjalan bagaikan arus kematian, seakan memiliki tujuan yang pasti dan membunuh dengan pasti.
    Langit biru cerah, cemerlang di angkasa sedangkan Bumi tak pernah lagi sama. Mobil-mobil tak lagi berlalu-lalang tanpa henti sekarang mereka diam tak berpengemudi, terabaikan dijalan, hancur, sedangkan pengemudinya berada dibawahku, menunggu 1 dari belasan manusia yang tersisa untuk bergabung di pesta mereka. Aku sih tertarik dengan kemeriahannya.
    Pasti menyenangkan, mengarungi perkotaan mencari daging untuk digigit, dan biarkan tubuhmu hancur bahkan kau pun takkan peduli rasa sakit.

    Jangan terlalu berharap, hei Deadman.

    Jadi sudah kubuat keputusanku.
    100 meter akan cukup bagi tubuh lemahku.
    Aku akan mempermainkan kematian itu sendiri, aku akan membiarkan tubuhku hancur berantakan jadi mereka takkan bisa menggigitku. Yeah karena darahku akan berhamburan bersama organ tubuhku ketika aku sampai dibawah nanti.

    Sudah kulihat surga menungguku dibawah sana, bersama dengan Teman-teman tercinta, ibuku tersayang, ayahku yang tak pernah melihat neraka duniawi ini. Jelas ayah jauh lebih beruntung.
    Aku hanya tak percaya, orang sepertiku bisa hidup selama ini, sementara Sekolah yang berada dibawahku telah dibanjiri darah manusia tak beruntung dan kematian yang mengerang menakutkan, aku hanya seorang perempuan yang ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik. Aku sekolah di SD dan SMP Negeri biasa, dan berakhir menjadi anak normal lainnya di SMA swasta ini dan disayangi keluarga dan teman.

    Angin sudah menarikku, kematian udah memanggil semenjak tadi, dan inilah...
    Kata yang akan kuucapkan sambil melompat adalah 'GERONIMO..!!'

    "Aku tak habis pikir, bila melihat Zombie bisa naik sejauh itu, jadi aku bergegas kemari.."

    Suara manusia yang kurindukan...

    "KYAAAAAAAAAAHHHHHHHH"
    Air mataku berlinang, aku turun menuju platform tempat orang itu berdiri, semua menjadi buram karena air mata, aku tak peduli apakah dia lelaki atau perempuan, aku hanya ingin memeluknya seerat mungkin, aku masih punya harapan, aku bukan manusia terakhir di bumi.

    "He..Hey..!!" aku tak peduli apakah ia jijik padaku atau ia justru memperkosaku. Aku hanya ingin terus bersama manusia ini, tak peduli seberapa jeleknya-pun dia.

    "Please...."

    "huh...?"

    "Aku gak peduli siapapun kau, please jangan pernah biarkan aku sendirian di dunia ini..."

    Akal dan pikiran
    adalah sebuah legenda yang dulu pernah ada di Bumi.
    Sekarang?
    Aku hanya berharap kematian merenggutku tahun lalu.
     
    • Thanks Thanks x 7
    • Like Like x 1
    Last edited: Oct 20, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    BAB 1


    RESTORASI


    [Chapter 1] : Kepunahan Absolut
    [Chapter 1] : Kepunahan Absolut

    Benar, manusia jelas akan segera punah.

    Membetulkan kacamatanya dengan gaya seperti biasa, sembari membisikan sebuah kata, orang ini memang sedang bersikap keren.

    “Gceund”

    Dandelion bermekaran dimana-mana segera setelah orang itu mengucapkan kata yang tak pernah dikenal manusia masa lampau maupun sekarang. Tak seperti salju yang turun dari langit, biji Dandelion terbang ke angkasa dibawa angin menuju takdir yang tak akan mereka duga, hanya mendarat untuk tumbuh atau terus berkenlana di angkasa bersama angin yang dahulu dianggap kekal jauh sebelum Teknologi manusia ditemukan. Ketika Dandelion tumbuh, dan menumbuhkan biji yang menjadi keindahan sekaligus hidup kaumnya, lalu ia berkelana diangkasa dan tumbuh ketika turun ke bumi, siklus terjadi, dan tumbuh Dandelion lainnya disetiap inci bumi yang indah ini.

    Bumi ini indah, sebelum manusia muncul dan setelah manusia punah.

    Dan itu akan terbukti setelah ini semua berakhir. Orang itu berjalan ditengah padang Dandelion yang baru saja tumbuh, angin tak berhembus tapi keajaiban alam sekali lagi muncul dari mulut seorang manusia.

    Mereka semua berteriak dengan nada yang jelas menunjukan ketakutan, biji Dandelion terbang bagaikan terror nyata bagi mereka, manusia-manusia biasa, lelaki berkacamata itu berdiri di sebuah sudut jalan yang gelap, yang membuatnya terus-menerus mengecam tempat ini adalah baunya, baru saja ia ketahui hidung manusia ini lemahnya minta ampun, semasa hidupnya mungkin manusia yang ia singgahi sebagai wadah ini sering muntah-muntah melihat benda menjijikan..., sayang sekali, padahal dia punya banyak bakat dan kepintaran yang luar biasa. Manusia tak ada yang sempurna, dan karena itu mereka tak pantas hidup di Bumi yang indah ini.

    Apalagi menikmati keindahan Dandelion yang terbang keangkasa.

    Lelaki itu terjebak.
    Di sebuah jalan buntu, didalam kota kecil, dan ditengah padang Dandelion yang tak seharusnya dapat tumbuh diatas aspalt dan semen.
    Didepannya sekitar lima orang bersenjata yang hanya diketahui manusia modern, seperti pedang tanpa bilahnya atau panah tanpa talinya, namun benda-benda seperti itu dapat membunuh ribuan kehidupan di bumi, memakai baju superlengkap dengan penghancur disetiap kantongnya, helm yang dikenakan guna melindungi diri sendiri, bukannya melindungi bumi yang sudah sudah rela dijadikan tempat tinggal makhluk busuk ini.
    Dibelakangnya raksasa penghancur melata dengan ban besinya, meriam besar menjadi moncong kematian dan taring pembunuh bagi manusia, mereka menggunakan ini untuk menghancurkan apa yang didepannya.
    Bahkan ras mereka sendiri.

    Dandelion yang punya banyak spesies saja tak pernah berpikir soal teritorial, tapi kenapa Homo sapiens bertempur melawan sesama seakan tak ada hari esok?

    Dan ingatan tentang kebakaran hutan memacu ratusan Dandelion lain untuk tumbuh.

    Mereka berterbangan seperti pusaran angin, tak pergi keangkasa karena mereka tahu, mangsa mereka ada disini.

    “Hentikan ini sekarang juga, kami peringatkan padamu untuk menghentikan hal apapun yang kau lakukan..”

    Sekali lagi manusia punya alat yang kegunaanya nyaris tak berguna, sebuah corong pengeras suara.

    Sirine dinyalakan, menandakan adanya bencana yang akan terjadi dalam hitungan detik. Dan benar jika manusia dilanda ketakutan, mereka hanya dapat berteriak liar atau kabur dari sumbernya, ketakutan itu hal yang dapat membunuh namun tak nampak. Seperti badai kelopak-biji Dandelion, menyerbak di udara, abnormalitas ini memicu banyak tembakan dari senjata berat itu.

    Dan peluru-peluru yang berdesing di tengah udara, melesat menuju si pemuda berkacamata yang tak menunjukan kekaguman sama sekali dari gelegar mesin pembunuh itu.

    “Gceund” sebuah suara perempuan membahana.

    Lalu muncul dari ketiadaan, sebuah pohon.
    Ia tumbuh dari tanah di bawah aspal yang keras dan dingin. Tanah yang tadinya tak memiliki harapan untuk ditumbuhi lagi, tumbuh tinggi, bagaikan sudah 10 tahun lebih berada di tengah jalan, sebuah pohon Oak, dalam waktu sepermilisekon dari sebuah tunas menjadi pohon besar keras dan rimbun. Menghalangi peluru-peluru yang mematikan.

    Penembak-penembaknya hanya dapat memandang lelaki tersudut yang baru saja selamat dari kematian itu.

    “Fliatus”

    Biji Dandelion menempel pada benda pertama yang disentuhnya, juga Tank dan Senapan Mesin milik manusia-manusia itu, kelima orang yang berada tepat didepan lelaki berkacamata menunjukan ketakutannya dengan jelas karena terdapat biji Dandelion disekujur tubuh mereka. Takkan lepas seakan mereka menumbuhkan akar disana.

    “O.Oi..!!, Kapten, izin menembak..!!”
    “Diizinkan..!!”

    “Tanknya rusak..!!, semenjak tadi tak dapat menembak..!!”

    “Caistlatus gceund!!”

    “GYAAAAAAA..!!”

    Kejadian tadi terlalu cepat bagi manusia biasa untuk menyadarinya, nampak seperti tak ada yang terjadi selama beberapa detik pertama. Namun ketika mereka mendapati tubuh mereka ditumbuhi Dandelion, berarti kematian telah datang. Tubuh mereka dipenuhi akar disana-sini, beberapa kelopak Dandelion merah timbul dan merobek kulit mereka untuk tumbuh, warnanya merah darah, dan darah segar perlahan keluar dari mulut, hidung dan telinga mereka.

    Tank dibelakang juga tak bertahan lama, ketika mantra pertumbuhan paksa diteriakan, besi raksasa itu runtuh bagian per bagian, Dandelion tumbuh disana-sini dan akarnya yang kecil dan tipis terus menjelajahi sekujur badan besi raksasa Tank itu, besi dingin dan keras tak menghalangi akar-akar tersebut untuk terus tumbuh, dan puluhan Dandelion lain muncul satu per satu.
    Pengemudi Tank keluar, tanpa memandang timnya yang mati mengenaskan ia lari menuju satu-satunya jalan keluar dibelakangnya. Ia pasti merasa luar biasa ketakutan dan bahagia karena menjadi satu-satunya yang hidup setelah menyaksikan keindahan Bumi itu sendiri, tapi harapannya untuk terus hidup harus berakhir disaat itu juga.

    “Hexatiobudero Caistlatus gceund.!!”

    “ARGHH..!! TID...!!”

    Tanah meredam teriakan terakhir orang itu, setelah akar-akar besar Oak menyeretnya kedalam tanah, tempat dimana manusia akan berakhir pada nantinya.

    “Kau ini suka sekali membuang-buang waktu.., terang saja mereka mengincarmu karena terlihat lemah” ucap suara perempuan yang duduk diatas dahan pohon Oak yang pertama kali muncul sebagai pelindung.

    “Aku hanya tak suka melihat orang yang sedikit-sedikit All-out, menghadapi orang-orang seperti itu tak perlu mantra rumit, lagipula, kau membiarkannya melihat jalan kabur sebelum menyeret dia ke tanah bukan..?

    “ha, itu bukan karena diriku, pikiran orang yang kutumpangi ini..., sedikit sadis.., ia selalu menikmati tiap darah yang menetes dan menurutku kami cocok..”

    “Lalu..?”

    “Ketika manusia melihat Harapan ditengah terror, dan datang kepadanya, namun saat ia sadari harapan itu adalah tipuan dari terror yang berujung kematian. Ia tak akan pernah tenang di kematiannya..”

    Mereka menyusuri jalan keluar dari tempat buntu tersebut, gadis muda dengan pakaian anak SMP didampingi pria diatas 20 tahunan berkacamata dan jas, baru saja meninggalkan 6 orang manusia mati dibelakang mereka, seakan mereka tak sadar bahwa jumlah manusia di bumi hanya tinggal beberapa.

    “Setelah ini kita tak perlu mencari lagi kan..?, aku sudah kelewat lelah melacak 6 orang itu, mereka selamat berkat perlengkapan perang dan Tank selama seminggu terakhir, tapi harus diakhiri barusan..” ucap si kacamata

    “Ini merepotkan, kenapa sih tak biarkan kematian menyerang mereka sendiri..”

    “Mereka bisa bertahan setahun lebih, tapi sang Bumi kan ingin fase ini berakhir dalam 2 bulan, lalu kita bisa hidup tenang lagi..”

    Ketenangan tak dapat kau rasakan, ketika kau adalah sebuah Dandelion yang tumbuh disebuah pot kecil diatas gedung pencakar langit.
    Sedangkan angin dan manusia menyeretmu pergi tanpa sadar, dan tak satupun biji-mu akan tumbuh diatas aspalt maupun semen kota New York.

    Lalu ada alasan kenapa dia tak pernah mati dan selalu terawat, walaupun ia termasuk rumput liar.

    “Dengar Oak.., aku merasa..., sedikit berdosa..”
    “Aku tak mau dengar soal siram-siram itu lagi, oh ayolah, kita fokus pada tujuan kita melakukan ini, toh.., hidup ini takkan pernah tenang selama mereka masih disekitar kita.., kau serapuh Dandelion, karena kau Dandelion”

    “Merasuki jiwa manusia, membunuh benak mereka, lalu membunuh sisanya, itu hal yang...”

    “Menyenangkan...”

    Dandelion tak pernah tahu, hidup apa yang Oak jalani sebelum mereka bertemu, dan Oak pun tak punya alasan untuk memberi tahu siapapun, tapi yang Oak perlu tahu adalah, kapan mereka akan bisa menuntaskan misi ini. Ada 13 tim pencari manusia yang tersisa, berisi dua sampai tiga orang, terdiri dari sukarelawan yang sudah tak sabar dalam fase ini, menunggu manusia untuk mati sendiri bukan pilihan bijak karena mereka tahu manusia itu seperti apa dan akan melakukan apa untuk tetap hidup. Mengorbankan kaumnya sendiri pun akan mereka lakukan.
    Sebuah Kepunahan Absolut

    Oak menempati seorang gadis yang mengalami kekosongan akan thrill dan aksi, dan Oak menyadari itu hal yang jauh berbeda dengan dirinya, lalu ketika Oak tanyakan apakah gadis itu mau merasakan atau mengirimkan kesakitan yang luar biasa pada orang lain, ia tak ragu dalam menjawab.

    Melihat virus itu meyebar dengan begitu kuatnya, sampai-sampai mereka sedikit kesusahan dengan adanya kematian yang berjalan Oak terkejut bukan main.

    [Chapter 2] : Titik Beban Kondisi Kali Ini


    [Chapter 3] : Normalitas Duniawi


    [Chapter 4] : Fiksi Berarti Tidak Nyata


    [Chapter 5] : Api Butuh Pemicu


    [Chapter 6] : Peri


    [Chapter 7] : Keheningan Kembali Mengambil Alih


    [Chapter 8] : Deja Vu


    [Chapter 9] : Menuju Sebuah Kehancuran Maha Dasyat


    [Chapter 10] : Berdiri dan Memamerkan Senyumnya


    [Chapter 11] : Sang Bumi Sekali Lagi Disalahkan


    [Chapter 12] : Tak Mungkin Kulakukan Itu dan Kehilangan Nyawaku


    [Chapter 13] : Aku Tak Mau Berkomentar, Aku Tak Mau


     
    • Thanks Thanks x 3
    • Like Like x 1
    Last edited: Aug 11, 2013
  4. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +826 / -0
    2015 emang sakral ya? kayaknya banyak orang menganggap itu adalah tahun dimulainya kiamat (sama kayak di fict wa).

    ini terinspirasi dari walking dead? menarik sih monolog prolognyanya.
    wahh ternyata ada magicnya ya ini. kirain murni tentang survival. err baru sadar ada tag fantasy :dead:

    btw soal magisnya ngingetin wa ma novel witch yg pake magic menggunakan benih tumbuhan.
    klo dari sinopsis, prolog, dan ch 1 wa (belum) nemuin keselarasan. artinya benang merahnya belum terlihat menyambung.
     
    • Thanks Thanks x 1
  5. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    Chapter 2 updated..!!

    @heilel : sejujurnya milih tahun 2015 itu biar ga jauh-jauh sama jaman kita, ahaha gw sendiri aja masih rada ketinggalan jaman..

    hmm, sebenernya itu juga sih, tapi dibanding walking dead gw lebih terinspirasi Highschool of dead (anime-manga jepang)...

    hehe makasih commentnya ^^

    [Chapter 2] : Titik Beban Kondisi kali ini
    [Chapter 2] : Titik Beban Kondisi Kali ini

    Elizabeth Crois
    SMA Tunas Kemakmuran
    Pinggiran kota Jakarta
    Indonesia
    [Hari ke-7][17:23]

    Pagi ini, aku merasakan hidupku hanya tertuju pada satu tujuan dan dengan tingkat kepastian yang sekian tinggi, aku merasa tak akan ada yang merubahnya.
    Seakan hidupku diambil alih secara menyeluruh, hanya ada pada satu tujuan jelas dan nyata. Toh kenyataan terasa seperti tak nyata akhir-akhir ini, jadi aku mengambil kesimpulan hal itu nyata.
    Aku tak bisa berhenti memikirkannya, ia melekat di hatiku yang terdalam, bersarang disana, dan tak mau keluar, saat kusadari, aku berada dalam sebuah kondisi milik manusia normal, dimana kadar emosional tertinggi menjajah hati.

    Aku mabuk cinta.

    Cinta adalah sebuah kenyataan pahit, yang terjadi pada manusia manapun di tiap sudut Bumi, mereka membuatmu menjadi orang bodoh, heroik, kejam, baik, penuh rasa, dan tak berperasaan disaat yang sama, dimana ketika sebuah ketidak-adilan terjadi tak ada seorangpun yang protes akan itu dan hidupmu terasa di langit-langit khayalan. Kau akan membayangkan hal yang kau cintai tiap detik dalam hidupmu, menginginkannya tidak sejalan dengan takdir pahit dan mencoba merebutnya dari realitas yang terjadi menuju impian terindah.
    Lalu ketika itulah kau merasakan pahitnya cinta.

    Cinta hanya indah dalam khayalanmu.

    Dan ketika ia datang menuju kenyataan, kau takkan melihat setitikpun kemurniannya.

    Contohnya, beberapa hari kebelakang aku merasa senang sudah begitu dekat dengan hal yang sangat aku cintai, hal yang terjadi di bumi selama seminggu kebelakang dan menghiasinya dengan daging busuk dan cat merah organik, hal itu pantas diberikan aplause yang luar biasa, ia menghantuiku, menjadi mimpi burukku, menjadi hal yang kucoba untuk hindari namun terkadang aku dimabuki oleh sensasinya, aku tak pernah bisa berhenti memikirkannya.
    Ia menguasai jiwaku dan ragaku akan menyusul tak lama lagi, dan ketika ia berhasil merenggutnya, akupun akan sangat bahagia.
    Tapi mengapa hatiku tak sejalan dengan logisnya otakku, otak bilang Kematian itu buruk, bertahanlah hidup. Sedangkan Kematian sudah memanggilku dengan Cintanya yang luar biasa, berdiri diatas seluruh emosi lain yang kurasakan. Cintaku pada kematian adalah sesuatu yang amat luar biasa, aku menginginkannya dari hatiku yang terdalam, tapi sekali lagi takdir memunculkan seorang demi seorang dalam hari-hariku yang kelam, aku berkata aku tak mau sendirian, yeah itu kejujuran, tapi aku tak bilang aku tak ingin mati.
    Dan ia benar-benar percaya kejujuranku yang semu.

    Aku merasa tersiksa, disini, seakan pilihanku yang sempurna, jalan yang selama ini kutuju, cinta yang ingin kubalas dihalangi kembali oleh takdir dan akal sehat. Tubuhku panas membara, benakku berantakan, kepala pusing dan hatiku remuk.

    “Sudah kuduga, demam pasca shock dan pelarian kita kemarin, seharusnya aku tak terlalu memaksakanmu..” Morf berkata pelan setelah memegang dahiku yang sekarang sepanas wajan.
    Ia bertubuh gempal, rambutnya berantakan dan sekilas tampak seperti Deadman karena lingkaran hitam di sekitar matanya, kacamatanya pecah disebelah kanan sehingga membatasi pengelihatannya yang tampak amat buruk. Dan yang kutahu, ia selalu hangat.
    Pada awalnya aku merasa lega, menemukan Morf ketika keputus-asaanku melampaui batas.

    Namun akhir-akhir ini aku menyesal, mengapa sih aku tak melompat saja, bukannya memperpanjang siksa dunia ini.

    BRAAKK..!!

    Deadman nampaknya mencoba mendobrak pintu Ruang Konseling yang kami kunci rapat-rapat. Mengesankan mengetahui tekad mereka yang kuat hingga membuat kami berlari sepanjang siang.

    “Pintu ini takkan bertahan lama, dibanding Lab.Kimia ia jelas tak ada bedanya..”

    Benar Morf, dan itu berarti kita akan berlari lagi.

    Lalu dengan memandangku penuh arti, aku tahu titik beban kondisi kali ini adalah diriku sendiri.

    Pagi ini di Lab. Kimia, tempat kami mencoba tidur dengan nyaman diatas meja percobaan dan dengan Kipas angin dinyalakan, kami harus dikejutkan dengan dobrakan terakhir yang membuat pintu itu jebol dan itulah yang membuat kami hanya dapat tidur selama 2 jam. Untunglah Morf menemukan sebilah linggis yang sekarang penuh darah karena digunakan untuk membuka jalan.

    Padahal semenjak minggu lalu Deadman terlihat amat rapuh, bahkan beberapa dari mereka hanya dapat merangkak, tapi pagi ini kami menemukan mereka sekuat manusia pada umumnya dan siang ini beberapa dari mereka berlari kearah kami.
    Dan itulah yang kusebut masalah

    “Kutebak malam ini mereka semua sudah dapat berlari dan melompat, Morf mungkin kau bisa membiarkanku tinggal disini..”

    “Kau sendiri tahu tak ada pintu belakang diruangan ini, ini artinya kita tak punya pilihan lain..”

    Ia mengangkat linggisnya, bersiap menerjang apapun yang muncul dibalik pintu itu. Aku mencoba berdiri, dan kulakukan dengan rasa sakit di kepala yang amat mendalam, aku tak ingat bagaimana ini terjadi, tapi aku selalu begini ketika kematian mendekat.

    DUAK..!!

    Gemerincing kunci slot yang rusak jatuh mengenai lantai, inilah pukulan terakhir pada pintu kesayangan kami.

    BRAKK...!!
    BUM..

    Mereka mengerang menyeramkan, para murid SMA Tunas Kemakmuran yang telah terinfeksi menakutkan di sore hari begini, pintu ruang Konseling kecil, dan tak satupun dari mereka maju seakan belum melihat kami, nampak seperti robot yang menerima satu perintah pekerjaan sekian detik sekali.

    Aku yakin ada sekitar 20 dari mereka disana, ruangan ini terletak di lorong, jauh dari lapangan tempat mereka semua berpesta.Dan tiba-tiba mereka semua bergerak, tiga berlari kearah Morf dan seorang melompat setinggi raptor di Jurrasic Park.

    Aku sering mengira Morf adalah pemain Baseball sebelum ini terjadi, linggis itu mengayun dengan cepat dan menghempas Deadman pertama, seorang anak kelas tiga, jauh ke sudut kanan. Morf sengaja mengambil sekian meter jarak dengan pintu kecil itu, agar lawannya hanya dapat masuk satu per satu, dan lompatan konyol tak sampai kearahnya.
    Lalu ia menebas Deadman berlari yang kedua dan mencetak Homerun pada kepalanya.

    Sebelum Deadman ketiga dapat sampai kesini, Deadman yang pertama jatuh kembali bangkit seakan kepalanya yang bengkok sudah seperti itu semenjak dulu.

    “Mereka..” ucapku pelan, sembari kami memojokan diri kearah dinding.

    “Lebih kuat dari yang sebelumnya.., biasa nya kepala mereka akan hancur bila dipukul..”
    Dan lenyap dari muka bumi.

    Pukulan Morf membuat mereka terpental kebelakang, namun mereka semakin maju dan pada akhirnya kami terpojok.
    Morf hanya dapat membuat mereka kembali beberapa langkah, pukulan kuatnya tak sebanding dengan niat Deadman untuk menggigit kami, berkali-kali ia menghempaskan mereka, mereka hanya bangun kembali dan menggeram sebelum menyerang.
    Kami akan mati bila bertemu pelompat lainnya.

    “Pergi kalian makhluk br*ngsek..!!”
    Mengumpat sambil mengayunkan linggisnya, sementara ia tak tahu yang dilindunginya sudah menyerah untuk hidup.

    TUNGGU
    AKU TAK BOLEH MATI!!

    Yeah, hal itu akan menyakitkan bagiku, mikir apa sih aku selama ini, aku belum pernah merasakan kenikmatan hidup ini dan aku sudah memutuskan diri untuk mati?

    Dan di kejadian ketika itu juga, aku berhasil selamat dari ketidak mungkinan..!!

    Tiba-tiba pandanganku buram, dan aku dapat mengetahui isi hatiku yang sebenarnya..
    Diujung sana ada sebuah jendela yang dapat terbuka dengan sedikit dorongan-lemparan kursi.., tapi dua sampai tiga Deadman menghalangi
    jalanku, walau begitu ketika makhluk-makhluk ini memakan Morf aku dapat...

    Tunggu dulu.

    Bila mereka memakan Morf...

    Di jarak yang sedekat ini dengan diriku, aku juga akan terjebak. Ah aku tahu.

    Kuletakan kedua tanganku di punggung Morf, aku tak perlu panjang-panjang berpikir, menghempaskannya dengan satu dorongan dan membuatnya maju sejauh beberapa langkah, dan jarak yang kuperoleh akan cukup untuk..


    “ARGHHHHHHHHH..!!”
    “E..Elie..? kau tak apa-apa..?”

    Morf tak menengok kebelakang.
    Seakan ia tahu aku baru saja memikirkan sebuah dosa dan tak sudi menatapku setelahnya..

    AKU MELAKUKANNYA LAGI..

    Betapa manusiawinya diriku yang mementingkan kecemasan pribadi dibanding nyawa orang lain. Dan kejadian itu, akan jauh merubah hidupku menjadi sisi yang lebih gelap, mengapa ya Tuhan, dalam hidupku, mengapa aku terlalu memikirkan kepentingan pribadi semenjak dulu dan aku tak memikirkan orang lain di keadaan yang tak kurencanakan, mengapa kau berikan sifat yang keji pada diriku. Kau pikir sudah berapa nyawa orang yang kutumbalkan demi nyawaku ini.

    Termasuk..

    “GYAAAHHH..!!!!” aku berteriak histeris, berjongkok dan menutup mataku dari kenyataan pahit menjadi orang jahat. Aku ingin kematian mengambilku sekarang juga, bersama Morf yang nyaris jadi korban lainnya.

    “Oi.., Elie.., kau bisa...”

    BWOSSSHH..!!!

    “Jaga rahasia kan..?” Morf bertanya dengan nada tak biasa, karena segala yang baru saja terjadi ditengah pertanyaan itu adalah hal yang tak pernah biasa.

    Aku melihat sekumpulan Deadman yang mengejar kami terbakar api yang mengeretak-ngeretak sebelum terjatuh menjadi abu dan arang ketika tubuh mati mereka terbanting di lantai. Seakan baru saja dijilat Lidah api bersuhu luar biasa tinggi.

    Dan lengan Morf yang teracung adalah sumbernya.
     
    Last edited: Nov 22, 2012
  6. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    Chapter 3 Updated..!!
    Masih menerima komentar..., pedas ataupun manis, semua morf terima..

    [Chapter 3] : Normalitas Duniawi

    [Chapter 3] : Normalitas Duniawi

    Mina the Prominance
    SMA Tunas Kemakmuran
    Pinggiran kota Jakarta
    Indonesia
    [Hari ke-7][19:14]

    |Kau benar-benar putus asa rupanya..|

    Si Morf itu.., ia main cetus saja tanpa memperhatikan sekitar, aku tak mengerti, apasih yang membuatnya berpikir untuk melawan. Aku bahkan tak mengerti mengapa aku mau saja menurut dengannya, ketika ia bilang ‘Lindungi Elie, please lakukan apapun..’ aku tak sengaja menghembuskan lidah apiku.
    Dan ia bilang aku putus asa sekarang, bah, aku tak pernah mengerti bagaimana manusia berpikir.
    Bahkan aku dapat saja melumatkan benaknya dalam sekali serang, aku lebih kuat dari yang ia kira kok. Yeah, setelah ini terjadi, tubuh ini akan sepenuhnya milikku dan Morf Felflox akan pergi dari dunia ini.!!

    Dan aku merasakan benak lain yang menertawakan kedengkianku.
    Orang ini..

    |Percayalah, kau kelewatan untuk sekarang, menurutku.., dan Elie pasti akan mencari tahu darimana trik sihirmu itu muncul..|

    Hey, bukankah kita setuju untuk sepihak atas keputusan kali ini..

    |Aku sih hanya menyahut, ah lagipula apa daya kita menghadapi sepasukan seperti itu.|

    Yeah, dan seseorang akan menangis apabila putri Elie yang dicintainya tergigit..

    |Dengar..|

    Oh.., aku bahkan tak percaya akan hal ini.., seorang Morf.., bisa jatuh cinta..

    |Aku sudah bilang padamu, ini bukan hal-hal semacam itu!!|
    |Lagipula, jelas aku juga takkan membiarkan manusia lainnya digigit bukan..?|

    Entahlah, aku jelas mendengar yang kau gumankan ketika itu..

    |Hey, kupikir kita sudah setuju..!!|

    Baiklah, baiklah, ayo gantian, aku lelah..

    Orang bilang berbicara sendiri akan membuatmu nampak seperti orang gila bukan..?
    Tapi aku masih terheran-heran ada saja orang yang mau bicara santai dengan Parasit gila bersihir legendaris yang siap memporak-porandakan otakmu kapanpun ia mau. Itu diluar kegilaan, super gila, kemiringan 270 derajat, tak sehat.

    Tubuh manusia dapat menyimpan dua benak dengan kepribadian berbeda, kadang seorang manusia dilahirkan dengan itu, dan dipicu suatu kadar emosional tinggi yang membuat kepribadian keduanya muncul. Dalam beberapa kasus, seseorang berkepribadian ganda nampak seperti orang stress karena ia terkadang tersenyum disaat sulit atau menangisi kebahagiaan. Yang kumaksud bukan melihat-sisi-positif-dari-suatu-kejadian, yang kumaksud adalah Kegilaan tingkat luar biasa.

    |Hentikan ocehan tak bergunamu itu, aku pusing dan sumpah demi apapun... aku butuh gameku..|

    Lihat orang ini, ia sama sekali tak punya keinginan hidup didunia ini. Hidupnya digunakan untuk mencari dunia baru yang selalu dapat ia temukan di game. Namanya Morf Felflox.
    Dan mengapa seorang sepertiku mesti memilihnya ketika itu, orang bijak sejak dulu selalu bilang penyesalan datang belakangan, tapi baru sekarang aku mengerti.

    Seorang Prominansi, lidah api matahari, yang agung dan berkilauan dengan alunan BWOSSHH..!! yang spektakuler dan seorang manusia putus asa adalah sebuah kombinasi berat sebelah.
    Dan aku harus terjebak disituasi seperti ini, yang jelas seratus persen terbalik dari tugas kami, dan..

    OI..!!
    BAGAIMANA TUGAS KITA IDIOT..!!!

    |DIAAAM, JANGAN BERTERIAK DI BENAK SEPERTI ITU..!!|

    Dan Morf Felflox-pun tertiba-tiba berlutut dan menundukan kepalanya seakan baru saja terjadi ledakan didalamnya.

    “Eh..??, ada masalah Morf..?” tanya Elie penuh pengertian dan wajah yang dimanis-maniskan, seakan dirinya tak sakit lagi dan tak penasaran bagaimana api itu dapat muncul.

    “Aku baik-baik saja..” ucap Morf, setelah seharian penuh beristirahat, Morf-pun akhirnya berbicara menggunakan benak, otak, dan mulutnya sendiri sebelum akhirnya berdiri tegak tanpa menatap kebelakang.

    Elie terus memandang punggung Morf, sementara mereka menyusuri lorong gelap sekolah yang hanya diterangi oleh api yang berkobar dan melayang di tangan Morf. Penasaran adalah kata pertama yang terlihat ketika melihat matanya, yang terus menerus mengikuti gerak-gerik api tanpa sumber dan arang untuk dibakar.
    Malam ini amat melelahkan bagi mereka, well, sebenarnya aku sih yang lelah bukan si bodoh yang tetap tidur sepanjang siang yang luar biasa. Dan lagi, kita akan menghabiskan waktu ber-3 namun orang hanya akan melihat dua orang di sebuah tempat gelap, kecil, romantis, dan hangat.
    Sementara mereka mencari tempat untuk istirahat malam ini, aku akan mencoba menghubungi markas besar kembali untuk melaporkan pikiran mesum Morf Felflox.

    |Oi..!!|

    Sangat luar biasa nyaman menjadi komentator sebuah drama komedi cinta yang melibatkan Zombie, gadis cantik yang siap mati kapan saja, seorang pemimpi bodoh yang dirasuki Spirit Api yang agung karena memutuskan tidak menghancurkan benak aslinya.

    Namun ini semua terasa janggal, karena aku dan Morf akan dapat bergantian melawak atau menjadi komentator dan akan selalu dapat menyemburkan api dari seluruh bagian tubuh berpori-pori kapanpun kami mau. Dan jelas ini tak sesuai dengan perintah kami untuk mencari arti kehidupan yang hilang. Well, Morf bilang arti kehidupan yang tepat adalah ketika hidupmu berguna bagi orang lain. Tapi ketika kutanyakan masih adakah manusia diluar sana. Dan Elie-lah jawabannya.
    Itu menjelaskan alasan tak beralasannya pekerjaan kami selama seminggu ini, dan hal yang membuatku syok adalah kenyataan masa lalu pahit seorang Morf Felflox dengan gadis tertentu dan pandangan mereka tentang dunia masa depan.

    Deadman berdiri sepanjang lorong, mengerang seperti biasanya dengan suara kematian yang menakutkan, dan sekarang gerakan mereka lebih manusiawi secara berlari dan berteriak menuju kami, cakar mereka tumbuh setajam pisau, menggapai-gapai Elie dan Morf disaat mereka terbakar menjadi abu, api Morf tak terhentikan, dan sumbernya tak dapat dijelaskan, mereka terhembus dari tangan Morf bagaikan angin peniup kematian yang membara.

    Elie diam tanpa kata, sekali lagi kenyataan terlalu sulit untuk ia mengerti sekarang. Well, semenjak siang tadi aku berani mengatakan Elie sudah gila, ia berkali-kali bilang kematian adalah jalan keluar dari situasi tertentu, yang hanya dapat diakhiri dengan pengacuhanku yang jarang kugunakan.
    Nampaknya kami baru saja melewati Kelas 2-A, yang berarti pintu keluar semakin dekat, dan ketika Elie sudah berhenti mengoceh tentang mati, itu berarti ia sedang memikirkan hal tak wajar yang baru saja ia lihat. Lalu ada 2 lagi anak kelas 1 yang malang, seorang tanpa lengan dan seorang lagi menyeret bagian atas tubuhnya sementara kakinya entah berlari kemana. Berlari-dan menyeret, sebelum akhirnya terbakar ketika ia melompat dengan nekat kearah Morf yang melempar sesuatu seperti bola api super sensitif yang membakar secara menyeluruh penyentuh pertamanya.

    Dan mereka saling lirik dengan canggung sementara makhluk kematian itu terbakar perlahan sebelum ditendang Morf agar menjauh. Oh ini menyenangkan.

    Kau mungkin harus bertanya padanya..

    |Yeah, nanti kupikir..., tapi aku entah bagaimana bisa yakin.., dia orangnya..|

    Baru kali ini aku melihat ketertarikan Morf terhadap rasnya yang begitu besar, ia tak sekalipun pernah kulihat berbicara atau memikirkan manusia seserius ini. Well, Morf adalah Morf.
    Tapi itu tak penting lagi, sekarang ini sekolah sudah semenakutkan mimpi buruk penggemar sci-fi dan kerabatnya, secara dihiasi erangan menakutkan makhluk kematian, kegelapan diatas gulita, bintang dan bulan pun tak muncul malam ini, belum lagi makhluk kematian sekarang dapat berlari dan kami dengan konyol harus melakukan keajaiban berulang kali didepan ras yang seharusnya tak boleh mempercayai kenyataan apapun.

    Kenyataan di bumi adalah : Bahwa Keajaiban itu nyata.
    Dan mimpi buruk-pun ikut nyata.

    Di lorong yang sama, koridor utama sekolah, dengan tak ada lampu yang menyala, dahulu disini tempat murid-murid membicarakan hal yang baru kumengerti setelah bersama Morf. Selain mereka membicarakan makanan dan minuman, cinta-cinta yang tak kumengerti, kutebak cinta itu semacam nafsu tingkat perasaan, pelajaran yang kelewat mudah bagi otak Morf, juga semacam ejekan pada sesama ras mereka.
    Mereka-pun bicara soal masa depan yang selalu ditatap, mengingat masa lalu yang pantas mereka kenang, dan hidup di masa kini yang suram dan keji.

    Sungguh, aku nyaris tak percaya perintah Bumi adalah membasmi manusia, yang setelah kuteliti tak seburuk yang dibilang.

    |Kau tak bisa menyamakan manusia satu dengan yang lainnya, buktinya, aku tak pernah bertemu orang yang benar-benar sama sepertiku dari sifat maupun fisik|

    Aku bersyukur akan itu.

    Well, bayangkan didunia ini ada dua Morf.
    Aku menghembuskan nafas lega lewat hidung Morf, sebagai tanda kelegaanku atas tidak berada di dunia tersebut. Tapi seseorang lainnya salah persepsi dan bertanya dengan polosnya.

    “Jangan bilang..” ucap Elie dengan tingkat spontanitas tinggi.

    “Eh..?”

    “Kau juga bisa menyemburkan api...??”

    Dan keheningan muncul diantara dua benak yang menginginkan tawa dan sebuah jawaban penuh cecar namun tak tersampaikan oleh pemilik tubuh. Morf benar-benar menahan dirinya, aku mendengar sedikit nada canda di kalimatnya.

    “Setelah kuperlihatkan wajah asli dunia yang kau tinggali ini...., dan yang kau tanyakan adalah...., astaga itu jauh diatas Normalitas Duniawi!!” cibir Morf se-non-sarkatis mungkin.

    Kau akan membuatnya kebingungan.

    Akhirnya ketika kami sampai di deretan kantor guru, blok terakhir sebelum pintu gerbang sekolah, kami menemukan segerombolan makhluk-kematian mengerubungi pintu perpustakaan, menggebrak-gebrak putus asa pintu besar dengan dua daun pintu setinggi dua meter.

    Bila kami menarik kesimpulan, bahwa ada satu kebenaran yang sedang terjadi.
    Didalam sana masih ada kehidupan.
     
    Last edited: Nov 22, 2012
  7. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    Chapter 4 & 5 UPDATED!!
    selalu menerima komentar dan saran :D


    [Chapter 4] : Fiksi berarti tidak Nyata

    [Chapter 4] : Fiksi berati tidak nyata
    Jelita Putri
    Mansion Ivorya
    Jakarta
    [Hari ke-7][15:26]

    Singkat saja tentang diriku, aku adalah seorang Babysitter, berumur 21 tahun, single. Dan bayi yang kurawat adalah seorang anak spesial. Sebelum kuceritakan tentang Nonaku Ryndis, mari kita bicara soal Deadman dan virus, mereka mengambil segalanya dari kami, hidup kami yang tenang, harta, ketenangan jiwa, memberikan kami bahaya, hidup kami yang tenang direbut, sedikit harta lainnya, namun tak tergantikan yaitu Keluarga, kerabat, teman, dan Harapan.

    Lalu laporan lainnya dariku adalah, kami sudah menyerah.

    Jelas benda itu bukanlah bagian dari dunia ini, dunia yang kutinggali dimana mereka yang mati akan pergi selamanya dan takkan kembali untuk menggigit. Dan hal yang terjadi di dunia yang kutinggali adalah, mereka menangisi tiap satu nyawa yang ditakdirkan untuk pergi, siapapun ia dan apapun yang ia lakukan di dunia adalah untuk ditangisi.

    Namun sekarang tak pernah ada waktu untuk menangisi mereka.

    Semenjak mansion Nonaku diobrak-abrik Deadman malam itu, aku tak pernah melihat ada senyum merekah diwajahnya.
    Siang hari itu benar-benar terjadilah berita tentang akan punahnya manusia dari bumi, seseorang melaporkan beberapa orang dikotanya mendadak pingsan hingga tak bernafas dan mati, namun belum sempat mereka menangisinya. Orang-orang itu bangkit.

    Dalam waktu satu hari, dunia sudah tak sama lagi, orang yang berbondong-bondong mengusahakan evakuasi mereka harus dikagetkan dengan serangan tak terduga. Mereka bahkan tak sempat menceritakan apa yang terjadi, tentara yang dikerahkan mampu menyelamatkan puluhan, dengan mengorbankan ratusan lainnya, karena dengan hanya satu gigitan, kematian akan datang kepadamu.

    Dan kami-pun menyerah.

    Listrik sudah mati sepenuhnya di mansion Nonaku, jam dinding kamar Nona, ruangan satu-satunya yang belum dimasuki Deadman, berdetak mengerikan seakan menghitung mundur sisa nyawa kami, mereka diluar sana, sedang menggedor-gedor pintu dengan kekuatan non-manusiawi, mereka dapat melompat setinggi 2 meter dan mengangkat sebuah kulkas besar dua pintu dengan isinya, tapi hanya dimiliki satu dari beberapa.
    Dan yang satu itu, yang tiba-tiba melompat kearah Tuan Ganesh dan merenggut nyawanya. Malam itu, ketika salah seorang dari pelayan kami menerima sindrom yang sama, tiba-tiba pingsan dan ketika ia sadar, ia mulai ganas dan mengigiti seisi Mansion, dimalam yang sama juga kebetulan Tuanku Ganesh pulang dari perjalanannya ke timur tengah dan Nona Ryndis sedang mengambil kebolosan yang masuk akal, ayahnya jarang ada dirumah.Kami mencoba bertahan hidup menghadapi mereka yang datang dari segala arah, puluhan lainnya datang dari luar bila kami berhasil menghabisi satu, tapi kami terus melawan, pada awalnya itu berhasil dengan menggabungkan kekuatan menggunakan yang ada dan melindungi yang lemah, namun satu-persatu kawanku semasa kerja gugur, wajah-wajah baik mereka dibandingkan wajah buas ketika manusia tergigit amatlah jauh,walau harapan kami adalah keluar dari sini bersama-sama menuju tempat yang lebih aman, ketika kami sadari jumlah mereka yang mati dan hidup kembali lebih banyak dari manusia yang tersisa, tak seorangpun memikirkan selain diri mereka sendiri. Dan pada akhirnya Tuanku tanpa perlindungan bodyguardnya menerima gigitan yang seharusnya tak diterima olehnya, Deadman pelompat itu menerjang Nonaku Ryndis ketika kami terpojok dan mencoba menyelamatkan diri dengan terus bergerak, dan Deadman itu tak sadar ia menerjang orang yang salah, Tuanku Ganesh yang punya darah bangsawan dan noblitasnya tinggi itu akan melakukan apapun demi anaknya, termasuk melompat dan menghalau apapun yang datang, akhirnya seorang Direktur dari Black-Gold corp. bergabung dibarisan Deadman dan mulai mengerang mengerikan sementara anak semata wayangnya menyaksikan proses itu sembari berteriak histeris.

    Ia tak lagi menunjukan ketertarikannya terhadap dunia.
    Terus memandang kearah langit dari jendela kamarnya, seakan berharap keajaiban turun dari langit seperti yang ada di cerita-cerita.
    Nonaku Ryndis punya rambut hitam panjang yang mengkilap berkat shampo mahal yang dibelikan ayahnya, umurnya memasuki 14 tahun September lalu, namun bersekolah di tingkat SMA akibat kejeniusannya, Seperti yang akan kau bayangkan dari anggota keluarga Ivorya. Ia kurus, tak banyak makan, dan amat buruk dalam olahraga, kemalasannya terbayarkan oleh semangatnya untuk melampaui Ganesh Ivorya yang dikatakan sebagai jenius terkaya di abad ini. Dan tak sedikit lelaki yang jatuh cinta pada wajah cantiknya.

    Dan ketika kami menyimpulkan bahwa berlama-lama disini hanya memperlambat kematian untuk datang, kami memutuskan untuk meninggalkan tempat ini pagi tadi. Empat yang tersisa dari belasan pelayan dan seorang tuan rumah penderita shock berkelanjutan.
    Dan kami dikagetkan kemunculan hal yang seharusnya tak berada di kenyataan.

    Orang menyebutnya Kraken bila di lautan, makhluk seperti gurita besar pemakan kapal, yang menyeret pesiar-pesiar berikut awaknya ke dinginnya lautan, dengan delapan tentakel raksasa dan mulut bergerigi setajam pedang.
    Didalam Dongeng.

    Dongeng adalah cerita fiksi

    Fiksi berarti tidak nyata.

    Kesimpulannya kehidupan yang kujalani ini tak nyata sama sekali.

    Ia punya belasan tentakel dengan bentuk berbeda, tampak seperti daging segar tak berbentuk bila dilihat, sebelum tiba-tiba ia menarikmu menuju puluhan mulut manusia yang terbuka lebar disekujur tubuhnya. Terkadang beberapa bagian nampak seperti tangan atau kaki. Dan sebuah bentuk yang paling kontras ialah. Wajah.
    Puluhan wajah muncul di permukaan monster itu, korban-korban yang tak sengaja keluar melalui pintu belakang Mansion, atau melewati kolam renang kediaman Ivorya akan melalui sebuah kematian yang menakutkan. Dan makhluk ini jelas-jelas sebuta makhluk tak bermata lainnya, tak satupun bola mata ada di wajah-wajah di permukaan tubuhnya, dan ia tak punya wajah asli.

    Ketika melihatnya berada diatas kolam renang pribadi keluarga Nonaku, aku hanya ingin berteriak histeris.

    Tolong, keluarkan aku dari dunia ini.

    Hideo dan Sari tak punya banyak kesempatan untuk mengucap sepatah kata, tentakel melesat kearah tubuh mereka dengan kecepatan yang suram. Meremukan Hideo sebelum menarik tubuhnya yang tak berbentuk dan menyeret Sari yang melakukan perlawanan sebelum dirinya digerogiti puluhan mulut.

    Aku tadinya hanya menunggu giliran, namun ketika kami menyadari ada yang menarik kebelakang, jauh dari genggaman kematian.

    Dia adalah seorang Murid dengan seragam yang sama dengan Nonaku, yang menakutkan adalah ia membawa sebuah senapan mesin besar yang seharusnya tak boleh anak berumur 16 tahunan memegangnya.
    Dan ia mengatakan hal aneh tentang jangan mendekat ke kolam karena gurita itu melacak mangsa bukan dengan matanya. Atau penciuman.

    Jika tak ada makhluk penyebar virus dan kematian mengerikan atau benda merah menjijikan bertentakel, aku pasti akan bingung melihat anak SMA berbicara layaknya petualang luar angkasa di film-film sci-fi.
    Walau ini terkesan kelewatan, kami pun berakhir disini, setelah dikejar Deadman besar berotot setinggi tiga meter di lobby utama yang mengejar dengan kecepatan mengerikan sekaligus kekuatan luar biasa.

    Disebuah ruangan besar dengan pintu baja seberat dua ton, seakan dibuat untuk mencegah teroris datang membrondongi kamar anak ini dengan senjata mereka. Well, tak perlu kaget mendengar perlindungan ekstra yang diberikan Tuanku demi anaknya, pintu baja ini tak pernah ada di hari biasa, dan tiba-tiba turun di hari luar biasa ini.
    Dan Deadman sangatlah aneh.
    Yang mereka lakukan hanyalah berdiri sepanjang waktu, lalu tiba-tiba berjalan atau melompat dan beberapa berlari dengan buas kearahmu berdiri. Dan mereka tidak akan menyerah hingga target itu tak punya detak jantung.

    “Tiap beberapa detik ya..” tiba-tiba Nonaku berbicara. Baru saja pintu baja seperti ditubruk oleh seorang raksasa, Deadman besar itu belum menyerah.

    Vian beralih kepadanya setelah mengisi ulang beberapa botol mencurigakan dengan serbuk yang lebih mencurigakan lainnya, memandang Nonaku dengan kemakluman-anak-jenius.

    “Deadman bukan Zombie, dan bila kau percaya sihir itu ada, teknologi jauh lebih menakutkan. Zombie asli tak bisa menularkan kematian, tapi virus buatan ini.., mengerikan..”

    Orang ini bicara seakan tahu segalanya, yah, secara botol-botol itu berderak dengan suara bom siap ledak, dan suara krecek saat ia mengisi ulang senjatanya terlihat amat keren.

    “Mereka menerima sinyal dari server, virus-cyborg yang dibuat demi kelangsungan nyawa seseorang, berakhir mengerikan bukan..?” lanjut Vian.

    “Apa kau tahu apa yang sebenarnya terjadi..?” kutanyakan pertanyaan yang tak perlu lagi dijawab.

    “Tidak menyeluruh, tapi bos lamaku mengkomunikasikan ini tiga hari yang lalu. Ia bilang, Deadman adalah sebuah hukuman dari Tuhan karena menentang Tabu semua agama di dunia, Membangkitkan kematian. Berawal dari percobaan ilmiah terlarang super mahal yang dibiayai sebuah perusahaan tertentu, dan berakhir dengan Genosida umat manusia”
    “Lalu maksud dari server..?” tanya Nonaku

    “Subjek percobaan itu hidup, dan menganggap kehidupan didunia kurang menarik, jadi ia memutuskan untuk memperbanyak makhluk sejenis dirinya”

    “Kukira Deadman tak berotak..”

    “Itu keputusan si Subjek, untuk tidak memberikan akal pada kaumnya, jadi kekuasaan didunia adalah miliknya..”

    Terjadi keheningan singkat.

    “Dan alasanmu disini..?” ucap Nonaku sembari berbalik.

    “Aku mencarimu”

    Ini jelas bukan urusan orang sepertiku, aku hanya dapat memandangi Nonaku dengan manusia mengerikan dan pintu baja yang digedor.


    [Chapter 5] : Api butuh Pemicu

    [Chapter 5] : Api butuh pemicu

    Elizabeth Crois
    Perpustakaan SMA Tunas Kemakmuran
    Jakarta
    [Hari ke-7][19:14]

    Aku tahu sebenarnya khayalan itu tak mungkin bisa jadi kenyataan.
    Aku tahu bagaimana kehidupan terlalu menyakitkan untuk ditinggali secercahpun mimpi dari sana.

    Tapi ini jauh sekali di atas.
    Seperti dunia ini terlalu nyata untuk dikhayalkan, karena apapun sekarang mungkin saja terjadi. Mungkin bisa saja kutemukan kembaran diriku yang selama ini tak pernah kuketahui keberadaannya, atau adanya ilmu sihir mengerikan yang bisa membuat siapapun yang kau pandang jatuh cinta kepadamu, dan juga kemungkinan munculnya makhluk mengerikan lain dari bawah tanah tempat kami berpijak, ini semua tak dapat lagi di prediksi dengan perbandingan setara maupun rumus logis, karena ke-logisan dunia telah meninggalkan kami semenjak 29 Februari dan mungkin selamanya pergi dan takkan kembali. Terbukti,aku sedang menatap bara api, yang dibuat dari ketiadaan.

    Api butuh media untuk dibakar.
    Api butuh pemicu untuk memulai.
    Kalor punya rumus tertentu, yang membuatmu dapat menghitung seberapa besar perubahannya terhadap udara disekitar, suhu berpengaruh akan adanya benda itu, benda melayang yang disebut api namun muncul dari tangan Morf yang hampa. Lalu seketika, berlangsung bersama makin tak terdefinisikannya dunia ini, api tersebut menyembur, membakar hal yang tadinya adalah insan hidup penuh impian dan daya upaya menghadapi garis takdir. Namun takdir akhir-akhir ini begitu tak meyakinkan, hingga takdir membunuh banyak sekali mereka yang bahkan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

    Morf membakar para Deadman yang tampaknya menemukan sesuatu didalam Perpustakaan, mereka berusaha menggedor pintu besar dan rupanya gagal dikarenakan banyak dari mereka belum di spesialisasikan. Dalam kasus ini, sekarang banyak sekali Deadman yang tertiba-tiba menjadi super kuat tiap menitnya, beberapa punya kecepatan setara dengan seorang petinju professional dan banyak lainnya yang dirasuki roh kebuasan sehingga meraung dan melakukan praktek berburu seperti sekumpulan serigala, termasuk berlari diatas empat kaki, meng-au-au-kan keberanian mereka, dan melompat-lompat kegirangan melihat ada musuh sekarat yang putus asa sebelum menyantapnya. Morf tanpa ragu membakar semuanya, sampai ketulang mereka, dan menyisakan abu untuk dapat kutatap dengan terpesona, Morf sekarang bersikap lebih canggung, seakan dirinya sedang berbagi rahasia hati yang paling dalam yang padahal sebenarnya ia mengungkap sebuah rahasia dunia terkelam dan haram diketahui oleh manusia biasa.

    “Oi..!!, Ada orang didalam..? Kami manusia, masih bernafas dan berpikir sehat, bila siapapun berada didalam, tolong buka pintunya...!!”
    Teriakan Morf seharusnya membawa manusia manapun untuk berlari kedepan dan memeluk siapapun dengan sepenuh hati.

    Tapi yang datang dengan sepenuh hati adalah sesuatu yang bahkan tak memilikinya lagi untuk diperhitungkan.

    Dari arah kami berjalan selama seharian tadi, berlari membabi buta, Deadman setinggi 5 meter dengan bentuk yang sudah tidak manusiawi lagi, melihat ototnya membuat kulitnya terkelupas dan tulangnya muncul dimana-mana, giginya adalah sederetan taring besar, wajahnya menunjukan kematian-pasti-bagimu, dengan tampang bodoh yang khas dari seseorang yang pernah kukenal.

    Berlari dengan kecepatan yang lumayan dan membuat seluruh lorong bergetar.

    GROARRR.!!

    “BUKA..!! BUKA, CEPAT BUKA...!!” teriak Morf dilatari suara langkah berat menggema.
    Cklik, Creekkk..

    Seorang siswi berkacamata yang memeluk buku besar, wajahnya pucat-nyaris kukira Deadman, namun ia membelalak mengetahui apa yang berada dibelakang kami.
    Morf bergerak cepat.

    BRAKKK, WHUSS

    Dalam waktu 3 detik terakhir, sebelum pintu perpustakaan diterobos mahkluk yang mungkin beratnya sekitar 2 ton itu, membuat kayu-kayu pintu melesat menghujani buku-buku dilemari. Morf mengangkatku dengan satu tangan, dan siswi itu dengan tangan lainnya, melesat kesamping disertai percikan api dari kakinya, bunga-bunga api bertebangan dengan indah, makhluk itu berbalik, pandanganya tertuju pada sang pembuat api, yang sekarang ini sedang mengacungkan tangannya kelangit-langit.
    DHUAR..!!
    Langit-langit yang berupa lapisan semen kuat, dihantam api dalam jumlah yang cukup untuk meledakkannya menjadi serpihan, lubang besar terbentuk dan api dikaki Morf membuat kami bertiga terbang ke lantai dua melewati lubang itu dengan mulus,
    “LARI!!, CEPAT LARI!!”
    PRAKK, GROARR!!
    Makhluk itu meraung, setelah lengannya menembus langit-langit dari lubang yang Morf buat dan membawa tubuh besarnya naik keatas mengejar kami, kerusuhan terdengar dari arah balkon, terlihat olehku beberapa Deadman dengan lekuk tubuh yang nampak sudah berevolusi menjadi pengguna kecepatan-penyebar virus, kami terjebak, disebuah kelas yang sudah berantakan akibat kerusuhan tempo hari, diantara Deadman Raksasa setinggi 5 meter yang sedang menarik tubuhnya keatas, dan puluhan Deadman yang sekarang ini memanjat balkon dan masuk melalui pintu kelas. Dan ketika senyum merekah diwajahku, akhirnya tiba juga saatnya kita bergabung bersama yang lain.

    Morf mendekap kami berdua, sedekat mungkin dengan dirinya, memejamkan matanya sebelum diriku menyadari sebuah hal akan terjadi. Detik berikutnya, aku merasakan sensasi merah-kuning-jingga dimana-mana, memenuhi mataku dan hanya dapat kulihat mereka melayang menguasai diriku. Lalu Deadman besar yang tadinya kulihat lenyap begitu saja. Aku tersadar bahwa kami tak lagi berada di ruang kelas tadi maupun perpustakaan. Ini Labolatorium Kimia, tempat aku dan Morf tidur kemarin. Dan tiba-tiba, Morf tersungkur.

    “Kita kembali lagi dari belakang.., aku berasumsi mereka merasakan manusia dan mengejarnya, jadi kutebak disini sudah sepi karena mereka mengejar kita. Kekuatanku terbatas, juga Warp mengurasnya hingga kosong, jadi biarkan aku beristirahat sebentar..”

    Siswi yang memeluk buku tampak kebingungan, seminggu sudah ia lewati sendirian di Perpustakaan dengan putus asa dan 2 menit yang lalu baru saja ia menyaksikan terlalu banyak keajaiban.

    “Percayalah, aku juga musti berhadapan dengan kenyataan ini...” ucapku padanya.
    “Ah.. Err..” ia menatapku dengan canggung, dan saat itu juga aku menyadari apa yang sedang terjadi padanya.
    “Ini makanlah..” ucapku, sambil memberikan si roti terakhir.

    Dan ketika ia mengambilnya dengan sedikit rampasan, dan melahapnya dengan semangat hidup. Aku menatap Morf dengan penuh..., rasa ingin tahu. Ia menyadari itu, wajahnya terlihat panik sesekian detik sebelum ia berpura-pura setengah tertidur karena kelelahan, yeah, benar, dimalam yang sedikit tenang ini, kami semua tahu akan butuh sekitar 20 menitan bagi Deadman untuk menemukan kami, dan sebelum itu semua terjadi aku akan mengorek segalanya hingga kepojokan cerita.

    Apa gerangan yang terjadi pada dunia?

    “Sepertinya aku akan tidur sebentar, lelah kau tahu...”

    “Oh tidak, kau tidak akan tidur.., atau lari dari sini alih-alih memberitahuku dirimu itu apa..!!”

    “Dengar, akan kulakukan ketika..., kita dapat keluar dari sekolah ini..”

    “Kukira takkan sempat lain kali, karena aku akan benar-benar menyerahkan diriku pada mereka..” ucapku menantang.

    “Lakukan saja.., aku tak peduli”

    Nah terjadi lagi, perubahan sifat dan raut wajah Morf, sekarang ini Morf jahat lah yang muncul. Aku sadar, semenjak ia berteriak pada pintu agar terbuka didetik terakhir sebelum Deadman raksasa itu mendobraknya, ia berubah menjadi Morf baik yang selalu muncul bila masalah terjadi, seperti disaat aku yang sakit kemarin, orang yang menggendongku seharian, adalah berbeda dengan dia yang sedang tidur disana.
    Tapi bagaimanapun, hanya orang ini, atau apapun yang terjadi padanya.., yang membuatku masih penasaran, bagaimana ini semua dapat terjadi dan mengapa dirinya begitu... berapi-api. Aku malah termenung, bila ia mampu melompat dan err.. berpindah-tempat seperti barusan, mengapa ia tak membawa kami keluar lewat jendela samping atau semacamnya, bukan tidak mungkin bagi manusia api super untuk terbang bukan?. Dan lagipula aku tak yakin ia benar-benar tertidur.

    “Morf...”
    “Ng...”
    “Kau tak harus cerita semuanya..., tapi setidaknya biarkanlah aku mengerti beberapa hal...”

    Hening.

    “Lupakanlah, aku janji setelah kita pergi dari sini, takkan pernah kau saksikan lagi hal-hal tadi” lalu dia perlahan menutup matanya sambil berbaring diatas meja percobaan.

    Itu dia.

    “Hey..!!, kau.. Elie..? Apa-apaan ini..?..”

    “KAU!! YA KAU!!!, KAU PIKIR AKU HANYA DIAM TAK PEDULI PADA APAPUN YANG TERJADI PADA DUNIA INI..??? ARGHHH!!!..” teriakku sambil mencoba mengangkat kerah Morf.
    Tak bisa kukendalikan amarahku, aku bahkan tak kaget apabila melihat nyawaku memisahkan diri dan melambaikan tangannya pada kami semua yang ada disini, yeah, hal itu tak cukup aneh dibanding yang ada disini.

    Disini, ada seorang dengan lengan yang bisa menyemburkan api dan kaki yang bisa melompat setinggi 5 meter, mengatakan seakan dunia sudah seperti ini semenjak dulu, dan aku hanya tak menyadarinya. Dan ia dikejar oleh mayat hidup yang dapat melacak detak jantung layaknya sinyal pemancar radio yang sama seperti yang mengejarku.
    Dan aku berlutut, lalu duduk seperti manusia biasa yang putus asa, menutup wajahku yang bercucuran air mata dan keringat penderitaan, mengetahui yang sedang terjadi seakan adalah keinginan terakhirku, karena kutahu, seberapapun kuat dan ajaibnya orang gemuk ini, seberapapun mampunya orang ini untuk menyelamatkan kami, ia tak mungkin mampu membuat keinginanku yang paling kuinginkan terkabul.

    Yang aku dan ribuan orang lain inginkan sudah pasti adalah sebuah Restorasi.
    Mengembalikan segalanya menjadi sediakala.
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 22, 2012
  8. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    Chapter 6 & 7 UPDATED
    UP UP UP UP



    [Chapter 6] : Peri
    [Chapter 6] : Peri

    Mina The Prominance
    Labolatorium Kimia SMA Tunas Kemakmuran
    Jakarta
    [Hari ke-7][21:51]

    Hey..
    |Hah..?| jawab Morf dengan nada tak peduli, bicara antar benak, atau yang dinamakan Telepati adalah hal yang mungkin terjadi apabila kedua benak ada pada satu otak yang sama.
    Terjadi di otak orang yang tak peduli pada apapun kecuali dirinya.

    Kau yakin kau tak mau..
    |Aku tak mau|

    Seharusnya tak kuejek dia 2 detik yang lalu...
    Dari nadanya ia benar-benar sudah menutup segala akses menuju hati keras miliknya, tak perlu ditanyakan lagi apakah dia ingin minta maaf pada Elie atau tidak.
    Kulirik wanita malang itu, ditemani Lila-yang baru memperkenalkan diri setelah kenyang memakan roti terakhir kami, duduk dibawah meja percobaan sembari meratapi nasibnya yang sial. Menjadi manusia biasa dan melihat banyak hal luar biasa. Pasti terlalu berat bagi dirinya, ditambah Morf-jahat tak punya hati yang tidak memberitahu sedikitpun hal yang seharusnya tak lagi menjadi rahasia.
    |Kau tak berhak mengejek orang sambil menumpang diotaknya|
    Tapi tidakkah kau lihat ini semakin serius.., maksudku, kemiringan akal sehat Elie. Tempo hari ia sudah berniat mengakhiri hidupnya di menara radio itu, dan kau menghentikannya. Lalu kau bawa dia ke dunia yang lebih suram lagi baginya. Bahkan orang sepertiku takkan kuat menahan tangis.
    |Kalian perempuan hanya bisa menangis, lagipula kalau kuberitahu tentang yang sedang terjadi, ia akan semakin terseret pada masalah kita. Itu yang kau inginkan..? Merubah hidup dan mati seseorang hanya karena belas kasihan padanya..?|
    Bukankah itu yang kau lakukan? Memang siapa yang pertama kali punya ide untuk menyelamatkan beberapa manusia selamat? Dan Elie, ohh, Elie, ‘Kutemukan teman masa kecilku.., dan satu-satunya hal yang membuatku tetap tinggal didunia ini’
    |....|
    Merasa bersalah..? Pergilah dan minta maaf padanya. Juga keikut-sertaannya tak dapat dihindari, terutama karena dia calon kekasihmu...
    |Itu tidak akan terjadi. Dan lagipula, aku sudah yakin ia bukan Elie-ku. Elie yang kukenal.., ia takkan meluangkan senafaspun pada hidupnya untuk memikirkan kematian..|
    Nah lalu apa yang musti kita perbuat..?
    |Aku yakin banyak sekelompok manusia yang masih hidup. Kita bawa Elie dan Lila kesana lalu kita lanjutkan tugas kita..|

    Ah, soal itu..
    |Kenapa? Kau tak setuju?|
    Bukan.., bukan begitu, hey Morf, kurasa aku punya ide bagaimana cara menemukan Ray. Kami spirit.., tertarik pada energi sesama jenis.., dan ia pasti akan muncul entah bagaimana dari persembunyiannya bila kita keluarkan sebuah energi besar Api disini.
    Terjadi sebuah keheningan mencurigakan.
    |Jadi kita harus membakar banyak hal? Itu akan menghabiskan energimu dan milikku, bagaimana bila dia melawan? Dia kan lebih kuat.. dari...|
    Tak perlu kau lanjutkan. Oke, pokoknya coba dulu.
    |Tapi Warp tadi benar-benar membuatku shock, tak tahu aku bakal merembeskan energi sebanyak itu..|
    “Tampaknya ia tertidur..” ucap suara Lila yang masih mencoba menenangkan Elie. Terakhir kali kulihat Elie, ia sedang menutup telinga sambil berjongkok dan menatap tanah, wajahnya super Horror khas orang-orang yang kaget mendengar berita kematian dari kekasihnya sepuluh menit setelah mereka bertemu.
    “Sudah-sudah.., iblis itu memang nyata kok, tapi jauh lebih jahat dari Morf, dan kau harus bersabar..” ucap Lila meyakinkan.
    “Aku...aku... ARHHHHHHHHHHHHHH!!, KENAPA SIH AKU TAK DIBIARKAN MATI SAJA!!?”
    |Cih.., membuatku merasa berdosa..., orang ini|
    “Lila..oh Lila..!!, Aku ingin mati! Aku tak mau bersama orang itu lagi! A..Aku...”
    Ia menarik nafas berat dan berair karena ingusnya.
    Lalu aku tahu ia akan Ber-monolog ria.
    “Semenjak hari itu.., aku ingin berteriak.., setiap melihat... kawanku, guruku, sahabat-sahabatku.., berjalan dengan menakutkan, memandang kosong tak berotak.., bergerak walaupun mati...” terdengar Hiks dan Sroot tiap jeda ucapannya.
    “Aku bahkan..., baru sekarang sempat menangisi mereka. Aku, aku tak tahu harus bagaimana lagi..., tiap hari hanya menunggu kapan Morf akan gagal menyelamatkanku.., entah dengan linggisnya atau apinya, aku ingin menerima gigitan dingin Deadman. Aku tak punya apapun untuk jadi alasan hidup”
    “Dengar Elizabeth, kau tahu apa yang kau inginkan, karena bukankah kita semua menginginkan hal yang sama.? Alasan kita sama Elie, dan kita pasti dapat mewujudkan itu!!..”
    “Tak ada..” Elie menjawab pelu.
    “Ada!!, satu kata yang akan diteriakan ribuan manusia yang bertahan hidup, satu kata yang menjadi alasan mereka tetap berjuang!”
    “Restorasi..? Aku baru saja memikirkan hal-hal semacam itu..” Tangisnya memudar, suaranya tak tercekat.
    “Ya..!! Sebuah Restorasi!!, bukankah yang paling kau inginkan adalah kembalinya keadaan seperti sediakala..? Dan itu yang akan menjadi tujuan kita sekarang, yeah, kita dan semua manusia yang bertahan hidup!!” dan Lila benar-benar berteriak, tak peduli hal apa yang akan menimpa kami.
    Mereka manusia-manusia yang pantas hidup.., menurutku..
    |Kukira kau masih di pihak sang Bumi |
    Awalnya begitu..., Hey, tutup matamu bodoh!!, nanti kita ketahuan menguping.
    |Berkata seakan-akan aku sudah bukan manusia|
    “Jadi Elie , perlu kau usap air matamu sekarang juga, lalu aku akan bercerita padamu apa yang harus kita lakukan sebagai penyelamat Ras..” ucap Lila bersemangat, heran, perubahan sifat keduanya yang spontan nyaris membuatku berpikir mereka bertukar tubuh. Lila yang kelaparan terlalu pendiam dan Elie yang tak stress terlalu hiper.
    “O..okay..” dan Morf tak salah membawa Elie, ia baru saja mengintip perempuan cantik ini mengusap matanya dengan keimutan tingkat tinggi.

    “Pertama, kita harus ketahui seperti apa musuh kita! Aku berniat menangkap dan mempelajari sebuah Deadman ketika jumlah kita semakin banyak, lalu ditambah lagi dengan bantuan Peri semacam Morf dan mungkin saja ia akan memanggil kawan-kawannya, pasti akan terlalu mudah.”
    Apa?
    PERI..???????????????????
    |Well.., aku hanya tak suka ia menempatkan namaku karena tak tahu adanya Mina|
    Ini sebuah..
    Astaga..
    “Lalu bila jumlah Peri yang kita tangkap sudah banyak, kita bisa membakar semua Deadman dengan mudah, dan mulailah sebuah de-ekstensi makhluk-makhluk menjijikan itu. Tentunya sebuah aliansi kuat adalah kunci kemenangan di banyak perang..”
    |Aku mulai suka orang ini.|
    “Lalu..., setelah mereka menghilang..?” tanya Elie parau.
    Terjadi keheningan, sangat ketara bahwa Lila sedang memilih kata yang tepat.
    “Kita mulai segalanya dari awal.., nenek moyang kita hidup ditengah badai es dibawah nol derajat dan mereka bahkan bisa membuat lelucon pada sela-sela hidup keras mereka”

    Itu masuk akal, memang, sebuah teori kecil dimana ia menaruh ribuan harapan disana. Karena ia tak tahu sebenarnya Spirit dan manusia tak pernah berada di satu pihak, well, kecuali bila kami melihat cermin sekarang juga. Tapi aku hanya berkata hal logis, dan asumsi bahwa Spirit dapat mengalahkan Deadman dengan begitu mudah.., yah, kalau Deadman tak ada yang diatas dua meter sih, mudah-mudah saja.
    Sekarang mereka berdua terdiam, pastinya sedang membayangkan bagaimana impian palsu mereka dapat tercapai. Dan ternyata.., selama ini aku mengerti apa yang membuat manusia begitu eksploitatif, begitu ingin berkuasa, dan begitu tak mau rugi. Bukankah mereka selalu bermimpi setinggi langit..? Walau terkadang mereka sendiri tahu, bahwa diri mereka takkan pernah mencapainya. Ini juga termasuk, aku terkesan mendengar dua anak SMA yang semata-mata selamat karena ketidaktahuan mereka akan adanya spirit, mengumandangkan dengan semangat bahwa mereka akan menyelamatkan ras manusia. Dan kita tahu itu mustahil.
    Bumi telah mengucapkan kalimat, tertulis diatas wajah Pasifik, Everest, Amazon, dan Sahara.
    Yang berisi perintah pembasmian umat manusia secara menyeluruh. Kepada kami, para spirit.

    “Oh iya.., Elie...”
    “Ya..?”
    “Anehkah menurutmu.., kau tahu, bertemu Morf disini, atau secara tak langsung, apa yang Morf lakukan di sekolah ini? Menjadi murid dan beraksi disaat tidak normal...”
    “eh..”
    “Seakan..., ini semua sudah direncanakan.., Deadman, Peri, Morf, dan dirimu..”
    “Kau berpikir orang-orang seperti Morf merencanakan seluruh kejadian ini..?”
    “Yah, walau aku tak yakin, aku tak tahu apakah diluar sana ada Morf lainnya, atau apa yang dia inginkan disekolah ini, tapi dia murid disini bukan? Selama setahun sebelum kejadian terjadi..”
    “Dan lalu.., kenapa aku..?”
    “Aku tak tahu Elizabeth.., tapi aku selalu meyakini banyak hal belakangan ini...”
    “Haa..?”
    “Bukankah itu sudah jelas, bahwa takdir selalu berjalan lurus..”
    Elie terlalu bodoh untuk mencerna kata-kata Lila untuk tiga detik pertama.
    “Dan sangat jelas, ketika kematian menguasai dunia. Walau selama beberapa hari pertama ia pudar, kehidupan pasti menemukan jalan” tambah Lila semakin bersemangat.
    “Jalan..?”
    “Yeah, Tuhan maha adil!!, ia selalu ciptakan Kematian dan Kehidupan dengan seimbang!”
    Tersenyum kecil, wajah ceria Morf nampak samar dibalik gelapnya malam tanpa bintang.

    [Chapter 7] : Keheningan kembali Mengambil Alih
    [Chapter 7] : Keheningan kembali Mengambil Alih.

    Jelita Putri
    Kamar Ryndis, Ivorya Mansion
    Jakarta
    [Hari-8][00:24]

    24 menit yang lalu, jam besar di kamar Nona-ku berdentang membahana hingga terdengar jelas dimalam tenang itu. Satu-satunya suara yang terdengar hanya nafasku, nafas lembut Nona-ku yang tertidur dibantali pahaku yang sedang berlutut, dan suara kecrek-kecrek senjata api Vian, dibalik jaket besar yang ia digunakan diatas seragam SMA miliknya pasti tersimpan berbagai macam kejutan. Dimulai dari senapan besar yang sedari tadi tergantung oleh tali di pundaknya hingga peledak-yang-terlihat-tak-bersahabat dikantong tas pinggangnya, aku bukannya tidak penasaran.., tapi tahu atau tidaknya diriku siapa Vian ini takkan menyelamatkan kami dari keadaan ini.
    Karena Pintu baja kamar Nona-ku sudah mulai retak.

    Ia pada awalnya dibuat karena banyaknya percobaan pembunuhan kepada Nona-ku di hari-hari Normal, dan tak pernah digunakan setidaknya sampai segala hal menjadi tidak normal, tersembunyi dibalik atap-atap rumah dan menunggu bahaya untuk muncul. Keren sekali, aku membayangkan monster seperti apa yang menunggu kami dibalik pintu itu. Zombie film manapun tak setara dengan makhluk setinggi 5 meter yang kami temui sebelum masuk kesini, bentuknya bahkan sudah bukan manusia lagi, terlihat moncong makhluk tertentu di wajah Deadman itu sekilas sebelum aku menyelamatkan nyawaku sendiri dari keingintahuan, dan setelah kejadian itu aku tak berani lagi melangkah sendirian. Tapi kali ini Deadman besar itulah yang akan melangkah memasuki kamar ini.

    “Untung ia tak mencoba menembus dinding.., pintu itu jauh lebih kuat dibanding rumahnya..” ketus Vian ketika retakan besar semakin terlihat.
    Dan retakan yang kumaksud tak muncul pada pintunya, namun pada dinding dipinggiran pintu itu. Well, tak pernah terjadi hal klasik akhir-akhir ini, bukan begitu..?

    Aku membelai lembut rambut Nona-ku, aku tahu ia tak bisa tidur, terutama jika keadaan seperti ini.
    “Aku hidup..., tapi tak kurasakan seperti apa itu..” bisik Nona-ku pelan, pelupuk matanya basah, dan nafasnya semakin tercekat.
    Menangisi dirinya yang tak pernah bisa duduk tenang, dari sebelum Deadman muncul hingga ketika mereka ‘membesar’. Adakah selain dia anak berumur 5 tahun yang mengerti kata Mati dan melihat prosesnya, entah ketika peluru menembus kepala salah seorang bodguardnya atau terjadi baku tembak sadis sebelum ia meyadari banyak orang tak berdosa mati.
    “Nona-ku..”
    Ia menatap baju pengasuhku yang kusam karena darah seorang teman, memandanginya sedalam samudra kering, kuanggap begitu karena ia seakan tak peduli apa yang ia lihat, namun membayangkan banyak hal setelahnya.
    “Sehari saja.., aku menjadi dirimu dan kau menjadi diriku, Jelita. Dan rasakan betapa bencinya dunia padamu..”

    Aku tersenyum namun Vian tertawa dan membuat kami berjengit ketika mendengarnya.

    “Itu kau tahu dunia membencimu, well, secara teknis bukan hanya padamu sih...”

    “Dunia.., benci manusia.., ya?” tanya Nona-ku sembari duduk dan memandang keluar.
    Tak menjawab dan tak menunggu jawaban, sebuah keadaan dimana keheningan kembali mengambil alih, detik berikutnya kembali terdengar sebuah gebrakan per menit yang selalu kami tunggu dengan tidak sabar. Vian, orang itu jelas tahu apa yang sebenarnya terjadi.. dan menurutnya orang seperti kami bukan orang yang tepat untuk diajak berdiskusi. Sebagai manusia mungkin sudah tugasnya untuk mempertahankan populasi minim rasnya yang mungkin tinggal belasan diseluruh dunia.
    Lalu..
    Setelah ini apa..?

    Di kasus lain, mungkin ada banyak hewan yang dilindungi hukum agar dapat menyelamatkan rasnya dari kepunahan. Diburu manusia, diselamatkan manusia karena nyaris punah, berkembang biak, lalu diburu lagi. Pantas saja Vian bilang Bumi membenci kita.
    Lagipula Deadman tidak akan pernah berusaha melestarikan kami..

    Negatif, terlalu negatif dirimu itu, dasar Jelita bodoh.
    Kau kan punya janji, untuk tetap berada disisi Nona-mu hinggal akhir hayatmu.

    Dan ketika menatapnya lagi, hatiku, benakku, otakku yang kacau balau serasa dihempas ombak kesegaran. Nona-ku jelas punya penyembuh magis bagi siapapun yang menatapnya. Ditengah ketenangan kami yang selalu disela hentakan keras pintu, atau suara erangan mengerikan, tak banyak yang dapat kami kerjakan sebelum si besar itu merobohkan pintu.

    DAR DAR DAR..!!
    PRANGG!!

    Suara pertama adalah tembakan dari senapan besar Vian yang terlalu cepat untuk dibilang spontan.
    Lalu menyusul suara jendela tempat Nona-ku memandangi langit gelap tak berpenghuni ditrobos sosok manusia bersayap yang baru saja diberondongi peluru.
    Malaikat...
    Itu yang kuharapkan sebelum kusadari bahwa ada hal gawat yang baru saja terjadi. Ia adalah seorang Deadman, terbukti dari darah dan daging tercabik disekujur tubuhnya, mulut menganga yang mati, dan sayap kulit hitam kecoklatan tumbuh dipunggung mereka. Mereka mungkin impian Wright bersaudara dengan keadaan ini, mewujudkan bagaimana manusia dapat terbang tanpa bantuan pesawat dan semacamnya. Mereka, dapat memburu mangsa mereka dari langit.
    Dan mereka semua datang...

    “Kita.. KITA HARUS PERGI DARI SINI!!” seru Vian, ketika melihat sesuatu dijendela.

    “Ada apa..? Makhluk itu bisa.., astaga, jangan bilang mereka....” aku benar-benar tergagap melihat dibalik jendela pecah. Puluhan sayap yang mengkilap, diiringi munculnya bulan purnama penuh dari balik awan gelap, mereka ada puluhan, melesat dengan perlahan dan berkelompok, mendengar ada sebuah jendela pecah dan 3 jantung yang masih berdetak. Kugendong Nona-ku yang baru saja terbangun dari indahnya dunia mimpi, dan perlahan menjauhi jendela dengan berlangkah kebelakang, senada dengan geretan resleting dari kantong peledak Vian.

    “Aku menggunakan penalaran tingkat luar biasa, dan kurasa melempar granat kesana takkan membuahkan keselamatan nyawa kita..” ucap Nona-ku ketika berasumsi Vian hendak melempar granat ke kerumunan Deadman terbang, ia memaksa dirinya untuk turun dari gendonganku, dan cemas menatap Pintu berdinding retak. Vian malah tersenyum sok tampan.

    KRAK

    “Granat digunakan untuk musuh didaratan., dan satu-satunya musuh didaratan adalah...”

    KRAK, ia tak bertahan lama

    KLANG.. suara pemicu kecil dilepas.

    DUM!!
    Suara terlalu cepat berganti untuk dapat kunalari, setelah dinding dan pintu seberat dua ton itu runtuh, Vian yang seharusnya melempar Granat itu pada Deadman besar yang menunggu kami semenjak tadi malah kehilangan keseimbangan. Benda itu dilemparnya asal-asalan sembari kami terjun kelantai bawah dibarengi seluruh kamar Nona-ku. Bayangkan ketika pintu seberat 2 ton jatuh kebawah dengan keras membentur lantai rapuh dari kayu ukiran kamar Nona-ku, hanya dinding yang menahannya untuk tetap berdiri tadi, dan beberapa mekanisme tertentu agar menahannya dari daya gravitasi, tapi ketika ia jatuh dan listrik mati, kamilah yang jatuh bersamanya menuju lantai dasar. Rumusannya Pintu seberat 2 ton + Deadman setinggi 5 meter dengan berat tak diketahui + 3 manusia biasa = lantai runtuh.
    Ia meleset, melihat granat itu meledak diudara dan Deadman melompat kearah kami dengan semangat, Deadman itu ikut terjun bersama kami tanpa ragu, menunggu mayat-mayat kami mati terjepit reruntuhan kayu juga batu. Tapi tampaknya takdir masih ingin terus bermain-main dengan kami, dibiarkan hidup sementara Deadman yang nampak seperi beruang bertubuh manusia tanpa bulu namun bertaring dan bermoncong menakutkan tampak menyeringai kami bertiga, mendarat dengan kakinya yang besar tanpa merasa kesakitan sedikitpun, namun terdiam tak bergerak seperti menunggu perintah dari pimpinannya.

    “Dia kehilangan sinyal lagi, ayo kita bergegas dari sini..!!” ucap Vian, sementara kami bangkit dari sana. Tapi aku melupakan satu hal.
    Nona-ku. Nona-ku mana Nona-ku..
    Dan melihatnya bangkit namun terjatuh lagi 4 meter dari tempatku celingak-celinguk, dan menatap Deadman itu dengan garang, membuatku kelewat lega. Kami rupanya mendarat diatas kamar Tuanku, ruangan itu terkunci dan tak ada yang bisa masuk, kasurnya yang tinggi dan lantai yang kami injak membuat kami hanya jatuh sejauh 3 meter kebawah dan tak menimbulkan luka apapun.

    “Kenapa tak kita hajar saja beruang tak imut ini..? mumpung ada Granat dan dia tak bergerak” tanya Nona-ku

    “Masih ada yang dapat memakan kita jika 4 detik kedepan kita tak keluar dari sini..” Vian berkata sambil menunjuk keatas. Deadman udara masih mengepakkan sayapnya dengan santai rupanya.

    Lalu ingatan mengenai tempat itu terkunci membuat bulu kudukku merinding.
    “Hei nona tua, pintu ini...” ucap Vian.
    “Kita sial...., hanya Tuanku yang punya kunci ruang ini..”
    “Well...”
    Dengan suara KRAK sekali, pintu itu didobrak Vian yang hanya bisa kutatap dengan melongo, dan kami disambut belasan Deadman lainnya yang berlari kearah kamar tempat kami terjebak, menghalangi satu-satunya jalan keluar kecuali menghadapi si besar dan puluhan Deadman bersayap. Ya, kami benar-benar terjebak. Raungan menakutkan dibelakang kami menandakan seseorang atau sesuatu telah mendapat sinyalnya kembali, merasakan dimana kami terjebak, meremukan, sebelum memakan kami tanpa berbagi pada yang lemah. Tapi itu lagi-lagi hanya sebuah pemikiran negatif dariku. Dan aku yakin kami sekali lagi akan selamat, karena entah mengapa tiba-tiba aku melihat ribuan biji bunga Dandelion melayang disekitar kami.
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 22, 2012
  9. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    Chapter 8 & 9 posted!!
    menerima komentar dan saran :D

    [Chapter 8] : Deja Vu
    [Chapter 8] : Deja Vu.

    Vierviandor van Blanca der foschia
    Lapangan SMA Tunas Kemakmuran
    Jakarta
    Selasa, 2 September 2014
    (Sekarang : Maret 2015)

    Bukan hanya sebuah semilir angin yang baru saja melewati telingaku, karena dia membawa sebuah pertanda tidak baik. Menghantarkan rasa iri, dengki, dan benci yang amat mendalam sebagai semilir dingin di siang hari yang membara. Ditengah lapangan, tadinya berdiri seorang siswa yang menatap langsung matahari dengan kedua matanya, sembari melakukan hal tersebut ia terdiam walaupun banyak api kecil menari-nari disekeliling kakinya, seperti alam semesta menyambut kedatangan iblis dengan ramah, dan dari sinilah aku mengerti bahwa hidupku dikutuk agar tak pernah dijumpai kedamaian.
    Benar jika belasan siswa disekitarnya tak melihat pusaran api tersebut, karena mereka hanyalah manusia biasa atau manusia yang merasa dirinya biasa. Bila sekali saja kau pikirkan bahwa Api mungkin muncul ditempat itu, maka ia akan terlihat. Dan seramai apapun tempat ini, sekalipun panggung itu tiba-tiba meledak, tak satupun menyadari keberadaan lelaki gemuk berkacamata yang memegangi sebuah PSP ditangan kanannya dan mengibas tangan kirinya untuk membuat api dikakinya mati. Tak diragukan lagi, dia salah satu dari makhluk itu.

    Namun disaat kuyakini hal tersebut, ia menghilang tanpa jejak.
    Ini tak baik, sesuatu yang buruk selalu terjadi bila salah satu dari mereka muncul. Anak-anak Matahari adalah simbol kehancuran bagi bumi dan isinya, kukatakan begitu karena pernah kutemui sebelumnya seorang dengan kekuatan yang dapat meledakan apapun yang ia mau dan itu bukan hal yang baik untuk dijadikan kebiasaan.

    Sekolahku bisa dikatakan terlalu sering mengadakan acara, undangan terhadap band terkenal pun nyaris setiap hari dan konsernya selalu meriah, ratusan siswa sekarang ini sedang berjingkrak-jingkrak didepan sebuah panggung besar dialuni lagu tingkat rock oleh band yang tak perlu kukenal, aku malah menatap kebelakang, berharap kurasakan lagi kehadiran Possesed spirit api itu. Walau menurutku itu tak perlu, karena sudah kutinggal jauh nama van Blanca juga der foschia, tapi membiarkan ia berkeliaran tanpa tahu apa maunya, ini yang membuatku khawatir. Kutembus belasan siswa ketika sudah kuputuskan untuk mencarinya, lagipula tak sulit mencari sesorang dengan tubuh gemuk yang seharusnya tak dapat bergerak cepat di tempat seramai ini, lalu ketika keramaian bersorak, aku merasakan tekanan udara dan suhu yang tak wajar dikanan dari tempatku berdiri. Dan disanalah ia berada.
    Seperti orang tak bersalah, berdiri bersenderan pada dinding dibelakangnya, jauh di lantai 2, menyendiri ketika orang-orang lain sedang nonton konser, memainkan PSP tanpa peduli ada seseorang yang hendak membunuh..

    Aku tak bisa bilang ini adalah sebuah Deja vu, tapi tak terhindari juga, untuk mengakui bahwa dahulu kala ketika iblis masih dapat diartikan sebagai namaku, aku selalu menatap dengan dingin target yang tak menyadari keberadaanku dibarengi dengan suasana ganjil dimana tekanan dan suhu tak stabil, seakan bumi ini sendiri dikendalikan oleh sesuatu dan hukum alam tak berjalan seperti biasanya, inilah saat-saat itu.
    Ketika aku berburu Possesed dengan Spiritnya.

    Tangga kecil, satu per satu kulangkahi dengan memikirkan bagaimana dan apa yang perlu ditanyakan, entah mengapa semua ini terasa berat, untuk mengakui hidup bebas yang sekali lagi ditarik ke dunia penuh ketidak-ampunan. Dan rupanya firasatku benar, untung saja pagi ini sempat kuselipkan NH-61 di ransel yang masih kubawa bersama pundak kemanapun aku pergi. Jadi jika orang itu bertindak senonoh, akan ia temukan sebuah lubang besar di dahinya. Ketika sampai di lantai dua, koridor-balkon membentang lurus dihadapan kami, aku menatapnya dan dia menatap PSPnya, tak ada seorangpun disini namun bila sesuatu terjadi, karena tempatnya adalah sebuah balkon, sebelah kiriku adalah pembatas sepinggang untuk melihat kebawah dan sebelah kananku adalah tembok dan ruang kelas, mungkin tak terhindarkan beberapa orang dibawah mendengar suara peluru ditembakan atau lidah api berkobar. Ketika melihatnya dari dekat, sudah tak mungkin lagi diriku salah akan ini. Bola matanya.., merah pekat diantara hitam, tanda seorang Anak Matahari.

    “Boleh kutanyakan apa yang sedang kau lakukan disini..?” tanyaku, menjadi seseorang yang kenal tapi pura-pura tak kenal bukan kebiasaan baik.
    Dan ia tak berkata sepatahpun, mungkin ia teringat perkataan ibunya untuk tidak bicara pada orang tak dikenal, apalagi jika orang itu memakai jaket hitam besar mencurigakan diatas seragamnya dan ransel berisi pistol penembak peluru tercepat. Tapi ia memandangku dengan seksama dan disini kusadari matanya yang merah lenyap digantikan mata hitam tenang yang sedang mengintip dari sela-sela kacamatanya. Lelaki itu, mengapa dapat kurasakan kebencian yang amat mendalam ketika melihatku, seakan bukan kebetulan bagi seorang sepertiku untuk menyapanya ditengah kebisingan.

    “Hanya sedang mengasah imajinasi.., kau?” ucapnya dengan jelas, kembali menatap layar PSPnya setelah selesai bicara.
    “Imajinasi ya... Oh, aku sih hanya ingin menyendiri..” mendengar kata-katanya yang terlalu kuno, aku sudah tahu didalam benak orang itu berisi sebuah makhluk berumur jutaan tahun. Aku duduk diatas pembatas balkon, menatap kebawah, kelapangan dimana orang-orang idiot sedang melompat-lompat senada dengan vokalis band itu melompat.
    “Lantas, kenapa kemari dan menyapaku..?”
    “Aku hanya berharap menemukan seseorang yang menarik.., rupanya kau cukup menarik” lalu kusadari bahwa ia salah mengartikan kata-kataku. Kubiarkan saja karena itu tak penting.
    “Tak banyak orang di jaman ini yang begitu peduli pada tingkat imajinasi mereka.., yah, kecuali seniman dan penulis tertentu sih...” ucapku. Ia menatapku lagi dengan tajam, dan aku masih memandangi sekumpulan idiot melompat dilapangan, tak peduli seberapa tajam mata merah itu telah terasah.
    “Padahal jika punya Imajinasi yang begitu tinggi, dan seberapa kreatif dirimu dalam memunculkan hal diotakmu, kau bisa menciptakan apapun...” ucapku lagi.
    “Memangnya kapan kubilang aku mengkhawatirkan imajinasi sampai segitunya..?” tanya si Possesed seakan ingin mengakhiri percakapan ini.
    “Terutama Gamer, pemain game, yang menghabiskan waktunya didunia lain..., pastinya sering mengkhayalkan banyak hal sehingga imajinasi dan kreatifitasnya terlatih.., seakan-akan...., mereka dapat menciptakan apapun dari benaknya dan membuat hal tersebut menjadi nyata..” aku masih nyerocos, tapi kali ini kutatap ia dan menunggu reaksinya.
    “Dan orang-orang ‘terpilih’ lainnya..” kulanjutkan karena ia terlihat terpojok, mengerti apa yang sedang kucoba katakan.
    “Yang punya otak kanan dominan..., untuk membayangkan seberapa besar atau seberapa kecil hal yang bisa dibuat..”

    “Mau apa kau..?” seru si Possesed dengan volume suara yang mengejutkan.
    Aku nyengir.
    “Itu yang hendak kutanyakan..., jauh-jauh dari negara barat aku pergi untuk meninggalkan kenyataan, dan tiba-tiba muncul kau..”
    Ia diam. Tak disarankan untuk memulai aksi duluan, akupun tak mencoba menggapai ransel.
    “Kupikir kalian prajurit pemberani.., bahkan ketika melihat kekuatan mistis kalian tak gentar sedikitpun, tapi ketika kujumpai seorang yang lari sepertimu, bah sandiwara..”
    “Sandiwaraku, ya, tapi harus kau sadari saudaramu sedang terbunuh satu per satu oleh kami, dan kau sendiri disini pasti hanya menunggu ketika semuanya selesai..”
    “Kami terbunuh..? Bodoh, itu tubuh manusia yang kalian tembaki, sedangkan kami sedang menertawakan kalian yang saling bunuh.., dasar manusia..”
    “Niatku kemari bukan ingin cari masalah, katakan, apa yang kau inginkan disini..!!”
    Dan ia terdiam lagi, menatap kosong PSPnya seakan sedang berbicara dengan seseorang di telepon.
    “Aku tak tahu Slayer, apabila aku mengganggu daerah jagamu atau semacamnya, aku bahkan mencoba tak peduli. Aku disini untuk mencari saudaraku, yang dikabarkan muncul di Sekolah ini 20 tahun yang lalu..”
    20 tahun yang lalu, hari terlepasnya para Spirit yang datang untuk menguasai Bumi.

    “Dan ketika bertemu denganmu, aku punya ide bagus..., kekuatanmu itu bisa melacak Spirit bukan? , aku ingin kau gunakan kekuatanmu untuk membantuku menemukan Ray..” lanjutnya.

    “Kenapa juga aku harus membantumu..? Ingat posisimu..” aku bergerak turun dari pembatas balkon. Berdiri tegak menatap mata merah itu.

    “Yeah, benar Slayer, ingat posisimu..., sekarang patuhi perintahku..” ucapnya sambil menyimpan PSP itu dikantong.
    “Atau kau ingin aku membakar seluruh sekolah ini..?” lanjutnya dengan nada suram.

    Itu artinya aku kembali dari masa pensiun.
    Melawan Anak Bumi itu hal yang mudah, mereka hanya berjumlah banyak dan selalu salah memilih inang. Anak Langit sedikit sulit, tapi mereka jarang muncul. Dan yang ini...
    Sebenarnya mudah saja, mungkin ia bersikap seperti itu karena tak tahu siapa diriku, tapi agresi seperti yang akan terjadi hanya membuat keadaan semakin memburuk, di barat sana orang-orang sudah nyaris tak kenal saudaranya lagi, dan banyak sekali pohon dan tanaman dan bahkan air bah yang tiba-tiba muncul, dan tugas Slayer lah dengan diberikan energi mistis dari dukun ternama, kami melacak dan menghancurkan mereka satu per satu.

    Tapi itu tidak akan pernah mengubah apapun.
    Perang tidak pernah merubah apapun menjadi sebuah Keadilan.

    “Berarti van Blanca harus kembali beraksi..” ucapku mantap, berharap ia mengenalnya.
    “Maaf, aku tak sudi menghapalkan nama-nama musuh Bumi, aku Prominansi, siap menghancurkan...”
    Dan Api bermunculan dari tangannya.

    [Chapter 9] : Menuju sebuah kehancuran maha dasyat
    [Chapter 9] : Menuju sebuah kehancuran maha dasyat
    Mina the Prominance
    Lapangan SMA Tunas Kemakmuran
    Jakarta
    [Hari ke-8][04:23]

    Bertahanlah, aku tak bisa konsentrasi bila kau menutup mata.
    Itu kata yang ingin kuteriakan berkali-kali kepada Morf. Mungkin dua hari tak tidur sudah batas dirinya, tapi bila kami berhenti sedetik saja, mulut Deadman besar itu siap menguyah dengan ganas. Aku memang mengambil alih tubuh Morf saat ini, karena bila tidak, takkan ada api yang melindungi mereka bertiga. Elie berlari menggandeng Lila yang fisiknya tak sepadan di situasi ini, dan baru beberapa meter dan dia sudah kelelahan, well, setidaknya tidak lebih baik dari si gemuk lemah ini.
    |Aku tak tahu harus komentar apa, tapi setidaknya pikirkan sesuatu yang lebih berguna disaat-saat seperti ini..|
    Lho, kukira kau diam karena sedang berpikir, aku tak bisa mensiasati makhluk itu sambil berlari.
    |Aku akan menutup mataku|
    Baiklah-baiklah!!
    Dan yang ada pada pikiranku adalah, bertaruh pada nasib. Hey, ini seharusnya seperti menimpuk dua ekor burung dengan satu batu raksasa, karena sudah lama sekali ingin kulakukan ini.
    Maksudku, hal yang Morf larang sebagai jalan pintas mencari Ray.
    Daripada sulit-sulit memakai Slayer untuk mengendus, kan lebih cepat dan Efisien dengan cara ini. Kami berlari ditengah lapangan sekolah, dan tindakan yang riskan seperti ini punya sebuah alasan jelas. Karenanya puluhan Deadman dengan bentuk yang berbeda-beda, termasuk si raksasa, segerombolan Deadman-serigala, Deadman bersayap, dan pelompat, berkumpul menuju sumber detak jantung yang sekarang berada ditengah lapangan, berlari dengan kewalahan namun siap membakar.
    |Kegelapan..|
    Dan kelopak mata ini memaksa menutup.
    Tahan bodoh!!
    “Morf..., lakukan sesuatu..” teriak Lila ketika Deadman raksasa itu hanya beberapa meter darinya.
    Dan ketika belasan Deadman keluar dari samping dan banyak lainnya yang menghadang kami, si Raksasa nampak berusaha menahan tawa. Elie menatap punggung Morf dengan penuh kepercayaan tingkat tertinggi, karena bila Morf dan aku tak melakukan apapun, dia akan mendapatkan mantan hal yang sangat ia inginkan.
    “Tenang, ini sesuai rencana..” ucapku dengan mulut Morf, kerennya hal ini bukan diperburuk oleh penampilan luar Morf Felflox.
    Terkesan sendiri, akupun berteriak “Berdiri dalam lingkaran yang kubuat..”
    Dan lingkaran batas magis besar kubuat disekitar kami bertiga, diatasnya kuukir bahasa kami, Gaianesh, dengan huruf yang tak mungkin dibaca manusia karena sudah lahir sebelum mereka bermunculan diatas bumi. Rune yang berbunyi rentetan kata yang akan menghalangi api agar tidak menjalar kesana seperti yang kugunakan pada seragam Morf. Huruf-huruf itu bersinar putih terang dengan aura merah disekitarnya, dan bahkan tak kurasakan sedikitpun tenagaku berkurang.
    Ini berarti Morf mengijinkan sebuah kehancuran untuk terjadi. Dengan teliti kutatap tiap sudut dengan cepat sebelum Deadman mendekat.
    Selebar 5 meter, tak lebih, aku tak mau satupun dari makhluk menjijikan ini selamat.

    “Jangan biarkan jarimu diluar.., atau..”
    Aku tersenyum, sudah bertahun-tahun aku menutup gerbang menuju imajinasi tergila Morf, yang tersimpan di otak besar penuh keinginan untuk pergi dari dunia ini. Menuju sebuah kehancuran maha dasyat. Dia yang pernah menatap fenomena Supernova dengan mata telanjang. Bukan mustahil lagi baginya untuk memanggil sang badai luar angkasa, karena tak perlu lagi ia membayangkan kejadian itu.
    |Kupaksa kau keluar bila hal ini tak sengaja membunuh nyawa seseorang|
    Mengesankan mendengarmu bicara seperti itu.
    |Beterima kasihlah pada Elie dan Lila|
    Sebuah pilar api setinggi 10 meter tercipta melingkari kami, dibatasi oleh lingkaran pelindung api yang kubuat, dan ini pasti pertama kalinya bagi Elie dan Lila berada ditengah kobaran tanpa ikut terbakar. Deadman berhenti sejenak seakan menyaksikan keajaiban alam alih-alih mengakui diri mereka juga keajaiban, tapi takkan lama keberadaan mereka didunia ini, karena mereka harus mati seperti nama mereka.
    Didalam perlindungan lingkaran api, aku mengangkat kedua tanganku, merasakan amarah sang Matahari yang telah diturunkan walaupun ia tak terbit disini, tak lama kemudian api bermunculan dari udara kosong.
    Mereka terbakar, api-api kecil menyinari gelapnya sekolah dari puluhan Deadman yang mulai habis dilahap api. Kupejamkan mata, meminta Morf secara sistematis mengingat bagaimana badai api dapat terbentuk, dan iapun menjawab dengan gambaran singkat bahwa Supernova di bumi akan lebih mudah dibuat karena adanya Oksigen. Dan itulah yang telah kulakukan.
    Aku berputar ditempat, menari sambil mengangkat tanganku di berbagai sudut dan memunculkan api sebelum membuatnya berputar menggesek udara dan memaksa Oksigen terbakar partikel demi partikel. Menciptakan sebuat badai dengan itu.
    Dan dengan satu gerakan cepat, kuhentikan putaranku dengan tiba-tiba, menutup tanganku sebagai batas, dan aku menghempaskan daya imajinasi Morf dan kekuatan magis seorang Spirit Api dan membuat mereka berputar diudara yang sekarang sudah tak hampa lagi.
    BWOSHHHH!!!
    Kobaran api mengitari kami, membakar apapun dalam radius beberapa hektar dari pusat, membentuk sebuah pusaran angin yang terbuat dari api besar. Deadman lenyap seketika hingga ketulang-tulang mereka, sekolah terbakar habis oleh keributan dari kuatnya angin dan panasnya api, ledakan tak terjadi, hanya ada Lidah api yang melenyapkan apapun dari bumi.
    Kehancuran.
    Bukankah untuk hal tersebut api diciptakan?

    Hanya 5 detik.
    Sebelum abu dari apapun yang diterbangkan dan dibakar habis, berhamburan turun dari langit. Elie dan Lila nampak tak dapat berkata sepatah katapun. Sekolah yang tadinya masih utuh, sekarang hanya sebuah reruntuhan arang dan batu hitam dimana-mana, tak ada Deadman sejauh mata memandang. Bahkan yang besar itu ikut menghujani kami dalam bentuk abu.
    Elie nampak shock, ia jatuh berlutut di tanah yang tidak menghitam. Baru saja ia menyaksikan fenomena mengerikan yang secara nyata telah terjadi. Tak kusangka akan mendengar isakkan tangis.
    “Mengerikan...” ucapnya tercekat, hingga Lila membantunya berdiri dan menenangkannya.

    “Tak semua orang-orang kami bisa melakukan itu..., malah hanya Morf yang bisa..” ucapku dengan mulut Morf
    |Selamat malam..|
    Tidak bertanggung jawab.
    “Aku akan beristirahat sebentar, tepatnya tubuh ini akan beristirahat, jadi tolong jangan berkeliaran terlalu jauh diluar jangkauan ku..”
    “Aku tak berniat kemana-mana”
    “Begitu juga aku..”

    Aku tahu bahwa benak dan tubuh Morf sedang tertidur sekarang, yang kubisa lakukan hanyalah ikut mengintip mimpi Morf atau mendengar dan merasa dengan indranya yang masih aktif walau tak optimal. Reaksi dan aksi manusia diatur secara langsung oleh otak, sekalipun ia adalah sebuah refleks, dan ketika manusia tertidur, otak bukannya tak aktif tapi memang ia bekerja dengan tidak optimal karena harus mengistirahatkan banyak hal selagi sang manusia tidur. Dalam kasus ini, benak seorang penumpang yang tak berbagi rasa lelah tidak akan mendapat akses maksimal pada otak inang. Aku mungkin bisa menggerakan tubuh Morf, dan mengeluarkan kekuatanku sesuka hati tanpa diketahui olehnya, namun tak sebesar ketika ia terbangun dan mengimajinasikan apiku dengan kelewatan. Terbatas, seperti Spirit yang telah merebut tubuh inang dan menghancurkan si benak manusia.
    Namun bukan berarti menguping itu hal yang tidak mungkin.

    “Dia benar-benar tertidur...” ucap Elie, kami masih berada diatas lingkaran pelindung api, tak berani keluar ketika masih ada lidah api sisa dimana-mana.
    Termenung, kutebak begitu, tak dapat kulihat namun suara mereka terdengar dari balik kelopak mata Morf yang tertutup ini, kudengarkan sebisa mungkin karena aku semakin penasaran mengenai manusia selain inangku.
    Yang katanya teramat berbeda dengan dirinya.
    “Lila..., aku tak mengerti...”
    “Aku juga.., soal Morf kan..?, well, nanti kita pasti tahu kok”
    “Jika dia sekuat ini, jika dia bisa menghanguskan seluruh tempat ini dalam waktu singkat.., kenapa ia tak selamatkan yang lainya..?”
    Keheningan, dilatari suara api yang membakar kayu-kayu berderak dari berbagai sudut.
    “Kenapa hanya kita berdua..? Dan dunia terasa begitu normal sebelum tanggal 29 Februari itu, Morf ada di kelasku selama setahun lebih, dan selama ini kuanggap dia bukan siapa-siapa kecuali seseorang yang terikat kontrak nyawa dengan PSPnya..”
    “Mungkin sesuatu terjadi padanya, dia mungkin saja seorang manusia biasa sebelum semua itu terjadi, lalu Peri merasukinya dan mengendalikan tubuhnya secara menyeluruh. Peri dan sihirnya, itu jalan keluar masalah ini Elie, ayo kita bangunkan dia sekarang dan paksa dia memanggil sekawannya..”
    Itu bukan tindakan bijaksana. Terutama karena hanya akulah spirit yang secara terpaksa tidak berniat melukai kalian. Dan nyaris jantungku copot, ketika mendengar kepakan sayap.

    “Eh..?, apa yang dilakukan merpati ini disini..?” tanya Elie, sepertinya ada seekor merpati yang mendatangi mereka.
    “Mungkin dia minta makanan, ah.. KYAAAAAAAAAAAA!!!!”
    Oi, apa yang terjadi.?, Morf, buka matamu, oi Morf, bangun!!
    Sial, si sapi pemalas ini selalu sulit dibangunkan..
    Tapi jelas, Lila berteriak, dan mereka masih tak bersuara 2 detik setelahnya. Ini membuatku khawatir.

    “Apa itu tadi..?, aku jelas sekali melihat merpati itu memancarkan cahaya, membutakan kita dan sekarang ia menghilang entah kemana” ucap Elie

    JLEG..
    Cahaya.

    Aku melupakan sesuatu, Ray.
    Seharusnya dia muncul setelah merasakan sihirku yang kukeluarkan dalam jumlah besar, mungkin dalam beberapa menit.. AH..
    Merpati itu bercahaya..., itu berarti Ray ada didalam sana, dan tak mampu berkomunikasi karena inangnya adalah seekor burung. Yang barusan terjadi adalah..., aku kehilangan dia lagi...
    Sial, makin lama saja semua ini.., dan Ignus pasti akan marah bila aku pulang dengan tangan hampa lagi, well, malah membawa cerita tentang bagaimana kami bersama dua manusia ini bersahabat. Ini berarti, Ray harus kutemukan.
     
    Last edited: Nov 22, 2012
  10. jackruby Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 12, 2011
    Messages:
    81
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +3 / -0
    Mantep nih ceritanya ^_^
     
  11. c3n35 Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 16, 2009
    Messages:
    37
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +0 / -0
    baru ampe chapter "de javu"
     
  12. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    [Chapter 10] : Berdiri dengan memamerkan senyumnya
    [Chapter 10] : Berdiri dengan memamerkan senyumnya.

    Jelita Putri
    Ivorya Mansion
    Jakarta
    [Hari ke-8][04:46]

    Ini semua terlalu singkat.
    Itu terjadi ketika biji-biji Dandelion mulai muncul dan berterbangan disekitar kami, menyadari hal ini, Vian berteriak histeris seakan hidup kami akan segera berakhir beberapa detik setelah ini.
    “JANGAN SENTUH BENDA ITU, KECUALI KAU INGIN MATI!!”

    Dia bercanda, mana mungkin serumpun biji Dandelion bisa lebih mematikan dibanding Deadman yang perlahan menghampiri kami, ketika aku mengecek seberapa dekat mereka sekarang, aku terkejut. Mereka tak bergerak, belasan biji Dandelion menempel di kulit-kulit mati mereka dan mereka..
    Ditumbuhi Dandelion baru disekujur tubuh mereka. Warna Dandelion yang baru tumbuh itu bukan putih bersih seperti salju, namun coklat menjijikan seperti darah membusuk milik Deadman. Termasuk si beruang raksasa, cakarnya berada 2 meter dari tempatku berdiri, dipenuhi biji putih Dandelion, dan raksasa itu mematung sesaat kemudian sekujur tubuhnya ditumbuhi Dandelion baru berwarna coklat keruh dan jatuh disaat itu juga. Seketika aku dapat melihat seperti sebuah jalinan akar terbentuk dibalik kulit Deadman raksasa beruang itu, seakan-akan Dandelion tumbuh dari tubuhnya, menghisap sari-sari kehidupan yang sedikit dari makhluk itu, dan membunuhnya. Penyebabnya ialah biji-biji putih Dandelion yang mengepung kami layaknya ranjau sensitif.

    “Itu..., itu apa..??” tanyaku, aku gemetaran, melihat belasan Deadman berguguran hanya karena tanaman kecil sedangkan kami mati-matian berlari dari mereka.
    “Possesed spirit Tanah. Kita bisa dibilang sial, bila dihadang ‘orang itu’”
    “Spirit..?, maksudmu hantu atau semacamnya..??”
    “Percuma kujelaskan sekarang, sepertinya....., kita akan mati tak lama lagi..”

    Aku tak percaya.

    Kami memang terpojok, berada ditengah kamar dengan banyak sekali mayat Deadman yang tak bergerak namun masih mengerang. Disekeliling kami adalah biji-biji Dandelion, melingkari kami sebelum memutuskan untuk tumbuh diatas tubuh-tubuh mati kami, melayang perlahan seakan mereka dikendalikan seseorang.
    Dan dalam keadaan ini, seseorang yang tak terpana pada gurita jadi-jadian raksasa dibelakang rumah kami saja sudah menyerah, bukankah itu berarti kematian kami memang sudah dekat..? Hanya tinggal menunggu biji kecil ramping berbulu itu menyentuh kulit kami, dan membiarkan ia tumbuh disana dengan nyaman. Aku hanya bisa memeluk Nona-ku, mungkinkan ada keajaiban dimana Nona-ku tak terkena satupun dari ribuan biji Dandelion itu karena tubuhnya yang terlalu kecil. Ya itu dia.

    “Kau tak bisa mati disini Nona-ku..., aku akan...”
    Aku membantunya berdiri, dan menatap pintu keluar yang terbuka lebar, hanya dihalangi belasan biji Dandelion, berancang-ancang untuk berlari menerobosnya sementara Nona-ku memberontak sekuat mungkin.

    “Oi, kalian ingin apa..? percuma saja sudah kubilang..” ucap Vian menahanku.
    “Tidak Jelita, Tidak!!, aku tak mau melewatkan kesempatan untuk pergi dari dunia mimpi ini, aku akan terbangun bila mati!!..”
    “Darimana kau dapat kesimpulan seperti itu nona muda..?? Hey tenanglah, aku punya ide..” ucap
    Vian sambil merenggut sebuah selimut dibalik reruntuhan kamar, selimut pink milik Nona-ku yang ikut runtuh bersama kamarnya.
    Walau terlihat jelas cara ini akan berhasil, entah mengapa aku tak yakin.., terbayang dibenakku ia akan menutupi kami bertiga dari serangan biji-biji ini, tapi melihat banyak Deadman yang masih memakai baju pelayan namun tetap ditumbuhi akar kecil Dandelion. Bukti bahwa selembar kain tak menghalangi pelacakan sumber air yang dimiliki akar Dandelion, yang berarti ia dapat melacak manusia.
    “Kurasa ini takkan berhasil....” ucapku dengan nada yang..., terlalu depresif.
    “Aku tahu tapi daripada tak melakukan apapun..”

    Lalu ia menyelimuti kami bertiga, dan kamipun berbaring sejajar seperti makarel siap dimasak, berharap kematian takkan sesakit yang kami percaya.
    Kegelapan menyelubungi kami, dan tak akan menjadi perbedaan bila kupejamkan mataku.
    Seakan aku sudah mati sekarang.

    “Maafkan aku nona-nona, sebagai lelaki aku gagal menjalankan tugasku...”
    “Paling tidak, kita berusaha hingga detik terakhir..” ucapku tenang.
    Lalu keheningan terjadi. Kecuali nafas kelelahan Vian, nafas lembut Nona-ku, dan nafasku. Menunggu.

    “Jelita..”
    “Ya Nona-ku..?”
    “Aku ingin bubur spesial buatanmu besok pagi.., dan aku akan menceritakan mimpi buruk yang kualami malam ini..”
    “Nona-ku...” ucapku sambil memeluknya disampingku.
    “Hei!!, apa-apaan ini!!” Vian berteriak dan Nona-ku memberontak dalam pelukan, sebelum aku sadar bahwa Vian lah yang kupeluk.
    “M..maaf...”

    “Bukankah ini sudah terlalu lama..?” ucap Nona-ku spontan ketika 3 menit lebih sudah berlalu.
    Dan Vian sekuat tenaga menyibakan selimut, tak ada Dandelion disekeliling kami. Mereka semua seperti ditelan bumi, hilang tanpa bekas.

    “Aku tak percaya..., kita selamat..”
    Dan ketika kulihat keluar jendela, dari kejauhan aku melihat sebuah..., angin puyuh besar.
    Yang terbuat dari api.
    “Apa itu......”
    “Rupanya dia masih hidup..., ahaha, betapa beruntungnya kita...” ucap Vian, wajah gembiranya disinari cahaya subuh, gelap-biru-berembun.
    Kami bergegas meninggalkan kamar, Vian mungkin terlalu bergembira untuk bicara, ia celingak-celinguk dengan konyol mencari jalan keluar dari Mansion. Padahal bila aku memimpin didepan, takkan butuh waktu lama untuk mencapai pintu menuju halaman depan.
    Aku mungkin harus bertanya.
    “Sebenarnya apa sih yang kau cari..?” tanyaku, asumsi utamaku adalah bahwa ia ingin mencari Deadman lain yang tersisa. Untuk ditembaki.
    “Apa kalian punya..., sesuatu untuk dikemudikan..?”
    “Tentu”
    Yeah, mana mungkin keluarga Ivorya tidak punya. Menuju garasi adalah tujuan kami sekarang ini, dan melewati belasan Deadman yang tersungkur tak berdaya dengan berbagai bentuk dan ukuran bukan hal baik untuk diceritakan. Namun kami menemukan Limosin putih milik Tuanku, dengan kunci mobil tergantung di pintunya dan mayat supir pribadi Tuanku terbaring didekat sana, tanpa tangan kirinya dan tak bergerak dengan belasan Dandelion tumbuh diatas tubuhnya.
    “Hei, tunggu, mau kemana kau..?” ucapku keheranan, ketika Vian memasuki pintu belakang Limosin.
    “Masuk tentunya”
    “Bukankah stir mobil berada di kursi depan..? kecuali aku salah lihat selama ini..”
    “Well, menembak, melempar bom, menghindar dengan lincah, mungkin bisa kulakukan.., tapi menyetir..”
    Sialnya aku juga tak bisa.
    “Berarti kita punya masalah besar disini...”

    “Sudah, masuklah Jelita, bukankan si tuan lincah sudah kehabisan waktu..?” ucap Nona-ku yang sekarang duduk di kursi kemudi dan mengencangkan sabuk pengamannya.

    “Eh..” ucapku dan Vian nyaris bersamaan.
    “Kalian harus banyak belajar, sebelum mencapai kedewasaan..” ucap Nona-ku, menyalakan mobil dengan deru halus dan sempurna.
    Aku tak mampu berkata apapun, kecuali masuk di kursi depan dan menatap kosong kedepan. Dulu sekali, ketika umurku masih 14 tahun, apa saja yang bisa kulakukan..? well, dulu sekali aku sangat hobi menjahit. Tapi mengemudikan sesuatu..
    Rupanya Nona-ku bukan orang biasa.

    Kami melindas beberapa tubuh Deadman tersungkur yang menghalangi ban Limosin untuk bergulir, pintu gerbang terbuka lebar setelah belasan orang kabur dari Mansion di hari kekacauan, tak ada Deadman berdiri sejauh mata memandang ketika kami melintasi halaman Mansion yang luar biasa besar.

    “Ku..kukira kau harus jelaskan ini Nona..” ucapku.
    “Aku sudah dihantui marabahaya semenjak umurku 5 tahun, Jelita, jadi wajar saja bila orang sepertiku bisa menerbangkan pesawat sekalipun..”

    Ryndis Ivorya, single, 14 tahun, jenius, banyak akal, terlalu banyak keahlian khusus.

    Jalanan penuh dengan Deadman tersungkur lainnya dengan Dandelion seperti di rumah kami, namun mobil-mobil dari mereka yang tak beruntung menutupi sebagian ruas jalan sehingga mobil besar ini harus dikendalikan seluwes mungkin.
    Yang Nona-ku benar-benar lakukan..

    Rumah-rumah besar lain yang kami lewati tampak amat sangat mencekam, aku yakin tak ada lagi penghuninya yang masih hidup sekarang ini, tadinya ini adalah sebuah kompleks milik orang-orang kaya yang memutuskan untuk tinggal di ‘habitat’ mereka bersama orang kaya lainnya. Langit masih gelap, namun tempat dimana pusaran api itu berada masih terang layaknya matahari lain yang akan terbit disana, membuat langit terlihat merah diantara kegelapan subuh.

    Dan bukankah ini kota Jakarta yang selalu dibanggakan penghuninya?. Setelah kami keluar dari kompleks perumahan elit kami menemukan sebuah jalan raya besar dimana kami dapat menemukan tiga buah bus dan sebuah truk terguling disana, nampak sehabis diterkam oleh sesuatu yang besar dan jalanan dimana ban Limosin kami bergulir dibercaki darah seakan baru saja terjadi hujan darah. Aku kembali termenung, mengetahui bahwa semua ini terjadi begitu cepat, hanya dalam 8 hari, aku tak lagi melihat manusia sejauh mataku memandang, walau Jakarta termasuk kota yang padat penduduk-dulunya. Tak banyak manusia yang punya pintu baja seberat 2 ton dirumah mereka, sehingga mereka harus menghadapi kenyataan pahit bahwa mereka tak dapat bermimpi lagi setelah tenggorokan mereka dikunyah Deadman, juga betapa beruntungnya diriku dipekerjakan di Mansion Ivorya selama belasan tahun terakhir.
    Aku hanya berharap, kami tak menemukan kesulitan lain apabila telah sampai di pusat pusaran api itu yang sekarang menjadi tujuan kami, sedikit membingungkan, ketika Nona-ku dan Vian menyebut-nyebut sekolah.

    [Chapter 11] : Sang Bumi sekali lagi disalahkan
    [Chapter 11] : Sang Bumi sekali lagi disalahkan.

    Midnight
    Aokigahara Forest
    Japan

    Belasan tahun yang lalu.
    Jauh sebelum Deadman muncul di bumi.

    Hutanku. Dimana seharusnya orang-orang dapat menjalin kasih dengan alam yang tumbuh disini. Hutan Aokigahara, yang jauh dari peradaban manusia dan hutan beton mereka, tersakiti oleh banyaknya manusia yang mati disini. Mengapa bisa? Tak ada seorangpun yang mengerti.
    Mengapa hutan dimana aku tumbuh sebagai sebatang pohon Oak dinamakan hutan kematian?. Tak jarang, aku, bersama sesamaku, menyaksikan bagaimana manusia mati ketika mereka menjerat sendiri leher mereka dengan tali lalu melompat dari atas dahanku dan tergantung tak berdaya setelahnya.
    Dan terjadi puluhan kali dalam setahun? Oh aku terkesan.
    Mereka berpikir, untuk mati disini, dan tak ada yang melihat mereka?
    Hingga kini, masih saja manusia berpikir, bahwa hanya merekalah makhluk Tuhan yang punya nyawa. Sehingga mereka masih terus-menerus saling bunuh, saling curi, dan saling potong.
    Mereka tak pernah tahu, bahwa kami terus menyaksikan mereka dari jauh, dan membantu menyelaraskan hidup mereka sebisa kami. Bahkan ketika mereka memotong dahan-dahan kami juga tubuh kami untuk dijadikan tempat mereka duduk atau semacamnya.
    Dan masih saja mereka menyebut hutanku hutan kematian, padahal kami tak melakukan apapun yang dapat mencabut nyawa para manusia putus asa. Mereka sendiri yang mengakhirinya.

    Mereka bilang, 76 mayat dalam beberapa bulan terakhir ditemukan didalam hutan ini, lalu mereka mulai menyebut hutan ini dimiliki oleh seorang Iblis atau apalah namanya, aku tak mengerti. Lantas, bukankah sudah cukup bagiku untuk menguping dari penjaga hutan tentang hutanku..? benarkah bila aku harus melalukan sesuatu alih-alih berdiri diam dan tumbuh dibalik sebuah bukit bila dilihat dari pos penjaga hutan, dan belasan kilometer darisana. Sebuah tempat strategis untuk menyembunyikan sesuatu. Dan memang, itulah yang terjadi padaku.

    Aku dapat merasakannya, 3 tubuh, berada disela-sela akar besarku dibawah tanah, dipotong-potong tak berbentuk karena disiksa oleh sebilah besi pipih. Yeah. Itu yang telah terjadi.

    Dan orang itu melakukannya lagi.

    Aku dapat mendengarnya datang, suara langkahnya nyaris tak terdengar namun suara seperti ia sedang menyeret sesuatu itulah yang menandakan ia datang. Dari balik gelapnya malam, muncul seorang pria ber-jas mengenakan kacamata dan sekilas tampak seperti orang sukses nan kaya, menggeret sebuah karung yang memberontak dan berguman tak jelas seperti sebuah mulut yang dipaksa tertutup. Dan sampailah ia didekatku, ia mengenaliku karena telah mengukir tanda X di batangku, aku memang sudah kelewat besar, terlalu rimbun untuk dapat dilihat benda apa yang menggantung diatas dahanku dan akar-akarku dapat menyembunyikan sebuah tubuh dibaliknya. Sebuah oak raksasa adalah diriku.

    Lalu si kacamata mengeluarkan apapun itu yang ia seret barusan, seorang gadis remaja.
    Ia akan benar-benar melakukannya lagi.

    “Apa yang kau inginkan dariku..!!” teriak gadis itu ketika plaster di mulutnya dilepaskan oleh si kacamata, aku secara tidak sadar, mengerti apa yang manusia bicarakan, karena mungkin sudah tugasku untuk dapat mengerti manusia semenjak awal.
    Pria berkacamata itu tak menjawab, tatapannya kosong, dan akhirnya ia menendang si gadis itu kearah batangku, membuatnya tersudut tak berdaya.

    Apakah semua manusia seperti ini..?

    Gadis itu menangis, menyadari dirinya yang diikat tak berdaya dan tak punya harapan untuk menyelamatkan diri, nampaknya ia siap menghadapi apapun yang akan datang kepadanya.

    “Menjeritlah...” ucap si kacamata namun tak lebih dari bisikan.
    Lalu suasana semakin hening, karena si gadis tak mendengar apa yang dikatakan orang itu.

    “MENJERITLAH..!!” teriak si kacamata.
    Sebilah besi pipih, yang ia sering gunakan untuk memotong korban lainnya, telah keluar dari saku si kacamata. Gadis itu berteriak histeris, tak sedikitpun berkurang ketika pisau itu menembus perutnya dan membuat si gadis muntah darah.

    “A..apa...”
    “MENJERITLAH LEBIH KERAS!!”

    “TIDAKKK!!”
    CRAS!!
    “HUAHAHAHA!!!”

    Aku tak tahan lagi.
    Ingin sekali kugerakan dahan-dahan raksasaku, menggerus si kacamata dengan kekuatan dahan besar ini, dan bukannya seperti ini.
    Menonton seseorang yang tak berdaya disiksa tanpa alasan yang jelas.

    “MATI!! MATILAH KAU!!”

    Lima belas, enam belas, tujuh belas. Sekitar dua puluh, tusukan, diterima oleh si gadis disekujur tubuhnya dan membuatnya terbaring tak berdaya, ini benar-benar terjadi lagi, hal yang membuat tanah disekitar akarku dan batangku bersimbah darah manusia.
    Si kacamata masih menikmati memotong-motong tiap bagian tubuh si gadis sambil tertawa bahagia.

    Itulah manusia.

    Manusia memang terbagi berbagai macam, dan yang satu ini, adalah orang yang dikutuk oleh orang lainnya. Walau aku hanya oak biasa, aku selalu dapat mendengar kata yang manusia mati ucapkan. Dikala mereka terbaring tak berdaya, dari mulut mereka terbisikan sebuah kata.

    Dimana mereka menitipkan dendamnya padaku.

    Tapi aku hanya sebuah Oak biasa.
    Oak yang dahannya dipenuhi tubuh-tubuh mati yang telah dipotong-potong dengan kejam.
    Oak yang dijadikan sudut puluhan pembunuhan yang bahkan tidak diketahui siapapun kecuali diriku.

    ‘Tolong hukum mereka...’ ucap jiwa si gadis yang perlahan meninggalkan tubuhnya.

    Benar bila aku memutuskan untuk membalaskan mereka yang mati, akan kucari si kacamata, kubunuh dirinya juga dengan kekejaman yang ia selalu tunjukan padaku dan korban-korbannya, setelah diriku dapat bergerak tentunya.
    Kami adalah nyawa-nyawa milik benda tak berotak, kami punya benak, dan perasaan, namun hal itu amat transparan bagi mereka, manusia. Dan dendam, sebagian dari benci. Adalah modal yang cukup bagiku.

    Lalu kudengar soal sang Bumi, akan melepas kami, anak-anaknya yang punya kebencian besar kepada manusia, untuk membalaskan dosa mereka, kami diperintahkan untuk mencari tubuh manusia untuk dikendalikan.

    Karena dengan imajinasi dan khayalan mereka, ditambah pengalaman dan kebencianku kepada manusia, kami dapat mewujudkan kekuatan kami sebagai nyawa dari makhluk tak berotak, sebagai bisikan-bisikan bisu yang mengutuk manusia, sebagai Spirit, yang akan menjaga bumi dari kehancuran.
    Dari mereka. Manusia. Ras yang membunuh sesama dikala hati mereka sedang kacau balau, dan itu juga dikarenakan ulah mereka sendiri, seperti yang terjadi dihadapanku ini, si kacamata itu adalah seorang pengusaha miskin yang terjerat hutang tak terhingga, aku mengetahui itu dari hari-hari disini bersama bisikan-bisikan putus asa dari si kacamata. Berbulan-bulan lalu ia mengunjungi tempat ini untuk pertama kalinya, mengunjungiku, dan membisikan tidak kepada siapapun kecuali pada penciptanya.

    Bahwa ia mengutuk bumi ini dan segala didalamnya.
    Mengatakan bahwa sang Bumi lah yang bertanggung jawab atas gempa yang menghancurkan perusahaannya yang tadinya sukses menjadi bangkrut karena runtuh. Dan Tuhan yang memberikan segala takdir buruk ini kepadanya.

    Jelas sebuah kesalahan fatal, dimana sang Bumi sekali lagi disalahkan.

    Dan dia melampiaskan kekacauan benaknya, kepada orang-orang tak beruntung yang diculiknya dijalan-jalan tengah malam. Membawa mereka kesini, membunuh, menyiksa, lalu menguburnya didekat akarku atau digantung didahanku seakan mereka kemari dan membunuh dirinya sendiri.
    Hanya karena hutanku terkenal karena banyaknya yang bunuh diri disini, ia membuat pembunuhan yang dilakukannya semata-mata karena bunuh diri.

    Kelak nanti, ketika aku sudah terlepas dari belenggu yang mengikat diriku dengan batasan-batasan dunia. Aku takkan kebingungan, untuk menentukan apa yang pertama kali musti kulakukan.
    Dendam dari mereka yang tidak beruntung, kepada mereka yang hidup dan masih terus dibutakan dunia.
     
  13. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    [Chapter 12] : Tidak mungkin kulakukan itu dan kehilangan nyawaku
    [Chapter 12] : Tidak mungkin kulakukan itu dan kehilangan nyawaku

    Elizabeth Crois
    Lapangan SMA Tunas Kemakmuran
    Jakarta
    [Hari ke-8][06.31]

    Bila keadaan tak seperti ini, aku pasti sekarang ini sedang bersiap-siap berangkat sekolah.

    Bukannya berada di sekolah, bersembunyi dibalik sebuah puing gosong yang tadinya sebuah kelas, karena ‘Peri’ lainnya muncul. Yeah, kali ini bisa menumbuhkan akar-akar menakutkan alih-alih menyemburkan api, dan nampaknya ia cukup bersahabat dengan Morf.

    Beberapa jam yang lalu, disaat aku tertidur, Morf membangunkanku namun dengan tatapan halus yang bebeda dengan biasa, dan saat kutanyakan bagaimana mungkin bisa, dia berkata, bahwa namanya adalah Mina. dan membuatku membisu.
    Tapi entah bagaimana aku bisa tahu, bahwa itu memang bukan Morf.
    Lalu ketika ingin kutanyakan mengapa aku harus sembunyi, dibalik siluet embun pagi dari arah pintu gerbang sekolah yang meleleh muncul sesosok gadis dengan pakaian SMP yang khas biru-putih, meneriakan ‘geceun’ atau semacamnya dan akar-akar besar tumbuh dibawah kaki kami. Yang langsung lenyap oleh api Morf sebelum sempat mengikat kami dan tidak melukai kami sama sekali.
    Dan tiba-tiba saja Lila menarikku pergi dari lapangan, yang sekarang ini menjadi medan pertempuran magis.

    “Tenanglah, kita akan baik-baik saja..” ucap Lila sementara kami menyaksikan Morf terpental karena sabetan akar raksasa dari dalam tanah. Sangat bersahabat mereka ini.

    Yang aku heran, mereka-Morf-dan-si-gadis-akar, mengobrol sambil saling bunuh dan berteriak, sehingga kami dapat mendengar apa yang mereka bicarakan.
    Lalu dengan santai si gadis akar menumbuhkan sebuah dahan atau akar didekat kakinya dan duduk disana layaknya sebuah bangku taman.

    “Oh ayolah, butuh waktu lama untuk menemukanmu, jadi jangan buat ini terlalu membosankan.., Fliatus..!!” ucap si gadis akar.
    “Dengar, aku tak punya alasan untuk menghabisimu sekarang ini. Aku sedang dalam perjalanan mencari saudara-saudaraku..”
    “Ignus sudah berulangkali menyuruhmu kembali dan karena kau keras kepala, kami harus bersulit-sulit mencarimu!!”
    Akar-akar tumbuh disertai gempa lokal, tanah hancur digantikan akar-akar yang tak kuketahui milik pohon apa, menerjang Morf layaknya tali-tali ganas yang akan menarik Morf menjadi dua bagian. Dan ada sekitar 3 sulur akar besar yang nampak keras mencoba menggapai Morf namun terbakar ketika mendekat. Mereka yang gagal terbakar akan berhasil menangkap Morf.
    “Bi...bilang padanya, aku nyaris bertemu dengan Ray...”
    “Dan perlu kulaporkan juga soal menyelamatkan manusia...???”
    Bulu kudukku merinding.

    “Kau beruntung Prominansi, bila Dandelion yang melihat ini, akan kupastikan kau kembali keasalmu di perapian, untungnya ia sedang menangani Ivorya..”
    “Aku punya..., alasanku sendiri..”
    “Aku tak peduli, sekarang minggir!!, serahkan dua manusia itu dan kubiarkan kau tetap di inang itu.”
    “Tidak akan..”

    Morf menyalakan apinya, membara ditangan kanannya dan tangan kiri membetulkan kacamata dengan gaya sok keren. Tak tertahankan, aku hanya berharap dia sedikit lebih kurus namun hal ini semakin tak tertahankan. Ia melindungi kami berdua dari sesamanya.
    “Pentsearist Fliatus!!” teriak si gadis akar.
    5 sulur akar yang tadinya berada disekitar si gadis memanjang dengan menderu dan melayang kearah Morf, ia jelas tak mampu menghindarinya dengan bergerak, yang Morf lakukan hanya berdiri diam dan membiarkan sulur-sulur itu bergerak kearahnya, melesat dengan cepat, bersiap-siap mengikat Morf sebelum menyeretnya kedalam tanah
    Namun mereka hangus menjadi arang sebelum sempat menyentuh Morf.
    “Bahkan dirimu sendiri tahu, bahwa tak mungkin melawanku sendirian..”

    “Gceund!!”
    Akar-akar tumbuh, belasan, menggapai-gapai permukaan tanah dengan bunyi berderit gesekan antar kayu.
    Dan terbakar ketika Morf memandangi mereka.
    “MENYERAHLAH OAK!!” ucap Morf, didetik ia berteriak, seluruh akar-akar Oak yang tumbuh, terbakar hingga menjadi abu.
    “Atau kau akan menemukan dirimu dilahap lidah-lidah penghangus”

    “Jangan mengancamku dengan omong kosong, Akhsatiobudero Gceund.!!”
    Seketika sulur akar tebal dimana Oak sedang duduk terbakar, didetik itu juga sebatang pohon Oak tumbuh didepan sang ‘Peri’ pohon, dan ia menaikinya. Tanah dibawah kaki Morf meledak, belasan ranting, batang, dan akar Oak menggapai-gapai tubuh gemuknya yang terlontar keudara, dan berhasil melilitnya. Dan nampak dengan sekuat tenaga yang ia mampu keluarkan, ia membakar akar-akar yang melilitnya itu hanya dengan memandangnya.
    Dan nafas kelelahan terdengar dengan jelas.

    Dari atas Pohon Oak besar yang baru saja Oak tumbuhkan, ia mengelus-ngelus rambutnya sambil menatap Morf serendah mungkin.

    “Inikah wujud dari penghancur alam semesta, sang Lidah api yang terkenal kekuatannya..?”
    Morf terdiam, berlutut dan terlihat amat kelelahan.
    “Tersudut tak berdaya, hanya dikarenakan seorang Anak Bumi yang disebut-sebut Jiwa terlemah..?” Oak mengejek.
    “Aku terkesan..”
    Tanpa mantra aneh tak seperti Oak, Morf melontarkan api dari tangannya bukannya membakar akar-akar Oak seperti yang ia lakukan sebelumnya, aku tak pernah mengerti bagaimana api itu muncul. Tapi yang membuatnya tetap membara diudara adalah udara itu sendiri, dan mungkin itulah yang ia bakar bila tak menghanguskan apapun.

    “Pulanglah Mina, Ignus mencarimu, dia tahu cepat atau lambat kau akan begini. Manusia itu, yang ada didalam tubuhmu itu, si Morf itu, penyebab semua kekacauan yang akan terjadi disini..” kata Oak.
    “Aku tak melihat adanya kekacauan”

    “Nantinya kau malah memecah belah kita semua!!”

    “Aku hanya menepati janjiku kepada Morf!!”

    “Itu yang akan menghancurkan kita semua, MANUSIA!!”

    “Hanya sebuah janji kecil..”

    “Dia memperalatmu, menggunakan kekuatanmu untuk menyelamatkan rasnya..!”

    “Aku tak peduli”

    “Kau akan di cap sebagai pengkhianat!!”

    “AKU TAK PEDULI!!”

    “Fliatus..!!”
    Akar-akar melayang dan mengikat Morf, kali ini ia tak mampu melawan, api Morf padam dari mata merahnya, hitam dimata itu mulai nampak sekalipun aku menatapnya dari jauh. Morf diangkat keudara oleh akar-akar yang bergerak, tak memberontak namun menatap Oak dengan segala kebenciannya.
    Kita harus pergi dari sini.

    “Kita harus..” ucapku pelan.
    Sebelum aku sempat melakukan apapun, Lila melompat keluar dari persembunyian kami, spontan berteriak.
    “OI!!”
    Mungkin tadinya Lila berharap, dengan kemunculan dirinya akan memancing Oak dan melepas Morf. Namun tak seorangpun tahu, ada berapa banyak akar sulur Oak dibawah pohon besar tempat ia berdiri sekarang ini.
    “Disana kau rupanya, Fliatus!!”
    Oak mengacungkan tangannya, memerintahkan sebuah akar untuk bergerak dan melesat kearah Lila yang dengan ketakutan menutupi wajahnya. Dari kematian.
    Aku tak mampu melakukan apapun, jarak diantara kami terlalu jauh untuk dapat kujangkau, mungkin bila di Film-film aku akan mengorbankan nyawaku demi Lila lalu dikenang untuk selamanya. Tapi hidupku ini bukan pahlawan di Film, tak mungkin kulakukan itu dan kehilangan nyawaku.

    “Kukira ada apa ribut-ribut begini...” ucap Morf ditengah jeratan akar Oak.
    Akar yang melesat kearah Lila terbakar habis, begitu juga yang mengikat Morf diudara.

    “Kau..” terdengar ketakutan dari suara Oak, melihat Morf, orang yang sama dengan Peri-api yang baru saja dilumpuhkannya, namun terlihat amat berbeda. Menatapnya saja membuat matamu kepanasan.
    Dia turun dari tengah udara, mendarat halus dengan api yang entah bagaimana membuatnya sedikit melayang.
    “Mina benar-benar kelewat menyedihkan, membuat diriku babak belur seperti ini..”
    “Ku..kukira kalian..”
    “Oh maaf, aku baru saja bangun, dan ketika menemukan diriku terikat, entah bagaimana...., ingin kubakar tempat ini..”
    “MATILAH KAU MANUSIA!! .Fliatus..!!”
    “Percuma...”
    Seketika pohon Oak besar itu terbakar, tanpa jeda sedetikpun seakan Morf jauh lebih kuat dari sebelumnya. Tersenyum garang, sebelum api berpusar disekitar tubuhnya, memijarkan cahaya panas disertai silaunya matahari terbit.
    “Lihat Mina, ayahmu baru muncul” ucap Morf tidak pada siapapun, mengejek matahari seakan menyalahkan benda itu karena tak tampak di malam hari. Sebenarnya siapakah Mina itu..?
    Mengapa Oak memanggil Morf dengan panggilan Mina atau Prominasi? Dan mengapa Morf bicara pada seseorang yang bernama Mina padahal tak ada seorangpun disana?
    Mungkinkah Morf yang baik hati itu bernama Mina? Morf yang membangunkanku dari tidur beberapa jam yang lalu, dan bukan Morf yang super mengerikan, yang berhasil memanggil badai api semalam dan yang baru saja membuat Oak ketakutan?.

    Sembari otakku berpikir, aku melihat suara mesin menderu-deru. Seperti sebuah Mobil sedang menuju kemari.

    “OAK, LARI!!” ucap seseorang yang berlari kearah Oak dari balik embun pagi yang sekarang disinari mentari. Ia berkacamata, tampak seperti warga negara Jepang. Dan ketika kusadari Oak juga bukan berkulit kecoklatan seperti orang Indonesia.
    Disaat yang sama, sebuah Mobil putih dan panjang, Limosin, melesat melalui lapangan sekolah, dan sedikit tergelincir didepan Morf dan Lila.

    Pintu belakang terbuka, dan seorang lelaki muncul tanpa keluar dari Mobil.

    “Lidah api!! Cepat masuk!!, dia akan segera datang!!” ucapnya pada Morf.

    Dan dari balik awan pagi, muncul seekor naga.


    [Chapter 13] : Aku tak mau berkomentar, aku tak mau
    [Chapter 13] : Aku tak mau berkomentar, aku tak mau

    Jelita Putri
    Jalan raya kota Jakarta
    Jakarta Selatan
    [Hari ke-8][05:07]

    Intinya.
    Kami berhasil meloloskan diri dari Mansion, dan terjun langsung ke jalan raya. Jalan tak sepadat di hari biasa, namun benar-benar kekacauanlah yang telah terjadi disini, karena kami melihat banyak sekali mobil-mobil yang terjungkir dan bahkan hancur lebur. Bis-bis berserakan dijalan, tak sedikit yang bahkan berada didalam gedung, yeah, kubilang didalam gedung. Apapun yang membuat bis besar dan beberapa kendaraan lain terlempar dan tersangkut diberbagai ruangan di gedung-gedung tinggi disekitar jalan raya adalah kesuraman lainnya. Walau yang kami lihat sembari Limosin ini berkelok-kelok di jalan yang penuh dengan mobil kosong tak lain adalah Deadman, yang tersungkur tak berdaya dengan banyak sekali Dandelion yang tumbuh secara tidak normal di ruas-ruas jalan dan juga di tubuh Deadman itu sendiri. Sepertinya ditumbuhi akar-akar ajaib adalah skakmat bagi obsesi Deadman untuk menggigit banyak orang, mereka benar-benar tak bergerak karena Dandelion tumbuh diatas daging mereka.

    “Sebenarnya aku ingin bertanya banyak hal...” ucapku ditengah kesunyian diantara kami bertiga.

    “Bila ini soal biji-biji pembunuh itu, aku tak dapat banyak bicara” sela Vian sebelum aku sempat mengucapkan sekalimat penuh.

    “Hanya ingin memastikan.., dia itu teman atau musuh?”

    “Jelas dia musuh kita, kau tak lihat bagaimana ia berusaha membunuh kita sejam yang lalu..?”

    “Secara teknis dia menyelamatkan nyawa kita dari serangan Deadman, dan lalu pergi begitu saja ketika tiba giliran kita untuk disengat biji-biji itu”

    “Percayalah, bila kau pikir hanya ada dua sudut di peperangan ini, kau salah besar..., ia pergi karena melihat pusaran api besar dari arah sekolah kami”

    “Jadi..., selain manusia dan Deadman, ada si Dandelion itu..?”

    “Sedihnya, ya, dan mereka semua berniat memburu manusia..”

    Aku membayangkan si Dandelion itu mungkin berbentuk seperti manusia tanaman, dengan kepala seperti bunga dan kaki akar. Alien. Itu dia.
    Dan Vian adalah pemburu alien yang menyamar sebagai siswa SMA, nah ini semua semakin jelas dimataku, kecuali satu hal..
    Bagaimana mungkin ada zombie dan alien sekaligus dalam suatu invasi bumi?, ini tak seperti di film-film, ini jauh lebih buruk dibanding itu. Biasanya di Film yang bertema Zombie, mereka muncul dari sebuah kebocoran virus mutasi milik organisasi rahasia atau semacamnya, menyengat beberapa orang dan merubah mereka menjadi zombie dan akan mengigit orang lain agar tertular dengan virus itu. Dan bukankah ini sebuah mimpi buruk? Aneh sekali bila segala yang ada di TV benar-benar terjadi pada hidupku di kenyataan. Maksudku zombie.. dan Alien tanaman...?????
    Jadi, apakah ini kenyataan atau aku sedang benar-benar bermimpi sekarang ini?.
    “Kurasa..., aku sudah kehilangan kemampuan untuk berpikir logis.., Nonaku..”

    “Hmm”

    Mobil Limosin yang dikemudikan Nona-ku menyusuri sebuah flyover, jalan menanjak maupun jalan yang berada disekitar kami anehnya tak dihuni satu Deadman pun, aku bisa melihat sebagian kota Jakarta dari sini, termasuk rumah-rumah terbakar dibawah flyover. Kami melesat dengan lancar, karena tak ada seorangpun atau mobil-mobil yang ditinggalkan seperti yang kami saksikan dijalan besar, atau gedung runtuh atau hal-hal buruk lainnya.
    Dan entah kenapa ini mulai terasa membosankan.

    Berkata-kata seperti itu hanya akan membuatku menyesal dikala masalah muncul nantinya, aku memang tak suka duduk diam, tapi aku tak mampu berbuat apapun apabila mereka kembali, tak seperti Vian. Pemuda itu nampak gelisah, berkali-kali ia menatap keluar kearah tempat dimana Deadman bisa saja muncul dan melompat kearah kami ataupun mengkhawatirkan kemunculan Dandelion secara tiba-tiba. Baik makhluk itu yang muncul maupun biji-biji yang ia tebarkan. Jakarta adalah sebuah kota dengan gedung-gedung besar dan padat, karena merupakan ibukota sekaligus pusat pemerintahan negara Indonesia, di hari-hari biasa udara akan dipenuhi debu dan jalanan dipenuhi kendaraan-kendaraan yang terjebak macet.
    Cukup banyak monumen yang dapat kau temukan disini, jauh dimasa lalu Jakarta dan Indonesia amatlah terkenal dengan patriotisme yang berlebih, hingga menurun ke anak cucu mereka dan menjadikan mereka bersikap kepahlawanan. Mungkin memang terkesan berlebihan, namun hanya dengan inilah sebagai warga negara yang baik untuk dapat mengenang jasa pahlawan mereka, sebagaimanapun sebuah bangsa yang tadinya dijajah selama 3 abad lebih namun berhasil bangkit dan memerdekakan dirinya sendiri adalah sesuatu yang musti diberi aplaus. Tapi bisakah kami bangkit?.
    Maksudku bukan hanya sebagai warga negara Indonesia.
    Namun bisakah umat manusia selamat dari kiamat ini? Ketika keseluruhan ras terbantai hingga banyak lainnya yang menyerah dan mengakhiri hidup mereka seperti yang teman-temanku lakukan tempo hari. Dan menyelamatkan diri mereka dari kenyataan yang jauh diatas tingkatan film horor.

    Aku mengintip kembali, kearah penyelamat kami dibangku belakang, yang tanpa dirinya mungkin aku sudah bergabung dengan barisan makhluk-makhluk kematian atau mungkin tubuhku sudah ditumbuhi secara sadis oleh belasan Dandelion.

    Dia memegang sesuatu seperti ponsel, dengan jenis yang tidak kuketahui. Mungkin bukan berasal dari negara ini atau semacamnya. Dan setelah menekan beberapa nomor, ia menempelkan benda itu di telinganya. Tak terbayangkan, menggunakan media komunikasi seperti ponsel disaat seperti ini, bukankah para operator yang memegang kendali koneksivitas juga manusia?
    Dan bukankah manusia nyaris punah?
    Vian malah berbicara, dengan seseorang jauh disana, lewat ponsel besar tersebut.

    Dengan bahasa yang jelas bukan Bahasa Indonesia ataupun English.
    Padahal, siapa sih yang tak ingin curi dengar sebuah percakapan antara lelaki misterius yang masih hidup dengan seorang bocah SMA lincah-akurat yang membawa senapan mesin kemana-mana. Walaupun Limosin ini panjang, dan ia duduk 3 meter jauhnya dari bangku supir didepan, suara Vian tetap terdengar. Karena ia berteriak sepanjang percakapan.

    Mungkin orang yang sedang berbicara padanya berada disebuah kebisingan.
    Atau dia terlalu norak untuk menggunakan sarana komunikasi.

    “Jelita...”

    “Ya Nona-ku..?”

    “Mengerikan..”

    “Apa yang mengerikan..?”

    “Orang itu....”

    Dan yang ia maksud adalah Vian.
    Walau tanpa ekspresi kaget dan semacamnya, aku tahu, bahwa Nona-ku mengerti apapun yang Vian katakan. Nona-ku adalah anak seorang Ganesh Ivorya, dan adalah sebuah hal yang memalukan bila dirinya tak mengerti belasan bahasa yang berbeda. Untuk mejunjung tinggi nama Ivorya hingga akhir dunia. Yang berarti, ini bukanlah akhir dari dunia tersebut.
    Lalu di menit berikutnya, Vian berteriak dengan keras dalam bahasanya, kaget akan sesuatu namun tak sekaget kami yang sedang menguping hingga diteriaki seperti itu. Aku mungkin mendengar sedikit celaan dan perkataan kotor walau tak mengerti apapun yang ia katakan.

    “Naga?” ucap Nona-ku pelan. Ia mengutip kata ini dari kalimat yang Vian teriakan barusan.
    Naga..?????????
    Tunggu sebentar. Aku. Haruskah aku menyadari bahwa hal ini sudah berubah terlalu fantasi? Dan perlunya penalaran non-logis disini memaksaku mengkhayal, apabila di langit benar-benar muncul seekor naga atau semacamnya.
    Tak lama kemudian Vian selesai menelepon, ia kembali ke dari ujung Limosin menuju ke jendela pemisah kursi supir dan kursi penumpang. Dan dengan tampang yang sangat ketakutan dan suara yang bergetaran, ia mengucapkan layaknya Ksatria dunia fantasi.
    “Ada naga...”

    Lucunya, disaat seperti ini, bahkan dunia yang penuh dengan mayat hidup dan Alien tanaman ini terasa sangat nyata. Aku tak mau berkomentar, aku tak mau. Diam lebih baik disaat kau tidak bisa berbuat apa-apa.
    Tapi aku tak tahan.

    “itu agak..., kau tahu...” ucapku, dan jelas-jelas sangat mencibir.

    “Tidak nona tua, aku serius, nona muda kurasa kau harus menyetir jauh lebih cepat dibandingkan ini. Pusat-ku baru saja mentransmisikan makhluk sebesar 10 kaki sedang melayang beberapa kilo dibelakang kita, dan dia Deadman..”

    Aku tak mau percaya.
    Namun ketika kutengok kepalaku kebelakang, dan mataku dengan secara tidak sengaja, menyaksikan sebuah bayangan hitam melaju dengan kecepatan yang sangat tak wajar. Ia besar, dipenuhi lapisan tulang-tulang raksasa menutupi tubuhnya yang seluruhnya adalah daging, tanpa sisik dan mejijikan, sebuah moncong yang adalah sebuah rahang bawah tak berkulit dengan deretan gigi tajam dan secara tak wajar terbuka untuk mengaung. Sayapnya besar, yang membuat benda...err..apapun itu tak memiliki kaki depan namun kaki belakangnya besar dengan tulang-tulang besar menonjol sebagai rangkanya. Deadman yang satu ini, sedikit, well.., ekstrim.
    Dan tanpa ada keraguan sedikitpun, Nona-ku menginjak gas lebih dalam lagi.

    Hingga sekolah dimana Nona-ku belajar terlihat didepan kami, setelah kusadari tempat ini dipenuhi asap dimana-mana, dan tak ketinggalan apinya. Mungkin disinilah pusaran api tadi mengamuk, karena tak dapat lagi kulihat sekolah selain reruntuhan gosong dari semen yang sulit untuk dibakar.
    Nona-ku membuat Limosin terlonjak, menabrak pintu gerbang sekolah yang telah lumer sehingga tak menyentuh apapun, dan kami dijumpai seorang pemuda berkaca-mata didepan sana yang juga berlari dari naga itu.

    Dan Vian-pun menunjuk kearah pemuda gemuk yang mengobarkan api ditangannya. Kearahnya, Limosin Nona-ku melaju.
     
  14. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    anuu, salam kenal :hi:

    waaw cerita zombie yang dicampur fantasy, ahahaha menarik menarik :yahoo:

    baru baca sampe bab 1 sih, tapi dari pembuka yang sudah cukup mantap rasanya saya bakal dibikin penasaran nih :blink:

    imo, banyak deskripsi penjelas yang kurang pas dan membuat rada2 asem sih, tapi overall masih enak dibaca kok :hmm:

    karena baru baca sedikit jadi lum bisa komen banyak :maaf: lanjut dulu ah :lalala:
     
  15. Morffelflox Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 9, 2012
    Messages:
    76
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +18 / -0
    Terima kasih telah baca! Terima kasih! Saya sempet ngira cerita ini gak dilirik siapapun di forum :sembah::sembah:
    Oke, soal deskripsi akan saya perjelas di chapter-chapter berikutnya.

    Sekali lagi terima kasih :sembah:
     
  16. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    anuu, masih terima komenkah? maaf karena lama menghilang dari peredaran :lalala:

    sebagai sebuah cerita yang berdiri sendiri aku rasa ini cukup bagus kak :hmm:

    deskripsinya udah lumayan dan suspensenya mulai kerasa lebih wah. kalo kurangnya, hmm, mungkin si Ellie-nya yang ungkapin perasaannya yang terlalu bertele-tele. dia bilang bahwa cinta ini gini, gitu, gini, gitu, well, sebenernya bagian itu bisa dihilangkan sih. selain karena bertele-tele juga karena malah ngilangin unsur thrill yang udah terbangun bagus sebelumnya. imo, kalo untu membuat adegan romantis antara Ellie n Morf aku rasa ga perlu pake monolognya Ellie kok :hmm: mungkin bisa diganti dengan dialog ato adegan yang nunjukkin romansa diantara mereka :peace:

    kay, lanjut baca dulu. nice work :top:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.