1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Grey Knight

Discussion in 'Fiction' started by om3gakais3r, Jun 1, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    1. Bagian 0
    2. Bagian 1
    3. Bagian 2
    4. Bagian 3
    5. Bagian 4
    6. Bagian 5
    7. Epilog

    selamat menikmati.. :elegan:

    Kau tahu, apa yang membedakan manusia dengan benda-benda lain di alam semesta?

    Itu adalah hati.

    Bukan, bukan hati yang itu… tentu sebagian hewan memiliki hati sebagai organ di dalam tubuh mereka. Tapi bukan hati itu yang aku maksud.

    Hati dari jiwa mereka, tempat perasaan, emosi, gairah dan lainnya berasal. The one who make fool a fool, the one who make empress an empress, the one who make lover a lover… talkin’ about major arcana of tarot cards are we?

    Ini bukan soal seberapa besar <hati> itu, karena walaupun besar namun ringkih, hati itu hanya sebuah pajangan.

    Ini bukan soal seberapa kuat <hati> itu, karena walaupun kuat namun kecil, hati itu hanya sebuah beban.

    Ini bukan soal seberapa suci <hati> itu, karena ketika hati itu suci namun kecil dan ringkih, <hati> itu hanya menjadi sebuah perhiasan murahan.

    Seperti yang dulu kakek ajarkan padaku, manusia diciptakan dengan berbagai bentuk dan sifat <hati>. Ada enam jenis utama <hati> dan tiga puluh dua sub-jenis serta milyaran kelas dari setiap subjenis. Keenam jenis utama hati adalah pawn, rook, bishop, knight, queen dan king. Tiga puluh dua sub jenis lainnya adalah variasi dari keenam jenis utama itu.

    Pawn; dia yang memiliki tekad dan kesabaran, Heart of the Chaser

    Rook; dia yang memiliki keteguhan, Heart of the Guardian

    Bishop; dia yang memiliki keyakinan, Heart of the Believer

    Knight; dia yang memiliki kesetiaan, Heart of the Faithful

    Queen; dia yang memiliki hasrat akan impian, Heart of the Plotter

    King; dia yang memiliki kesungguhan, Heart of the Leader

    Tidak ada dua orang yang memiliki <hati> yang persis sama, tujuan seseorang bisa saja sama namun alasan mereka mungkin berbeda. Itulah yang Kakek sebut “Hati sebagai tanda pengenal manusia”.

    Semua itu aku pelajari. Sedikit demi sedikit, aku belajar melihat bagaimana <hati> orang-orang. Walau hanya ketika aku mengkonsentrasikan pikiranku di dalam gelap, mataku bisa melihat semua bentuk <hati> seseorang, seperti kakek. Dia adalah orang pertama yang aku lihat bagaimana bentuk <hati>nya. Sebuah berlian berbentuk seorang raja dengan
    mahkota sebuah buku.

    Sedangkan milikku… batu abu-abu berbentuk ksatria, cuma itu.

    Sejak saat itu, aku mencari kekuatan. Kekuatan agar bisa merubah bentuk <hati> ku yang aku anggap buruk ini.

    Tapi, tidak semudah itu. Hati adalah sesuatu yang terbentuk oleh kejadian-kejadian yang dialaminya, oleh sebuah konsistensi akan prinsip… atau oleh sifat yang dimilikinya saat dia lahir. Saat itulah aku sadar aku tidak bisa merubah diriku begitu saja.

    Apapun yang terjadi, apapun pilihan yang akan aku hadapi… aku harus jawab dengan apa yang aku percaya karena tidak ada gunanya merubah <hati> dengan cara berpura-pura menjadi orang lain, bukan?

    Suatu ketika, aku berpikir tentang bentuk <hati>ku. Ksatria batu, apa mungkin artinya ksatria yang tidak akan pernah mati? Aku rasa itu tidak buruk juga. Aku memutuskan untuk membiarkan sebagaimana adanya, menyerah untuk merubah <hati>ku sendiri.
     
    Last edited: Jul 1, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Bagian 1

    Namaku Rinnea, seorang laki-laki yang selalu diledek “Tidak salah? Namamu terlalu feminim untuk orang sepertimu.” Oleh setiap orang yang baru mengetahui namaku. Aku juga siswa kelas 2 SMA di kota Bandung tahun ajaran 2103. Walau tahun ajaran baru dimulai satu minggu tiga hari, pekerjaan rumah untuk besok sudah menumpuk. Oleh karena itu, malam ini… tanggal 26 Juni, aku memutuskan untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah yang akan dikumpulkan lusa. Ya, agak terlambat sih… tapi lebih baik daripada tidak sama sekali, bukan?

    Kliping dua halaman koran memang tidak sulit, tapi kalau topik yang diminta adalah tentang sesuatu yang jarang diekspos di media, tugas itu menjadi sangat sulit… Perang Dunia Tiga, kejadian itu terkesan tertutup dari masyarakat, perang yang terorganisir sehingga pihak yang tidak terkait tidak akan tahu kalau ada perang terjadi. Walaupun begitu, aku merasa aneh karena tidak satupun curiga apa yang terjadi pada perusahaan-perusahaan teknologi yang tiba-tiba lenyap atau bagaimana bisa sejak tauhn 2060, kualitas teknologi semakin merosot.

    Ah, itu tidak penting sekarang. Pukul delapan malam, semua bahan sudah terkumpul. Aku akan berterima kasih pada kak Erik, tetanggaku suatu saat nanti kalau aku ingat karena aku mencuri beberapa tumpuk koran dari gudang di belakang rumahnya. Tentu aku akan kembalikan sisa yang aku tidak gunakan.

    Memilah artikel dari koran membuat mulutku kering, air bening sepertinya tidak akan memuaskan rasa haus ini. Jadi aku putuskan untuk pergi ke mini-market yang letaknya sekitar dua blok dari rumah dan membeli beberapa botol soda untuk persediaan.

    Sesampainya di tempat itu, aku segera mengambil dua botol soda dan sekaleng kopi espresso untuk aku minum sekarang.

    Tepat ketika sang kasir memberikan uang kembalian padaku, sekejap lampu-lampu penerangan di dalam bangunan ini mati. Saat itu juga, serempak suara terdengar dari rumah-rumah sekitar dan para penjaga kasir.

    “Lagi? Sudah tujuh kali sejak dua hari terakhir!” Kasir yang baru memberikan kembalian padaku itu terdengar cukup marah.

    “Emm.. sudah sering?” Tanyaku.

    “Iya, akhir-akhir ini. Sekitar lima atau sepuluh menit mati lampu. Sepertinya gardu tua itu harus segera diganti.” Jawabnya sambil mencari lampu darurat di balik counter.
    Karena sepertinya sekitar radius satu blok ini gelap, aku tidak mau mengambil risiko berjalan tanpa melihat ke depan dan menabrak tiang listrik dengan kepalaku. Oleh karena itu, aku keluar dari mini-market itu dan duduk di kursi yang disediakan di bagian teras.

    Ketika aku membuka kopi kaleng yang masih dingin, aku tidak sengaja melihat ke arah dadaku. Di situ terlihat sebuah bidak catur ksatria, berbentuk kuda. Warnanya abu-abu dan teksturnya terlihat kasar seperti batu… atau mungkin kerikil?

    Sebenarnya aku sudah tidak peduli dengan bagaimana bentuknya, tapi setiap kali aku melihatnya aku selalu bertanya-tanya pada dirku sendiri, apakah aku tidak berubah setelah pertama kali aku melihatnya enam tahun lalu?

    Meneguk minuman itu sampai habis, aku mengisi tenaga yang sudah hampir habis karena memilah koran.

    Saat itu, aku melihat sesuatu yang belum pernah aku lihat sebelumnya.

    Awalnya aku kira seseorang menggunakan senter saat keluar dari mini-market, tapi aku sadar itu bukan cahaya yang nyata. Cahaya itu berasal dari pengelihatanku atas <hati> seseorang. Bentuknya adalah Ratu, warnanya bening seperti kaca. Tapi tidak mungkin kaca bisa memiliki cahaya seterang itu… jadi boleh kan, kalau aku anggap itu adalah berlian? Di tangan bidak catur itu sang ratu memegang sebuah pedang yang dipakainya sebagai tongkat.

    Bentuk yang sangat indah, bentuk yang sangat kuat.

    Cahaya yang keluar dari <hati> itu tidak cukup untuk membuat wajah orang itu terlihat. Mataku juga belum terlalu terbiasa dengan kegelapan, oleh karena itu aku hanya bisa melihat cahaya itu mendekat ke tempat parkir sepeda dan bergerak cepat ke arah yang lain dari rumahku.

    Entah apa yang terbangun dari dalam jiwaku, aku merasa tidak puas dengan bentuk <hati>ku yang terlihat sangat jelek kalau dibandingkan dengan <hati> orang itu tadi.

    Tapi, siapa dia? Bagaimana orang itu? Aku tidak tahu, aku hanya yakin dia adalah seseorang yang luar biasa. Mungkin setara dengan kakek, atau mungkin lebih.

    Apa mungkin bisa aku menjadi seperti orang itu?
     
    Last edited: Jun 5, 2012
  4. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    pensaran dengan pembagian 32 sub jenis e

    terus ada milliaran lagi dari 32 subjenis

    ---

    untuk cerita masih terlalu minimalis untuk menilai
     
  5. myalizarin Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 1, 2012
    Messages:
    31
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +101 / -0
    Bagian 0 dan bagian 1 bikin tertarik baca selanjutnya. Plotnya bagus, klo kata aku sih ya jangan dipatok cuma 5 bagian aja terus aja kembangin. 10 atau 20 bagian, hehe...
    Masih awal emang untuk menilai, ditunggu perkembangannya deh :)
     
  6. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Bagian 2

    Memang, tidak ada dua <hati> yang sama. Walaupun begitu, aku yakin ada banyak <hati> yang menyerupai satu sama lain. Ketika aku mengagumi <hati> kristal berbentuk ratu yang memegang pedang itu, saat itu pula aku merasa kalau <hati> itu bisa dirubah. Tapi, bagaimana caranya? Sudah ratusan cara aku coba, tapi tidak satupun berhasil… setidaknya ratusan cara yang aku anggap bisa merubah hati dan semuanya adalah dengan mniru ratusan kepribadian orang lain dan hasilnya nihil.

    Mungkin karena <hati> itu mencerminkan sifat pemiliknya.

    Lalu, bukankah “peniru” sepertiku seharusnya berbentuk sesuatu yang lebih konyol dari kuda berwarna abu-abu?


    Kembali ke kenyataan, tepat lima hari sudah terlewat sejak saat aku pertama kali “mengagumi” <hati> yang indah itu. Tapi sampai sekarang, aku belum menemukan siapa pemiliknya. Bukan karena aku sudah mencarinya, tapi aku tidak bisa melihat <hati> orang sesukanya. Butuh konsentrasi tinggi dan cahaya yang cukup redup untukku agar bisa melihatnya.

    Karena itu, aku yakin malam ini adalah waktu yang tepat.

    Sebuah tradisi sekaligus acara resmi sekolah yaitu menonton bintang jatuh selama satu malam yang diadakan di area komplek sekolah. Memang, agak aneh. Tapi dengan nama sekolah yang sama anehnya, “SMA Bintang Emas”, SMA tempatku belajar sekarang tidak ada lagi hal canggung atau aneh yang menggangguku. Terutama karena aku sudah terbiasa selama satu tahun sekolah di tempat ini.

    Nama sekolah juga ada hubungannya dengan acara ini. Konon menurut selebaran yang aku tidak sengaja baca, sekolah ini berdiri tepat di lokasi jatuhnya meteorit yang saat itu terlihat berwarna emas saat jatuh. Aku tidak tahu kebenaran cerita ini, tapi yang pasti ada hal cukup besar yang membuat seseorang berani memberi nama sekolah dengan nama seperti ini.

    Siang hari, seperti biasa aku dan teman-temanku makan siang di tempat yang berbeda setiap harinya. Walau baru dua minggu lebih di kelas dua, orang-orang yang sering berkumpul denganku cukup banyak. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang aku “tiru” saat mencoba merubah <hati>ku satu tahun terakhir. Tapi, itu membuat mereka tertarik padaku. Tanpa sadar, setiap satu dari mereka menjadi “lingkungan”ku. Teman-teman yang bergerombol setiap siang, berkumpul setiap pulang sekolah untuk bersenang-senang, bermain seperti halnya anak kecil di waktu luang.

    Yun, pawn putih-perak dengan tujuh batu merah di sekitarnya. Salah satu, nomer tujuh dari enam belas jenis pawn.

    Miche, bishop putih-logam dengan corak kayu. Nomer satu dari empat jenis bishop.

    Nimbus, knight putih tanpa bercak sedikitpun. Nomer satu dari empat jenis knight.

    Agon, bishop hitam mengkilap seperti mutiara hitam. Nomer empat dari empat jenis bishop.

    Peny dan Holand, keduanya rook hitam dan putih dengan corak yang sama; bergerigi dan dari setiap lekukannya muncul sesuatu yang berwarna keemasan, nomer satu dan tiga dari empat jenis rook. Tidak aneh, mereka adalah saudara kembar.

    Itulah orang-orang yang biasa bersamaku. Ketujuh laki-laki itu aku rasa cocok kalau aku sebut mereka “teman”, walaupun satu-satunya yang memiliki gelar lebih adalah Miche yaitu “teman sekelas” untuk sekarang.

    Sebenarnya ada satu lagi yang sering berkumpul dengan kami, tapi dia tidak bisa kami sebut teman karena…

    “Jadi, makan siang hari ini apa?”

    Orang yang aku maksud tadi mendekati kami yang sedang mendiskusikan pertanyaannya sejak tadi.

    “Bingung, mau nasi kuning atau mi di kantin.” Agon menjawab dengan santainya.

    “Voting masih empat sama. Kau yang tentukan, Ramiu!”

    Aku memberinya dua benda, sumpit dan sendok. Sumpit untuk memilih mi dan sendok untuk nasi kuning.

    “Aku agak merasa dingin hari ini, jadi aku pilih…”

    Ramiu mengambil sumpit. Yun, Nimbus, Peny dan aku mendesah kecewa karena pilihan kami tidak menang, sedangkan yang lain tersenyum bangga dan menepuk-nepuk punggung Ramiu.

    “Tapi, apa tidak apa-apa… ke kantin bareng kita?” Holand mengutarakan kekhawatiran yang seharusnya sudah lenyap sejak lama.

    “Hmm… memangnya kenapa?” Ramiu dengan santainya balas menanya.

    “Seorang guru kumpul bareng siswa-siswanya setiap makan siang… apa nggak dimarahi kepala sekolah?”

    “Haha, nggak usah khawatir. Aku bilang sama kepala sekolah kalian kalau ini adalah cara bersosialisasi dengan siswa.”

    “Tapi…”

    “Jangan dipikirin, jangan dipikirin.”

    Sikap santainya tidak beda dari kami berdelapan, tapi fakta bahwa dia adalah guru sekaligus wali kelasku tidak bisa diubah. Dia bilang umurnya dua puluh empat, tapi wajah, tinggi badan, cara bicara dan sikapnya tidak beda dari kami. Entah kenapa dia mulai bergabung dengan kami, walau begitu tidak ada yang keberatan dan masih tetap menghormati posisinya sebagai guru.

    Tapi tetap, di waktu luang di luar sekolah dan ketika kami tidak menggunakan seragam, Ramiu kami anggap sebagai orang yang tidak lebih tua dari kami.


    Menuju ke arah kantin, aku merasa ada sesuatu yang tertinggal.

    “Ah, sial. Dompetku ketinggalan di kelas.”

    Aku berbalik, namun Yun menghentikanku.

    “Aku pinjami uang dulu, gampang kan?”

    “Egh… aku tidak suka berhutang.”

    Jawabku sambil melepaskan tangan Yun.

    “Kalian duluan, aku nyusul.”

    Aku berlari ke arah ruang kelas, mengambil benda paling penting untuk membeli sesuatu; uang dan benda itu berada di suatu tempat yang aman; dompet.

    Hanya satu hal yang aku tidak duga, pemandangan yang aku lihat di ruang kelas. Pintu kelas terkunci, orang-orang yang ada di kelas menghilang entah kemana. Aku mengintip ke dalam ruangan itu, empat orang perempuan sedang mengelilingi seorang perempuan.

    Tadinya aku mau membuka pintu itu dengan keahlian mencongkel kunci pintu yang diajarkan Ramiu, tapi setelah sadar pintu itu tertutup karena ditahan kursi dan meja dari dalam, aku menghentikan niatku.

    Sebenarnya, apa yang terjadi di dalam!? Aku butuh dompetku sekarang, ususku sudah meraung ingin diberi makan!

    bukan dipatok, sih. tapi emang udah jadi segitu, lagi editing.. :keringat:
     
  7. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Ide cerita nya menarik, beneran mirip sama cerita yang wa baca di forum luar, sama2 nyinggung tentang catur juga meskipun arah ceritanya beda.

    Tetapi (maaf) sebenarnya dari ide cerita yang mantab itu ceritanya bisa didevelop secara jauh lebih dalam dan intense, jujur sih saia beneran tertarik ama bagian 0 tapi rasa antusias saia mulai ngedrop pas udah masuk bagian 1 dan 2. Cerita yang di luar sana juga ngedevelop na kurang apik dan rada linear sehingga wa cepet jemu ama penuturan na.

    Plot na sih menurut gw menarik namun buat kedepan na boleh sih coba di develop secara lebih apik lagi. Terutama bagian side character, mereka2 yang muncul terkesan asal nampang aja menurut gw, yang keliatan action na baru tokoh utama doang. Sisanya wa kagak gitu kebayang :haha:

    Rencananya mau ada romance juga ya, ide bagus. Coba kembangin bagian situ, wa rasa itu bakal jadi unsur kuat yang bisa menutupi segala kelemahan yang ada di ini fict :hihi:

    Menurut saia ini fict lumayan lah, cuman buat author sekaliber anda sebenarnya bisa buat yang mantab dan powerful untuk kedepan na. Sekali lagi mohon maaf yah apabila ada kata2 yang tak berkenan :maaf:

    Segitu aja sih, lanjutgan perjuangan anda :top:
     
    • Thanks Thanks x 2
  8. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Celah di pintu itu sangat tipis, sedangkan jendela ditutup dengan berbagai benda seperti lukisan pajangan, tas, sampai kertas yang ditempel.

    Aku tidak bisa melihat dengan jelasada apa di dalam. Yang aku tahu dari celah pintu adalah ada lima orang perempuan di dalam.

    Mungkinkah mereka panitia acara nanti malam?

    Tidak mungkin, karena Bisca yang merupakan anggota OSIS berada di luar ruangan, berdiri menyender pada dinding.

    Mendekatinya, aku menunjuk ke arah pintu ruangan kelas.

    “Geng Rose beraksi lagi. Mereka sedang memeras seseorang…lagi.”

    “Eh? Tapi dompetku tertinggal di dalam dan perutku sudah hampir menyentuh punggung…”

    “Perlu uang pinjaman?” Bisca menarik dompet dari saku roknya.

    “Tidak, aku tidak suka berhutang.”

    Kembali menaruh dompetnya di tempat seharusnya, dia berkata padaku “Kalau begitu sabarlah.” dan segera menjatuhkan semangatku untuk memakan mi dari kantin.

    Tidak berapa lama, benda-benda yang berada di belakang pintu terdengar bergeser lalu tiga orang keluar. Dua di antaranya adalah anggota dari empat orang perempuan dengan kedudukan tertinggi di sekolah ini; Kelly si anak kepala sekolah dan Juna, keponakan bos besar perusahaan telekomunikasi. Sedangkan yang satunya…

    “Vian—”

    Aku menahan suaraku, sehingga ketiga orang itu tidak mendengarnya.

    “Kenapa dia diperas geng Rose!?”

    Tanyaku pada diri sendiri, tapi suaraku didengar oleh Bisca.

    “Coba tanyakan pada dirimu sendiri.”

    “Apa? Kau tahu? Ceritakan padaku!”

    “Aku tahu, semua orang tahu… kecuali kau. Apa bisa kau sadari posisimu sekarang?”

    Setelah berkata itu, Bisca segera masuk kelas ketika dua orang geng Rose lain keluar ruangan. Sedangkan aku melupakan niatku untuk makan siang dan mengikuti ketiga orang yang baru keluar tadi.

    Untunglah, mereka tidak melakukan apa-apa pada Vian. Mereka hanya membuatnya mengikut mereka sampai ruang kelas mereka lalu menyuruhnya kembali ke ruang kelas Vian; kelasku.

    GRUUUK, walaupun suara itu berasal dari perutku, rasa sakit yang paling aku rasakan adalah di dada. Rasa sakit ini berasal dari ketidakmampuanku untuk melakukan apapun.

    Vian menyadari aku mengikutinya, lalu dia mendekatiku.

    “Tidak apa-apa, Rin. Malam ini semuanya akan beres.”

    Wajah Vian yang seharusnya khawatir dan takut, terlihat puas dan tajam…

    Aku semakin bingung menganai apa yang terjadi dengan mereka. Sebingung bagaimana aku makan siang kalau waktunya tinggal tiga menit.

    wah wah.. terima kasih, high.. :maaf:
    hmm.. yang numpang lewat itu karakter2 utama dari cerpen2 saya yang lain.. :hihi:
     
  9. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Sama2 gan :beer:

    Oh begitu yah, saia blom baca karya2 situ yang laen makanya ga tau :cambuk:
     
  10. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    belum dipost di sini.. :dead:
    semuanya lagi diedit lagi seperti fic ini.. :sepi:
     
  11. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Kalau begitu good luck aja deh buat karya2 agan yang laen :yahoo:
     
  12. kyotou_yasuri Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 24, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +20 / -0
    Gaya bahasanya bagus, penulisannya rapi, enak dibaca. Kayaknya ada beberapa kata yang salah tapi gak begitu ngaruh. Kemampuan protagonis menarik. Bagian 0 sama 1 gak masalah, tapi 2 sama 3 kok agak terkesan terlalu diulur, belum ada konflik sama sekali? Malah terkesan kayak prolog untuk novel. Saya tunggu lanjutannya deh sebelum komen lebih jauh :peace:

    Ngomong2 si jagoan sekolahnya di SMA Rubyheart apa Bintang Emas :bloon:
     
    • Thanks Thanks x 1
  13. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    akhirnya ada yang nyadar.. :XD:
    jejak editanku yang nggak sempurna keliatan juga.. :hehe:
    sebenernya udah konsisten diubah jadi bintang emas, tapi ada yang kelewat di awal.. :haha:
    makasih udah nunjukin fatal error saya.. :elegan:
     
    Last edited: Jun 5, 2012
  14. Adhyaksa Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Sep 13, 2009
    Messages:
    46
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +11 / -0
    Kemampuan protag itu bener2 ori menurutku, belum pernah denger sebelumnya. Buat dibaca juga enak, tapi deskripsinya kurang dan agak sulit membayangkan scene chapter sebelumnya karena jumlah kalimat yang ditulis terlalu sedikit IMO. :peace:
     
    • Thanks Thanks x 1
  15. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Bagian 4

    Vivian, atau sering dipanggil Vian adalah salah satu dari empat aset terbesar SMA Bintang Emas. Perwakilan dari kota ini yang berhasil mengikuti seni final turnamen catur dunia di usianya yang ke sepuluh…setidaknya juara empat di dunia sudah sesuatu yang besar, bukan? Terlebih untuk anak kecil seperti dia. Tidak hanya itu, dia juga selalu menduduki tiga besar peringkat nilai di sekolah.

    Tidak ada manusia yang sempurna, aku setuju dengan perkataan itu.

    Di balik prestasinya, Vian adalah seorang yang cukup imut kalau pada standar perempuan biasa. Tidak terlalu bagus dalam olah raga dan mudah menangis membuatnya menjadi seseorang yang semua orang ingin lindungi… ya, termasuk aku. Kata-katanya lembut dan selalu berusaha tersenyum ketika berbicara pada siapapun serta dia suka menolong walau dia tidak mampu mungkin menjadi poin utama kenapa dia diam-diam disukai banyak laki-laki… kecuali aku. Kenapa? Karena orang seperti dia adalah tipe orang yang akan membuat orang-orang di sekitarnya berhutan banyak padanya.

    Sedangkan aku tidak suka berhutang… pada siapapun.

    Tapi, citranya dalam pikiranku mulai aku pertanyakan ketika dia berkata padaku;

    “Tidak apa-apa, Rin. Malam ini semuanya akan beres.”

    Kelembutan yang biasanya terdengar tidak lagi terasa, wajahnya tegas dan tidak ada sedikitpun getaran rasa takut di kalimatnya.

    Tidak ada senyum ketika dia berbicara padaku. Seakan dia adalah orang yang berbeda, seseorang yang sangat membutuhkan orang lain dan di waktu yang sama dia dibutuhkan oleh orang itu.

    Apa aku berpikir terlalu keras?


    Malam hari, acara yang dipersiapkan hanya oleh beberapa perwakilan kelas hampir dimulai. Sebagian dari siswa ada yang baru datang dari rumahnya, kembali ke rumah untuk menyiapkan semua yang mereka butuhkan saat menonton bintang jatuh di tempat ini.

    Sekolah ini tidak berada di tengah daerah perkotaan, melainkan sebuah tempat yang lebih cocok untuk dipanggil “desa”.

    Walau setiap rumah memiliki akses fasilitas yang sama dengan orang-orang perkotaan seperti pasokan listrik yang besar, internet dan TV internasional, kebanyakan penduduk di daerah kecamatan ini tidak terlalu menggunakannya sehingga berbeda dari pusat kota; bebas polusi cahaya.

    Tempat acara yang disebut “Sky Shower” diadakan di dua tempat berbeda namun dalam satu susunan acara yang sama. Satu di lapangan olahraga sekolah dan satu di atap satu-satunya gedung dengan tinggi tiga lantai.

    Aku memilih di atap.

    Kenapa? Karena dari tempat ini aku bisa melihat semuanya, yang di atas maupun di bawah.

    Jam tanganku menunjukkan sekarang pukul 19:21 sedangkan penghitung mundur yang dipasang di tengah setiap kedua tempat acara menunjukkan 01:01 yang artinya tinggal satu jam lagi sampai hujan cahaya dari langit terlihat.

    Semakin lama, mataku semakin terbiasa dengan gelap. Warna hiasan-hiasan yang tadinya terlihat sangat menarik dengan warnanya yang mencolok kini terlihat tanpa nyawa. Tapi sebagai bayarannya, aku mulai bisa melihat <hati> orang-orang.

    Seakan aku melihat dunia yang berbeda, aku tidak lagi melihat semua orang dari hanya wajah mereka tapi juga mencocokkan bentuk <hati> dan wajah serta karakternya. Mengejutkan memang, ketika melihat karakter sebenarnya dari seseorang. Untunglah aku sudah sedikit terbiasa, awalnya aku agak takut akan seseorang setelah mengetahui bagaimana dia sebenarnya. Tapi aku sadari bahwa setiap orang memiliki alasan tertentu kenapa <hati> mereka terbentuk seperti itu.

    Memang, ada yang menutupi sifat asli mereka tapi tidak jarang juga yang tidak sadar bahwa dia adalah orang yang seperti itu.

    Bentuk <hati> biasanya terbentuk dari karakter dan sifat atau tujuan hidup seseorang. Misalnya saja, seseorang yang memiliki bentuk pawn biasanya adalah orang yang sangat suka bekerja pada orang lain. Atau bishop biasanya adalah orang yang lebih suka mengikuti prinsip mereka daripada perintah. Simbol-simbol lain di “tubuh” <hati> biasanya adalah lambang apa yang dia pegang teguh. Misalnya [rantai] yang hanya muncul di <hati> berbentuk pawn, melambangkan bahwa dia secara buta mengikuti pemimpin mereka. Atau [perisai] yang muncul di hampir semua jenis <hati>, melambangkan bahwa dia memiliki sesuatu untuk dilindungi atau pertahankan.

    Bentuk <hati> Queen dan King sangat jarang, hanya lima orang yang aku ketahui memilikinya termasuk Kakek dan orang yang aku lihat di mini-market itu. Satu orang lainnya adalah Kelly. Melihat bentuk <hati>nya adalah sebuah pengalaman buruk yang tidak akan pernah aku lupakan. Queen dengan warna perak hitam penuh dengan karat serta membawa dedaunan kering yang sudah hampir hancur.

    Queen adalah perlambang bahwa orang yang memiliki hasrat tinggi akan sesuatu yang dia percaya. [Dedaunan kering] adalah lambang bahwa dia sangat suka menggunakan apapun untuk mencapai kekuasaan. Untuk tekstur dan warna, kakek tidak pernah mengajarkannya padaku. Karena Queen adalah orang yang bisa menutupi apa tujuan mereka, setelah aku mengetahui bagaimana bentuk <hati> Kelly, aku menjadi sangat ketakutan. Awalnya aku dan Kelly cukup dekat, hubungannya seperti pada Agon atau yang lain tapi ketika aku menyadari betapa buruknya <hati> Kelly, aku mulai ragu.

    Setelah melakukan penyelidikan kecil, akhirnya aku ketahui bahwa Kelly suka melakukan berbagai hal buruk pada orang-orang yang tidak disukainya. Kalau mereka tidak menuruti apa perintah Kelly, secara misterius mereka akan dikeluarkan dari sekolah dengan alasan yang tidak wajar. Tidak hanya satu kali atau dua, tapi hampir tujuh orang. Kemungkinan dia melakukannya dengan menggunakan orang tuanya sebagai alat sepertinya tidak kecil.

    “Haah… Haaaaaaaah…” Aku menghembuskan napas hangatku ke arah telapak tangan. Berusaha mengusir dingin darinya. Jam tangan yang sebagian terbuat dari logam menambah cepat hilangnya panas di tanganku ke udara.

    Aku melihat ke arah lapangan, tidak terlihat apapun kecuali beberapa api unggun kecil atau penghangat elektronik yang memiliki cahaya keluar dari dalamnya.

    “Gelap.” Kataku seakan mengejek malam yang sudah jelas memang seharusnya gelap.

    Tapi bukan itu maksudku, tapi aku tidak bisa melihat <hati>siapapun yang berjarak lebih dari tiga meter dan alasannya adalah karena gelap. Sebenarnya sudah cukup, karena yang aku cari adalah sesuatu yang mengeluarkan cahaya; <hati> orang yang aku lihat di mini-market.

    Aku yakin orang itu ada di sekolah ini, karena aku sangat ingat sepeda yang dia gunakan. Sepeda itu adalah satu-satunya sepeda yang diparkir di depan mini-market itu. Sepeda yang dipinjamkan oleh sekolah untuk siswa yang tinggal di tempat yang cukup jauh untuk berjalan kaki tapi terlalu dekat untuk menggunakan angkutan umum.

    Tepat saat angka 00:40 terlihat di penghitung mundur, aku merasa ada cahaya yang bergerak dari arah bawah.

    Kemungkinan cahaya itu adalah lampu senter tidak kecil. Tapi apa salahnya mencari tahu, bukan?

    Cahaya itu bergerak ke arah belakang gedung, tempat lapangan belakang yang sekarang tidak digunakan. Aku semakin yakin cahaya itu berasal dari kemampuanku melihat <hati>. Tidak ada benda di sekitarnya terlihat karena cahaya itu bukan berasal dari benda nyata.

    Tentu, aku ikuti cahaya itu langsung ketika angka 39 muncul di layar penghitung mundur.
     
  16. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Bagian 5

    Aku tidak tahu harus melakukan apa, kedua tanganku terlalu sibuk dan otakku terlalu lelah untuk berpikir.

    Di tangan kiriku aku menggenggam erat sepasang kepalan tangan seorang laki-laki yang memegang stik baseball sedangkan di tangan kananku menahan tangan seorang perempuan di punggungnya, memaksanya tidak bergerak atau rasa sakit akan terasa di otot dan tulang yang bergerak di arah yang tidak lazim.

    “Lepaskan, Rin… ” Perempuan itu memberontak, tapi tangan kananku menggerakkan pergelangan tangan perempuan itu ke atas, memaksanya merasakan sakit dan menjerit kesakitan.

    “Aku mohon… lepaskan.” Suara itu terdengar sangat putus asa, tapi bukan dari perempuan di tangan kananku melainkan lelaki di tangan kiriku.

    “Aku tidak mau keluar dari sekolah ini…” Ironis, orang yang tidak merasakan sedikitpun kesakitan meneteskan air mata, lelaki itu menangis. Menyedihkan melihat mukanya yang terlihat tangguh tapi menangis karena seorang perempuan. Ya, aku tidak bisa salahkan dia, perempuan itu adalah orang yang paling menakutkan yang pernah aku kenal.

    Tapi perempuan itu bukan perempuan di tangan kananku. Perempuan yang menyebabkannya sangat putus asa adalah Kelly, sang Queen hitam penuh karat.

    “Aku bilang, lepaskan aku… RIN!” Perempuan itu memaksa lepas dari tanganku. Krak!, suara dari bahu orang itu terdengar seperti tulang yang bergeser, aku merasa kalau aku tahan lebih lama lagi, tangannya akan terluka. Oleh karena itu mau tidak mau harus melepaskannya.

    Ah, aku lupa. Alasan kenapa aku menahan perempuan ini dengan tangan dominanku sedangkan menahan lelaki bertubuh besar dan memegang stik baseball dengan tangan lainnya adalah sederhana; aku tidak melindungi perempuan yang tubuhnya terlihat ringkih ini, melainkan sebaliknya.

    Aku sedang melindungi pria bertubuh besar.

    Ketika aku menyadari itu, aku merasa ada benda cepat datang dari arah kananku.

    “Maaf, kawan. Tapi aku tidak suka rasa sakit.” Kataku pelan ke arah kiri.

    Di waktu bersamaan, aku mengelak ke arah belakang, melepas tangan lelaki itu. Membuatnya terhantam benda tumpul dengan kecepatan yang cukup untuk meretakkan tulang.

    Tendangan dengan kekuatan yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh amatir. Itulah nama yang aku berikan pada gerakan itu.

    Setelah lelaki berbadan besar itu terjatuh tidak sadarkan diri karena satu tendangan di kepalanya, aku segera menghadang perempuan itu.

    “Mau ke mana kau?” Tanyaku pada perempuan itu walau aku tahu kalau dia akan mengejar Kelly yang baru pergi tidak lama dari tempat ini.

    “Menagih keadilan dari perempuan sampah itu, mau apa lagi?”

    “Keadilan? Maksudmu…”

    “Memang, bukan keadilan ketika satu nyawa dibalas dengan satu nyawa. Tapi setidaknya itu akan menghentikan tragedi ini berulang kembali.”

    Ketika aku mendengar kata-kata itu, “keadilan”… aku gemetar. Dia serius tentang apa yang dia katakan, bahkan aku tidak ragu akan “keadilan” yang dia kemukakan.

    Tapi…

    “Walau begitu, mengotori tanganmu untuk ini… aku tidak bisa membiarkannya begitu saja.”

    Aku melihat ke arah dadanya, sebuah bidak catur berbentuk Queen terbuat dari bahan transparan serta pedang di tangannya. Bersinar tanpa menerangi apapun.

    Kalau orang itu melakukan dosa ini, apa hati itu akan berubah? Aku ingin tahu itu, tapi aku lebih tidak ingin itu terjadi.

    “Apa yang kau inginkan, Rin?”

    “Aku tidak akan membiarkanmu lewat.”

    Memasang kuda-kuda amatir, walau aku tidak mengenal bela diri apapun tapi setidaknya aku bisa memukul dan bertahan. Aku harap itu cukup.

    “Jadi, kau berpihak pada sampah itu?”

    “Justru karena aku memihak padamu aku tidak ingin kau melakukan semaumu.”

    Tanganku gemetar, tapi aku berusaha menenangkannya.

    “Menarik, Rin. Kalau begitu tunjukkan padaku dengan kepalan tanganmu itu!”

    Ah, aku hanya pasrah pada refleksku. Semoga aku tidak hancur oleh monster thai-boxing.



    Tunggu, apa yang memulai semua ini?

    Ah, aku ingat. Saat itu aku mengejar cahaya dari <hati> yang aku cari. Tapi yang aku temukan adalah sekelompok orang yang dipimpin oleh Kelly menyudutkan seseorang.

    “Jadi kau mau aku meminta maaf atas kematian temanmu? Omong kosong. Aku tidak membunuhnya atau apapun.”

    Kelly berbicara dengan tawanya dan nada yang arogan.

    “Kau pikir siapa yang membuatnya kehilangan bea siswa dan membawanya depresi?”

    Jawaban itu terdengar sangat dipenuhi rasa marah yang tidak bisa aku bayangkan tingkatannya. Tapi ada beberapa potongan suara dari orang itu yang aku kenal… tapi siapa?

    “Kau menyalahkanku atas seseorang yang bunuh diri? Memangnya kau siapa? Haha!”

    “Dasar kau sampah!”

    Ejekan perempuan yang satu lagi itu sepertinya memutus saraf kesabaran Kelly, dia berbisik pada empat orang laki-laki bertubuh besar di sampingnya “Habisi dia.”

    Keempat laki-laki itu terlihat berat hati, tapi mereka melakukannya. Menyerangnya secara bersamaan.

    Ketika aku mau berlari ke arah mereka untuk menghentikan ini, aku melihat ke arah perempuan itu. Akhirnya aku mengetahui siapa pemilik <hati> itu. Tapi, keterkejutanku tentang itu tidak sebanding dengan keterkejutanku atas apa yang dilakukannya.

    Vivian, dia adalah pemilik <hati> yang aku kagumi itu. Berkerak lincah, menendang dan memukul kepala satu per satu orang yang mendekatinya dan membuat mereka tersungkur seketika.

    Aku pernah melihat gerakan-gerakan itu di TV, tidak salah lagi itu adalah thai-boxing.

    Tapi, kenapa Vivian yang seharusnya lemah dan ringkih bisa melakukannya?

    Salah satu dari pria bertubuh besar itu bangun dan memungut stik baseball, berniat menyerang Vivian dari belakang.

    Terlihat seperti Vivian yang dalam bahaya, namun yang aku lihat adalah lelaki itulah yang dalam bahaya.

    Ancang-ancang Vivian yang bersiap menendang ketika berbalik mengingatkanku pada sebuah pertandingan thai boxing yang pernah aku saksikan di TV. Orang yang terkena tendangan itu terluka parah sampai tidak lagi bisa bertanding. Itu saat pertandingan resmi, dengan beberapa pelindung tubuh. Sedangkan saat ini tanpa peralatan apapun.

    Aku segera menahan keduanya, aku tidak tahu seberapa kuat aku tapi aku berusaha untuk menghentikan keduanya.

    Ketika itu, Kelly marah karena aku datang. Dia berteriak pada lelaki yang aku tahan kedua tangannya “Habisi mereka berdua, jangan sampai kau gagal atau…” lalu dia berlari pergi menjauh.



    Kembali pada saat ini. Aku menerima berbagai pukulan dan tendangan, semuanya terasa sangat berat. Ketika Vivian berusaha kabur, aku segera menghalangi jalannya lalu memaksanya mundur dengan pukulan-pukulan palsu yang sengaja aku hentikan ketika mendekati tubuhnya.

    Keadaan saat ini mengingatkanku pada saat itu. Ya, bukan ingatan yang cocok untuk saat seperti ini, sih. Tapi dengan dia yang selalu berusaha menghindariku ketika aku di hadapannya, ingatan tentang hari itu terulang di dalam benakku.

    Satu tahun lalu, saat itu aku masih menjadi teman dekat Kelly. Aku tidak tahu apa yang dilakukannya, jadi aku kira dia di-bully banyak orang karena dia anak kepala sekolah. Semua orang menganggap aku ada di pihak Kelly, semuanya… termasuk Vivian. Aku yang saat itu melihat Vivian sebagai sosok seseorang yang sangat ringkih namun memiliki kekuatan yang lain sehingga dia bisa melindungi, membantu orang lain dengan keringkihannya itu.

    Aku menyukai orang itu, awalnya hanya sebuah kekaguman namun lambat laun berubah menjadi rasa ingin memiliki, melindungi dan menyokong idealisme dan keteguhannya… mungkin rasa ini adalah “cinta”? Entahlah, tapi aku percaya itu benar.

    Sampai suatu saat ketika aku tidak lagi bisa mengisi ruang dalam hatiku dengan perasaan ini, aku takut perasaan itu tidak akan tumpah, melainkan meledakkan seluruh lapisan hatiku. Hati? Tapi yang aku kenal adalah <hati>, jadi… di mana perasaan itu aku simpan?

    Menyatakan cinta, memang terdengar sedikit bodoh. Tapi setidaknya itu adalah usahaku untuk menenangkan perasaanku.

    Hasilnya? Aku ditolak. Dia berusaha pergi, tapi aku halangi setiap dia melangkah lalu aku mendekatinya dan memaksa dia mundur dan berjalan ke arah lain. Beberapa kali aku menghalanginya dan bertanya “Setidaknya bisakah kau memberikanku alasannya?” tapi dia diam dan terus berusaha pergi.

    Sampai dia begitu kesal dan mendorongku lalu berkata “Kau harus melihat siapa Kelly sebenarnya, saat itu akan aku jawab dengan kata ‘ya’, itu pun kalau kau masih tidak berubah pikiran.” Lalu pergi.

    Hal itulah yang membuatku penasaran dan suatu saat aku mengetahui bagaimana <hati> Kelly, lalu satu per satu perbuatannya yang bahkan bisa membuatku ingin menggantung lehernya di tiang bendera terungkap.

    Tapi, setelah saat itu aku tidak pernah membahas soal hari ketika aku menyatakan cinta pada Vivian padanya. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Aku malah menikmati saat ketika perasaanku tidak tersampaikan padanya. Aneh, bukan?

    Detik ini, aku sedang menghalangi langkahnya yang jauh lebih cepat dari saat itu. Aku tidak yakin bisa menahannya terlalu lama karena staminaku sudah mulai hilang. Walau dari wajah Vivian mulai terlihat peluh-peluh tanda lelah, aku tidak yakin dia akan menyerah begitu saja ketika tenaga menghilang dari tubuhnya. Dia akan terus bergerak, melakukan sesuatu yang aku tidak ingin dia lakukan pada orang yang memang pantas mendapatkannya.

    Aku putuskan untuk melakukan satu langkah yang tergolong “licik”, sesuatu yang kalau ini adalah pertarungan antara dua musuh besar bisa dikenai sepuluh kartu merah.

    Berjalan cepat, memutari tubuhnya dan menyergapnya dari belakang. Bukan untuk menyerangnya dari belakang, tapi…

    “…Wah! Apa yang kau lakukan!?”

    Jelas, Vivian terkejut atas apa yang aku lakukan. Tubuhnya meloncat kecil seperti koin di atas meja yang dipukul.

    “Sekarang kau tenangkan emosimu itu.”

    Aku melingkarkan kedua tanganku di lehernya, tidak begitu kuat namun bisa membuat lehernya yang tegang kembali tenang.

    “Aku tidak mau kau mengotori tanganmu untuk sesuatu yang sia-sia.”

    “…”

    Vivian terdiam, kepalan tangannya mulai turun lalu menjatuhkan diri ke belakang hingga pelukanku terlepas. Aku kira dia akan melarikan diri, tapi dia hanya terduduk di tempat itu.

    “Aku tahu itu… Tapi…”

    Suaranya mulai terdengar parau, secara spontan aku duduk bersender di punggungnya…bukan, memberikan tempat bersender untuknya dengan punggungku.

    “Aku tidak tahu kalau kau adalah tipe orang yang akan membalas kematian temanmu…walaupun dia bunuh diri.”

    “Dia… bukan temanku. Telsa, dia adalah anak buah Kelly… tapi karena aku memperingatkannya tentang Kelly, dia dikeluarkan dari sekolah.”

    “Hmm… aku mengerti sekarang, Vivian.”

    “…?”

    “Kau marah pada dirimu sendiri dan kali ini kau berencana untuk sengaja kalah dari Kelly sehingga kau mendapat nasib yang sama dengan Telsa?”

    “Hmph.”

    Jawabannya diikuti dengan tubuhnya yang bergetar, jadi aku berbalik dan melihat apa yang terjadi dengan Vivian.

    “Bhahahaha! ” Tawa meledak dari mulutnya yang aku kira akan mengeluarkan kata-kata marah atu malah menangis.

    “Kau memang orang yang paling mengerti tentangku, Rin… bahkan lebih dari aku mengerti diriku sendiri. ”

    Vivian menatapku dengan wajah yang berbeda dari sebelumnya, kembali cerah dan penuh dengan kelembutan.

    “Oh ya.”

    Aku yang sedang mulai berdiri ditarik oleh Vivian, sehingga wajahku terjatuh tepat di wajahnya. Bibirku menyentuh sesuatu yang hangat, sedikit lembab dan empuk. Sesuatu yang tidak mungkin aku bisa lupakan walau bibirku menyentuh lada Argentina sekalipun.

    “Kau pernah bilang ‘Aku mencintaimu, maukah kamu jadikan aku seseorang yang bisa kau andalkan?’ padaku tahun lalu. Saat itu aku menjawab ‘tidak’, tapi aku menarik kata-kataku. Ya, aku mau. Kau memiliki kekuatan itu, kekuatan untuk berdiri di sampingku ketika aku membutuhkan dan berhadapan denganku ketika aku kehilangan jati diriku sendiri. Rinnea Olive, I want you by my side… not as a King who can’t do anything, but as a Knight that strong enough to protect the Queen and would oppose her when she lost herself… a grey Knight.”

    Seakan jantungku berhenti berdetak, aku tidak tahu harus melakukan apa. Detik ini banyak pertanyaan yang menempel lekat di kepalaku menghilang begitu saja karena jawaban yang dikatakan Vivian.

    Grey Knight, Ksatria abu. ya… jadi itu maksud dari <hati> ku.

    Aku mengingat salah satu film yang baru aku tonton kemarin malam, tentang pertempuran di jaman medieval, abad pertengahan.

    Yes I accept your offer, my Liege.

    Tanpa sadar aku berlutut dengan tumpuan kaki kiriku sedangkan tangan kananku mengepal ke tanah.

    Vivian tertawa kecil, lalu aku kembali duduk di belakangnya sambil menatap langit yang mulai terlihat garis-garis ekor bintang jatuh. Frekuensi munculnya bintang jatuh itu semakin cepat dan semakin banyak.

    “Bodohnya aku, kalau aku kejar Kelly aku akan melewatkan pemandangan ini.” Vivian berbisik sambil meregangkan kedua tangannya ke atas.

    Walau ada kekhawatiran seperti apakah Kelly akan berusaha mengeluarkan Vivian atau aku dari sekolah ini, aku tidak terlalu peduli. Entah kenapa aku merasa semuanya akan berjalan dengan tenang, seperti saat ini.

    Memang, pemikiran yang naïf, tapi melihat wajah Vivian yang juga melupakan kekhawatiran itu, aku merasa tenang.



    Senin pagi, aku berangkat dari rumah dengan postur yang aku usahakan sempurna. Seperti seorang tentara mungkin. Tapi ketika gerbang sekolah tinggal sekitar delapan ratus meter, aku melihat orang-orang dengan seragam yang sama dengan aku kenakan berjalan dengan santai seperti orang-orang biasanya.

    Aku menghela napas lalu melemaskan semua postur yang aku buat-buat itu.

    “Hey, masih belum terbiasa juga dengan seragam itu?”

    Orang yang menepuk punggungku itu bernama Vivian Altra. Aku baru tahu dia tinggal tidak jauh dari rumahku, hanya sekitar lima belas menit kalau berjalan, jadi tidak aneh kalau aku bertemu dengannya saat datang ke sekolah.

    “Ahahaha,” Aku menjawab dengan tawa kering.

    “Oh ya, kau sudah memilih ekskul apa yang akan kau ikuti?” Tanya Vivian padaku sambil menyesuaikan kecepatan jalannya dengan kecepatan jalanku.

    “Hmm, belum. Kau sendiri bagaimana? Ah, biar aku tebak… seorang Vian pasti memilih bela diri?”

    Pertanyaanku itu dijawab dengan tatapan marah Vivian lalu dilanjutkan dengan sikutan ke perutku.

    “Egh…” Rasa sakit itu memaksa suaraku keluar.

    “Dibanding bela diri, ada satu lagi hal yang aku suka… kau tahu apa?”

    “Emm… memukul seseorang di perut?”

    Jeda nol koma tiga mili detik, sikutnya sudan mendarat di perutku lagi.

    “Tuh, kan… benar…” Kataku sambil menahan rasa sakit di tempat yang dua kali dia sikut.

    “Maksudku akting, Rin… AKTING!”

    “Eh? Akting?”

    “Iya, aku akan ikut ekskul teater atau film amatir… mengingat aku bisa melakukan akting selama satu setengah tahun berturut-turut.”

    “Apa maksudmu?”

    “Ya, selama satu setengah tahun itu aku berakting sebagai ‘Vivian sang putri’.”

    “Eh? Itu akting? Aku kira kau punya kepribadian ganda!”

    Sekali lagi, perutku terkena hantaman keras sikut Vivian.

    Tapa sadar, kami sudah berada di depan gerbang sekolah. Tepat di bawah gerbang, sebuah tulisan terukir “Welcome back to Rubyhart, Scholars.”

    Ya, sudah empat hari aku dan Vivian menghadiri sekolah ini.

    Berawal dari saat kami berdua dipanggil oleh kepala sekolah. Dia berkata kalau Kelly melaporkan sesuatu yang tidak wajar padanya, jadi dia ingin memastikannya sendiri.

    Tuduhan Kelly pada kami adalah merusak properti sekolah yang merupakan pelanggaran berat. Tapi langkah Kelly salah, kepala sekolah mengenalku dan Vivian sebagai dua orang yang tidak mungkin melakukan itu. Tentu ketika kepala sekolah bertanya tentang kebenaran tuduhan itu, aku menolaknya dan dia pun setuju kalau kami memang tidak melakukannya.

    Tapi kepala sekolah bilang Kelly memiliki terlalu banyak pengaruh ke dewan sekolah dan siswa. Jadi mau tidak mau kami harus menerima tuduhan itu atau keluar dari sekolah dan membiarkan Kelly menutup masalah itu.

    Kepala sekolah menyuruhku bertemu dengan Ramiu, guru yang paling muda di sekolah ini.

    Dengam rekomendasi Ramiu, kami berdua bisa pindah ke sekolah lain namun mengulang dari kelas satu. Tentu awalnya aku tidak setuju, begitu juga dengan Vivian. Tapi setelah mendiskusikannya dengan orang tua masing-masing, akhirnya kami setuju karena sekolah tempat kami dipindahkan adalah sekolah yang tergolong sangat susah tes masuknya.

    Untuk sekarang, aku hanya perlu untuk menikmati hari-hari di tempat baru ini.

    Ah, bukan karena aku berada di sekolah unggulan, tapi karena aku bersama orang yang aku kagumi, orang yang aku cintai… Vivian.

    longer than the original script.. :keringat:
     
    • Thanks Thanks x 1
  17. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Epilog

    Tempat itu gelap dan luas, tidak ada apapun di dalamnya kecuali seseorang.

    “Keluarkan aku dari sini!” suara itu terus bergema, atau mungkin terulang dari sumber yang sama? Entahlah, karena tidak ada yang bisa melihat apa-apa di sini.

    Seberapapun luasnya tempat ini, tapi kalau tidak ada yang bisa terlihat dan tanpa ada apapun di dalamnya, sama saja berdiri di satu tempat yang sangat kecil.

    “Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi!! Aku adalah Kellena Noiharte! Keluarkan aku dari sini, cecunguk! ”

    Orang yang biasa dipanggil Kelly itu terus meronta walau tidak ada yang bisa melihat dan bisa terpengaruh dengan apapun yang dia lakukan. Dia berlari kesana-kemari, mencari pintu keluar yang sejak awal memang tidak ada.

    Sementara itu seseorang yang memerangkap Kelly di tempat itu tersenyum dengan puasnya. Walau tempat itu gelap tapi pria yang sedang duduk dan menikmati sebotol minuman soda itu bisa melihat dengan jelas bagaimana sosok Kelly, sosok yang menjijikkan… jauh dari bentuk ketika dia dimasukkan ke tempat ini, berubah dari “cantik” menjadi “menjijikkan”

    Pria itu mengayunkan tangannya ke arah sebuah gerbang besar yang menempel begitu saja di tengah kegelapan. Di atas pintu itu tertulis angka 2103, tapi sedikit demi sedikit gerbang itu terlahap kegelapan yang bergerak mengikuti arah gerakan tangan pria itu.

    Sekali lagi, pria itu menatap ke arah Kelly yang semakin histeris.

    Realize your sins, until then you’ll be trapped like the others… in the darkness, alone… inside the maze of time.

    Seperti sengaja tidak mengatakannya dalam bahasa Indonesia, suara itu mencapai Kelly yang sudah tidak lagi bisa mendengar apa-apa .

    Pria itu berjalan menjauh, meninggalkan Kelly yang terjebak di salah satu bagian dari kegelapan yang tidak diketahui asal dan identitasnya itu.

    “Kau yang menolak menyadari dosanya… mau menjadi seperti dia?”
     
  18. bernardaskes Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 27, 2011
    Messages:
    13
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    bags mantap ebat
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.