1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Your dream is Mine

Discussion in 'Fiction' started by debysita, May 20, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. debysita Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 24, 2009
    Messages:
    49
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +5 / -0
    Sinopsis :
    Aku kehilangan mama saat aku berumur 13 tahun akibat kecelakaan. Sejak itu aku menulis surat pada mama lewat diariku. Lima tahun kemudian, saat umurku 18 tahun, aku mengalami mimpi aneh yang membawaku kemasa depan. Dimasa depan, aku betemu dengan seorang pemuda dan Ia selalu ada dalam mimpiku.
     
    • Like Like x 1
    Last edited: May 20, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. debysita Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 24, 2009
    Messages:
    49
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +5 / -0
    Aku menatap jam tangan pinkku. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Seharusnya mama sudah datang menjemputku. Perutku sudah sangat lapar. Teman-teman tampaknya sudah pulang semua. Sekolahku bubar sejak jam satu, artinya aku sudah 2 jam menunggu mamaku disini.
    “Mana sih...”gerutuku pelan. Apakah mama lupa kalau ia berjanji menjemput aku dari sekolah ?
    Aku berjongkok didepan pintu gerbang dan memeluk kakiku erat. Kebiasaanku kalau sedang cemas adalah harus memeluk sesuatu. Entahlah, aku merasa tenang kalau melakukan itu.

    Gerbang pintu sekolahku lalu berdecit keras. Bergeser menutup perlahan. Penjaga sekolah memandangiku dan tersenyum. Aku balas tersenyum.
    “Belum pulang nak ?”tanyanya ramah.
    “Tunggu jemputan Pak, tapi dari tadi gak datang-datang…”jawabku dengan sedikit agak cemas.
    “Pulang duluan saja nak, hari udah mau sore. Jalan disini sepi. Bisa jadi ada kejahatan. Kamu masih SMP, anak perempuan pula. Nanti kalau kamu menunggu disini dan ada kejadian yang tak diinginkan bagaimana ?”.
    Aku meringis ngeri. Aku memang mengakui, jalan didepan sekolahku ini memang agak sepi kalau sore. SMP tempatku bersekolah baru saja dibangun dan pemukiman disekitarnya belum banyak. Naik angkutan saja, harus jalan kaki dulu ke jalan besar. Kira-kira jaraknya satu kilo.

    Aku menatap wajah bapak itu kemudian tersenyum kembali. “ Terimakasih Pak atas nasehatnya, saya pulang dulu.”. ujarku pamit.
    Bapak itu manggut-manggut dan melambaikan tangannya padaku.
    Yah, gak papalah jalan sedikit. Hitung-hitung olahraga. Aku mempererat genggaman pada ranselku dan berjalan dengan agak cepat. Aku melirik jam tanganku. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Memang benar, jalan disini sepi. Hanya beberapa motor dan mobil yang melintas dan hanya aku pejalan kakinya. Aku menghembuskan nafas panjang.

    Eh, mungkin tidak juga. Aku tidak sendirian berjalan kaki.
    Sesosok pemuda tampak mondar-mandir di seberang jalan yang kulalui. Kelihatan seperti sedang kebingungan. Kakak yang ganteng, pikirku dalam hati. Tapi, kenapa kakak itu pakai piyama dijalan seperti ini ?. Dasar orang aneh. Aku tersenyum-senyum sendiri. Tiba-tiba dia menoleh kearahku. Aku terkesiap dan memalingkan wajahku. Aku berjalan lebih cepat. Setelah beberapa langkah, aku kembali melihat keseberang jalan. Pemuda itu menghilang.

    Aku memperlambat jalanku. Kemana kakak itu ?
    “Hei, adik kecil”.
    Aku berbalik dan menaikkan sedikit bahuku. Ternyata kakak berpiyama ada didepanku sekarang. Wajahku memucat. Aku teringat dengan kata-kata bapak penjaga sekolah tadi. Mungkin kakak ini adalah penjahat. Aku mundur selangkah.
    “Daerah mana ini ? Aku bingung dengan jalan disini. Aku…”. Ia menatapku dengan mata kebingungan.
    “Tersesat ?”
    “Aku tidak tahu,. Tadi aku tidur dan mendadak ada disini. Apa aku sedang bermimpi ya ? Tetapi, semua terlihat nyata. Boleh aku sentuh kau sebentar ?”.
    Dia berjalan mendekatiku. Aku berteriak keras.
    “Kau penjahat kan ? Jangan dekat-dekat !”
    “Hei, bukan ! Aku ini orang baik-baik !”. Pemuda itu maju selangkah mendekatiku.
    Aku berbalik dan berlari sekencang-kencangnya menghindari pemuda itu. Orang itu aneh dan bicaranya tidak masuk akal. Jelas dia berbohong. Mana mungkin dia tidur dan tiba-tiba ada di tempat lain. Dia gila.
    “Hei ! Jangan Lari !” teriak pemuda itu dengan keras. Aku terus berlari dan tak menghiraukannya. Mama berkata padaku bahwa aku tidak boleh bicara dan percaya pada orang asing. Bisa jadi dia penculik, menjual gadis remaja ke luar negeri seperti yang banyak diberitakan di televisi belakangan ini dan membuat mama dan papa selalu mengingatkan aku untuk berhati-hati. Aku tidak menyangka, kalau aku bakal nyaris jadi target kejahatan. Aku bersyukur punya kaki kilat dan lariku lumayan cepat. Akhirnya aku sampai dijalan besar, tempat angkutan umum lewat. Aku menghentikan lariku dan mengelus dada, berusaha menenangkan diri dengan nafas terengah-engah.

    Aku berbalik kebelakang. Pemuda itu tampaknya tidak mengejarku. Aku menarik nafas lega. Dari kejauhan aku melihat mobil sedan merah yang mengebut kearahku. Aku hafal sekali mobil itu. Itu mobil mamaku. Mama tidak lupa padaku. Dia datang menjemputku. Aku tersenyum senang.
    Mobil itu berhenti didepanku. Suara decitan remnya sedikit mengejutkan. Kaca mobil itu perlahan-lahan terbuka.
    “Papa ?”
    “Cindy, cepat masuk !”. Ujar papa dengan wajah pucat. Aku lantas membuka pintu mobil dan duduk disamping papa. “ Tumben papa yang jemput. Mama dimana ?” .
    Papa lalu lurus menatapku. Tangannya yang terletak disetir mobil terlihat gemetar. Papa menggenggam tanganku. Kurasakan keringat dingin membasahi telapak tangannya.
    “Mama kecelakaan.Sekarang mama sedang ada di rumah sakit. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.”

    Nada suara papa tegas dan tidak sedang bercanda. Ia kembali memegang setir mobilnya dan menancap gas dengan terburu-buru. Bahuku gemetar. Papa memandangku dan mengelus kepalaku perlahan seolah mengatakan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku menaikkan lututku dijok kursi dan memeluknya erat-erat. Sepanjang jalan aku terus menangis terisak-isak sampai saat aku tiba di rumah sakit. Aku mengikuti papa yang berlari menuju ruang ICU sambil mengusap airmataku yang mengalir sambil memanggil-manggil mamaku. Saat papa tiba di ruang ICU itu, mama sudah tidak ada.

    Aku mendengar dokter berbicara dengan papa dan meminta maaf berulangkali. Sungguh, aku benci kata maaf. Hingga akhirnya papa jatuh bersimpuh dilantai sambil menutup wajahnya, tangisku pecah dan kupeluk papa saat itu. Saat itu aku baru tahu, seperti inilah rasanya kehilangan seseorang yang berharga. Kehilangan mama untuk selamanya.
     
    Last edited: May 20, 2012
  4. debysita Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 24, 2009
    Messages:
    49
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +5 / -0
    9 Oktober 2003
    Mama, kau tahu…Hari ini sangat aneh dan bagaikan sebuah mimpi. Pertama aku bertemu dengan seorang kakak laki-laki aneh yang sepertinya penjahat dan yang kedua mama tiba-tiba kecelakaan dan akhirnya pergi meninggalkan aku dan papa. Mama, kenapa kau pergi ? Aku hampir tidak percaya.Kemarin pagi ini sebelum berangkat sekolah aku masih mendengarmu tertawa dan membuatkan sarapan untukku. Mama memang pembohong besar. Waktu pertama kali masuk SMP, mama bilang ingin membawaku ketaman ria tetapi mama terlalu sibuk bekerja dan akhirnya kita tidak jadikesana. Waktu ulangtahunku yang ke-13 juga, mama bilang akan menjagaku dan akan mendampingi aku saat menikah. Mama bilang tidak akan meninggalkan aku. Mama, Papa belum tidur sampai sekaran juga tidak mau makan dan minum. Papa sangat mencintai mama. Aku dan papa sangat mencintai mama. Kenapa mama pergi begitu cepat ?


    Aku menghela nafas panjang. Kututup buku harianku itu dengan perlahan. Kejadian lima tahun yang lalu masih membekas dalam benakku. Kecelakaan mama yang mengubah hidup aku dan papaku. Setelah mama pergi, papa betul-betul hancur. Dia kehilangan semangat kerja sehingga tidak masuk selama berbulan-bulan. Akhirnya papa dipecat dari kantor. Pekerjaan papa dirumah hanya melamun dikamar sambil memandangi foto mamaku. Untung masih ada tanteku, Tante Maya, adik dari papaku. Dia yang mengurus keperluan kami dan berusaha membuat papa kembali seperti semula. Rumah kami yang besar serta mobil terpaksa dijual untuk kebutuhan hidup kami serta sekolahku. Aku sadar akan kondisi keluargaku dan berusaha belajar dengan keras untuk mendapat beasiswa. Tak terhitung aku menolak tawaran temanku untuk jalan-jalan ke mall dan bersenang-senang. Usahaku tidak sia-sia, aku berhasil mendapatkannya. Aku juga masuk ke SMA favorit dengan nilai masuk tertinggi.

    Tahun ini aku duduk di bangku kelas tiga SMA. Tahun terakhirku di masa SMA. Aku harap tahun ini merupakan tahun yang baik dan papa bisa kembali normal. Aku tak pernah berhenti berharap.

    Aku merapikan buku harianku serta buku pelajaranku yang lainnya. Kupandangi susunan buku harianku sekali lagi. Buku harian ini bagaikan sebuah surat untuk mamaku. Kenanganku untuk mama. Kupandang wajahku dicermin. Guratan hitam dimataku menandakan betapa lelahnya aku. Aku mencoba sedikit tersenyum. Aku beranjak dari kursiku dan membuka pintu kamar. Di dekat jendela ruang tamu, papaku berdiri termenung. Kugigit sedikit bibirku. Kurasakan hatiku yang bagaikan disayat-sayat memandang papa yang tak berdaya. Aku menghampiri papaku dan menggenggam tangannya erat.

    “Pa, ayo kita makan dulu.”
    Papa hanya mengangguk dengan ekspresi kosong dan mengikutiku ke meja makan. Saat makan malam seperti itu, aku selalu mengajak papa bicara. Menceritakan tentang teman-teman sekolahku, guruku, hal-hal lucu dan aneh yang terjadi disekitarku bahkan hal yang membuat hatiku sedih. Walau papa tidak pernah menanggapinya, aku tetap selalu menceritakannya. Aku berharap suatu hari nanti papa akan tersenyum lagi.

    Setelah makan malam itu, aku menuntun papa ke kamar dan aku menyelimutinya perlahan. Aku tersenyum dan mengucapkan selamat tidur kepadanya. Papa hanya membalikkan badan saja menganggapku seolah-olah tidak ada. Aku terpaku sedih.

    “Cindy, Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja…”

    Aku mengenang kata-kata terakhir papa saat dia belum mengalami depresi barat. Papa, kau sama saja dengan mama. Kalian semua membohongi aku.
    Kita tidak baik-baik saja.
    Aku duduk dan memeluk lututku.
    Disamping tempat tidur papa malam itu, aku menangis dalam diam.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.